Kecernaan Kulit Daging Buah Kopi dengan Fermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) dalam Ransum Pelet Pakan Kelinci Perankan Rex Lepas Sapih
KECERNAAN KULIT DAGING BUAH KOPI DENGAN
FERMENTASI MOL(MIKROORGANISME LOKAL)
DALAM RANSUM PELET PAKAN KELINCI
PERANAKAN
REX
LEPAS SAPIH
SKRIPSI
Oleh:
FATHI AKBAR NASUTION 100306045
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2015
(2)
KECERNAAN KULIT DAGING BUAH KOPI DENGAN
FERMENTASI MOL(MIKROORGANISME LOKAL)
DALAM RANSUM PELET PAKAN KELINCI
PERANAKAN
REX
LEPAS SAPIH
SKRIPSI
Oleh:
FATHI AKBAR NASUTION 100306045/PETERNAKAN
Proposal penelitian sebagai salah satu syarat untuk dapat melaksanakan penelitian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2015
(3)
Judul Penelitian : Kecernaan Kulit Daging Buah Kopi dengan Fermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) dalam Ransum Pelet Pakan Kelinci Perankan Rex Lepas Sapih
Nama : Fathi Akbar Nasution
NIM : 100306045
Program Studi : Peternakan
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Ir. Iskandar Sembiring, MM Hamdan, SPt.,MSi Ketua Anggota
Mengetahui
Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan
(4)
ABSTRAK
FATHI AKBAR NASUTION, 2014: digestibility Skin Fruit Meat Fermentation Coffee with MOL (local microorganisms) In Pellet Feed Rations Rex Rabbit Peranakan Wean Off. Under supervised by ISKANDAR SEMBIRING and
HAMDAN.
This research was conducted at the Laboratory of Animal Biology Faculty of Agriculture, University of North Sumatra in June 2014 - August 2014. This study aims to determine the effect of dry matter and organic matter use of utilization of the coffee fruit flesh skin fermentation MOL. This study used 20 male rabbits rex hybrid weaning with average initial weight 913.05 g ± 60.49 g using a completely randomized design (CRD) with 4 treatments with 5 replications. The treatments used in this study is P0 (pellets with basal feed + leather coffee fruit flesh without fermentation 30%), P1 (basal + pellets to feed the skin flesh without fermentation 20% coffee and coffee fruit flesh skin fermentation 10%), P2 (pellets with basal feed + leather coffee fruit flesh without fermentation 10% and leather coffee pulp fermentation 20%), P3 (pellets with basal feed + leather coffee pulp fermentation 30%). Parameters observed that feed consumption (Dry Materials and Organic Materials), dry matter digestibility (KcBK), Organic Matter Digestibility (KcBO).
The results showed that the average dry matter (%) P0, P1, P2, and P3 is 59.70; 59.75; 59.74; and 59.89, while the average organic matter digestibility (%) 61.28; 61.40; 61.31; and 61.50. Dry matter and organic matter P3 is better than other treatments (P≥0,05). The c onclusion from this study showed that administration of fermented coffee fruit flesh skin MOL as rations in the form of pellets for rabbits rex male crossbreed weaning until level 30% can improve the digestibility of coffee fruit flesh and skin can be used as an alternative feed.
Keywords: Digestibility, Leather coffee fruit flesh, Fermentation MOL, Rex Rabbit male weaning.
(5)
ABSTRAK
FATHI AKBAR NASUTION, 2014: Kecernaan Kulit Daging Buah Kopi dengan Fermentasi MOL (mikroorganisme lokal) Dalam Ransum Pelet Pakan Kelinci Peranakan Rex Lepas Sapih. dibimbing oleh ISKANDAR SEMBIRING dan HAMDAN.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Juni 2014 – Agustus 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kecernaan bahan kering dan bahan organik penggunaan dari pemanfaatan kulit daging buah kopi fermentasi MOL. Penelitian ini menggunakan 20 ekor kelinci peranakan rex jantan lepas sapih dengan rataan bobot awal 913,05 g ± 60,49 g dengan menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dengan 5 ulangan. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah P0 (pelet dengan pakan basal+kulit daging buah kopi tanpa fermentasi 30%), P1 (pelet dengan pakan basal+kulit daging buah kopi tanpa fermentasi 20% dan kulit daging buah kopi fermentasi 10%), P2 (pelet dengan pakan basal+kulit daging buah kopi tanpa fermentasi 10% dan kulit daging buah kopi fermentasi 20%), P3 (pelet dengan pakan basal+kulit daging buah kopi fermentasi 30%). Parameter yang diamati yaitu Konsumsi Pakan (Bahan Kering dan Bahan Organik), Kecernaan Bahan Kering (KcBK), Kecernaan Bahan Organik (KcBO).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan kecernaan bahan kering (%) P0,P1,P2, dan P3 adalah 59,70; 59,75; 59,74; dan 59,89, sedangkan rataan kecernaan bahan organik (%) 61,28; 61,40; 61,31; dan 61,50. Kecernaan bahan kering dan bahan organik P3 lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya (P≥0,05). Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian kulit daging buah kopi fermentasi MOL sebagai ransum dalam bentuk pelet terhadap kelinci peranakan rex jantan lepas sapih sampai level 30% dapat meningkatkan kecernaan dan kulit daging buah kopi dapat dijadikan pakan alternatif.
Kata kunci : Kecernaan, Kulit daging buah kopi, Fermentasi MOL, Kelinci Rex jantan lepas sapih.
(6)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sipare pare, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 16 Februari 1993 dari ayah Fauji dan ibu Nurhayati, penulis merupakan anak ketiga dari ketiga bersaudara.
Tahun 2010 tamat dari SMA Negeri 1 Air Putih dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian tertulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNM-PTN). Penulis memilih Program Studi Peternakan.
Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai anggota bidang Ikatan Mahasiswa Peternakan (IMAPET). Penulis juga telah melakukan praktek kerja lapangan (PKL) pada bulan Juli 2013-Agustus 2013 di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) desa Scurai Utara Kecamatan Babalan Kabupaten Langkat.
(7)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Judul dari skripsi ini adalah “Kecernaan Kulit Daging Buah Kopi dengan Fermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) dalam Ransum Pelet Pakan Kelinci Perankan Rex Lepas Sapih”.
Penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada orang tua atas doa, semangat dan pengorbanan materil maupun moril yang telah diberikan selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Iskandar Sembiring, MM selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Hamdan, SPt.,MSi selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberi arahan dalam penulisan skripsi ini.
Dan juga kepada rekan- rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kesalahan, untuk itu penulis berharap kritik dan sarannya yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
(8)
DAFTAR ISI
Hal.
ABSTRAK ... i
ABSTRAC ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... ..vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Hipotesis Penelitian ... 3
Kegunaan Penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Ternak Kelinci ... 5
Kebutuhan Nutrisi Kelinci ... 6
Sistem Pencernaan Kelinci ... 7
Kecernaan In vivo ...11
Kecernaan Pakan ... 12
Teknologi Fermentasi Menggunakan Mikroorganisme Lokal (MOL) ... 13
Kulit Daging Buah Kopi ... 17
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19
Bahan dan Alat ... 19
(9)
Alat ... 19
Metode Penelitian ... 20
Rancangan Penelitian ... 20
Parameter Penelitian ... 21
Konsumsi Pakan (Bahan Kering dan Bahan Organik) ... 21
Kecernaan Bahan Kering (KcBK) ... 21
Kecernaan Bahan Organik (KcBO) ... 21
Pelaksanaan Penelitian ... 22
Metode Pengambilan Sampel ... 24
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering ... 26
Konsumsi Bahan Organik ... 27
Kecernaan Bahan Kering (KcBK) ... 28
Kecernaan Bahan Organik (KcBO) ... 30
Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 3
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 33
Saran ... 33
DAFTAR PUSTAKA ... 34
(10)
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Kebutuhan ransum kelinci lepas sapih (%) ... 7 2. Kandungan nutrisi kulit buah kopi berdasarkan pengolahannya (%) ... 18 3. Kandungan zat gizi kulit daging buah kopi (%) ... 18 4. Kandungan nutrisi kulit buah kopi sebelum
dan sesudah difermentasi (%) ... 18 5. Rataan konsumsi bahan kering
pakan pada kelinci Rex jantan (g/ekor/hari) ... 26
6. Analisis ragam konsumsi ransum kelinci selama penelitian ) ... 26 7. Rataan konsumsi bahan organik pakan
pada kelinci Rex jantan (g/ekor/hari) ) ... 27
8. Rataan kecernaan BK pakan
pada kelinci Rex jantan selama 7 hari (%) ... 29
9. Analisis kecernaan kulit daging buah kopi
fermentasi MOL kecernaan BK pakan pada kelinci Rex jantan... 29 10. Rataan kecernaan BO pakan
pada kelinci Rex jantan selama 7 hari (%) ... 30 11. Analisis kecernaan kulit daging buah kopi fermentasi MOL
terhadap kecernaan BO pakan pada kelinci Rex jantan ... 31 12. Rekapitulasi hasil penelitian kelinci Rex jantan ... 32
(11)
DAFTAR GAMBAR
No. Hal.
Gambar 1. Sistem Pencernaan Kelinci ... 8
Gambar 2. Penjemuran Kulit daging buah kopi ... 43
Gambar 3. Penyiraman Inokulen ... 43
Gambar 4. Kulit Daging buah kopi yang sudah kering ... 43
Gambar 5. Pengukuran suhu fermentasi daging kulit buah kopi ... 44
(12)
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Pembuatan inokulan cair ... 37
2. Pembuatan fermentasi kulit daging buah kopi ... 38
3. Pembuatan pakan bentuk pelet ... 39
4. kandungan nutrisi masing-masing bahan pakan ... 40
5. Formula Ransum Kelinci dengan kulit daging buah kopi (KDBK) ... 40
6. Grafik rataan konsumsi kelinci dalam bahan kering (BK) selama penelitian (g/ekor/hari) ... 41
7. Grafik rataan konsumsi kelinci dalam bahan organik (BO) selama penelitian (g/ekor/hari) ... 41
8. Rataan kecernaan bahan kering pada kelinci Rex jantan (%) ... 41
9. Analisis ragam kecernaan bahan kering feses kelinci Rex jantan (%) ... 42
10. Rataan kecernaan bahan organik pada kelinci Rex jantan (%) ... 42
11. Analisis ragam kecernaan bahan organik feses kelinci Rex jantan (%) ... 42
12. Rekapitulasi hasil penelitian kelinci Rex jantan ... 42
(13)
ABSTRAK
FATHI AKBAR NASUTION, 2014: digestibility Skin Fruit Meat Fermentation Coffee with MOL (local microorganisms) In Pellet Feed Rations Rex Rabbit Peranakan Wean Off. Under supervised by ISKANDAR SEMBIRING and
HAMDAN.
