ARAH KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBENTU

ARAH KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBENTUKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG
PENANAMAN MODAL
Dosen :
Prof. Dr. H Rukmana Amanwinata, S.H., M.H.
Dr. Hernadi Affandi, S.H., L.L.M

Disusun Oleh :
Ressy Purnamasari Affandi
NPM : 110620170023

Fakultas Hukum
Program Studi Magister Kenotariatan
Universitas Padjadjaran
2017

Daftar Isi
Daftar Isi.................................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1.


Latar Belakang ............................................................................................ 1

1.2.

Rumusan Masalah ....................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 4
2.1.

Latar Belakang Diterbitkannya Undang-Undang Penanaman Modal Tahun
2007 ............................................................................................................ 4

2.2.

Kebijakan Pemerintah dalam Pembentukan Undang-Undang Penanaman
Modal Nomor 25 Tahun 2007 ..................................................................... 7

2.3.

Potensi Bagi Penanaman Modal di Indonesia Setelah Diterbitkannya

Undang-Undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007 ...................... 10

2.4.

Tantangan Masa Depan dan Permasalahan Penanaman Modal di Indonesia 15

BAB III PENUTUP ................................................................................................ 19
3.1.

Kesimpulan ............................................................................................... 19

3.2.

Saran ......................................................................................................... 20

Daftar Pustaka ........................................................................................................ 21

i

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Penanaman modal merupakan sektor utama yang sangat dihandalkan negara-

negara di dunia untuk menggerakan roda perekonomian negara. Jika dicermati
dengan seksama apa yang dicita-citakan oleh para pendiri republik ini sungguh
menakjubkan yakni bagaimana menyejahterakan masyarakat. Hal ini dapat dilihat
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Namun patut disadari bahwa
untuk mencapai tujuan tersebut tidak segampang membalik telapak tangan, namun
memerlukan kerja keras semua pihak. Sarana yang dipakai dalam mencapai tujuan
tersebut yakni melalui pranata pembangunan. Pelaksanaan pembangunan ekonomi
seperti diketahui memerlukan modal dalam jumlah yang cukup besar dan tersedia
pada waktu yang tepat. Seharusnya modal dapat disediakan oleh pemerintah dan/atau
masyarakat luas melalui tabungan nasional (national saving). Keadaan ideal, dari segi
nasionalisme adalah apabila kebutuhan akan modal dalam negeri sendiri, apalah itu
oleh pemerintah dan/atau dunia usaha swasta dalam negeri. Lewat pranata hukum
investasi diharapkan ada payung hukum yang jelas bagi investor jika ingin

menanamkan modalnya.Mengingat akan begitu besarnya peran penanaman modal
atau investasi bagi pembangunan nasional, maka sudah sewajarnya penanaman modal
atau investasi mendapat perhatian khusus dari pemerintah dan menjadi bagian yang
penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional. Sebab dengan adanya
kegiatan penanaman modal atau investasi Indonesia dapat mengolah segala potensi
ekonomi yang ada menjadi kekuatan ekonomi .
Pembangunan instrumen hukum penanamam modal atau investasi di Indonesia
sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1967 yakni dengan diundangkannya UndangUndang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (UU PMA) Negeri
(UU PMDN). Penggairahan iklim penanaman modal atau investasi pun tidak hanya
1

berhenti disitu saja, hal ini dapat dilihat dari dilengkapi dan di sempurnakannya kedua
undang-undang di atas. Adapun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang PMA
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan
Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang PMA (UU PMA),
sedangkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang PMDN telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang PMDN (UU PMDN).
Semenjak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 jo. UndangUndang Nomor 11 Tahun 1970 tentang PMA (UU PMA) dan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1968 jo. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang PMDN

(UU PMDN), dapat dikatakan kegiatan penanaman modal atau investasi di Indonesia
cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Di dalam perkembangan hukum di
Indonesia Undang-Undang Penanaman Modal Asing (UU PMA) dan UndangUndang Penanaman Modal Dalam Negeri (UU PMDN) kini tidak berdiri secara
sendiri-sendiri lagi. Pada saat ini pengaturan mengenai penanaman modal atau
investasi telah diatur dalam sebuah undang-undang, yakni Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU PM), yang disahkan pada tanggal 26
April 2007.
Sejak diundangkan, undang-undang ini telah menimbulkan perbedaan pandangan
yang cukup signifikan dan cenderung bertolak belakang. Pandangan pertama
menganggap undang-undang ini sangat berpihak kepada investor asing dengan
adanya jaminan perlakuan yang sama antara investor asing dan domestik.Pandangan
ini mengarah kepada suatu pendapat yang menganggap bahwa undang-undang ini
tidak berpihak kepada kepentingan rakyat. Pandangan kedua, menganggap undangundang ini merupakan salah satu solusi yang tepat mengatasi problema penanaman
modal di Indonesia. Undang-undang ini juga dikatakan telah disesuaikan dengan
perubahan perekonomian global yang semakin terbuka dan tanpa batas serta telah
memenuhi

kewajiban

internasional


Indonesia

internasional.
2

dalam

berbagai

kerjasama

Apabila dipahami secara cermat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal sebenarnya dibangun di atas pendekatan yang sama dengan
undang-undang penanaman modal di negara sedang berkembang pada umumnya.
Dimana selain memberi kesempatan yang lebih luas kepada investor asing dengan
menjamin adanya perlakuan yang sama antara penanam modal asing (PMA) dan
penanam modal dalam negeri (PMDN), undang-undang ini juga membuka ruang
yang luas bagi pemerintah untuk menetapkan persyaratan-persyaratan tertentu kepada
penanaman modal asing (PMA) untuk menjaga kepentingan nasional. Mendasarkan

kepada uraian latar belakang tersebut diatas, penulis berkeinginan untuk mengetahui
secara mendalam mengenai dampak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2007, khususnya terhadap penanaman modal di Indonesia ke dalam bentuk
penulisan makalah yang berjudul “ARAH KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM
PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG
PENANAMAN MODAL”
1.2.

Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah yang menjadi latar belakang diterbitkannya Undang-Undang
Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007?
1.2.2 Kemanakah arah kebijakan pemerintah dalam pembentukan UndangUndang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007?
1.2.3 Apakah yang menjadi potensi penanaman modal di Indonesia setelah
diterbitkannya Undang-Undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007?
1.2.4 Apakah yang menjadi tantangan masa depan terkait penanaman modal di
Indonesia?

3


BAB II
PEMBAHASAN

2.1.

Latar Belakang Diterbitkannya Undang-Undang Penanaman Modal

Tahun 2007
Sejak menanti cukup lama akhirnya ketentuan investasi yang selama empat puluh
tahun diatur dalam undang-undang yakni Pertama, Undang-Undang Nomor 1 tahun
1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan yang Kedua, Undang Undang
Nomor 6 tahun tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN),
dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal (UUPM). Undang-Undang penanaman modal dinyatakan berlaku
sejak diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia (LNKRI) Tahun
2007 Nomor 67 pada tanggal 26 April 2007. Jika dirunut ke belakang terlihat, bahwa
pembahasan terhadap pembaruan ketentuan investasi memakan waktu yang cukup
lama. Hal ini dapat dimaklumi, sebab ruh yang terkandung dalam undang-undang
penanaman modal menganut paham liberal tampaknya belum sepenuhnya dapat
diterima oleh berbagai pihak. Namun dalam perjalanan waktu, akhirnya berbagai

masukan yang disampaikan oleh para pihak yang mempunyai perhatian terhadap
pengaturan hukum investasi dirangkum dalam semangat yang ada dalam UUPM yang
ada saaat ini. Adanya paham liberal dalam undang-undang penanaman modal dapat
disimpulkan, dari perlakuan yang diberikan oleh pemerintah kepada penanam modal.
Dalam undang-undang ini tidak dibedakan perlakuan terhadap penanam modal asing
dengan penanam modal dalam negeri. 1 Kelihatannya disinilah letak perbedaan sudut
pandang dalam melihat arti pentingnya penanaman modal. Ketika Rancangan
Undang-Undang Penanaman Modal digulirkan Denni Purbasari, salah seorang yang
menentang faham liberalisasi, mengemukakan liberalisasi dalam RUU PM, tidak
tepat untuk meningkatkan investasi. Hal ini karena penurunan investasi disebabkan
1

Lihat Pasal 6 UUPM

4

tingginya biaya berbisini (pungli, perizinan pusat, dan perda) dan menurunnya pasar
Indonesia karena daya beli.2 Dengan demikian perdebatan sebenarnya adalah
bagaimana memberikan perlindungan terhadap industry dalam negeri.
Sedangkan dari pihak pemerintah sebagai penggagas RUU PM mempunyai

alasan tersendiri, mengapa dirasakan perlu ada liberalisasi dalam penanaman modal.
Hal ini dikemukakan oleh Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu,

dengan

disahkannya RUU PM menjadi Undang-Undang tentang Penanaman Modal,
pemerintah optimis investasi usaha di berbagai bidang akan semakin meningkat.
Investasi adalah instrumen yang penting dalam pembangunan nasional. Diperlukan
Undang Undang yang benar-benar berbeda dan menarik bagi investor.3 Pendapat
serupa juga dikemukakan oleh Fahmi Idris, Menteri Perindustrian kala itu, adanya
kesan bahwa RUU Penanaman Modal lebih menguntungkan investor asing, hal itu
merupakan hal yang tidak mungkin terhindarkan. Saat ini tidak kenal lagi modal
asing ataupun modal dalam negeri. Yang dipersoalkan justru jika terjadi sengketa,
bagaimana

penyelesaiannya

(dispute

settlement)


hal

ini

pun

sudah

ada

penyelesaiannya dalam UU tersebut. jadi kebijakan ini sah saja diterapkan asal
ditujukan untuk mendorong investasi sebab dunia sekarang ini sudah tanpa batas
borderless. 4
Namun ada pemikiran lain yang mengemukakan, bahwa tersendatnya arus
modal asing masuk ke Indonesia tidaklah semata-mata karena undang-undang
investasi tidak memadai, akan tetapi biaya yang harus dikeluarkan oleh pelaku bisnis
dalam menjalankan kegiatan bisnisnya sulit untuk diprediksi. Terlepas dari adanya
berbagai pandangan terhadap kehadiran undang-undang penanaman modal yang
mengadopsi berbagai perkembangan hukum investasi internasional, menarik untuk

2

Lihat Deni Purbasari “Penerapan Liberalisasi dalam RUU tidak tepat” dalam

www.hukumonline.com edisi 8 September 2006.
3

Lihat Harian Umum Suara pembaruan, edisi 27 maret 2007.

4

Lihat Harian Umum Bisnis Indonesia, edisi 28 Maret 2007.

