Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Fermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) Sebagai Ransum dalam Bentuk Pelet Terhadap Performans Kelinci Peranakan Rex Lepas Sapih

(1)

PEMANFAATAN KULIT DAGING BUAH KOPI FERMENTASI

MOL (MIKROORGANISME LOKAL) SEBAGAI RANSUM

DALAM BENTUK PELET TERHADAP PERFORMANS

KELINCI PERANAKAN REX LEPAS SAPIH

SKRIPSI

Oleh:

MUHAMMAD ZAINUL IHSAN 100306014

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

PEMANFAATAN KULIT DAGING BUAH KOPI FERMENTASI

MOL (MIKROORGANISME LOKAL) SEBAGAI RANSUM

DALAM BENTUK PELET TERHADAP PERFORMANS

KELINCI PERANAKAN REX LEPAS SAPIH

SKRIPSI

Oleh:

MUHAMMAD ZAINUL IHSAN 100306014/PETERNAKAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

Judul Penelitian : Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Fermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) Sebagai Ransum Dalam Bentuk Pelet Terhadap Performans Kelinci Peranakan Rex Lepas Sapih

Nama : Muhammad Zainul Ihsan NIM : 100306014

Program Studi : Peternakan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc Usman Budi, SPt, M.Si Ketua Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan


(4)

ABSTRAK

MUHAMMAD ZAINUL IHSAN, 2014. “Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi

Fermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) Sebagai Ransum Dalam Bentuk Pelet Terhadap Performans Kelinci Peranakan Rex Lepas Sapih”. Dibimbing oleh TRI HESTI WAHYUNI dan USMAN BUDI.

Penelitian bertujuan untuk melihat pengaruh dari pemanfaatan kulit daging buah kopi fermentasi sebagai bahan pakan campuran dalam bentuk ransum pelet terhadap performans kelinci peranakan rex jantan lepas sapih. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Jl. Dr. Ahmad Sofyan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Juni 2014 - Agustus 2014. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Penelitian ini menggunakan 20 ekor kelinci peranakan rex lepas sapih dengan bobot awal rata-rata 913,05 ± 60,49 g. Perlakuan terdiri atas P0= pelet dengan pakan basal + kulit daging buah kopi tanpa fermentasi P0 30%, P1= Pelet dengan pakan basal + kulit daging buah kopi tanpa fermentasi 20% dan kulit daging buah kopi fermentasi 10%, P2= Pelet dengan pakan basal + kulit daging buah kopi tanpa fermentasi 10% dan kulit daging buah kopi fermentasi 20%, P3= Pelet dengan pakan basal + kulit daging buah kopi fermentasi 30%.

Hasil penelitian menunjukan rataan konsumsi secara berturut-turut P0, P1, P2 dan P3 yaitu 81,59, 78,86, 82,70 dan 84,23 (g/ekor/hari). Pertambahan bobot badan (PBB) secara berturut-turut 38,25, 38,10, 39,61 dan 40,75. Konversi ransum secara berturut-turut 2,13, 2,07, 2,09 dan 2,07. Hasil analisa keragaman menunjukan bahwa pemanfaatan kulit daging buah kopi fermentasi dalam bentuk ransum pelet memberikan pengaruh yang tidah berbeda nyata (P≥0,05) terhadap peformans kelinci peranakan rex jantan lepas sapih. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa kulit daging buah kopi fermentasi dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan kelinci rex lepas sapih sampai level 30%.

Kata kunci: kulit daging buah kopi, fermentasi, ransum pelet, peformans, kelinci


(5)

ABSTRACT

MUHAMMAD ZAINUL IHSAN, 2014. “Utilization of Pod Coffee Fermentated with LMO (Local Micro-organism) as Rations of Pellet to Performance of Weaning Rex Rabbit. Guidedy by TRI HESTI WAHYUNI and USMAN BUDI.

The objective of this research was utilization of pod coffee fermentated as mix feed in rations of pellet to performance of weaning male rex rabbit. This research was held in Laboratorium Biologi Ternak at Jl. Dr. Ahmad Sofyan, Faculty of Agriculture, University of Sumatra Utara on June to August 2014. The research used completly randomize design (CRD) with 4 treatments and 5 replications. This research uses 20 weaning rex rabbits with initial body weight 913.05 ± 60.49g. The treatment consists of P0 = pellet and basal feed + non pod coffee fermentated P0 (30%), P1 = pellet and basal feed + pod coffee non fermentated 20% and pod coffee fermentated 10%, P2 = pellet and basal feed + pod coffee non fermentated 10% and pod coffee fermentated 20%, P3 = pellet and basal feed + pod coffee fermentated 30%.

The result of this research indicates that the average of consumption (g/head/day) such as 81.59, 78.86, 82.70 and 84.23, respectively. The average daily gain (ADG) (g/head/day) is 38.25, 38.10, 39.61 and 40.75, respectively. The feed convertion (FCR) is 2.13, 2.07, 2.09 and 2.07, respectively. The results statistical analysis indicates that the utilizing of pod coffee fermentated in rations of pellet gives the influence not significantly different (P≥0,05) to performance of crossbred weaning male rex rabbit. The conclusion of this research that pod coffee fermentated can be use for crossbred weaning rex rabitt feed until level 30%. Keywords : pod coffee, fermentation, rations of pellet, performance, male rex rabbit.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sei Mencirim pada tanggal 15 Juli 1992 dari ayah Sudarno dan ibu Sutimah. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara.

Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Muhammadiyah 18 Medan Krio kecamatan Sunggal dan pada tahun 2010 masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalu jalur PMP (panduan minat pelajar) pilihan pertama program studi peternakan.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif mengikuti berbagai organisasi kampus seperti menjadi anggota Ikatan Mahasiswa Peternakan (IMAPET), ketua bidang dakwah Himpunan Mahasiswa Muslim Peternakan (HIMMIP) dan ketua bidang dakwah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) USU serta menjadi asisten laboratorium Bahan Pakan Ternak dan Formula Ransum (BPT), asisten laboratorium Teknologi Hasil Ternak (THT), asisten laboratorium Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan asisten laboratorium Integrasi Ternak dan Perkebunan.

Penulis juga telah melakukan praktek kerja lapangan (PKL) pada bulan Juli 2013-Agustus 2013 di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Bukit Sentang Desa Securai Utara Kecamatan Babalan Kabupaten Langkat.


(7)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik dan Potensi Ternak Kelinci ... 4

Sistem pencernaan Kelinci ... 6

Kebutuhan Pakan dan Nutrisi Kelinci ... 7

Potensi Kuli Daging Buah Kopi sabagai Pakan Ternak ... 9

Bahan Pakan Penyusun Pelet ... 11

Dedak Padi ... 11

Bungkil Kelapa ... 11

Bungkil Kedelai ... 12

Jagung ... 12

Molases ... 12

Tepung Daun Wortel ... 13

Minyak ... 14

Mineral ... 14

Urea ... 15

Fermentasi ... 15

MOL (Mikroorganisme Lokal) ... 16

Rhizopus sp ... 16

Saccharomyces sp ... 17


(8)

Pakan Pelet ... 19

Performans Ternak Kelinci ... 20

Konsumsi ... 20

Pertambahan Bobot Badan ... 21

Konversi Ransum ... 22

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 23

Bahan dan Alat ... 23

Bahan ... 23

Alat ... 23

Metode Penelitian ... 24

Parameter Yang Diamati ... 25

Pelaksanaan Penelitian ... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsusi Ransum ... 30

Pertambahan Bobot Badan ... 32

Konversi Ransum ... 34

Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 36

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 37

Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38


(9)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Perbandingan hasil daging beberapa hewan ternak (Kg) ... 5

2. Perkembangan populasi ternak kelinci per kabupaten/kota di Sumatera Utara (ekor) ... 6

3. Kebutuhan ransum kelinci lepas sapih (%) ... 8

4. Kebutuhan nutrisi kulit buah kopi berdasarkan pengolahannya (%) ... 10

5. Kandungan zat gizi kulit daging buah kopi (%) ... 10

6. Kandungan nutrisi kulit buah kopi sebelum dan sesudah difermentasi (%) ... 10

7. Komposisi kandungan nutrisi bungkil kelapa (%) ... 11

8. Kandungan nutrisi bungkil kedelai (%) ... 12

9. Komposisi kandungan nutrisi mollases (%) ... 13

10. Pemanfaatan S. cerevisiae untuk berbagai jenis ternak ... 18

11. Rataan konsumsi kelinci dalam bahan kering (BK) selama penelitian (g/ekor/hari) ... 30

13. Analisis ragam konsumsi ransum kelinci selama penelitian ... 31

12. Rataan mingguan pertambahan bobot badan kelinci peranakan rex jantan (g/ekor/hari) selama 8 minggu. ... 32

13. Analisa keragaman pertambahan bobot badan kelinci peranakan rex jantan lepas sapih selama penelitian ... 32

14. Rataan konversi ransum kelinci peranakan rex lepas sapih ... 34

15. Analisa keragaman konversi ransum kelinci peranakan rex lepas sapih ... 35

16. Tabel rekapitulasi data peformans kelinci peranakan rex lepas sapih selama penelitian (g/ekor/hari) ... 36


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No.

1. Pembuatan inokulan cair ... 42

2. Pembuatan fermentasi kulit daging buah kopi ... 43

3. Pembuatan pakan bentuk pelet ... 44

4. Kandungan nutrisi bahan pakan penyusun pelet ... 45

5. Formula ransum kelinci dengan kulit daging buah kopi ... 45

6. Grafik rataan konsumsi kelinci dalam bahan kering (BK) selama penelitian (g/ekor/hari) ... 46

7. Grafik rataan mingguan pertambahan bobot badan kelinci peranakan rex jantan (g/ekor/hari) selama 8 minggu ... 46

8. Grafik rataan konversi ransum kelinci peranakan rex lepas sapih ... 46

9. Grafik rekapitulasi data peformans kelinci peranakan rex lepas sapih selama penelitian ... 47


(11)

ABSTRAK

MUHAMMAD ZAINUL IHSAN, 2014. “Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi

Fermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) Sebagai Ransum Dalam Bentuk Pelet Terhadap Performans Kelinci Peranakan Rex Lepas Sapih”. Dibimbing oleh TRI HESTI WAHYUNI dan USMAN BUDI.

Penelitian bertujuan untuk melihat pengaruh dari pemanfaatan kulit daging buah kopi fermentasi sebagai bahan pakan campuran dalam bentuk ransum pelet terhadap performans kelinci peranakan rex jantan lepas sapih. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Jl. Dr. Ahmad Sofyan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Juni 2014 - Agustus 2014. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Penelitian ini menggunakan 20 ekor kelinci peranakan rex lepas sapih dengan bobot awal rata-rata 913,05 ± 60,49 g. Perlakuan terdiri atas P0= pelet dengan pakan basal + kulit daging buah kopi tanpa fermentasi P0 30%, P1= Pelet dengan pakan basal + kulit daging buah kopi tanpa fermentasi 20% dan kulit daging buah kopi fermentasi 10%, P2= Pelet dengan pakan basal + kulit daging buah kopi tanpa fermentasi 10% dan kulit daging buah kopi fermentasi 20%, P3= Pelet dengan pakan basal + kulit daging buah kopi fermentasi 30%.

Hasil penelitian menunjukan rataan konsumsi secara berturut-turut P0, P1, P2 dan P3 yaitu 81,59, 78,86, 82,70 dan 84,23 (g/ekor/hari). Pertambahan bobot badan (PBB) secara berturut-turut 38,25, 38,10, 39,61 dan 40,75. Konversi ransum secara berturut-turut 2,13, 2,07, 2,09 dan 2,07. Hasil analisa keragaman menunjukan bahwa pemanfaatan kulit daging buah kopi fermentasi dalam bentuk ransum pelet memberikan pengaruh yang tidah berbeda nyata (P≥0,05) terhadap peformans kelinci peranakan rex jantan lepas sapih. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa kulit daging buah kopi fermentasi dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan kelinci rex lepas sapih sampai level 30%.

