PENGARUH EFEK RUMAH KACA TERHADAP PERUBA

PENGARUH EFEK RUMAH KACA
TERHADAP PERUBAHAN IKLIM EKSTRIM
Oleh Diniya, S.Pd
Pendidikan Fisika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Syiah Kuala
Abstrak: Dewasa ini, demi kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari manusia
menciptakan alat-alat yang dapat membantu memenuhi kebutuhan hidup seperti kulkas,
kendaraan bermotor dan lainnya. Akan tetapi alat-alat tersebut memproduksi gas CO 2 dan CFC,
merupakan jenis gas rumah kaca, yang berlebihan. Akibatnya terjadi penumpukan gas rumah
kaca yang berlebihan pula pada lapisan atmosfer menyebabkan terjadinya efek rumah kaca yang
kemudian menahan panas matahari. Sehingga panas yang akan dipancarkan oleh bumi ke
angkasa kembali lagi terpancar ke bumi. Hubungan suhu dan panjang gelombang dapat dihitung
dengan menggunakan hukum pergeseran Wien. Penulisan makalah ini bertujuan untuk
membahas lebih lanjut pengaruh efek rumah kaca terhadap perubahan iklim ekstrim.
Pembahasan masalah dalam makalah ini dengan metode literatur yakni pengumpulan bahan
bacaan dari jurnal, buku, modul perkuliahan, dan booklet. Hasil analisa penulisan makalah
didapat bahwa adanya pengaruh efek rumah kaca terhadap perubahan iklim ekstrim, peningkatan
suhu di atmosfer, dan peristiwa meteorologi lainnya
Kata kunci: gas rumah kaca, efek rumah kaca, perubahan iklim ekstrim.
Latar Belakang
Seiring

bertambahnya
populasi
manusia di muka bumi, maka semakin
bertambah pula kebutuhan manusia. Demi
kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan
hidup sehari-hari manusia menciptakan alatalat yang dapat membantu memenuhi
kebutuhan mereka. Akan tetapi setiap alat
yang diciptakan manusia memiliki efek
positif
dan
efek
negatif
yang
ditimbulkannya. Tanpa disadari dampak
buruk yang akan terjadi bagi kehidupan di
bumi terjadi seperti timbulnya pemanasan
global dan perubahan iklim yang ekstrim.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh
Hanapiah (2011) bahwa pemanasan global
(Global Warming) adalah fenomena

peningkatan temperatur rata-rata atmosfer,
laut dan daratan bumi dari tahun ke tahun
yang digambarkan seperti terjadinya efek
rumah kaca (greenhouse effect) yang
disebabkan oleh meningkatnya emisi gasgas seperti karbon dioksida (CO2) yang

berasal dari kendaraan bermotor, metana
(CH4),
dinitrooksida
(N2O)
dan
klorofluokarbon (CFC) sehingga energi
matahari terperangkap dalam atmosfer bumi.
Telah kita ketahui bersama bahwa
konsentrasi gas rumah kaca (GRK) yang
meningkat di atmosfer menyebabkan suhu
bumi semakin memanas. Perubahan tekanan
udara
akibat
memanasnya

bumi
menyebabkan iklim secara keseluruhan juga
ikut berubah (Setyanto, 2008).
Perubahan
iklim
global
mengakibatkan iklim di utara dan selatan
zona iklim sedang akan bergeser ke arah
kutub. Diperkirakan lebih dari 10%
tumbuhan di berbagai daerah di Amerika
Serikat tidak dapat bertahan hidup terhadap
kondisi iklim baru yang lebih hangat. Jika
mereka tidak dapat bermigrasi ke lokasi
baru, maka mereka akan punah. Fragmentasi
habitat akibat kegiatan manusia dapat
memperlambat dan mencegah berbagai
1

spesies untuk bermigrasi ke daerah baru
yang lebih sesuai habitatnya. Tidak

diragukan lagi akan banyak spesies yang
terbatas distribusinya atau kemampuan
menyebarnya rendah, akan punah di
kemudian hari (Adirachman, 2011).
Cuaca di bumi sangat dipengaruhi oleh
radiasi matahari. Radiasi matahari yang
mencapai bumi mencapai 342 Wm-2. Sekitar
30% dari radiasi tersebut dipancarkan
kembali ke angkasa luar karena adanya
awan dan permukaan bumi. Permukaan
bumi akan menyerap radiasi matahari
sebesar 168 Wm-2, sedangkan atmosfer
menyerap 67 Wm-2. Atmosfer mempunyai
beberapa lapis gas, termasuk gas rumah kaca
dan awan yang akan mengemisikan kembali
sebagian radiasi infra merah yang diterima
ke permukaan bumi. Dengan adanya lapisan
ini maka panas yang ada di permukaan bumi
akan bertahan dan proses ini dinamakan efek
rumah kaca. Untuk jangka panjang akan

