Analisis Usaha Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Fermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) Dibandingkan Trichoderma harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

(1)

ANALISIS USAHA PEMANFAATAN KULIT PISANG RAJA

FERMENTASI MOL (MIKROORGANISME LOKAL)

DIBANDINGKAN Trichoderma harzianum SEBAGAI

PAKAN BERBENTUK PELET TERHADAP

KELINCI REX JANTAN LEPAS SAPIH

SKRIPSI

Oleh :

JESSICA NATALINA MANURUNG

090306020/PETERNAKAN

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

ANALISIS USAHA PEMANFAATAN KULIT PISANG RAJA

FERMENTASI MOL (MIKROORGANISME LOKAL)

DIBANDINGKAN Trichoderma harzianum SEBAGAI

PAKAN BERBENTUK PELET TERHADAP

KELINCI REX JANTAN LEPAS SAPIH

SKRIPSI

Oleh :

JESSICA NATALINA MANURUNG

090306020/PETERNAKAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

Judul Skripsi : Analisis Usaha Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Fermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) Dibandingkan Trichoderma harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

Nama : Jessica Natalina Manurung NIM : 090306020

Program Studi : Peternakan

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

Usman Budi, S.Pt, M.Si Ir. Armyn Hakim Daulay, MBA

Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr.Ir.Ma’ruf Tafsin, M.Si. Ketua Program Studi Peternakan


(4)

ABSTRAK

JESSICA NATALINA MANURUNG, 2014 “Analisis Usaha Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Fermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) Dibandingkan Trichoderma harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih”, dibimbing oleh USMAN BUDI dan ARMYN HAKIM DAULAY.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Agustus sampai November 2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai ekonomi dari pemanfaatan kulit pisang fermentasi MOL dibandingkan Trichoderma harzianum pada kelinci rex lepas sapih. Penelitian ini menggunakan 21 ekor kelinci rex jantan lepas sapih dengan rataan bobot badan awal 732±133 g. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah P0 (Ransum kulit pisang raja tanpa fermentasi 45%), P1 (Ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 15%), P2 ( Ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 30%), P3 (Ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 30%), P4 (Ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 15%), P5 (Ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 30) dan P6 ((Ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 45%). Parameter yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Total Biaya Produksi, Total Hasil Produksi, Analisis Laba-Rugi, Benefit/Cost Ratio dan Income Over Feed Cost (IOFC).

Hasil penelitian diperoleh rataan pada parameter analisis laba – rugi (Rp) adalah P0: 14.817, P1: 14.811, P2: 17.196, P3: 13.394, P4: 9.319, P5: 4.954 dan P6:4.287. rataan pada parameter Benefit/Cost Ratio adalah P0: 1,42, P1: 1,41, P2: 1,48, P3: 1,38, P4: 1,26, P5: 1,14 dan P6: 1,12. Rataan pada parameter Income Over Feed Cost/IOFC (Rp) adalah P0: 20.070,53, P1: 20.063,72, P2: 22.448,64, P3: 18.647,34, P4: 14.572,59, P5: 10.207,14 dan P6: 9.540,38.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa penggunaan kulit pisang raja tanpa fermentasi dan fermentasi MOL dan fermentasi Trichoderma harzianum efisien untuk diaplikasikan pada peternakan kelinci.


(5)

ABSTRACT

JESSICA NATALINA MANURUNG, 2014 “Business Analysis Utilization of raja banana peel MOL fermentation (Local Microorganism) compared Trichoderma harzianum as Feed in the form of pellets of Weaning Male Rex Rabbits”, supervised by USMAN BUDI and ARMYN HAKIM DAULAY.

This research was conducted in the laboratory Animal Biology Faculty of Agriculture, University of North Sumatera in August to November 2013. This research aimed the economic value of the utilization of raja banana peel local microorganisms fermentation compared Trichoderma harzianum of weaning male rex rabbits. The research used twenty one heads weaning male rex rabbits with average initial body weight 732±133 g. Treatments that used in this research are P0 (ration of raja banana peel without fermentation 45%), P1 (ration of raja banana peel MOL fermentation 15%), P2 (ration of raja banana peel MOL fermentation 30%), P3 (ration of raja banana peel MOL fermentation 45%), P4 (ration of raja banana peel Trichoderma harzianum fermentation 15%), P5 (ration of raja banana peel Trichoderma harzianum fermentation 30%) and P6 (ration of raja banana peel Trichoderma harzianum fermentation 45%). The parameters that used in this research are total production cost, total production, the anvantage or profit and lost, benefit cost ratio (B/C ratio) and income over feed cost (IOFC).

The result of this reseach gotten from average the anvantage or profit and lost (Rp) are P0: 14.817, P1: 14.811, P2: 17.196, P3: 13.394, P4: 9.319, P5: 4.954 and P6:4.287. average parameter benefit or cost ratio are P0: 1,42, P1: 1,41, P2: 1,48, P3: 1,38, P4: 1,26, P5: 1,14 and P6: 1,12. Average parameter income over feed cost /IOFC (Rp) are P0: 20.070,53, P1: 20.063,72, P2: 22.448,64, P3: 18.647,34, P4: 14.572,59, P5: 10.207,14 and P6: 9.540,38.

The conclusion of this research is that use raja banana peel without fermented, fermented MOL and fermented Trichoderma harzianum is efficient for application in breeding rex rabbits.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kec. Perbaungan Kab. Serdang Bedagai pada tanggal 24 Desember 1990 anak dari ayah Drs.Carles Manurung, MM dan ibu Elvi Jelita Rambe S.Pd. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Perbaungan dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian tertulis Ujian Masuk Bersama Perguruan Tinggi Negeri (UMB-PTN). Penulis memilih program studi Peternakan.

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Desa Pardugul Dusun Buntu Pangaloan Kec. Pangururan Kab. Samosir, mulai tangga l 7 Juli sampai 22 Agustus 2012.

Penulis melaksanakan penelitian di Laboratorium Biologi Ternak, Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara pada bulan September sampai dengan November 2013.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Usaha Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Fermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) Dibandingkan Trichoderma harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih”.

Pada kesempatan ini penulis menghanturkan pernyataan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yaitu bapak Carles Manurung dan Ibu Elvi Jelita Rambe yang telah membesarkan, memelihara mendidik dan mendukung penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada bapak Usman Budi, S.Pt, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan bapak Ir. Armyn Hakim Daulay, MBA, selaku anggota komisi pembimbing. Penulis juga ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk kita semua.


(8)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 5

Kegunaan Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Arti Penting Ternak Kelinci Bagi Masyarakat Indonesia ... 6

Analisis Usaha Ternak Kelinci ... 7

Total Biaya Produksi... 8

Biaya bibit ... 9

Biaya ransum ... 9

Biaya obat-obatan ... 9

Biaya sewa kandang dan peralatan kandang ... 10

Biaya tenaga kerja ... 10

Total Hasil Produksi ... 11

Biaya penjualan kelinci ... 11

Biaya penjualan kotoran dan urine kelinci ... 12

Analisis Laba-Rugi (Keuntungan-Kerugian) ... 12

Analisis B/C Ratio (Benefit Cost Ratio) ... 13

Income Over Feed Cost (IOFC) ... 14

Pemasaran Kelinci Rex... 15

Karateristik Ternak Kelinci Rex ... 15

Pakan Ternak Kelinci ... 16

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17

Bahan dan Alat Penelitian ... 17

Bahan ... 17

Alat ... 17

Metode Penelitan ... 18

Parameter Penelitian ... 19


(9)

Total hasil produksi ... 19

Analisis laba rugi (keuntungan-kerugian) ... 19

Analisis B/C ratio (Benefit Cost Ratio) ... 19

Analisis IOFC (Income Over Feed Cost) ... 20

Pelaksanaan Penelitian dan Analisis Data ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN Total Biaya Produksi... 21

Biaya bibit (Rp/ekor) ... 21

Biaya ransum/pelet (Rp/ekor) ... 21

Biaya obat-obatan (Rp/ekor) ... 24

Biaya sewa kandang dan peralatan (Rp/ekor) ... 24

Biaya tenaga kerja (Rp/ekor) ... 25

Total Hasil Produksi ... 27

Penjualan kelinci (Rp/ekor) ... 28

Penjualan kotoran kelinci (Rp/ekor) ... 28

Penjualan urine kelinci (Rp/ekor) ... 29

Analisis Keuntungan (laba/rugi) (Rp/ekor) ... 30

Analisis Benefit/Cost Ratio (B/C ratio) ... 32

Income Over Feed Cost (IOFC) (Rp/ekor) ... 33

Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 35

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 37

Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38


(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Harga bibit kelinci rex tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 21

2. Daftar harga pakan selama penelitian (Rp/ekor) ... 22

3. Biaya pelet tiap perlakuan selama penelitian (Rp/ekor) ... 24

4. Biaya obat-obatan tiap perlakuan selama penelitian (Rp/ekor) ... 24

5. Biaya Sewa Kandang tiap perlakuan selama penelitian (Rp/ekor) ... 25

6. Biaya Peralatan Kandang tiap perlakuan selama penelitian (Rp/ekor) ... 25

7. Biaya tenaga kerja tiap perlakuan selama penelitian (Rp/ekor) ... 26

8. Harga jual kelinci tiap perlakuan selama penelitian (Rp/ekor) ... 28

9. Harga jual kotoran kelinci tiap perlakuan selama penelitian (Rp/ekor) ... 28

10. Harga jual urine kelinci kelinci tiap perlakuan selama penelitian (Rp/ekor) ... 29


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Grafik rataan total biaya produksi selama penelitian (Rp/ekor) ... 26

2. Grafik rataan total hasil produksi selama penelitian (Rp/ekor) ... 29

3. Grafik rataan laba/rugi selama penelitian (Rp/ekor) ... 31

4. Grafik rataan B/C ratio selama penelitian ... 32

5. Grafik rataan IOFC selama penelitian (Rp/ekor) ... 33


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Bobot badan awal kelinci rex yang digunakan pada penelitian

(g/ekor) ... 40

2. Jumlah pelet yang dikonsumsi kelinci rex selama penelitian (g/ekor). 40 3. Total biaya produksi tiap perlakuan selama penelitian (Rp/ekor) ... 41

4. Bobot badan akhir kelinci yang digunakan pada penelitian (g/ekor) .. 41

5. Total hasil produksi tiap perlakuan selama penelitian (Rp/ekor) ... 41

6. Keuntungan (laba/rugi) tiap perlakuan selama penelitian (Rp/ekor) ... 42

7. B/C ratio tiap perlakuan selama penelitian... 42

8. IOFC tiap perlakuan selama penelitian (Rp/ekor) ... 42

9. Rekapitulasi rataan hasil penelitian ... 43

10. Biaya tepung kulit pisang raja tanpa fermentasi (Rp/kg) ... 43

11. Biaya tepung kulit pisang raja tanpa fermentasi MOL (Rp/kg) ... 43

12. Biaya tepung kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum (Rp/kg) ... 43


(13)

ABSTRAK

JESSICA NATALINA MANURUNG, 2014 “Analisis Usaha Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Fermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) Dibandingkan Trichoderma harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih”, dibimbing oleh USMAN BUDI dan ARMYN HAKIM DAULAY.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Agustus sampai November 2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai ekonomi dari pemanfaatan kulit pisang fermentasi MOL dibandingkan Trichoderma harzianum pada kelinci rex lepas sapih. Penelitian ini menggunakan 21 ekor kelinci rex jantan lepas sapih dengan rataan bobot badan awal 732±133 g. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah P0 (Ransum kulit pisang raja tanpa fermentasi 45%), P1 (Ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 15%), P2 ( Ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 30%), P3 (Ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 30%), P4 (Ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 15%), P5 (Ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 30) dan P6 ((Ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 45%). Parameter yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Total Biaya Produksi, Total Hasil Produksi, Analisis Laba-Rugi, Benefit/Cost Ratio dan Income Over Feed Cost (IOFC).

