PENGARUH PEMBERIAN STARBIO DALAM RANSUM BURUNG PUYUH
LAPORAN PENELITIAN
PENGARUH PEMBERIAN STARBIO
DALAM RANSUM BURUNG PUYUH
Henry Hutabarat
Lembaga Penelitian
Universitas HKBP Nommensen
M e d a n
(2)
PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN
1. a. Judul Penelitian : Pengaruh Pemberian Starbio Dalam Ransum Burung
Puyuh b. Bidang Ilmu : Peternakan
c. Kategori Penelitian : Penelitian untuk Mengembangkan Fungsi Kelembagaan
Perguruan Tinggi
2. Peneliti
a. Nama Lengkap dan Gelar : Ir. Henry Hutabarat, MS b. Jenis kelamin : Laki-Laki
c. Golongan/Pangkat : IV/a d. Jabatan Fungsional : Lektor e. Jabatan Struktural : Dosen Biasa f. Fakultas/Program Studi : Peternakan
3. Susunan Tim Peneliti
a. Ketua : Ir. Henry Hutabarat, MS b. Anggota :
-4. Lokasi Penetian : Teaching Farm Fakultas Peternakan Porlak Universitas HKBP Nommensen
5. Lama Penelitian : 2 (Dua) bulan
6. Biaya Penelitian : 2.500.000,- (Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah)
7. Sumber Dana : Lembaga Penelitian
Universitas HKBP Nommensen
Medan, Januari 2012 Mengetahui Menyetujui
Fakultas Peternakan Lembaga Penelitian
(3)
Ir. Mangonar Lumbantoruan, MS Prof. Dr. Ir. Hasan Sitorus, MS Ir. Henry Hutabarat, MS
LAPORAN PENELITIAN
Pengaruh Pemberian Starbio dalam
Ransum Burung Puyuh
Oleh :
Henry Hutabarat
LEMBAGA PENELITIAN
UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
MEDAN
(4)
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR USUL PENGESAHAN
……… i
DAFTAR ISI
……….. ii
DAFTAR TABEL
……….. iv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
……….. 1
1.2 Perumusan Masalah
………... 2
1.3 Tujuan penelitian
……….... 3
1.4 Kontribusi Penelitian
………... 3
1.5 Hipotesa
………... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
... 4 2.1
Starbio... 4 2.1.1 Asal
Usul... 4 2.1.2 Proses
(5)
2.1.3 Mekanisme Kerja Starbio Pada Sistem Pencernaan Ternak... 5
2.1.4 Aplikasi Starbio Dalam Pakan Ternak... 6
2.2 Burung Puyuh... 7
2.3 Jenis Puyuh di Indonesia... 7
2.4
Pemeliharaan... 8 2.5 Sistem Reproduksi Burung Puyuh………... 8
ii
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
... 10 3.1 Materi
Penelitian... 10 3.1.1
Lokasi ... 10 3.1.2 Ternak
Penelitian ... 10 3.1.3 Perkandangan dan
Peralatan... 10 3.1.4 Ransum
Percobaan ... 10 3.2. Metode
Penelitian... 11 3.2.1 Rancangan
Penelitian ... 11 3.2.2 Analisa
Data... 11 3.2.3 Variabel yang
Diamati... 11
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
………... 13 4.1 Konsumsi
Ransum... 13 4.2 Pertambahan Bobot
(6)
4.3 Produksi
Telur... 15 4.4 Berat
Telur... 15 4.5 Konversi
Ransum... 16
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
………... 17 5.1.
Kesimpulan... .... 17
5.2.
Saran-saran... 17
DAFTAR PUSTAKA
………... 18
iii
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Jumlah Ransum per hari menurut standar Umur Puyuh ... 9
2. Rataan Konsumsi Ransum Burung Puyuh Jantan Selama Penelitian (gr/ek/hr) ...
13
3. Rataan Pertambahan Berat Badan Burung Puyuh Selama Penelitian
(gr/ek/hr) ... 14
4. Rataan Produksi Telur Burung Puyuh selama 4 Minggu Penelitian (%) 15
5. Rataan Berat Telur Burung Puyuh selama 4 Minggu Penelitian
(gr/ekor/hari)... 16
(7)
6. Rataan Konversi Ransum Burung Puyuh selama Penelitian ... 16
iv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Burung puyuh adalah salah satu jenis ternak unggas yang akhir-akhir ini
banyak dipelihara oleh masyarakat di Indonesia sebagai penghasil daging dan
telur. Selain mudah pemeliharaannya, ternak ini dapat menghasilkan telur
(8)
lokasi yang luas. Dewasa kelamin relatip singkat sekitar 6 minggu, diperlukan
waktu 16-17 hari untuk ditetaskan serta membutuhkan makanan sekitar 14gram
per ekor per hari.