terjadi keseimbangan antara radiasi yang
masuk dan keluar sehingga suhu di bumi
mencapai nilai tertentu (Sugiyono, 2006).
Segala sumber energi yang terdapat di
bumi berasal dari matahari. Sebagian besar
energi tersebut dalam bentuk radiasi
gelombang pendek termasuk cahaya tampak.
Ketika energi mengenai permukaan bumi, ia
akan berubah dari cahaya menjadi panas.
Kemudian permukaan bumi akan menyerap
sebagian panas dan memancarkan kembali
sisanya sebagai radiasi infra merah
gelombang panjang ke angkasa luar. Namun,
sebagian panas tetap terperangkap di
atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah
gas rumah kaca yang menjadi perangkap
gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap
dan radiasi gelombang yang dipancarkan
kembali oleh bumi dan sebagai akibatnya
panas tersebut akan tersimpan di permukaan

bumi. Hal ini terjadi berulang-ulang dan
mengakibatkan suhu rata-rata bumi terus
meningkat (Winarso, 2009).

Perubahan iklim juga akan membawa
bencana yang berlangsung secara perlahanperlahan seperti kenaikan permukaan air laut
dan intrusi ke delta-delta sungai yang
merusak
ekosistem
pesisir
serta
menghancurkan
mata
pencaharian
masyarakat. Hal ini menyebabkan lebih
banyak
korban
jiwa,
penderitaan,
kemiskinan, gangguan pelayanan sosial,

porak-porandanya
harta
benda
dan
infrastruktur,
kemunduran
dalam
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan,
serta
kerusakan
lingkungan
hidup
(Moediarta, 2007).
Rumusan Masalah
Adapun
yang
menjadi
rumusan masalah dalam penulisan
ini adalah bagaimanakah pengaruh
efek rumah kaca (ERK) terhadap

perubahan iklim ekstrim?
Tujuan
Adapun
tujuan
penulisan
makalah
ini
adalah
untuk
membahas pengaruh efek rumah
kaca (ERK) terhadap perubahan
iklim ekstrim.
Manfaat
1) Dapat mengetahui bahwa ERK
yang
banyak
tertimbun
di
atmosfer
memiliki

dampak
terhadap
pemanasan
global
yang
kemudian
membuat
terjadinya
perubahan
iklim
ekstrim.
2) Dapat membaca lebih lanjut
pada
referensi
lain
akan
bagaimana cara mengurangi
tingkat ERK sebagai penyebab
perubahan iklim ekstrim.
3) Dapat

menambah
wawasan
tentang pengaruh ERK dan
hubungannya
terhadap
perubahan iklim ekstrim.
2

Landasan Teoretis
Menurut Abdullah (2009) GRK adalah
gas-gas yang tertimbun di atmosfer yang
sifatnya “menyerap” radiasi gelombang
panjang
(sinar
infra
merah)
dan
menyebabkan naiknya suhu di bumi atau
gas-gas di atmosfer yang bertindak sebagai
rumah kaca.

