PROSESI PERNIKAHAN ADAT JAWA di KELURAHAN BANDAR JAYA BARAT, KECAMATAN TERBANGGI BESAR, KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

(1)

PROSESI PERNIKAHAN ADAT JAWA di KELURAHAN BANDAR JAYA BARAT, KECAMATAN TERBANGGI BESAR, KABUPATEN LAMPUNG

TENGAH

(Skripsi)

Oleh

HANIF FADDILLAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

ABSTRAK

PROSESI PERNIKAHAN ADAT JAWA di KELURAHAN BANDAR JAYA BARAT, KECAMATAN TERBANGGI BESAR, KABUPATEN LAMPUNG

TENGAH

Oleh

HANIF FADDILLAH

Penelitian ini bertujuan untuk : 1) mengetahui dan menjelaskan prosesi pernikahan adat Jawa, 2) mengetahui pemahaman masyarakat suku Jawa mengenai makna dan simbol-simbol yang terdapat dalam rangkaian prosesi pernikahan adat Jawa, 3) mengetahui peran prosesi pernikahan adat Jawa dalam mempertahankan identitas, 4) mengetahui peran pelestarian pernikahan adat Jawa dengan keharmonisan hubungan antaretnik pada masyarakat. Metode dalam penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Penelitian ini dilakukan pada masyarakat di Kelurahan Bandar Jaya Barat, Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah yang terlibat dalam penyelenggaraan prosesi pernikahan adat Jawa di lokasi tersebut, dengan informan sebanyak tujuh orang yang diambil dengan teknik bola salju (Snowball Sampling). Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan wawancara mendalam dan dokumentasi. Teknik analisis data dalam penelitian ini melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : 1) prosesi pernikahan adat Jawa yang dilaksanakan di Kelurahan Bandar Jaya Barat bervariasi. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya tingkat ekonomi suatu masyarakat. Perbedaan keyakinan dari pemandu acara prosesi juga menjadi salah satu faktor bervariasinya prosesi pernikahan adat Jawa, karena sudah terbiasa memandu prosesi dengan rangkaian prosesi yang demikian dan diyakini benar oleh masing-masing pihak, maka terjadilah sedikit perbedaan dalam prosesi tersebut. Bervariasinya prosesi pernikahan adat Jawa di Kelurahan Bandar Jaya Barat tidak terlalu mempermasalahkan oleh masyarakat suku Jawa di Kelurahan Bandar Jaya Barat. Kedua prosesi tersebut sama-sama dianggap prosesi pernikahan Adat Jawa. 2) Masyarakat suku Jawa di Kelurahan Bandar Jaya Barat kurang memahami makna dan simbol-simbol dalam prosesi pernikahan adat Jawa. Hanya masyarakat tertentu yang memahami makna dan simbol-simbol tersebut. Terdapat perbedaan pemahaman makna dan simbol-simbol dalam rangkaian prosesi pernikahan adat Jawa di Kelurahan Bandar Jaya Barat. Masing-masing


(3)

informan memperoleh pengetahuan dari sumber yang bisa dipertanggungjawabkan. Pemaknaan rangkaian prosesi pernikahan adat Jawa yang berbeda ini memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk kebaikan, sehingga semua pemaknaan di atas tidak ada yang keliru. 3) Peran prosesi pernikahan dalam mempertahankan identitas suku Jawa di Kelurahan Bandar Jaya Barat sebagai sarana memperkenalkan adat pernikahan tersebut pada masyarakat suku lain. Masyarakat suku lain akan mengetahui seperti apa prosesi pernikahan adat Jawa, prosesi tersebut secara langsung telah dilabel dengan budaya Jawa dan tidak akan diakui oleh negara lain sebagai budayanya. 4) Pelestarian prosesi pernikahan adat Jawa di Kelurahan Bandar Jaya Barat memiliki peran dalam menciptakan hubungan yang harmonis antaretnik. Peran tersebut tercermin pada pelaksanaan prosesi pernikahan adat Jawa yang membutuhkan bantuan orang lain dan interaksi yang terjadi antartamu undangan tanpa memandang suku yang kemudian hal ini akan menumbuhkan rasa kebersamaan, kekeluargaan, menghilangkan prasangka-prasangka yang dapat memicu konflik dan memperkokoh persatuan sebagai sesama bangsa Indonesia, sesuai dengan semboyan negara Indonesia yaituBhineka Tunggal Ika.


(4)

ABSTRACT

NUPTIALS PROCESSION of JAVA CUSTOM in BANDAR JAYA BARAT, KECAMATAN TERBANGGI BESAR, KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

By

HANIF FADDILLAH

The purpose of this study was (1) to understanding and explaining procession nuptials of custom of jawa, (2) knowing the understanding of Java tribe society concerning symbols and meaning which there are in procession network nuptials of Java custom, (3) knowing role of procession nuptials of Java custom in maintaining identity, (4) knowing role of continuation of nuptials of Java custom harmoniously between ethnic at society. Method in research the used descriptive qualitative. This research by society in Bandar Jaya Barat, Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah that concerned in management of procession nuptials of Java custom in location, with seven informan of one who is taken with snowball technique (snowball sampling). Data in this research is collected with circumstantial interview and documentation. Technique analyse data in this research through three phase that is data discount, presentation of data and withdrawal of conclusion. Result of this research indicate that : 1) nuptials of executed Java custom in Bandar Jaya Barat is varying. This matter because of several things, among others economic storey an society. Difference of confidence of guide of procession event also become one of the factor vary procession it nuptials of Java custom, because have accustomed guided procession with such procession network and believed by correctness by each, hence happened a few difference in procession. Varying of it procession nuptials of Java custom inKelurahan Bandar Jaya Barat do not too taking as problem by Java tribe society in Bandar Jaya Barat. Both the procession both of the same assumed by procession nuptials of Custom Java. 2) Tribe Java society in Bandar Jaya Barat less is comprehending [of] symbols and meaning in procession nuptials of Java custom. Only certain society which comprehend symbols and meaning. There are difference of[is understanding of symbols and meaning in procession network nuptials of Java custom in Bandar Jaya Barat. Each informan obtain;get knowledge from source of which can be justified. Giving of procession network meaning nuptials of this different Java custom have the target is same, that is for kindliness, so that all pemaknaan above nothing that wrong. 3) role of nuptials procession in maintaining Java tribe identity in Bandar Jaya Barat as medium introduce the nuptials custom at other tribe society. Other tribe society will know like what procession nuptials of Java custom, the procession directly lable have with Java culture and will not


(5)

confess by other state as its culture. 4) Continuation of procession nuptials of Java custom in Bandar Jaya Barat owning role in creating harmonious relation between is ethnic. The role is mirror at execution of procession nuptials of Java custom requiring others aid and interaction that happened between invitation guest invitation without reference to tribe which later;then this matter will grow to feel togetherness, familiarity, eliminating prejudices which can trigger conflict and tighten association as Indonesian nation humanity, as according to Indonesia state password that isBhineka Tunggal Ika.


(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Hanif Faddillah dilahirkan di Bandar Jaya, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah pada tanggal 16 Oktober 1991, sebagai anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan dari Bapak Wiji dan Ibu Rusmi.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis yaitu : 1. TK ABA Bandar Jaya, diselesaikan tahun 1997

2. SD Muhammadiyah Bandar Jaya, diselesaikan tahun 2003 3. SMP Negeri 3 Terbanggi Besar, diselesaikan tahun 2006 4. SMA Negeri 1 Terbanggi Besar, diselesaikan tahun 2009

Selanjutnya selama setahun penulis mencari pengalaman bekerja sebagai wiraswasta dan pada tahun 2010 penulis melanjutkan pendidikan ke tingkat perguruan tinggi. Ditahun yang sama penulis berhasil menjadi Mahasiswi jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Pada tahun 2013 penulis mengikuti KKN Tematik (Kuliah Kerja Nyata) yaitu pada bulan Januari sampai Februari tahun 2013 di Kelurahan Tanjung Menang, Kecamatan Mesuji Timur, Kabupaten Mesuji.