Jenis puyuh yang banyak dipelihara di Indonesia antara lain burung
puyuh gonggong (Arborophila japonica), burung puyuh mahkota (Rolluslus
rouiroul) dan burung puyuh batu (Coturnix chinensis).
Pakan merupakan komponen yang sangat penting dalam budidaya
ternak unggas. Biaya pakan dalam suatu usaha ternak unggas mencapai 60-70
persen dari seluruh biaya produksi. Oleh sebab itu penelitian tentang pakan
terus dikembangkan melalui pemakaian bahan-bahan makanan berkualitas
tinggi dengan perimbangan kebutuhan zat-zat makanan agar tercapai
performans yang diinginkan.
Dibidang pakan begitu banyak ahli yang terus menekuni bioteknologi
pakan. Secara umum penelitian tersebut dapat dikelompokkan kedalam dua
kelompok besar, yakni peningkatan nilai nutrisi pakan dan meningkatkan
kapasitas alat pencernaan.
Akhir-akhir ini telah dikembangkan penggunaan bioteknologi
pemanfaatan organisme atau produk organisme yang disebut starbio. Bahan ini
disebut sebagai probiotik karena kemampuannya membantu kehidupan
(pro-hidup), berbeda dengan antibiotik yang dinamai anti kehidupan. Produk ini
berupa bubuk berwarna coklat, hasil perkembangan bioteknologi yang terdiri
dari multi-mikroorganisme yang menghasilkan enzim sehingga mampu
memecahkan lignin, selulosa, lignoselulosa, protein, lemak dan fiksasi nitrogen
(9)
digunakan sebagai campuran ransum ternak untuk menyempurnakan nutrisi
pakan.
1.2 Perumusan Masalah
Didalam perkembangan peternakan di negara kita ini, sangatlah perlu
peningkatan mutu produksi ternak yang ada. Salah satu cara untuk
meningkatkan produksi ternak adalah dengan jalan menyajikan makanan yang
tepat, karena dengan pemberian makanan yang baik akan mempercepat
pertumbuhan. Makanan yang baik, tepat atau memenuhi syarat kandungan
zat-zat makanan adalah makanan yang dapat memenuhi kebutuhan pertumbuhan;
akan tetapi untuk menyusun ransom secara itu tentu saja relative lebih mahal.
Bahkan kadang-kadang dapat mencapai 79 persen dari seluruh biaya produksi.
Penelitian tentang pemberian starbio sebagai imbuhan ransum pada
ternak puyuh belum begitu banyak dilakukan meskipun beberapa penelitian
telah dilaporkan memberikan hasil yang positif terhadap kenaikan berat badan.
Dilain pihak permintaan akan daging maupun telur puyuh terus meningkat.
Burung puyuh potensi genetiknya belum mendukung untuk bertumbuh
secara cepat seperti jenis-jenis unggas lainnya. Untuk mengetahui sampai
dimana kemampuan potensi genetiknya, maka perlu dilakukan penelitian
melalui perbaikan lingkungannya yaitu perbaikan nutrisi dengan pemberian
starbio sebagai makanan tambahan.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk : (a) mengetahui pengaruh penggunaan
(10)
perubahan kenaikan bobot badan melalui perbaikan nutrisi makanan, dan (c)
mengetahui efisiensi penggunaan pakan.
1.4 Kontribusi Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat
dan sekaligus dapat memotivasi para pemelihara ternak babi liar di daerah dan
sekaligus untuk mempelajari perubahan-perubahan produksi melalui perbaikan
lingkungan makanan.
1.5 Hipotesa
Pemberian starbio sebagai campuran dalam ransum burung puyuh dapat
memperbaiki keragaan produksi anatara lain konsumsi ransum, kenaikan bobot
badan, produksi telur, berat telur dan konversi ransum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Starbio
2.1.1 Asal usul
Starbio adalah bubuk berwarna coklat yang merupakan salah satu
probiotik hasil pengembangan bioteknologi yang terdiri dari multi
mikroorganisme yang menghasilkan enzim sehingga mampu memecah lignin,
(11)
rumen, koloni sapi, diperkaya dengan inner rhizzosphere akar tanaman
graminae yang kaya akan mikroba lignolitik, selulotik, proteolitik, lipolitik
dan aminolitik yang dikembangkan pada media tertentu (Anonimous, 2001).