GRK yang penting kontribusinya
terhadap pemanasan global adalah carbon
dioxide (CO2), methane (CH4), dinitro-oxide
(N2O),
perfluorocarbon
(PFC),
hydrofluorocarbon (HFC) dan sulphur
hexafluoride (SF6) (Sugiyono, 2006).
Gas CO2 merupakan gas yang tak
berwarna, tak berbau, dan mudah larut
dalam air, meneruskan sinar matahari
gelombang pendek tapi menahan pancaran
energi matahari yang berupa gelombang
panjang (sinar infra merah). Jika jumlahnya
melebihi ambang batas (melebihi 380 bpj),
maka akan membentuk selubung di atmosfer
(Budisma, 2012).
Sumber GRK
Troposfer adalah lapisan atmosfer
terendah yang di dalamnya mengandung
gas-GRK yang menyebabkan efek rumah
kaca dan pemanasan global. GRK yang
berada di atmosfer (troposfer) dihasilkan
dari berbagai kegiatan manusia terutama
yang berhubungan dengan pembakaran
bahan bakar fosil (minyak, gas, dan batu
bara). GRK yang dihasilkan dari kegiatan
tersebut, seperti H2O (uap air), CO2 (karbon
dioksida), O3 (ozon), CH4 (metana), N2O
(dinitrogen oksida), CFC (kloroflorokarbon:
CFC R-11 dan CFC R-12), dan gas lainnya
seperti HFCS, PFCS, dan SF6 (Rifa, 2010).
Menurut Abdullah (2009) yakni
sumber-sumber GRK sangat beragam tetapi
dapat
dikelompokkan
menjadi
dua
kelompok yakni sumber yang bersifat alami
dan akibat aktivitas manusia (antropogenik).
Jenis GRK yang sangat beragam namun ada
beberapa yang penting yakni uap air, CO2,
metana, nitrat oksida, dan ozon. Selain itu

ada juga gas buatan seperti CFC yang
mempunyai ERK sangat kuat.
Gas-gas tersebut sebenarnya muncul
secara alami di lingkungan, tetapi dapat juga
timbul akibat aktivitas manusia. GRK yang
paling banyak adalah uap air dan karbon
dioksida (CO2) yang timbul dari berbagai
proses alami seperti: letusan vulkanik,
pernafasan hewan dan manusia dan
pembakaran material organik seperti
tumbuhan (Razak, 2009).
Gas Rumah Kaca
Efek rumah kaca pertama kali
dikemukakan oleh Joseph Fourier pada
tahun 1824, ia mengungkapkan bahwa ERK
merupakan sebuah proses dimana atmosfer
memanaskan sebuah planet (Abdullah,
2009).
Istilah efek rumah kaca, diambil dari
cara tanam yang digunakan para petani di
daerah iklim sedang (negara yang memiliki
empat musim). Para petani biasa menanam
sayuran atau bunga di dalam rumah kaca
untuk menjaga suhu ruangan tetap hangat.
Demikian halnya salah satu fungsi atmosfer
bumi
ialah
seperti
rumah
kaca
(Nurcahyanto, 2011).
Perubahan Iklim Ekstrim
Pengaruh pemanasan global akibat
ERK
yakni
salah
satunya
adalah
peningkatan suhu udara berpengaruh dalam
lingkungan laut karena atmosfer dan lautan
adalah dua lingkungan yang saling
berinteraksi dan mengontrol iklim di bumi.
Jika terjadi peningkatan suhu udara, maka
akan meningkatkan suhu permukaan laut
dan berpengaruh terutama pada pola arus
dan tekanan udara di berbagai lautan
sehingga mengubah pola iklim atau cuaca di
permukaan bumi (Rani, 2001).
Dampak pemanasan global akibat
meningkatnya GRK dalam atmosfer telah
membahayakan sistem iklim di bumi.
Gangguan terhadap sistem ekologi bumi
3

yang ditimbulkan juga membawa perubahan
cuaca, iklim, curah hujan dan gelombang
panas (Hadad, 2010).
ERK
menyebabkan
terjadinya
akumulasi panas (atau energi) di atmosfer
bumi. Adanya akumulasi yang berlebihan,
iklim global melakukan penyesuaian.
Penyesuaian yang dimaksud salah satunya
adalah peningkatan temperatur bumi dan
berubahnya iklim regional (Anonim, 2011).
Sumber energi bagi bumi berasal dari
matahari. Energi tersebut berbentuk radiasi
gelombang pendek, termasuk cahaya
tampak. Ketika energi ini tiba permukaan
bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas
yang menghangatkan bumi. Permukaan
bumi akan menyerap sebagian panas dan
memancarkan kembali sisanya. Sebagian
dari panas ini berwujud radiasi infra merah
gelombang panjang ke angkasa luar. Namun
sebagian panas tetap terperangkap di
atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah
gas rumah kaca yang menjadi perangkap
gelombang radiasi ini. GRK menyerap dan
memancarkan kembali radiasi gelombang
yang dipancarkan bumi dan akibatnya panas
tersebut akan tersimpan di permukaan bumi.
Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga
mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi
terus meningkat. Ilustrasi kejadian efek
rumah kaca dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Efek Rumah Kaca Sebagai
Penyebab
Perubahan
Iklim
Ekstrim
(Maulana, 2012).
Sinar infra merah yang dipancarkan
bumi kemudian diserap oleh molekul gas

