Arah kebijakan perbankan inonesia akunta
Arah Kebijakan
Perbankan
Indonesia
PENGALIHAN FUNGSI PERBANKAN DARI BANK
INDONESIA KE OTORITAS JASA KEUANGAN
Guna mendukung sistem keuangan yang makin stabil dan kokoh
secara terpadu, independen dan akuntabel. Maka diciptakan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK).
31 Desember 2012, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan – Kementrian Keuangan, mengalihkan fungsi, tugas,
wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan pada
sektor pasar modal, asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan
lembaga jasa keuangan lainnya ke OJK.
31 Desember 2013, Bank Indonesia telah mengalihkan fungsi, tugas
pengaturan dan pengawasan bank kepada OJK. Sesuai dengan
Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011, tentang OJK.
Keputusan Bersama Bank Indonesia dan OJK
18 Oktober 2013, berdasarkan prinsip kolaboratif, efesiensi,
efektifitas, bebas duplikasi, kelengkapan pengaturan sektor keuangan
BI dan OJK mengadakan kerjasama dan koordinasi yang sejalan
dengan UU, seperti :
Dalam pelaksanaan tugas sesuai kewenangan masing-masing;
Bertukar informasi mengenai Lembaga Jasa Keuangan dan
pengelolaan sistem pelaporan bank dan perusahaan pembiayaan.
Penggunaan kekayaan
digunakan BI oleh OJK;
Pengelolaan pejabat dan pegawai BI yang dialihkan atau dipekerjakan
pada OJK.
dan
dokumen
yang
dimiliki
dan/atau
Dewan Komisioner OJK juga membentuk Tim Transisi yang
berkoordinasi dengan Menteri Keuangan dan Gubernur BI, untuk
membantu kelancaran pelaksanaan tugas Dewan Komisioner.
Meskipun fungsi, tugas, dan wewenang pada bank telah beralih ke
OJK. Namun proses bisnis di bank tetap berjalan seperti biasa.
ARAH KEBIJAKAN PERBANKAN
2014
OJK meningkatkan komunikasi kepada para pelaku industri keuangan
untuk mendapat masukan yang lebih baik, demi kemajuan industri di
masa mendatang.
4 faktor utama dalam perkembangan dan pertumbuhan industri
perbankan :
1.
Kemungkinan adanya pengintegrasian produk perbankan dengan
produk pasar uang dan pasar modal.
2.
Peningkatkan penyaluran kredit investasi
manufaktur, energi dan infrastruktur.
terutama
di
sektor
3.
Peningkatan permodalan bank dengan keseimbangan dari pemilik
dan pengurus bank.
4.
Kejelasan arah kegiatan usaha perbankan serta peningkatan daya
saing, agar dapat memanfaatkan pasar ASEAN.
Arah 3 cakupan kebijakan BI:menjaga stabilitas sistem keuangan,
mengelola inflasi ke arah yang lebih baik, dan mempersempit defisit
neraca pembayaran.
Kebijakan BI di 2014 tetap mengutamakan penguatan bauran
kebijakan di bidang :
Moneter
Makroprudensial
Sistem pembayaran
Seluruh kebijakan tersebut akan diperkuat dengan berbagai langkah koordinasi
kebijakan bersama Pemerintah dan otoritas sektor keuangan terkait.
ARSITEKTUR PERBANKAN
INDONESIA
API kerangka dasar dari sistem perbankan Indonesia, kebbutuhan
utama memperkuat perbankan.
Bersifat menyeluruh dan
memberikan arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan (lima
sampai sepuluh tahun ke depan)
Krisis ekonomi 1997 industri perbankan nasional belum memiliki
kelembagaan perbankan yang kokoh sehingga secara fundamental
harus diperkuat untuk mengatasi gejolak internal maupun eksternal.
2004 BI berusaha menerapkan API memperkuat fundamental
industri perbankan di Indonesia, selain itu juga sebagai upaya
Pemerintah dan BI membangun kembali perekonomian Indonesia
melalui penerbitan buku putih Pemerintah (Inpres No. 5 Tahun 2003)
dimana API menjadi salah satu program utama.
Visi API : Mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat dan
efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan untuk
membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk
merealisasikan pencapaian visi API, ditetapkan 6 pilar API :
1.
Menciptakan struktur domestik yang sehat
2.
Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif
dan mengacu pada standar internasional.
3.
Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saing
yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi resiko.
4.
Menciptakan good corporate governance
5.
Mewujudkan infrastruktur yang lengkap
6.
Mewujudkan
perbankan
pemberdayaan
dan
perlindungan
konsumen
jasa
Untuk memiliki fundamental perbankan yang lebih kuat, BI perlru
menyempurnakan program-program kegiatan API dengan mencakup
strategi-strategi yang lebih spesifik.
API diharapkan memiliki program kegiatan yang lebih lengkap dan
komprehensif yang mencakup sistem perbankan secara menyeluruh.
Untuk mewujudkan visi API, keenam pilar API akan dilaksanakan
melalui program-program, yaitu :
A.
Penguatan struktur perbankan nasional
B.
Peningkatan kualitas pengaturan perbankan
C.