Hasil penelitian diperoleh rataan pada parameter analisis laba – rugi (Rp) adalah P0: 14.817, P1: 14.811, P2: 17.196, P3: 13.394, P4: 9.319, P5: 4.954 dan P6:4.287. rataan pada parameter Benefit/Cost Ratio adalah P0: 1,42, P1: 1,41, P2: 1,48, P3: 1,38, P4: 1,26, P5: 1,14 dan P6: 1,12. Rataan pada parameter Income Over Feed Cost/IOFC (Rp) adalah P0: 20.070,53, P1: 20.063,72, P2: 22.448,64, P3: 18.647,34, P4: 14.572,59, P5: 10.207,14 dan P6: 9.540,38.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa penggunaan kulit pisang raja tanpa fermentasi dan fermentasi MOL dan fermentasi Trichoderma harzianum efisien untuk diaplikasikan pada peternakan kelinci.


(14)

ABSTRACT

JESSICA NATALINA MANURUNG, 2014 “Business Analysis Utilization of raja banana peel MOL fermentation (Local Microorganism) compared Trichoderma harzianum as Feed in the form of pellets of Weaning Male Rex Rabbits”, supervised by USMAN BUDI and ARMYN HAKIM DAULAY.

This research was conducted in the laboratory Animal Biology Faculty of Agriculture, University of North Sumatera in August to November 2013. This research aimed the economic value of the utilization of raja banana peel local microorganisms fermentation compared Trichoderma harzianum of weaning male rex rabbits. The research used twenty one heads weaning male rex rabbits with average initial body weight 732±133 g. Treatments that used in this research are P0 (ration of raja banana peel without fermentation 45%), P1 (ration of raja banana peel MOL fermentation 15%), P2 (ration of raja banana peel MOL fermentation 30%), P3 (ration of raja banana peel MOL fermentation 45%), P4 (ration of raja banana peel Trichoderma harzianum fermentation 15%), P5 (ration of raja banana peel Trichoderma harzianum fermentation 30%) and P6 (ration of raja banana peel Trichoderma harzianum fermentation 45%). The parameters that used in this research are total production cost, total production, the anvantage or profit and lost, benefit cost ratio (B/C ratio) and income over feed cost (IOFC).

The result of this reseach gotten from average the anvantage or profit and lost (Rp) are P0: 14.817, P1: 14.811, P2: 17.196, P3: 13.394, P4: 9.319, P5: 4.954 and P6:4.287. average parameter benefit or cost ratio are P0: 1,42, P1: 1,41, P2: 1,48, P3: 1,38, P4: 1,26, P5: 1,14 and P6: 1,12. Average parameter income over feed cost /IOFC (Rp) are P0: 20.070,53, P1: 20.063,72, P2: 22.448,64, P3: 18.647,34, P4: 14.572,59, P5: 10.207,14 and P6: 9.540,38.

The conclusion of this research is that use raja banana peel without fermented, fermented MOL and fermented Trichoderma harzianum is efficient for application in breeding rex rabbits.


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Usaha di bidang peternakan pada saat ini menunjukkan kemajuan perkembangan yang lebih baik dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian. Sebagian besar masyarakat dunia mengakui bahwa produk-produk peternakan memiliki peranan yang penting dimasa sekarang ini. Fungsi terbesar produk peternakan adalah menyediakan protein, energi, vitamin dan mineral.

Kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya zat gizi sehingga peternakan merupakan sektor yang berperan sangat penting dalam penyediaan kebutuhan pangan khususnya kebutuhan protein hewani tersebut.

Ternak kelinci merupakan subsektor peternakan sebagai salah satu bagian yang memberikan pengaruh sebagai sumber protein hewani yang sangat potensial untuk dikembangkan. Budidaya ternak kelinci mudah dilakukan masyarakat karena tidak membutuhkan tanah yang luas dan modal yang besar serta mampu tumbuh dan berkembang dengan cepat.

Usaha untuk pengembangan budidaya beternak kelinci pada masyarakat sudah lama dilakukan, tetapi sejauh ini jumlah peternak maupun jumlah kelinci tidak menunjukkan perkembangan yang berarti, padahal dilihat dari potensinya, ternak kelinci sangat potensial untuk dikembangkan, baik sebagai pelengkap penghasil daging untuk pemenuhan gizi masyarakat maupun sumber peningkatan pendapatan peternak.


(16)

Bagi sebagian besar wilayah di Indonesia, penyediaan ransum ternak kelinci merupakan masalah utama dalam upaya peningkatan produksi dan produktivitas ternak. Pakan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap produktivitas ternak. Apabila kekurangan pakan, baik secara kualitas maupun kuantitas dapat menyebabkan rendahnya produksi ternak yang dihasilkan. Dalam menentukan bahan pakan hendaknya melihat berbagai faktor diantaranya nilai ekonomi atau harga dari pakan serta kesinambungan ketersediaan pakan dan kemudahan memperolehnya. Semakin murah pakan yang digunakan tentu akan berdampak baik terhadap keuntungan. Hal ini menyebabkan diperlukannya upaya pencarian bahan pakan alternatif yang mempunyai kualitas dan kuantitasnya besar, murah serta tidak bersaing dengan manusia.

Dalam sektor peternakan semakin kecilnya lahan akan memberikan dampak ketersediaan bahan pakan yang dibutuhkan ternak, terutama ternak kelinci yang bahan makanan utamanya adalah berupa sayuran hijau, biji-bijian dan hijauan seperti rumput. Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu dicari suatu pakan alternatif yang dapat menggantikan rumput sebagai pakan ternak kelinci. Salah satunya adalah limbah kulit pisang yang merupakan limbah pertanian yang berasal dari tanaman pisang yang biasanya setelah buah pisang dikonsumsi, kemudian kulitnya dibiarkan atau dibuang sebagai sampah dan belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat karena selama ini kulit pisang masih jarang dimanfaatkan. Limbah kulit pisang dapat digunakan sebagai bahan pakan alternatif untuk ternak ternak kelinci yang dapat diberikan dalam bentuk Pelet. Dilihat dari kandungan zat gizi yang cukup tinggi yang terdapat di dalamnya, limbah kulit pisang mempunyai potensi untuk dijadikan sebagai bahan pakan


(17)

ternak dan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat khususnya peternak kelinci.

Kandungan nutrisi kulit pisang adalah protein kasar (PK) 7,8%, lemak kasar (LK) 10,8%, serat kasar (SK) 10,1%, abu 10,7% dan BETN 60,7% (Susilowati, 1997). Kulit pisang memiliki kandungan protein yang rendah dan memiliki kandungan tannin 0,042%. Salah satu untuk meningkatkan kandungan nutrisi kulit pisang serta menghilangkan kandungan tannin tersebut adalah dengan melakukan fermentasi. Proses fermentasi dapat dikatakan sebagai proses “protein enrichment” yang berarti proses pengkayaan protein bahan dengan menggunakan mikroorganisme tertentu.

Fermentasi yang sangat sederhana dan harganya yang murah adalah MOL. Selain MOL, ada juga bahan fermentor yang sering digunakan oleh para peneliti yaitu Trichoderma. Fungi jenis ini mempunyai potensi untuk mengelolah selulosa. Selulosa dari tanaman dapat berperan sebagai bahan penghasil bioetanol alami dari alam yaitu dari kulit kayu. Jenis fungi ini sudah banyak tersedia secara komersil dan apabila ingin menggunakan dalam jumlah yang banyak dapat dilakukan pembiakan sendiri.

Pada umumnya limbah pertanian mempunyai sifat sebagai berikut:1).Nilai nutrisi rendah terutama protein dan kecernaannya; 2). Bersifat bulky sehingga biaya angkutan menjadi mahal karena membutuhkan tempat lebih banyak untuk satuan berat tertentu; 3). Kelembabannya tinggi dan menyulitkan penyimpanan; dan 4). Penampilannya yang kurang menyenangkan. Sehingga perlu dilakukan teknologi pembuatan pakan ternak berbentuk pelet. Untuk kedepannya teknologi


(18)

peleting dapat menggantikan pengolahan pakan yang hanya berbentuk segar dan tepung.

Keuntungan bentuk pelet selain untuk efisiensi ruang dalam penyimpanan/pengangkutan, juga dapat menghilangkan suasana berdebu, dapat meningkatkan selera makan/palatabilitas, mengurangi sisa pakan, mencegah selektivitas pakan oleh ternak, mengurangi senyawa patogen, menyebabkan pati lebih dapat dicerna, meningkatkan palatabilitas, pemborosan ransum akibat tumpah/terbuang dapat ditekan, dapat mengefisienkan formula ransum karena setiap butiran pelet mengandung nutrisi yang sama, ternak tidak diberi kesempatan untuk memilih-milih makanan yang disukai dan meningkatkan konsumsi pakan dengan waktu yang lebih pendek.

Analisis usaha peternakan merupakan kegiatan penting dalam usaha peternakan dan merupakan pekerjaan rutin perusahaaan peternakan yang dilakukan untuk mengetahui kelayakan suatu usaha peternakan. Keadaan perusahaan seperti besarnya biaya yang dikeluarkan, pendapatan bersih, serta ukuran efesien dan efektifnya usaha yang digambarkan melalui analisis usaha ekonomi. Selain itu sebagai landasan dalam menetukan kebijakan usaha kedepannya.

Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk melakukan ananlisis usaha melalui penelitian terhadap usaha penggemukan kelinci rex jantan lepas sapih dengan menggunakan limbah kulit pisang dalam bentuk pelet yang mempunyai kandungan nutrisi yang sangat potensial untuk digunakan sebagai pakan ternak kelinci.


(19)

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahuipemanfaatan kulit pisang raja yang difermentasi dengan MOL (Mikroorganisme Lokal) dan kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum sebagai pakan berbentuk pelet dapat meningkatkan nilai ekonomis dan IOFC usaha penggemukan ternak kelinci rex jantan lepas sapih.

Kegunaan Penelitian

Memberikan informasi bagi peneliti dan peternak kelinci dalam pengembangan usaha peternakan kelinci dan instansi Pemerintah terkait tentang pemanfaatkan kulit pisang raja fermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) dibandingkan Trichoderma harzianum sebagai pakan berbentuk pelet terhadap kelinci rex jantan lepas sapih.


(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Arti Penting Ternak Kelinci Bagi Masyarakat Indonesia

Ternak kelinci adalah salah satu komoditas peternakan yang dapat menghasilkan daging dengan kandungan protein hewani yang tinggi. Kelinci mulai didomestikasi sejak 2000 tahun yang silam dengan tujuan sebagai hewan pemelihaaran, penghasil daging, kulit (fur), wol dan hewan percobaan untuk penelitian. Kelinci mempunyai daya adaptasi yang tinggi sehingga mampu dikembangkan hampir diseluruh dunia. Bahkan kelinci bisa berkembang di daerah dengan populasi penduduk yang relatif tinggi (Susilowati et al., 2010).

Seekor induk kelinci mampu melahirkan 4-6 kali dalam setiap tahun dengan rata-rata jumlah anak yang disapih sebanyak 4-12 anak setiap kelahiran. Daging kelinci mengandung kolestrol jauh lebih rendah dibandingkan dengan daging ayam, daging sapi, daging domba dan daging babi tetapi kandungan proteinnya lebih tinggi. Kadar kolestrol daging kelinci sekitar 164 mg/100 g, sedangkan kadar kolestrol daging ayam, daging sapi, daging domba dan daging babi berkisar 220-250 mg/100 g daging. Kandungan protein daging kelinci mencapai 21%, sementara kandungan protein daging untuk ternak lain hanya mencapai 12-20 % (Masanto dan Agus, 2010).