yang antara lain berupa uap air atau H2O,
CO2, metana (CH4), dan ozon (O3). Sinar
panas infra merah ini terperangkap dalam
lapisan troposfer dan oleh karenanya suhu
udara di troposfer dan permukaan bumi
menjadi naik. Terjadilah ERK dan gas yang
menyerap sinar infra merah disebut GRK.
Seandainya tidak ada ERK, suhu rata-rata
bumi akan sekitar minus 18oC. Dengan
adanya ERK suhu rata-rata bumi menjadi
15oC, yaitu dengan kenaikan 33oC. Jadi,
ERK membuat suhu bumi sesuai untuk
kehidupan manusia. Ketika pancaran sinar
infra merah terperangkap oleh CO 2 dan gas
lainnya, maka sinar infra merah akan
kembali dipancarkan menuju ke bumi dan
suhu bumi menjadi naik. Dibandingkan pada
tahun 50-an, kini suhu bumi telah naik
sekitar 0,20 oC.
ERK disebabkan karena naiknya
konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) dan
gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan
konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh
kenaikan pembakaran bahan bakar minyak
(BBM), batu bara dan bahan bakar organik
lainnya yang melampaui kemampuan
tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk
mengabsorbsinya. Energi yang masuk ke
bumi, 25% dipantulkan oleh awan atau
partikel lain di atmosfer, 25% diserap awan,
45% diabsorpsi permukaan bumi dan 5%
dipantulkan kembali ke permukaan bumi.
Energi
yang
diabsorbsi
kemudian
dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi
infra merah oleh awan dan permukaan bumi.
Namun sebagian besar infra merah yang
dipancarkan bumi ke angkasa tertahan oleh
awan dan gas CO2 dan gas lainnya di
atmosfer dan dikembalikan ke permukaan
bumi. Dalam keadaan normal, efek rumah
kaca diperlukan, sehingga perbedaan suhu
antara siang dan malam di bumi tidak terlalu
jauh berbeda (Razak, 2009).
Holum (1998) memperkirakan, efek
rumah kaca telah meningkatkan suhu bumi
rata-rata 1-5°C. Bila kecenderungan
4

peningkatan gas rumah kaca tetap seperti
sekarang akan menyebabkan peningkatan
pemanasan global antara 1,5-4,5°C sekitar
tahun
2030.
Dengan
meningkatnya
konsentrasi gas CO2 di atmosfer, maka akan
semakin banyak gelombang panas yang
dipancarkan dari permukaan bumi diserap
atmosfer. Hal ini akan mengakibatkan suhu
permukaan bumi menjadi meningkat. Efek
buruk dari gas rumah kaca yaitu, jika terjadi
akumulasi di atmosfer bumi akan
menyebabkan kenaikan temperatur bumi
secara global, bisa berdampak fatal bagi
alam lingkungan dan manusia di masa
depan. Tahun 1967 lalu, pakar astrofisika
Jerman, Albrecht Unsöld meramalkan,
dalam 3,5 milyar tahun mendatang,
intensitas Matahari akan meningkat 40 %.
Bumi yang bersuhu super panas akan kering
kerontang dan semua kehidupan musnah.
Hukum Pergeseran Wien
Wien menyatakan ada hubungan
antara suhu suatu benda hitam sempurna dan
panjang gelombang dalam mana radiasi total
λmaks
akan berharga maksimum pada
yaitu :
λmaks . T = C
= 2,898 x 10-3 (mK)
dengan λmaks
merupakan
panjang
gelombang (dalam meter) yang berhubungan
dengan intensitas radiasi maksimum benda
hitam, T adalah suhu mutlak dari benda
yang memancarkan radiasi dan C
merupakan tetapan pergeseran Wien sebesar
2,898 x 10-3 mK (Sutiadi, 2010).
Berikut
diperhitungkan
kembali
panjang gelombang radiasi matahari yang
dipancarkan kembali oleh bumi ke angkasa.
Diketahui suhu rata-rata bumi sebesar 30oC
= 303 K dan nilai tetapan pergeseran Wien
sebesar 2,898 x 10-3 mK.
λmaks . T = 2,898 x 10 (mK)
-3