Upaya peningkatan nilai nutrisi pakan telah dilakukan rekayasa
fermentasi dengan menggunakan mikroorganisme tertentu dengan tujuan untuk
mempertahankan nilai nutrisi selama penyimpanan, meningkatkan ketersediaan
sellulosa sebagai sumber energi, maupun melalui rekayasa genetik untuk
menghilangkan kandungan anti nutrisi yang tidak diinginkan. Sedangkan
peningkatan kapasitas saluran pencernaan dilakukan melalui transfer mikroba
dengan kemampuan tertentu dari ternak donor ke saluran pencernaan ternak
resipien, melalui penambahan enzim tertentu untuk membantu penggunaan
pakan lebih efisien maupun penggunaan senyawa adrenergic agonist dalam
upaya mempengaruhi deposisi nutrien ke dalam jaringan tubuh ternak.
Beberapa produk yang sudah banyak digunakan oleh peternak, antara lain
produk asam amino dari sel tunggal (PST), kultur bakteri asam laktat dari jenis
Lactobacillusplantarum dan terakhir yang banyak dibicarakan adalah mikroba
non patogen yang dikenal dengan probiotik (Winarno dan Fardiaz, 1995).
2.1.2 Proses Pembuatan
Menurut laporan Roweet Research Institute Inggris starbio adalah
probiotik hasil bioteknologi yang dibuat dari isolasi koloni-koloni mikroba
alam terpilih dari berbagai jenis dan fungsi yang dibiakkan dalam media agar.
Mikroba tersebut dicampur dengan tanah, akar rumput, daun dan dahan pohon,
(12)
tersebut seperti, pencernaan lemak (Cellulomonas dan Clostridium
thermocellulosa), pencernaan lignin (Agaricus dan Coprinus) dan pencernaan
protein (Klebssiella dan Azozpirilium brasilliensis). Selanjutnya kumpulan
bakteri dipilih yang terbaik dan berikan cekaman panas-dingin dan asam-basa
serta perlakuan aerob dan anaerob. Kemudian dipilih lagi bakteri yang terbaik
untuk dibiakkan dalam media ampas tebu untuk selajutnya difermentasi selam
21 hari
2.1.3 Mekanisme Kerja Starbio Pada Sistem Pencernaan Ternak
Seperti kerja mikroba lignolitik dalam sistem pencernaan ternak bahwa
mikroba lignolitik akan membantu perombakan ikatan lignoselulosa sehingga
selulosa dan lignin dapat terlepas dari ikatan tersebut oleh enzim lignase yang
terdiri dari fenoloksida dan peroksidase untuk merombak lignin. Enzim
tersebut akan merombak ikatan rangkap metoksil yang terdapat pada struktur
rantai lignin sehingga gugusan hidroksil penolat dan gugusan karboksil akan
meningkat. Kedudukan gugudan metoksil yang tidak terlindung mudah dipecah
oleh enzim dan dioksidasikan lebih cepat. Hasil perombakan lignin berupa
derivat lignin yang lebuh sederhasan dan memiliki kemampuan untuk mengikat
NH4+ (Anonimous, 2001).
2.1.4 Aplikasi Starbio Dalam Pakan Ternak
Hasil Penelitian di Balai penelitian Ternak Ciawi Bogor tahun 1977
menunjukkan bahwa penggunaan starbio dalam pakan ayam broiler periode
starter dengan menurunkan angka konversi pakan sebesar 0,23% diperoleh
(13)
dalam pakan ayam layer mengurangi konversi pakan sebesar 0,23 dari 1,98
menjadi 1,75 (Anonimous, 2001).
Pada tahun 1996 penggunaan starbio dalam pakan ternak babi juga
telah dilakukan di Bali. Pakan tradisional diberikan 2,5 kg atau sekitar 0,25%
as feed selama 38 hari. Hasil percobaan ini menunjukkan pakan yang diberi
starbio menghasilkan perbedaan bobot badan 6 kg dan babi lebih lincah. Dilain
pihak telah dilakukan penelitian penggunaan kadar protein 18% dan 20%
dengan kadar energi yang sama diperoleh penambahan bobot badan
masing-masing sebesar 16,25 dan 13,95 kg/ekor dan penurunan kadar lemak sebesar 11
%. Penggunaan starbio dalam pakan ternak sapi perah telah diuji di Batu raden
dan Banyumas dan diperoleh peningkatan produksi susu sebesar 8,7% kadar
lemak meningkat 9,7% dan kadar protein susu sebesar 7,4% berat jenis susu
tidak berbeda nyata dan bau feses sangat berkurang.