Usaha ternak kelinci merupakan komponen penting dalam usaha tani penduduk pedesaan karena pemeliharaan ternak kelinci dapat membantu pendapatan rakyat pedesaan dengan pemanfaatan sumberdaya alam yang tersedia di sekitarnya (Kusnadi, 2004).


(21)

Analisis Usaha Ternak Kelinci

Usaha ternak kelinci yang dikelola masyarakat pedesaan secara umum masih merupakan usaha pola budidaya yang sifatnya sebagai tabungan, yang pengolahannya bersifat usaha campuran (diservikasi) dan berperan dalam mendukung memperbaiki ekonomi rumah tangga. Kondisi demikian memperlihatkan kecendrungan peternak memelihara ternak belum mempertimbangkan manajemen pemeliharaan ternak yang baik sehingga optimalisasi sebagai sumber pendapatan keluarga belum tercapai. Manajemen usaha masih berbasis sumberdaya pakan yang tersedia di lokasi tanpa diikuti dengan upaya peningkatan mutunya, modal biaya rendah (Low Eksternal Input), bahkan dapat dinyatakan dengan tanpa adanya biaya produksi (zero cost) (Priyanto et al., 2004).

Analisis usaha ternak merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu usaha ternak yang mempunyai prospek cerah yang dapat dilihat dari analisis usahanya. Berdasarkan data tersebut dapat diukur keuntungan usaha dan tersedianya dana yang riil untuk periode selanjutnya. Melalui usaha ini dapat dicari langkah pemecahan berbagai kendala yang dihadapi. Analisis dapat juga memberikan informasi lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan modal, besar biaya untuk bibit (bakalan), ransum, kandang, lamanya modal kembali dan tingkat keuntungan uang diperoleh (Suharno dan Nazaruddin, 1994).

Analisis usaha peternakan bertujuan mencari titik tolak untuk memperbaiki hasil usaha ternak tersebut. Hasil analisis ini dapat digunakan untuk merencanakan perluasan usaha, baik menambah cabang usaha atau memperbesar skala usaha (Hermanto, 1996).


(22)

Total Biaya Produksi

Biaya adalah nilai dari semua korbanan ekonomis yang diperlukan yang tidak dapat dihindarkan dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan suatu produk. Pengeluaran atau biaya bagi perusahaan adalah sebagai nilai input yang digunakan untuk memproduksi suatu output tertentu. Pengeluaran perusahaan adalah semua uang yang dikeluarkan sebagai biaya produksi (Kadarsan, 1995).

Biaya tetap adalah jumlah biaya yang dibutuhkan untuk mengahsilkan sejumlah output tertentu, sedangkan biaya yang berkaitan langsung dengan output yang bertambah besar dengan meningkatkan produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi disebut biaya variabel (Lipsey et al., 1995).

Biaya produksi merupakan sejumlah biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha ternak. Biaya ini terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap misalnya: biaya penyusutan, biaya gaji, biaya asuransi, biaya sewa, biaya bunga dan biaya pemeliharaan. Biaya tidak tetap (variabel) adalah jenis biaya yang besar kecilnya tergantung pada banyak sedikitnya volume produksi apabila volume produksi bertambah, sehingga biaya variabel akan meningkat. Sebaliknya apabila volume produksi berkurang maka biaya variabel akan menurun. Biaya variabel adalah biaya-biaya langsung seperti bahan baku tenaga kerja langsung pakan dan lain-lain. Biaya total (total cost) adalah jumlah biaya tetap total ditambah dengan biaya variabel total pada masing-masing tingkat atau volume suatu produksi (Jumingan, 2006).


(23)

Biaya Bibit

Biaya bibit adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bibit. Harga biaya bibit diperoleh dari hasil perkalian antara bobot badan awal dengan harga bobot hidup perkilogramnya. Harga bobot hidup kelinci rex berkisar Rp. 30.000 sampai Rp. 200.000/ekor didasarkan pada jenis ternak, keturunan dan postur tubuh, Bibit harus jelas jenisnya, berasal dari peternakan yang memiliki catatan tetuanya dengan kriteria - kriteria dari bibit tersebut dan sesuai harapan konsumen. Bibit tidak mengandung penyakit, terlihat sehat dan mampu berkembang biak (Raharjo, 1994).

Biaya Ransum

Biaya ransum adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli ransum yang diperoleh dari perkalian antara ransum yang dikonsumsi dengan harga ransum perkilogramnya. Biaya pakan kelinci yang terdiri dari pakan hijauan yang diperoleh secara gratis dan konsentrat yang terdiri dari dedak bekatul sebanyak 50 kg/bulan dengan harga dedak 2.000/kg dan biaya yang dikeluarkan selama 1 bulan sebesar Rp. 100.000/bulan (Sarwono, 2000). Efisiensi penggunaan pakan diharapkan mampu mengurangi dampak dari kenaikan harga pakan yang seringkali berfluktuasi dan sangat mempengaruhi tingkat pendapatan. Menurut Raharjo (1994) harga pakan yang cenderung naik dan dipengaruhi oleh kondisi tingkat harga bahan baku pembuatan pakan

Biaya Obat-obatan

Biaya obat-obatan adalah biaya yang diperoleh dari harga obat-obatan yang diberikan pada ternak yang sakit. Pengobatan pada ternak diharapkan dapat


(24)

mengurangi resiko kematian, menghambat penyebaran penyakit ke lingkungan, baik ke manusia maupun ternak lainnya. Obat-obatan pada kasus penyakit menular pada kelinci rex juga sering menelan biaya yang tidak sedikit. Menurut Aziz (2009) obat-obatan, vaksin dan vitamin dapat digunakan sebagai alternatif manajemen risiko produksi pada usaha ternak. Menurut Bappenas (2009) biaya vitamin dan obat-obatan untuk kelinci Rp 50.000/bulan yang terdiri dari vitamin dan obat kembung.

Biaya Sewa Kandang dan Peralatan Kandang

Biaya sewa kandang adalah biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan kandang yang diperhitungkan berdasarkan nilai sewa kandang. Kandang bermanfaat untuk mengurangi stimulasi yang dapat menyebabkan stres, dengan cara mengurangi kontak dengan manusia. Biaya peralatan kandang adalah biaya yang digunakan untuk membeli perlengkapan kandang selama pemeliharaan ternak. Menurut Bappenas (2009) biaya perlengkapan kandang sebesar Rp. 500.000 untuk 16 ekor kelinci antara lain meliputi kandang, botol minum dan tempat pakan. Biaya sewa lahan kandang kelinci rex dengan menggunakan kandang baterai dengan 16 ekor kelinci rex selama 2 tahun sebesar Rp. 1.000.000,- atau Rp. 2.064,-/bulan/ekor. Peralatan kandang antara lain meliputi, instalasi listrik, instalasi air minum, tempat pakan, alas kandang, pemanas ruangan, tirai kandang.

Biaya Tenaga Kerja

Biaya atau upah tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk memelihara beberapa ternak. Setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja


(25)

yang cukup memadai. Berdasarkan UMRP SUMUT 2013 (Upah minimum Regional Propinsi Sumatera Utara) sebesar Rp. 1.600.000/bulan. Menurut Jalafarm (2009), 1 ekor kelinci = 0,001 ST. Menurut Antono (2006), menyatakan bahwa 1 orang tenaga kerja dapat memelihara kelinci 5 ST (Satuan Ternak) yaitu sebanyak 5.000 ekor kelinci. Biaya tenaga kerja pemeliharaan 1 ekor kelinci/bulan adalah sebesar Rp. 1.600.000/5.000 ekor kelinci = Rp. 320,-/ekor/bulan. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan perlu disesuaikan dengan kebutuhan sampai tingkat tertentu sehingga jumlahnya optimal. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan ini memang masih banyak dipengaruhi dan dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, musim dan upah tenaga kerja

(Rasyaf, 2009).

Total Hasil Produksi (Pendapatan)

Pendapatan usaha adalah seluruh pendapatan yang diperoleh dalam suatu usaha. Pendapatan dapat berupa pendapatan utama, seperti hasil penjualan kelinci dari kegiatan usaha penggemukan kelinci dan pendapatan berupa hasil ikutan (by product), misalnya pupuk kandang (Aritonang, 1993).

Pendapatan adalah seluruh penerimaan uang yang diperoleh dari penjualan produk dari suatu kegiatan usaha. Penjualan ternak hidup, kotoran, urine dan pupuk dan produk-produk lainnya yang dihasilkan merupakan komponen pendapatan (Budiono, 1990).

Biaya Penjualan Kelinci

Penjualan kelinci yaitu perkalian perkalian antara bobot badan akhir dengan harga bobot hidup perkilogramnya. Harga jual ditetapkan oleh pembeli


(26)

dan penjual dalam suatu proses tawar menawar penjual akan meminta harga jual yang lebih tinggi dari yang diharapkan diterimanya, sedangkan pembeli akan menawarkan lebih rendah dari yang diharapkan akan dibayarnya. Dengan tawar menawar mereka akan sampai pada suatu kesepakatan tentang harga yang disetujui (Kotler, 1994). Biaya penjualan kelinci mengikuti permintaan pasar dan harga penjulan dapat berubah. Untuk kelinci anakan umur 3 bulan dengan berat 2 kg lebih seharga Rp. 75.000 - 100.000/ekor dan calon indukan umur 4 bulan dengan harga Rp. 150.00 - 300.000/bulan (Bappenas, 2009).

Segala keputusan yang berhubungan dengan harga akan sangat mempengaruhi beberapa aspek kegiatan perusahaan, baik yang menyangkut kegiatan penjualan maupun aspek keuntungan yang ingin dicapai oleh perusahaan. Oleh karena itu manajer suatu perusahaan harus berhati-hati dalam menentukan harga jual (Nitisemito, 1994 ).

Biaya Penjualan Kotoran dan Urine Kelinci

Penjualan kotoran kelinci rex diperoleh dari harga jual kotoran kelinci perkilogramnya. harga kotoran di pasaran berkisar antara 500 – 1000/kg. Penjualan urine kelinci rex diperoleh dari harga jual urine kelinci perliternya dan harga urine kelinci di pasaran berkisar antara Rp 10.000 - Rp15.000/liter. Harganya yang masih cukup tinggi ini menjadi potensi bisnis yang cukup besar dan bisa dijadikan usaha bisnis (Bappenas, 2009).

Analisis Laba Rugi (Keuntungan-Kerugian)

Laporan laba rugi (income statement) merupakan laporan keuangan yang menggambarkan hasil usaha perusahaan dalam suatu periode tertentu. Dalam


(27)

laporan laba rugi ini tergambar jumlah pendapatan dan sumber-sumber pendapatan yang diperoleh. Kemudian juga tergambar jumlah biaya dan jenis-jenis biaya yang dikeluarkan selama periode tertentu. Dari jumlah pendapatan dan jumlah biaya ini terdapat selisih yang disebut laba atau rugi. Jika jumlah pendapatan lebih besar dari jumlah biaya perusahaan dikatakan laba. Sebaliknya jika jumlah pendapatan lebih kecil dari jumlah biaya perusahaan dikatakan rugi (Kasmir, 2008).