(11)

MOTTO

Semua yang terjadi atas kehendak Allah, Allah Maha Tahu apa yang

kita butuhkan, terus lah berprasangka baik pada-Nya meski dalam


(12)

PERSEMBAHAN

Bismillahirrohmanirrohiim

Dengan mengucap syukur pada Allah SWT, Ku

persembahkan karya ini kepada:

Mamakku Rusmi, Bapakku Wiji, mbak dan mamasku,

Winarti, Riyanto, Sri Sumarni, Supriyadi beserta

kakak-kakak ipar dan ponakanku.

Semua keluarga besarku yang telah memberi dukungan dan

doa untuk penulis.

Semua Guru dan dosen yang telah membimbing dan

mendidikku baik dalam pendidikan formal dan informal.

Sahabat, teman, hanya sekedar kenal yang telah menemani,

mendukung, memberi masukan, kritikan serta doa.

Teman-teman jurusan Sosiologi 2010 yang tak tergantikan.

serta


(13)

SANWACANA

Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya. Tiada daya dan upaya serta kekuatan yang penulis miliki untuk menyelesaikan skripsi ini, selain berkat daya, upaya dan kekuatan yang dianugerahkan-Nya. Shalawat beriring salam senantiasa tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang syafa’atnya selalu kita nanti hingga hari akhir kelak.

Skripsi dengan judul “PROSESI PERNIKAHAN ADAT JAWA DI

KELURAHAN BANDAR JAYA BARAT, KECAMATAN TERBANGGI

BESAR, KABUPATEN LAMPUNG TENGAH” ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosiologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Penulis menyadari, bahwa apa yang tertulis dalam skripsi ini masih sangat jauh dari yang dicita-citakan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak sehingga menjadi lebih baik. Dalam penulisan skripsi ini, penulis sangat menyadari banyak sekali bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada keaempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT yang telah memberi kemudahan pada penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.


(14)

2. Untuk yang selalu hadir dalam doaku, Mamak dan Bapak. Terutama untuk mamak ku, begitu banyak energi, materi dan perhatian yang tercurah untuk penulis, tak cukup lembaran dan goresan tinta ini untuk menuliskan segala pengorbanan yang telah diberikan. Semoga Allah SWT senantiasa memuliakan kedua orang penulis di dunia dan akhirat.

3. Untuk keluargaku, Winarti beserta suami dan anaknya, Riyanto beserta isteri dan anaknya, Sri Sumarni beserta suami dan anaknya, Supriyadi beserta isteri dan anaknya, kalian luar biasa bagi penulis.

4. Bapak Drs. H. Agus Hadiawan, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

5. Bapak Drs. Susetyo, M.Si. selaku Ketua Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

6. Ibu Dra. Anita Damayantie, M.H. selaku Sekretaris Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

7. Bapak Drs. Bintang Wirawan, M.Hum. selaku dosen pembimbing penulis, terima kasih atas waktu, motivasi, bimbingan, saran dan kesabarannya dalam proses penulisan skripsi ini, sehingga saya dapat meraih gelar Sarjana Sosiologi (S.Sos) di Universitas Lampung.

8. Bapak Dr. Sindung Haryanto, M.Si. selaku dosen pembahas seminar usul dan hasil serta dosen penguji penulis yang telah mengoreksi, memberikan saran dan kritik dalam penulisan skripsi ini.

9. Bapak Dr. Hartoyo, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik penulis. 10. Seluruh dosen di Jurusan Sosiologi dan FISIP Unila yang telah membekali


(15)

11. Seluruh staf administrasi dan karyawan di FISIP Unila yang membantu dan melayani urusan administrasi perkuliahan dan skripsi.

12. Untuk teman-teman Sosiologi angkatan 2010, khususnya Herlin Desy S.Sos (penulis merasa bangga pernah menjadi teman terbaikmu), Nurhanna S.Sos (ayo semangat ngerjain skripsinya jangan nonton terus), Lesy Gustina S.Sos (semoga sukses ya jadi rockernya, jangan lupa kirim tiket gratis kalau ngadain konser), Delsi Alfianita S.Sos (penulis merasa iri dengan kebaikanmu, terus jadi penghangat suasana ya del), Nora Laras V. S.Sos (semoga sukses ya untuk bisnisnya dan tercapai cita-citanya menjadi wanita karir), Rara hayunityas S.Sos (dikurangin ya lebaynya di dumay biar cepet dilamar mamat hahaha), Indria Gita N. S.Sos (semangat yank, jangan nyerah, pasti akan ada saatnya gantian pake toga dan duduk di GSG Unila, insya Allah), Dian Palupi S.Sos (mudah-mudahan sukses jadi istri dan ibu idaman ya, doakan penulis segera menyusul), Yeti Andriani S.Sos (jangan menyerah sama keadaan and, ayo terus dikejer bimbingannya, pasti ada saatnya jadi alumni Sosiologi 2010, insya Allah), Desi Ratnasari S.Sos (penulis merasa iri dengan keceriaanmu, terus jadi pencair suasana ya des). Terimakasih atas bantuannya selama ini dan penulis bangga memiliki kalian semua. Kenagan kita bersama di UNILA akan dikenang selalu oleh penulis.

13. Terimakasih kepada Ranalia Andriana S.Sos dan Dwi Aristiana W. S.Sos atas bantuan dan semangatnya selama menjadi kakak seperguruan.

14. Terima kasih kepada Martina Krista S.Pd yang sudah banyak memberi bantuan pada penulis, Tia Adisti S.E untuk doa dan dukungannya saat penulis mengalami kesulitan dalam penulisan skripsi ini.


(16)

15. Terima kasih untuk Yaumil Feri atas kesediaannya memberi semangat, bantuan, doa, dan selalu mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan penulisan skripsi, serta selalu menemani penulis dalam proses penulisan skripsi ini.

16. Terima kasih untuk sahabat-sahabatku Titin Marleni, Nova Melasari dan Rian Fernandes Limbong yang telah memberikan dukungan dan doanya kepada penulis.

17. Terima kasih untuk seseorang yang luar biasa Rizka Zaky Ma’ruf S.Pd yang sudah membimbing penulis sampai bisa seperti sekarang, memberi banyak pelajaran pendewasaan yang baik, terima kasih juga untuk semua bantuan saat awal penulisan skripsi ini.

18. Kepada masyarakat Bandar Jaya (Ibu Endang Parti, Ibu Rusti Fadilah, Ibu Luluk Vebriany, Pak M. Sambawi, Ibu Mismiwati, Pak Damiri dan Ibu Melti Anggraini) terima kasih banyak atas kesedian dan waktunya untuk membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Dan untuk semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis.

19. Terimakasih kepada Bapak Selamet Riyadi selaku Kepala Desa Kelurahan Tanjung Menang yang telah memberikan arahan dan masukan kepada penulis saat pelaksanaan KKN Tematik di Kelurahan Tanjung Menang, Kecamatan Mesuji Timur, Kabupaten Mesuji dan khususnya keluarga kecil Afrida Hafizhatul Ulum yang sudah banyak membantu dalam proses KKN di sana hingga seperti keluarga sendiri.

20. Untuk teman-temanku KKN Tematik di kelurahan Tanjung Menang, Bude Sarti, Mbak Ono, Yudi, Ega, Bily, Pelo, Bang Bebet, Be Em, Ogi, dan Nuron,


(17)

makasi banyak temen-temen untuk kebaikannya selama KKN, waktu bersama kalian adalah kenangan yang tidak akan dilupakan oleh penulis.

