2.2 Burung Puyuh
Burung puyuh Coturnix coturnix japonica mempunyai nilai lebih baik bila dibandingkan dengan ternak unggas lainnya. burung puyuh mempunyai
nilai jual yang tinggi sebagai penghasil telur konsumsi, telur tetas, dan bibit North dan Bell, 1990.
Usaha peternakan burung puyuh memiliki keunggulan dibandingkan jenis unggas yang lainnya. Pada umur 4 minggu dapat dipanen sebagai
penghasil daging, dan umur 6 minggu menghasilkan telur. Usaha peternakan burung puyuh dapat dimulai dengan modal awal relatif kecil sehingga sangat
cocok dijadikan sebagai usaha sampingan keluarga dan mendukung rencana pemerintah dalam hal perbaikan gizi keluarga, terutama masyarakat
berpenghasilan rendah.
2.3 Jenis Puyuh di Indonesia
Dewasa ini menurut Listiyowati dan Roospitasari 1992 dikenal beberapa jenis puyuh yang banyak dipelihara sebagai penghasil telur atau
dagingnya yaitu : Coturnix coturnix japonica, Coturnix chinensis, Arborophila japonica, Arborophilia orientalis dan lain-lain. Diantaranya jenis burung puyuh
tersebut coturnix coturnix japonica adalah puyuh yang lazim dipelihara untuk produksi telur Moreng dan Avens, 1985
Coturnix coturnix japonica termasuk family Phasianidae dan ordo Galliformames. Manghasilkan telur 250-300 butir per ekor setahun. Betina
mulai bertelur umur 35 hari. Telur puyuh ini berwarna cokelat tua, biru putih dengan bintik hitam, coklat dan biru Bologna,1984.
2.4 Pemeliharaan
Menurut Listiyowati dan Roodpitasari 1992 untuk pembibitan dibutuhkan 40 ekor puyuh per meter dengan perbandingan suatu jantan untuk
dua sampai tiga ekor betina. Bila berlebih banyak telur tetas tidak dibuahi. Demikian pula dapat digunakan ukuran 40x45x35 cm ekor puyuh 2-3 ekor
puyuh betina ditambah 1 ekor pejantan. Kandang merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan, karena
secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap kenyamanan ternak dalam kandang. kepadatan kandang dalam batas tertentu berbanding
terbalik dengan produksi. Bila jumlah ternak pada suatu luas kandang tinggi dapat menimbulkan pengaruh kurang baik. Tingkat kepadatan kandang yang
tinggi dapat menimbulkan pengaruh negative terhadap produksi, karena kandang menjadi sempit, puyuh berdesakan akhirnya pertumbuhan, produksi
telur menjadi rendah, dan selain itu muncul sifat kanibalisme dan mortalitas yang tinggi Banks, 1979.
2.5 Sistem Reproduksi Burung Puyuh