Laporan laba rugi memperlihatkan hasil yang diperoleh dari penjualan jasa barang dan ongkos-ongkos yang timbul dalam proses pencapaian hasil tersebut. Laporan ini juga memperlihatkan adanya pendapatan bersih atau kerugian bersih sebagai hasil dari operasi perusahaan selama periode tertentu. Laporan ini merupakan laporan aktivitas dan hasil dari aktivitas itu merupakan ringkasan yang logis dari penghasilan, dan biaya dari suatu perusahaan untuk periode tertentu. Besarnya laba ditentukan berdasarkan selisih antara nilai penjualan (total revenue) dengan total biaya (biaya tetap ditambah biaya variabel) pada tingkat volume produksi tertentu. Perlu diperhatikan bahwa volume penjualan yang menghasilkan laba hanyalah volume penjualan yang berada diatas titik impas (Jumingan, 2006).

Analisis B/C Ratio (Benefit Cost Ratio)

Efisiensi usaha tani ditentukan dengan menggunakan konsep benefit cost ratio (BCR) yaitu imbangan antara total penghasilan (input) dengan total biaya (out put). Nilai BCR > 1 menyatakan usaha tersebut menguntungkan. Semakin besar nilai BCR maka usaha dinyatakan semakin efisien (Karo - karo et al., 1995).

B/C Ratio adalah nilai atau manfaat yang diperoleh dari setiap satuan biaya yang dikeluarkan. Dimana B/C Ratio diperoleh dengan cara membagikan total


(28)

penerimaan dengan total pengeluaran. Kadariah (1987), menyatakan bahwa untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu usaha dapat digunakan parameter yaitu dengan mengukur besarnya pemasukan dibagi besarnya pengeluaran, dimana bila

B/C Ratio > 1 : Efisien B/C Ratio = 1 : Impas

B/C Ratio < 1 : Tidak efisien B/C Ratio =

produksi biaya

Total

produksi hasil

Total

Suatu usaha dikatakan memberikan manfaat bila nilai B/C Ratio > 1. Semakin besar nilai B/C Ratio maka semakin efisien usaha tersebut dan sebaliknya semakin kecil nilai B/C Ratio nya, maka semakin tidak efisien usaha tersebut (Soekartawi, 1995).

IOFC (Income Over Feed Cost)

IOFC (Income Over Feed Cost) adalah selisih antara pendapatan usaha peternakan dibandingkan dengan biaya pakan. Pendapatan ini merupakan perkalian antara produksi peternakan dengan harga jual, sedangkan biaya pakan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produksi tersebut (Prawirokusumo, 1990).

Beberapa tolak ukur yang dapat digunakan untuk pegangan berproduksi adalah IOFC (Income Over Feed Cost) atau selisih pendapatan usaha peternakan dengan biaya pakan. Pendapatan merupakan paerkalian antara hasil produksi peternakan (kilogram hidup) dengan harga jual. Sedangkan biaya pakan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan bobot hidup ternak (Hermanto, 1996).


(29)

Pemasaran Kelinci Rex

Permintaan produk peternakan terus meningkat dengan adanya peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya jumlah penduduk perkotaan, pendidikan dan pengetahuan masyarakat tentang perlunya makanan yang berkualitas dan bergizi serta adanya dukungan membaiknya pendapatan dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Disisi lain peternakan belum mampu menyediakan produk daging untuk memenuhi permintaan konsumen, sehingga berakibat ketergantungan terhadap impor yang semakin besar.

Sesuai dengan tugas/fungsi subsektor peternakan sebagai bagian integral dalam pembangunan ekonomi nasional yang berperan penting dalam penyediaan protein hewani, lapangan kerja dan pengembangan potensi wilayah untuk itu diperlukan strategi guna meningkatkan populasi ternak. Sebagai upaya untuk meningkatkan populasi dan mengoptimalkan produktivitas ternak perlu dikembangkan suatu sistem pertanian yang diarahkan untuk mentransformasikan pertanian tradisional menjadi usaha agribisnis yang berpotensi. Salah satu usaha agribisnis yang memiliki potensi untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan agribisnis ternak kelinci rex. Kelinci rex memiliki potensi biologis yang tinggi, diantaranya dapat dikawinkan kapan saja asal telah dewasa kelamin, beranak banyak, waktu bunting pendek dan pertumbuhan cepat. Selain itu juga mempunyai kemampuan memanfaatkan hijauan dan produk limbah secara efisien sehingga tidak bersaing dengan manusia (Murtidjo, 1995).

Karateristik Ternak Kelinci Rex

Ternak kelinci merupakan salah satu bagian yang memberikan pengaruh sebagai salah satu sumber protein hewani yang sangat potensial untuk


(30)

dikembangkan. Budidaya ternak kelinci cocok dilakukan masyarakat karena tidak membutuhkan tanah yang luas dan modal yang besar serta mampu tumbuh dan berkembang dengan cepat (Sitorus et al., 1982).

Tujuan pemeliharaan kelinci di Indonesia cukup beragam, mulai dari sebagai kelinci hias, kelinci pengahasil bulu dan kelinci penghasil daging. Kelinci jenis rex selain dari bulunya, kelinci rex juga bisa dijadikan sebagai kelinci pedaging. Contoh kelinci penghasil kulit dan bulu adalah rex dan satin. Sementara itu beberapa kelinci pedaging antara lain Flemish Giant, New Zeeland White, Vlameusreus, Satin, Atin, dan rex (Masanto dan Agus, 2010).

Pakan Ternak Kelinci

Pemberian pakan yang baik dapat meningkatkan efisiensi priduktivitas, karena pakan adalah satu faktor penentu keberhasilan dalam dunia usaha peternakan. Oleh karena itu ternak harus diberi ransum yang sesuai dengan kebutuhannya (Anggorodi, 1995).

Pakan merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap tingginya produktivitas ternak. Penerapan tata laksana pemberian pakan yang berorientasi pada kebutuhan kelinci dan ketersediaan bahan pakan, merupakan upaya yang tepat untuk meningkatkan produktivitas ternak kelinci secara efisien (Muslih et al., 2011).


(31)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini berlangsung selama 3 bulan dimulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan November 2013.

Bahan dan Alat Penelitian Bahan

Bahan yang digunakan yaitu kelinci rex jantan lepas sapih sebanyak 21 ekor dengan rataan bobot badan awal 732±133 g. Bahan penyusun ransum yang diberikan terdiri atas : tepung kulit pisang raja tanpa fermentasi, tepung kulit pisang raja fermentasi dengan menggunakan MOL, tepung kulit pisang raja fermentasi dengan menggunakan Trichoderma harzianum, tepung ikan, bungkil kelapa, bungkil inti sawit, bungkil kedelai, dedak padi, molases, top mix dan garam. Bahan pakan dan konsentrat diolah menjadi pakan bentuk pelet. Obat-obatan seperti obat kembung (mencret), air minum, desinfektan (Rodalon) dan obat tradisional.

Alat

Alat yang digunakan yaitu kandang terdiri atas individu 21 unit dengan ukuran 50 x 50 x 50 cm sebanyak 21 petak. Pencetak pelet, timbangan bobot badan dan ransum dengan kapasitas 5 kg dengan kepekaan 1 g, tempat pakan tiap kandang sebanyak 21 unit tempat minum, mesin grinder untuk membuat tepung, lampu 32 watt sebagai penerangan kandang, termometer untuk mengetahui suhu


(32)

kandang, sapu lidi, kuas, sapu kecil sebagai alat pembersih kandang, terpal plastik sebagai alas untuk menyusun pelet, kardus sebagai tempat penyimpanan bahan untuk pelet, alat tulis untuk mencatat data selama penelitian dan kalkulator untuk mengitung biaya dan harga selama penelitian.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan rangkaian penelitian sebelumnya yang meneliti tentang performans dengan menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL) dengan 7 perlakuan dengan 3 ulangan. Adapun perlakuan tersebut sebagai berikut: P0 : Ransum kulit pisang raja tanpa fermentasi 45%

P1 : Ransum kulit pisang raja fermentasi MOL15% P2 : Ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 30% P3 : Ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 45%

P4 : Ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 15% P5 : Ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 30% P6 : Ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 45%

Setelah penelitian performans dianalisis, dilanjutkan penelitian dengan analisis usaha untuk mengetahui perlakuan mana yang dapat meningkatkan nilai ekonomis. Untuk itu digunakan metode survey untuk mengetahui harga bibit, harga obat-obatan, harga sewa kandang, harga peralatan kandang, harga tenaga kerja, harga penjualan bibit, harga penjualan kotoran dan harga penjualan urine.


(33)

Parameter Penelitian Total Biaya Produksi

Total biaya produksi atau total pengeluaran yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk, diperoleh dengan cara menghitung biaya pembelian bibit, biaya pakan, biaya obat-obatan, biaya sewa kandang , biaya peralatan kandang dan biaya tenaga kerja.

Total Hasil Produksi

Total hasil produksi atau total penerimaan yaitu seluruh pendapatan dari penjualan produk yang dihasilkan dalam kegiatan ekonomi diperoleh dengan cara menghitung harga jual kelinci, harga jual kotoran kelinci dan harga urine kelinci.

Analisis Laba Rugi (Keuntungan-Kerugian)

Keuntungan (laba) atau rugi suatu usaha dapat diperoleh dengan cara menghitung K = TR - TC, dimana K = Keuntungan, TR = Total Revenue (Total Hasil Produksi), TC = Total Cost (Total Biaya Produksi ).

Analisis B/C Ratio (Benefit Cost Ratio)

Benefit Cost Ratio (B/C Ratio) diperoleh dengan cara membagikan total hasil produksi dengan biaya produksi atau dituliskan dengan cara menghitung B/C Ratio = Total Pendapatan (Rp .)

Total Biaya Produksi (Rp .)

B/C Ratio > 1 = efisien B/C Ratio = 1 = impas B/C Ratio < 1 = tidak efisien


(34)

Analisis IOFC (Income Over Feed Cost)

Income Over Feed Cost (IOFC) diperoleh dengan cara menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dengan dikurangi biaya pakan. Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan (dalam kg hidup) dengan harga jual, sedangkan biaya pakan adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan pertambahan bobot badan ternak tersebut.

IOFC = (Bobot badan akhir – Bobot badan awal kelinci) x harga jual kelinci/kg – (total konsumsi pakan x harga pakan perlakuan/kg)

Pelaksanaan Penelitian dan Analisis Data

1. Dilakukan pengukuran yaitu data rata-rata bobot badan awal kelinci.

2. Dilakukan survey harga pakan yaitu di pasar, poultry shop dan pabrik pakan yang menyangkut pakan yang digunakan.

3. Dilakukan pengukuran yaitu data dari hasil variabel penelitian yang terdiri dari bobot badan awal kelinci dan bobot akhir kelinci, rata-rata konsumsi pakan kelinci dan rata-rata konversi pakan kelinci pada setiap level perlakuan pakan. Dilakukan analisa ekonomi pada data-data yang diperoleh untuk mengetahui nilai ekonomis dari keseluruhan usaha ternak kelinci. Analisa ekonomi yang dilihat adalah analisa laba rugi, analisa B/C ratio, dan analisa IOFC .