Penulis hanya bisa berdoa semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandar Lampung, Penulis


(18)

DAFTAR ISI

ABSTRAK

HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN

RIWAYAT HIDUP MOTTO

HALAMAN PERSEMBAHAN SANWACANA

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

Halaman I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Kegunaan Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Mengenai Prosesi Pernikahan ... 11

B. Tinjauan Mengenai Adat ... 16

C. Tinjauan Mengenai Prosesi Pernikahan Adat Jawa ………….. 19

1. Prosesi Pernikahan Adat Jawa ………... 19

2. Perbedaan Prosesi Pernikahan Adat Jawa Solo dan Jogja … 23 D. Kerangka Pikir ... 26

III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian ... 27

B. Fokus Penelitian ... 28

C. Penentuan Informan ... 30

D. Lokasi Penelitian ... 37

E. Jenis dan Sumber Data ………. 37

F. Teknik Pengumpulan Data ... 38


(19)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Singkat Kelurahan Bandar Jaya Barat ... 40

B. Kondisi Wilayah ... 45

C. Bidang Kemasyarakatan ... 50

1. Bidang Kependudukan ... 50

2. Bidang Ketentraman dan Tertib ... 51

V. HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN A. Identitas Informan ... 52

B. Prosesi Pernikahan Adat Jawa di Kelurahan Bandar Jaya Barat,Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah ... 52

1. Prosesi Pernikahan Adat Jawa di Kelurahan Bandar Jaya Barat, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah ... 53

2. Pemahaman Masyarakat Suku Jawa di Kelurahan Bandar JayaBarat, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah Mengenai Makna dan Simbol-Simbol yang Terdapat dalam Rangkaian Prosesi Pernikahan Adat Jawa ... 86

3. Peran Prosesi Pernikahan Adat Jawa di Kelurahan Bandar Jaya Barat, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah dalam Mempertahankan Identitas Suku Jawa di Daerah Tersebut ... 91

4. Peran Pelestarian Pernikahan Adat Jawa dengan Keharmonisan Hubungan Antaretnik pada Masyarakat di Kelurahan Bandar Jaya Barat, Kecamatan Terbanggi Besar, Kapubaten Lampung Tengah ... 95

5. Penjelasan Teori ... 101

VI. KESIMPULAN dan SARAN A. Simpulan ... 109

B. Saran ... 110

DAFTAR PUSTAKA GLOSARIUM


(20)

DAFTAR TABEL

Daftar Tabel

Tabel 1. Perbedaan Tata Rias dan Busana Pernikahan

Adat Jawa Solo dan Jogja ... 24

Tabel 2. Perbedaan Prosesi Pernikahan Adat Jawa Solo dan Jogja ... 25

Tabel 3. Fasilitas Umum ……… .... 48

Tabel 4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnik ……… ... 50


(21)

DAFTAR GAMBAR

Daftar Gambar

Gambar 1. Peta Kelurahan Bandar Jaya Barat, Kecamatan Terbanggi

Besar, Kabupaten Lampung Tengah ……….. .... 49 Gambar 2. Upacara Panggih ... L1 Gambar 3. Upacara Panggih ………. ... L1 Gambar 4. Upacara Wiji Dadi………. ... L2 Gambar 5. Upacara Wiji Dadi……….. .... L2 Gambar 6. Upacara Kacar-Kucur ……… ... L3 Gambar 7. Upacara Kacar-Kucur……….. ... L3 Gambar 8. Pengantin ke Pelaminan Didampingi Ayah Pengantin

Wanita ……… ... L4 Gambar 9. Pengantin ke Pelaminan Didampingi Ayah Pengantin

Wanita ……… ... L4 Gambar 10. Upacara Dahar Klimah ………. ... L5 Gambar 11.Kembar Mayang……… ... L5 Gambar 12.Wawancara Informan ………. ... L6 Gambar 13.Wawancara Informan ………. ... L6


(22)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pernikahan merupakan salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Selain merubah status seseorang dalam masyarakat, pernikahan juga merupakan hal yang sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita. Soemijati (Ramulyo, 1999:27) menyatakan bahwa pernikahan adalah untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat kemanusiaan, yaitu menghalalkan hubungan kelamin atau hubungan biologis laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan suatu keluarga yang bahagia dengan dasar cinta dan kasih sayang untuk memperoleh keturunan yang sah. Pendapat ini juga dibenarkan oleh Fyzee (1965: 109) yang menyatakan, nikah adalah suatu perjanjian untuk mengsahkan hubungan kelamin antara seorang pria dengan seorang wanita untuk melanjutkan keturunan.

Pernikahan juga memiliki fungsi sosial, seperti ketika mempersiapkan pelaksanaan prosesi pernikahan pasti membutuhkan bantuan orang lain sehingga


(23)

2

dapat mempererat hubungan masyarakat melalui gotong-royong. Pernikahan juga dapat mempersatukan dua kebudayaan atau lebih, karena tidak ada larangan dalam pelaksanaan pernikahan beda suku, lain halnya dengan pernikahan beda agama yang dilarang oleh negara, seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Nomer 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, “perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”.

Prosesi pernikahan di Indonesia biasanya dilaksanakan sesuai dengan adat yang mereka anut dengan berbagai macam ritual adat dan sarat dengan simbol-simbol kehidupan. Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa, di antaranya Batak, Jawa, Minangkabau, Lampung, dan masih banyak lagi sehingga prosesi pernikahan yang ada di Indonesia sangat beraneka ragam. Prosesi pernikahan secara tradisional ini merupakan salah satu kekayaan budaya yang harus dijaga dan dilestarikan agar tidak hilang atau diakui oleh negara lain sebagai kekayaan budayanya.

Prosesi pernikahan tradisional dalam pelaksanaannya tidak berdasarkan tempat suatu suku tersebut hidup dan menetap. Masyarakat tidak bersifat statis, banyak masyarakat yang melakukan transmigrasi, menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1972, transmigrasi adalah kepindahan atau perpindahan penduduk dengan sukarela dari suatu daerah ke daerah yang ditetapkan di dalam wilayah negara Republik Indonesia. Suryadinata (2003: 20) menyatakan, pada tahun 2000 terdapat lebih dari setengah penduduk yang tinggal di Lampung merupakan masyarakat bersuku Jawa. Meski tidak berada di daerah asalnya, masyarakat


(24)

3

suku Jawa tetap melaksanakan prosesi pernikahan dengan menggunakan adat mereka, bukan dengan menggunakan adat Lampung setempat.

Adat Jawa memiliki banyak peraturan atau tradisi dalam kehidupannya sehari-hari yang dapat berupa pantangan atau anjuran yang bernilai sakral termasuk rangkaian dalam upacara pernikahan. Purwadi (2007) menyatakan, jika diteliti dengan seksama kehidupan keluarga Jawa mempunyai tujuan kebahagiaan dan dalam hal ini wujudnya antara lain adalah selamat tidak ada ganguan apapun. Itulah sebabnya keluarga Jawa disibukkan oleh berbagai selametan yang harus

diselenggarakan, maksud mengadakan selametan tidak lain agar seluruh

keluarganya memperoleh selamat.

Prosesi pernikahan adat Jawa dalam pelaksanaannya terdapat banyak makna dan simbol budaya yang memiliki arti tersendiri di dalamnya. Masyarakat suku Jawa banyak yang melaksanakan prosesi pernikahan tersebut tanpa mengetahui makna atau simbol yang terdapat di dalamnya. Masyarakat suku Jawa tersebut pada dasarnya hanya sekedar menjalankan tradisi dari budaya yang dimiliki. Kurangnya pemahaman masyarakat suku Jawa mengenai makna-makna tersebut, masyarakat suku Jawa menganggap rangkaian prosesi adat pernikahan itu tidaklah penting untuk diupacarai karena dinilai hanya memperumit pelaksanaan prosesi pernikahan, sehingga prosesi pernikahan yang dilaksanakan saat ini lebih ringkas.