Peningkatan fungsi pengawasan
D.
Peningkatan kualitas manajemen dan operasional perbankan
E.
Pengembangan infrastruktur perbankan
F.
Peningkatan perlindungan
PROGRAM PENGUATAN STRUKTUR
PERBANKAN NASIONAL
Bertujuan: memperkuat permodalan bank umum (konvensional dan
syariah) untuk meningkatkan kemampuan bank mengelola usaha
maupun risiko, mengembangkan teknologi informasi, meningkatkan
skala
usahanya
guna
mendukung
peningkatan
kapasitas
pertumbuhan kredit perbankan, dengan:
Penambahan modal baru baik dari shareholder lama maupun investor
baru;
Merger dengan bank (atau beberapa bank) lain untuk mencapai
persyaratan modal minimum baru;
Penerbitan saham baru atau secondary offering di pasar modal;
Penerbitan subordinated loan.
Tahapan Program Penguatan Struktur
Perbankan Nasional
No Kegiatan (Pilar I)
1
Memperkuat permodalan Bank
Periode
Pelaksanaan
a. Meningkatkan persyaratan modal inti minimum bagi bank umum
konvensional maupun syariah (termasuk BPD) menjadi Rp80 miliar
2007
b. Meningkatkan persyaratan modal inti minimum bagi bank umum
konvensional maupun syariah (termasuk BPD) menjadi Rp100 miliar
2010
c. Mempertahankan persyaratan modal disetor minimum Rp3 triliun
untuk pendirian bank umum konvensional sampai dengan 1 Januari
2011
d. Menetapkan persyaratan modal disetor minimum Rp1 triliun untuk
pendirian bank umum syariah
2004-2010
e.
Menetapkan persyaratan modal sebesar Rp500 miliar bagi bank umum
syariah yang berasal dari spin off Unit Usaha Syariah.
2006
f.
Mempercepat batas waktu pemenuhan persyaratan minimum modal
disetor BPR yang semula tahun 2010 menjadi tahun 2008
2008
2005
2
Memperkuat daya saing dan kelembagaan BPR dan BPRS.
a. Meningkatkan linkage program antara bank umum dengan BPR
b.
Implementasi
dengan BPRS
c.
Mendorong pendirian BPR dan BPRS di luar Pulau Jawa dan Bali
c.
Meningkatkan akses pembiayaan syariah bagi UMKM
d.
Mendorong bank-bank syariah untuk meningkatkan porsi pembiayaan 2010
berbasis bagi hasil
3
program
aliansi
strategis
lembaga
keuangan
2007
syariah 2007
20062007
d. Mempermudah pembukaan kantor cabang BPR dan BPRS bagi yang telah 2004memenuhi persyaratan
2006
e. Memfasilitasi pembentukan fasilitas jasa bersama untuk BPR dan BPRS 2006(termasuk Lembaga APEX )
2007
Meningkatkan akses kredit dan pembiayaan UMKM
a. Memfasilitasi pembentukan dan monitoring skim penjaminan kredit 2004dan pembiayaan
2007
b. Mendorong perbankan untuk meningkatkan pembiayaan kepada UMKM
20042009
2010
PROGRAM PENINGKATAN
FUNGSI PENGAWASAN
Bertujuan untuk meningkatkan independensi dan efektivitas
pengawasan perbankan yang dilakukan oleh Bank Indonesia
Dicapai dengan: peningkatkan kompetensi pemeriksa bank,
peningkatan koordinasi antar lembaga pengawas, pengembangan
pengawasan berbasis risiko, peningkatkan efektivitas enforcement,
dan konsolidasi organisasi sektor perbankan di Bank Indonesia.
Tahapan Program Peningkatan
Fungsi Pengawasan
N
o
Kegiatan (Pilar III)
1
Meningkatkan koordinasi dengan lembaga pengawas lain
a.
Membuat MoU dengan lembaga pengawas lembaga keuangan lain
2
Melakukan reorganisasi sector perbankan di Bank Indonesia
a.
b.
c.
d.
e.
Menyempurnakan High Level Organization Structure (HLOS) Sektor
Perbankan Bank Indonesia
Mengkonsolidasikan satker pengawasan dan pemeriksaan termasuk
pembentukan Pooling Spesialist
Mengkonsolidasikan Direktorat Pengawasan BPR dan Biro Kredit di Bank
Indonesia termasuk mengalihkan fungsi:
· Penelitian dan pengembangan UMKM dari Biro Kredit ke Unit Khusus
Pengelolaan Aset
· Pemeriksaan kredit dari Biro Kredit ke Direktorat Pengawasan Bank
Umum
Menyempurnakan organisasi Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan
Rakyat (DPBPR)
Menyempurnakan organisasi Direktorat Perbankan Syariah
Periode
Pelaksanaa
n
2004-2006
2004-2006
2004-2006
2006-2007
2005-2006
2005-2006
3
Menyempurnakan Infrastruktur Pendukung Pengawasan Bank
a.
4
5
2004-2005
b.
Meningkatkan kompetensi pengawas bank umum dan BPR baik
konvensional maupun syariah
Penyiapan SDM Pengawas Spesialis
c.
