Identifikasi Suku Kutai PEMBAHASAN

B. Identifikasi Suku Kutai

Eksplorasi Terma Kutai Asal muasal nama Kutai diperkirakan baru muncul setelah berdirinya kerajaan Kutai pada abad ke-14. Dalam naskah Salasilah Kutai, disebutkan bahwa Kutai berasal dari cerita Putri Karang Melenu, istri Aji Batara Agung Dewa Sakti, raja Kutai Kartanegara pertama, yang sedang hamil dan ngidam makan hewab buruan dengan sumpit. Aji kemudian pergi berburu dan menemukan seekor tupai yang sedang makan buah petai dan ia disumpit lalu jatuh di tepian mampi. Tanah di tempat Aji itu berdiri menyumpit tupai itulah tanah yang diberinama Kutai, karena tanah itu tinggi sendirinya. 6 Sementara Constantinus Alting Mees, peneliti Belanda dalam karya ilmiahnya bertajuk de Kroniek van Koetai 1935, meyakini bahwa nama Kutai berasal dari kata “koti” yang berarti “ujung”. Keyakinan Mees ini didasarkan atas posisi Kutai yang terletak di ujung timur pulau Kalimantan. 7 Orang-orang Belanda sebelumnya, yang telah mempelajari kerajaan Kutai, menyebutnya dengan kata Koetie. 8 Muncul juga pendapat yang menyatakan bahwa nama Kutai berasal dari bahasa Cina, yakni kho-thay. Kata kho dapat dimaknai sebagai pulau atau negeri, sedangkan thay berarti besar. Kho-tay kemudian dilafalkan Kutai, memiliki arti kerajaan yang besar. Selain itu, istilah Kutai bisa jadi berasal dari 6 Hooykaas, C., Silsilah Raja-Raja Kutai Dalam Negeri Kutai Kertanegara, dalam Penyedar Sastra, J.B. Wolters-Groningen. Jakarta, 1952. Hal. 214. 7 Anwar Soetoen, et.al., Dari Swapraja ke Kabupaten Kutai, Pemerintah Daerah Kabupaten Kalimantan Timur. Tenggarong, 1975. Hal. 21. 8 Staatsblad van Nederlandsch Indie [van de jaren 1816-1845]. Diakses melalui https:books.google.co.id pada 13 Mei 2015. India, karena ada istilah quetairy dalam catatan sejarahnya. Quetairy berarti hutan belantara. 9 Asal-usul penamaan Kutai juga disinggung dalam Nagarakretagama, kitab legendaris yang dibuat pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit, yakni pada abad ke-14 oleh Empu Prapañca. Dalam Negarakrtagama, disebutkan salah satu daerah yang berhasil ditaklukkan Gajah Mada adalah Tunyung Kute atau dapat juga diterjemahkan Tunjung Kute. Mengenai penafsiran ini, T.B.C. Brandes, sejarawan asal Belanda, menyimpulkan bahwa kata Tunyung atau Tunjung disebut terpisah dengan kata Kute atau Kutai. 10 Dalam artikel lain, disimpulkan bahwa Kutai digunakan untuk mengidentifikasi nama sebuah kerajaan, nama suatu daerah dan nama suku bangsa atau etnis di Kalimantan Timur. 11 Sekarang ini, etnis Kutai dikenal dengan karakteristik berikut : 1. Banyak berdiam di Provinsi Kalimantan Timur, khususnya di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kutai Timur, Kutai Barat dan Kota Samarinda. 2. Umumnya bermukim di tepi sungai Mahakam dan anak sungainya. 3. Mayoritas beragama Islam. 4. Umumnya berkarakteristik fisik dan sosiolinguistik ras Melayu. 9 Drs. H.M. Asli Amin dan Drs H. Amir Hamzah Idar, Awang Long. Badan Perencanaan Pembangunan Dearah Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Timur. Samarinda, 1998, hal 33-34. 