Prosesi pernikahan adat Jawa khususnya yang berorientasi pada dua sub budaya yaitu Solo dan Jogja mengandung keunikan citra seni budaya dalam kekayaan nilai filosofi dan histori sebagai ciri khas suatu suku bangsa. Sangat disayangkan


(25)

4

apabila adat budaya ini luntur dan digantikan dengan nilai-nilai yang lebih efektif. Prosesi pernikahan adat Jawa selain merupakan warisan nenek moyang, juga merupakan salah satu kekayaan budaya milik negara yang harus kita lestarikan agar tidak hilang dan dilupakan atau diklaim oleh negara lain. Hal ini dijelaskan dalam pernyataan Sustiawati (2011), kadang kita bangsa Indonesia lupa dan tidak menyadari kebesaran warisan budayanya dan ikut tergerus arus tren yang diciptakan oleh dunia barat melalui globalisasi.

Tetap mempertahankan adat yang kita miliki di daerah lain dapat memicu terjadinya konflik antaretnik, khususnya antara masyarakat pendatang dan masyarakat pribumi. Lewis (1956) menyatakan, konflik adalah perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan yang berkenaan dengan status, kekuasaan, sumber-sumber kekayaan yang persediaannya tidak mencukupi, di mana pihak-pihak yang berselisih tidak hanya bermaksud memperoleh barang-barang yang diinginkan, melainkan ingin memojokkan, merugikan dan meng-hancurkan lawan mereka. Komunikasi dalam hal ini menjadi sarana yang sangat berperan untuk meredam konflik antaretnik. Manalu (2012) berpendapat, interaksi antar budaya dalam konteks komunikasi sering kali menghadapi masalah atau hambatan-hambatan dalam penggunaan bahasa, lambang-lambang, nilai atau norma masyarakat yang terdapat di dalamnya. Komunikasi antaretnik dengan demikian harus tetap dijaga agar terciptanya kebersamaan yang solid dan tidak memicu terjadinya kecemburuan sosial yang rawan konflik.

Menurut (Gunawan, 2011: 220-221), untuk membangun masyarakat multikultural yang rukun dan bersatu, ada beberapa nilai yang harus dihindari, yaitu:


(26)

5

• Primordialisme

Primordialisme artinya perasaan kesukuan yang berlebihan. Sikap ini tercermin dari anggapan suku bangsanya adalah yang terbaik. Perasaan superior, menganggap lebih rendah suku yang lain adalah sikap yang kurang terpuji bagi masyarakat multi kultur yang sangat rentan mengundang konflik. • Etnosentrisme

Etnosentrisme artinya sikap atau pandangan yang berpangkal pada masyarakat dan kebudayaannya sendiri, biasanya disertai dengan sikap dan pandangan yang meremehkan masyarakat dan kebudayaan yang lain. Indonesia bisa maju dengan bekal kebersamaan, sebab tanpa itu yang muncul adalah disintegrasi sosial. Apabila sikap dan pandangan ini dibiarkan maka akan memunculkan provinsialisme yaitu paham atau gerakan yang bersifat kedaerahan dan eksklusivisme yaitu paham yang mempunyai kecenderungan untuk memisahkan diri dari masyarakat.

• Diskriminatif

Diskriminatif adalah sikap yang membeda-bedakan perlakuan terhadap sesama warga negara berdasarkan warna kulit, golongan, suku bangsa, ekonomi, agama, dan lain-lain. Sikap ini sangat berbahaya untuk dikembangkan karena bisa memicu munculnya antipati terhadap sesama warga negara.

• Stereotip

Stereotip adalah konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasarkan prasangka yang subjektif dan tidak tepat. Indonesia memang memiliki keragaman suku bangsa dan masing-masing suku bangsa memiliki ciri khas.


(27)

6

Tidak tepat apabila perbedaan itu kita besar-besarkan hingga membentuk sebuah kebencian.

Pada tahun 2000 terdapat lebih dari setengah penduduk Lampung merupakan masyarakat bersuku Jawa. Hal ini tidak berarti hanya masyarakat suku Jawa dan Lampung yang tinggal di daerah tersebut. Masyarakat Lampung merupakan masyarakat multikultural. Suryadinata (2003) berpendapat, di Provinsi Lampung terdapat berbagai masyarakat dengan suku yang berbeda-beda, seperti Batak, Minangkabau, Bugis, Betawi, Banten, Sunda, Madura, Jawa, Lampung, dan lain sebagainya. Masyarakat yang multikultural ini rawan terjadi konflik antarsuku yang disebabkan oleh isu SARA, seperti yang belum lama ini terjadi di Lampung Selatan dan Lampung Tengah. Qodir (2008) menyatakan, isu SARA menjadi bagian dari kehidupan masyarakat multietnis, multireligius, dan multikultur seperti Indonesia.

Kabupaten Lampung Tengah pada sejumlah tempat ditemui perkampungan masyarakat yang masih sesuku dengan adat budayanya. Percakapan sehari-hari yang mempergunakan bahasa daerah masing-masing, adat pernikahan, maupun gaya hidup yang masih sarat dengan adat budaya yang mereka anut. Kampung Baru Kecamatan Terbanggi Besar yang merupakan komunitas suku Minangkabau dan Bandar Sari Kecamatan Terbanggi Besar yang identik dengan suku Jawa merupakan salah satu contoh daerah yang masyarakatnya masih sesuku dengan adat budayanya.


(28)

7

Prosesi pernikahan suku Jawa yang tinggal di Kelurahan Bandar Jaya Barat, Kecamatan Terbanggi Besar saat ini dilaksanakan dengan memadukan antara pernikahan tradisional yang sedikit memperlihatkan unsur adat dengan prosesi pernikahan modern. Prosesi pernikahan adat Jawa di Kelurahan Bandar Jaya Barat tetap menggunakan pakaian adat, riasan pengantin dan hiasan pelaminan sesuai adat, dan lain sebagainya, namun mengurangi rangkaian prosesi adat Jawa yang sarat akan makna dan simbol-simbol di dalamnya dan mengkombinasikan dengan unsur pernikahan modern. Prosesi pernikahan yang demikian dinilai lebih efektif, baik dalam segi biaya, waktu dan tenaga.

Faktor penyebab hal ini salah satunya dikarenakan lunturnya adat masyarakat suku Jawa yang tinggal di Lampung, khususnya yang berada di Kelurahan Bandar Jaya Barat. Lunturnya adat masyarakat Jawa ini dapat disebabkan oleh penyesuaian lingkungan tempat tinggal masyarakat Jawa yang tinggal di Lampung agar tidak memicu terjadinya konflik antaretnik. Kecemburuan sosial yang dapat menyebabkan terjadinya konflik antaretnik diminimalisir dengan tidak terlalu menonjolkan adat istiadat yang dimiliki masyarakat suku Jawa. Lunturnya adat masyarakat Jawa juga disebabkan oleh masyarakat suku Jawa yang tidak memahami makna dari simbol-simbol yang terdapat dalam rangkaian upacara, sehingga mayarakat suku Jawa menganggap rangkaian prosesi adat pernikahan itu tidaklah penting untuk diupacarai karena dinilai hanya memperumit pelaksanaan prosesi pernikahan, sehingga prosesi pernikahan yang dilaksanakan saat ini lebih ringkas. Pengaruh modernisasi yang mendunia pun turut menjadi faktor penyebab lunturnya adat masyarakat Jawa ketika nilai-nilai tradisional budaya sudah dianggap kuno dan ketinggalan zaman.