5

dicermati apa yang dikemukakan oleh Didik J.Rahcbani, dalam undang-undang ini
berbagai kepentingan coba diakomodasikan, disamping itu juga bertindak adil kepada
investor namun tanpa mengurangi kepentingan nasional. 5 Apa yang dikemukakan
pakar ekonomi tersebut patut direnungkan, sebab jika hanya berfokus kepada satu
sudut pandang saja, sementara pergerakan ekonomi begitu cepat, maka pilihan yang
bijak adalah bagaimana menyatukan berbagai kepentingan tersebut dalam satu norma
hukum yang dapat dijadikan pegangan bagi semua pihak yang terkait dengan
investasi.
Lahirnya Undang-Undang Penanaman Modal tidak lepas bisa dilepaskan dari
perkembangan masyarakat khususnya komunitas pebisnis yang semakin dinamis,
baik di dalam negeri maupun di dunia internasional, terlebih lagi di era masa kini
yang lebih dikenal sebagai era globalisasi arus perputaran modal pun demikian cepat
dari tempat satu ke tempat lain. Terbitnya Undang-Undang Penanaman Modal tahun
2007 melahirkan secercah harapan dalam iklim investasi di Indonesia.Perlu diketahui
pula bahwa lahirnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal juga tidak dapat dipisahkan dari keanggotaan Indonesia di Wold Trade
Organization (WTO), dimana Indonesia telah meratifikasi kesepakatan pendirian
WTO melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 yang mewajibkan Indonesia
untuk mengharmonisasikan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman
modal dengan kesepakatan-kesepakatan yang ada dalam WTO. Selain itu, untuk
meningkatkan jumlah investasi yang ditanakman oleh investor di Indonesia,
diperlukan adanya perubahan yang radikal. Salah satu yang perlu dilakukan
perubahan adalah perubahan terhada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing dan Undang-kUndang Nomor 6 Tahun 1986 tentang
Penanaman Modal Dalam Negeri.
Alasan perlunya perubahan kedua Undang-Undang ini adalah karena tidak
sesuai dengan tantangan dan kebutuhan untuk mempercepat perkembangan
5

Ketika RUU PM dibahas di DPR RI, Didik J.Rachbani, bertindak sebagai Ketua Pansus Lihat
Hukumonline.com. edisi 22 Maret 2007.

6

perekonomian nasional, melalui konstruksi pembangunan hukum nasional di bidang
penanaman modal yang berdaya saing dan berpihak kepada kepentingan nasional. 6
Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal maka pengaturan kekgiatan penanaman modal di Indonesia mengalami
perubahan dan diharapkan berkesuaian atau sejalan dengan UU Nomor 52 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang memberi wewenang lebih luas kepada
daerah untuk melakukan penyelenggaraan investasi di daerah. Kewengangan daerah
tidak hanya sebatas pada perizinan penanaman modal, akan tetapi juga meliputi
pengaturan lebih lanjut dari kebijakan tingkat atas baik yang berkenan dengan
pemberian berbagai fasilitas investasi maupun pembinaan dan pengendalian modal di
daerah. Di Inldonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal sebagai dasar hukum utama pelaksanaan penanaman modal dan peraturan
pelaksanaanya, cakupan materinya juga memberikan insentif berupa pelayanan,
fasilitas, kemudahan dan jaminan bagi investor yang diberikan dalam kegiatan
penanaman modal di Indonesia. 7
2.2.

Kebijakan Pemerintah dalam Pembentukan Undang-Undang

Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007
Ditetapkannya ketentuan penanaman modal melalui Undang-Undang tentag
penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007 sebagi pengganti UU Nomor 1 Tahun 1967
tentang Penanaman Modal Asing dan UU Nomor 6 Tahun 1967 tentang Penanaman
Modal Dalam Negeri telah mengakhiri dualism pengaturan tentang penanaman modal
apakah itu penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri. Selain
6

Lihat Penjelasan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007

7

Pemberian fasilitas atau insentif ini juga dapat disebut sebagai pemberian hak bagi para investor.

Selain memiliki kewajiban, investor juga memiliki hak yang melekat kedalam status mereka sebagai
investor yang telah menunaikan kewajibannya. Hal tersebut sebagian merupakan hak dasar yang lazim
dimiliki setiap pelaku usaha yang baik dan sebagian lagi merupakan hak tentative atau conditional
berdasar kebijaksanaan pemerintah baik tersistem maupun yang bersifat ad-hoc. Sebagiannya dimuat
dalam, “Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Penanaman Modal.

7

itu, kehadiran undang-undang baru ini sekaligus mempertegas dan memperjelas
kebijakan pengaturan penanaman modal di Indonesia.
Dalam ketentuan Bab 3 Pasal 4 diatur tentang Kebijakan Dasar Penanaman
Modal yang menjadi acuan dan kerangka dalam pengembangan penanaman modal di
Indonesia, baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri.
Secara tegas disebutkan, bahwa pemerintah menetapkan kebijakan dasar penanaman
modal untuk: (a) mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi
penanaman modal untuk penguatan daya saing perekonomian nasional; dan (b)
mempercepat peningkatan penanaman modal. Selain itu, dalam menetapkan
kebijakan dasar sebagaimana dimaksud ini, maka pemerintah akan memberi
perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan asing dengan tetap
memperhatikan kepentingan nasional. Selanjutnya, pemerintah akan menjamin
kepastian hukum, berusaha, dan keamanan berusaha bagi penanam modal sejak
proses pengurusan perizinan hingga berakhirnya kegiatan penanaman modal sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, serta membuka kesempatan bagi
perkembangan dan memberikan perlindungan kepada usaha mikro, kecil, menengah,
dan koperasi.
Untuk mempertegas arah kebijakan dasar penanaman modal tersebut, maka
pemerintah akan mewujudkannya dalam suatu bentuk rencana umum penanaman
modal. Dalam rencana umum penanaman modal yang akan disusun oleh pemerintah
tersebut, diharapkan sudah mencakup arah pengembangan penanaman modal di
Indonesia, khususnya yang berkenaan dengan pembangunan pengembangan modal di
daerah. Adanya kebijakan dasar penanaman modal akan sejalan dengan salah satu
tujuan pembentukan pemerintahan negara, yakni untuk memajukan kesejahteraan
umum. Di mana amanat tersebut antara lain telah dijabarkan dalam ketentuan Pasal
33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan sekaligus
sebagai amanat konstitusi yang mendasari pembentukan seluruh peraturan
perundang-undangan di bidang perekonomian. Konstitusi mengamanatkan agar
pembangunan ekonomi nasional harus berdasarkan prinsip demokrasi yang mampu
8