This research was conducted at the Laboratory of Animal Biology Faculty of Agriculture, University of North Sumatra in June 2014 - August 2014. This study aims to determine the effect of dry matter and organic matter use of utilization of the coffee fruit flesh skin fermentation MOL. This study used 20 male rabbits rex hybrid weaning with average initial weight 913.05 g ± 60.49 g using a completely randomized design (CRD) with 4 treatments with 5 replications. The treatments used in this study is P0 (pellets with basal feed + leather coffee fruit flesh without fermentation 30%), P1 (basal + pellets to feed the skin flesh without fermentation 20% coffee and coffee fruit flesh skin fermentation 10%), P2 (pellets with basal feed + leather coffee fruit flesh without fermentation 10% and leather coffee pulp fermentation 20%), P3 (pellets with basal feed + leather coffee pulp fermentation 30%). Parameters observed that feed consumption (Dry Materials and Organic Materials), dry matter digestibility (KcBK), Organic Matter Digestibility (KcBO).
The results showed that the average dry matter (%) P0, P1, P2, and P3 is 59.70; 59.75; 59.74; and 59.89, while the average organic matter digestibility (%) 61.28; 61.40; 61.31; and 61.50. Dry matter and organic matter P3 is better than other treatments (P≥0,05). The c onclusion from this study showed that administration of fermented coffee fruit flesh skin MOL as rations in the form of pellets for rabbits rex male crossbreed weaning until level 30% can improve the digestibility of coffee fruit flesh and skin can be used as an alternative feed.
Keywords: Digestibility, Leather coffee fruit flesh, Fermentation MOL, Rex Rabbit male weaning.
(14)
ABSTRAK
FATHI AKBAR NASUTION, 2014: Kecernaan Kulit Daging Buah Kopi dengan Fermentasi MOL (mikroorganisme lokal) Dalam Ransum Pelet Pakan Kelinci Peranakan Rex Lepas Sapih. dibimbing oleh ISKANDAR SEMBIRING dan HAMDAN.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Juni 2014 – Agustus 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kecernaan bahan kering dan bahan organik penggunaan dari pemanfaatan kulit daging buah kopi fermentasi MOL. Penelitian ini menggunakan 20 ekor kelinci peranakan rex jantan lepas sapih dengan rataan bobot awal 913,05 g ± 60,49 g dengan menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dengan 5 ulangan. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah P0 (pelet dengan pakan basal+kulit daging buah kopi tanpa fermentasi 30%), P1 (pelet dengan pakan basal+kulit daging buah kopi tanpa fermentasi 20% dan kulit daging buah kopi fermentasi 10%), P2 (pelet dengan pakan basal+kulit daging buah kopi tanpa fermentasi 10% dan kulit daging buah kopi fermentasi 20%), P3 (pelet dengan pakan basal+kulit daging buah kopi fermentasi 30%). Parameter yang diamati yaitu Konsumsi Pakan (Bahan Kering dan Bahan Organik), Kecernaan Bahan Kering (KcBK), Kecernaan Bahan Organik (KcBO).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan kecernaan bahan kering (%) P0,P1,P2, dan P3 adalah 59,70; 59,75; 59,74; dan 59,89, sedangkan rataan kecernaan bahan organik (%) 61,28; 61,40; 61,31; dan 61,50. Kecernaan bahan kering dan bahan organik P3 lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya (P≥0,05). Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian kulit daging buah kopi fermentasi MOL sebagai ransum dalam bentuk pelet terhadap kelinci peranakan rex jantan lepas sapih sampai level 30% dapat meningkatkan kecernaan dan kulit daging buah kopi dapat dijadikan pakan alternatif.
Kata kunci : Kecernaan, Kulit daging buah kopi, Fermentasi MOL, Kelinci Rex jantan lepas sapih.
(15)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ketersediaan pakan merupakan salah satu faktor penting dalam usaha pemeliharaan ternak. Keberhasilan usaha pemeliharaan ternak banyak ditentukan oleh pakan yang diberikan disamping faktor pemilihan bibit dan tata laksana pemeliharaan yang baik. Agar kelinci dapat berproduksi tinggi, maka perlu dipelihara secara intensif dengan pemberian pakan yang memenuhi syarat, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Pakan untuk kelinci pada dasarnya terdiri atas dua golongan, yaitu hijauan dan konsentrat. Hijauan adalah pakan yang mengandung serat kasar tinggi yang terdiri atas selulosa, hemiselulosa, pektin, dan memiliki kandungan energi yang tinggi dan protein yang rendah. Hijauan dapat diberikan sekitar 60-80% dan sisanya konsentrat. Menurut Sarwono (2002) bahan pakan kelinci dipilih yang disukai ternak. Bahan itu mudah didapat, dapat tersedia setiap saat dan nilai ekonomisnya relatif murah tidak bersaing dengan kepentingan manusia dan kandungan pakan cukup sesuai untuk kebutuhan hidup kelinci. Salah satu bahan pakan alternatif tersebut adalah kulit daging buah kopi.
Potensi pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah yang dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan berasal dari bagian-bagian tanaman atau hewan yang dijadikan sebagai pakan kasar (roughage), sumber energi, sumber protein atau sumber mineral. Limbah kulit kopi dari sisa pengolahan biji kopi seharusnya bisa dimanfaatkan untuk alternatif komoditi lain, seperti pakan ternak,
(16)
media tanam bagi jamur dan lain sebagainya. Selain bermanfaat dalam mengurangi pencemaran lingkungan, juga dapat meningkatkan penghasilan petani kopi itu sendiri. Kulit daging buah kopimengandung antinutrisi berupa senyawa kafein 1,3% dan tanin 8,5%.
Sistem pencernaan kelinci merupakan sistem pencernaan yang sederhana dengan caecum dan usus yang besar. Hal ini memungkinkan kelinci dapat memanfaatkan bahan-bahan hijauan, rumput dan sejenisnya. Bahan-bahan itu dicerna oleh bakteri di saluran cerna bagian bawah seperti yang terjadi pada saluran cerna . Kelinci mempunyai sifat copopraghy yaitu memakan feses yang sudah dikeluarkan. Feses ini berwarna hijau muda dan lembek. Hal ini terjadi karena konstruksi saluran pencernaannnya sehingga memungkinkan kelinci untuk memanfaatkan secara penuh pencernaan bakteri di saluran bagian bawah atau yaitu mengkonversi protein asal hijauan menjadi protein bakteri yang berkualitas tinggi, mensintesis vitamin B dan memecah selulose/serat menjadi energi yang berguna.
Pencernaan makanan kelinci hampir sekitar 40%-nya dalam usus besar. Di sana terjadi pemilihan jenis makanan yang sedang dicerna, antara makanan bernutrisi dan makanan berserat. Sari makanan bernutrisi kemudian diserap oleh tubuh, sedangkan sisa makanan berserat kemudian dikeluarkan sebagai feses. Feses inilah yang kemudian dimakan kembali oleh kelinci untuk mengulang proses pencernaan yang sama, proses ini biasanya disebut dengancoprophagy.
Kelinci termasuk jenis ternak pseudo-ruminant, yaitu herbivora yang tidak dapat mencerna serat kasar dengan baik. Kelinci memfermentasi pakan di usus belakangnya. Fermentasi hanya terjadi di caecum (bagian pertama usus besar), yang kurang lebih merupakan 50% dari seluruh kapasitas saluran pencernaannya.
(17)
Sekitar umur tiga minggu kelinci mulai mencerna kembali kotoran lunaknya, langsung dari anus (proses ini disebut caecotrophy) tanpa pengunyahaan. Kotoran ini terdiri atas konsentrat bakteri yang dibungkus oleh mukus. Walaupun memiliki caecum yang besar, kelinci ternyata tidak mampu mencerna bahan-bahan organik dan serat kasar dari hijauan sebanyak yang dapat dicerna oleh ternak ruminansia murni. Daya cerna mengonsumsi hijauan daun mungkin hanya 10% (Sarwono, 2007).
Berdasarkan pemikiran diatas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang kecernaan bahan kering dan bahan organik penggunaan kulit daging buah kopifermentasi dalam pelet terhadap ransum kelinci peranakan Rex jantan lepas sapih.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengaruh kecernaan bahan kering dan bahan organik penggunaan kulit daging buah kopifermentasi dalam ransum pelet terhadap kelinci peranakan
Rex jantan lepas sapih.
2. Mengetahui taraf penggunaan kulit daging buah kopifermentasi yang optimal dalam ransum pelet terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik kelinci peranakan Rex jantan lepas sapih.
Hipotesis Penelitian
Fermentasikulit daging buah kopi dengan mikroorganisme lokal (MOL) berbentuk ransum pelet sebagai pakan ternak dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik kelinci peranakanRex jantan lepas sapih.
(18)
Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini yaitu sebagai salah satu syarat untuk dapat melaksanakan penelitian di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan menjadi bahan bacaan bagi para pembaca dan peternak kelinci untuk dapat memanfaatkan hasil samping dari buah kopi sebagai bahan pakan ternak alternatif.
(19)
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Ternak Kelinci
Kelinci merupakan jenis ternak yang mulai banyak dilirik peternak. Hal ini karena kelinci memiliki potensi yang bisa diandalkan. Selain sebagai penghasil daging, kelinci juga bisa dimanfaatkan sebagai penghasil kulit dan bulu sebagai bahan baku industri. Kelinci juga dapat berkembang di semua daerah, termasuk indonesia (Masanto dan Agus, 2013).
Bangsa kelinci mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut: Kingdom: Animalia, Filum: Chordata, Subfilum: Vertebrata, Class: Mamalia,
Ordo: Lagomorpha, Family: Leporidae, Subfamily: Leporine, Genus: Lepus Orictolagus, Species: Lepus spp, Orictolagus spp(Susilorini, 2008).
Ternak kelinci merupakan salah satu bagian yang memberikan pengaruh sebagai salah satu sumber protein hewani yang sangat potensial untuk dikembangkan. Budidayanya cocok dilakukan masyarakat karena tidak membutuhkan tanah yang luas dan modal yang besar serta mampu tumbuh dan berkembang dengan cepat (Sitorus et al., 1982).
Kelinci makan dan mengunyah makananya sekitar 300 kali. Setiap mengunyah, kelinci akan memutar makanannya ke kedua sisi rongga mulut. Kemudian makanan yang sudah dikunyah tersebut akan turun ke esophagus (kerongkongan). Dari kerongkongan akan menuju ke lambung, tapi reaksi sebenarnya bukan disini. Lambung hanya menyimpan makanan, sedangkan nutrisinya disterilisasi dan dipindahkan ke usus halus. Pakan yang tidak tercerna dari usus halus dibawa menuju ke coecumdan colon(hindgut) untuk difermentasi
(20)
oleh enzim bakteri. Selanjutnya dari coecum, pakan masuk kedalam usus besar yang akhirnya dibuang melalui anus.