(29)

8

Intinya seperti yang kita ketahui, prosesi pernikahan adat Jawa khususnya yang berorientasi pada dua sub budaya yaitu Solo dan Jogja di Kelurahan Bandar Jaya Barat saat ini semakin dilupakan karena lunturnya adat masyarakat Jawa itu sendiri yang dapat menghilangkan identitas suku mereka. Untuk menjaga identitas suatu suku, maka kita harus mempertahankan adat yang kita miliki, salah satunya dengan upacara pernikahan. Prosesi pernikahan adat Jawa juga merupakan salah satu ekspresi kebudayaan yang seharusnya kita lestarikan sebagai keragaman kebudayaan Indonesia dengan tetap menciptakan hubungan antaretnik yang harmonis berdasarkan semboyanBhineka Tunggal Ika. Untuk itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai prosesi pernikahan adat Jawa di Kelurahan Bandar Jaya Barat, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah dengan kurun waktu usia pernikahan di bawah sepuluh tahun dan merupakan masyarakat suku Jawa yang beragama Islam.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah prosesi pernikahan adat Jawa di Kelurahan Bandar Jaya Barat, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah ?

2. Bagaimana masyarakat suku Jawa di Kelurahan Bandar Jaya Barat, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah dalam memahami makna dan simbol-simbol yang terdapat dalam rangkaian prosesi pernikahan adat Jawa ?


(30)

9

3. Apakah prosesi pernikahan adat Jawa di Kelurahan Bandar Jaya Barat, kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah berperan mempertahankan identitas suku Jawa di daerah tersebut ?

4. Bagaimana peran pelestarian pernikahan adat Jawa dengan keharmonisan hubungan antaretnik pada masyarakat di Kelurahan Bandar Jaya Barat, Kecamatan Terbanggi Besar, Kapubaten Lampung Tengah ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :

1. Untuk menjelaskan prosesi pernikahan adat Jawa di Kelurahan Bandar Jaya Barat, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah.

2. Untuk mengetahui pemahaman masyarakat suku Jawa di Kelurahan Bandar Jaya Barat, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah mengenai makna dan simbol-simbol yang terdapat dalam rangkaian prosesi pernikahan adat Jawa.

3. Untuk mengetahui peran prosesi pernikahan adat Jawa di Kelurahan Bandar Jaya Barat, kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah dalam mempertahankan identitas.

4. Untuk mengetahui peran pelestarian pernikahan adat Jawa dengan keharmonisan hubungan antaretnik pada masyarakat di Kelurahan Bandar Jaya Barat, Kecamatan Terbanggi Besar, Kapubaten Lampung Tengah.


(31)

10

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna baik secara akademis maupun praktis :

1. Kegunaan Akademis, sebagai salah satu upaya untuk memperkaya khasanah ilmu Sosiologi terutama mengenai Sosiologi Budaya.

2. Kegunaan Praktis, di antaranya sebagai bahan masukan kepada pembaca dan masyarakat umum mengenai :

• Mengetahui prosesi pernikahan adat Jawa di Kelurahan Bandar Jaya Barat, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah.

• Mengetahui pemahaman masyarakat suku Jawa di Kelurahan Bandar Jaya Barat, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah mengenai makna dan simbol-simbol yang terdapat dalam rangkaian prosesi pernikahan adat Jawa.

• Peran prosesi pernikahan adat Jawa di Kelurahan Bandar Jaya Barat, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah dalam mempertahankan identitasnya.

• Peran pelestarian pernikahan adat Jawa dengan keharmonisan hubungan antaretnik pada masyarakat di Kelurahan Bandar Jaya Barat, Kecamatan Terbanggi Besar, Kapubaten Lampung Tengah.


(32)

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Mengenai Prosesi Pernikahan

Pernikahan merupakan salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Pernikahan dapat merubah status seseorang dalam masyarakat, selain itu pernikahan juga merupakan hal yang sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita. Pernikahan juga memiliki fungsi sosial, seperti ketika mempersiapkan pelaksanaan prosesi pernikahan pasti membutuhkan bantuan orang lain sehingga dapat mempererat hubungan masyarakat melalui gotong-royong. Sebuah pernikahan juga dapat mempersatukan dua kebudayaan atau lebih, karena tidak ada larangan dalam pelaksanaan pernikahan beda suku, lain halnya dengan pernikahan beda agama yang dilarang oleh negara.

Kehidupan manusia tidak bersifat statis, karena dalam kehidupan manusia terdapat siklus kehidupan atau daur hidup di dalamnya. Menurut Putriana (2008), manusia dalam perjalanan hidupnya mengalami tiga peristiwa penting, yaitu waktu dilahirkan, waktu menikah atau berkeluarga dan ketika meninggal dunia.


(33)

12

Ketiga peristiwa tersebut merupakan daur hidup atau siklus kehidupan manusia, meskipun tidak semua orang mengalami tiga peristiwa tersebut. Awal dari setiap rangkaian tahapan ini biasanya diupacarai atau dirayakan seperti perayaan baru melahirkan, upacara pernikahan, dan upacara kematian. Upacara-upacara tersebut sebagai sarana membertitahu masyarakat sekitar, selain itu beberapa tahap daur hidup tersebut bersifat sakral dan istimewa sehingga tidak akan dilewatkan begitu saja tanpa diupacarai.

Peristiwa pernikahan sangat penting dalam kehidupan masyarakat, karena pernikahan bukan merupakan kepentingan kedua mempelai saja, tetapi juga orang tua kedua belah pihak, saudaara-saaudara bahkan keluarga dan kerabat mereka masing-masing. Putriana (2008) mengatakan, suatu pernikahan merupakan sarana pendekatan dan perdamaian kerabat dan begitu pula pernikahan bersangkut paut dengan warisan, kedudukan dan harta pernikahan.

Status seseorang pasti berubah setelah melalui upacara pernikahan. Gennep (1908) mengatakan, semua upacara-upacara perkawinan “rites de passage” yaitu upacara-upacara peralihan perubahan status dari kedua mempelai.selain dapat merubah status seseorang dalam masyarakat, juga berperan dalam penerusan keturunan yang sah dan bermoral. Menurut Soemijati (Ramulyo, 1999:27), pernikahan adalah untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat kemanusiaan, yaitu menghalalkan hubungan kelamin atau hubungan biologis laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan suatu keluarga yang bahagia dengan dasar cinta dan kasih sayang untuk memperoleh keturunan yang sah.


(34)

13

Penjelasan di atas dimaksudkan ketika seseorang memiliki anak tanpa menikah anak tersebut akan bingung dengan statusnya dalam catatan negara. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 menyatakan, anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Tidak sama halnya dengan pihak ayah, menurut Wahyu (2004), anak tidak mempunyai hubungan hukum dengan pihak ayah yang telah membenihkannya. Anak yang dilahirkan tanpa memiliki kejelasan status ayah seringkali mendapatkan perlakuan yang tidak adil dan stigma di tengah-tengah masyarakat.

Di mata hukum, anak maupun ibu dari anak di luar nikah tidak memiliki jaminan perlindungan secara hukum. Komisi perlindungan anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan hampir 50 juta anak di Indonesia tidak memiliki akta kelahiran karena berbagai sebab, antara lain karena pernikahan tidak sah atau tercatat kawin siri, angka ini hampir separuh dari total jumlah anak di bawah lima tahun yang ada di Indonesia (Http://www.jimlyschool.com/read/analisis/256/putusan-mahkamah-konstitusi-tentang-status-anak-luar-kawin/).