menciptakan terwujudnya kedaulatan ekonomi Indonesia. Keterkaitan pembangunan
ekonomi dengan pelaku ekonomi dimantapkan lagi dengan ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI Tahun 1998 tentang
Politik Ekonomi dalam Rangka Demokrasi Ekonomi sebagai sumber hukum materiil.
Dengan demikian pengembangan penanaman modal bagi usaha mikro, kecil,
menengah, dan koperasi menjadi bagian dari kebijakan dasar penanaman modal.
Berkaitan dengan hal tersebut, penanaman modal harus menjadi bagian dari
penyelenggaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upaya untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja,
pembangunan ekonomi berkelanjutan, kapasitas, dan kemapuan teknologi nasional,
mendorong pembangunan ekonomi kerakyatan, serta mewujudkan kesejahteraan
masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya saing.
Arah kebijakan dan strategi nasional di bidang penanaman modal dituangkan dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 pada
agenda pembangunan nasional nomor 6 (enam), “Meningkatkan Produktivitas Rakyat
dan Daya Saing di Pasar Internasional”, dengan sub agenda prioritas “Penguatan
Investasi”. Sasaran yang hendak dicapai dalam rangka “Penguatan Investasi” untuk
lima tahun ke depanadalah:
1. Menurunnya waktu pemrosesan perizinan investasi nasional di pusat dan di daerah
menjadi maksimal 15 hari per jenis perizinan pada tahun 2019.
2. Menurunnya waktu dan jumlah prosedur untuk memulai usaha (starting a business)
menjadi 7 hari dan menjadi 5 prosedur pada tahun 2019, sebagai salah satu upaya
untuk meningkatkan peringkat Indonesia pada Ease of Doing Business (EoDB).
3. Meningkatnya pertumbuhan investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto
(PMTB) menjadi sebesar 12,1% pada tahun 2019.
4. Meningkatnya investasi PMA dan PMDN menjadi Rp 933 triliun pada tahun 2019
dengan kontribusi PMDN yang semakin meningkat menjadi 38,9%.8

8

RENCANA STRATEGIS BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

9

2.3.

Potensi Bagi Penanaman Modal di Indonesia Setelah Diterbitkannya

Undang-Undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007
Untuk lebih meningkatkan kepercayaan investor asing dalam berinvestasi di
Indonesia, maka Pemerintah Indonesia pun membuat perjanjian bilateral dengan
berbagai negara asal investor. Perjanjian investasi (investment agreement) ini
melahirkan beberapa prinsip yang umum dalam tata pergaulan internasional. Prinsip
yang dimaksud, antara lain: Pertama,prinsip A national treatment clause, artinya
setiap pihak akan memberikan perlakuan yang sama bagi warga negara para pihak
seperti yang diberikan oleh para pihak kepada warga negara sendiri. Kedua,prinsip A
most favoured nation clause, bahwa warga negara dari pihak akan mendapatkan a fair
and equitable treatment dalam hal penanaman modal asing. Warga negara para pihak
tidak akan mendapat perlakuan yang kurang dibandingkan dengan perlakuan yang
diberikan kepada warga negara pihak lain. 9Selain itu dengan ditertibkannya
serangkaian peraturan pelaksanaan dari UUPM secara normatiftertentu diharapkan
semakin menarik bagi calon investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Seperti diketahui, satu hal yang acapkali menjadi pertimbangan bagi calon investor
untuk menanamkan modalnya di adalah terkait dengan fasilitas pajak, jika menarik
investor akan menanamkan modalnya. Oleh karena itu cukup beralasan, mengapa
para investor cukup giat melakukan berinvestasi di negara-negara yang memberi
insentif pajak yang menguntungkan dalam hitungan bisnis investor.10Dinamika
pembangunan nasional memrlukan langkah-langkah pembaruan di berbagai bidang,
apalagi Indonesia telah memasuki decade pembangunan dan berada pada posisi
transisional untuk menuju negara yang maju, aman, adil, dan sejahtera.

TAHUN 2015-2019
9
Tineke Louse Tuegeh Longdong. Atas Ketertiban Umum dan Konvensi New York 1958. Bandung:
Citra Aditya Bakti, 1998. Hlm. 49.
10

Ida Bagus Rahmadi Sapancana. Kerangka Hukum dan Kebijakan Investasi Langsung di Indonesia.

Jakarta: Ghalia Indonesia, 2006. Hlm.139.