Kebutuhan Nutrisi Kelinci
Bahan pakan adalah setiap bahan yang dapat dimakan, disukai, dapat dicerna sebagian atau seluruhnya, dapat diabsorpsi dan bermanfaat bagi ternak. Pakan adalah satu macam atau campuran lebih dari satu macam bahan pakan yang khusus disediakan untuk ternak (Kamal, 1994).
Pakan kelinci berupa hijauan dankonsentrat dan harus terjamin jumlah danmutunya.Pakan yang diberikan harus baikdan jelas kualitasnya serta dapatmemenuhi kebutuhan nutrisi dari kelinci.Kelinci pada masa pertumbuhanmembutuhkan Digestible Energy (DE)sebesar 2500 Kkal/kg, TDN sebesar 65%,serat kasar sebesar 10-12%, protein kasarsebesar 16% dan lemak sebesar 2% (NRC,1977).
Menurut (Wheindrata, 2012) volume bahan hijauan harus paling banyak dalam komposisi pakan kelinci, karena kelinci membutuhkan makanan dengan kandungan serat kasar yang lebih tinggi. Bahan hijauan yang dibutuhkan dalam pembuatan pakan kelinci minimal 25-30%. Kebutuhan bahan kering kelinci dibedakan sesuai dengan periode pemeliharaan. Kelinci muda dengan bobot 1,8-3,2 kg membutuhkan bahan kering 112-173 g/ekor/hari. Kelinci dewasa dengan bobot 2,3-6,8 kg membutuhkan bahan kering 92-204 g/ekor/hari. Menurut Ensminger (1991) menyatakan bahwa kelinci dengan bobot badan 1,8-3,2 kg, kebutuhan bahan keringnya sebesar 112-173 g/ekor/hari atau setara dengan 5,4-6,2% dari bobot hidup.
(21)
Pakan kelinci sebaiknya mengandung nutrisi yaitu air (maksimal 12%), protein (12-18%), lemak (maksimal 4%), serat kasar (maksimal 14%), kalsium (1,36%), fosfor (0,7%). Pakan kelinci bisa berupa pelet dan hijauan. Kelinci yang dipelihara secara intensif, porsi pakan hijauan bisa mencapai 60-80%, selebihnya menggunakan konsentrat. Namun beberapa peternak menggunakan 60% konsentrat dan 40% hijauan (Masanto dan Agus, 2013).Kebutuhan ransum kelinci lepas sapih umur 2-4 bulan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 1. Kebutuhan ransum kelinci lepas sapih
No Nutrisi Jumlah
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Protein Lemak Serat Kasar Energi Calsium Phosfor Air 12-19%** 2,5-4%** 11-14%** 2005-2900%* 0,9-1,5%** 0,7-0,9%** 12%*** Sumber : AAK (1982)*, Manshur (2009)**, Masanto (2009)***.
Sistem Pencernaan Kelinci
Sistem pencernaan kelinci menurut Cheeke et al. (2000) bahwa alat pencernaan kelinci dibagi dua bagian yaitu perut depan (foregut) terdiri dari lambung, pankreas dan usus kecil (duodenum, jejenum, ileum) dan perut belakang (hindgut) yang terdiri dari sekum, appendix dan kolon.
Perut belakang memegang peranan penting dalam sistem pencernaan kelinci, karena merupakan tempat terjadinya fermentasi pakan didalam sekum, pemisahan dan pencernaan kembali isi sekum. Kelinci merupakan hewan herbivora non ruminansia yang mempunyai sistem lambung sederhana (tunggal) dengan pembesaran dibagian sekum dan kolon (hindgut) seperti alat pencernaan pada kuda dan babi. Kolon merupakan tempat pertumbuhan bakteri yang memiliki fungsi
(22)
yang sama dengan rumen pada sapi yaitu sebagai tempat terjadinya proses pencernaan makanan.
Gambar 1. Sistem Pencernaan Kelinci
Menurut Herman (2000) kelinci merupakan ternak herbivora yang bukan ruminansia, kurang mampu untuk mencerna serat kasar, tetapi dapat mencerna protein dari tanaman berserat dan memanfaatkannya dengan efektif. Hal ini memungkinkan kelinci dapat makan dan memanfaatkan bahan-bahan hijauan, rumput dan sejenisnya. Kelinci mempunyai kebiasaan yang tidak dilakukan pada ternak ruminansia yaitu kebiasaannya memakan feses yang sudah dikeluarkan yang disebut dengan coprophagy (Blakely dan Bade, 1991). Sifat coprophagy biasanya terjadi pada malam atau pagi hari berikutnya.
Menurut Parakkasi (1983), Sistem pencernaan adalah sebuah sistem yang terdiri dari saluran pencernaan yang dilengkapi dengan beberapa organ bertanggungjawab atas pengambilan, penerimaan dan pencernaan bahan pakan
(23)
dalam perjalanannya melalui tubuh (saluran pencernaan). Mulai dari rongga mulut sampai ke anus. Di samping itu sistem pencernaan bertanggung jawab pula atas pengeluaran (ekskresi) bahan-bahan pakan yang tidak terserap.
Kelinci termasuk aneka ternak non ruminansia tetapi melakukan suatu proses coprophagy yaitu feses lembek dimakan kembali dan dipakai sebagai sumber nutrient tertentu. Kelinci juga melakukan proses fermentasi pakan berserat oleh mikrobia pada sekum. Hal ini disebut pseudo ruminansia yaitu ternak non ruminansia yang melakukan fermentasi pakan berserat di sekum (setelah pakan melewati lambung). Proses fermentasi tersebut terjadi di sekum, oleh karena itu sekum mempunyai volume 42% dari total volume tractus digestivus pada kelinci (Prawirokusumo, 1994).
Dalam caecum, bakteri akan mencerna selulosa, hampir semua jenis gula, sari-sari makanan dan protein berlebih yang tidak tercerna di usus halus. Setiap 3 sampai 8 jam sekum akan berkontraksi dan memaksa material yang ada di dalamnya untuk kembali ke usus besar, dimana sisa-sisa tersebut akan dilapisi oleh lendir, dan berpindah ke anus. Sisa-sisa ini akan menjadi kotoran yang berbentuk seperti anggur hitam kecil-kecil yang disebut “cecothropes” atau “cecal pills”. Proses ini lebih sering terjadi dimalam hari. Kelinci biasanya akan memakan
cecothropesnya kembali langsung dari anus (coprophagy) untuk mencerna kembali nutrien yang tidak tercerna tadi dan menerima nutrisi yang lebih banyak (Rukhmana, 2005).
Daya cerna merupakan selisih antara ransum yang dikonsumsi dengan yang dikeluarkan dalam bentuk feses. Daya cerna dihitung berdasarkan bahan kering dan bahan organik. Bahan organik yang diserap tractus gastrointestinalis
(24)
produk ternak (Williamson dan Payne, 1993). Anggorodi (1990) menyatakan pada dasarnya tingkat kecernaan adalah suatu usaha untuk mengetahui banyaknya nutrien yang diserap oleh saluran pencernaan. Selanjutnya dijelaskan bahwa bagian yang dapat dicerna adalah selisih antara nutrien yang dikonsumsi dengan nutrien yang dibuang bersama feses. Pengukuran daya cerna bermanfaat bagi suatu usaha untuk meningkatkan jumlah zat makanan dari bahan makanan yang diserap di dalam saluran pencernaan.
Selisih antara nutrien yang terkandung dalam bahan pakan yang dimakan dan nutrien dalam feses adalah jumlah yang tinggal dalam tubuh hewan atau jumlah dari nutrien yang dicerna, dapat pula disebut koefisien cerna. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya cerna bahan pakan adalah suhu, laju perjalanan melalui alat pencernaan, bentuk fisik dari pakan, komposisi ransum dan pengaruh perbandingan dengan zat lainnya (Anggorodi, 1990), komposisi kimia bahan, daya cerna semu protein kasar, penyiapan pakan (pemotongan, penggilingan, pemasakan, dan lain-lain), jenis ternak, umur ternak, dan jumlah ransum (Tillman
et al., 1991).
Menurut Standford (1996) cit Astuti (2009), pakan yang tidak tercerna seperti serat kasar masuk ke coecum dimana terdapat bakteri perombak yang akan mencernanya. Coecum merupakan organ yang sangat panjang dengan bagian akhir
appendix dan dalam keadaan normal coecum mengandung cairan. Pada periode tertentu coecum akan berkontraksi dan memaksa bahan pakan yang ada didalamnya menuju ke bagian pertama pada kolon untuk proses perombakan bahan pakan. Setelah melalui kolon akan dihasilkan feses normal yang dikeluarkan melalui anus.
Menurut Anggorodi (1990) pada umumnya kesanggupan hewan untuk mencerna selulosa atau serat kasar tergantung dari jenis alat pencernaan yang
(25)
dimiliki hewan tersebut dan tergantung pula dari mikroorganisme yang terdapat dalam alat pencernaan. Herbivora (kelinci) mempunyai colon dan caecum istimewa tempat mikroorganisme dapat tumbuh dengan baik.
Kecernaan in vivo
Kecernaan In vivo merupakan suatu cara penentuan kecernaan nutrient menggunakan hewan percobaan dengan analisis nutrient pakan dan feses (Tillman et al. 2001). Anggorodi (2004) menambahkan pengukuran kecernaan atau nilai cerna suatu bahan merupakan usaha untuk menentukan jumlah nutrient dari suatu bahan yang didegradasi dan diserap dalam saluran pencernaan. Daya cerna merupakan persentse nutrient yang diserap dalam saluran pencernaan yang hasilnya akan diketahui dengan melihat selisih antara jumlah nutrient yang dikonsumsi dengan jumlah nutrient yang dikeluarkan dalam feses.
Dengan metode Invivo dapat diketahui pencernaan bahan pakan yang terjadi di dalam seluruh saluran pencernaan ternak, sehingga nilai kecernaan pakan yang diperoleh mendekati nilai sebenarnya. Koefisien cerna yang ditentukan secara In vivo biasanya 1% sampai 2 % lebih rendah dari pada nilai kecernaan yang diperoleh secara In vitro. Menurut Anggorodi (1990), daya cerna dapat ditentukan dengan mengukur secara teliti bahan pakan yang dimakan dan feses yang dikeluarkan. Jumlah nutrien dalam pakan dapat diketahui dengan jalan analisis kimia, sedangkan jumlah nutrien yang dicerna dapat diketahui apabila pakan telah mengalami proses pencernaan. Nutrien dapat dicerna diketahui melalui analisis secara biologis yang diikuti dengan analisis kimia untuk nutrien yang terdapat dalam feses. Jumlah nutrien tercerna (digestible nutrien) dari pakan dapat dihitung
(26)
apabila jumlah nutrien dalam pakan dan jumlah nutrien dalam feses diketahui (Kamal, 1994).