(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Total Biaya Produksi

Total biaya produksi atau total pengeluaran yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk, diperoleh dengan cara menghitung biaya bibit, biaya pakan, biaya obat-obatan, biaya sewa kandang, biaya peralatan kandang dan biaya tenaga kerja.

a. Biaya Bibit

Biaya bibit adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bibit kelinci rex sebanyak 21 ekor. Harga diperoleh dari hasil perkalian antara bobot badan awal dengan harga bobot hidup perkilogramnya. Harga bobot hidup perkilogram yang digunakan adalah Rp. 30.000,-. Bobot badan awal kelinci rex yang digunakan pada penelitian tertera pada lampiran 1 dan harga bibit kelinci rex yang digunakan pada penelitian tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Harga bibit kelinci rex yang digunakan pada penelitian (Rp/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3

P0 22.500 22.590 21.870 66.960 22.320

P1 23.670 22.560 22.410 68.640 22.880

P2 23.640 24.420 19.890 67.950 22.650

P3 18.690 25.320 22.830 66.840 22.280

P4 20.670 23.130 24.420 68.220 22.740

P5 19.440 23.820 20.100 63.360 21.120

P6 20.670 18.240 20.460 59.370 19.790

Total 149.280 160.080 151.980 461.340 21.969 b. Biaya Ransum / Pelet

Biaya yang dikeluarkan untuk membeli ransum yang diperoleh dari perkalian antara ransum yang dikonsumsi dengan harga ransum perkilogramnya


(36)

sehingga diperoleh biaya pakan yang dikonsumsi selama penelitian. Ransum yang diberikan dalam bentuk pelet.

Tabel 2. Daftar Harga Pakan selama penelitian (Rp/kg)

Tanggal Nama Bahan Pakan Harga Pakan

(Rp/Kg) Poultry/Pasar/Pabrik

Kulit pisang raja tanpa fermentasi

Rp. 400/kg Kulit pisang raja

fermentasi MOL

Rp. 985/kg Kulit pisang raja

fermentasi Trichoderma harzianum

Rp. 555/kg

27-11-2013 Tani Ternak Jaya Poultry Shop P. Bulan, Medan

Bungkil kelapa Rp. 2.500/kg 27-11-2013 Dunia Ternak Poultry Shop

P. Bulan, Medan

Bungkil inti sawit

Rp. 1.700/kg 25-11-2013 Raja Ternak Poultry Shop

Psr 7. Tanjung Sari, Medan

Bungkil kedelai Rp. 8.000/kg 19-11-2013 Kilang Padi MGS, Kec.

Sunggal

Dedak padi Halus

Rp. 2.500/kg 27-11-2013 Bangun Poultry P.Batu Tepung ikan Rp. 7.000/kg

Peternakan Pak Mamas P. Batu

Molases Rp. 3.000/kg 27-11-2013 Tani Ternak Jaya Poultry

Shop P.Bulan, Medan

Top mix Rp. 16.000/kg 27-11-2013 Pajak Sore, Padang Bulan Garam Rp. 1.000/kg

Harga kulit pisang tanpa fermentasi tiap perkilogramnya Rp. 400,-, harga kulit pisang fermentasi MOL tiap perkilogramnya Rp. 985,- dan harga kulit pisang fermentasi Trichoderma harzianum tiap perkilogramnya Rp. 555,-. Ransum yang diberikan terdiri atas tepung kulit pisang tanpa fermentasi, tepung kulit pisang fermentasi MOL, tepung kulit pisang fermentasi Trichoderma harzianum, bungkil kelapa, bungkil inti sawit, bungkil kedelai, dedak, tepung ikan, molases, top mix dan garam. Dengan harga ransum pada perlakuan P0 (Ransum kulit pisang raja tanpa fermentasi 45%) sebesar Rp. 2.675/kg + biaya


(37)

pembuatan pelet (Rp. 300/kg) sehingga diperoleh biaya pelet pada perlakuan P0 sebesar Rp. 2.975/kg. harga ransum pada perlakuan P1 (Ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 15%) sebesar Rp. 2.738/kg + biaya pembuatan pelet (Rp. 300/kg) sehingga diperoleh biaya pelet pada perlakuan P1 sebesar Rp. 3.038/kg. harga ransum pada perlakuan P2 (Ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 30%) sebesar Rp. 2.646/kg + biaya pembuatan pelet (Rp. 300/kg) sehingga diperoleh biaya pelet pada perlakuan P2 sebesar Rp. 2.946/kg. Harga ransum pada perlakuan P3 (Ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 45%) sebesar Rp. 2.553/kg + biaya pembuatan pelet (Rp. 300/kg) sehingga diperoleh biaya pelet pada perlakuan P3 sebesar Rp. 2.853/kg. Harga ransum pada perlakuan P4 (Ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 15%) sebesar Rp. 2.760/kg + biaya pembuatan pelet (Rp. 300/kg) sehingga diperoleh biaya pelet pada perlakuan P4 sebesar Rp. 3.060/kg. Harga ransum pada perlakuan P5 (Ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 30%) sebesar Rp. 2.706/kg + biaya pembuatan pelet (Rp. 300/kg) sehingga diperoleh biaya pelet pada perlakuan P4 sebesar Rp. 3.000/kg. Harga ransum pada perlakuan P6 (Ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 45%) sebesar Rp. 2.580/kg + biaya pembuatan pelet (Rp. 300/kg) sehingga diperoleh biaya pelet pada perlakuan P6 sebesar Rp. 2.880/kg. Diperoleh jumlah pelet yang dikonsumsi tertera pada lampiran 2 dan biaya konsumsi pelet tertera pada Tabel 3.


(38)

Tabel 3. Biaya pelet kelinci rex tiap perlakuan selama penelitian (Rp/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3

P0 2.321 2.250 2.297 6.868 2.289

P1 2.306 2.274 2.339 6.919 2.306

P2 2.359 2.359 2.306 7.024 2.341

P3 2.120 2.130 2.059 6.308 2.103

P4 2.149 2.098 2.045 6.292 2.097

P5 493 1.986 1.999 4.479 1.493

P6 1.874 280 1.895 4.049 1.350

Total 13.622 13.377 14.939 41.939 1.997

c. Biaya Obat-obatan

Biaya obat-obatan adalah biaya yang diperoleh dari harga obat-obatan yang diberikan selama penelitian. Selama penelitian, obat-obatan yang digunakan adalah obat diapet sebanyak 13 bungkus dengan harga perbungkusnya sebesar Rp. 2.000,- untuk obat kembung dan spit untuk menyuntik sebanyak 5 buah dengan harga Rp. 2.500/spit, sehingga diperoleh biaya yang dikeluarkan untuk pembelian obat-obatan sebesar Rp. 38.500,- seperti yang tertera pada Tabel 4. Tabel 4. Biaya Obat-obatan tiap perlakuan selama penelitian (Rp/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3

P0 1.833 1.833 1.833 5.500 1.833

P1 1.833 1.833 1.833 5.500 1.833

P2 1.833 1.833 1.833 5.500 1.833

P3 1.833 1.833 1.833 5.500 1.833

P4 1.833 1.833 1.833 5.500 1.833

P5 1.833 1.833 1.833 5.500 1.833

P6 1.833 1.833 1.833 5.500 1.833

Total 12.833 12.833 12.833 38.500 1.833

d. Biaya Sewa Kandang dan Peralatan

Biaya sewa kandang adalah biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan kandang yang diperhitungkan berdasarkan nilai sewa kandang. Sewa lahan kandang baterai dengan 16 ekor kelinci rex selama 2 tahun sebesar Rp.


(39)

1.000.000,- atau Rp. 2.064,-/bulan/ekor. Jadi, sewa kandang selama penelitian untuk 21 ekor kelinci rex selama penelitian sebesar Rp. 2064,- x 2 bulan x 21 ekor = Rp. 109.375,-. Biaya peralatan kandang adalah biaya yang digunakan untuk membeli perlengkapan kandang selama penelitian sehingga diperoleh biaya peralatan kandang sebesar Rp. 69.000,-. Biaya yang dikeluarkan untuk sewa kandang dan peralatan selama penelitian sebesar Rp. 178.375,-, sehingga diperoleh biaya sewa kandang seperti tertera pada Tabel 5 dan biaya peralatan kandang tertera pada Tabel 6.

Tabel 5. Biaya Sewa Kandang tiap perlakuan selama penelitian (Rp/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3

P0 5.208 5.208 5.208 15.625,00 5.208 P1 5.208 5.208 5.208 15.625,00 5.208 P2 5.208 5.208 5.208 15.625,00 5.208 P3 5.208 5.208 5.208 15.625,00 5.208 P4 5.208 5.208 5.208 15.625,00 5.208 P5 5.208 5.208 5.208 15.625,00 5.208 P6 5.208 5.208 5.208 15.625,00 5.208

Total 36.458 36.458 36.458 109.375 5.208

Tabel 6. Biaya Peralatan Kandang tiap perlakuan selama penelitian (Rp/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3

P0 3.285,71 3.285,71 3.285,71 9.857,14 3.285,71 P1 3.285,71 3.285,71 3.285,71 9.857,14 3.285,71 P2 3.285,71 3.285,71 3.285,71 9.857,14 3.285,71 P3 3.285,71 3.285,71 3.285,71 9.857,14 3.285,71 P4 3.285,71 3.285,71 3.285,71 9.857,14 3.285,71 P5 3.285,71 3.285,71 3.285,71 9.857,14 3.285,71 P6 3.285,71 3.285,71 3.285,71 9.857,14 3.285,71 Total 23.000,00 23.000,00 23.000,00 69.000,00 3.285,71 e. Biaya Tenaga Kerja

Biaya atau upah tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk memelihara kelinci rex selama penelitian. Berdasarkan UMRP SUMUT 2013


(40)

(Upah minimum Regional Propinsi Sumatera Utara) sebesar Rp. 1.600.000/bulan. Menurut Jalafarm (2009), 1 ekor kelinci = 0,001 ST. Menurut Antono (2006), menyatakan bahwa 1 orang tenaga kerja dapat memelihara kelinci 5 ST (Satuan Ternak) yaitu sebanyak 5.000 ekor kelinci. Biaya tenaga kerja pemeliharaan 1 ekor kelinci/bulan adalah sebesar Rp. 1.600.000/5.000 ekor kelinci = Rp. 320,-/ekor/bulan. Jadi, biaya tenaga kerja selama penelitian = Rp. 320 x 21 ekor x 2 bulan = Rp. 13.440,-. Rincian biaya tenaga kerja tiap perlakuan/bulan dapat tertera pada Tabel 7.

Tabel 7. Biaya tenaga kerja tiap perlakuan selama penelitian (Rp/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3

P0 640,00 640,00 640,00 1.920,00 640,00

P1 640,00 640,00 640,00 1.920,00 640,00

P2 640,00 640,00 640,00 1.920,00 640,00

P3 640,00 640,00 640,00 1.920,00 640,00

P4 640,00 640,00 640,00 1.920,00 640,00

P5 640,00 640,00 640,00 1.920,00 640,00

P6 640,00 640,00 640,00 1.920,00 640,00

Total 4.480,00 4.480,00 4.480,00 13.440,00 640,00

Total rataan biaya produksi tiap perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

35,577 36,154 35,959 35,350 35,805

33,580 32,107 30,000 31,000 32,000 33,000 34,000 35,000 36,000 37,000

P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6

R at aan t ot al b iaya p rod u k si Perlakuan


(41)

Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat bahwa rataan total biaya produksi pemeliharaan kelinci rex jantan lepas sapih selama pemeliharaan menunjukkan perbedaan diantara perlakuan, dimana rataan total biaya produksi tertinggi terdapat pada P1 sebesar Rp. 36.154,- dan yang terendah pada perlakuan P6 yaitu sebesar Rp. 32.107,-. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk pembelian bibit. Sementara biaya untuk obat-obatan, tenaga kerja, sewa kandang dan peralatan kandang selama penelitian adalah sama.

Perlakuan P1 (Ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 15%) memiliki rataan harga bibit yang terbesar diantara ketujuh perlakuan yaitu sebesar Rp. 22.880,-. Sedangkan perlakuan P6 (Ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 45%) memiliki rataan rataan harga bibit terendah dari ketujuh perlakuan sebesar Rp. 19.790,-. Selain harga bibit, biaya pakan juga mempengaruhi nilai biaya produksi. Dimana biaya pakan pada perlakuan P2 (Ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 30%) sebesar Rp. 2.341,- memiliki rataan harga terbesar diantara ketujuh perlakuan.