Menyempurnakan IT pengawasan bank
2005-2006
d.
Menyempurnakan sistem pelaporan BPR
2005-2007
e.
Menyempurnakan manajemen dokumen pengawasan bank
2005-2006
2006-2007
Menyempurnakan implementasi sistem pengawasan berbasis risiko
Menyempurnakan pedoman dan alat bantu pengawasan dalam
mendukungimplementasi pengawasan berbasis risiko bank umum konvensional dan
syariah
Meningkatkan efektivitas enforcement
2004-2005
a.
Menyempurnakan proses investigasi kejahatan perbankan
2004-2005
b.
Meningkatkan transparansi pengawasan dalam mendukung efektifitasenforcement
2006
c.
Meningkatkan perlindungan hukum bagi pengawas bank
2006
PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS
MANAJEMEN DAN OPERASIONAL PERBANKAN
Bertujuan untuk meningkatkan good corporate governance (GCG),
kualitas manajemen resiko dan kemampuan operasional manajemen
Semakin tingginya standar GCG didukung oleh kemampuan
operasional diharapkan dapat meningkatkan kinerja operasional
perbankan.
Tahapan Peningkatan Kualitas Manajemen
dan Operasional Perbankan
No
Kegiatan (Pilar IV)
1
Meningkatkan Good Corporate Governance
a.
Menetapkan minimum standar GCG untuk bank umum konvensional dan syariah
b.
Mewajibkan bank untuk melakukan self-assessment pelaksanaan GCG
c.
Mendorong bank-bank untuk go public
2
Meningkatkan kualitas manajemen risiko perbankan
a.
b.
Periode
Pelaksana
an
2004-2007
2007
2004-2007
2004-2007
2005-2008
3
Mempersyaratkan sertifikasi manajer risiko bank umum konvensional dan syariah
Meningkatkan kualitas dan standar SDM BPR dan BPRS antara lain melalui
program sertifikasi profesional bagi pengurus BPR dan BPRS
Meningkatkan kemampuan operasional bank
a.
2006-2008
b.
Mendorong bank-bank untuk melakukan sharing penggunaan fasilitas operasional
guna menekan biaya
Memfasilitasi kebutuhan pendidikan dalam rangka peningkatan operasional bank
2006-2008
PROGRAM PENGEMBANGAN
INFRASTRUKTUR PERBANKAN
Bertujuan mengembangkan sarana pendukung operasional
perbankan yang efektif seperti credit bureau, lembaga pemeringkat
kredit domestik, dan pengembangan skim penjaminan kredit.
Credit bureau organisasi yang mengumpulkan data dari berbagai
sumber untuk membuat catatan perilaku peminjaman dan pembayar
hutang individu atau organisasi dengan tujuan— Mengumpulkan
informasi dan data keuangan organsasi dari berbagai sumber yang
bervariasi
Pengembangan credit bureau akan membantu perbankan dalam
meningkatkan kualitas keputusan kreditnya.
Tahapan Program
Pengembangan Infrastruktur
Perbankan
PROGRAM PENINGKATAN PERLINDUNGAN
NASABAH
Bertujuan untuk memberdayakan nasabah melalui penetapan standar
penyusunan mekanisme pengaduan nasabah, pendirian lembaga
mediasi independen, peningkatan transparansi informasi produk
perbankan dan edukasi bagi nasabah.
Tahapan Program Peningkatan
Perlindungan Nasabah
Tantangan API kedepan: mewujudkan perbankan Indonesia yang lebih
kokoh, perbaikan yang harus dilakukan dalam berbagai bidang,
terutama
menjawab
tantangan-tantangan
yang
dihadapai.
Tantangan-tantangan tersebut adalah sebagai berikut:
Kapasitas pertumbuhan kredit perbankan yang masih rendah
Struktur perbankan yang belum optimal
Pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan perbankan
yang dinilai oleh masyarakat masih kurang
Pengawasan bank yang masih perlu ditingkatkan
Kapabilitas perbankan yang masih lemah
BASEL COMMITTEE ON BANKING
SUPERVISION (BCBS)
BCBS dibentuk pada 1974 oleh para Gubernur bank sentral dari negaranegara maju yang tergabung dalam Group of Ten (G-10).
Tujuan: menyusun dan menetapkan berbagai aturan bagi industri
perbankan termasuk kegiatan supervisi atas operasional perbankan
dengan standar internasional.
Dalam API, terdapat 6 pilar yang salah satunya membangun industri
perbankan yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi dengan
menciptakan GCG (Good Corporate Governance), supaya industri
perbankan memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko.
Berkaitan dengan manajemen risiko tersebut, BCBS mengeluarkan
ketentuan – ketentuan untuk menghadapi risiko yang dapat dialami
bank, ketentuan tersebut terus berkembang dan diperbarui, mulai dari
Basel I, Basel II, hingga Basel III.