Kecernaan Pakan
Kecernaan merupakan presentasi nutrien yang diserap dalam saluran pencernaan yang hasilnya akan diketahui dengan melihat selisih antara jumlah nutrien yang dimakan dan jumlah nutrien yang dikeluarkan yang terkandung dalam feses. Nutrien yang tidak terdapat dalam feses diasumsikan sebagai nilai yang dicerna dan diserap McDonald et al., (2002) menyatakan bahwa kecernaan suatu pakan didefinisikan sebagai bagian dari pakan yang tidak diekskresikan melalui feses dan diasumsikan bagian tersebut diserap oleh ternak.
Daya cerna merupakan selisih antara ransum yang dikonsumsi dengan ransum yang dikeluarkan dalm bentuk feses. Daya cerna dihitung berdasarkan bahan kering dan bahan organik. Bahan organik yang diserap tractus gastrointestinalis pada ternak herbivora merupakan faktor yang penting untuk menentukan keluaran produk ternak (Williamson dan Payne, 1993).
Anggorodi (1990) menyatakan pada dasarnya tingkat kecernaan adalah suatu usaha untuk mengetahui banyaknya nutrien yang diserap oleh saluran pencernaan. Selanjutnya dijelaskan bahwa bagian yang dapat dicerna adalah selisih antara nutrien yang dikonsumsi dengan nutrien yang dibuang bersama feses. Pengukuran daya cerna adalah suatu usaha untuk meningkatkan jumlah zat makanan dari bahan makanan yang diserap di dalam saluran pencernaan.
Selisih antara nutrien yang terkandung dalam bahan pakan yang dimakan dan nutrien dalam feses adalah jumlah yang tinggal dalam tubuh hewan atau jumlah dari nutrien yang dicerna dapat pula disebut koefisien cerna. Faktor-faktor
(27)
yang mempengaruhi daya cerna bahan pakan adalah suhu, laju perjalanan melalui alat pencernaan, bentuk fisik dari pakan, komposisi ransum dan pengaruh perbandingan dengan zat lainnya (Anggorodi, 1990), komposisi kimia bahan, daya cerna semu protein kasar, penyiapan pakan (pemotongan, penggilingan, pemasakan, dan lain-lain), jenis ternak, umur ternak, dan jumlah ransum (Tillman
et al., 1991).
Tidak semua bahan pakan yang masuk kedalam alat pencernaan dapat dimanfaatkan, tetapi hanya sebagian dari nutrien yang diserap. Persentase yang dapat diserap ini disebut sebagai koefisien kecernaan. Nilai koefisien kecernaan ditentukan melalui selisih banyaknya nutrien yang terdapat dalam bahan pakan dengan nutrien yang terdapat dalam feses (Sihombing, 1997).
Teknologi Fermentasi Menggunakan Mikroorganisme Lokal (MOL)
Proses bioteknologi dengan menggunakan teknologi fermentasi bahan pakan mempunyai prospek untuk meningkatkan nutrien dari bahan-bahan berkualitas rendah (Mahmilia, 2005). Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Probiotik merupakan natural additive berupa mikroorganisme hidup yang mampu menaikkan kecernaan pakan. Mikroorganisme selulolitik yang terdapat dalam probiotik akan menghasilkan enzim selulase yang akan membantu pemecahan lignoselulosa sehingga akan meningkatkan kecernaan (Agus et al., 1999).
Fermentasi merupakan proses biokimia yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan sifat bahan pakan sebagai akibat dari pemecahan kandungan bahan pakan tersebut, dimana bahan pakan mengalami fermentasi biasanya mempunyai nilai gizi yang lebih baik dari asalnya disebabkan kerena mikroorganisme bersifat
(28)
katabolik atau memecah komponen-komponen yang kompleks menjadi lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna (Winarno et al., 1990).
Kelembaban memegang peranan penting dalam proses metabolisme mikroorganisme dan secara tidak langsung berpengaruh pada supply oksigen. Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut dalam air. Kelembaban 40-60% adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroorganisme. Apabila kelembaban dibawah 40%, aktivitas mikroorganisme akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara akan berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap (Isroi, 2008).
Mikroorganisme Lokal (MOL) merupakan pengembangbiakan
mokroorganisme yang akan mampu mendegradasi bahan organik. Mikroorganisme ini diperoleh dari ragi tape (Saccharomyces sp), ragi tempe (Rhizopus sp) dan yoghurt (Lactobacillus sp) dikembangkan dengan cara pencampuran air sumur dan air gula.Tujuan tahapan ini adalah untuk membiakkan mikroorganisme yang mampu memfermentasi bahan organik, kulit daging buah kopi. Mikroorganisme dasar adalah Saccharomyces yang berasal dari ragi tape, Rhizopus dari ragi tempe dan Lactobacillus yang berasal dari yoghurt. Mikroorganisme ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: sifat-sifat amilolitik, mikroorganisme yaitu Saccharomyces akan menghasilkan enzim amilase yang berperan dalam mengubah karbohidrat menjadi
volatile fatty acids dan keto acids yang kemudian akan menjadi asam amino. Sifat
proteolitik, mikroorganisme yaitu Rhizopus akan mengeluarkan enzim protease
yang dapat merombak protein menjadi polipeptida-polipeptida, lalu menjadi peptide sederhana dan akhirnya menjadi asam amino bebas, CO2 dan air. Sifat
(29)
lipoluptik, mikroorganisme yaitu Lactobacillus akan menghasilkan enzim lipase yang berperan dalam perombakan lemak. Maka dari itu kandungan nutrisi pada kulit daging buah kopi dapatdirubah struktur kimia menjadi lebih baik yaitu dapat menurunkan serat kasar dan menaikan kadar protein kasar dan lemak kasarnya (Compost Center, 2009).
Rhizopus sp merupakan kapang yang penting dalam industri makanan sebagai penghasil berbagai macam ezim seperti amilase, protease, pektinase dan
lipase.Rhizopus sp yaitu koloni berwarna putih berangsur-angsur menjadi abuabu; stolon halus atau sedikit kasar dan tidak berwarna hingga kuning kecoklatan; sporangiofora tumbuh dari stolon dan mengarah ke udara, baik tunggal atau dalam kelompok (hingga 5 sporangiofora); Kapang dari Rhizopus sp juga telah diketahui sejak lama sebagai kapang yang memegang peranan utama pada proses fermentasi kedele menjadi tempe. Jenis-jenis kapang yang ditemukan diketahui sebagai
Rhizopus oligosporus,Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. Arrhizus
(Wulandari, 2012).
Hasil penelitian dengan melakukan fermentasi bungkil kedelai memakai
Rhizopus sp., mampu meningkatkan kandungan protein kasar bungkil kedelai dari 41% menjadi 55% dan meningkatkan asam amino sebesar 14,2% sehingga diduga
dapat dipakai untuk alternatif sebagai bahan pemicu pertumbuhan (Handajani, 2007).
Saccaromyces Cerevisiae merupakan kelompok mikroba yang tergolong dalam khamir (yeast). S. Cereviceae secara morfologis umumnya memiliki bentuk elipsodial dengan diameter yang tidak besar, hanya sekitar 1-3µm sampai 1-7µm3.
Saccahromyses Cerevisiae bersifat fakultatif anaerobik mengandung 68-83% air, nitrogen, karbohidrat, lipid, vitamin, mineral dan 2,5-14% kadar N total.
(30)
Komposisi kimia S. cerevisiae terdiri atas : protein kasar 50-52%, karbohidrat ; 30-37%; lemak 4-5%; dan mineral 7-8% S. cerevisiae mempunyai beberapa enzim yang mempunyai fungsi penting yaitu intervase, peptidase dan zimase. Pada kelinci
S. cerevisiaememiliki fungsi meningkatkan bakteri yang menguntungkan.
Perlu dipertimbangkan pengaruh buruk jika pemberian secara berlebihan akan mengganggu keseimbangan mikroflora di dalam tubuh sehingga mengakibatkan terjadinya pengaruh patogen pada ternak yaitu penyakit "Saccharomikosis" (Mayasari, 2012).
Lactobacillus casei adalah bakteri Gram-positif, anaerob, tidak memiliki alat gerak, tidak menghasilkan spora, berbentuk batang dan menjadi salah satu bakteri yang berperan penting. Lactobacillus adalah bakteri yang bisa memecah protein, karbohidrat, dan lemak dalam makanan, dan menolong penyerapan elemen penting dan nutrisi seperti mineral, asam amino, dan vitamin yang dibutuhkan manusia dan hewan untuk bertahan hidup (Damika, 2006).
Kulit Daging Buah Kopi
Menurut (Anthoni, 2009) dalam karya tulis Napitulu, L tahun 2010, menyatakan bahwa produksi perkebunan kopi selama lima tahun terakhir tumbuh sekitar 6%, pada tahun 2008 diperkirakan mencapai 683 ribu ton. Berdasarkan hasil produksi kopi tahunan Indonesia dapat diestimasikan bahwa dari 683 ribu ton yang dihasilkan per tahun juga dihasilkan limbah kulit kopi sebesar 310 ribu ton. Jumlah ini merupakan suatu potensi yang layak dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan.
Kulit buah kopi merupakan limbah dari pengolahan buah kopi untuk mendapatkan biji kopi yang selanjutnya digiling menjadi kopi. Dalam kondisi segar buah kopi terdiri dari kulit buah 45%, kulit biji 5%, biji 40% dan mucilage 10%.
(31)
Limbah kulit kopi dari sisa pengolahan biji kopi seharusnya bisa dimanfaatkan untuk alternatif komoditi lain, seperti pakan ternak, media tanam bagi jamur dan lain sebagainya. Selain bermanfaat dalam mengurangi pencemaran lingkungan, juga dapat meningkatkan penghasilan petani kopi itu sendiri. Kulit daging buah kopimengandung antinutrisi berupa senyawa kafein 1,3% dan tanin 8,5%.