10 Soetoen, et.al., Op.Cit., 22. 11 Iswara N. Raditya, Kerajaan Kutai Martapura. Diakses melalui http:m.melayuonline.com pada 13 Mei 2015. Sejarah Ringkas Kerajaan Kutai Dalam banyak tulisan, disebutkan bahwa di daerah aliran sungai Mahakam dahulunya terdapat dua kerajaan besar, yakni kerajaan Kutai atau Kutai Martapura atau Kutai Mulawarman dan kerajaan Kutai Kartanegara atau Kutai Kartanegara ing Martapura. Sebutan Martapura sekarang berubah menjadi Martadipura, sedangkan sebutan Kartanegara, dahulunya adalah Kerta Negara. Peradaban kerajaan Kutai bermula pada abad ke-4 dan berakhir pada abad ke-14. Kerajaan Kutai berpusat di Bukit Berubus, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Sedangkan kerajaan Kutai Kartanegara dahulunya berpusat di Kutai Lama, Kecamatan Anggana, Kutai Kartanegara. Di masa kolonialisme Belanda, pusat kerajaan sempat pindah ke Jembayan, Kecamatan Loa Kulu, Kutai Kartanegara dan kemudian beralih ke Tangga Arung yang sekarang disebut Tenggarong, ibukota Kabupaten Kutai Kartanegara. Sumber utama adanya kerajaan Kutai Martapura yang pusat keratonnya ada di Muara Kaman adalah peninggalan situs kerajaan di Bukit Berubus serta empat prasasti batu Yupa yang terdapat ukiran aksara Pallawa berbahasa Sanskerta. Dari terjemah prasasti Yupa, isinya sama sekali tidak menyebutkan nama Kutai, hanya memberitakan tentang kaum Brahma yang memuji-muji keagungan Raja Mulawarman, anak dari Raja Asmawarman. Sumber lainnya adalah naskah Salasilah Koetai atau Silsilah Raja-Raja Kutai yang ditulis pada tahun 1858 oleh Moehammad Tahir beraksara Arab dan digubah dengan bahasa aksara Melayu oleh Mohammad Tayib pada tahun 1878. Dalam Salasilah Koetai 12 , disebutkan bahwa kerajaan yang berpusat di Muara Kaman ini adalah bernama Martapura, tidak ada embel-embel nama Kutai. Disebutkan pula nama-nama raja yang pernah memerintah kerajaan Martapura, dimulai dari Mulawarman, Sriwarman, Marawijayawarman, Gajayanawarman, Tunggawarman, Jayanagawarman, Nalasingawarman, Nala Perana Tungga, Gadonggawarman Dewa, Indera Warmana Dewa, Sangga Wirama Dewa, Singa Wargala Warmana Dewa, Canderawarman, Mula Tungga Dewa, Nala Indera Dewa, Indera Mulia Warmana Dewa, Sri Langka Dewa, Guna Perana Tungga Dewa, Wijayawarman, Indera Mulia, Sri Aji Dewa, Mulia Putera, Nala Pendita, Indra Paruta Dewa dan yang terakhir Maharaja Dharma Setia. Antara Dayak dan Kutai Pada artikel berjudul suku Kutai di Ensiklopedia Wikipedia 13 , dijelaskan bahwa suku Kutai merupakan suku asli yang mendiami wilayah Kalimantan Timur yang sebagian besar beragama Islam yang menjadi bagian rumpun Suku Dayak, terutama subsuku Tunjung dan Benuaq. Semula orang Kutai ini adalah suku Tunjung dan Benuaq yang kemudian berfusi dengan Jawa, Melayu dan Banjar, akhirnya menjadi suku baru, disebut Kutai. Nama Kutai awalnya bukanlah nama suku, tetapi nama daerah atau negeri, karena perkembangan politik dan budaya, nama Kutai menjadi nama etnis. Dari artikel suku Kutai 12 Sesuai isi naskah yang diterbitkan kembali pada tahun 2002. Adham, D., Silsilah Kutai, Bagian Kehumasan dan Keprotokoleran Bagian Kehumasan dan Keprotokoleran Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Tenggarong, 2002. Hal. 192-196. 