Menurut hasil penelitian lembah hijau Mutifarm Indonesia, penggunaan
starbio dalam pakan adalah 0,25 kg/100 Kg pakan. Crude protein pakan harus
diturunkan 1-2% (dengan jalan penambahan jagung dan bekatul), karena jika
crude protein tidak diturunkan, maka FCR akan turun. Dengan penggunaan
starbio dalam pakan sebanyak 0,25kg/100 kg pakan, maka panen akan lebih
cepat atau pertambahan bobot badan meningkat dengan kualitas daging yang
lebih baik seperti lemak punggung lebih sedikit. Disamping itu kotoran lebih
kering dan bau tereduksi, dengan demikian pemberian starbio dapat
meningkatkan produktivitas ternak babi. Menurut hasil uji laboratorium
maupun pengalaman di Lapangan, bahwa tingkat kecernaan pakan akan
(14)
2.2 Burung Puyuh
Burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) mempunyai nilai lebih baik
bila dibandingkan dengan ternak unggas lainnya. burung puyuh mempunyai
nilai jual yang tinggi sebagai penghasil telur konsumsi, telur tetas, dan bibit
(North dan Bell, 1990).
Usaha peternakan burung puyuh memiliki keunggulan dibandingkan
jenis unggas yang lainnya. Pada umur 4 minggu dapat dipanen sebagai
penghasil daging, dan umur 6 minggu menghasilkan telur. Usaha peternakan
burung puyuh dapat dimulai dengan modal awal relatif kecil sehingga sangat
cocok dijadikan sebagai usaha sampingan keluarga dan mendukung rencana
pemerintah dalam hal perbaikan gizi keluarga, terutama masyarakat
berpenghasilan rendah.
2.3 Jenis Puyuh di Indonesia
Dewasa ini menurut Listiyowati dan Roospitasari (1992) dikenal
beberapa jenis puyuh yang banyak dipelihara sebagai penghasil telur atau
dagingnya yaitu : Coturnix coturnix japonica, Coturnix chinensis, Arborophila
japonica, Arborophilia orientalis dan lain-lain. Diantaranya jenis burung puyuh
tersebut coturnix coturnix japonica adalah puyuh yang lazim dipelihara untuk
produksi telur (Moreng dan Avens, 1985)
Coturnix coturnix japonica termasuk family Phasianidae dan ordo
Galliformames. Manghasilkan telur 250-300 butir per ekor setahun. Betina
mulai bertelur umur 35 hari. Telur puyuh ini berwarna cokelat tua, biru putih
(15)
2.4 Pemeliharaan
Menurut Listiyowati dan Roodpitasari (1992) untuk pembibitan
dibutuhkan 40 ekor puyuh per meter dengan perbandingan suatu jantan untuk
dua sampai tiga ekor betina. Bila berlebih banyak telur tetas tidak dibuahi.
Demikian pula dapat digunakan ukuran 40x45x35 cm ekor puyuh ( 2-3 ekor
puyuh betina ditambah 1 ekor pejantan).
Kandang merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan, karena
secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap kenyamanan
ternak dalam kandang. kepadatan kandang dalam batas tertentu berbanding
terbalik dengan produksi. Bila jumlah ternak pada suatu luas kandang tinggi
dapat menimbulkan pengaruh kurang baik. Tingkat kepadatan kandang yang
tinggi dapat menimbulkan pengaruh negative terhadap produksi, karena
kandang menjadi sempit, puyuh berdesakan akhirnya pertumbuhan, produksi
telur menjadi rendah, dan selain itu muncul sifat kanibalisme dan mortalitas
yang tinggi (Banks, 1979).
2.5 Sistem Reproduksi Burung Puyuh
Perkembangan puyuh dilakukan dengan menetaskan telurnya
(ovovipar). Penetasan telur dapat dilakukan melalui dua cara yaitu : 1) secara
alamia, induk puyuh mengerami sendiri telurnya dan 2) secara buatan,
dilakukan melalui mesin tetas (Etches, 1996).