Kulit buah kopi merupakan limbah dari pengolahan buah kopi untuk mendapatkan biji kopi yang selanjutnya digiling menjadi bubuk kopi. Kandungan zat makanan kulit buah kopi dipengaruhi oleh metode pengolahannya apakah secara basah atau kering. Pada metode pengolahan basah, buah kopi ditempatkan pada tangki mesin pengupas lalu disiram dengan air, mesin pengupas bekerja memisahkan biji dari kulit buah. Sedangkan pengolahan kering lebih sederhana, biasanya buah kopi dibiarkan mengering pada batangnya sebelum dipanen. Selanjutnya langsung dipisahkan biji dan kulit buah kopi dengan menggunakan mesin. Kandungan nutrisi dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 2. Kandungan nutrisi kulit buah kopi berdasarkan pengolahannya Metode
pengolahan
BK (%) % Bahan Kering
PK SK Abu LK BETN
Basah 23 12,8 24,1 9,5 2,8 50,8
Kering 90 9,7 32,6 7,3 1,8 48,6
Sumber: Murni (2008).
Menurut data analisa laboratorium Biokimia dan Enzimatik Balai Penelitian Pasca Panen Pertanian Bogor (2003), dapat dilihat pada tabel 5 kandungan zat gizi kulit daging buah kopi sebagai berikut:
(32)
Tabel 3. Kandungan zat gizi kulit daging buah kopi
Zat Nutrisi Kandungan Nutrisi (%)
Bahan Kering 89,70
Protein Kasar 6,60
Lemak Kasar 0,72
Serat Kasar 18,69
TDN 27,65
Energi (Mcal/ME) 1901,90 Sumber : Dalam skripsi Manik (2012).
Menurut data analisa laboratorium nutrisi Loka Penelitian Sapi Potong (2011) dapat dilihat perbedaan kandungan zat gizi antara kulit daging buah kopi sebelum dan sesudah difermentasi pada tabel 6 berikut.
Tabel 4. Kandungan nutrisi kulit daging buah kopi sebelum dan sesudah difermentasi
Zat Nutrisi Tanpa Fermentasi Setelah Difermentasi
Bahan Kering (%) 56,79 93,84
Lemak Kasar (%) 4,25 2,30
Serat Kasar (%) 30,40 23,67
Protein Kasar (%) 11,90 15,61
Abu (%) 16,01 17,52
Kadar Air (%) 19,97 15,29
Gross energy (GE) 4,1221 4,2119 Sumber : Dalam skripsi Manik (2012)
(33)
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Jl. Prof. Ahmad Sofyan No.3 Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini akan dilaksanakan selama 10 minggu, termasuk masa adaptasi selama 2 minggu.
Bahan dan Alat Bahan
Kelinci peranakan Rex jantan lepas sapih sebanyak 20 ekor, pelet perlakuan terdiri atas kulit daging buahkopi tanpa fermentasi, kulit daging buahkopi fermentasi, tepung jagung, bungkil kedelai, bungkil kelapa, dedak, ultra mineral, minyak makan, molases, urea,air minum, tepung daun wortel, obat-obatan dan vitamin seperti wormectin, B-complex, antibloat, rodalon sebagai desinfektan kandang.
Alat
Kandang individu dengan ukuran 50 x 50 x 50 cm sebanyak 20 petak, pencetak pelet, timbangan kapasitas 10 kg dengan kepekaan 1 g, tempat pakan dan tempat minum pada tiap kandang dengan total sebanyak 20 unit, mesin giling untuk membuat tepung, lampu 20 watt sebagai penerangan kandang, termometer untuk mengetahui suhu kandang, sapu lidi, sebagai alat pembersih kandang, telenan dan plastik transparan, terpal plastik sebagai alas untuk menyusun pelet, kardus sebagai tempat penyimpanan bahan untuk pelet.
(34)
Metode Penelitian Rancangan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 5 ulangan sehingga diperoleh 20 unit percobaan. Adapun perlakuan yang diteliti adalah sebagai berikut:
P0 : Pelet dengan pakan basal + kulit daging buah kopi tanpa fermentasi 30% P1 : Pelet denganpakan basal + kulit daging buah kopi tanpa fermentasi 20%
dan kulit daging buah kopi fermentasi10%
P2 : Pelet denganpakan basal + kulit daging buah kopi tanpa fermentasi 10% dan kulit daging buah kopi fermentasi20%
P3 : Pelet denganpakan basal + kulit daging buah kopi fermentasi 30%
Sedangkan jumlah ulangan diperoleh dengan menggunakan rumus seperti berikut: t (n–1) > 15
4(n–1) >15
4n >19
n >19/4
n = 4,75 ≈ 5
Kombinasi unit perlakuan dalam ulangan sebagai berikut:
P0U1 P1U2 P2U3 P3U4 P0U5
P1U1 P3U2 P0U3 P1U4 P3U5
P3U1 P0U2 P4U3 P0U4 P2U5
P2U1 P2U2 P1U3 P2U4 P1U5
Model Matematik RAL adalah sebagai berikut: Yij = µ + σi + εij
Dimana :
Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke j i = 1, 2, 3, 4, (ulangan)
j = 1, 2, 3, 4, 5, 6 (perlakuan) µ = nilai tengah umum
σi = pengaruh perlakuan ke-i
εij = efek galat percobaan pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j
(35)
Konsumsi Pakan (Bahan Kering dan Bahan Organik)
Konsumsi bahan kering dan bahan organik diukur dengan mengalikan konsumsi ransum dengan kandungan bahan kering dan bahan organik yang diperoleh dari data analisis di laboratorium. Konsumsi bahan kering dan bahan organik dapat di rumuskan sebagai berikut:
a. Konsumsi Bahan Kering
Konsumsi BK (g) = (Pemberian (g)x % BK) – (sisa (g) x % BK) b. Konsumsi Bahan Organik
Konsumsi BO (g) = (BK pemberian (g)x% BO) – ( BK sisa (g)x% BO)
Kecernaan Bahan Kering (KcBK)
Kecernaan bahan kering didapatkan dengan cara mengurangi bahan kering konsumsi dengan bahan kering feses lalu dibagi dengan bahan kering konsumsi yang kemudian dikali seratus persen. Bahan kering konsumsi didasarkan pada hasil analisis proksimat dan bahan kering feses diukur dari hasil rata-rata pengukuran bahan kering feses selama tujuh hari terakhir selama penelitian. Koefisien cerna bahan kering dihitung dengan menggunakan rumus:
KcBK = (Konsumsi BK – Pengeluaran BK ) Konsumsi BK
x 100%
Kecernaan Bahan Organik (KcBO)
Kecernaan bahan organik didapatkan dengan cara mengurangi bahan organik konsumsi dengan bahan organik feses lalu bagi dengan bahan organik konsumsi yang kemudian kali seratus persen. Bahan organik konsumsi didasarkan pada hasil analisis proksimat dan bahan organik feses diukur dari hasil rata-rata pengukuran bahan organik feses selama tujuh hari terakhir selama penelitian.
(36)
Koefisien cerna bahan organik dihitung dengan menggunakan rumus:
KcBO = (Konsumsi BO – Pengeluaran BO) Konsumsi BO
x 100%
Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan adalah kandang individu dengan ukuran 50 x 50 x 50 cm sebanyak 20 petak. Kandang dipersiapkan seminggu sebelum kelinci masuk dalam kandang agar kandang bebas dari hama penyakit. Kandang beserta peralatan seperti tempat pakan dan minum dibersihkan dan didesinfektan dengan menggunakan rodalon. Penerangan dilakukan dengan menggunakan sebuah lampu 20 watt digantung ditengah kandang yang berfungsi menerangi seluruh kandang.
2. Pemilihan Ternak
Penyeleksian ternak kelinci yang akan digunakan sebagai objek penelitian melalui beberapa syarat sebagai berikut: ternak kelinci dalam keadaan sehat, lincah, tidak cacat dilihat dari bentuk kaki yang lurus dan lincah, ekor melengkung keatas lurus merapat ke bagian luar mengikuti tulang punggung, telingga lurus ke atas dan telinga tidak terasa dingin, mata jernih dan bulu mengkilat. Sebelum kelinci dimasukkan kedalam kandang, dilakukan penimbangan untuk mengetahui bobot badan awal dari masing-masing kelinci kemudian dilakukan random (pengacakan) yang bertujuan untuk memperkecil nilai keragaman. Lalu kelinci dimasukkan kedalam sebanyak 1 ekor per unit penelitian.
(37)
3. Pengolahan Kulit Daging Buah Kopi Fermentasi Dengan Rhizopus sp, Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp.
4. Penyusunan Pakan Dalam BentukPelet
Bahan penyusun konsentrat yang digunakan terdiri atas kulit daging buah kopi fermentasi, tepung jagung, tepung daun wortel, bungkil kedelai, bungkil kelapa, dedak, top mix, minyak makan dan urea. Bahan yang digunakan ditimbang terlebih dahulu sesuai dengan formulasi pelet yang telah sesuai dengan level perlakuan. Untuk menghindari ketengikan, pencampuran konsentrat dilakukan satu kali dalam satu minggu dan pencampuran dilakukan dengan pengayakan. 5. Pemeliharaan Kelinci
Sebelum kelinci diberi perlakuan, dilakukan penimbangan bobot badan awal kelinci kemudian penimbangan kelinci dilakukan seminggu sekali. Pakan dan air minum diberikan secara ad-libitum, penggantian air minum dilakukan pada pagi dan sore hari. Obat-obatan dan vitamin diberikan sesuai dengan kebutuhan kelinci seperti Wormectin untuk obat cacing dan mencret dengan dosis 1 cc untuk 8 ekor kelinci, pemberiannya dengan cara menyuntikan dibagian
subkutan, B-complex sebagai vitamin dengan dosis 0,25 cc untuk anak kelinci, disuntikkan secara intramuskuler dibagian paha kelinci dan anti bloat untuk obat mencret dan kembung dengan dosis 1 sendok teh untuk 1 – 3 ekor, pemberiannya melalui mulut. Kandang, tempat pakan dan minum dibersihkan setiap hari pada pagi hari. Pakan diberikan pada pagi hari pukul 08.00 WIB secara ad libitum. Mengingat kelinci termasuk binatang malam (nocturnal), dimana aktivitasnya lebih banyak dilakukan pada malam hari, maka pemberian volume pakan terbanyak pada sore hari sampai malam hari. Sisa pakan
(38)
ditimbang pada waktu pagi keesokan harinya saat sebelum kelinci diberikan makan kembali untuk mengetahui konsumsi ternak tersebut.
Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan pada minggu terakhir dari setiap periode. Pengumpulan total feses dilakukan setiap hari selama satu minggu dimana berat feses ditimbang setiap hari. Dengan cara sebagai berikut :
1. Diambil sampel feses dilakukan setiap pukul 15.00 WIB dengan cara mengoleksi total feses yang diekskresikan setiap hari (24 jam) kemudian ditampung dalam tempat penampungan.
2. Ditampung feses didalam plastik, diikat, dan diberi label sesuai perlakuan. 3. Disimpan feses setiap perlakuan didalam freezer selama kolekting dengan suhu
5-10 ºC..