10

Bagi Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam yang besar dan
belum terkelola secara maksimal dan memadai, bukanlah perkara mudah untuk
melakukannya. Pengelolaan potensi ekonomi menjadi ekonomi riil beryupa barang
dan jasa tidak hanya memerlukan modal yang besar tetapi juga butuh teknologi,
keterampilan (skill) dan manajemen yang kesemua itu bisa diperoleh melalui kegiatan
penanaman modal khususnya penanaman modal asing. Secara objektifdapat
dikemukakan berkaitan dengan berbagai faktor dan segi yang melingkupinya, maka
prospek pengembangan penanaman modal khususnya penanaman modal asing
sangatlah menjanjikan. Menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara tujuan
investasi atau penanaman modal tidaklah sulit asalkan kondisi ekonomi kita stabil,
keamanan dapat terjaga dengan baik, kepastian hukum dapat diciptakan, sehingga
penanaman modal dapat berjalan dengan baik.
Pada periode 2015-2019, kinerja penanaman modal di Indonesiadiharapkan
tumbuh tinggi namun terdapat down risk (risiko perlambatan)akibat keringnya
likuiditas dunia, menurunnya harga komoditas dunia,tekanan neraca pembayaran,
hambatan perizinan dan nonperizinan sertamakin restriktifnya ketentuan investasi di
sektor hulu sumber daya alam. Beberapa faktor yang diperkirakan akan dapat
mempertahankan atau bahkanmeningkatkan kinerja penanaman modal di Indonesia
pada periode 5 (lima) tahun mendatang antara lain:
Pertama, masih tingginya kepercayaan dan minat penanam modaluntuk
berinvestasi di Indonesia yang tercermin dari survei-survei yang telahdisebutkan di
atas. Salah satu komponen penting untuk menjaga kepercayaanpenanam modal
adalah kebijakan fiskal dan moneter yang prudent (berhati-ihati). Sempat terjadi
penurunan kepercayaan terhadap ketahanan fiscal Indonesia namun telah terkoreksi
dengan keputusan Pemerintah untuk mengurangi subsidi Bahan Bakar Minyak
(BBM). Selain itu, kecenderungan rendahnya harga minyak dunia dalam jangka
menengah akan memberikan dampak positif terhadap ruang fiskal dan posisi neraca
pembayaran Indonesia.

11

Kedua, besarnya pasar domestik menjadi daya tarik penanaman modal
sebagaimana telah ditunjukkan oleh survei yang dilakukan JBIC. Jumlah penduduk
yang besar yaitu sekitar 255,5 juta (proyeksi tahun 2015) dengan struktur demografi
muda serta banyaknya jumlah penduduk berpendapatan menengah dan tinggi (sekitar
223,6 juta) menjadikan Indonesia sebagai pasar paling menarik di Asia. Sementara
itu, pasar Tiongkok diproyeksikan mengalami penurunan sejalan dengan struktur
demografi yang menua akibat kebijakan satu anak. Berbagai survei dan data
penanaman modal menunjukkan telah terjadi pergeseran paradigma investasi di
Indonesia dari resource base ke market base khususnya substitusi impor. Untuk itu,
arah kebijakan penanaman modal harus mendorong berkembangnya sektor yang
memproduksi barang konsumsi (market base) didukung oleh sektor yang mengolah
sumber daya alam menjadi bahan baku (hilirisasi).
Ketiga, dikeluarkannya berbagai kebijakan hilirisasi komoditi primer
pertambangan, pertanian dan perikanan akan mendorong penanaman modal jika
dilaksanakan secara konsisten dan didukung kebijakan lintas sektoral. Program
hilirisasi akan memperkokoh struktur ekonomi sekaligus menghapus missing middle
dan menjaga ketahanan neraca pembayaran. Pengembangan industri hilir akan
mengurangi impor bahan baku dan penolong yang saat ini mencapai 93% total
impor11. Komitmen Pemerintah yang tinggi untuk mengeksploitasi kekayaan laut
Indonesia yang sangat besar dan pembatasan kapal berbendera asing akan mendorong
penanaman modal disektor kelautan yang mencakup perikanan tangkap dan budidaya,
sertaindustri pengolahan ikan.
Keempat, kondisi lingkungan eksternal positif terhadap investasi di Indonesia
lima tahun mendatang antara lain: (a) komitmen dari negara-negara maju dan
berkembang untuk memajukan perekonomian dunia; (b) perekonomian Asia yang
diperkirakan menjadi kawasan ekonomi dinamis baru yang dimotori perekonomian
Tiongkok dan negara-negara industri baru di Asia (Korea Selatan, India, dan

11

BPS, 2015

12

ASEAN); (c) terbentuknya pasar tunggal dan satu kesatuan basis produksi ASEAN
pasca berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015; serta (d) Indonesia
menjadi Ketua Indian Ocean Rim Association (IORA) periode tahun 2015-2017 yang
akan dimanfaatkan untuk pengembangan sentra ekonomi di kawasan pantai barat
Pulau Sumatera, serta peningkatan pemanfaatan potensi ekonomi dan sumber daya
hayati laut di kawasan Samudera Hindia wilayah barat Pulau Sumatera.
Dalam pertemuan G-20 di Australia pada bulan November 2014, negaranegara G20 sepakat mendorong pertumbuhan ekonomi global hingga 2,1 persen lebih tinggi
pada 2018. Tambahan pertumbuhan ekonomi global tersebut akan meningkatkan
aktivitas ekonomi global hingga USD 2.000 triliun. G-20 juga sepakat meningkatkan
investasi, perdagangan, mendorong terciptanya kompetisi bisnis yang adil dan
pengentasan kemiskinan. Untuk mendorong perdagangan global, G-20 sepakat untuk
mengurangi tarif ekspor impor, menyederhanakan prosedur kepabeanan, serta
mengurangi hambatan dagang. Dalam forum tersebut telah dikeluarkan juga 21
communique atau keputusan bersama, yang mana dari jumlah tersebut tiga
diantaranya terkait dengan infrastruktur. Negara-negara G-20 sepakat untuk
membantu dan mendorong investasi pembangunan infrastruktur di negara-negara
berkembang. Pertumbuhan ekonomi yang pesat di kawasan Asia diperkirakan
menjadi daya tarik aliran modal asing yang jenuh di pasar negara maju. Faktor utama
yang mempengaruhinya adalah potensi pasar yang besar, pertumbuhan ekonomi di
kawasan Asia yang tinggi, melambatnya pertumbuhan ekonomi di negara-negara
maju (AS dan Uni Eropa), tersedianya sumber daya alamsebagai sumber bahan baku
dan tenaga kerja sebagai faktor produksi.
Terbentuknya pasar tunggal MEA 2015 dapat mempengaruhi investasi di
Indonesia karena akan membuka peluang bagi negara anggota ASEAN untuk
menarik FDI. Indonesia sebagai negara anggota ASEAN terbesar diharapkan mampu
memanfaatkan peluang ekonomi dan investasi yang lebih besar dibandingkan negara
anggota ASEAN lainnya karena Indonesia akan menjadi bagian dari regional hubproduction. Penanam modal dapat memanfaatkan Indonesia sebagai tujuan investasi
13