Burung puyuh pertama kali bertelur saat memasuki umur dewasa
(16)
telur-telur yang telah dibuahi oleh sperma pejantan, meskipun tidak semua telur-telur
yang dibuahi sperma dapat dijadikan telur tetas (Nugroho dan Mayun, 1996).
Burung puyuh yang berumur 0-5 minggu membutuhkan protein
24-25% dengan energi metabolism 2900-3000 Kkal/kg dan pada berumur 6
minggu ke atas kadar protein dikurangi menjadi 20% dengan energi
metabolism 2600 kkal/kg. Menurut Listiyowati dan Rospitasari (1992) burung
puyuh jantan dan betina yang telah dewasa membutuhkan ransum sebanyak
20-30 gr/ek/hr. Untuk mencegah pemborosan, pemberian ransum diberikan
menurut umurnya.
Tabel 1. Jumlah Ransum per hari menurut standar Umur Puyuh
Umur Puyuh Jumlah Ransum (gram) 1 hari - 1 minggu 2
1 minggu – 2 minggu 4 2 minggu – 4 minggu 8 4 minggu – 5 minggu 13 5 minggu – 6 minggu 15 > 6 minggu 17-19 Sumber : Suharno (2004)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Materi Penelitian
3.1.1 Lokasi
Penelitian dilakukan di ” Teaching Farm” Porlak Nommensen Desa Simalingkar kecamatan Simalingkar selama 8 minggu.
(17)
Sebanyak 200 ekor burung puyuh betina jenis Coturnix-coturnix Japonica berumur 1 hari yang diperoleh dari satu lokasi pembibitan burung puyuh di Kecamatan Medan Tenggara, Kota Medan.
3.1.3 Perkandangan dan Peralatan
Disediakan 20 kotak kandang yang berukuran 40x30x20 cm. Setiap kotak kandang ditempatkan 10 ekor burung puyuh dan dilengkapi tempat makaanan dan minum.
Sebagai perlengkapan kandang disediakan timbangan dengan ketelitian 1 gram kapasitas 2 kg, dan peralatan tulis menulis, sapu lidi, ember plastik, lampu penerang dan lain-lain.
3.1.4 Ransum Percobaan
Selama berlangsung penelitian ransum yang digunakan adalah ransum komersial dengan kandungan zat-zat makanan sebagai berikut:
Protein 18-20% Lemak 5-8% Serat kasar 5-8 % Abu 14-18% Jagung 50% Dedak 30%
3.2. Metode Penelitian 3.2.1 Rancangan Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi perlakuan adalah pemberian starbio level 0%; 0,5%; 0,10 % dan 0,15%. Rancangan penelitian digunakan Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan (t=4), ulangan (r=3).
Untuk mengetahui lebih jelas perlakuan ransum adalah sebagai berikut: R0 = Ransum komersial 100%
R1 = Ransum komersial 100% + 0,5 % starbio R2 = Ransum komersial 100% + 0,10 % starbio
(18)
R3 = Ransum komersial 100% + 0,15 % starbio Pemberian ransum dilakukan secara ad libitum
3.2.2 Analisa Data
Data yang telah ditabulasi selama penelitian dianalisis dengan uji
keragaman dengan menggunakan model matematis sebagai berikut;
Yij = µ + δi + ε j
Yij = variabel yang diamati pengaruh perlakuan pemberian starbio ke–i dengan ulangan ke-j
µ = rata-rata umum
δi = pengaruh perlakuan ke-i ε j = pengaruh perlakuan ke-j
Selanjutnya bila pengaruh perlakuan berbeda nyata (P>0.05), maka untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan uji beda nyata Duncan’t.
3.2.3 Variabel yang Diamati
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Konsumsi Ransum. -- Konsumsi ransum dihitung dari jumlah ransum yang diberikan dengan sisa ransum setiap hari selama 10 minggu penelitian.
2. Kenaikan Berat Badan. -- Data ini diperoleh dari hasil penimbangan berat badan yang dilakukan setiap minggu selama 4 minggu penelitian.
3. Produksi Telur. -- Perhitungan produksi telur diukur dari produksi telur setelah mencapai 5% hen-day selama 8 minggu penelitian.
4. Berat Telur.—Berat telur diperoleh dengan menimbang telur yang diperoleh persatuan butir.
5. Konversi Ransum. -- Angka konversi ransum diperoleh dari perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan berat telur yang diperoleh.
(19)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum burung puyuh pengaruh pemberian starbio dalam
ransum selama penelitian disajikan pada tabel 2. Secara angka terlihat bahwa
konsumsi ransum setiap perlakuan rata-rata 20,57-20,90 gr/ekor/hari.