4. Ditimbang fesesuntuk mengetahui berat totalnya perpelakuan.
5. Dihomogenkan feses dengan cara diaduk hingga merata perpelakuan selama 7 hari.
6. Dimasukkan feses kedalam oven dengan suhu 60oCselama 24 jam. 7. Diambil 10 % dari berat total feses dan digiling.
8. Dimasukkan sampel 10 % feses setiap perlakuan kedalam oven dengan suhu 105oCselama 24 jam untuk kecernaan bahan kering.
9. Dimasukkan sampel 10 % feses setiap perlakuan kedalam tanur dengan suhu 500oCselama 4 jam untuk mendapatkan kadar abu.
(39)
Pengambilan data konsumsi pakan sebagai berikut:
1. Ditimbang pakan yang diberikan pada kelinci pada pukul 08.00 WIB dan ditimbang pakan sisa pada keesokan harinya pada pukul 07.30 WIB.
2. Dilakukan setiap hari penimbangan pakan selama penelitian berlangsung. 3. Dicatat data yang sudah didapat.
(40)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi Bahan Kering
Konsumsi bahan kering Rex jantan lepas sapih dihitung dari total konsumsi ransum yang diberikan dan dihitung berdasarkan kandungan bahan keringnya. Pengambilan data konsumsi bahan kering diambil selama 7 hari terakhir dari masa penelitian pemeliharaan kelinci Rex jantan . Data konsumsi bahan kering kelinci
Rexjantan disajikan pada Tabel
Tabel 5. Rataan konsumsi bahan kering pakan pada kelinci Rex jantan (g/ekor/hari)
Perlakuan Ulangan Total Rataan± sd
1 2 3 4 5
P0 73,52 82,30 90,64 86,80 74,71 407,96 81,59±7,45
P1 83,70 83,78 67,05 84,49 75,28 394,29 78,86±7,61
P2 77,87 90,73 80,89 80,60 83,42 413,52 82,70±4,90
P3 80,10 82,93 83,25 84,22 90,67 421,17 84,23±3,91
Dari Tabel 5 terlihat bahwa rataan total konsumsi ransum dalam bahan kering adalah sebesar 81,85 g/ekor/hari. Rataan konsumsi tertinggi yaitu pada P3 sebesar 84,23 g/ekor/hari dan rataan konsumsi terendah adalah P1 yaitu 78,86 g/ekor/hari.
Untuk mengetahui pengaruh pemberian ransum pelet selama penelitian, maka dilakukan analisa keragaman seperti yang tertera pada tabel 14.
Tabel 6. Analisis ragam konsumsi ransum kelinci selama penelitian
SK DB Jk Kt F
Hitung
F tabel
0,05 0,01
Perlakuan 3 77,13 25,71 0,67tn 3,15 4,34
Galat 16 610,94 38,18
Total 19 688,07
(41)
Berdasarkan analisa keragaman menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata, hal ini menunjukan bahwa pengaruh pemberian kulit daging buah kopi yang dicampur dengan pakan basal dalam bentuk pelet tidak berpengaruh nyata (P≥0,05) terhadap konsumsi. Dalam hal ini menunjukan bahwa kulit daging buah kopi fermentasi mempunyai kualitas dan palatabilitas yang relatif sama dengan kulit daging buah kopi tanpa fermentasi.
Tingkat atau perbedaan konsumsi bahan kering dipengaruhi oleh kandungan nutrisi yang terdapat diransum dan serat kasar yang terlalu tinggi sehingga daya serap kecernaan yang ada pada ternak tidak baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Herman (2000) yang menyatakan kelinci merupakan ternak herbivora yang bukan ruminansia, kurang mampu untuk mencerna serat kasar, tetapi dapat mencerna protein dari tanaman berserat dan memanfaatkannya dengan efektif.
Konsumsi Bahan Organik
Konsumsi bahan organik diperoleh dengan mengalikan konsumsi ransum dengan kandungan bahan kering dan bahan organik yang diperoleh dari data analisis di laboratorium.Datarataan konsumsi bahan organik dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan konsumsi bahan organik pakan pada kelinci Rex jantan (g/ekor/hari)
Perlakuan Ulangan Total Rataan±sd
1 2 3 4 5
P0 62,94 86,11 100,12 91,27 77,27 417,71 83,54±14,19
P1 89,08 65,50 80,77 94,08 87,38 416,81 83,36±11,06
P2 71,17 100,14 89,75 87,02 87,64 435,72 87,14±10,38 P3 73,04 91,98 91,82 94,85 102,29 453,98 90,80±10,80
(42)
Dari data diatas dapat dilihat bahwa rataan konsumsi bahan organik kelinci
Rex jantan lepas sapih tertinggi adalah perlakuan P3 sebesar 84,23 dan terkecil yaitu pada perlakuan P0 sebesar 81,59.
Secara pengamatan dapat diketahui bahwa pemberian berbagai level kulit daging buah kopi yang difermentasi dan non fermentasi memberikan hasil yang sejalan dengan konsumsi bahan kering kelinci Rex jantan dimana konsumsinya menurun seiring meningkatnya level pemberian kulit daging buah kopi fermentasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kamal (1994), yang menyatakan bahwa konsumsi bahan kering memiliki hubungan searah dengan konsumsi bahan organik yaitu apabila konsumsi bahan kering tinggi maka dapat meningkatkan konsumsi bahan organik juga tinggi. Bahan kering terdiri dari bahan organik berbanding lurus dengan besarnya konsumsi bahan kering.
Kecernaan Bahan Kering (KcBK)
Kecernaan bahan kering diperoleh dari konsumsi bahan kering dikurang pengeluaran feses dalam bentuk bahan kering dibagi dengan konsumsi bahan kering dan dikali 100%. Dari hasil penelitian diperoleh rataan kecernaan bahan kering yang tertera pada Tabel 8.
Tabel 8. Rataan kecernaan BK pakan pada kelinci Rex jantan selama 7 hari (%)
Perlakuan Ulangan Total Rataan±sd
1 2 3 4 5
P0 59,25 59,90 59,83 59,90 59,61 298,49 59,70±0,28
P1 59,94 59,28 59,66 59,98 59,87 298,73 59,75±0,29
P2 59,86 59,70 59,51 59,87 59,76 298,70 59,74±0,15
P3 59,93 59,97 59,87 59,93 59,72 299,43 59,89±0,10
BerdasarkanTabel 8 diatas terlihat bahwa tingkat konsumsi rataan yang terbesar adalah pada perlakuan P3 (Pelet denganpakan basal + kulit daging buah
(43)
kopi fermentasi 30%) yaitu sebesar 59,89 dan terkecil adalah perlakuan P0 (Pelet dengan pakan basal + kulit daging buah kopi tanpa fermentasi 30%) yaitu sebesar 59,70. Nilai kecernaan bahan kering yang diperoleh pada penelitian ini bisa dikatakan sedang karena nilainya berada diatas 50% dan dibawah 70%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Harahap (2011), yang menyatakan bahwa tingkat kecernaan akan menentukan seberapa besar gizi yang terkandung dalam bahan pakan secara potensial dapat dimanfaatkan untuk produksi ternak. Kecernaan nutrisi tinggi bila nilainya 70% dan rendah bila nilainya lebih kecil dari 50%.
Untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan kulit daging buah kopi fermentasi MOL dalam ransum terhadap KcBK kelinci Rex selama penelitian ialah pada Tabel 9.
Tabel 9. Analisis kecernaan kulit daging buah kopi fermentasi MOL kecernaan BK pakan pada kelinci Rex jantan
SK DB Jk Kt F Hitung F tabel
0,05 0,01
Perlakuan 3 0,1005 0,03349 0,70tn 3,15 4,34
Galat 16 0,7638 0,04774
Total 19 0,8643
Keterangan tn= Tidak berbeda nyata
Berdasarkan Tabel menunjukan bahwa pemberian kulit daging buah kopi fermentasi MOL memberikan pengaruh tidak berbeda nyata (P≥0,05) terhadap kecernaan bahan kering kelinci Rex jantan lepas sapih.Hal ini menunjukan bahwa pengaruh pemberian kulit daging buah kopi yang dicampur dengan pakan basal dalam bentuk pelet tidak berpengaruh nyata (P≥0,05) terhadap kecernaan bahan kering (KcBK). Dalam hal ini menunjukan bahwa kulit daging buah kopi fermentasi mempunyai kualitas dan palatabilitas yang relatif sama dengan kulit daging buah kopi tanpa fermantasi.
(44)
Kecernaan Bahan Organik (KcBO)
Kecernaan bahan organik didapatkan dengan cara mengurangi bahan organik konsumsi dengan bahan organik feses lalu bagi dengan bahan organik konsumsi yang kemudian kali seratus persen. Dari hasil penelitian diperoleh rataan kecernaan bahan organik pada Tabel 10.
Tabel 10. Rataan kecernaan BO pakan pada kelinci Rex jantan selama 7 hari (%)
Perlakuan Ulangan Rataan± sd
1 2 3 4 5
P0 61,03 60,64 61,36 61,53 61,82 61,28±0,46
P1 61,63 61,85 61,21 60,99 61,33 61,40±0,34
P2 60,83 61,38 61,77 61,06 61,52 61,31±0,37
P3 61,37 61,97 61,26 61,32 61,57 61,50±0,29
Dari tabel terlihat bahwa tingkat konsumsi rataan yang terbesar adalah pada perlakuan P3 (Pelet denganpakan basal + kulit daging buah kopi fermentasi 30%) yaitu sebesar 61,50 dan terkecil adalah perlakuan P0 (Pelet dengan pakan basal + kulit daging buah kopi tanpa fermentasi 30%) yaitu sebesar 61,28.
Tillman et al (1998) yang menyatakan bahwa kecernaan bahan kering dan bahan organik saling berhubungan, disebabkan karena berdasarkan komposisi kimianya bahan pakan dibedakan menjadi bahan anorganik (abu) dan bahan organik.
Untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan kulit daging buah kopifermentasi MOL dalam ransum pelet terhadap KcBO kelinci selama penelitian ialah pada tabel 11.
Tabel 11. Analisis kecernaan kulit daging buah kopi fermentasi MOL terhadap kecernaan BO pakan pada kelinci Rex jantan
SK DB Jk Kt F Hitung F tabel
0,05 0,01
Perlakuan 3 0,1481 0,04935 0,36tn 3,15 4,34
Galat 16 2,1744 0,13590
(45)
Keterangan tn= tidak berbeda nyata
Berdasarkan analisa keragaman menunjukan hasil yang tdak berbeda nyata (P≥0,05) terhadap kecernaan bahan organik. Hal ini menunjukan bahwa pemberian kulit daging buah kopi fermentasi MOL yang dicampur dengan pakan basal dalam bentuk pelettidakberpengaruh nyata (P≥0,05) terhadap kecernaan bahan organik. Dalam hal ini menunjukan bahwa kulit daging buah kopi fermentasi mempunyai kualitas dan palatabilitas yang relatif sama dengan kulit daging buah kopi tanpa fermentasi. Tillman et al (1991) yang menyatakan bahwa sebagian besar bahan organik merupakan komponen bahan kering. Dan Buckle (1987) yang menyatakan bahwa Lactobacillus sp menghasilkan asam laktat yang dapat menguraikan bahan organik dengan cepat.