Kata kunci: kulit daging buah kopi, fermentasi, ransum pelet, peformans, kelinci


(12)

ABSTRACT

MUHAMMAD ZAINUL IHSAN, 2014. “Utilization of Pod Coffee Fermentated with LMO (Local Micro-organism) as Rations of Pellet to Performance of Weaning Rex Rabbit. Guidedy by TRI HESTI WAHYUNI and USMAN BUDI.

The objective of this research was utilization of pod coffee fermentated as mix feed in rations of pellet to performance of weaning male rex rabbit. This research was held in Laboratorium Biologi Ternak at Jl. Dr. Ahmad Sofyan, Faculty of Agriculture, University of Sumatra Utara on June to August 2014. The research used completly randomize design (CRD) with 4 treatments and 5 replications. This research uses 20 weaning rex rabbits with initial body weight 913.05 ± 60.49g. The treatment consists of P0 = pellet and basal feed + non pod coffee fermentated P0 (30%), P1 = pellet and basal feed + pod coffee non fermentated 20% and pod coffee fermentated 10%, P2 = pellet and basal feed + pod coffee non fermentated 10% and pod coffee fermentated 20%, P3 = pellet and basal feed + pod coffee fermentated 30%.

The result of this research indicates that the average of consumption (g/head/day) such as 81.59, 78.86, 82.70 and 84.23, respectively. The average daily gain (ADG) (g/head/day) is 38.25, 38.10, 39.61 and 40.75, respectively. The feed convertion (FCR) is 2.13, 2.07, 2.09 and 2.07, respectively. The results statistical analysis indicates that the utilizing of pod coffee fermentated in rations of pellet gives the influence not significantly different (P≥0,05) to performance of crossbred weaning male rex rabbit. The conclusion of this research that pod coffee fermentated can be use for crossbred weaning rex rabitt feed until level 30%. Keywords : pod coffee, fermentation, rations of pellet, performance, male rex rabbit.


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Usaha peternakan kelinci di Indonesia belum dapat berkembang dengan cepat dibandingkan peternakan unggas atau ruminansia selain itu, konsumsi masyarakat akan daging kelinci masih tergolong rendah. Hal ini terjadi karena kurangnya informasi di masyarakat bahwa daging kelinci memiliki kualitas yang lebih baik dibanding daging unggas atau ternak lain.

Kelinci sebagai salah satu komoditas ternak yang mudah berkembang biak, tidak banyak membutuhkan modal, lahan dan kandang yang luas serta sebagai hewan penghasil daging, dan dapat dijadikan hewan kesayangan sehingga kelinci perlu dikembangkan dalam skala besar seperti halnya ternak besar yaitu sapi dan domba/kambing. Ternak kelinci menghasilkan daging berprotein tinggi dan sedikit berlemak sehingga daging kelinci aman dari resiko kolestrol.

Pakan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kelangsungan jalannya peternakan, mengingat bahwa pakan merupakan biaya terbesar yang dikeluarkan oleh usaha peternakan. Pada pola pemeliharaan intensif, biaya produksi ternak terbesar berasal dari pakan yaitu sebesar 60-70%. Kemajuan dan perkembangan ilmu dibidang peternakan membuka wawasan untuk memanfaatkan hasil samping limbah dan perkebunan menjadi pakan ternak yang bermutu tinggi serta ekonomis dan tidak bersifat kompetitif dengan bahan makanan untuk manusia, akan tetapi saat ini pakan sangat sulit untuk diperoleh dalam jumlah yang banyak (Anggorodi, 1990). Untuk itu perlu dilakukan alternatif pemanfaatan limbah pertanian, salah satunya kulit daging buah kopi sebagai pakan ternak.


(14)

Dalam pengolahan kopi segar akan dihasilkan 45% kulit kopi, 10% lender, 5% kulit ari dan 40% biji kopi. Di provinsi Sumatera Utara, khususnya daerah dataran tinggi banyak dijumpai perkebunan, salah satunya yaitu perkebunan kopi. Menurut data Dinas Pertanian Bidang Perkebunan Kabupaten Karo (2008), menyatakan produksi buah kopi di Kabupaten Karo mencapai 7.297,8 ton, berdasarkan data diatas dapat diperkirakan menghasilkan kulit daging buah kopi sebesar 3.284 ton setiap tahunnya. Jika tidak dimanfaatkan akan menimbulkan pencemaran. Sementara ini pemanfaatnya belum optimal dan terbatas untuk pakan ternak, karena mempunyai kendala kandungan serat kasar yang tinggi (33,14%) dan protein kasar yang rendah (8,8%). Untuk menanggulangi hal itu maka perlu dilakukan fermentasi, keuntungan dari pengolahan ini yaitu untuk meningkatkan daya cerna juga sekaligus meningkatkan kadar protein dan dapat menghilangkan

alfatoksin.

Pakan dalam bentuk pelet memiliki beberapa kelebihan yaitu dapat meningkatkan selera makan/palatabilitas, pemborosan ransum akibat tumpah/terbuang dapat ditekan, dapat mengefisiensikan formula ransum karena setiap butiran pelet mengandung nutrisi yang sama, ternak tidak diberi kesempatan untuk dapat memilih-milih makanan yang disukai.

Kelinci berbeda dengan ternak monogastrik lain dan termasuk

pseudoruminant dengan digester mikrobial sekum seperti kuda sehingga tingkat toleransi terhadap pakan berserat diatas 12% dan protein rendah sebesar 12-15% relatif sama dengan standar protein pakan ruminansia. Dari keterangan tersebut dapat dinyatakan bahwa kulit daging buah kopi dapat dijadikan pakan ternak monogastrik karena mampu mencerna serat kasar yang tinggi, dan hal itulah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian tentang memanfaatkan kulit


(15)

daging buah kopi fermentasi menggunakan MOL (mikroorganisme lokal) sebagai bahan pakan campuran yang dijadikan dalam bentuk ransum pelet yang diberikan pada kelinci rex jantan lepas sapih untuk melihat performansnya.

Tujuan Penelitian

Memanfaatkan limbah pengolahan buah kopi, yaitu kulit daging buah kopi yang difermentasi sebagai bahan pakan campuran pembuatan ransum pelet sebagai pakan alternatif serta untuk meneliti pengaruh pemberian kulit daging buah kopi fermentasi terhadap performans (konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan konversi pakan) kelinci peranakan rex jantan lepas sapih.

Hipotesis Penelitian

Pemanfaatan kulit daging buah kopi fermentasi menggunakan MOL (mikroorganisme lokal) sebagai bahan pakan dalam bentuk pelet dapat meningkatkan performans kelinci peranakan rex jantan lepas sapih.

Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini yaitu sebagai sumber informasi bagi para pembaca dan peternak kelinci untuk dapat memanfaatkan hasil samping dari buah kopi sebagai bahan pakan ternak alternatif.


(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik dan Potensi Ternak Kelinci

Klasifikasi kelinci menurut Lebas et al. (1986) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia, Phylum : Chordata, Sub phylum : Vertebrata, Ordo:

Logomorpha, Family : Lepotidae, Sub family : Leporine, Genus: Oryctolagus,

Species : Oryctolagus cuniculus.

Kelinci rex merupakan ras kelinci yang mulai dikenal di Amerika Serikat sejak tahun 1980-an sebagai binatang kontes. Belakangan beralih fungsi menjadi ternak dwiguna. Sifat kuantitatif kelinci rex sebagai berikut: umur dewasa kelamin 4-6 bulan, bobot dewasa kelamin 2,3-3,5 kg, litter size sapih hidup 4 ekor, frekuensi beranak minimal 4 kali pertahun (Sarwono, 2001).

Peternakan kelinci sudah dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1837 yang konon dibawa oleh orang-orang Belanda sebagai kelinci hias. Kelinci pada awalnya merupakan hewan kesayangan yang dimiliki oleh tuan tanah. Progam pengembangan kelinci ditujukan untuk mengurangi rawan gizi telah dilakukan pemerintah pada tahun 1980, selanjutnya pada Tahun 1990 pemerintah sudah menerbitkan Pedoman Teknis Perusahaan Peternakan Kelinci sebagai upaya mendorong perkembangan budidaya kelinci di masyarakat. Namun sampai saat ini perkembangannya mengalami hambatan karena perbedaan tujuan produksi dalam pengembangannya (Putra, 2013).

Tujuan pemeliharaan kelinci di Indonesia cukup beragam, mulai dari sebagai kelinci hias, kelinci penghasil bulu dan kelinci penghasil daging. Tujuan pemeliharaan kelinci yang kedua adalah penghasil bulu yang bernilai ekonomi tinggi sehingga potensial untuk diekspor. Contoh kelinci penghasil kulit bulu


(17)

adalah rex dan satin. Sementara kelinci pedaging memiliki kriteria persentase karkas 50 – 60%, bobot badan mencapai 2 kg pada umur 8 minggu dan memiliki laju pertumbuhan tinggi yaitu sekitar 40 g/ekor/hari. Beberapa jenis kelinci pedaging antara lain Flemish Giant, New Zealand White, Vlameusreus, satin, rex,

rexsa, persilangan antara Flemish dengan kelinci lokal (Masanto dan Agus, 2010). Seekor kelinci bisa menghasilkan anak dengan kisaran 48 – 74 ekor dalam setahun lebih banyak dibandingkan dengan sapi (0,9), domba (1,5) dan kambing (1,5), seperti yang tertera dalam Tabel 1. Kelinci mempunyai konversi daging yang cukup tinggi dibandingkan ternak lain yaitu 29%.

Tabel 1. Perbandingan hasil daging beberapa hewan ternak

Jenis ternak Bobot induk dewasa (kg) Jumlah anak/ tahun (ekor) Total bobot karkas/tahun (kg) Konversi karkas terhadap bobot induk (%) Sapi Domba Kambing Kelinci intensif Kelinci hybrid 500 60 45 4 4 0,9 1,5 1,5 48,0 74,0 173 38 24 117 144 0,35 0,63 0,53 29,00 29,00 Sumber: Manshur (2009).

Kelinci dikenal dengan tingginya tingkat reproduksi, kualitas daging yang baik dan sehat (kholesterol rendah, protein tinggi dan rendah garam) mendorong peternak membudidayakan kelinci sebagai usahanya. Perkembangan kelinci cukup berkembang pesat dengan meningkatnya populasi kelinci yang dilaporkan oleh kelompok-kelompok peternak didaerah Jawa Barat (Lembang dan Sekitarnya), Jawa Tengah (Kab. Semarang dan Kab. Magelang), Jawa Timur (Batu, Blitar dan Malang), Sumatera Utara (Brastagi, Karo, dan Deli Serdang), Sumatera Barat (Solok) bahkan di Kalimantan (Samarinda) (Putra, 2013).


(18)

Badan Pusat Statistik Sumatera Utara (2011), terdapat perkembangan populasi ternak kelinci di beberapa kabupaten/ kota di Sumatera Utara. Kabupaten Karo merupakan daerah yang memiliki populasi ternak kelinci paling banyak diikuti beberapa daerah berikutnya seperti Simalungun, Labuhan Batu Utara, Batubara, Langkat dan kabupaten lainnya seperti yang tertera pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Perkembangan populasi ternak kelinci per kabupaten/kota di Sumatera

Utara (ekor)

No Kabupaten/kota Tahun

2007 2008 2009 2010 2011

1. Tapanuli Selatan 0 0 171 205 210

2. Simalungun 0 0 3.353 3.588 3.664

3. Karo 17.314 28.924 30.565 11.769 12.019

4. Langkat 0 0 0 986 1.007

5. Nias Selatan 0 0 0 658 672

6. Batubara 288 353 355 1.253 1.280

7. Labuhan Batu Utara 0 0 0 1.392 1.422

8. Sibolga 0 0 0 426 435

9. Tanjung Balai 0 84 30 0 0

10. Pematang Siantar 0 0 125 266 272

11. Medan 326 0 0 0 0

12. Binjai 426 0 1.160 0 0

13. Padang Sidempuan 0 0 0 83 85

Jumlah 18.354 29.361 35.759 20.626 21.063 Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara (2011).