Basel I (Basel Capital Accord) Tahun 1988
1988 Basel Committee mengeluarkan suatu konsep kerangka permodalan yang
dikenal dengan Basel I, yanf dibuat sebagai penerapan kerangka pengukuran bagi
Risiko Kredit, dengan mensyaratkan standar modal minimum 8%. Basel I memiliki
tujuan fundamental:
1.
Memperkuat kerangka dasar dan stabilitas atas sistem perbankan nasional.
2.
Menciptakan kerangka dasar yang konsisten dan tidak memihak bagi bank – bank
internasional
1996 BCBS mengamandemen Basel I untuk mengcover potensi kerugian akibat
risiko pasar karena perkembangan instrumen keuangan dan semakin
kompleksnya usaha bank.
Amandemen memperhitungkan eksposur risiko pasar dalam menentukan
kebutuhan modal minimum serta menambahkan komponen modal Bank, yaitu
diperhitungkannya Modal Pelengkap Tambahan (tier 3) yang hanya khusus
digunakana untuk memperhitungkan risiko pasar.
Basel II Tahun 2004
Basel II berdasarkan struktur dasar Basel I, kecukupan modal untuk menutup risiko kredit
dan risiko pasar, dan menambahkan perhitungan kecukupan modal untuk menutupi Risiko
Operasional.
Basel II kerangka perhitungan modal yang bersifat lebih sensitif terhadap risiko (risk
sensitive) serta memberikan insentif terhadap peningkatan kualitas penerapan manajemen
risiko di bank. Basel II terdiri dari tiga pilar:
Pilar 1
Membahas perhitungan modal minimum untuk risiko kredit, risiko pasar, dan risiko
operasional. Risiko kredit dihitung dengan : pendekatan standar (standardized approach),
Foundation IRB (internal rating-based), dan Advanced IRB. Risiko operasional dihitung
dengan: pendekatan dasar (basic indicator approach, BIA), pendekatan standar
(standardized approach, STA), serta advanced measurement approach (AMA). Risiko pasar
VaR (value at risk).
Pilar 2
Proses review dari supervisor atau regulator atas pengukuran internal kecukupan modal
untuk menutup risiko kredit, risiko pasar, dan risiko operasional, juga membahas risiko
yang tidak termasuk dalam pilar 1, yaitu risiko suku bunga pada Banking Book, risiko
konsentrasi kredit, risiko likuiditas, dan risiko lainnya.
Pilar 3
Ketentuan keterbukaan Bank dalam menguraikan mekanisme governance internal dan
eksternal, juga mencakup kebutuhan atas public disclosure yang harus dilakukan bank
Kerangka Basel II telah diimplementasikan
secara penuh di Indonesia sejak akhir 2012
Pilar 1
SE No. 13/6/DPNP mengenai Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk
Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar.
SE No. 14/21/DPNP tentang Perubahan atas SE No. 9/33/DPNP tanggal 18 Desember 2007
mengenai Pedoman Penggunaan Metode Standar dalam Perhitungan Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan memperhitungkan Risiko Pasar
SE No. 9/31/DPNP tentang Pedoman Penggunaan Model Internal dalam Perhitungan
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko
Pasar.
SE No. 11/3/DPNP tentang Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk
Risiko Operasional dengan Menggunakan Pendekatan Indikator Dasar.
Pilar 2
PBI No. 15/12/PBI/2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) Bagi Bank
Umum
SE Ekstern No. 14/37/DPNP tentang KPMM sesuai Profil Risiko dan Pemenuhan Capital
Equivalency Maintained Assets (CEMA).
Pilar 3
PBI No. 14/14/PBI/2012 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank
Basel II bertujuan meningkatkan keamanan dan kesehatan sistem
keuangan.
Framework Basel II disusun berdasarkan forward-looking approach
yang memungkinkan untuk dilakukan penyempurnaan dan
penyesuaian dari waktu ke waktu.
Perbandingan antara Basel I dan Basel II
Basel I
Basel II
Fokus pada satu pengukuran
Fokus pada metodologi internal.
risiko (risiko kredit).
Pendekatan sederhana dan
Pendekatan lebih kompleks dan
kurang sensitif terhadap risiko.
memiliki tingkat sensitivitas yang
lebih tinggi terhadap risiko.
Menggunakan satu ukuran untuk
Bersifat fleksibel dan sesuai dengan
semua risiko dan modal yang
kebutuhan bank.
digunakan untuk berbagai jenis
dan ukuran bank.
Introduksi Basel III
Muncul sebagai akibat dari adanya krisis global yang terjadi pada tahun
2008-2009.
Modal yang dipersyaratkan dalam Basel II dinilai perlu pembaruan.
Basel II diperbarui menjadi Basel III dengan tetap memberlakukan sistem 3
pilar, dan menambahkan sejumlah aturan baru untuk menghadapi krisis
ekonomi.
September 2009 Basel III diterbitkan dengan fokus pada : modal inti,
penyediaan buffer atau cadangan modal, dan regulasi mengenai masalah
likuiditas bank.
Implementasi Basel III di Indonesia secara bertahap, diharapkan membuat
perbankan Indonesia memiliki waktu yang cukup untuk mempersiapkan diri
memenuhi seluruh persyaratan permodalan (baik secara kualitas maupun
kuantitas) sesuai kerangka Basel III.