Rekapitulasi Hasil Penelitian
Rataan dari parameter yaitu : Konsumsi bahan kering, konsumsi bahan organik, kecernaan bahan kering dam kecernaan bahan organik hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Rekapitulasi hasil penelitian kelinci Rexjantan Perlakuan Konsumsi
BK(g)
Konsumsi BO(g)
Kecernaan BK (%)
Kecernaan BO (%) P0 81,59±7,45 tn 83,54±14,19 tn 59,70±0,28 tn 61,28±0,46 tn P1 78,86±7,61 tn 83,36±11,06 tn 59,75±0,29 tn 61,40±0,34 tn P2 82,70±4,90 tn 87,14±10,38 tn 59,74±0,19 tn 61,31±0,37 tn P3 84,23±3,91 tn 90,80±10,80 tn 59,89±0,10 tn 61,50±0,29 tn Keterangan tn= tidak berbeda nyata
Pada tabel 12 menunjukan bahwa, ransum kulit daging buah kopi yang difermentasi dengan MOL dengan berbagai level pemberian (10%, 20%, 30%) pada kelinci Rex jantan memberikan pengaruh tidak berbeda nyata (P≥0,05) dengan ransum kulit daging buah kopi yang tidak difermentasi dengan level pemberian
(46)
(10%, 20%, 30%) pada kelinci Rex jantan terhadap konsumsi pakan (bahan kering dan bahan organik), kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik.
Berdasarkan hasil penelitian, kecernaan bahan kering yang tertinggi diperoleh pada P3 (denganpakan basal + kulit daging buah kopi fermentasi 30%), P1 (Pelet denganpakan basal + kulit daging buah kopi tanpa fermentasi 10% dan kulit daging buah kopi fermentasi20%), P2 (Pelet denganpakan basal + kulit daging buah kopi tanpa fermentasi 20% dan kulit daging buah kopi fermentasi10%), dan P0 (Pelet dengan pakan basal + kulit daging buah kopi tanpa fermentasi 30%) mengalami penurunan tingkat kecernaan bahan kering dan bahan organik kelinci
Rex jantan lepas sapih. Hasil tersebut disebabkan karena kandungan nutrisi yang terdapat diransum dan serat kasar yang terlalu tinggi sehingga daya serap kecernaan yang ada pada ternak tidak baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Herman (2000) yang menyatakan kelinci merupakan ternak herbivora yang bukan ruminansia, kurang mampu untuk mencerna serat kasar, tetapi dapat mencerna protein dari tanaman berserat dan memanfaatkannya dengan efektif.
(47)
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kulit daging buah kopi tidak perlu melalui tahapan fermentasi terhadap kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik pakan pada kelinci peranakan rex jantan lepas sapih.
Saran
Disarankan kepada peternak kelinci agar tidak memfermentasi kulit daging buah kopi sebagai pakan ternak karena tidak berbedanyata hasilnya dengan kulit daging buah kopi non fermentasi dalam meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik.
(48)
DAFTAR PUSTAKA
Agus, A, M. Jauhari dan S. Padmowijowo, 1999. Komposisi Kimia dan Degradasi
In sacco Jerami Padi Segar Fermentasi. Pada : Proc. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Anggorodi, R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta.
Anggorodi, R. 2004. Pencernaan Mikrobia Pada Ruminansia (terjemahan). Cetakan pertama. Gadjah Mada University press. Yogyakarta. http:// www.fapet- ugm.ac.id/files/pdf Diakses 2 Januari 2012
Anthoni, N. 2009. Komoditas Kopi. pdf/JHCN54009710.pdf . Diakses tanggal 8 Maret 2014.
Arora, S.P., 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Blakely, J. & D. H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Edisi ke-4. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Cheeke, P. R., J. I. McNitt & N. M. Patton. 2000. Rabbit Production. 8th Edition. Interstate Publishers Inc, Danville, Illinois.
Compost Center. 2009. Guidelines Training on Compost: A Takakura Method USU Press. Medan.
Damika. 2006. Karakteristik Lactobacillus casei. http://bioteknologipangan.blogsp ot.com/karakteristik-lactobacillus-casei.html. Diakses tanggal 8Maret 2014. Ensminger, M. E. 1991. Animal Science. 9th Edition. Interstate Publisher, Inc.
Danville, Illinois.
Handajani, H. 2007. Peningkatan Nilai Nutrisi Tepung Azolla Melalui Fermentasi. Naskah Publikasi. Universitas Muhammadiyah Malang.
Hasil analisa Laboratorium Biokimoa dan Enzimatik Balai Penelitian Pasca Panen Pertania Bogor. 2003. Dalam Skripsi Manik. A. J. F. 2012. Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Fermentasi Pada Ransum Terhadap Peformans Babi Jantan Yorkshire Umur 2-4 Bulan. USU Press. Medan.
Hasil analisa Laboratorium Nutrisi Loka Penelitian Sapi Potong. 2011. Dalam Skripsi Manik. A. J. F. 2012. Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Fermentasi Pada Ransum Terhadap Peformans Babi Jantan Yorkshire Umur 2-4 Bulan. USU Press. Medan.
Herman, R. 2000. Produksi Kelinci dan Marnot. Anatomi dan Fisiologi alat Pencernaan serta Kebutuhan Pakan. Edisi ke-3. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
(49)
Isroi, 2008. Pengomposan Limbah Padat Organik.
http://www.ipard.com/art.perkebunan/KomposLimbahPadatOrganik.pdf. Diakses tanggal 5 April 2014.
Kamal, M., 1994. Nutrisi Ternak 1. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Hal. 141.
Mahmilia, F., 2005. Perubahan Nilai Gizi Tepung Enceng Gondok Fermentasi dan Pemanfaatannya sebagai Ransum Ayam Pedaging. Pada : Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 10 (2) : 90-95.
Manshur, F. 2009. Kelinci-Pemeliharaan Secara Ilmiah, Tepat dan Terpadu. Nuansa. Bandung.
Masanto, R., dan A. Agus. 2010. Beternak Kelinci Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
_____________. 2013. Kelinci Potong Pembibitan dan Penggemukan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Mayasari, N. 2012. Makalah Mikrobiologi Pangan Fakultas Kedokteran. UNDIP Press.
Mc Donald, P., R.A. Edwards, J.F.D. Greenhalgh & C.A. Morgan. 2002. Animal Nutrition. 6th Ed. Pretice all, London.
Murni, R. Suparjo. Akmal. B.L. Ginting . 2008. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah Untuk Pakan. Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Pertanian Jambi.
NRC. 1977. Dalam http://www.kelinci.co/2013/09/pedoman-kebutuhan-gizi-kelinci.html. Diakses tanggal 8 Maret 2014.
Parakkasi, A. 1983. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. UI Press. Jakarta.
Prawirokusumo, S., 1994. Ilmu Gizi Komparatif, Edisi Pertama. BPFE. UGM. Yogyakarta.
Rukhmana. H. R., 2005. Prospek Beternak Kelinci. www. SuaraKaryaOnline.com/ news. diakses 5 Mei 2008.
Sarwono, B., 2002. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis Kelinci Potong dan Hias. Agromedia Pustaka. Jakarta.
_________, 2003. Kelinci Potong dan Hias. Agro Media Pustaka. Jakarta. .,2009. Buku Pintar Memelihara Kelinci dan Rodensia. Majalah Flona. Jakarta. Sihombing, D. T. H., 1997. Ilmu Ternak Babi. Gadjah Mada University Press.
(50)
Siregar, S. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta. Subroto, S., 2006. Beternak Kelinci. Penerbit Aneka Ilmu. Demak.
Tillman, A. D., H. Hartadi., S. Reksohadiprodjo., S. Prawitokusumo., S. Lebdosoekojo., 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Tillman,A.D,.H.Hartadi,S. Reksohadiprodjo. 2001.Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University press. Yogyakarta. http://www.fapet-ugm.ac.id/files/pdf Diakses 2 Januari 2012.
Wheindrata. 2012. Rahasia Beternak Kelinci Ras. Lily Publisher. Surakarta.
Williamson, G dan W.J.A. Payne., 1993. Pengantar Peternakan Didaerah Tropis. Penerjemah SGN Dwija Darmaja. UGM Press. Yogyakarta.
Wiqar. A. 2009. Pengaruh Subtitusi Konsentrat Dengan Tepung Daun Wortel Dalam Ransum Terhadap Performan Kelinci Lokal Jantan. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Wulandari. 2012. Makalah Mikrobiologi Rizhopus sp. http://gianwulandari.wordpr ess.com/2012/10/21/rhizopus-sp/. Diakses tanggal 8 Maret 2014.
(51)
LAMPIRAN
1. Pembuatan Inokulan Cair
Sumber: Takakura Method (2009).
Dimasukkan air sumur sebanyak 10 liter ke dalam galon air mineral
Dimasukkan air tebu sebanyak 1,5 liter
Dimasukkan ragi tempe sebanyak 60 gram
Dimasukkan ragi tape sebanyak 60 gram
Dimasukkan yoghurt sebanyak 15 ml
Diaduk seluruh bahan sampai merata
Ditutup dengan kantong plastik dan dibiarkan selama tiga (3) hari
(52)
2. Pembuatan Fermentasi Kulit Daging Buah Kopi
Sumber: Takakura Method (2009).