Sistem Pencernaan Kelinci

Kelinci termasuk hewan pseudoruminant yang mampu memecah serat kasar yang cukup tinggi dengan bantuan mikroba fermentasi yang ada pada

caecumnya, yaitu bagian pertama dari usus besar. Kapasitas terbesar (50%) dari saluran pencernaan kelinci berada di sini. Walaupun memiliki ukuran caecum yang besar, ternyata kemampuan kelinci dalam mencerna bahan-bahan organik dan serat kasar dari hijauan tidak sebanyak ternak ruminansia murni. Daya cerna kelinci terhadap hijauan hanya berkisar 10% (Hustamin, 2008).


(19)

Gambar 1. Sistem Pencernaan Kelinci (Sarwono, 2009).

Menurut Blakely dan Bade (1991), sistem pencernaan kelinci merupakan sistem pencernaan yang sederhana dengan caecum dan usus yang besar. Hal ini memungkinkan kelinci dapat memanfaatkan bahan-bahan hijauan, rumput dan sejenisnya. Bahan-bahan itu dicerna oleh bakteri di saluran cerna bagian bawah seperti yang terjadi pada saluran cerna kuda. Kelinci mempunyai sifat coprophagy yaitu memakan feses yang sudah dikeluarkan. Feses ini berwarna hijau muda dan lembek. Hal ini terjadi karena konstruksi saluran pencernaannnya sehingga memungkinkan kelinci untuk memanfaatkan secara penuh pencernaan bakteri di saluran bagian bawah atau yaitu mengkonversi protein asal hijauan menjadi protein bakteri yang berkualitas tinggi, mensintesis vitamin B dan memecah selulase/serat menjadi energi yang berguna.

Kebutuhan Pakan dan Nutrisi Kelinci

Menurut (Wheindrata, 2012) volume bahan hijauan harus paling banyak dalam komposisi pakan kelinci, karena kelinci membutuhkan makanan dengan kandungan serat kasar yang lebih tinggi dibanding bahan-bahan lain. Bahan hijauan


(20)

yang dibutuhkan dalam pembuatan pakan kelinci minimal 25-30%. Kebutuhan bahan kering kelinci dibedakan sesuai dengan periode pemeliharaan. Kelinci muda dengan bobot 1,8-3,2 kg membutuhkan bahan kering 112-173 g/ekor/hari. Kelinci dewasa dengan bobot 2,3-6,8 kg membutuhkan bahan kering 92-204 g/ekor/hari. Pakan kelinci sebaiknya mengandung nutrisi yaitu air (maksimal 12%), protein (12-18%), lemak (maksimal 4%), serat kasar (maksimal 14%), kalsium (1,36%), fosfor (0,7%). Pakan kelinci bisa berupa pelet dan hijauan. Kelinci yang dipelihara secara intensif, porsi pakan hijauan bisa mencapai 60-80%, selebihnya menggunakan konsentrat. Namun beberapa peternak menggunakan 60% konsentrat dan 40% hijauan (Masanto dan Agus, 2013). Kebutuhan ransum kelinci lepas sapih umur 2-4 bulan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kebutuhan ransum kelinci lepas sapih

No Nutrisi Jumlah

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Protein Lemak Serat Kasar Energi Calsium Phosfor Air 12-19%** 2,5-4%** 11-14%** 2005-2900%** 0,9-1,5%** 0,7-0,9%** 12%*** Sumber : Manshur (2009)**, Masanto (2009)***

Kebutuhan energi digunakan untuk pemeliharaan tubuh (hidup pokok), memelihara jaringan tubuh, menjaga agar perombakan cadangan energi dalam tubuh tidak terjadi serta untuk mempertahankan suhu tubuh dengan suhu lingkungan dengan cara mengubah energi menjadi panas (Tillman et al., 1998). Cheeke (1987) menyatakan bahwa kebutuhan energi dipengaruhi oleh fungsi produksi, umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan lingkungan. Kebutuhan energi pada kelinci untuk pertumbuhan atau laktasi dan hidup pokok adalah 2.500 dan 2.100 Kcal/kg DE (NRC, 1977).


(21)

Serat kasar yang direkomendasikan NRC (1977), untuk pertumbuhan dan laktasi 10 – 12% serta untuk hidup pokok 14%. Ransum kelinci yang rendah serat kasar dapat menyebabkan enteritis, sedangkan serat yang berlebihan akan mengurangi karbohidrat yang terlarut (Cheeke et al., 1982) dan menurunkan kecernaan ransum (De Blas dan Wiseman, 1998).

Potensi Kulit Daging Buah Kopi Sebagai Pakan Ternak

Indonesia tercatat merupakan negara terbesar kedua dalam luas areal perkebunan kopi namun masih di urutan keempat dalam hal produksi dan ekspor kopi dunia. Sampai dengan tahun 2008 luas perkebunan kopi Indonesia diperkirakan mencapai 1.303.000 ha. Menurut (Anthoni, 2009) dalam karya tulis Napitulu, L tahun 2010, menyatakan bahwa produksi perkebunan kopi selama lima tahun terakhir tumbuh sekitar 6%, pada tahun 2008 diperkirakan mencapai 683 ribu ton. Berdasarkan hasil produksi kopi tahunan Indonesia dapat diestimasikan bahwa dari 683 ribu ton yang dihasilkan per tahun juga dihasilkan limbah kulit kopi sebesar 310 ribu ton. Jumlah ini merupakan suatu potensi yang layak dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan.

Kulit buah kopi merupakan limbah dari pengolahan buah kopi untuk mendapatkan biji kopi yang selanjutnya digiling menjadi bubuk kopi. Kandungan zat makanan kulit buah kopi dipengaruhi oleh metode pengolahannya apakah secara basah atau kering. Pada metode pengolahan basah, buah kopi ditempatkan pada tanki mesin pengupas lalu disiram dengan air, mesin pengupas bekerja memisahkan biji dari kulit buah. Sedangkan pengolahan kering lebih sederhana, biasanya buah kopi dibiarkan mengering pada batangnya sebelum dipanen.


(22)

Selanjutnya langsung dipisahkan biji dan kulit buah kopi dengan menggunakan mesin. Kadungan nutrisi dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Kandungan nutrisi kulit buah kopi berdasarkan pengolahannya Metode

pengolahan

BK (%) % Bahan Kering

PK SK Abu LK BETN

Basah 23 12,8 24,1 9,5 2,8 50,8

Kering 90 9,7 32,6 7,3 1,8 48,6

Sumber: Murni et al (2008).

Menurut data analisa Laboratorium Biokimia dan Enzimatik Balai Penelitian Pasca Panen Institut Pertanian Bogor (2003), dapat dilihat pada tabel 5 kandungan zat gizi kulit daging buah kopi sebagai berikut:

Tabel 5. Kandungan zat gizi kulit daging buah kopi

Zat Nutrisi Kandungan Nutrisi (%)

Bahan Kering 89,70

Protein Kasar 6,60

Lemak Kasar 0,72

Serat Kasar 18,69

TDN 27,65

Energi (Mcal/ME) 1.901,90

Menurut data analisa laboratorium nutrisi Loka Penelitian Kambing Potong (2014) dapat dilihat perbedaan kandungan zat gizi antara kulit daging buah kopi sebelum dan sesudah difermentasi pada tabel 6 berikut.

Tabel 6. Kandungan nutrisi kulit daging buah kopi sebelum dan sesudah difermentasi

Zat Nutrisi Tanpa Fermentasi Setelah Difermentasi

Bahan Kering (%) 94,62 86,45

Lemak Kasar (%) 2,31 2,33

Serat Kasar (%) 26,59 26,24

Protein Kasar (%) 16,06 18,19

Abu (%) 14,88 17,69

Kadar Air (%) 5,38 13,55

Gross energy (GE) 3,9733 3,4074 Sumber : Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong (2014).


(23)

Bahan Pakan Penyusun Pelet Dedak Padi

Dedak padi diperoleh dari penggilingan padi menjadi beras. Banyaknya dedak padi yangdihasilkan tergantung pada cara pengolahannya. Sebanyak 14,44% dedak kasar, 26,99% dedak halus, 3% bekatul dan 1-17% menir dapat dihasilkan dari berat gabah kering. Dedak padi sangatdisukai ternak, pemakaian dedak padi dalam ransum ternak umumnya sampai 25% daricampuran kosentrat. Kelebihan penambahan dedak padi dalam ransum dapat menyebabkanransum mengalami ketengikan selama penyimpanan (Intannursiam, 2010). Dedak padi mengandung PK (12%), SK (13%), LK (12%), Ca (0,12%), P (0,21%) dan EM (1.650 kkal/kg).

Bungkil Kelapa

Bungkil kelapa diperoleh sebagai hasil ikutan dari ekstraksi minyak dari daging kelapa kering (kopra). Meskipun kadar serta kualitas proteinnya lebih inferior dibanding dengan sumber protein nabati lainnya, namun produk ini tersedia dengan harga relatif murah terutama di daerah tropis (Parakkasi, 1999). Komposisi nutrisi bungkil kelapa dapat dilihat pada tabel 7 berikut.

Tabel 7. Komposisi kandungan nutrisi bungkil kelapa

Nutrisi Kandungan

Energy Metabolism (Kkal/kg) 1.540

Protein kasar (%) 18,56

Lemak kasar (%) 1,80

Serat kasar 15,00

Abu (%) 11,70


(24)

Bungkil Kedelai

Bungkil kedelai merupakan bahan pakan sumber protein yang biasa digunakan dalam formulasi pakan. Bungkil kedelai mengandung protein dan kaya akan lisin tetapi metioninnya rendah. Ketersediaan bungkil kedelai di Indonesia memang tidak ada, umumnya diimpor dari beberapa negara seperti Amerika dan India. Kandungan nutrisi bungkil kedelai dapat dilihat pada tabel 8 berikut.

Tabel 8. Kandungan nutrisi bungkil kedelai

Nutrisi Kandungan

Protein Kasar (%) 43,8

Serat Kasar (%) 4,40

Lemak Kasar (%) 1,50

Kalsium (%) 0,32

Posfor (%) 0,65

Sumber: Hartadi et al. (1997).

Jagung

Jagung atau Zea mays adalah bahan pakan yang mempunyai nilai nutrisi tinggi, sehingga banyak dipakai sebagai bahan pakan penguat penguat terutama pada ternak ruminansia, non ruminansia, maupun pada unggas. Protein pada jagung sendiri adalah zein dan defisiensi lisin. Komposisi kimia jagung adalah bahan kering (BK) 84-86%, protein kasar (PK) 8-10%, serat kasar (SK) 2-4%, ekstrak eter (EE) 3,5-5%, BETN 68-80% dan TDN 75-80% (Wahyuni, 2009).

Molases

Molases atau tetes merupakan suatu bahan pakan yang diperoleh dari pembuatan gula tebu. Bahan ini mengandung zat-zat protein, tetapi kaya akan zat hidrat arang yang mudah dicerna. Kandungan nutrisi molases dapat dilihat pada tabel berikut.


(25)

Tabel 9. Komposisi kandungan nutrisi molases

Kandungan Zat (%) Nilai Gizi

Bahan Kering (BK) 67,5

Protein Kasar (SK) 3,4

Serat Kasar (SK) 0,38

Lemak Kasar (LK) 0,08

Kalsium (Ca) 1,5

Posfor (P) 0,02

TDN 56,7

Sumber: Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Program Studi Petrnakan, Fakultas Pertanian, USU Medan (2009).