Perbankan
Indonesia
PENGALIHAN FUNGSI PERBANKAN DARI BANK
INDONESIA KE OTORITAS JASA KEUANGAN
Guna mendukung sistem keuangan yang makin stabil dan kokoh
secara terpadu, independen dan akuntabel. Maka diciptakan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK).
31 Desember 2012, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan – Kementrian Keuangan, mengalihkan fungsi, tugas,
wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan pada
sektor pasar modal, asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan
lembaga jasa keuangan lainnya ke OJK.
31 Desember 2013, Bank Indonesia telah mengalihkan fungsi, tugas
pengaturan dan pengawasan bank kepada OJK. Sesuai dengan
Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011, tentang OJK.
Keputusan Bersama Bank Indonesia dan OJK
18 Oktober 2013, berdasarkan prinsip kolaboratif, efesiensi,
efektifitas, bebas duplikasi, kelengkapan pengaturan sektor keuangan
BI dan OJK mengadakan kerjasama dan koordinasi yang sejalan
dengan UU, seperti :
Dalam pelaksanaan tugas sesuai kewenangan masing-masing;
Bertukar informasi mengenai Lembaga Jasa Keuangan dan
pengelolaan sistem pelaporan bank dan perusahaan pembiayaan.
Penggunaan kekayaan
digunakan BI oleh OJK;
Pengelolaan pejabat dan pegawai BI yang dialihkan atau dipekerjakan
pada OJK.
dan
dokumen
yang
dimiliki
dan/atau
Dewan Komisioner OJK juga membentuk Tim Transisi yang
berkoordinasi dengan Menteri Keuangan dan Gubernur BI, untuk
membantu kelancaran pelaksanaan tugas Dewan Komisioner.
Meskipun fungsi, tugas, dan wewenang pada bank telah beralih ke
OJK. Namun proses bisnis di bank tetap berjalan seperti biasa.
ARAH KEBIJAKAN PERBANKAN
2014
OJK meningkatkan komunikasi kepada para pelaku industri keuangan
untuk mendapat masukan yang lebih baik, demi kemajuan industri di
masa mendatang.
4 faktor utama dalam perkembangan dan pertumbuhan industri
perbankan :
1.
Kemungkinan adanya pengintegrasian produk perbankan dengan
produk pasar uang dan pasar modal.
2.
Peningkatkan penyaluran kredit investasi
manufaktur, energi dan infrastruktur.
terutama
di
sektor
3.
Peningkatan permodalan bank dengan keseimbangan dari pemilik
dan pengurus bank.
4.
Kejelasan arah kegiatan usaha perbankan serta peningkatan daya
saing, agar dapat memanfaatkan pasar ASEAN.
Arah 3 cakupan kebijakan BI:menjaga stabilitas sistem keuangan,
mengelola inflasi ke arah yang lebih baik, dan mempersempit defisit
neraca pembayaran.
Kebijakan BI di 2014 tetap mengutamakan penguatan bauran
kebijakan di bidang :
Moneter
Makroprudensial
Sistem pembayaran
Seluruh kebijakan tersebut akan diperkuat dengan berbagai langkah koordinasi
kebijakan bersama Pemerintah dan otoritas sektor keuangan terkait.
ARSITEKTUR PERBANKAN
INDONESIA
API kerangka dasar dari sistem perbankan Indonesia, kebbutuhan
utama memperkuat perbankan.
Bersifat menyeluruh dan
memberikan arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan (lima
sampai sepuluh tahun ke depan)
Krisis ekonomi 1997 industri perbankan nasional belum memiliki
kelembagaan perbankan yang kokoh sehingga secara fundamental
harus diperkuat untuk mengatasi gejolak internal maupun eksternal.
2004 BI berusaha menerapkan API memperkuat fundamental
industri perbankan di Indonesia, selain itu juga sebagai upaya
Pemerintah dan BI membangun kembali perekonomian Indonesia
melalui penerbitan buku putih Pemerintah (Inpres No. 5 Tahun 2003)
dimana API menjadi salah satu program utama.
Visi API : Mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat dan
efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan untuk
membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk
merealisasikan pencapaian visi API, ditetapkan 6 pilar API :
1.
Menciptakan struktur domestik yang sehat
2.
Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif
dan mengacu pada standar internasional.
3.
Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saing
yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi resiko.
4.
Menciptakan good corporate governance
5.
Mewujudkan infrastruktur yang lengkap
6.
Mewujudkan
perbankan
pemberdayaan
dan
perlindungan
konsumen
jasa
Untuk memiliki fundamental perbankan yang lebih kuat, BI perlru
menyempurnakan program-program kegiatan API dengan mencakup
strategi-strategi yang lebih spesifik.
API diharapkan memiliki program kegiatan yang lebih lengkap dan
komprehensif yang mencakup sistem perbankan secara menyeluruh.
Untuk mewujudkan visi API, keenam pilar API akan dilaksanakan
melalui program-program, yaitu :
A.
Penguatan struktur perbankan nasional
B.
Peningkatan kualitas pengaturan perbankan
C.