−3

λmaks =

2,898 x 10 mK
303 K
λmaks = 0,0096 x 10-3 m
= 9,6 x 10-6 m x 109 nm
= 9600 nm

Perhitungan di atas menunjukkan bahwa
panjang gelombang tersebut merupakan
jenis infra merah jauh. Ada 3 jenis sinar
infra merah:
1) infra merah dekat (0,75-1,5 nm)
2) infra merah tengah (1,5-10 nm)
3) infra merah jauh (10-10000 nm)
Dapat dihitung pula energi yang
dipancarkan
oleh
bumi
dengan
menggunakan formula:
E=

hc 6,6 .10−34 J . s × 3. 108 m. s−1
=
λ
9,6 x 10−6 m
E ¿ 2,06 x 10−20 J

Perhitungan di atas sesuai dengan
grafik pada Gambar 3.2 yakni semakin jauh
panjang gelombang yang dipancarkan oleh
bumi ke angkasa maka semakin kecil energi
yang dipancarkan.
Gambar 3.2 Hukum Pergeseran Wien

(Sutiadi, 2010).
Benda hitam adalah suatu benda yang
menyerap seluruh radiasi elektromagnetik
yang datang kepadanya (daya absorpsi = 1).
Benda hitam diaproximasikan sebagai suatu
5

rongga yang diberi lubang kunci. Setiap
berkas cahaya yang masuk rongga akan
jatuh pada dinding dalam dan akan
mengalami penyerapan energi oleh dinding.
Sisanya dipantulkan sehingga seluruh energi
berkas cahaya itu habis diserap oleh dinding
(Keller, 2012).

Setiap benda bahkan pada suhu biasa,
mengeluarkan energi dalam bentuk radiasi
elektromagnetik. Pada suhu biasa misalnya
20oC hampir seluruh energi dibawa melalui
gelombang infra merah dengan panjang
gelombang yang lebih panjang dari cahaya
tampak (Young, 479: 2002).
pada lapisan troposfer merupakan
lapisan terbawah dari atmosfer. Pada lapisan
inilah terjadi peristiwa alam yang
memberikan dampak bagi kehidupan
manusia. Apabila suhu pada lapisan
stratosfer meningkat maka tekanannya pun
menjadi menaik/tinggi sehingga udara pada
lapisan ini bergerak menuju tempat yang
memiliki
udara
bertekanan
rendah.
Terjadilah kekosongan udara pada lapisan
troposfer kemudian diisi dengan udara yang
bertekanan tinggi. Semestinya siklus alam
seperti angin yang terjadi sesuai dengan
waktunya tapi kali ini disebabkan oleh ERK
dan peningkatan suhu maka peristiwa angin
musim menjadi lebih cepat atau bahkan
menyebabkan badai yang tak diinginkan.
Jerry Mahlman, dari NOAA (National
Oceanic and Atmospheric Administration),
pada tahun 1987 memberikan penjabaran
dari model matematika tiga dimensi sistem
cuaca mengenai bagaimana perkiraan
pengaruh pertambahan gas-gas rumah kaca
terhadap perubahan iklim (Silver, C S &
Ruth S.: 1992), yaitu sebagai berikut:

Pendinginan stratosfer besar-besaran.
Berkurangnya kadar ozon di Stratosfer
akan mengurangi daya absorbsinya
terhadap radiasi matahari dan dengan
demikian
mengurangi
kenaikan
temperatur. Di samping itu naiknya






konsentrasi GRK di troposfer akan
mengurangi penerimaan radiasi infra
merah di stratosfer. Gabungan dari
kedua hal tersebut akan menurunkan
temperatur stratosfer bagian bawah
secara nyata sekitar 100 C sampai
200 C.
Kenaikan temperatur permukaan
global rata-rata.
Dengan adanya penumpukan GRK di
troposfer
kenaikan
temperatur
permukaan global rata-rata jangka
panjang, diperkirakan berkisar antara
1,50C sampai 50C.
Kenaikan presipitasi global rata-rata.
Kenaikan temperatur permukaan bumi
akan meningkatkan penguapan air
sehingga
kebutuhan
air
akan
meningkat. Di pihak lain kenaikan
penguapan juga akan menambah
terbentuknya banyak awan sehingga
curah hujan akan berubah. Ada daerah
yang mengalami penurunan curah
hujan dan ada pula yang mengalami
kenaikan. Hal ini akan mengacaukan
sistem pertanian yang ada dan
diperlukan biaya sangat besar untuk
melakukan penyesuaian.
Frekuensi dan intensitas badai tropis
dan topan mungkin meningkat.
Fenomena El Nino berkaitan dengan
peningkatan suhu permukaan lautan di
Pasifik ekuator.

Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan sebelumnya
dapat disimpulkan bahwa efek rumah kaca
mempengaruhi perubahan iklim ekstrim.
Matahari memancarkan sinarnya ke bumi.
Pancaran sinar matahari dan kandungan gas
rumah kaca seperti CO2, CFC, H2O, dan
lainnya pada atmosfer bumi di lapisan
troposfer menyebabkan suhu bumi menjadi
hangat.
Perkembangan
teknologi
mengakibatkan peningkatan penggunaan
6

alat-alat yang mengeluarkan gas rumah kaca
seperti CO2. CFC, dan lainnya. Kandungan
gas rumah kaca di lapisan troposfer
meningkat menyebabkan suhu meningkat
dan tekanan udara menjadi tinggi. Udara
pada lapisan troposfer berpindah menuju
daerah yang bertekanan rendah. Kemudian
aliran udara bertekanan tinggi mengalir
menuju udara bertekanan rendah. Kondisi
seperti ini terjadi secara mendadak
mengakibatkan terjadinya perubahan iklim
ekstrim pada lapisan troposfer sehingga
menimbulkan
berbagai
peristiwa
meteorologi yang ekstrim pula.
Daftar Pustaka
Abdullah dan Khairuddin. 2009. Emisi Gas
Rumah Kaca dan Pemanasan
Global. Biocelebes, 3, 1, hlm 10-19.
Adibroto, Tusy A. dkk. 2011. Iptek Untuk
Adaptasi Perubahan Iklim: Kajian
Kebutuhan Tema Riset Prioritas.
Jakarta: Dewan Riset Nasional.
Adirachman. 2011. Perubahan Iklim dan
Efek
Rumah
Kaca.
ciptakarya.pu.go.id/dok/bulletin/bull
etinCK_sep11.pdf. (Diakses pada 20
September 2012).
Aldrian, Edvinn dan Dian Nur Ratri. 2011.
Pertanyaan Yang Sering Diajukan
Mengenai
Perubahan
Iklim
Disarikan Dari IPCC Report 2007.
Jakarta Pusat: BMKG, Pusat
Perubahan Iklim dan Kualitas Udara.
Anonim. 2011. Pemanasan Global dan
Perubahan Iklim. http://geografigeografi.blogspot.com/2011/12/pema
nasan-global-dan-perubahaniklim.html. (Diakses pada 17 April
2013).
Anonim. 2010. Energi Matahari dan
Radiasi
Matahari.
repository.usu.ac.id/bitstream/.../207
43/.../Chapter%20II.pdf.
Medan:
Universitas Sumatera.
Astra, I Made. 2010. Energi dan
Dampaknya Terhadap Lingkungan.

Meterologi dan Ilmu Fisika 11, 2,
hlm 127.
BMKG. 2012. Buku Informasi Perubahan
Iklim dan Kualitas Udara di
Indonesia. Jakarta Pusat: Badan
Meteorologi
Klimatologi
dan
Geofisika.
Boer, Rizaldi. Tanpa Tahun. Perubahan
Iklim dan Pengurangan Resiko
Bencana. Bogor: Laboratorium
Klimatologi Institut Pertanian Bogor.
Bond. 2012. Pertanyaan Untuk Felix
Baumgartner.
http://gemuruhdankilat.wordpress.co
m/2012/10/16/pertanyaan-untukfelix-baumgartner/. (Diakses pada 17
April 2013).
Cahyono, W. Eko. Tanpa Tahun. Dampak
Aktivitas
Matahari
Terhadap
Kenaikan
Temperatur
Global.
Jakarta: Peneliti Pusat Pemanfaatan
Sains Atmosfer dan Iklim Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional
LAPAN.
Dhakidae, Daniel, dkk. 2010. Perubahan
Iklim dan Tantangan Global.
PRISMA, 29, 2.
Department of Energy. 2010. Atmospheric
System Research (ASR) Science and
Program Plan. United States: Office
of Science.
Eliyunus. 2010. Pengukuran Kadar Gas
Pencemar Nitrogen Dioksida (NO2)
Di Udara Sekitar Kawasan Industri
Medan.
http://repository.usu.ac.id/handle/123
456789/20755.
(Diakses
pada
Januari 2013).
Gerlich, Gerhard. 2009. Falsification of The
Atmospheric
CO2
Greenhouse
Effects Within The Frame of Physics.
Federal Republic of Germany:
Institut offur Mathematische Physik
Technische
Universitat
Carolo
Wilhelmina
zu
Braunschweig
Mendelssohnstrabe.
7