Molases sering di masukan ke dalam ransum sebanyak 2-5% ntuk meningkatkan palatabilitaspakan. Molases dapat berfungsi sebagai pellet binder

yang dalam pelaksanaannya dapat meningkatkan kualitas pelet. Penggunaan molases pada industri pakan sampa level 5-10% akan menyebabkan masalah yaitu terjadinya penggumpalan pada mixer (Arifah, 2012).

Tepung Daun Wortel

Daun wortel adalah limbah pertanian yang berasal dari tanaman wortel. Satu tanaman wortel didapatkan 162,3 gram, yang terdiri dari umbi sebanyak 135,1 gram (83,24%) dan daun wortel 27,2 gram (16,76%). Sedangkan untuk persentase daun wortel dari umbi wortel adalah 20,13% (Wicaksono, 2007). Menurut data Dinas Pertanian Kabupaten Karo tahun 2005, khususnya pada kecamatan Berastagi, memiliki kebun wortel dengan luas panen 145 hektar, dengan produksi umbi 4.520 ton. Produksi umbi wortel tersebut akan menghasilkan 855,3 ton daun wortel segar. Menurut hasil analisis Laboratorium Nutrisi Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih (2014), menyebutkan bahwa tepung daun wortel mengandung BK (80,47%), PK (16,06%), LK (2,23%), SK (11,50%) dan GE (3,0657 kkal/g).


(26)

Minyak

Bahan pakan sumber energi lain yang biasa digunakan untuk pakan adalah minyak goreng. Minyak digunakan dalam ransum hanya sebagai pelengkap dan penambah untuk mencapai kebutuhan energi baik bagi ternak dan untuk meningkatkan palatabilitas. Dengan demikian pemakaiannya hanya sedikit yaitu kurang dari 5 %. Namun beberapa minyak nabati mempunyai kandungan energi yang cukup tinggi seperti minyak kelapa yang mempunyai EM 8.600 kkal/kg dan lemak yang bisa melebihi 90 % (Intannursiam, 2010).

Mineral

Mineral merupakan zat organik yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit, namun beberapa berperan penting agar proses fisiologis dapat berlangsung dengan baik. Mineral merupakan nutrisi yang esensial selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan ternak juga memasok kebutuhan mikroba rumen. Mineral harus dimasukkan dalam pakan kelinci. Walaupun yang dibutuhkan sangat sedikit tetapi peranannya sangat besar. Mineral yang dibutuhkan kelinci antara lain calsium, phospor, magnesium, zincum, copper, yodium, iron dan mangan (Wheindrata, 2012). Kebutuhan mineral kelinci terutama Ca dan P adalah untuk pertumbuhan 0,4 dan 0,22% serta untuk laktasi 0,75 dan 0,5% (NRC, 1977). Menurut Cheeke (1987) kebutuhan mineral kelinci lebih tinggi daripada ternak lain, hal ini dilihat dari kandungan mineral daging dan susu kelinci lebih tinggi daripada ternak lain, terutama Ca dan P.


(27)

Urea

Urea sebagai bahan pakan ternak berfungsi sebagai sumber NPN (non protein nitrogen) dan lebih banyak mengandung 45% unsur nitrogen, sehingga pemakaian urea mampu memperbaiki kualitas rumput yang diberikan (Hartadi et al., 1997).

Pemakaian NPN (non protein nitrogen = sumber N bukan protein) untuk ternak ruminansia telah banyak diketahui telah banyak diketahui manfaatnya selama penggunaan tersebut tidak berlebihan. Tetapi untuk ternak berlambung satu (seperti ternak babi) fasilitas yang dipunyainya tidak begitu baik untuk memanfaatkan NPN tersebut terutama mikro-organisma dalam saluran pencernaan tidak seaktif dibanding dengan ternak ruminan (Parakkasi, 1999).

Fermentasi

Fermentasi merupakan proses biokimia yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan sifat bahan pakan sebagai akibat dari pemecahan kandungan bahan pakan tersebut, dimana bahan pakan mengalami fermentasi biasanya mempunyai nilai gizi yang lebih baik dari asalnya disebabkan kerena mikroorganisme bersifat katabolik atau memecah komponen-komponen yang kompleks menjadi lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna (Winarno, 1986).

Fermentasi dapat juga diartikan penguraian unsur-unsur organik dengan mikroorganisme lokal dimana bahan yang digunakan dalam keadaan basah (kadar air 60%). Proses fermentasi dapat dikatakan sebagai proses “ protein enrichment”

yang berarti proses pengkayaan protein bahan dengan menggunakan mikroorganisme tertentu (Mayasari, 2012).


(28)

MOL (Mikroorganisme Lokal)

MOL (mikroorganisme lokal) merupakan pengembangbiakan mokroorganisme yang akan mampu mendegradasi bahan organik. Mikroorganisme ini diperoleh dari ragi tape (Saccharomyces sp), ragi tempe (Rhizopus sp) dan yoghurt (Lactobacillus sp) dikembangkan dengan cara pencampuran air sumur dan air gula. Tujuan tahapan ini adalah untuk membiakkan mikroorganisme yang mampu memfermentasi bahan organik, kulit daging buah kopi. Mikroorganisme dasar adalah Saccharomyces yang berasal dari ragi tape, Rhizopus dari ragi tempe dan Lactobacillus yang berasal dari yoghurt. Mikroorganisme ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: Sifat amilolitik, mikroorganisme yaitu Saccharomyces akan menghasilkan enzim amilase yang berperan dalam mengubah karbohidrat menjadi

volatile fatty acids dan keto acids yang kemudian akan menjadi asam amino. Sifat

proteolitik, mikroorganisme yaitu Rhizopus akan mengeluarkan enzim protease

yang dapat merombak protein menjadi polipeptida-polipeptida, lalu menjadi peptide sederhana dan akhirnya menjadi asam amino bebas, CO2 dan air. Sifat

lipopiltik, mikroorganisme yaitu Lactobacillus akan menghasilkan enzim lipase yang berperan dalam perombakan lemak (Compots Center, 2009).

Rhizopus sp.

Rhizopus sp merupakan kapang yang penting dalam industri makanan sebagai penghasil berbagai macam ezim seperti amilase, protease , pektinase dan

lipase. Kapang dari Rhizopus sp juga telah diketahui sejak lama sebagai kapang yang memegang peranan utama pada proses fermentasi kedele menjadi tempe. Jenis-jenis kapang yang ditemukan diketahui sebagai Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. Arrhizus (Wulandari, 2012).


(29)

Hasil penelitian dengan melakukan fermentasi bungkil kedelai memekai

Rhizopus sp., mampu meningkatkan kandungan protein kasar bungkil kedelai dari 41% menjadi 55% dan meningkatkan asam amino sebesar 14,2% sehingga diduga dapat dipakai untuk alternatif sebagai bahan pemicu pertumbuhan (Handajani, 2007).

Saccaromyces sp.

S. Cerevisiae merupakan kelompok mikroba yang tergolong dalam khamir (yeast). S. Cereviceae secara morfologis umumnya memiliki bentuk elipsodial dengan diameter yang tidak besar, hanya sekitar 1-3µm sampai 1-7µm3.

Saccahromyses Cerevisiae bersifat fakultatif anaerobik mengandung 68-83% air, nitrogen, karbohidrat, lipid, vitamin, mineral dan 2,5-14% kadar N total. Cara hidupnya kosmopolitan dan mudah dijumpai pada permukaan buah-buahan, nektar bunga dan dalam cairan yang mengandung gula, namun ada pula yang ditemukan pada tanah dan serangga. Selain kosmopolitan, S. Cerevisiae ini dapat pula hidup secara saprofit maupun bersimbiosis. Komposisi kimia S. cerevisiae terdiri atas : protein kasar 50-52%, karbohidrat ; 30-37%; lemak 4-5%; dan mineral 7-8% S. cerevisiae mempunyai beberapa enzim yang mempunyai fungsi penting yaitu intervase, peptidase dan zimase.

Probiotik adalah imbuhan pakan berbentuk mikroba hidup yang menguntungkan dan mempengaruhi induk semang melalui perbaikan keseimbangan mikroorganisme dalam saluran pencernaan. S. cerevisiae termasuk salah satu mikroba yang umum dipakai untuk ternak sebagai probiotik, bersama-sama dengan bakteri dan cendawan lainnya seperti Aspergillus niger, A. oryzae,


(30)

Streptococcus lactis dan S. termophilus. Pengujian terhadap S. cerevisiae yang dipakai sebagai feed additive dalam bentuk probiotik terlebih dahulu diuji secara in vitro dengan melakukan uji kemampuan daya hidup terhadap asam-asam organik, garam empedu, dan pH rendah. Berikut tabel pemanfaatan S. cerevisiae untuk berbagai jenis ternak :

Tabel 11. Pemanfaatan S. cerevisiae untuk berbagai jenis ternak

Jenis ternak Pemanfaatan Sumber (pustaka) Ruminansia

Sapi Meningkatkan produksi

susu dan bobot badan

Wina (2000)

Domba Meningkatkan bobot

badan

Ratnaningsih (2002) Unggas

Ayam Menurunkan kuman E. coli

Meningkatkan bobot badan

Kumprecht et al. (1994)

Kompiang (2002); Kumprechtova et al.

(2001) Aneka ternak

Kelinci Meningkatkan bakteri yang menguntungkan

Tedesco et al. (1994) Sumber: Mayasari (2012).

Perlu dipertimbangkan pengaruh buruk jika pemberian secara berlebihan akan mengganggu keseimbangan mikroflora di dalam tubuh sehingga mengakibatkan terjadinya pengaruh patogen pada ternak yaitu penyakit "Saccharomikosis" (Mayasari, 2012).

Lactobacillus sp.

Lactobacillus casei adalah bakteri Gram-positif, anaerob, tidak memiliki alat gerak, tidak menghasilkan spora, berbentuk batang dan menjadi salah satu bakteri yang berperan penting. Lactobacillus adalah bakteri yang bisa memecah protein, karbohidrat, dan lemak dalam makanan, dan menolong penyerapan elemen


(31)

penting dan nutrisi seperti mineral, asam amino, dan vitamin yang dibutuhkan manusia dan hewan untuk bertahan hidup (Damika, 2006).

Penggunaan probiotik pada unggas memberikan efek positif terhadap produktivitas dan memperbaiki status kesehatan unggas. Hal tersebut juga terjadi pada ternak ruminansia, pemberian probiotik terhadap ruminansia memberikan dampak positif dan pernyataan tersebut didukung oleh beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan pemanfaatan probiotik sebagai feed additive dalam air maupun pakan. Probiotik yang ditambahkan sebanyak 10 ml pada susu (pemerahan di pagi hari) pada pedet yang baru lahir menurunkan 40 % kasus diare sehingga probiotik (Lactobacillus sp) dapat memperbaiki status kesehatan pedet dan

menurunkan biaya pengobatan akibat diare dan penyakit lainnya (Gorgulu, et. al., 2003).

Pakan Pelet

Pelet adalah ransum yang dibuat dengan menggiling bahan baku yang kenudian dipadatkan menggunakan die dengan bentuk, diameter, panjang dan derajat kekerasan yang berbeda. (Pond et. al, 1995). McEllhiney (1994) menyatakan bahwa pelet merupakan hasil proses pengolahan bahan baku ransum secara mekanik yang didukung oleh faktor kadar air, panas dan tekanan.