Adat memiliki anak tanpa menikah akan merusak moral bangsa kita, menurut Kartono (1981: 22), seks bisa menghancurkan sifat-sifat kemanusiaan. Dengan mendunianya seks bebas memiliki banyak dampak negatif, di antaranya.

1. Menciptakan kenangan buruk. Apabila seseorang terbukti telah melakukan seks pranikah atau seks bebas maka secara moral pelaku dihantui rasa bersalah yang berlarut-larut.


(35)

14

2. Mengakibatkan kehamilan. Hubungan seks satu kali saja bisa mengakibatkan kehamilan bila dilakukan pada masa subur. Kehamilan yang terjadi akibat seks bebas menjadi beban mental yang luar biasa. Kehamilan yang dianggap “kecelakaan” ini mengakibatkan kesusahan dan malapetaka bagi pelaku bahkan keturunannya.

3. Menggugurkan kandungan (aborsi) dan pembunuhan bayi. Aborsi merupakan tindakan medis yang ilegal dan melanggar hukum. Aborsi mengakibatkan kemandulan bahkan kanker rahim. Menggugurkan kandungan dengan cara aborsi tidak aman, karena dapat mengakibatkan kematian.

4. Penyebaran Penyakit. Penyakit kelamin akan menular melalui pasangan dan bahkan keturunannya. Penyebarannya melalui seks bebas dengan bergonta-ganti pasangan. Hubungan seks satu kali saja dapat menularkan penyakit bila dilakukan dengan orang yang tertular salah satu penyakit kelamin. Salah satu virus yang bisa ditularkan melalui hubungan seks adalah virus HIV.

5. Timbul rasa ketagihan.

Seks bebas dapat membuat tatanan hidup masyarakat pun menjadi rusak. Beberapa wanita yang hamil tanpa menikah biasanya tidak mengetahui siapa ayah dari anaknya tersebut. Bisa kita bayangkan ketika dua anak yang dilahirkan tanpa pernikahan kedua orang tuanya menikah dan ternyata mereka adalah saudara kandung, mereka akan bingung dengan status mereka sendiri. Hubungan demikian yang tanpa dilakukannya pernikahan akan menimbulkan banyak persoalan baik psikologis maupun persoalan sosiologis lainnya.


(36)

15

Menikah juga menyatukan dua kebudayaan dari keluarga besar masing-masing pihak. Penyatuan kebudayaan ini perlu diadakannya upacara pernikahan sesuai dengan adat yang mereka anut. Upacara pernikahan yang dilaksanakan akan lebih bervariasi karena berkaitan dengan dua kebudayaan. Penyatuan dua keluarga dengan latar belakang kehidupan yang berbeda bukan lah hal yang mudah. Penyatuan yang tidak dilandasi dengan toleransi dan saling menghormati dapat memicu timbulnya permasalahan baru karena adanya prasangka tidak baik dari masing-masing keluarga besar.

Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan prosesi berasal dari kata proses yang ketika kata proses mendapat imbuhan i dan menjadi prosesi. Kata baru ini memiliki arti yang lebih spesifik atau khusus, yaitu pawai khidmat (perarakan) dalam upacara (Http://kbbi.web.id /prosesi). Prosesi dapat pula diartikan sebagai rangkaian acara dalam suatu upacara yang biasanya bersifat formal.

Poerwadarminta (1976) berpendapat bahwa, pernikahan sebagai perjodohan laki-laki dan perempuan menjadi suami istri. K.Wantjik (1976) menyatakan pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Soemijati (Ramulyo, 1999:27) juga menyatakan bahwa pernikahan adalah untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat kemanusiaan, yaitu menghalalkan hubungan kelamin atau hubungan biologis laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan suatu keluarga yang bahagia dengan dasar cinta dan kasih sayang untuk memperoleh keturunan yang sah.


(37)

16

Beberapa definisi tersebut menunjukan bahwa prosesi pernikahan merupakan rangkaian upacara yang sakral guna mengubah status seseorang dalam masyarakat yang mana menyatukan seorang pria dan wanita sebagai suami istri dan menyatukan keluarga besar dari masing-masing pihak dalam ikatan yang sah dan kemudian membentuk sebuah keluarga.

Prosesi pernikahan secara umum dibedakan menjadi dua macam yaitu pernikahan gaya modern dan pernikahan tradisional. Gaya pernikahan modern biasanya tidak terikat dengan adat tradisional daerah manapun, tetapi masih ada pengantin yang memilih untuk tetap memasukkan sedikit tata cara dalam upacara tradisional dan ketika resepsi mereka mengambil tema modern. Hal itu dikarenakan di satu sisi mereka masih ingin tetap bisa menikmati kesakralan dan kekhidmatan upacara tradisional, namun di sisi lain mereka tidak ingin terlalu menghamburkan banyak waktu, tenaga serta biaya untuk menjalani tata cara dalam upacara tradisional yang terkesan cukup rumit. Prosesi pernikahan tradisional dalam pelaksanaannya masih menggunakan unsur adat yang kental dengan ragam jenis sesuai daerahnya masing-masing, karena setiap suku bangsa memiliki nilai kebudayaan yang berbeda-beda. Begitu pula dalam rangkaian prosesi pernikahan yang setiap tahapannya menggandung makna dan simbol-simbol tertentu.

B. Tinjauan Mengenai Adat

Adat merupakan aturan-aturan yang lazim dituruti atau dilakukan sejak dahulu kala, atau dapat berupa kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan yang berupa wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai (http://kbbi.web.id/adat).


(38)

17

Adat tidak dapat terpisah dari kehidupan kita sehari-hari, menurut Suyono (1985:4), adat adalah kebiasaan yang bersifat magis religius dari kehidupan

penduduk asli, yang meliputi antara lain nilai-nilai budaya, norma-norma hukum dan aturan-aturan yang saling berkaitan yang kemudian menjadi sistem atau peraturan tradisional. Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat dikatakan adat berkaitan erat dengan suatu suku bangsa, karena adat itu sendiri berasal dari aturan, kebiasaan-kebiasan atau tradisi dalam suatu suku bangsa.

Adat Jawa memiliki banyak peraturan atau tradisi dalam kehidupannya sehari-hari yang dapat berupa pantangan atau anjuran yang bernilai sakral termasuk rangkaian dalam upacara daur hidup. Dalam Padmasusastra (1911), terdapat beberapa upacara selametan seperti upacara selametan saat hamil dengan usia kandungan

ganjil yaitu pada usia satu, tiga, lima, tujuh sampai sembilan bulan. Setiap bulan menggunakan upacara yang berbeda-beda. Pada bulan pertama sampai bulan kelima biasanya diadakan selametan dengan membuat jenang (bubur) berwarna

putih dan merah serta berbagai jajanan pasar. Pada selametan bulan ke tujuh

ditambahkan upacara mandi pada jam 11 siang dengan berganti kain panjang sebanyak tujuh kali dengan motif kain yang berbeda-beda. Pada bulan ke sembilan atau setelah melahirkan, selain membuatjenang(bubur) berwarna merah

dan putih, ditambahkan dengan membuat jenang procot yang diadakan sebelum

bulan purnama dengan tanggal ganjil. Pelaksanaan acara khitanan, putra yang akan disunat menduduki kain tujuh lapis dengan cap kain yang berbeda-beda saat akan disunat. Saat wanita berumur 12 tahun dan anak laki-laki umur 18 tahun atau ketika sudah menikah diadakan upacara selametan dengan menyediakan


(39)

18

mengadakan jamuan makanan dan paginya diadakan khitanan anak perempuan orang tersebut, upacara ini dilakukan agar orang tersebut berumur panjang.