untuk memanfaatkan pasar Indonesia yang besar sekaligus pintu masuk pasar negara
anggota ASEAN lainnya. Namun demikian Pemerintah harus melakukan perbaikan
daya saing perekonomian nasional. Dalam rangka mengoptimalkan manfaat
kerjasama IORA bagi kepentingan nasional, Indonesia akan menerapkan strategi
multiplication of authrority, yaitu tindakan bersama dari berbagai lapisan untuk
menuju tujuan bersama. IORA merupakan forum kerjasama regional negara-negara di
kawasan Samudera Hindia yang didirikan pada tahun 1997, beranggotakan 20 negara,
yaitu: Australia, Banglades, India, Indonesia, Iran, Kenya, Madagaskar, Malaysia,
Mauritius, Mozambik, Oman, Seychelles, Comoros, Singapura, Afrika Selatan, Sri
Lanka, Tanzania, Thailand, Uni Emirat Arab dan Yaman. Terdapat 6 (enam) fokus
kerjasama IORA, yaitu: (a) keselamatan dan keamanan maritim; (b) fasilitasi
perdagangan dan investasi; (c) manajemen perikanan; (d) manajemen risiko bencana
alam; (e) kerjasama di bidang akademik, sains, dan teknologi; serta (f) pertukaran
kebudayaan dan pariwisata. Kerjasama IORA berperan penting untuk: (a)
memastikan wilayah perairan di sekitar Indonesia akan tetap menjadi sumber
kerjasama bagi semua negara dan menjadi lingkungan yang kondusif bagi
pembangunan dan kemakmuran Indonesia, khususnya dalam mengantisipasi
peningkatan perdagangan, ketahanan pangan, lapangan pekerjaan, pertumbuhan
ekonomi, keselamatan dan keamanan maritim terkait dengan Samudera Hindia; (b)
mendukung hubungan dan kerjasama bilateral dengan negara-negara di lingkar
Samudera Hindia; serta (c) konektifitas antara negara-negara di kawasan Samudera
Hindia khususnya anggota IORA, bukan hanya padasektor infrastruktur, namun juga
pada tataran people-to-people connectivity.BKPM akan secara aktif mendukung
pengembangan wilayah barat Pulau Sumatera, khususnya untuk pengembangan
pariwisata, perikanan dan logistik sesuai dengan rencana Pemerintah.12

12

RENCANA STRATEGIS BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
TAHUN 2015-2019

14

2.4.

Tantangan Masa Depan dan Permasalahan Penanaman Modal di

Indonesia
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019
menetapkan tantangan utama pembangunan yang terkait dengan penanaman modal
dapat dikelompokkan atas: (a) pembangunan tata kelola untuk menciptakan birokrasi
yang efektif dan efisien; (b) pertumbuhan ekonomi; (c) percepatan pemerataan
pembangunan antar wilayah; serta (d) percepatan pembangunan kelautan.Merujuk
kepada RPJMN tersebut maka tantangan penanaman modal di Indonesia:
Pertama dalam tata kelola pemerintahan yang efektif dan efisien adalah
meningkatkan integritas, akuntabilitas, efektifitas, dan efisiensi birokrasi dalam
menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan publik terkait
penanaman modal adalah penyelenggaraan PTSP secara utuh di tingkat Pusat,
Provinsi dan Kabupaten/Kota. Kelembagaan PTSP dibentuk untuk memberikan
kemudahan mendapatkan pelayanan perizinan dan nonperizinan kepada penanam
modal. Namun saat ini belum seluruh Kementerian dan Lembaga yang memiliki
kewenangan untuk memberikan perizinan dan nonperizinan terkait penanaman modal
melimpahkan atau mendelegasikan pemberian perizinan tersebut kepada PTSP Pusat
(BKPM). Demikian pula belum seluruh PTSP Provinsi dan Kabupaten/Kota
menerima pelimpahan atau pendelegasian kewenangan perizinan dan nonperizinan
terkait dengan penanaman modal dari Gubernur dan Bupati/Walikota. Selain itu
masih terjadi ketidakseragaman nomenklatur.
Kedua, pertumbuhan ekonomi saat ini belum optimal, salah satu faktor
penyebabnya adalah rendahnya efisiensi ekonomi atau produktivitas ekonomi yang
ditunjukkan oleh rendahnya sumbangan Total Factor Productivity (TFP) dalam
pertumbuhan ekonomi. Untuk menjadi negara berpenghasilan tinggipada tahun 2030,
perekonomian Indonesia harus tumbuh antara 6-8 persen per tahun. Untuk
mewujudkan pertumbuhan yang tinggi tersebut secara berkelanjutan, maka
pertumbuhan ekonomi harus bersifat inklusif dan tetap didukung oleh kebijakan