Hal ini seperti dinyatakan oleh Kadarsan (1995) yang menyatakan bahwa Pengeluaran perusahaan adalah semua uang yang dikeluarkan sebagai biaya produksi.

Total Hasil Produksi

Total hasil produksi atau total penerimaan yaitu seluruh produk yang dihasilkan dalam kegiatan pemeliharaan kelinci rex dengan cara menghitung harga jual kelinci dengan cara menghitung harga jual kelinci, kotoran dan urine.


(42)

a. Penjualan Kelinci

Penjualan kelinci yaitu perkalian perkalian antara bobot badan akhir dengan harga bobot hidup perkilogramnya. Harga bobot hidup perkilogram yang digunakan adalah Rp. 30.000,-. Bobot badan akhir kelinci rex yang digunakan tertera pada lampiran 5 dan hasil penjualan kelinci rex yang digunakan tertera pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil penjualan kelinci pada penelitian (Rp/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3

P0 45.150 44.640 44.250 134.040 44.680

P1 46.170 44.550 45.030 135.750 45.250

P2 48.630 49.350 44.340 142.320 47.440

P3 39.660 46.350 43.080 129.090 43.030

P4 37.770 39.810 40.650 118.230 39.410

P5 23.250 39.390 35.820 98.460 32.820

P6 35.970 20.250 35.820 92.040 30.680

Total 276.600 284.340 288.990 849.930 40.473

b. Penjualan Kotoran Kelinci Rex

Penjualan kotoran kelinci rex diperoleh dari harga jual kotoran kelinci perkilogramnya. Harga penjualan yaitu sebesar Rp. 500/kg dikali bobot kotoran kelinci sebanyak 40 kg, maka harga penjualan seluruh kotoran kelinci adalah Rp. 20.000,- tertera pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil penjualan kotoran kelinci tiap perlakuan selama penelitian (Rp/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3

P0 952 952 952 2.857 952

P1 952 952 952 2.857 952

P2 952 952 952 2.857 952

P3 952 952 952 2.857 952

P4 952 952 952 2.857 952

P5 952 952 952 2.857 952

P6 952 952 952 2.857 952


(43)

c. Penjualan Urine Kelinci Rex

Penjualan Urine kelinci rex diperoleh dari harga jual Urine kelinci perliternya. Harga waktu penjualan yaitu sebesar Rp. 10.000/liter dikali bobot urine kelinci sebanyak 10 liter, maka harga penjualan seluruh urine kelinci adalah Rp. 100.000,- dan tertera pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil penjualan urine kelinci tiap perlakuan selama penelitian (Rp/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3

P0 4.762 4.762 4.762 14.286 4.762

P1 4.762 4.762 4.762 14.286 4.762

P2 4.762 4.762 4.762 14.286 4.762

P3 4.762 4.762 4.762 14.286 4.762

P4 4.762 4.762 4.762 14.286 4.762

P5 4.762 4.762 4.762 14.286 4.762

P6 4.762 4.762 4.762 14.286 4.762

10otal 33.333 33.333 33.333 100.000 4.762

Total rataan hasil produksi tiap perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik rataan total hasil produksi selama penelitian

Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa rataan total hasil produksi pemeliharaan kelinci rex selama penelitian menunjukkan perbedaan diantara

50,394 50,964 53,154 48,744

45,124

38,534 36,394

-10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000

P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6

R at aan t ot al h as il p rod u k si Perlakuan


(44)

perlakuan, dimana rataan total total hasil produksi tertinggi terdapat pada perlakuan P2 sebesar Rp. 53.154,- dan yang terendah pada P6 sebesar Rp. 36.394,-.

Hal ini terjadi karena adanya perbedaan pertambahan bobot badan kelinci selama penelitian, sehingga nilai pendapatan dari penjualan kelinci berbeda pada setiap perlakuan. Dimana berdasarkan hasil diperoleh perlakuan P2 yang memakai 30% kulit pisang fermentasi MOL memiliki hasil penjualan kelinci tertinggi yaitu sebesar Rp. 47.440,- dan yang terendah pada perlakuan P6 yang memakai 45% kulit pisang fermentasi Trichoderma harzianum sebesar Rp. 30.680,-.

Kondisi ini terjadi karena terdapat perbedaan bobot badan kelinci dan disebabkan kualitas pakan yang diberikan selama penelitian sehingga nilai pendapatan dari penjualan kelinci berbeda pada setiap perlakuan.

Tata cara penentuan nilai pendapatan yang dilakukan dalam penelitian ini sesuai dengan pernyataan Budiono (1990) yang menyatakan bahwa Pendapatan adalah seluruh penerimaan uang yang diperoleh dari penjualan produk dari suatu kegiatan usaha.

Analisis Keuntungan (Laba/Rugi)

Keuntungan (laba) dan rugi suatu usaha diketahui setelah total hasil produksi dikurangi dengan total biaya produksi. Sehingga diperoleh keuntungan (laba) seperti yang tertera pada Gambar 3.


(45)

Gambar 3. Grafik rataan laba/rugi selama penelitian

Analisis usaha atau laba-rugi dilakukan untuk mengetahui apakah usaha tersebut untung atau rugi dengan cara menghitung selisih antara total hasil produksi. Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa rataan laba/rugi menujukkan perbedaan yang sangat besar, dimana rataan tertinggi terdapat pada perlakuan P2 yang memakai 30% kulit pisang fermentasi MOL yaitu sebesar Rp. 17.196,- dan rataan terendah atau mengalami kerugian terendah terdapat pada perlakuan P6 yang memakai 45% kulit pisang Trichoderma harzianum sebesar Rp. 4.287,-.

Hal ini dikarenakan adanya perbedaaan hasil penjualan ternak kelinci yang diterima dengan besarnya biaya yang telah dikeluarkan. Dimana kelinci yang mendapat perlakuan P2 (30% kulit pisang fermentasi MOL) mempunyai kenaikan bobot badan tertinggi yang berkolerasi dengan nilai penjualan tertinggi sehingga menghasilkan laba tertinggi. Hal ini sesuai pendapat Murtidjo (1995) yang menyatakan bahwa bila suatu usaha peternakan dapat mengontrol konsumsi dengan harga pakan serendah mungkin tanpa mengabaikan kualitas dari pakan tersebut maka diperoleh keuntungan dari usaha peternakan tersebut.

14,817 14,811 17,196 13,394 9,319 4,954 4,287 0 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000 18,000 20,000

P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6

R at aan l ab a/ ru gi Perlakuan


(46)

Analisis Benefit/Cost Ratio (B/C Ratio)

Analisis B/C Ratio digunakan dalam suatu usaha untuk mengetahui layak atau tidak layaknya usaha tersebut untuk periode berikutnya atau usaha tersebut dihentikan saja karena kurang layak. Nilai B/C ratio dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik B/C ratio selama penelitian

Analisis B/C Ratio digunakan dalam suatu usaha untuk mengetahui layak atau tidak usaha tersebut dilanjutkan ke periode berikutnya atau sebaliknya usaha tersebut dihentikan karena kurang layak.

Rataan B/C ratio yang diperoleh menunjukkan bahwa pada perlakuan P0 (Ransum kulit pisang raja tanpa fermentasi 45%), P1 (Ransum kulit pisang raja fermentasi MOL15%), P2 (Ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 30%) dan P3 (Ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 45%) dianggap memiliki kelayakan usaha/efisien untuk dilanjutkan karena perlakuan P0 sampai P6 memiliki rataan sebesar 1,31 (B/C > 1) Hal ini seperti yang dinyatakan Kdariah (1987), menyatakan bahwa untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu usaha dapat digunakan parameter yaitu dengan mengukur besarnya pemasukan dibagi

1.42 1.41 1.48 1.38

1.26

1.14 1.12

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6

P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6

R

at

aan

B

/C

r

at

io


(47)

besarnya korbanan, dimana bila B/C Ratio > 1 = efisien, B/C Ratio = 1 = impas dan B/C Ratio < 1 = tidak efisien.

IOFC (Income Over Feed Cost)

Dimana diperoleh dari hasil selisih penjualan kelinci dengan biaya pakan yang digunakan selama penelitian. IOFC tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik IOFC selama penelitian

Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih dari total pendapatan usaha peternakan dikurangi biaya pakan. Income Over Feed Cost (IOFC) ini merupakan barometer untuk melihat besar biaya pakan yang merupakan biaya terbesar dalam usaha pemeliharaan ternak.

Berdasarkan Gambar 5 diperoleh rataan Income Over Feed Cost (IOFC) tertinggi terdapat pada perlakuan P2 (Ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 30%) sebesar Rp. 22.448,64,- dan rataan Income Over Feed Cost (IOFC) terendah terdapat pada perlakuan P6 (Ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 45%) yaitu sebesar Rp. 9.540,38,-.

20,070.53 20,063.72

22,448.64

18,647.34

14,572.59

10,207.14 9,540.38

-5,000.00 10,000.00 15,000.00 20,000.00 25,000.00

P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6

R

at

aan

IO

F

C


(48)

Kondisi ini terjadi karena biaya pakan yang dikeluarkan untuk perlakuan yang mengandung 30% kulit pisang fermentasi MOL lebih besar daripada perlakuan yang mengandung kulit pisang tanpa fermentasi dan kulit pisang yang mengandung Trichoderma harzianum. Perlakuan yang mengandung 30% kulit pisang fermentasi MOL lebih disukai ternak kelinci rex sehingga mempengaruhi jumlah pakan yang harus dikeluarkan dalam pembuatan pakan selama penelitian.

Prawirokusumo (1990) menyatakan bahwa IOFC adalah selisih antara pakan. Pendapatan ini merupakan perkalian antara produksi peternakan dengan harga jual, sedangkan biaya pakan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan ternak tersebut.

Demikian juga pernyataan Hermanto (1996) yang menyatakan bahwa selain pegangan berproduksi secara teknis juga diperlukan pegangan berproduksi dari segi ekonomi, beberapa tolak ukur yang dapat digunakan untuk pegangan berproduksi adalah IOFC (Income Over Feed Cost) atau selisih pendapatan usaha peternakan dengan biaya pakan. Pendapatan merupakan perkalian antara hasil produksi peternakan (kilogram hidup) dengan harga jual. Sedangkan biaya pakan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan bobot hidup.