Pada prinsipnya dalam membuat pelet, bahan-bahan yang digunakan adalah bahan-bahan yang memang sudah tersedia dan mudah didapat. Adapun komposisi protein dan vitamin bisa disesuaikan dengan jumlah takaran bahan yang tersedia. Sangatlah penting bagi pemberi pakan untuk berhati-hati terhadap bahan pakan yang mengalami perlakuan baik untuk pengawetan, pemurnian, pengkonsentrasian atau untuk menaikkan nilai gizinya. Jadi, diperlukan penjelasan-penjelasan dari


(32)

asal bahan pakan, metode prosesing seperti: pengawetan, pemisahan, pengurangan ukuran dan perlakuan-perlakuan panas (Hartadi et. al, 1997).

Pemberian pakan bentuk pelet dapat meningkatkan performa dan konversi pakan ternak bila dibandingkan dengan pakan bentuk mash (Behnke, 2001). Kualitas pelet dapat diukur dengan mengetahui kekerasan pelet (hardness) dan daya tahan pelet dipengaruhi oleh penambahan panas yang mempengaruhi sifat fisik dan kimia bahan pakan (Thomas dan Van der Poel, 1997).

Performans Ternak Kelinci Konsumsi

Konsumsi ransum adalah kemampuan untuk menghabiskan sejumlah ransum yang diberikan. Konsumsi ransum dapat dihitung dengan pengurangan jumlah ransum yang diberikan dengan sisa dan hamburan. Konsumsi ransum dipengaruhi oleh kesehatan ternak, palatabilitas, mutu ransum dan tata cara pemberian (Anggorodi, 1990).

Perbedaan konsumsi ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain, bobot badan, umur, dan kondisi tubuh yaitu normal atau sakit, stres yang diakibatkan oleh lingkungan dan tingkat kecernaan ransum (Parakkasi, 1983). Menurut (Notrh dan Bell, 1990) tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh bangsa, genetik, besar tubuh, jenis kelamin, umur dan tingkat produksi.

Dari penelitian Aritonang (2004) yang menggunakan objek kelinci anakan jenis rex diberi ransum dengan beberapa level kandungan protein dan energi dan biovet diperoleh konsumsi ransum antar perlakuan berkisar antara 202,96 g/minggu hingga 244,34 g/minggu dengan rataan 225,46 g/minggu atau 32,21 g/hari. Hasil penelitian Tarigan (2013) yang menggunakan bioaktifator


(33)

berupa MOL (mikroorganisme lokal) terhadap pakan yang diberikan kepada objek yang sama yaitu kelinci peranakan rex lepas sapih menunjukan bahwa total rataan konsumsinya mencapai 78,88 g/hari. Menurut hasil penelitian Magdalena (2013) yang menggunakan objek kelinci dan bioaktifator yang sama menunjukkan bahwa total rataan konsumsi yang dihasilkan mencapai 48,17 g/hari atau rataan konsumsi tertinggi mencapai 49,51 g/ekor/hari.

Pertambahan Bobot Badan

Average dailly gain (ADG) atau dalam bahasa Indonesia pertambahan bobot badan adalah rata-rata kecepatan pertambahan berat badan harian yang diperoleh dengan berat akhir dikurangi berat awal kemudian dibagi lama pemeliharaan. ADG normal untuk kelinci adalah 10 sampai 15 gram dan yang mempengaruhi ADG adalah mekanisme dan kecepatan pertumbuhan dari ternak itu sendiri. Menurut Reksohadiprojo (1995), ADG kelinci secara umum berkisar antara 8 sampai 20 gram.

Menurut Tillman et al., (1998) pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot badan yang dengan mudah dilakukan dengan penimbangan berulang dan diketengahkan dengan pertumbuhan badan tiap hari, tiap minggu, atau tiap waktu lainnya.

Magdalena (2013) menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa pertambahan bobot badan yang dihasilkan kelinci rex lepas sapih yang diberikan pakan fermentasi menggunakan MOL dalam bentuk pelet mencapai bobot dengan rataan tertinggi yaitu 21,17 g/ekor/hari dengan total rataan yaitu 19,86 g/hari. Menurut Tarigan (2013) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa kelinci rex


(34)

dalam bentuk pelet menunjukan pertambahan bobot badan tertinggi yaitu 14,88 g/ekor/hari atau dengan total rataan mencapai 11,73 g/ekor.

Kemampuan ternak dalam merubah zat-zat nutrisi yang terdapat dalam ransum menjadi daging ditunjukan dalam pertambahan bobot badan. Wahyu (1992) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalahbangsa, jenis kelamin, energi, metabolisme kandungan protein dan suhu lingkungan.

Konversi Ransum

Konversi pakan adalah jumlah ransum yang habis dikonsumsi ternak dalam jangka waktu tertentu dibandingkan dengan bobot hidup (pada akhir waktu tertentu). Semakin baik mutu ransum, semakin kecil pula konversi pakannya, angka konversi ransum menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan ransum. Angka konversi ransum dipengaruhi oleh strain dan faktor lingkungan seperti seluruh pengaruh luar termasuk didalamnya faktor makanan terutama nilai gizi rendah.

Konversi pakan kelinci yang diberikan pakan fermentasi lebih rendah dari konversi pakan kelinci yang tidak diberikan pakan tanpa fermentasi. Jika nilai konversi pakan yang ditunjukkan rendah, maka efisiensi penggunaan pakan tinggi atau baik. Pakan yang berkualitas akan digunakan seefisien mungkin oleh ternak menjadi produksi atau pertumbuhan maksimal, sehingga konversinya rendah (Usman dan Sulistiowati, 2006). Menurut Champbell dan Lasley konversi (1985), pakan dipengaruhi oleh kemampuan ternak dalam mencerna bahan pakan, kecukupan zat pakan untuk kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan fungsi tubuh lain serta jenis pakan yang dikonsumsi.


(35)

Dalam hasil penelitian Magdalena (2013) menyatakan bahwa hasil konversi yang diperoleh dari objek kelinci yang diberikan pakan menggunakan MOL mencapai konversi terendah yaitu 5,55. Menurut Tarigan (2013) dalam penelitiannya menunjukan hasil konversi pakan yang dihasilakan oleh objek kelinci

rex lepas sapih yang diberikan pakan fermentasi menggunakan MOL mencapai 5,78.


(36)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Jl. Ahmad Sofyan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini akan dilaksanakan selama 10 minggu, termasuk masa adaptasi selama 2 minggu.

Bahan dan Alat Bahan

Kelinci peranakan Rex jantan lepas sapih sebanyak 20 ekor, pelet perlakuan terdiri atas kulit daging buah kopi tanpa fermentasi, kulit daging buah kopi fermentasi, tepung jagung, bungkil kedelai, bungkil kelapa, dedak, ultra mineral, minyak makan, molases, urea, air minum, tepung daun wortel, obat-obatan dan vitamin seperti wormectin, antibloat, rodalon sebagai desinfektan kandang.

Alat

Kandang individu dengan ukuran 50 x 50 x 50 cm sebanyak 20 petak, pencetak pelet, timbangan kapasitas 10 kg dengan kepekaan 1 g, tempat pakan dan tempat minum pada tiap kandang dengan total sebanyak 20 unit, mesin giling untuk membuat tepung, lampu 20 watt sebagai penerangan kandang, termometer untuk mengetahui suhu kandang, sapu lidi, sebagai alat pembersih kandang, telenan dan plastik transparan, terpal plastik sebagai alas untuk menyusun pelet, kardus sebagai tempat penyimpanan bahan untuk pelet.


(37)

Metode Penelitian Rancangan Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 5 ulangan sehingga diperoleh 20 unit percobaan. Adapun perlakuan yang diteliti adalah sebagai berikut:

P0 : Pelet dengan pakan basal + kulit daging buah kopi tanpa fermentasi 30% P1 : Pelet dengan pakan basal + kulit daging buah kopi tanpa fermentasi 20%

dan kulit daging buah kopi fermentasi 10%

P2 : Pelet dengan pakan basal + kulit daging buah kopi tanpa fermentasi 10% dan kulit daging buah kopi fermentasi 20%

P3 : Pelet dengan pakan basal + kulit daging buah kopi fermentasi 30% Sedangkan jumlah ulangan diperoleh dengan menggunakan rumus seperti berikut: t (n – 1) > 15

4 (n – 1) > 15 4n > 19 n > 19/4 n = 4,75 ≈ 5

Kombinasi unit perlakuan dalam ulangan sebagai berikut:

P0U1 P1U2 P2U3 P3U4 P0U5

P1U1 P3U2 P0U3 P1U4 P3U5

P3U1 P0U2 P4U3 P0U4 P2U5

P2U1 P2U2 P1U3 P2U4 P1U5

Model Matematik RAL adalah sebagai berikut:

Yij = µ + σi + εij

Dimana :

Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke j i = 1, 2, 3, 4, 5 (ulangan)

j = 1, 2, 3, 4 (perlakuan) µ = nilai tengah umum

σi = pengaruh perlakuan ke-i


(38)

Analisis Variansi

Setelah semua perhitungan jumlah kuadrat dilakukan kemudian dimasukkan hasilnya ke tabel analisis variansi.

Sumber variasi

Jumlah kuadrat

Derajat bebas

Kuadrat

tengah F Hitung

F Tabel 0,05 0,01 Perlakuan JKP t-1 KTP KTP/ KTG

Galat JKG t(r-1) KTG Total JKT tr-1

Parameter Yang Diamati

1. Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum dihitung dengan cara menimbang jumlah pakan yang diberikan dikurangi dengan sisa pakan selama penelitian yang dinyatakan dalam g/ekor/hari dalam bentuk bahan kering (BK)

Konsumsi = Pakan yang diberikan – pakan sisa (g/ekor/hari) 2. Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan harian merupakan selisih antara bobot badan awal dengan bobot badan akhir dibagi dengan lama pemeliharaan dinyatakan dalam gram/ekor/minggu.

PBBH =

Lama pemeliharaan bobot akhir – bobot awal

3. Konversi ransum

Konversi pakan Merupakan perbandingan antara jumlah konsumsi pakan dengan pertambahan bobot badan selama pemeliharaan dinyatakan dalam gram/ekor/hari

Konversi pakan =

PBBH Konsumsi pakan


(39)

Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan adalah kandang individu dengan ukuran 50 x 50 x 50 cm sebanyak 20 petak. Kandang dipersiapkan seminggu sebelum kelinci masuk dalam kandang agar kandang bebas dari hama penyakit. Kandang beserta peralatan seperti tempat pakan dan minum dibersihkan dan didesinfektan dengan menggunakan rodalon. Penerangan dilakukan dengan menggunakan sebuah lampu 20 watt digantung ditengah kadang yang berfungsi menerangi seluruh kandaang.

2. Pemilihan Ternak

Penyeleksian ternak kelinci yang akan digunakan sebagai objek penelitian melalui beberapa syarat sebagai berikut: ternak kelinci dalam keadaan sehat, lincah, tidak cacat dilihat dari bentuk kaki yang lurus dan lincah, ekor melengkung keatas lurus merapat ke bagian luar mengikuti tulang punggung, telingga lurus ke atas dan telinga tidak terasa dingin, mata jernih dan bulu mengkilat. Sebelum kelinci dimasukkan kedalam kandang, dilakukan penimbangan untuk mengetahui bobot badan awal dari masing-masing kelinci kemudian dilakukan random (pengacakan) yang bertujuan untuk memperkecil nilai keragaman. Lalu kelinci dimasukkan kedalam sebanyak 1 ekor per unit penelitian.

3. Pengolahan Kulit Daging Buah Kopi Fermentasi Dengan Rhizopus sp, Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp.

Pengolahan kulit daging buah kopi hingga menjadi tepung kulit daging buah kopi fermentasi. Diawali dari pengambilan kulit daging buah kopi, kemudian diangin-anginkan hingga kebasahan 60%.