Tabel 2. Rataan Konsumsi Ransum Burung Puyuh Jantan Selama Penelitian (gr/ek/hr)
(20)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4 5
R0 20,72 20,57 20,77 20,84 20,66 103,56 20,71 a R1 20,79 20,75 20,80 20,90 20,88 104,12 20,82 a R2 20,86 20,79 20,85 20,77 20,70 103,97 20,79 a R3 20,74 20,81 20,79 20,65 20,84 103,83 20,76 a Keterangan : Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
adanya perbedaan yang nyata P(<0,05)
Uji statistik menunjukkan bahwa pemberian starbio sebagai campuran
dalam ransum tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05)
terhadap konsumsi ransum. Hal ini menunjukkan pemberian starbio pada
interval 0,5 sampai 0,15% belum mempengaruhi terhadap daya cerna makanan
yang lebih meningkat dibandingkan tanpa pemberian starbio (ransum kontrol).
4.2 Pertambahan Bobot Badan
Rataan pertambahan bobot badan puyuh selama penelitian secara angka
dari tertinggi sampai terendah berturut-turut adalah 3,11; 3,07; 2,69 dan 2,63
gr/ek/hr masing-masing untuk R2; R1; R3 dan R0. Uji statistik menunjukkan
adanya perbedaan yang nyata (P>0,05) diantara perlakuan starbio dalam
ransum puyuh.
Hasil uji perbandingan Duncan menunjukkan pemberian starbio pada
taraf 0,5% dan 0,10% tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata
(P<0,05) tetapi menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05) pertambahan
bobot badan yang lebih baik dibandingkan perlakuan R0 (kontrol) dan R4
(Pemberian 0,15%).
Tabel 3. Rataan Pertambahan Berat Badan Burung Puyuh Selama Penelitian (gr/ek/hr)
(21)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4 5
R0 2,70 2,76 2,49 2,56 2,46 10,53 2,63 b R1 3,03 3,06 3,15 3,03 2,61 12,28 3,07 a R2 2,83 2,94 2,70 2,99 2,54 12,46 3,11 a R3 2,89 2,78 2,56 2,54 2,24 10,78 2,69 b Keterangan : Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
adanya perbedaan yang nyata P(<0,05)
4.3 Produksi Telur
Rataan produksi telur puyuh selama penelitian bila diamati secara
angka produksi tertinggi adalah R0, R1, R2 dan R3 berturut-turut 55,42%,
53,17%, 52,67,% dan 52,38%.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pengaruh pemberian starbio
dalam ransum puyuh ternyata tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata
(P<0,05) diantara perlakuan.
Tabel 4. Rataan Produksi Telur Burung Puyuh selama 4 Minggu Penelitian (%) Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4 5
R0 54,52 57,85 55,23 58,33 51,19 277,12 55,42 a R1 52,99 52,62 57,14 53,09 50,00 265,84 53,17 a R2 52,86 55,48 52,86 49,76 52,38 263,34 52,67 a R3 52,38 51,67 50,25 53,33 54,28 261,91 52,38 a Keterangan : Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
adanya perbedaan yang nyata P(<0,05)
4.4 Berat Telur
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata berat telur puyuh selama
(22)
menunjukkan bahwa pemberian starbio dalam ransum puyuh tidak
mempengaruhi adanya perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap berat telur.
Tabel 5. Rataan Berat Telur Burung Puyuh selama 4 Minggu Penelitian (gr/ekor/hari)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4 5
R0 09,67 10,17 10,05 10,20 10,39 50,48 10,10 a R1 10,30 10,40 10,17 10,27 10,07 51,21 10,24 a R2 10,33 10,36 10,25 10,31 10,31 51,56 10,31 a R3 10,08 10,39 10,47 10,12 10,16 51,22 10,24 a Keterangan : Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
adanya perbedaan yang nyata P(<0,05)
4.5 Konversi Ransum
Perhitungan konversi ransum diperoleh dari perbandingan antara
jumlah ransum yang dikonsumsi dengan berat telur selama penelitian. Hasil
penelitian memperlihatkan bahwa pemberian starbio dalam ransum tidak
menunjukkan adanya pengaruh yang nyata terhadap konversi ransum (P<0,05).
Secara angka konversi ransum ini masih dibawah penelitian Nugroho (1993)
diperoleh konversi ransum sebesar 2,11-2,72.