13 Suku Kutai, Ensiklopedia Wikipedia berbahasa Indonesia Diakses melalui http:id.wikipedia.org pada 13 Mei 2015. tersebut, dapat diketahui bahwa klaim asal muasal suku Kutai dari suku Tunjung dan Benuaq berdasarkan analisa bahasa dan budaya yang ada kemiripan. Sayangnya, tidak ada referensi yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan atas klaim bahwa etnis Kutai merupakan subsuku Dayak. Menurut DR Yeti Maunati, 14 Istilah Dayak sebenarnya merupakan konstruksi istilah modern yang diberikan para peneliti Belanda sekitar abad ke- 19. Sebutan dayak merujuk kepada orang-orang pribumi di Pulau Kalimantan yang beragama bukan Islam dan non Melayu. Ada sebanyak 450 subsuku Dayak dengan kesamaan budaya, seperti rumah panjang, mandau, sumpit, produksi keranjang rotan, manik-manik dan ritual-ritual adat pada umumnya. Dari penelitian Yeti dapat diketahui bahwa suku Dayak dan suku Kutai sangat berbeda, suku Kutai tidak termasuk dalam subsuku Dayak. Sub Suku Kutai Dalam KBBI, sub berarti di bawah, agak, dekat. Sedang kata suku, lebih tepatnya dalam konteks ini adalah suku bangsa atau etnis. Dalam KBBI, bagian dari suatu kelompok manusia yang secara fisik sama. Padanan kata suku adalah puak. Jika dilihat dari kesamaan karakteristik dan perbedaan bahasa, maka di Kutai juga ada. Pada suku Kutai, dalam artikel Ensiklopedia Wikipedia berjudul Suku Kutai, golongan yang bertalian atau berdekatan dengan Kutai, dalam hal ini dari segi bahasa, adalah sebagai berikut : 14 DR Yekti Manuati, Identitas Dayak, LKIS. Yogyakarta, 2006. Hal 45-50.  Kutai Muara Kaman, puak jenis ini disebut puak pantun, merupakan sub suku Kutai yang paling tua, mendiami wilayah Muara Kaman, Kutai Kartanegara sampai ke daerah Kutai Timur, mencakup Muara Wahau, Muara Ancalong, Muara Bengkal dan Kombeng.  Kutai Keraton, oleh para peneliti sosiolinguistik disebut juga puak melani, yang berkembang di Pesisir, merupakan puak termuda di tanah Kutai, merupakan percampuran antara Dayak dengan pendatang yakni Banjar, Jawa, Bugis dan Melayu.  Kutai Kota Bangun, disebut juga puak Tulur. Puak ini bertalian juga dengan Dayak Tunjung dan Benuaq Ohong dan Bentian. Wilayahnya meliputi Kenohan, Kembang Janggut, Tabang, Muara Wis, sebagian Muara Muntai, hingga daerah-daerah di Kutai Barat. Dikatakan puak Tulur, karena daerah- daerah tersebut dulunya dipimpin oleh Aji Tulur Jejangkat, yang menjadi bagian dari Kesultanan Kartanegara dan Martapura. Puak ini diyakini berasal dari puak ot danum.  Kutai Muara Pahu atau puak Pahu adalah suku yang mendiami wilayah Sungai Kedang Pahu. Suku ini tersebar di Kecamatan Muara Pahu dan sekitarnya. Puak ini merupakan keturunan Dayak Benuaq yang meninggalkan budaya nenek moyang atau haloq dan sekarang menganut agama Islam.  Kutai Kedang atau puak Punang adalah suku yang mendiami wilayah pedalaman. Diperkirakan suku ini adalah hasil percampuran antara puak pantun dan puak sendawar tunjung-benuaq.

C. Hukum Adat Kutai