(40)

4. Penyusunan Pakan Dalam BentukPelet

Bahan penyusun konsentrat yang digunakan terdiri atas kulit daging buah kopi fermentasi, tepung jagung, tepung daun wortel, bungkil kedelai, bungkil kelapa, dedak, top mix, minyak makan dan urea. Bahan yang digunakan ditimbang terlebih dahulu sesuai dengan formulasi pelet yang telah sesuai dengan level perlakuan. Untuk menghindari ketengikan, pencampuran konsentrat dilakukan satu kali dalam satu minggu dan pencampuran dilakukan dengan pengayakan. 5. Pemeliharaan Kelinci

Sebelum kelinci diberi perlakuan, dilakukan penimbangan bobot badan awal kelinci kemudian penimbangan kelinci dilakukan seminggu sekali. Pakan dan air minum diberikan secara ad-libitum, penggantian air minum dilakukan pada pagi dan sore hari. Obat-obatan dan vitamin diberikan sesuai dengan kebutuhan kelinci seperti Wormectin untuk obat cacing dan mencret dengan dosis 1 cc untuk 8 ekor kelinci, pemberiannya dengan cara menyuntikan dibagian

subkutan, anti bloat untuk obat kembung dengan dosis 1 sendok teh untuk 1 – 3 ekor, pemberiannya melalui mulut. Kandang, tempat pakan dan minum dibersihkan setiap hari pada pagi hari. Pakan diberikan pada pagi hari pukul 08.00 WIB secara ad libitum. Mengingat kelinci termasuk binatang malam (noctural), dimana aktivitasnya lebih banyak dilakukan pada malam hari, maka pemberian volume pakan terbanyak pada sore hari sampai malam hari. Sisa pakan ditimbang pada waktu pagi keesokan harinya saat sebelum kelinci diberikan makan kembali untuk mengetahui konsumsi ternak tersebut.


(41)

Pengumpulan Data

Pengambilan data untuk konsumsi ransum dilakukan dalam sekali sehari dan pertambahan bobot badan dilakukan sekali seminggu (g/ekor/minggu) selama 10 minggu. Sedangkan untuk mencari konversi ransum dihitung setelah didapatkan kedua parameter tersebut.


(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum dihitung berdasarkan bahan kering ransum yang dikonsumsi oleh kelinci setiap hari selama penelitian. Menurut Anggorodi (1990) konsumsi ransum adalah kemampuan untuk menghabiskan sejumlah ransum yang diberikan. Konsumsi ransum dapat dihitung dengan pengurangan jumlah ransum yang diberikan dengan sisa dan hamburan. Konsumsi ransum dipengaruhi oleh kesehatan ternak, palatabilitas, mutu ransum dan tata cara pemberian. Tingkat konsumsi adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh hewan bila makanan tersebut diberikan secara ad libitum. Dari hasil penelitian diperoleh rataan konsumsi ransum kelinci seperti tertera pada Tabel 13.

Tabel 13. Rataan konsumsi kelinci dalam bahan kering (BK) selama penelitian (g/ekor/hari)

Perlakuan Ulangan Total Rataan± sd

1 2 3 4 5

P0 73,52 82,30 90,64 86,80 74,71 407,96 81,59±7,45 P1 83,70 83,78 67,05 84,49 75,28 394,29 78,86±7,61 P2 77,87 90,73 80,89 80,60 83,42 413,52 82,70±4,90 P3 80,10 82,93 83,25 84,22 90,67 421,17 84,23±3,91 Total 315,19 339,75 321,81 336,11 324,08 1.636,95

Rataan 78,80 84,94 80,45 84,03 81,02 81,85

Dari Tabel 13 terlihat bahwa rataan total konsumsi ransum dalam bahan kering adalah sebesar 81,85 g/ekor/hari. Rataan konsumsi tertinggi yaitu pada P3 sebesar 84,23 g/ekor/hari dan rataan konsumsi terendah adalah P1 yaitu 78,86 g/ekor/hari. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa konsumsi ytang dihasilkan menunjukan tingkat yang lebih baik dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang memanfaatkan limbah pertanian yang difermentasi menggunakan bioaktifator yang sama terhadap objek penelitian yang sama pula yaitu kelinci rex


(43)

lepas sapih. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan berikut menurut hasil penelitian Tarigan (2013) yang menggunakan bioaktifator berupa MOL (mikroorganisme lokal) terhadap pakan yang diberikan kepada objek yang sama yaitu kelinci peranakan rex lepas sapih menunjukan bahwa total rataan konsumsinya mencapai 78,88 g/hari. Menurut hasil penelitian Magdalena (2013) yang menggunakan objek kelinci dan bioaktifator yang sama menunjukkan bahwa total rataan konsumsi yang dihasilkan mencapai 48,17 g/hari atau rataan konsumsi tertinggi mencapai 49,51 g/ekor/hari.

Untuk mengetahui pengaruh pemberian ransum pelet selama penelitian, maka dilakukan analisa keragaman seperti yang tertera pada tabel 14.

Tabel 14. Analisis ragam konsumsi ransum kelinci selama penelitian

SK DB Jk Kt F

Hitung

F tabel 0,05 0,01 Perlakuan 3 77,13 25,71 0,67tn 3,15 4,34 Galat 16 610,94 38,18

Total 19 688,07

Keterangan: tn= tidak berbeda nyata

Berdasarkan analisa keragaman menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P≥0,05) terhadap konsumsi. Hal ini menunjukan bahwa pengaruh pemberian kulit daging buah kopi yang dicampur dengan pakan basal dalam bentuk pelet tidak berpengaruh nyata (P≥0,05) terhadap konsumsi. Dalam hal ini menunjukan bahwa kulit daging buah kopi fermentasi mempunyai kualitas dan palatabilitas yang relatif sama dengan kulit daging buah kopi tanpa fermentasi.

Tingkat atau perbedaan konsumsi pelet ransum dipengaruhi oleh kondisi tubuh kelinci yang tidak normal dan stres yang diakibatkan oleh lingkungan dan genetik pada kelinci itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pernyataan Parakkasi (1983) yang menyatakan perbedaan konsumsi ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor,


(44)

antara lain, bobot badan, umur, dan kondisi tubuh yaitu normal atau sakit, stres yang diakibatkan oleh lingkungan, genetik dan tingkat kecernaan ransum.

Pertambahan Bobot Badan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil rataan bobot badan kelinci selama penelitian seperti yang tertera pada Tabel 15 berikut ini. Tabel 15. Rataan mingguan pertambahan bobot badan kelinci peranakan rex jantan

(g/ekor/hari) selama 8 minggu.

Perlakuan Ulangan Total Rataan±sd

1 2 3 4 5

P0 33,49 39,24 38,85 41,12 38,56 191,26 38,25±2,84 P1 37,73 37,00 38,52 38,53 38,70 190,48 38,10±0,72 P2 35,57 39,86 41,69 40,10 40,81 198,03 39,61±2,37 P3 39,98 38,34 42,31 41,78 41,33 203,74 40,75±1,60 Total 146,78 154,44 161,37 161,52 159,39 783,51

Rataan 36,69 38,61 40,34 40,38 39,85 39,18

Dari Tabel 15 terlihat bahwa rataan total pertambahan bobot badan kelinci adalah sebesar 39,18 g/ekor/hari. Dengan rataan pertambahan bobot badan tertinggi pada P3 sebesar 40,75 g/ekor/hari dan pertambahan bobot badan terendah pada P1 yaitu sebesar 38,10 g/ekor/hari.

Tabel 16. Analisa keragaman pertambahan bobot badan kelinci peranakan rex

jantan lepas sapih selama penelitian

SK DB Jk Kt F Hitung

F tabel

0,05 0,01 Perlakuan 3 23,36 7,79 1,86tn 3,15 4,34

Galat 16 66,96 4,19

Total 19 90,33

Keterangan: tn= tidak berbeda nyata

Untuk mengetahui pengaruh pemberian pelet ransum selama penelitian, maka dilakukan analisis keragaman seperti yang tertera pada Tabel di atas.


(45)

Tabel 16 menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P≥0,05). Hal ini menunjukan bahwa pemanfaatan kulit daging buah kopi fermentasi sebagai bahan campuran dalam pembuatan ransum dalam bentuk pelet tidak berbeda nyata (P≥0,05) terhadap pertambahan bobot badan kelinci peranakan rex jantan lepas sapih.

Perbedaan pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh lingkungan dan suhu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wahyu (1992) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah bangsa, jenis kelamin, energi, metabolisme kandungan protein dan suhu lingkungan. Total pertambahan bobot badan harian pada penelitian ini yaitu sebesar 39,18 g/ekor/hari. Magdalena (2013) menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa pertambahan bobot badan yang dihasilkan kelinci rex lepas sapih yang diberikan pakan fermentasi menggunakan MOL dalam bentuk pelet mencapai bobot dengan rataan tertinggi yaitu 21,17 g/ekor/hari dengan total rataan yaitu 19,86 g/hari. Menurut Tarigan (2013) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa kelinci rex lepas sapih yang diberikan pakan fermentasi menggunakan bioaktifator yang sama dalam bentuk pelet menunjukan pertambahan bobot badan tertinggi yaitu 14,88 g/ekor/hari atau dengan total rataan mencapai 11,73 g/ekor. Hal ini menunjukan bahwa pertambahan bobot badan harian selama penelitian sesuai dengan yang diharapkan.

Salah satu faktor yang memberikan pengaruh tidak berbeda nyata (P≥0,05) pada pertambahan bobot badan pada penelitian ini adalah konsumsi pakan yang tidak berbeda nyata (P≥0,05). Hal ini disebabkan bahwa kulit daging buah kopi fermentasi dan tanpa fermentasi sama-sama disukai oleh kelinci dan palatabilitas yang hampir sama. Besar kecilnya konsumsi pakan tergantung pada palatabilitas,


(46)

kandungan bahan kering pakan, ukuran tubuh ternak, jenis pakan dan keadaan ternak.

Konversi Ransum

Konversi ransum pada penelitian ini dihitung dalam bentuk bahan kering dengan cara membandingkan banyak jumlah pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan yang dicapai setiap minggu. Menurut Champbell dan Lasley (1985), konversi pakan dipengaruhi oleh kemampuan ternak dalam mencerna bahan pakan, kecukupan zat pakan untuk kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan fungsi tubuh lain serta jenis pakan yang dikonsumsi.

Tabel 17. Rataan konversi ransum kelinci peranakan rex lepas sapih

Perlakuan Ulangan Total Rataan±sd

1 2 3 4 5

P0 2,20 2,10 2,33 2,11 1,94 10,67 2,13±0,14 P1 2,22 2,26 1,74 2,19 1,95 10,36 2,07±0,22 P2 2,19 2,28 1,94 2,01 2,04 10,46 2,09±0,14 P3 2,00 2,16 1,97 2,02 2,19 10,34 2,07±0,10 Total 8,61 8,80 7,98 8,33 8,12 41,84

Rataan 2,15 2,20 2,00 2,08 2,03 2,09

Dari data di atas dapat dilihat bahwa rataan konversi ransum kelinci tertinggi adalah perlakuan P3 sebesar 2,07 dan yang terkecil yaitu pada perlakuan P0 sebesar 2,13.

Konversi ransum memberikan penilaian terhadap efisiensi penggunaan ransum oleh kelinci dengan adanya pertambahan bobot badan yang baik. Untuk melihat pengaruh kulit daging buah kopi fermentasi maka dilakukan analisa keragaman seperti pada Tabel 18 berikut ini.