Tabel 6. Rataan Konversi Ransum Burung Puyuh selama Penelitian
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4 5
R0 2,14 2,04 2,06 2,04 1,98 10,26 2,05 a R1 2,01 1,99 2,04 2,03 2,06 10,13 2,03 a R2 2,02 2,00 2,03 2,00 2,00 10,05 2,01 a R3 2,05 1,99 2,01 2,03 2,05 10,13 2,03 a Keterangan : Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
(23)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain
sebagai berikut :
1. Pemberian starbio dalam ransum burung puyuh pada level 0,5 ; 0,10
dan 0,15 tidak berpengaruh terhadap konsumsi ransum, produksi telur,
berat telur dan konversi pakan (P<0,05) tetapi secara nyata berpengaruh
terhadap kenaikan bobot badan (P>0,05).
2. Pemberian starbio pada level 0,5 dan 0,10 dalam ransum burung puyuh
berpengaruh secara nyata (P>0,05) lebih baik dibandingkan tanpa
pemberian starbio dan pemberian 0,15%.
5.2. Saran-saran
Perlu penelitian lebih lanjut untuk mempelajari pemberian starbio pada
(24)
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2001. Hemat Pakan. Trubu8s. Edisi Juni. ISSN 1441-5816
Banks, S. 1979. The Complete Handbook of Poultry Keeping. Van Nonstrand Reinhol Company, New York.
Bologna, G. 1984. The Macdonald Encyclopedia of Birds of the Word. London
Etches, R.J. 1996. Reproduction in Poultry. Cab International. The University Press, Cambridge.
Lee, T.K, K.F. Shim and E.L. Tan. 1987. Protein Requirement of Growing Japanese Quail in the Tropic.
Listiyowati dan Roospitasari .1992. Tatalaksana Budidaya Puyuh secara Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta.
Moreng, R. E and J.S. Avens. 1985. Poultry Science and Production. Reston-Publishing Company Inc., Reston, Virginia.
North, M.O. and D.D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 3 rd Ed. Van Nostrand Reinhold.
(Nugroho dan Mayun. 1996. Beternak Burung Puyuh (Quail). Coturnix coturnix japonica. Penerbit Eka Offset. Semarang.
Suharno, B. 1994. Beternak Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta.
Winarno, F.G dan S. Fardiaz. 1995. Biofermentasi dan Biosintesa Protein. Penerbit Gramedia, Jakarta.
(25)
(1)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4 5
R0 20,72 20,57 20,77 20,84 20,66 103,56 20,71 a
R1 20,79 20,75 20,80 20,90 20,88 104,12 20,82 a
R2 20,86 20,79 20,85 20,77 20,70 103,97 20,79 a
R3 20,74 20,81 20,79 20,65 20,84 103,83 20,76 a
Keterangan : Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata P(<0,05)
Uji statistik menunjukkan bahwa pemberian starbio sebagai campuran dalam ransum tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap konsumsi ransum. Hal ini menunjukkan pemberian starbio pada interval 0,5 sampai 0,15% belum mempengaruhi terhadap daya cerna makanan yang lebih meningkat dibandingkan tanpa pemberian starbio (ransum kontrol).
4.2 Pertambahan Bobot Badan
Rataan pertambahan bobot badan puyuh selama penelitian secara angka dari tertinggi sampai terendah berturut-turut adalah 3,11; 3,07; 2,69 dan 2,63 gr/ek/hr masing-masing untuk R2; R1; R3 dan R0. Uji statistik menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P>0,05) diantara perlakuan starbio dalam ransum puyuh.
Hasil uji perbandingan Duncan menunjukkan pemberian starbio pada taraf 0,5% dan 0,10% tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05) tetapi menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05) pertambahan bobot badan yang lebih baik dibandingkan perlakuan R0 (kontrol) dan R4 (Pemberian 0,15%).
Tabel 3. Rataan Pertambahan Berat Badan Burung Puyuh Selama Penelitian (gr/ek/hr)
(2)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4 5
R0 2,70 2,76 2,49 2,56 2,46 10,53 2,63 b
R1 3,03 3,06 3,15 3,03 2,61 12,28 3,07 a
R2 2,83 2,94 2,70 2,99 2,54 12,46 3,11 a
R3 2,89 2,78 2,56 2,54 2,24 10,78 2,69 b
Keterangan : Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata P(<0,05)
4.3 Produksi Telur
Rataan produksi telur puyuh selama penelitian bila diamati secara angka produksi tertinggi adalah R0, R1, R2 dan R3 berturut-turut 55,42%, 53,17%, 52,67,% dan 52,38%.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pengaruh pemberian starbio dalam ransum puyuh ternyata tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata (P<0,05) diantara perlakuan.