Goeritno, Arief. Tanpa Tahun. Kemungkinan
Pengenaan Pajak Terhadap Emisi
CO2 Industri. Bandung: Pusat
Pengembangan Pengelolaan Limbah
Radioaktif Badan Tenaga Atom
Nasional BATAN.
Hadad, Ismi. 2009. Low Carbon on
National Council of Climate
Change.
http://siteresources.worldbank.org/IN
TCARBONFINANCE/Resources/ID
_Low_Carbon_Barcelona_Carbon_E
xpo_May_28_2009_short_revised.pd
f. (Diakses pada 20 September
2012).
Hanapiah, Ali. 2011. Praktek Lingkungan
Hidup.
Jawa
Barat:
Institut
Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).
____________. 2011. Ancaman Globalisasi.
Jawa Barat: Institut Pemerintahan
Dalam Negeri (IPDN).
Holum. 1998. Fundamentals Of General,
Organic, and Biological Chemistry.
New York : John Wiley & Sons.
IPCC.
2007.
Energy.
Guidelines
for National
Greenhouse
Gas
Inventories, Vol. 2. Switzerland:
Intergovernmental Panel on Climate
Change.
Johnson,
Claes.
2010.
Climate
Thermodynamics: Thermodynamics
+
Radiation.
http://claesjohnson.blogspot.com/201
0/08/basic-model-of-globalclimate.html. (Diakses pada 25
Maret 2013).
Keller dan Botkin. 2008. Earth Atmosphere
and
Climate,
in:
Essential
Environmental Science. USA: John
Wiley & Sons, Inc. p.267-289.
Keller, Andy Thomas. 2012. Black Body
Radiation.
ay20andykeller.blogspot.com. (Diakses
pada Januari 2013).
Manan, Saiful. Tanpa Tahun. Energi
Matahari, Sumber Energi Alternatif

Yang Effisien, Handal dan Ramah
Lingkungan Di Indonesia. Semarang:
Fakultas
Teknik
Universitas
Diponegoro.
Maulana, 2012. Efek Rumah Kaca Terhadap
Kehidupan.
http://maulanahavidh.blogspot.com/2
012/09/efek-rumah-kaca-terhadapkehidupan.html.
(Diakses
pada
September 2012).
Moediarta, Rani. 2007. Sisi Lain Perubahan
Iklim: Mengapa Indonesia Harus
Beradaptasi Untuk Melindungi
Rakyat Miskinnya. Jakarta: UNDP.
Mulyadi. 2011. Pemanasan Global. Jakarta:
Yayasan Pelestarian Alam dan
Kehidupan Liar Indonesia The
Indonesian Wildlife Conservation
Foundation (IWF).
Nasrullah. Tanpa Tahun. Perubahan Iklim
dan Trend Data Iklim. Jakarta:
Bidang Informasi Perubahan Iklim
BMKG.
Nurcahyanto. 2011. Mengenal Efek Rumah
Kaca.
http://nurcahyanto88.wordpress.com/
2011/03/29/mengenal-efek-rumahkaca/. (Diakses pada 20 Oktober
2012).
Nurmaini. Tanpa Tahun. Peningkatan ZatZat
Pencemar
Mengakibatkan
Pemanasan Global. Medan: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 61 Tahun 2011. Tentang
Rencana Aksi Nasional Penurunan
Emisi Gas Rumah Kaca.
Purba. 2010. Analisis Spasial Hubungan
Penggunaan Lahan dengan Suhu
Udara.repository.usu.ac.id/bitstream/
.../16315/.../Chapter%20II.pdf.
(Diakses pada Januari 2013).
Rani, Chair. 2001. Perubahan Iklim:
Kaitannya
Dengan
Terumbu
Karang. Skripsi Sarjana (Tidak
8