(49)

Rekapitulasi hasil penelitian analisa usaha pemanfaatan kulit pisang raja fermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) dibandingkan Trichoderma harzianum

Gambar 6. Grafik Rekapitulasi selama penelitian

Berdasarkan Gambar 6 yaitu rekapitulasi hasil penelitian dapat dilihat perbedaan hasil dari tiap perlakuan yang menunjukkan hasil terbaik yaitu P2 yaitu Ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 30%. Dimana hasil-hasil dari tiap perlakuan dapat dilihat mulai dari laba/rugi, B/C ratio dan IOFC. Dimana dilihat dari laba/rugi pada perlakuan P0 memberikan keuntungan sebesar Rp. 14.817,-, perlakuan P1 memberikan keuntungan sebesar Rp. 14.811,-, perlakuan P2 memberikan keuntungan sebesar Rp. 17.196,-, perlakuan P3 memberikan keuntungan sebesar Rp. 13.394,-, perlakuan P4 memberikan keuntungan sebesar Rp. 9.319,-, perlakuan P5 memberikan keutungan sebesar Rp. 4.954,- dan perlakuan P6 memberikan keuntungan sebesar Rp. 4.287,-. Didapat bahwa rataan keuntungan terbesar adalah pada perlakuan P2 memberikan keuntungan sebesar Rp. 17.196,-. 14.817 14.811 17.196 13.394 9.319 4.954 4.287

1.42 1.41 1.48 1.38 1.26 1.14 1.12

20.07053 20.63720 22.44864 18.64734 14.57259 10.20714 9.54038 0.000 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000

P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6

R at aan R ek ap it u las i Perlakuan

Laba Rugi (x 1000) B/C


(50)

B/C ratio pada penelitian berdasarkan hasil rekapitulasi yaitu pada perlakuan P0 sebesar 1,42, perlakuan P1 sebesar 1,41, perlakuan P2 sebesar 1,48, perlakuan P3 sebesar 1,38, perlakuan P4 sebesar 1,26, perlakuan P5 sebesar 1,14 dan perlakuan P6 sebesar 1,12. Didapat bahwa B/C ratio tertinggi adalah perlakuan P2 sebesar 1,48 dan diikuti perlakuan P0 sebesar 1,42 dan perlakuan P1 sebesar 1,41 dan diikuti dengan perlakuan P3 sebesar 1,38 dan diikuti perlakuan P4 sebesar 1,26 dan diikuti perlakuan P5 sebesar 1,14 dan terendah pada perlakuan P6 sebesar 1,12. Dari hasil rataan B/C ratio yang didapat perlakuan P0 (Ransum kulit pisang raja tanpa fermentasi 45%), P1 (Ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 15%), P2 (Ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 30%) dan P3 (Ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 45%) P4 (Ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 15%), P5 (Ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 30%) dan P6 (Ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 45%) dianggap layak untuk dilanjutkan /efisien karena perlakuan P0 sampai P6 memiliki rataan sebesar 1,31 (B/C > 1). Income Over Feed Cost (IOFC) pada penelitian diperoleh nilai pada perlakuan P0 sebesar Rp. 20.070,53, P1 sebesar Rp. 20.063,72, P2 sebesar Rp. 22.448,64, P3 sebesar Rp. 18.647,34, P4 sebesar Rp. 14.572,59, P5 sebesar Rp. 10.207,14 dan P6 sebesar Rp. 9.540,38. Didapat bahwa rataan Income Over Feed Cost tertinggi pada perlakuan P2 sebesar Rp. 22.448,64 dan yang terendah pada perlakuan P6 sebesar Rp. 9.540,38.


(51)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fermentasi tidak dapat meningkatkan nilai ekonomis dan fermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) yang lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil rekapitulasi penelitian.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian disarankan kepada peternak kelinci rex dapat memanfaatkan kulit pisang raja tanpa fermentasi sebagai pakan pelet kelinci rex karena biaya pengolahannya lebih murah dan dapat memberikan keuntungan bagi peternak.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, H. R., 1995. Nutrisi Ternak. PT. Gramedia Pustaka. Utama, Jakarta. Antono, A. 2006. Keputusan Menteri Pertanian Tentang Pembibitan dan

Pembudidayaan ternak http://ditjennak.go.id/ regulasi%5CPermentan57_ 2006.pdf.

Aritonang, D., 1993. Perencanaan Dan Pengolahan Usaha. Penebar Swadaya. Jakarta.

Aziz, 2009. ternak dan upaya pengamanannya. Lokakarya Obat Hewan dan Munas 111 ASOHL, Jakarta.

Bappenas, 2009. Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Jakarta. Budiono, 1990. Ekonomi Mikro Mikro. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi

No. 1. Edisi kedua, Cetakan ke II. BPFE, Yogyakarta. Hermanto, F., 1996. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya, Jakarta. http://bisnisbuny.blogspot.com/2010/03/daftar-harga-kelinci.html.

Jumingan, 2006. Analisis Laporan Keuangan. PT. Bumi Aksara, Jakarta.

Kadariah, 1987. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Kadarsan, H., 1995. Keuangan Pertanian dan Pembiayaan Perusahan Agribisnis. Cetakan kedua. PT. Gramedia, Jakarta.

Karo-Karo, S., Junias Sirait and Henk Knipsheer. 1995. Farmers Shares, Marketing Margin and Demand for Small Ruminant In North Sumatera, Working Paper No.150 November.

Kasmir, 2008. Analisis Laporan Keuangan. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Kotler, P. 1994. Manajemen Pemasaran; Analisis Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. Edisi Keenam. Jilid 2. Erlangga, Jakarta.

Kusnadi, U. 2004. Kontribusi ternak dalam meningkatkan pendapatan di lahan marginal Kabupaten Tangerang. Propinsi Banten. J Pembangunan Peternakan Tropis Spesial Edition Oktober 2004. Seminar Nasional Ruminansia buku 3.


(53)

Lipsey, R., P. Courant, D. Purvis dan P. Steiner, 1995. Pengantar Mikro Ekonomi. Jilid I. Binarupa Aksara, Jakarta.

Masanto, R dan Agus., A. 2010. Beternak Kelinci Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.

Murtidjo, B. A., 1995. Analisa Usaha Beternak kelinci. Penebar Swadaya. Jakarta. Muslih, D. Pasek, I. D., Rossuartini, Brahmantiyo, B. 2011. Tata Laksana

Pemberian Pakan Untuk Menunjang Agribisnis Ternak Kelinci. BPT-Bogor.

Nitisemito, A. S. 1994. Marketing. Ghalia, Jakarta.

Prawirokusumo, S. 1990. Ilmu Gizi Komperatif. BPFE, Yogyakarta.

Priyanto, D., M. Martawijaya, dan B. Setiadi. 2004. Analisis Kelayakan Usaha Ternak Kelinci Pada Berbagai Skala Pemilikan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.

Raharjo, 1994. Kemampuan produksi dan reproduksi kelinci Rex di Balitnak Ciawi, Bogor. Pros. Sem. Hasil Penelitian Pascapanen Pertanian II. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. pp. 163−168.

Rasyaf. M, 2009. Memasarkan Hasil Peternakan. Penebar Swadaya. Jakarta. Santoso, 2009. Pengantar Akuntansi. BPFE UGM. Yogyakarta.

Sarwono. B, 2000. Beternak Kelinci Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sitorus, P., S. Sastrodiharjo, Y.C. Rahardjo, I.G. Putu, A. Nurahadi, Santosa, B. Sudaryani., 1982. Laporan Budidaya Kelinci Jawa, Puslitbangnat, Deptan. Suharno, B dan Nazaruddin, 1994. Ternak Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta. Susilowati, T.E., M.E. Sawitri dan Muharlien, 2010. Budi Daya 22 Ternak


(54)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Rataan bobot awal kelinci (g/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3

P0 750,00 753,00 729,00 2.232,00 744,00

P1 789,00 752,00 747,00 2.288,00 762,67

P2 788,00 814,00 663,00 2.265,00 755,00

P3 623,00 844,00 761,00 2.228,00 742,67

P4 689,00 771,00 814,00 2.274,00 758,00

P5 648,00 794,00 670,00 2.112,00 704,00

P6 689,00 608,00 682,00 1.979,00 659,67

Total 4.976,00 5.336,00 5.066,00 15.378,00 732,29

Lampiran 2. Jumlah pelet yang dikonsumsi kelinci rex selama penelitian (g/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3

P0 780,14 756,43 772,14 2.308,71 769,57

P1 759,14 748,43 769,86 2.277,43 759,14

P2 800,86 800,71 782,71 2.384,28 794,76

P3 743,00 746,43 721,57 2.211,00 737,00

P4 702,14 685,71 668,43 2.056,28 685,43

P5 164,43 662,14 666,29 1.492,86 497,62

P6 650,71 97,28 657,86 1.405,85 468,62

Total 4.600,42 4.497,13 5.038,86 14.136,41 673,16

Lampiran 3. Total biaya produksi selama penelitian

Total biaya produksi Rupiah (Rp) Biaya pembelian bibit 461.340 Biaya pembelian pakan 41.939 Biaya obat-obatan 38.500 Upah tenaga kerja 13.440 Peralatan kandang 69.000 Sewa kandang 109.375


(55)

Lampiran 4. Total biaya produksi selama penelitian (Rp/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3

P0 35.788 35.808 35.134 106.731 35.577

P1 36.944 35.801 35.716 108.461 36.154

P2 36.967 37.746 33.163 107.876 35.959

P3 31.777 38.417 35.856 106.050 35.350

P4 33.786 36.196 37.433 107.414 35.805

P5 30.901 36.774 33.066 100.741 33.580

P6 33.511 29.488 33.322 96.321 32.107

Total 239.674 250.229 243.691 733.594 34.933

Lampiran 5. Bobot akhir kelinci kelinci (g/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3

P0 1.505,00 1.488,00 1.475,00 4.468,00 1.489,33 P1 1.539,00 1.485,00 1.501,00 4.525,00 1.508,33 P2 1.621,00 1.645,00 1.478,00 4.744,00 1.581,33 P3 1.322,00 1.545,00 1.436,00 4.303,00 1.434,33 P4 1.259,00 1.327,00 1.355,00 3.941,00 1.313,67 P5 775,00 1.313,00 1.194,00 3.282,00 1.094,00 P6 1.199,00 675,00 1.194,00 3.068,00 1.022,67 Total 9.220,00 9.478,00 9.633,00 28.331,00 1.349,10

Lampiran 6. Total hasil produksi selama penelitian (Rp)

Total Hasil Produksi Rupiah (Rp)

Hasil Penjualan Kelinci Rex 849.930

Hasil Penjualan Kotoran Kelinci 20.000

Hasil Penjualan Urine Kelinci 100.000

Total 969.930

Lampiran 7. Total hasil produksi selama penelitian (Rp/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3

P0 50.864 50.354 49.964 151.183 50.394

P1 51.884 50.264 50.744 152.893 50.964

P2 54.344 55.064 50.054 159.463 53.154

P3 45.374 52.064 48.794 146.233 48.744

P4 43.484 45.524 46.364 135.373 45.124

P5 28.964 45.104 41.534 115.603 38.534

P6 41.684 25.964 41.534 109.183 36.394


(56)

Lampiran 8. Analisis Laba Rugi selama penelitian (Rp/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3

P0 15.076 14.547 14.830 44.452 14.817

P1 14.941 14.463 15.028 44.432 14.811

P2 17.378 17.318 16.891 51.587 17.196

P3 13.597 13.647 12.938 40.183 13.394

P4 9.698 9.329 8.932 27.958 9.319

P5 -1.936 8.330 8.468 14.862 4.954

P6 8.173 -3.523 8.212 12.862 4.287

Total 76.926 74.111 85.299 236.336 11.254

Lampiran 9. Benefit/Cost Ratio

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3

P0 1,42 1,41 1,42 4,25 1,42 P1 1,40 1,40 1,42 4,23 1,41 P2 1,47 1,46 1,51 4,44 1,48 P3 1,43 1,36 1,36 4,14 1,38 P4 1,29 1,26 1,24 3,78 1,26 P5 0,94 1,23 1,26 3,42 1,14 P6 1,24 0,88 1,25 3,37 1,12 Total 9,19 8,99 9,45 27,64 1,32

Lampiran 10. Income Over Feed Cost (Rp/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3

P0 20.329,08 19.799,62 20.082,88 60.211,59 20.070,53 P1 20.193,73 19.716,27 20.281,17 60.191,17 20.063,72 P2 22.630,67 22.571,11 22.144,14 67.345,91 22.448,64 P3 18.850,22 18.900,44 18.191,36 55.942,02 18.647,34 P4 14.951,45 14.581,73 14.184,60 43.717,78 14.572,59 P5 3.316,71 13.583,58 13.721,13 30.621,42 10.207,14 P6 13.425,96 1.729,83 13.465,36 28.621,15 9.540,38 Total 113.697,82 110.882,57 122.070,64 346.651,04 16.507,19


(1)

Lipsey, R., P. Courant, D. Purvis dan P. Steiner, 1995. Pengantar Mikro Ekonomi. Jilid I. Binarupa Aksara, Jakarta.