(47)

Tabel 18. Analisa keragaman konversi ransum kelinci peranakan rex lepas sapih

SK DB Jk Kt F Hitung

F tabel

0,05 0,01 Perlakuan 3 0,0138 0,00460 0,18tn 3,15 4,34 Galat 16 0,3999 0,02499

Total 19 0,4137

Keterangan: tn= tidak berbeda nyata

Dari analisa keragaman di atas menunjukan bahwa konversi pakan kelinci

rex jantan lepas sapih yang diperoleh selama penelitian menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P ≥ 0,05) tetapi pakan yang difermentasi dapat berpengaruh menurunkan angka konversinya. Hal ini menunjukan bahwa kulit daging buah kopi fermentasi sebagai bahan campuran dalam bentuk pelet dapat menurunkan konversi ransum tersebut karena efisiensi penggunaan pakannya yang tinggi dan baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Usman dan Sulistiowati (2006) yang menyatakan konversi pakan kelinci yang diberikan pakan fermentasi lebih rendah dari konversi pakan kelinci yang tidak diberikan pakan tanpa fermentasi. Jika nilai konversi pakan yang ditunjukkan rendah, maka efisiensi penggunaan pakan tinggi atau baik. Pakan yang berkualitas akan digunakan seefisien mungkin oleh ternak menjadi produksi atau pertumbuhan maksimal, sehingga konversinya rendah. Behnke (2001) menyatakan pemberian pakan bentuk pelet dapat meningkatkan performa dan konversi pakan ternak bila dibandingkan dengan pakan bentuk mash

Semakin baik mutu ransum, semakin kecil pula konversi pakannya, angka konversi ransum menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan ransum.

Rekapitulasi Hasil Penelitian

Tabel 19. Tabel rekapitulasi data peformans kelinci peranakan rex lepas sapih selama penelitian

Perlakuan Rataan Parameter


(48)

(g/ekor/hari)

P0 81,59tn 38,25tn 2,13tn

P1 78,86tn 38,10tn 2,07tn

P2 82,70tn 39,61tn 2,09tn

P3 84,23tn 40,75tn 2,07tn

Berdasarkan hasil rekapitulasi di atas diperoleh bahwa fermentasi kulit daging buah kopi yang dijadikan bahan pakan campuran untuk ransum dalam bentuk pelet tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P≥0,05) terhadap konsumsi, pertambahan bobot badan dan konversi terhadap kelinci peranakan rex

lepas sapih. Tetapi bila dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menggunakan bioaktifator yang sama yaitu MOL terhadap pakan yang diberikan kepada kelinci rex lepas sapi, menunjukkan hasil yang cenderung meningkat dan lebih baik.


(49)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penggunaan kulit daging buah kopi yang difermentasi menggunakan MOL (mikroorganisme lokal) yang terdiri dari Rhizopus sp, Saccaromyces sp, dan

Lactobacillus sp dapat digunakan sebagai campuran bahan pakan dalam bentuk pelet ransum yang diberikan kepada kelinci peranakan rex lepas sapih sampai pada level 30%.

Saran

Disarankan untuk peternak yang ingin memanfaatkan kulit daging buah kopi sebagai bahan pakan ternak agar kulit daging buah kopi tersebut tidak difermentasi, karena akan membutuhkan waktu yang lama dan menambah biaya produksi. Tetapi jika ingin dilakukan penyimpanan dalam jumlah banyak maka perlu dilakukan fermentasi karena kulit daging buah kopi yang difermentasi akan lebih tahan lama bila dibandingkan dengan yang tidak difermentasi, serta pakan yang diberikan harus berbentuk pelet karena dalam bentuk pelet ternak tidak mempunyai kesempatan untuk memilih-milih makanan yang hanya disukai ternak tersebut.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta.

Anthoni, N. 2009. Komoditas Kopi pdf/JHCN54009710.pdf . Diakses tanggal 8 Maret 2014.

Arifah, N. 2012. Standart Molases Untuk Ternak. .http://nurularifah3.blogspot. c om/2012/06/standar-molases-untuk-ternak-tgs-spmp.html

Aritonang, D., M.A. Harahap. Y.C. Raharjo. 2004. Pengaruh Penambahan Biovet dalam Ransum dengan Berbagai Kandungan Protein dan Energi terhadap Pertumbuhan Anak Kelinci Rex. Media Peternakan IPB. [10 Maret 2014].

Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. 2011. Medan.

Blakely, J. dan D.H. Bade, 1991. Ilmu Peternakan. Terjemahan Bambang Srigandono. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Campbell, J.R dan J.F. Lasley. 1985. The Science of Animals that Serve Humanity. McGrow-Hill Book Company, New York.

Cheeke, R. B., N. M. Patton and G. S. Templeton. 1982. Rabbit Production. Fifth Edition. The Interstate Printers and Publishers, Inc, Danville,Illinois. Pdf. Aritonang et al. 2003. Laju Pertumbuhan Kelinci Rex, Satin dan Persilangannya yang Diberi Lactosym@ dalam Sistem Pemeliharaan Intensif. [10 Maret 2014].

Cheeke, R.B., N.M. Patton, S.D. Lukefahr and J.I. Mcniit. 1987. Rabbit production. Sixth Edition. TheInterstate Printers and Publisher, Inc. Danville, Illinois. Pdf. Aritonang et al. 2003. Laju Pertumbuhan Kelinci Rex, Satin dan Persilangannya yang Diberi Lactosym@ dalam Sistem Pemeliharaan Intensif. [10 Maret 2014].

Compost Center. 2009. Guidelines Training on Compost: A Takakura Method USU Press. Medan.

Damika. 2006. Karakteristik Lactobacillus casei De Blas. C. J. Wiseman, 1998. The Nutrition of The Rabbit. CABI Publishing. New


(51)

Lokal Peranakan New Zeland White yang Diberi Pakan Silase atau Pelet Ransum Komplit. Institut Pertanian Bogor-Press. Bogor.

Dinas Pertanian Kabupaten Karo tahun 2005. Disitasi skripsi Manalu, H. 2003. Analisa Finansial Usaha Tani Wortel (Studi Kasus: Desa Suka Dame, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo). USU-Press. Medan.

Dinas Pertanian Bidang Perkebunan Kabupaten Karo. 2008. Disitasi Skripsi Arta. H. S. 2009. Analisa Usaha Tani Kopi di Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo. USU-Press. Medan.

Gorgulu, M., A. Siuta, E. Ongel, S. Yurtseven, H. R. Kutlu, 2003. Effect of probiotic on growing performance and health of pedet. Pakistan Journal of Biological Science, 6 (6) : 651654.

Handajani, H. 2007. Peningkatan Nilai Nutrisi Tepung Azolla Melalui Fermentasi. Naskah Publikasi. Universitas Muhammadiyah Malang.

Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo dan A.D. Tillman. 1997. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. UGM Press. Yogyakarta.

Hustamin, R. 2008. Panduan Memelihara Kelinci Hias. AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Intannursiam. 2010. Dedak Padi dan Penyimpanannya. Dalam tanggal 20 Maret 2012.

Laboratorium Biokimoa dan Enzimatik Balai Penelitian Pasca Panen Pertania Bogor. 2003. Disitasi Skripsi Manik. A. J. F. 2012. Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Fermentasi Pada Ransum Terhadap Peformans Babi Jantan Yorkshire Umur 2-4 Bulan. USU Press. Medan.

Laboratorium Nutrisi Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih. 2014. Sumatera Utara.

Lebas F., P. Coudert, R. Rouvier dan H. de Rochambean.(1986). The Rabbit, Husbundry, Health and Production.Food of Agriculture Organisation of the United States. Rome. Dalam Skripsi Yani, A. (2006) Penggunaan EM4 (Effective Microorganisme) Untuk Meningkatkan Performans Ternak Kelinci. UMM Press. Malang.

Magdalena. 2013. Subtitusi Dedak Padi Dengan Daging Buah Kakao Fermentasi Dalam Ransum Pellet Terhadap Peformans Kelinci Rex JantanLepas Sapih. USU-Pers. Medan.

Manshur, F. 2009. Kelinci-Pemeliharaan Secara Ilmiah, Tepat dan Terpadu. Nuansa. Bandung.


(52)

Masanto, R., dan A. Agus. 2010. Beternak Kelinci Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.

_____________. 2013. Kelinci Potong Pembibitan dan Penggemukan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Mayasari, N. 2012. Makalah Mikrobiologi Pangan Fakultas Kedokteran. UNDIP Press.

McElhiney, R. R. 1994. Feed Manufacturing Technology IV. American Feed Industry Association, Inc. Arlington, Virginia. Skripsi. Risqiani, A. 2011. Performa Kelinci Potong Jantan Lokal Peranakan New Zeland White yang Diberi Pakan Silase atau Pelet Ransum Komplit. Institup Pertanian Bogor-Press. Bogor.

Murni, R. Suparjo. Akmal. B.L. Ginting . 2008. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah Untuk Pakan. Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Pertanian Jambi.

National Research Council. 1977. Dalam

Parakkasi, A. 1983. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. UI Press. Jakarta.

___________. 1999. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Angkasa. Bandung.

Pond, W. G., D. C. Church., & K. R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. John Wiley and Sons, New York.

Putra, A.W., 2013. Sejarah Perkembangan Kelinci. Maret 2014.

Sarwono, B. 2001. Kelinci Potond dan Hias. Agromedia Pustaka. Jakarta.

_________. 2009. Buku Pintar Memelihara Kelinci dan Rodensia. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Siregar, A. 2009. Suplementasi Blok Mulinutrisi Berbasis Hijauan Lapangan Terhadap Kecernaan In Vivo Pada Domba Jantan, Departemen Peternkan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Smith, J dan S. Mangoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. UI Press. Jakarta.


(53)

Tarigan, L. D. 2013. Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi MOL dan

Trichoderma harzianum Pada Berbagai Ransum Terhadap Peformans Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih.

Thomas, M., & A. F. B. Van der Poel. 1997. Physical quality of peleted animal feed2. contribution of processes and its conditions. Animal Feed Science and Technology. 61 (1): 89-109.

Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo, 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. UGM Press. Yogyakarta.

___________. 1997. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. UGM Press. Wahyu, J. 1992. Ilmu Nutrisi Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Wahyuni, T.H. 2009. Buku Ajar Bahan Pakan dan Formulasi Ransum. USU-Press.

Medan.

Wheindrata. 2012. Rahasia Beternak Kelinci Ras. Lily Publisher. Surakarta. Wicaksono, P. N., 2007. Pengaruh Campuran Isi Rumen dan Daun Wortel Kering

sebagai Pengganti Wheat Pollard terhadap Penampilan Produksi Kelinci New Zealand White. Universitas Brawijaya. Malang. Hal 4-14.

Winarno, F. G., 1986. Monografi Limbah Pertanian. Kementrian Muda Urusan Pangan, Jakarta.

Wulandari. 2012. Makalah Mikrobiologi Rizhopus sp Diakses tanggal 8 Maret 2014.


(54)

LAMPIRAN

1. Pembuatan Inokulen Cair

Sumber: Takakura Method (2009).

Dimasukkan air sumur sebanyak 10 liter ke dalam galon air mineral

Dimasukkan air tebu sebanyak 1,5 liter

Dimasukkan ragi tempe sebanyak 60 gram

Dimasukkan ragi tape sebanyak 60 gram

Dimasukkan yoghurt sebanyak 15 ml

Diaduk seluruh bahan sampai merata

Ditutup dengan kantong plastik dan dibiarkan selama tiga (3) hari


(55)

2. Pembuatan Fermentasi Kulit Daging Buah Kopi

Sumber: Takakura Method (2009).