Tabel 4. Rataan Produksi Telur Burung Puyuh selama 4 Minggu Penelitian (%)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4 5
R0 54,52 57,85 55,23 58,33 51,19 277,12 55,42 a
R1 52,99 52,62 57,14 53,09 50,00 265,84 53,17 a
R2 52,86 55,48 52,86 49,76 52,38 263,34 52,67 a
R3 52,38 51,67 50,25 53,33 54,28 261,91 52,38 a
Keterangan : Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata P(<0,05)
4.4 Berat Telur
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata berat telur puyuh selama penelitian adalah berkisar 10 gram per butir (Tabel 5). Hasil uji statistik
(3)
menunjukkan bahwa pemberian starbio dalam ransum puyuh tidak mempengaruhi adanya perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap berat telur. Tabel 5. Rataan Berat Telur Burung Puyuh selama 4 Minggu Penelitian
(gr/ekor/hari)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4 5
R0 09,67 10,17 10,05 10,20 10,39 50,48 10,10 a
R1 10,30 10,40 10,17 10,27 10,07 51,21 10,24 a
R2 10,33 10,36 10,25 10,31 10,31 51,56 10,31 a
R3 10,08 10,39 10,47 10,12 10,16 51,22 10,24 a
Keterangan : Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata P(<0,05)
4.5 Konversi Ransum
Perhitungan konversi ransum diperoleh dari perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan berat telur selama penelitian. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pemberian starbio dalam ransum tidak menunjukkan adanya pengaruh yang nyata terhadap konversi ransum (P<0,05). Secara angka konversi ransum ini masih dibawah penelitian Nugroho (1993) diperoleh konversi ransum sebesar 2,11-2,72.
Tabel 6. Rataan Konversi Ransum Burung Puyuh selama Penelitian
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4 5
R0 2,14 2,04 2,06 2,04 1,98 10,26 2,05 a
R1 2,01 1,99 2,04 2,03 2,06 10,13 2,03 a
R2 2,02 2,00 2,03 2,00 2,00 10,05 2,01 a
R3 2,05 1,99 2,01 2,03 2,05 10,13 2,03 a
Keterangan : Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata P(<0,05)
(4)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain sebagai berikut :
1. Pemberian starbio dalam ransum burung puyuh pada level 0,5 ; 0,10 dan 0,15 tidak berpengaruh terhadap konsumsi ransum, produksi telur, berat telur dan konversi pakan (P<0,05) tetapi secara nyata berpengaruh terhadap kenaikan bobot badan (P>0,05).
2. Pemberian starbio pada level 0,5 dan 0,10 dalam ransum burung puyuh berpengaruh secara nyata (P>0,05) lebih baik dibandingkan tanpa pemberian starbio dan pemberian 0,15%.
5.2. Saran-saran
Perlu penelitian lebih lanjut untuk mempelajari pemberian starbio pada level diatas 0,15 % dengan menggunakan ransum konvensional.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2001. Hemat Pakan. Trubu8s. Edisi Juni. ISSN 1441-5816
Banks, S. 1979. The Complete Handbook of Poultry Keeping. Van Nonstrand Reinhol Company, New York.
Bologna, G. 1984. The Macdonald Encyclopedia of Birds of the Word. London Etches, R.J. 1996. Reproduction in Poultry. Cab International. The University
Press, Cambridge.
Lee, T.K, K.F. Shim and E.L. Tan. 1987. Protein Requirement of Growing Japanese Quail in the Tropic.
Listiyowati dan Roospitasari .1992. Tatalaksana Budidaya Puyuh secara Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta.
Moreng, R. E and J.S. Avens. 1985. Poultry Science and Production. Reston-Publishing Company Inc., Reston, Virginia.
North, M.O. and D.D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 3 rd Ed. Van Nostrand Reinhold.
(Nugroho dan Mayun. 1996. Beternak Burung Puyuh (Quail). Coturnix coturnix japonica. Penerbit Eka Offset. Semarang.
Suharno, B. 1994. Beternak Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta.
Winarno, F.G dan S. Fardiaz. 1995. Biofermentasi dan Biosintesa Protein. Penerbit Gramedia, Jakarta.
(6)