Masanto, R dan Agus., A. 2010. Beternak Kelinci Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.

Murtidjo, B. A., 1995. Analisa Usaha Beternak kelinci. Penebar Swadaya. Jakarta. Muslih, D. Pasek, I. D., Rossuartini, Brahmantiyo, B. 2011. Tata Laksana

Pemberian Pakan Untuk Menunjang Agribisnis Ternak Kelinci. BPT-Bogor.

Nitisemito, A. S. 1994. Marketing. Ghalia, Jakarta.

Prawirokusumo, S. 1990. Ilmu Gizi Komperatif. BPFE, Yogyakarta.

Priyanto, D., M. Martawijaya, dan B. Setiadi. 2004. Analisis Kelayakan Usaha Ternak Kelinci Pada Berbagai Skala Pemilikan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.

Raharjo, 1994. Kemampuan produksi dan reproduksi kelinci Rex di Balitnak Ciawi, Bogor. Pros. Sem. Hasil Penelitian Pascapanen Pertanian II. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. pp. 163−168.

Rasyaf. M, 2009. Memasarkan Hasil Peternakan. Penebar Swadaya. Jakarta. Santoso, 2009. Pengantar Akuntansi. BPFE UGM. Yogyakarta.

Sarwono. B, 2000. Beternak Kelinci Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sitorus, P., S. Sastrodiharjo, Y.C. Rahardjo, I.G. Putu, A. Nurahadi, Santosa, B. Sudaryani., 1982. Laporan Budidaya Kelinci Jawa, Puslitbangnat, Deptan. Suharno, B dan Nazaruddin, 1994. Ternak Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta. Susilowati, T.E., M.E. Sawitri dan Muharlien, 2010. Budi Daya 22 Ternak


(2)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Rataan bobot awal kelinci (g/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3

P0 750,00 753,00 729,00 2.232,00 744,00

P1 789,00 752,00 747,00 2.288,00 762,67

P2 788,00 814,00 663,00 2.265,00 755,00

P3 623,00 844,00 761,00 2.228,00 742,67

P4 689,00 771,00 814,00 2.274,00 758,00

P5 648,00 794,00 670,00 2.112,00 704,00

P6 689,00 608,00 682,00 1.979,00 659,67

Total 4.976,00 5.336,00 5.066,00 15.378,00 732,29

Lampiran 2. Jumlah pelet yang dikonsumsi kelinci rex selama penelitian (g/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3

P0 780,14 756,43 772,14 2.308,71 769,57

P1 759,14 748,43 769,86 2.277,43 759,14

P2 800,86 800,71 782,71 2.384,28 794,76

P3 743,00 746,43 721,57 2.211,00 737,00

P4 702,14 685,71 668,43 2.056,28 685,43

P5 164,43 662,14 666,29 1.492,86 497,62

P6 650,71 97,28 657,86 1.405,85 468,62

Total 4.600,42 4.497,13 5.038,86 14.136,41 673,16

Lampiran 3. Total biaya produksi selama penelitian

Total biaya produksi Rupiah (Rp) Biaya pembelian bibit 461.340 Biaya pembelian pakan 41.939 Biaya obat-obatan 38.500 Upah tenaga kerja 13.440 Peralatan kandang 69.000

Sewa kandang 109.375


(3)

Lampiran 4. Total biaya produksi selama penelitian (Rp/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3

P0 35.788 35.808 35.134 106.731 35.577

P1 36.944 35.801 35.716 108.461 36.154

P2 36.967 37.746 33.163 107.876 35.959

P3 31.777 38.417 35.856 106.050 35.350

P4 33.786 36.196 37.433 107.414 35.805

P5 30.901 36.774 33.066 100.741 33.580

P6 33.511 29.488 33.322 96.321 32.107

Total 239.674 250.229 243.691 733.594 34.933

Lampiran 5. Bobot akhir kelinci kelinci (g/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3

P0 1.505,00 1.488,00 1.475,00 4.468,00 1.489,33 P1 1.539,00 1.485,00 1.501,00 4.525,00 1.508,33 P2 1.621,00 1.645,00 1.478,00 4.744,00 1.581,33 P3 1.322,00 1.545,00 1.436,00 4.303,00 1.434,33 P4 1.259,00 1.327,00 1.355,00 3.941,00 1.313,67

P5 775,00 1.313,00 1.194,00 3.282,00 1.094,00

P6 1.199,00 675,00 1.194,00 3.068,00 1.022,67

Total 9.220,00 9.478,00 9.633,00 28.331,00 1.349,10

Lampiran 6. Total hasil produksi selama penelitian (Rp)

Total Hasil Produksi Rupiah (Rp)

Hasil Penjualan Kelinci Rex 849.930

Hasil Penjualan Kotoran Kelinci 20.000

Hasil Penjualan Urine Kelinci 100.000

Total 969.930

Lampiran 7. Total hasil produksi selama penelitian (Rp/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3

P0 50.864 50.354 49.964 151.183 50.394

P1 51.884 50.264 50.744 152.893 50.964

P2 54.344 55.064 50.054 159.463 53.154

P3 45.374 52.064 48.794 146.233 48.744

P4 43.484 45.524 46.364 135.373 45.124

P5 28.964 45.104 41.534 115.603 38.534

P6 41.684 25.964 41.534 109.183 36.394


(4)

Lampiran 8. Analisis Laba Rugi selama penelitian (Rp/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3

P0 15.076 14.547 14.830 44.452 14.817

P1 14.941 14.463 15.028 44.432 14.811

P2 17.378 17.318 16.891 51.587 17.196

P3 13.597 13.647 12.938 40.183 13.394

P4 9.698 9.329 8.932 27.958 9.319

P5 -1.936 8.330 8.468 14.862 4.954

P6 8.173 -3.523 8.212 12.862 4.287

Total 76.926 74.111 85.299 236.336 11.254

Lampiran 9. Benefit/Cost Ratio

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3

P0 1,42 1,41 1,42 4,25 1,42 P1 1,40 1,40 1,42 4,23 1,41 P2 1,47 1,46 1,51 4,44 1,48 P3 1,43 1,36 1,36 4,14 1,38 P4 1,29 1,26 1,24 3,78 1,26 P5 0,94 1,23 1,26 3,42 1,14 P6 1,24 0,88 1,25 3,37 1,12 Total 9,19 8,99 9,45 27,64 1,32

Lampiran 10. Income Over Feed Cost (Rp/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3

P0 20.329,08 19.799,62 20.082,88 60.211,59 20.070,53 P1 20.193,73 19.716,27 20.281,17 60.191,17 20.063,72 P2 22.630,67 22.571,11 22.144,14 67.345,91 22.448,64 P3 18.850,22 18.900,44 18.191,36 55.942,02 18.647,34 P4 14.951,45 14.581,73 14.184,60 43.717,78 14.572,59 P5 3.316,71 13.583,58 13.721,13 30.621,42 10.207,14 P6 13.425,96 1.729,83 13.465,36 28.621,15 9.540,38 Total 113.697,82 110.882,57 122.070,64 346.651,04 16.507,19


(5)

Lampiran 11. Rekapitulasi Rataan Hasil Penelitian

Perlakuan Parameter

Laba Rugi (Rp) B/C ratio IOFC (Rp)

P0 14.817 1,42 20.070,53

P1 14.811 1,41 20.063,72

P2 17.196 1,48 22.448,64

P3 13.394 1,38 18.647,34

P4 9.319 1,26 14.572,59

P5 4.954 1,14 10.207,14

P6 4.287 1,12 9.540,38

Lampiran 12. Biaya tepung kulit pisang raja tanpa fermentasi (Rp/kg)

Bahan Harga (Rp/kg)

Kulit pisang Rp. 0

Transportasi Rp. 150.-

Grinder @150/kg Rp. 150.-

Tenaga Kerja Pengeringan kulit pisang Selama 2 hari @ Rp. 50,-

Rp. 100,-

Total Rp. 400/kg

Lampiran 13. Biaya tepung kulit pisang raja fermentasi MOL (Rp/kg)

Bahan Harga (Rp/kg)

Tepung kulit pisang Rp. 400,-

Biaya dedak dipakai 15% dari bahan ransum @ 2.500,-

Rp. 375,- Tenaga kerja pembuatan kulit pisang

raja fermentasi MOL Selama 1 hari @ Rp. 50,-

Rp. 50,-

Pembuatan MOL Rp. 160,-

Yakult Rp. 30,-

Ragi Rp. 50,-

Tempe Rp. 20,-

Gula Rp. 60,-

Total Rp. 985,-/kg

Lampiran 14. Biaya tepung kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum (Rp/kg)

Bahan Harga (Rp/kg)

Tepung kulit pisang Rp. 400,-

Tricoderma harzianum (3 kg x 35.000) Rp. 105,- Tenaga kerja pembuatan kulit pisang

raja fermentasi Tricoderma harzianum Selama 1 hari @ Rp. 50

Rp. 50,-


(6)

Lampiran 15. Susunan Ransum (%)

Nama Bahan Pakan P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6

Kulit Pisang 45,00 15,00 30,00 45,00 15,00 30,00 45,00

Bungkil Kelapa 11,00 9,00 8,00 5,00 17,00 13,00 14,00

Bungkil Inti Sawit 5,00 25,00 15,00 5,00 21,00 12,00 5,00

Bungkil Kedelai 10,00 1,00 2,00 3,00 2,00 5,00 7,00

Dedak 9,00 30,00 25,00 22,00 25,00 20,00 9,00

Tepung Ikan 10,00 10,00 10,00 10,00 10,00 10,00 10,00

Molases 8,00 8,00 8,00 8,00 8,00 8,00 8,00

Top Mix 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

Garam 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

Total 100 100 100 100 100 100 100

Harga/kg 2.675,- 2.738,- 2.646,- 2.553,- 2.760,- 2.706,- 2.580,-

Nutrisi

Protein Kasar 17,13 17,12 17,17 17,12 17,11 17,14 17,13

Energi Metabolisme 2654,85 2665,40 2752,90 2866,60 2661,2 2684,34 2745,36

Lemak Kasar 9,25 9,46 9,41 9,33 9,55 9,12 8,76

Serat Kasar 6,07 5,68 5,59 5,60 5,19 5,10 5,78

Kalsium 0,36 0,56 0,64 0,72 0,55 0,62 0,71


Dokumen yang terkait

Kecernaan Pakan Berbentuk Pelet Mengandung Kulit Pisang Raja Fermentasi Dengan Mikroorganisme Lokal Dibandingkan Dengan Trichoderma harzianum Pada Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

1 92 70

Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) Dibandingkan Trichoderma harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Karkas Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

2 65 70

Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi Mol Dibandingkan Trichoderma Harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Performans Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

0 7 68

Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi Mol Dibandingkan Trichoderma Harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Performans Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

0 0 12

Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi Mol Dibandingkan Trichoderma Harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Performans Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

0 0 2

Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi Mol Dibandingkan Trichoderma Harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Performans Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

0 1 4

Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi Mol Dibandingkan Trichoderma Harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Performans Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

0 3 20

ANALISIS USAHA PEMANFAATAN KULIT PISANG RAJA FERMENTASI MOL (MIKROORGANISME LOKAL) DIBANDINGKAN Trichoderma harzianum SEBAGAI PAKAN BERBENTUK PELET TERHADAP KELINCI REX JANTAN LEPAS SAPIH SKRIPSI

0 0 12

Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) Dibandingkan Trichoderma harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Karkas Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

0 0 19

Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) Dibandingkan Trichoderma harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Karkas Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

0 0 12