Pembuatan inokulan cair

Pencampuran kulit daging buah kopi fermentasi dengan inokulen cair

Campuran tersebut kemudian ditambah dengan dedak padi dan ditutup menggunakan sabuk kelapa selama 5 hari

Diukur suhunya dengan termometer

Kulit daging buah kopi fermentasi di jemur angin sampai kering

Digiling hingga halus dan siap untuk digunakan


(56)

3. Pembuatan Pakan Bentuk Pelet

Bahan baku digiling hingga menjadi tepung denga mesin grinder

Bahan baku

Ditimbang menurut formula yang sudah ditetapkan

Diaduk hingga merata ditempat pengadukan

Ditambahkan air kedalam molasses dengan perbandingan air dengan molasses 1:5 kemudian aduk hingga merata

Diaduk kembali hingga bahan cair tercampur rata dalam bahan

Bahan baku berbentuk adonan dengan kebasahan 60%

Adonan dimasukkan kealat pencetak pelet

Dihasilkan pellet ukuran 5-7mm

Pelet dioven selama 12 jam dengan temperature 500C dan pelet siap diberikan sebagai pakan kelinci


(57)

4. kandungan nutrisi masing-masing bahan pakan

5. Formula Ransum Kelinci dengan kulit daging buah kopi (KDBK)

No Bahan Pakan Perlakuan

P0 P1 P2 P3

1 KDBK non

Fermentasi

30 20 10 0

2 KDBK Fermrntasi 0 10 20 30

3 Tepung Jagung 30,00 30,00 30,00 30,00

4 Dedak padi 5,00 5,00 5,00 5,00

5 Tepung Daun

Wortel 15,00 15,00 15,00 15,00

6 Bungkil Kedelai 11,00 11,00 11,00 11,00 7 Bungkil Kelapa 3,60 3,60 3,60 3,60

8 Ultra Mineral 0,50 0,50 0,50 0,50

9 Minyak Makan 0,75 0,75 0,75 0,75

10 Molases 3,00 3,00 3,00 3,00

11 Lysine 0,50 0,50 0,50 0,50

12 Metionin 0,50 0,50 0,50 0,50

13 Urea 0,15 0,15 0,15 0,15

Total 100 100 100 100

Kandungan Nutrisi 1 Energi metabilis/EM

(kkal/mg)

2.478,82 2.549,53 2.620,24 2.691,54 2 Protein kasar/PK (%) 15,00 15,21 15,43 15,64 3 Serat kasar/SK (%) 11,94 11,91 11,87 11,84 4 Lemak kasar/LK (%) 2,55 2,56 2,56 2,56 5 Harga pemakaian (Rp) 3188,15 3201,55 3214,95 3228,35

No Bahan PK (%) EM

(kkal/mg)

SK (%) LK (%)

1. KDBK non

Fermentasi 16,06 1901,90 26,59 16,06

2. KDBK Fermentasi 18,19 2612,00 26,24 18,19

3. Tepung Jagung 8,90 3.350,00 2,00 3,50 4. Dedak padi 13,50 1.890,00 13,00 0,60 5. Tepung Daun Wortel 28,65 2.483,42 12,27 1,00 6. Bungkil Kedelai 34,00 2.240,00 6,00 0,90 7. Bungkil Kelapa 18,58 1.540,00 8,80 9,60

8. Ultra Mineral 0,00 0,00 0,00 0,00

9. Minyak Makan 0,00 8.600,00 0,00 0,00

10. Molases 0,65 2.330,00 0,38 0,08

11. Lysine 0,00 0,00 0,00 0,00

12. Metionin 0,00 0,00 0,00 0,00


(58)

6. Grafik rataan konsumsi kelinci dalam bahan kering (BK) selama penelitian (g/ekor/hari)

7. Grafik rataan mingguan pertambahan bobot badan kelinci peranakan rex jantan (g/ekor/hari) selama 8 minggu

8. Grafik rataan konversi ransum kelinci peranakan rex lepas sapih

81,59 78,86 82,70 84,23

0 20 40 60 80 100

P0 P1 P2 P3

Konsumsi Bahan Kering (g/ekor/hari)

38,25 38,10 39,61 40,75

0 10 20 30 40 50

P0 P1 P2 P3

Pertambahan Bobot Badan (g/ekor/hari)

2,13 2,07 2,09 2,07

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5

P0 P1 P2 P3


(59)

9. Grafik rekapitulasi data peformans kelinci peranakan rex lepas sapih selama penelitian

10. Tabel Income Over Feed Cost (IOFC) Perlakua

n

Ulanga

n Total Rataan

U1 U2 U3 U4 U5

P0 39.312 56.603 67.836 66.878 47.551 278.181 55.636 P1 57.331 61.595 52.512 59.060 58.019 288.517 57.703 P2 46.171 63.996 63.266 70.761 55.295 299.491 59.898 P3 63.980 54.662 73.440 71.608 59.937 323.628 64.726 Total

206.79 5

236.85

6 257.055

268.30 8

220.80 2

118.981

6 59.491

81,59 78,86 82,70 84,23

38,25 38,10 39,61 40,75

2,13 2,07 2,09 2,07 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

P0 P1 P2 P3

Konsumsi (g) PBB (g) Konversi


(1)

LAMPIRAN

1. Pembuatan Inokulen Cair

Sumber: Takakura Method (2009).

Dimasukkan air sumur sebanyak 10 liter ke dalam galon air mineral

Dimasukkan air tebu sebanyak 1,5 liter

Dimasukkan ragi tempe sebanyak 60 gram

Dimasukkan ragi tape sebanyak 60 gram

Dimasukkan yoghurt sebanyak 15 ml

Diaduk seluruh bahan sampai merata

Ditutup dengan kantong plastik dan dibiarkan selama tiga (3) hari


(2)

2. Pembuatan Fermentasi Kulit Daging Buah Kopi

Sumber: Takakura Method (2009).

Pembuatan inokulan cair

Pencampuran kulit daging buah kopi fermentasi dengan inokulen cair

Campuran tersebut kemudian ditambah dengan dedak padi dan ditutup menggunakan sabuk kelapa selama 5 hari

Diukur suhunya dengan termometer

Kulit daging buah kopi fermentasi di jemur angin sampai kering

Digiling hingga halus dan siap untuk digunakan


(3)

3. Pembuatan Pakan Bentuk Pelet

Bahan baku digiling hingga menjadi tepung denga mesin grinder

Bahan baku

Ditimbang menurut formula yang sudah ditetapkan

Diaduk hingga merata ditempat pengadukan

Ditambahkan air kedalam molasses dengan perbandingan air dengan molasses 1:5 kemudian aduk hingga merata

Diaduk kembali hingga bahan cair tercampur rata dalam bahan

Bahan baku berbentuk adonan dengan kebasahan 60%

Adonan dimasukkan kealat pencetak pelet

Dihasilkan pellet ukuran 5-7mm

Pelet dioven selama 12 jam dengan temperature 500C dan pelet siap diberikan sebagai pakan kelinci


(4)

4. kandungan nutrisi masing-masing bahan pakan

5. Formula Ransum Kelinci dengan kulit daging buah kopi (KDBK)

No Bahan Pakan Perlakuan

P0 P1 P2 P3

1 KDBK non Fermentasi

30 20 10 0

2 KDBK Fermrntasi 0 10 20 30

3 Tepung Jagung 30,00 30,00 30,00 30,00

4 Dedak padi 5,00 5,00 5,00 5,00

5 Tepung Daun

Wortel 15,00 15,00 15,00 15,00

6 Bungkil Kedelai 11,00 11,00 11,00 11,00

7 Bungkil Kelapa 3,60 3,60 3,60 3,60

8 Ultra Mineral 0,50 0,50 0,50 0,50

9 Minyak Makan 0,75 0,75 0,75 0,75

10 Molases 3,00 3,00 3,00 3,00

11 Lysine 0,50 0,50 0,50 0,50

12 Metionin 0,50 0,50 0,50 0,50

13 Urea 0,15 0,15 0,15 0,15

Total 100 100 100 100

Kandungan Nutrisi 1 Energi metabilis/EM

(kkal/mg)

2.478,82 2.549,53 2.620,24 2.691,54 2 Protein kasar/PK (%) 15,00 15,21 15,43 15,64 3 Serat kasar/SK (%) 11,94 11,91 11,87 11,84 4 Lemak kasar/LK (%) 2,55 2,56 2,56 2,56

No Bahan PK (%) EM

(kkal/mg)

SK (%) LK (%)

1. KDBK non

Fermentasi 16,06 1901,90 26,59 16,06

2. KDBK Fermentasi 18,19 2612,00 26,24 18,19

3. Tepung Jagung 8,90 3.350,00 2,00 3,50 4. Dedak padi 13,50 1.890,00 13,00 0,60 5. Tepung Daun Wortel 28,65 2.483,42 12,27 1,00 6. Bungkil Kedelai 34,00 2.240,00 6,00 0,90 7. Bungkil Kelapa 18,58 1.540,00 8,80 9,60

8. Ultra Mineral 0,00 0,00 0,00 0,00

9. Minyak Makan 0,00 8.600,00 0,00 0,00

10. Molases 0,65 2.330,00 0,38 0,08

11. Lysine 0,00 0,00 0,00 0,00

12. Metionin 0,00 0,00 0,00 0,00


(5)

6. Grafik rataan konsumsi kelinci dalam bahan kering (BK) selama penelitian (g/ekor/hari)

7. Grafik rataan mingguan pertambahan bobot badan kelinci peranakan rex jantan (g/ekor/hari) selama 8 minggu

8. Grafik rataan konversi ransum kelinci peranakan rex lepas sapih

81,59 78,86 82,70 84,23

0 20 40 60 80 100

P0 P1 P2 P3

Konsumsi Bahan Kering (g/ekor/hari)

38,25 38,10 39,61 40,75

0 10 20 30 40 50

P0 P1 P2 P3

Pertambahan Bobot Badan (g/ekor/hari)

2,13 2,07 2,09 2,07

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5


(6)

9. Grafik rekapitulasi data peformans kelinci peranakan rex lepas sapih selama penelitian

10. Tabel Income Over Feed Cost (IOFC) Perlakua

n

Ulanga

n Total Rataan

U1 U2 U3 U4 U5

P0 39.312 56.603 67.836 66.878 47.551 278.181 55.636 P1 57.331 61.595 52.512 59.060 58.019 288.517 57.703 P2 46.171 63.996 63.266 70.761 55.295 299.491 59.898 P3 63.980 54.662 73.440 71.608 59.937 323.628 64.726 Total

206.79 5

236.85

6 257.055

268.30 8

220.80 2

118.981

6 59.491

81,59 78,86 82,70 84,23

38,25 38,10 39,61 40,75

2,13 2,07 2,09 2,07

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

P0 P1 P2 P3

Konsumsi (g) PBB (g) Konversi


Dokumen yang terkait

Analisis Usaha Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Fermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) Dibandingkan Trichoderma harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

9 81 58

Kecernaan Kulit Daging Buah Kopi dengan Fermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) dalam Ransum Pelet Pakan Kelinci Perankan Rex Lepas Sapih

2 68 58

Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) Dibandingkan Trichoderma harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Karkas Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

2 65 70

Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi yang Diamoniasi pada Pakan Domba terhadap Performans Domba Lokal Jantan Lepas Sapih

0 52 85

Pemanfaatan Tepung Kulit Buah Markisa (Passiflora edulisvar.edulis) Fermentasi Phanerochaete chrysosporium sebagai Ransum dalam Bentuk Peletterhadap Performans Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih.

2 25 55

Analisis Usaha Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Fermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) Sebagai Ransum Dalam Bentuk Pelet Terhadap Kelinci Peranakan Rex Jantan Lepas Sapih

0 4 67

ANALISIS USAHA PEMANFAATAN KULIT PISANG RAJA FERMENTASI MOL (MIKROORGANISME LOKAL) DIBANDINGKAN Trichoderma harzianum SEBAGAI PAKAN BERBENTUK PELET TERHADAP KELINCI REX JANTAN LEPAS SAPIH SKRIPSI

0 0 12

Kecernaan Kulit Daging Buah Kopi dengan Fermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) dalam Ransum Pelet Pakan Kelinci Perankan Rex Lepas Sapih

0 0 14

Kecernaan Kulit Daging Buah Kopi dengan Fermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) dalam Ransum Pelet Pakan Kelinci Perankan Rex Lepas Sapih

0 0 12

Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Fermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) Sebagai Ransum dalam Bentuk Pelet Terhadap Performans Kelinci Peranakan Rex Lepas Sapih

0 0 10