Kehidupan keluarga Jawa jika diteliti dengan seksama mempunyai tujuan kebahagiaan dan dalam hal ini wujudnya antara lain adalah selamat tidak ada ganguan apapun. Purwadi, (2007) mengatakan, itulah sebabnya keluarga Jawa disibukkan oleh berbagai selametan yang harus diselenggarakan. Mengadakan

selamatan maksudnya tidak lain agar seluruh keluarganya memperoleh selamat.

Keluarga Jawa mengenal berbagai jenis upacara selamaetan antara lain upacara

tingkeban, babaran, sepasaran, pitonan, atau tedhak siten, khitanan, perkawinan

dan kematian. Peristiwa-peristiwa tersebut dalam pelaksanaannya selalu diadakan selametan menurut pola atau kebiasaan yang berlaku.

Menurut Negoro (2001), ritual bisa dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu ritual pribadi, ritual sederhana dan ritual umum. Ritual pribadi meliputi selamatan

sederhana dengan nasi tumpeng, lauk pauk dan sesaji, yang diselenggarakan

sebagai ungkapan rasa syukur dengan dihadiri oleh tetangga, saudara maupun teman dekat. Ritual sederhana diadakan sebagai rasa syukur, contohnya ritual yang berhubugan dengan siklus kehidupan seseorang, seperti perkawinan tradisional, mitoni (kehamilan tujuh bulan pertama) dan ruwatan murwakala,

ritual untuk keselamatan dan hidup yang baik. Ritual umum, misalnya untuk satu desa dan seluruh penduduk desa, seperti dalam upacara bersih desa, upacara garebeg, upacara labuhan Keraton Yogyakarta, upacara


(40)

19

C. Tinjauan Mengenai Prosesi Pernikahan Adat Jawa

1. Prosesi Pernikahan Adat Jawa

Prosesi pernikahan merupakan rangkaian upacara yang sakral guna mengubah status seseorang dalam masyarakat yang mana menyatukan seorang pria dan wanita sebagai suami istri dan menyatukan keluarga besar dari masing-masing pihak dalam ikatan yang sah dan kemudian membentuk sebuah keluarga. Prosesi pernikahan memiliki berbagai macam jenis. Ada yang dalam pelaksanaannya masih menggunakan upacara pernikahan tradisional, ada pula yang sudah bersifat modern.

Prosesi pernikahan adat Jawa merupakan salah satu bentuk pernikahan tradisional. Menurut sejarah adat istiadat tata cara perkawinan Jawa itu dahulunya berasal dari Keraton. zaman dulu, tata cara adat kebesaran ini hanya boleh dilakukan di dalam tembok-tembok Keraton. Pada saat agama Islam masuk di Keraton, khususnya Keraton Jogja dan Solo, tata cara adat pernikahan Jawa berbaur dengan budaya Hindu dan Islam. Paduan itulah yang akhirnya secara turun-temurun dilakukan hingga saat ini. Tata acara pernikahan adat Jawa gaya Solo dan Jogja pada dasarnya terdiri dari beberapa tahap, yaitu tahap awal, tahap persiapan, tahap puncak acara dan tahap akhir. Tidak semua masyarakat saat ini menyelenggarakan pesta pernikahan dengan melakukan semua tahapan itu. Beberapa rangkaian dari tahapan itu saat ini sudah mengalami perubahan seiring dengan tata nilai yang berkembang saat ini.


(41)

20

Menurut Agoes (2001) adapun berbagai macam acara serta upacara yang harus dilakukan menurut perkawinan adat Jawa adalah sebagai berikut.

1. Lamaran

Jika keduanya sudah merasa cocok, maka orang tua pengantin laki-laki mengirim utusan ke orangtua pengantin perempuan untuk melamar puteri mereka. Orang tua dari kedua pengantin telah menyetujui lamaran perkawinan. Biasanya orangtua perempuan yang akan mengurus dan mempersiapkan pesta perkawinan. Mereka yang memilih perangkat dan bentuk pernikahan. Setiap model pernikahan itu berbeda dandanan dan pakaian untuk pengantin laki-laki dan pengantin perempuan. Kedua mempelai harus mengikuti segala rencana dan susunan pesta pernikahan, sepertipeningsetan, siraman, midodareni, panggih.

2. Persiapan Perkawinan

Segala persiapan tentu harus dilakukan. Pelaksanaan dalam pernikahan Jawa yang paling dominan mengatur jalannya upacara pernikahan adalah pemaes yaitu dukun pengantin wanita yang menjadi pemimpin dari acara pernikahan, pemaes mengurus dandanan dan pakaian pengantin laki-laki dan pengantin perempuan yang bentuknya berbeda selama pesta pernikahan. Upacara pernikahan adalah pertunjukan yang besar, maka selain pemaes yang memimpin acara pernikahan, dibentuk pula panitia kecil terdiri dari teman dekat, keluarga dari kedua mempelai.

3. Pemasangan Dekorasi

Sehari sebelum pesta pernikahan biasanya pintu gerbang dari rumah orangtua wanita dihias dengan tuwuhan (dekorasi tumbuhan), yang terdiri dari pohon pisang, buah pisang, tebu, buah kelapa dan daun beringin yang memiliki arti agar pasangan pengantin akan hidup baik dan bahagia di mana saja. Pasangan pengantin saling cinta satu sama lain dan akan merawat keluarga mereka.


(42)

21

Dekorasi yang lain yang disiapkan adalah kembar mayang, yaitu suatu karangan bunga yang terdiri dari sebatang pohon pisang dan daun kelapa yang masih muda.

4. Siraman

Makna dari pesta siraman adalah untuk membersihkan jiwa dan raga. Pesta siraman ini biasanya diadakan di siang hari, sehari sebelum acara pernikahan. Siramandiadakan di rumah orangtua pengantin masing-masing.Siramanbiasanya dilakukan di kamar mandi atau di taman. Orang yang melakukan siraman biasanya orangtua dan keluarga dekat atau orang yang dituakan.

5. UpacaraMidodareni

Pengantin wanita biasanya harus tinggal di kamar dari jam enam sore sampai tengah malam dan ditemani oleh keluarga atau kerabat dekat perempuannya, mereka akan memberi saran dan nasihat. Keluarga dan teman dekat dari pengantin wanita akan datang berkunjung, dan semuanya harus wanita.

6. Srah Srahan

Kedua keluarga menyetujui pernikahan, mereka akan menjadi besan. Keluarga dari pengantin laki-laki berkunjung ke keluarga dari pengantin perempuan sambil membawa hadiah. Kedua keluarga beramah-tamah dalam kesempatan ini.

7. UpacaraIjab Kabul

Upacara ijab kobul merupakan syarat yang paling penting dalam mengesahkan pernikahan. Pelaksanaan dari ijab kobul sesuai dengan agama dari pasangan pengantin. Pada saat ijab kobul orangtua pengantin perempuan menikahkan anaknya kepada pengantin pria dan pengantin pria menerima nikahnya pengantin wanita yang disertai dengan penyerahan mas kawin bagi pengantin wanita. Pada saat ijab kobul ini akan disaksikan oleh penghulu (bagi umat Islam) atau


(43)

22

pendeta/pastur/biksu atau pejabat pemerintah yang akan mencatat pernikahan mereka.

8. UpacaraPanggih

Pertemuan antara pengantin wanita yang cantik dengan pengantin laki-laki yang tampan di depan rumah yang dihias dengan tanaman tuwuhan. Pengantin laki-laki diantar oleh keluarganya, tiba di rumah dari orangtua pengantin wanita dan berhenti di depan pintu gerbang. Pengantin wanita, diantar oleh dua wanita yang dituakan, berjalan keluar dari kamar pengantin. Orangtua dan keluarga dekatnya berjalan di belakangnya.