Peningkatan fungsi pengawasan
D.
Peningkatan kualitas manajemen dan operasional perbankan
E.
Pengembangan infrastruktur perbankan
F.
Peningkatan perlindungan
PROGRAM PENGUATAN STRUKTUR
PERBANKAN NASIONAL
Bertujuan: memperkuat permodalan bank umum (konvensional dan
syariah) untuk meningkatkan kemampuan bank mengelola usaha
maupun risiko, mengembangkan teknologi informasi, meningkatkan
skala
usahanya
guna
mendukung
peningkatan
kapasitas
pertumbuhan kredit perbankan, dengan:
Penambahan modal baru baik dari shareholder lama maupun investor
baru;
Merger dengan bank (atau beberapa bank) lain untuk mencapai
persyaratan modal minimum baru;
Penerbitan saham baru atau secondary offering di pasar modal;
Penerbitan subordinated loan.
Tahapan Program Penguatan Struktur
Perbankan Nasional
No Kegiatan (Pilar I)
1
Memperkuat permodalan Bank
Periode
Pelaksanaan
a. Meningkatkan persyaratan modal inti minimum bagi bank umum
konvensional maupun syariah (termasuk BPD) menjadi Rp80 miliar
2007
b. Meningkatkan persyaratan modal inti minimum bagi bank umum
konvensional maupun syariah (termasuk BPD) menjadi Rp100 miliar
2010
c. Mempertahankan persyaratan modal disetor minimum Rp3 triliun
untuk pendirian bank umum konvensional sampai dengan 1 Januari
2011
d. Menetapkan persyaratan modal disetor minimum Rp1 triliun untuk
pendirian bank umum syariah
2004-2010
e.
Menetapkan persyaratan modal sebesar Rp500 miliar bagi bank umum
syariah yang berasal dari spin off Unit Usaha Syariah.
2006
f.
Mempercepat batas waktu pemenuhan persyaratan minimum modal
disetor BPR yang semula tahun 2010 menjadi tahun 2008
2008
2005
2
Memperkuat daya saing dan kelembagaan BPR dan BPRS.
a. Meningkatkan linkage program antara bank umum dengan BPR
b.
Implementasi
dengan BPRS
c.
Mendorong pendirian BPR dan BPRS di luar Pulau Jawa dan Bali
c.
Meningkatkan akses pembiayaan syariah bagi UMKM
d.
Mendorong bank-bank syariah untuk meningkatkan porsi pembiayaan 2010
berbasis bagi hasil
3
program
aliansi
strategis
lembaga
keuangan
2007
syariah 2007
20062007
d. Mempermudah pembukaan kantor cabang BPR dan BPRS bagi yang telah 2004memenuhi persyaratan
2006
e. Memfasilitasi pembentukan fasilitas jasa bersama untuk BPR dan BPRS 2006(termasuk Lembaga APEX )
2007
Meningkatkan akses kredit dan pembiayaan UMKM
a. Memfasilitasi pembentukan dan monitoring skim penjaminan kredit 2004dan pembiayaan
2007
b. Mendorong perbankan untuk meningkatkan pembiayaan kepada UMKM
20042009
2010
PROGRAM PENINGKATAN
FUNGSI PENGAWASAN
Bertujuan untuk meningkatkan independensi dan efektivitas
pengawasan perbankan yang dilakukan oleh Bank Indonesia
Dicapai dengan: peningkatkan kompetensi pemeriksa bank,
peningkatan koordinasi antar lembaga pengawas, pengembangan
pengawasan berbasis risiko, peningkatkan efektivitas enforcement,
dan konsolidasi organisasi sektor perbankan di Bank Indonesia.
Tahapan Program Peningkatan
Fungsi Pengawasan
N
o
Kegiatan (Pilar III)
1
Meningkatkan koordinasi dengan lembaga pengawas lain
a.
Membuat MoU dengan lembaga pengawas lembaga keuangan lain
2
Melakukan reorganisasi sector perbankan di Bank Indonesia
a.
b.
c.
d.
e.
Menyempurnakan High Level Organization Structure (HLOS) Sektor
Perbankan Bank Indonesia
Mengkonsolidasikan satker pengawasan dan pemeriksaan termasuk
pembentukan Pooling Spesialist
Mengkonsolidasikan Direktorat Pengawasan BPR dan Biro Kredit di Bank
Indonesia termasuk mengalihkan fungsi:
· Penelitian dan pengembangan UMKM dari Biro Kredit ke Unit Khusus
Pengelolaan Aset
· Pemeriksaan kredit dari Biro Kredit ke Direktorat Pengawasan Bank
Umum
Menyempurnakan organisasi Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan
Rakyat (DPBPR)
Menyempurnakan organisasi Direktorat Perbankan Syariah
Periode
Pelaksanaa
n
2004-2006
2004-2006
2004-2006
2006-2007
2005-2006
2005-2006
3
Menyempurnakan Infrastruktur Pendukung Pengawasan Bank
a.
4
5
2004-2005
b.
Meningkatkan kompetensi pengawas bank umum dan BPR baik
konvensional maupun syariah
Penyiapan SDM Pengawas Spesialis
c.