15

menjaga stabilitas ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, berkelanjutan dan
inklusif akan dicapai melalui reformasi yang menyeluruh (comprehensive reform).
Langkah-langkah reformasi yang menyeluruh dapat dilakukan antara lain
dengan kebijakan: (a) mengefisienkan kelembagaan ekonomi melalui penciptaan
iklim usaha yang produktif dan kepastian hukum bagi dunia usaha; (b) perbaikan tata
kelola yang antara lain dengan melakukan right government policy; dan (c)
memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan domestik. Right government policy di
bidang penanaman modal diperlukan karena masih banyaknya peraturan perundangundangan pusat dan daerah yangtidak harmonis dan distorsif sehingga menyebabkan
tidak efektifnya kebijakaninsentif dan tingginya biaya transaksi bagi dunia usaha,
seperti tidak adanya kejelasan prosedur, waktu, dan biaya. Upaya yang perlu
dilakukan antara lain harmonisasi kebijakan serta penyederhanaan perizinan dan
nonperizinan terkait dengan penanaman modal. Upaya lain yang akan dilakukan
untuk mengoreksi disharmonis peraturan perundang-undangan Pusat dan Daerah
adalah memberikan fasilitasi penyelesaian masalah (debottlenecking) kepada
perusahaan-perusahaan yang menanamkan modalnya di Indonesia.
Ketiga, percepatan pemerataan pembangunan antar wilayah. Pemerintah terus
mendorong pemerataan investasi utamanya di luar Pulau Jawa khususnya Papua dan
Papua Barat. Keterbatasan infrastruktur menjadi salah satu tantangan untuk
mewujudkan target pemerataan penanaman modal. Penanaman modal yang berbasis
pengolahan sumber daya alam didorong di luar Pulau Jawa. Untuk itu, tantangan
yang dihadapi adalahmenjamin ketersediaan infrastruktur khususnya energi (listrik
dan gas) serta logistik. Ketersediaan infrastruktur saat ini masih sangat terbatas. Ratarata rasio elektrifikasi nasional pada tahun 2014 sekitar 81,5%. Di kawasan timur
Indonesia rasio elektrifikasinya jauh lebih rendah dari rata-rata rasio elektrifikasi
nasional. Selain masih rendahnya rasio elektrifikasi, kualitas listrik (service level)
masih buruk. Sementara itu, pengembangan industry pengolahan berbasis sumber
daya alam, khususnya smelter, membutuhkan listrik yang sangat besar dan stabil.
Untuk mendorong penanaman modal yang lebih merata, pada tahun 2015-2019
16

Pemerintah telah berkomitmen untuk membangun infrastrukturtenaga listrik sebesar
35,9 GW. Selain itu, akan dibangun 172 pelabuhan baru, 65 dermaga penyeberangan
baru, 15 bandara baru, 3.258 km jalur kereta, 2.650 km jalan baru, 1.000 km jalan tol,
serta pengembangan 14 Kawasan Industri (KI) dan 7 Kawasan Ekonomi Khusus
(KEK) di luar Pulau Jawa. Untuk mencapai target tersebut, dalam lima tahun kedepan
kebutuhan investasi infrastruktur Indonesia adalah Rp 5.519,4 triliun. Dari jumlah
tersebut, pendanaan Pemerintah hanya berkisar 40,14% atau sekitar Rp 2.215,6 triliun
selama 5 (lima) tahun ke depan, sehingga terdapat selisih pendanaan sekitar Rp
3.303,8 trilliun (Bappenas, 2014). Pemerintah akanmelakukan kaji ulang struktur
APBN antara lain dengan mengurangi subsidi BBM dan mengalokasikannya untuk
pembangunan infrastruktur. Tantangan ke depan adalah mendorong partisipasi swasta
dalam pembangunan infrastruktur baik melalui skema Kerjasama Pemerintah Swasta
(KPS) maupun non KPS (Business to Business). Selain itu, Pemerintah Indonesia
telah berkomitmen untuk bergabung dengan Asian Infrastructure Invesment Bank
(AIIB) yang diinisiasi oleh Pemerintah Tiongkok. Dengan demikian, tantangan
berikutnya adalah pemanfaatan kesepakatan G-20 maupun AIIB untuk mendukung
pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Keempat, terdapat empat risiko tekanan perekonomian global yang
dapatmempengaruhi penanaman modal di Indonesia, yaitu:
1. Melambatnya perekonomian dunia. Skenario pesimis terus berlangsung. Pada
bulan Januari 2015, IMF dalam laporannya di World Economic Outlook (WEO)
merevisi kebawah pertumbuhan ekonomi dunia. Penurunan harga minyak yang
sangat besar (55%) belum dapat mengimbangi faktor negative antara lain
melemahnya

investasi

dunia

akibat

memburuknya

ekspektasi

terhadap

pertumbuhan perekonomian jangka menengah di negara maju dan negara
berkembang. Semua negara utama dunia terkoreksi pertumbuhannya kecuali
Amerika. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok, Jepang, kawasan Euro, Rusia dan
negara-negara eksportir minyak terkoreksi.