Pembuatan inokulan cair
Pencampuran kulit daging buah kopi fermentasi dengan inokulan cair
Campuran tersebutkemudian ditambah dengan dedak padi dan ditutup menggunakan sabuk kelapa selama 5 hari
Diukur suhunya dengan termometer
Kulit daging buah kopi fermentasi di jemur angin sampai kering
Digiling hingga halus dan siap untuk digunakan
(53)
3. Pembuatan Pakan Bentuk Pelet
Bahan baku digiling hingga menjadi tepung denga mesin grinder
Bahan baku
Ditimbang menurut formula yang sudah ditetapkan
Diaduk hingga merata ditempat pengadukan
Ditambahkan air kedalam molasses dengan perbandingan air dengan molasses 1:5 kemudian aduk hingga merata
Diaduk kembali hingga bahan cair tercampur rata dalam bahan
Bahan baku berbentuk adonan dengan kebasahan 60%
Adonan dimasukkan kealat pencetak pelet
Dihasilkan pellet ukuran 5-7mm
Pelet dioven selama 12 jam dengan temperature 500C dan Pelet siap diberikan sebagai pakan kelinci
(54)
4. kandungan nutrisi masing-masing bahan pakan
5. Formula Ransum Kelinci dengan kulit daging buah kopi (KDBK)
No Bahan Pakan Perlakuan
P0 P1 P2 P3
1 KDBK non Fermentasi
30 20 10 0
2 KDBK Fermrntasi 0 10 20 30
3 Tepung Jagung 30,00 30,00 30,00 30,00
4 Dedak padi 5,00 5,00 5,00 5,00
5 Tepung Daun
Wortel 15,00 15,00 15,00 15,00
6 Bungkil Kedelai 11,00 11,00 11,00 11,00
7 Bungkil Kelapa 3,60 3,60 3,60 3,60
8 Ultra Mineral 0,50 0,50 0,50 0,50
9 Minyak Makan 0,75 0,75 0,75 0,75
10 Molases 3,00 3,00 3,00 3,00
11 Lysine 0,50 0,50 0,50 0,50
12 Metionin 0,50 0,50 0,50 0,50
13 Urea 0,15 0,15 0,15 0,15
Total 100 100 100 100
Kandungan Nutrisi 1 Energi metabilis/EM
(kkal/mg)
2.478,82 2.549,53 2.620,24 2.691,54
2 Protein kasar/PK (%) 15,00 15,21 15,43 15,64
3 Serat kasar/SK (%) 11,94 11,91 11,87 11,84
4 Lemak kasar/LK (%) 2,55 2,56 2,56 2,56
5 Harga pemakaian (Rp) 3188,15 3201,55 3214,95 3228,35
No Bahan PK (%) EM
(kkal/mg)
SK (%) LK (%)
1. KDBK non
Fermentasi 16,06 1901,90 26,59 16,06 2. KDBK Fermentasi 18,19 2612,00 26,24 18,19
3. Tepung Jagung 8,90 3.350,00 2,00 3,50
4. Dedak padi 13,50 1.890,00 13,00 0,60
5. Tepung Daun Wortel 28,65 2.483,42 12,27 1,00
6. Bungkil Kedelai 34,00 2.240,00 6,00 0,90
7. Bungkil Kelapa 18,58 1.540,00 8,80 9,60
8. Ultra Mineral 0,00 0,00 0,00 0,00
9. Minyak Makan 0,00 8.600,00 0,00 0,00
10. Molases 0,65 2.330,00 0,38 0,08
11. Lysine 0,00 0,00 0,00 0,00
12. Metionin 0,00 0,00 0,00 0,00
(55)
6. Grafik rataan konsumsi kelinci dalam bahan kering (BK) selama penelitian (g/ekor/hari)
7. Grafik rataan konsumsi kelinci dalam bahan organik (BO) selama penelitian (g/ekor/hari)
8. Rataan kecernaan bahan kering pada kelinci Rex jantan (%)
81,59 78,86 82,70 84,23
0 20 40 60 80 100
P0 P1 P2 P3
Konsumsi Bahan Kering (g/ekor/hari)
83,54 83,36 87,14 90,80
0 20 40 60 80 100
p0 p1 p2 p3
Konsumsi Bahan Organik (g/ekor/hari) 59,6 59,65 59,7 59,75 59,8 59,85 59,9
p0 p1 p2 p3
Kecernaan Bahan Kering KcBK (%)
(56)
9. Analisis ragam kecernaan bahan kering feses kelinci Rex jantan (%)
SK DB Jk Kt F Hitung F tabel
0,05 0,01
Perlakuan 3 0,1005 0,03349 0,70tn 3,15 4,34
Galat 16 0,7638 0,04774
Total 19 0,8643
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata
10.Rataan kecernaan bahan organik pada kelinci Rex jantan (%)
11.Analisis ragam kecernaan bahan organik feses kelinci Rex jantan (%)
SK DB Jk Kt F Hitung
F tabel
0,05 0,01
Perlakuan 3 0,1481 0,04935 0,36tn 3,15 4,34
Galat 16 2,1744 0,13590
Total 19 2,3224
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata
12.Rekapitulasi hasil penelitian kelinci Rex jantan
Perlakuan Konsumsi
BK(g) Konsumsi BO(g) Kecernaan BK (%) Kecernaan BO (%)
P0 81,59±7,45 83,54±14,19 59,70±0,28 61,28±0,46
P1 78,86±7,61 83,36±11,06 59,75±0,29 61,40±0,34
P2 82,70±4,90 87,14±10,38 59,74±0,19 61,31±0,37
P3 84,23±3,91 90,80±10,80 59,89±0,10 61,50±0,29
61,15 61,2 61,25 61,3 61,35 61,4 61,45 61,5 61,55
p0 p1 p2 p3
Kecernaan Bahan Organik
(KcBO)(%)
(57)
Gambar 2. Penjemuran Kulit daging buah kopi
Gambar 3. Penyiraman Inokulen
(58)
Gambar 5. Pengukuran suhu fermentasi daging kulit buah kopi
(1)
3. Pembuatan Pakan Bentuk Pelet
Bahan baku digiling hingga menjadi tepung denga mesin grinder Bahan baku
Ditimbang menurut formula yang sudah ditetapkan
Diaduk hingga merata ditempat pengadukan
Ditambahkan air kedalam molasses dengan perbandingan air dengan molasses 1:5 kemudian aduk hingga merata
Diaduk kembali hingga bahan cair tercampur rata dalam bahan
Bahan baku berbentuk adonan dengan kebasahan 60%
Adonan dimasukkan kealat pencetak pelet
Dihasilkan pellet ukuran 5-7mm
Pelet dioven selama 12 jam dengan temperature 500C dan Pelet siap diberikan sebagai pakan kelinci
(2)
4. kandungan nutrisi masing-masing bahan pakan
5. Formula Ransum Kelinci dengan kulit daging buah kopi (KDBK)
No Bahan Pakan Perlakuan
P0 P1 P2 P3
1 KDBK non Fermentasi
30 20 10 0
2 KDBK Fermrntasi 0 10 20 30
3 Tepung Jagung 30,00 30,00 30,00 30,00
4 Dedak padi 5,00 5,00 5,00 5,00
5 Tepung Daun
Wortel 15,00 15,00 15,00 15,00
6 Bungkil Kedelai 11,00 11,00 11,00 11,00
7 Bungkil Kelapa 3,60 3,60 3,60 3,60
8 Ultra Mineral 0,50 0,50 0,50 0,50
9 Minyak Makan 0,75 0,75 0,75 0,75
10 Molases 3,00 3,00 3,00 3,00
11 Lysine 0,50 0,50 0,50 0,50
12 Metionin 0,50 0,50 0,50 0,50
13 Urea 0,15 0,15 0,15 0,15
Total 100 100 100 100
Kandungan Nutrisi 1 Energi metabilis/EM
(kkal/mg)
2.478,82 2.549,53 2.620,24 2.691,54 2 Protein kasar/PK (%) 15,00 15,21 15,43 15,64 3 Serat kasar/SK (%) 11,94 11,91 11,87 11,84
4 Lemak kasar/LK (%) 2,55 2,56 2,56 2,56
5 Harga pemakaian (Rp) 3188,15 3201,55 3214,95 3228,35
No Bahan PK (%) EM
(kkal/mg)
SK (%) LK (%) 1. KDBK non
Fermentasi 16,06 1901,90 26,59 16,06
2. KDBK Fermentasi 18,19 2612,00 26,24 18,19
3. Tepung Jagung 8,90 3.350,00 2,00 3,50
4. Dedak padi 13,50 1.890,00 13,00 0,60
5. Tepung Daun Wortel 28,65 2.483,42 12,27 1,00
6. Bungkil Kedelai 34,00 2.240,00 6,00 0,90
7. Bungkil Kelapa 18,58 1.540,00 8,80 9,60
8. Ultra Mineral 0,00 0,00 0,00 0,00
9. Minyak Makan 0,00 8.600,00 0,00 0,00
10. Molases 0,65 2.330,00 0,38 0,08
11. Lysine 0,00 0,00 0,00 0,00
12. Metionin 0,00 0,00 0,00 0,00
(3)
6. Grafik rataan konsumsi kelinci dalam bahan kering (BK) selama penelitian (g/ekor/hari)
7. Grafik rataan konsumsi kelinci dalam bahan organik (BO) selama penelitian (g/ekor/hari)
8. Rataan kecernaan bahan kering pada kelinci Rex jantan (%)
81,59 78,86 82,70 84,23
0 20 40 60 80 100
P0 P1 P2 P3
Konsumsi Bahan Kering (g/ekor/hari)
83,54 83,36 87,14 90,80
0 20 40 60 80 100
p0 p1 p2 p3
Konsumsi Bahan Organik (g/ekor/hari)
59,6 59,65 59,7 59,75 59,8 59,85 59,9
p0 p1 p2 p3
Kecernaan Bahan Kering KcBK (%)
(4)
9. Analisis ragam kecernaan bahan kering feses kelinci Rex jantan (%)
SK DB Jk Kt F Hitung F tabel
0,05 0,01
Perlakuan 3 0,1005 0,03349 0,70tn 3,15 4,34
Galat 16 0,7638 0,04774
Total 19 0,8643
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata
10.Rataan kecernaan bahan organik pada kelinci Rex jantan (%)
11.Analisis ragam kecernaan bahan organik feses kelinci Rex jantan (%)
SK DB Jk Kt F Hitung
F tabel
0,05 0,01
Perlakuan 3 0,1481 0,04935 0,36tn 3,15 4,34
Galat 16 2,1744 0,13590
Total 19 2,3224
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata
12.Rekapitulasi hasil penelitian kelinci Rex jantan
Perlakuan Konsumsi BK(g) Konsumsi BO(g) Kecernaan BK (%) Kecernaan BO (%)
P0 81,59±7,45 83,54±14,19 59,70±0,28 61,28±0,46
P1 78,86±7,61 83,36±11,06 59,75±0,29 61,40±0,34
P2 82,70±4,90 87,14±10,38 59,74±0,19 61,31±0,37
P3 84,23±3,91 90,80±10,80 59,89±0,10 61,50±0,29
61,15 61,2 61,25 61,3 61,35 61,4 61,45 61,5 61,55
p0 p1 p2 p3
Kecernaan Bahan Organik
(KcBO)(%)
(5)
Gambar 2. Penjemuran Kulit daging buah kopi
Gambar 3. Penyiraman Inokulen
(6)
Gambar 5. Pengukuran suhu fermentasi daging kulit buah kopi