Menyempurnakan IT pengawasan bank
2005-2006
d.
Menyempurnakan sistem pelaporan BPR
2005-2007
e.
Menyempurnakan manajemen dokumen pengawasan bank
2005-2006
2006-2007
Menyempurnakan implementasi sistem pengawasan berbasis risiko
Menyempurnakan pedoman dan alat bantu pengawasan dalam
mendukungimplementasi pengawasan berbasis risiko bank umum konvensional dan
syariah
Meningkatkan efektivitas enforcement
2004-2005
a.
Menyempurnakan proses investigasi kejahatan perbankan
2004-2005
b.
Meningkatkan transparansi pengawasan dalam mendukung efektifitasenforcement
2006
c.
Meningkatkan perlindungan hukum bagi pengawas bank
2006
PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS
MANAJEMEN DAN OPERASIONAL PERBANKAN
Bertujuan untuk meningkatkan good corporate governance (GCG),
kualitas manajemen resiko dan kemampuan operasional manajemen
Semakin tingginya standar GCG didukung oleh kemampuan
operasional diharapkan dapat meningkatkan kinerja operasional
perbankan.
Tahapan Peningkatan Kualitas Manajemen
dan Operasional Perbankan
No
Kegiatan (Pilar IV)
1
Meningkatkan Good Corporate Governance
a.
Menetapkan minimum standar GCG untuk bank umum konvensional dan syariah
b.
Mewajibkan bank untuk melakukan self-assessment pelaksanaan GCG
c.
Mendorong bank-bank untuk go public
2
Meningkatkan kualitas manajemen risiko perbankan
a.
b.
Periode
Pelaksana
an
2004-2007
2007
2004-2007
2004-2007
2005-2008
3
Mempersyaratkan sertifikasi manajer risiko bank umum konvensional dan syariah
Meningkatkan kualitas dan standar SDM BPR dan BPRS antara lain melalui
program sertifikasi profesional bagi pengurus BPR dan BPRS
Meningkatkan kemampuan operasional bank
a.
2006-2008
b.
Mendorong bank-bank untuk melakukan sharing penggunaan fasilitas operasional
guna menekan biaya
Memfasilitasi kebutuhan pendidikan dalam rangka peningkatan operasional bank
2006-2008
PROGRAM PENGEMBANGAN
INFRASTRUKTUR PERBANKAN
Bertujuan mengembangkan sarana pendukung operasional
perbankan yang efektif seperti credit bureau, lembaga pemeringkat
kredit domestik, dan pengembangan skim penjaminan kredit.
Credit bureau organisasi yang mengumpulkan data dari berbagai
sumber untuk membuat catatan perilaku peminjaman dan pembayar
hutang individu atau organisasi dengan tujuan— Mengumpulkan
informasi dan data keuangan organsasi dari berbagai sumber yang
bervariasi
Pengembangan credit bureau akan membantu perbankan dalam
meningkatkan kualitas keputusan kreditnya.
Tahapan Program
Pengembangan Infrastruktur
Perbankan
PROGRAM PENINGKATAN PERLINDUNGAN
NASABAH
Bertujuan untuk memberdayakan nasabah melalui penetapan standar
penyusunan mekanisme pengaduan nasabah, pendirian lembaga
mediasi independen, peningkatan transparansi informasi produk
perbankan dan edukasi bagi nasabah.
Tahapan Program Peningkatan
Perlindungan Nasabah
Tantangan API kedepan: mewujudkan perbankan Indonesia yang lebih
kokoh, perbaikan yang harus dilakukan dalam berbagai bidang,
terutama
menjawab
tantangan-tantangan
yang
dihadapai.
Tantangan-tantangan tersebut adalah sebagai berikut:
Kapasitas pertumbuhan kredit perbankan yang masih rendah
Struktur perbankan yang belum optimal
Pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan perbankan
yang dinilai oleh masyarakat masih kurang
Pengawasan bank yang masih perlu ditingkatkan
Kapabilitas perbankan yang masih lemah
BASEL COMMITTEE ON BANKING
SUPERVISION (BCBS)
BCBS dibentuk pada 1974 oleh para Gubernur bank sentral dari negaranegara maju yang tergabung dalam Group of Ten (G-10).
Tujuan: menyusun dan menetapkan berbagai aturan bagi industri
perbankan termasuk kegiatan supervisi atas operasional perbankan
dengan standar internasional.
Dalam API, terdapat 6 pilar yang salah satunya membangun industri
perbankan yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi dengan
menciptakan GCG (Good Corporate Governance), supaya industri
perbankan memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko.
Berkaitan dengan manajemen risiko tersebut, BCBS mengeluarkan
ketentuan – ketentuan untuk menghadapi risiko yang dapat dialami
bank, ketentuan tersebut terus berkembang dan diperbarui, mulai dari
Basel I, Basel II, hingga Basel III.
Basel I (Basel Capital Accord) Tahun 1988
1988 Basel Committee mengeluarkan suatu konsep kerangka permodalan yang
dikenal dengan Basel I, yanf dibuat sebagai penerapan kerangka pengukuran bagi
Risiko Kredit, dengan mensyaratkan standar modal minimum 8%. Basel I memiliki
tujuan fundamental:
1.