17

2. Rendahnya harga komoditi dunia atau berakhirnya era commodities super cycle
(peningkatan permintaan komoditi dunia).
3. Terjadinya kekeringan likuiditas dunia akibat kebijakan “normalisasi” moneter
atau penghentian stimulus moneter (tapering off quantitative easing) pada akhir
tahun 2014. Kebijakan tersebut akan diikuti dengan kenaikan suku bunga dunia.
4. Meningkatnya persaingan dengan negara tetangga, terutama Malaysia, Thailand,
dan Vietnam dalam menarik penanaman modal khususnya pasca diberlakukannya
MEA. Saat ini, posisi daya saing tenaga kerja Indonesia tergolong rendah
dibandingkan ASEAN lainnya, artinya Indonesia tidak dapat lagi mengandalkan
pada tenaga kerja murah. Faktor lain yang kurang kompetitif terdapat dalam
bidang infrastruktur, techno readiness dan financial market development.
Kelima, Sejak awal tahun 2012 terjadi depresiasi/pelemahan nilai tukar rupiah
yang didorong oleh:
1. Faktor Eksternal: apresiasi nilai tukar dolar AS terhadap hampir seluruh mata
uang akibat rencana kenaikan FFR (Federal Fund Rate) dan kebijakan
Quantitative Easing ECB (European Central Bank) dan BOJ (Bank of Japan)
yang diikuti oleh sejumlah negara.
2. Faktor Internal: defisit transaksi berjalan (current account). Terdapat risiko
missmatch utang luar negeri swasta dan hanya 13,6% melakukan lindung tunai
(forex hedging). 13

13

RENCANA STRATEGIS BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
TAHUN 2015-2019

18

BAB III
PENUTUP
3.1.

Kesimpulan
Dalam kebijakan penanaman modal sebagaimana diatur dalam berbagai

peraturan penanaman modal, khususnya yang terdapat dalam ketentuan undangundang tentang penanamaan modal ditetapkan kebijakan penanaman modal di
Indonesia sebagai dasar atau landasan bagi pemerintah untuk mengatur dan
mengarahkan, serta mengembangkan penanaman modal di Indonesia. Adanya
kebijakan penanaman modal ini akan mempertegas upaya pemerintah dalam
mengatur dan memberi kontribusi optimal pada pembangunan ekonomi Indonesia.
Kebijakan penanaman modal akan memberi arah bagi upaya pengembangan
penanaman modal di Indonesia serta menjadi kerangka landasan bagi pengaturan
penanaman modal selanjutnya.
Adanya pembaruan kebijakan penanaman modal memberi batasan dan arahan
terhadap suatu tindakan atau perbuatan pemerintah untuk melakukan suatu hal yang
berkenaan dengan kepentingan atau kebutuhan dasar masyarakat terhadap tercapainya
pembukaan kesempatan lapangan kerja yang luas, tingkat penguasaan teknologi,
kemampuan atau kapasitas sumber daya manusia, dan tingkat pendapatan masyarakat.
Keberadaan penanaman modal di suatu negara haruslah diatur dan diarahkan
sedemikian rupa agar dalam pelaksanaan aplikasi usahanya dapat bersesuaian dengan
kepentingan dan kebutuhan dasar masyarakat dan tidak bertentangan dengan
kebijakan pembangunan ekonomi kita.
Secara tegas disebutkan, bahwa pemerintah menetapkan kebijakan dasar
penanaman modal untuk: (a) mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang
kondusif bagi penanaman modal untuk penguatan daya saing perekonomian nasional;
dan (b) mempercepat peningkatan penanaman modal. Selain itu, dalam menetapkan
kebijakan dasar sebagaimana dimaksud ini, maka pemerintah akan memberi
perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan asing dengan tetap
memperhatikan kepentingan nasional. Selanjutnya, pemerintah akan menjamin
19

kepastina hukum, berusaha, dan keamanan berusaha bagi penanam modal sejak
proses pengurusan perizinan hingga berakhirnya kegiatan penanaman modal sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, serta membuka kesempatan bagi
perkembangan dan memberikan perlindungan kepada usaha mikro, kecil, menengah,
dan koperasi.

3.2.Saran
Tujuan penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat tercapai apabila faktor
penunjang yang menghambat iklim penanaman modal dapat diatasi, antara lain
melalui perbaikan koordinasi antar-instansi pemerintah pusat dan daerah, penciptaan
birokrasi yang efisien, kepastian hukum dibidang penanaman modal, biaya ekonomi
yang berdaya saing tinggi serta iklim usaha yang kondusif di bidang ketenagakerjaan
dan keamanan berusaha. Dengan perbaikan berbagai faktor penunjang tersebut,
diharapkaln realisasi penanaman modal akan membaik secara signifikan.
Agar pemerintah pusat lebih memperhatikan undang-undang atau kebijakan lain
yang sejalan atau mendukung adanya penanaman modal di Indonesia baik penanaman
modal asing maupun penanaman modal dalam negeri.
Agar implementasi penanaman modal asing ataupun dalam negeri harus
dimonitor secara ketat guna kelancaran investasi. Pemerintah pusat harus membantu
dengan sungguh-sungguh upaya pemerintah daerah dalam menyederhanakan proses
perizinan penanaman modal di daerah guna kemudahan dan kelancaran penanaman
modal di Indonesia.

20

Daftar Pustaka
Adolf, H. (2005). Hukum Ekonomi Internasional (Suatu Pengantar ed., Vol. 5).
Bandung: CV Keni Media.
Adolf, H. (2010). Perjanjian Penanaman Modal Dalam Hukum Perdagangan
Internasional (WTO). Bandung: CV Keni Media.
Chandrawulan, A. (2014). Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi hukum
Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal. Bandung: P.T.
Alumni.
Fahamsyah, E. (2015). Hukum Penanaman Modal. Yogyakarta: LaksBang
PRESSindo.
Hartono, S. (1999). Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia. Jakarta: CV. Trimitra
Mandiri.
HS, S., & Sutrisno, B. (2008). Hukum Investasi di Indonesia. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Ilmar, A. (2006). Hukum Penanaman Modal di Indonesia (Vol. 3). Jakarta: Kencana.
Ilmar, A. (2017). Hukum Penanaman Modal DI Indonesia (Vol. 5). Jakarta: Kencana.
Sembiring, S. (2010). Hukum Investasi. Bandung: CV. Nuansa Aulia.
Widjaya, I. R. (2005). Penanaman Modal. Jakarta: PT Pradnya Paramita.

21