Diterbitkan). Makassar: Fakultas
Ilmu Kelautan dan Perikanan
Universitas Hasanuddin.
Razak, Abdul. 2008. Kajian Yuridis
CarbonTrade dalam Penyelesaian
Efek Rumah Kaca. Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada.
Rahmat, 2011. Perubahan Iklim: Bencana
Masa Kini atau Masa Datang?.
Jakarta: Sekretariat Tim Pelaksana
BKPRN.
Rifa. 2010. Gas Rumah Kaca dan
Pemanasan
Global.
http://rifa.student.umm.ac.id/2010/02
/05/gas-rumah-kaca-dan-pemanasanglobal/. (Diakses pada 10 Januari
2013).
Retno, Dewi. 2009. Isu Pemanasan Global.
http://xfileenigma.blogspot.com/2009/10/apaka
h-isu-pemanasan-global-akan.html.
(Diakses pada 20 Februari 2013).
Rositasari, Ricky, dkk. 2010. Kerentanan
Pesisir
Cirebon
Terhadap
Perubahan Iklim. Jakarta: Pusat
Penelitian Oseanografi, LIPI.
Setiawan, Iwan dan Rida Samdara. 2010.
Prakiraan Suhu Rerata Permukaan
Bumi Melalui Analisis Fisis Efek
Rumah Kaca dan Pemanasan
Global. Prosiding Pertemuan Ilmiah
XXIV HFI Jateng dan DIY,
Semarang, 10 April 2010 hal 289298.
Setiawan, Agus dan Febian. 2012.
Penerbangan dan Perubahan Iklim.
http://www.dw.de/penerbangan-danperubahan-iklim/a-15758593.
(Diakses pada 17 April 2013).
Setyanto, Prihasto. 2008. Perlu Inovasi
Teknologi Mengurangi Emisi Gas
Rumah Kaca dari Lahan Pertanian.
Sinar Tani. Jakarta Utara: Badan
Litbang Pertanian.
Silver, Cheryl Simon & Ruth S. De Fries.
1992. Satu Bumi Satu Masa Depan,

Perubahan Lingkungan Global
Kita. (Terj : Lien Amalia). Bandung.
PT. Remaja Rosda Karya.
Sudariyono. 2009. Gas Rumah Kaca Dalam
Angka. Jakarta: Asisten Deputi
Urusan
Data
dan
Informasi
Lingkungan Kementerian Negara
Lingkungan Hidup.
Sugiyono, Agus dan M. Sidik Boedoyo.
2006. Perubahan Pola Penggunaan
Energi
dan
Perencanaan
Penyediaan Energi. Jakarta: Peneliti
BPPT.
Sugiyono, Agus. 2008. Pengembangan
Bahan
Bakar
Nabati
untuk
Mengurangi Dampak Pemanasan
Global. Jakarta: Peneliti Bidang
Perencanaan
Energi
Badan
Pengkajian
dan
Penerapan
Teknologi.
Suhandi, Andi. Tanpa Tahun. BBM 8:
Radiasi
Energi
Matahari.
file.upi.edu/Direktori/DUALMODES/.../BBM_8.pd.
(Diakses
pada Januari 2013).
_____________. Tanpa Tahun. BBM 9: Efek
Radiasi Matahari Terhadap Bumi.
file.upi.edu/Direktori/DUALMODES/.../BBM_8.pd.
(Diakses
pada Januari 2013).
Sutiadi, 2010. Materi Kuliah: Ide-ide Dasar
Mekanika Kuantum.
Trismidianto, dkk. 2008. Ringkasan
Eksekutif: Konsentrasi CO2 dan Gas
Rumah Kaca (GRK). Bandung: Studi
Penentuan Konsentrasi CO2 dan Gas
Rumah Kaca (GRK) Lainnya Di
Wilayah Indonesia.
Winarso. 2009. Pemanasan Global dan
Reduksi Gas Co2. Jakarta: Staf
Pengajar Akademi Meteorologi Dan
Geofisika.
Wirahadikusumah, Reini dan Hengki Putra
Sahana. 2012. Estimasi Konsumsi
Energi dan Emisi Gas Rumah Kaca
pada Pekerjaan Pengaspalan Jalan.
9

Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang
Rekayasa Sipil, 19, 1, hlm 25.

Young

dan Freedman. 2002. Fisika
Universitas Jilid I/Edisi 10. Jakarta:
Erlangga.

10