Memperkuat kerangka dasar dan stabilitas atas sistem perbankan nasional.
2.
Menciptakan kerangka dasar yang konsisten dan tidak memihak bagi bank – bank
internasional
1996 BCBS mengamandemen Basel I untuk mengcover potensi kerugian akibat
risiko pasar karena perkembangan instrumen keuangan dan semakin
kompleksnya usaha bank.
Amandemen memperhitungkan eksposur risiko pasar dalam menentukan
kebutuhan modal minimum serta menambahkan komponen modal Bank, yaitu
diperhitungkannya Modal Pelengkap Tambahan (tier 3) yang hanya khusus
digunakana untuk memperhitungkan risiko pasar.
Basel II Tahun 2004
Basel II berdasarkan struktur dasar Basel I, kecukupan modal untuk menutup risiko kredit
dan risiko pasar, dan menambahkan perhitungan kecukupan modal untuk menutupi Risiko
Operasional.
Basel II kerangka perhitungan modal yang bersifat lebih sensitif terhadap risiko (risk
sensitive) serta memberikan insentif terhadap peningkatan kualitas penerapan manajemen
risiko di bank. Basel II terdiri dari tiga pilar:
Pilar 1
Membahas perhitungan modal minimum untuk risiko kredit, risiko pasar, dan risiko
operasional. Risiko kredit dihitung dengan : pendekatan standar (standardized approach),
Foundation IRB (internal rating-based), dan Advanced IRB. Risiko operasional dihitung
dengan: pendekatan dasar (basic indicator approach, BIA), pendekatan standar
(standardized approach, STA), serta advanced measurement approach (AMA). Risiko pasar
VaR (value at risk).
Pilar 2
Proses review dari supervisor atau regulator atas pengukuran internal kecukupan modal
untuk menutup risiko kredit, risiko pasar, dan risiko operasional, juga membahas risiko
yang tidak termasuk dalam pilar 1, yaitu risiko suku bunga pada Banking Book, risiko
konsentrasi kredit, risiko likuiditas, dan risiko lainnya.
Pilar 3
Ketentuan keterbukaan Bank dalam menguraikan mekanisme governance internal dan
eksternal, juga mencakup kebutuhan atas public disclosure yang harus dilakukan bank
Kerangka Basel II telah diimplementasikan
secara penuh di Indonesia sejak akhir 2012
Pilar 1
SE No. 13/6/DPNP mengenai Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk
Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar.
SE No. 14/21/DPNP tentang Perubahan atas SE No. 9/33/DPNP tanggal 18 Desember 2007
mengenai Pedoman Penggunaan Metode Standar dalam Perhitungan Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan memperhitungkan Risiko Pasar
SE No. 9/31/DPNP tentang Pedoman Penggunaan Model Internal dalam Perhitungan
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko
Pasar.
SE No. 11/3/DPNP tentang Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk
Risiko Operasional dengan Menggunakan Pendekatan Indikator Dasar.
Pilar 2
PBI No. 15/12/PBI/2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) Bagi Bank
Umum
SE Ekstern No. 14/37/DPNP tentang KPMM sesuai Profil Risiko dan Pemenuhan Capital
Equivalency Maintained Assets (CEMA).
Pilar 3
PBI No. 14/14/PBI/2012 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank
Basel II bertujuan meningkatkan keamanan dan kesehatan sistem
keuangan.
Framework Basel II disusun berdasarkan forward-looking approach
yang memungkinkan untuk dilakukan penyempurnaan dan
penyesuaian dari waktu ke waktu.
Perbandingan antara Basel I dan Basel II
Basel I
Basel II
Fokus pada satu pengukuran
Fokus pada metodologi internal.
risiko (risiko kredit).
Pendekatan sederhana dan
Pendekatan lebih kompleks dan
kurang sensitif terhadap risiko.
memiliki tingkat sensitivitas yang
lebih tinggi terhadap risiko.
Menggunakan satu ukuran untuk
Bersifat fleksibel dan sesuai dengan
semua risiko dan modal yang
kebutuhan bank.
digunakan untuk berbagai jenis
dan ukuran bank.
Introduksi Basel III
Muncul sebagai akibat dari adanya krisis global yang terjadi pada tahun
2008-2009.
Modal yang dipersyaratkan dalam Basel II dinilai perlu pembaruan.
Basel II diperbarui menjadi Basel III dengan tetap memberlakukan sistem 3
pilar, dan menambahkan sejumlah aturan baru untuk menghadapi krisis
ekonomi.
September 2009 Basel III diterbitkan dengan fokus pada : modal inti,
penyediaan buffer atau cadangan modal, dan regulasi mengenai masalah
likuiditas bank.
Implementasi Basel III di Indonesia secara bertahap, diharapkan membuat
perbankan Indonesia memiliki waktu yang cukup untuk mempersiapkan diri
memenuhi seluruh persyaratan permodalan (baik secara kualitas maupun
kuantitas) sesuai kerangka Basel III.