9. UpacaraBalangan Suruh

Pengantin wanita bertemu dengan pengantin laki-laki. Mereka mendekati satu sama lain, jaraknya sekitar tiga meter. Mereka mulai melemparsebundel daun beteldengan jeruk di dalamnya bersama dengan benang putih. Mereka melakukannya dengan keinginan besar dan kebahagian, semua orang tersenyum bahagia. Menurut kepercayaan kuno, daun betel mempunyai kekuatan untuk menolak dari gangguan buruk. Melempar daun betel satu sama lain, itu akan mencoba bahwa mereka benar-benar orang yang sejati, bukan setan atau orang lain yang menganggap dirinya sebagai pengantin laki-laki atau perempuan.

10. UpacaraWiji Dadi

Pengantin laki-laki menginjak telur dengan kaki kanannya. Pengantin perempuan mencuci kaki pengantin laki-laki dengan menggunakan air dicampur dengan bermacam-macam bunga. Itu mengartikan, bahwa pengantin laki-laki siap untuk menjadi ayah serta suami yang bertangung jawab dan pengantin perempuan akan melayani setia suaminya.


(44)

23

11. Tukar Cincin

Pertukaran cincin pengantin simbol dari tanda cinta.

12. UpacaraDahar Kembul

Pasangan pengantin makan bersama dan menyuapi satu sama lain. Pertama, pengantin laki-laki membuat tiga bulatan kecil dari nasi dengan tangan kanannya dan di berinya ke pengantin wanita. Setelah pengantin wanita memakannya, dia melakukan sama untuk suaminya. Setelah mereka selesai, mereka minum teh manis. Upacara itu melukiskan bahwa pasangan akan menggunakan dan menikmati hidup bahagia satu sama lain.

13. UpacaraSungkeman

Kedua mempelai bersujut kepada kedua orangtua untuk mohon doa restu dari orangtua mereka masing-masing. Pertama ke orangtua pengantin wanita, kemudian ke orangtua pengantin laki-laki. Selama sungkeman sedang berlangsung, pemaes mengambil keris dari pengantin laki-laki. Setelah sungkeman, pengantin laki-laki memakai kembalikerisnya.

14. Pesta Pernikahan

Setelah upacara pernikahan selesai, selanjutnya diakhiri dengan pesta pernikahan. Menerima ucapan selamat dari para tamu undangan, mungkin ini bagian dari kebahagiaan kedua mempelai dengan keluarga serta para tamu undangan.

2. Perbedaan Prosesi Pernikahan Adat Jawa Solo dan Jogja

Dua kebudayaan tersebut bersumber dari Keraton, meski demikian keduanya memiliki ciri berbeda dalam pelaksanaan prosesi pernikahan. Beberapa perbedaan prosesi pernikahan adat Jawa Solo dan Jogja digambarkan dalam tabel berikut.


(45)

24

Tabel 1. Perbedaan Tata Rias dan Busana Pernikahan Adat Jawa Solo dan Jogja

Solo Putri JogjaKesatriyan Ageng

•Wanita Rias

- Bedak kekuningan, alis mangot, eye shadow hijau dan coklat, blush on merah merona, lipstik merah keorangean, warnapaeshitam pekat.

- Sunggaran, lungsen, sanggul banguntulakdari pandan.

- Paeshitam dengan sisi keemasan pada dahi.

- Sanggulukel tekukatau sanggulpelikdihiasceplok.

Baju Kebaya panjang berbahan kain bludrudengan motif merak, kain sido mukti atau sido asih,selop.

Kebaya panjangtangkepan plisir, kain batiksidomulyo/ sidoasih/ sidomukti nitik/simbar lintang, selop (canela putri).

Asesoris - Banguntulak, sisir, tibo dadabawangsebungkul, sintingan usus-ususan.

- Kalung,suweng ronyok, bros sunggun sebanyak tiga buah, gelang tretes, ali-ali ulun-ulun, 7 cunduk mentul nanas-nanasan, 6 buah tanjungan, simyok bunga sokan, sepasang centungdancunduk jungkat.

- Kalung sangsangan koliyedi pakai di luar kebaya, bros 3 buah, gelangtretes.

- 1 cunduk mentul besar menghadap belakang, pethat gunungan, melatiusus-ususandanpelikan,jebehan.

•Pria Baju

Bajubeskap langen harjan,kemeja berkerah dan bermanset, denganblangkondan batikwironbermotifSidoasih prada.

Memakai bajubeskap sorjan, kain batiksidomulyo/

sidoasih/ sidomukti nitik/simbar lintang, lancur, blangkon.

Asesoris - Bros yang dipakai pada kerah dada sebelah kiri, kalung karset atau kalung ulur, singetan.

- Sabuk dan boro yang terbuat dari bahan cinde, keris berbentuk ladrang, bunga kolong keris,selutdanmendak.

Kalung karset, singgetan, keris/wangkingan branggah, ombyok (ronce melati usus-ususanpenghiaskeris),gandul bros (lambang keluarga keraton),selop (canela kakung).


(46)

24

Tabel 2. Perbedaan Prosesi Pernikahan Adat Jawa Solo dan Jogja Macam

Perbedaan

Upacara Gaya Solo atau Surakarta

Upacara Gaya Jogja

1. Siraman Setelahsiramanada upacara potong rambut dan jualdawet.

Upacara ini tidak ada, setelahsiramanlangsung disambung dengandulangan.

2. Midodareni Pada saatmidodareniada upacara jual beli kembar mayang.

Kembar mayanglangsung siapdipedaringan mulai sore itu.

3. Panggih - Ada upacarabalang-balangan sirih, pria dan wanita masing-masing sekali dengan selinting sirih.

- Upacara menginjak telur, telur diinjak pengantin pria barudiwijikipengantin wanita.

- Pengantin diselimutisinduroleh ibunya dan menuju ke pelaminan di pandu oleh ayah pengantin wanita.

- Upacarabalang-balangan sirih,pria dengan empatlinting sirih, wanita dengantiga linting sirih.

- Upacara menginjak telur, tetapiwijikandulu baru telur disentuh kepada kedua kening pengantin dan dipecah oleh perias.

- Pengantin langsung ke pelaminan didampingi orang tua pengantin wanita.

4. Kacar-Kucur - Ada upacara timbangan.

- Ada upacaratandur.

- Ada upacaradahar klimah, kedua pengantin makan sendiri-sendiri. - Ada upacara minum rujak degan.

- Tidak ada upacara timbangan. - Ada upacaraTampa Kaya.

- Ada upacaradahar klimah, tapi hanya pengantin wanita yang makan.

- Tidak ada upacara minum rujak degan. Sumber : Murtiadji (1993)


(47)

24

D. Kerangka Pikir

Mengetahui beberapa penjelasan di atas, prosesi pernikahan adat Jawa khususnya yang berorientasi pada Solo dan Jogja yang dilaksanakan di Kelurahan Bandar Jaya Barat merupakan perpaduan antara prosesi pernikahan tradisional yang sedikit memperlihatkan unsur adat dengan prosesi pernikahan secara modern. Pelaksanaan prosesi pernikahan yang demikian disebabkan oleh lunturnya adat masyarakat Jawa di Kelurahan Bandar Jaya Barat karena beberapa hal, di antaranya penyesuaian lingkungan tempat tinggal masyarakat Jawa yang tinggal di Lampung agar tidak memicu terjadinya konflik antaretnik, masyarakat Jawa yang tidak memahami makna dari simbol-simbol yang terdapat dalam rangkaian prosesi pernikahan, serta pengaruh modernisasi yang menghilangkan nilai-nilai tradisional budaya kita yang dianggap kuno dan ketinggalan zaman.

Penelitian ini mengenai prosesi pernikahan adat Jawa di Kelurahan Bandar Jaya Barat di mana peneliti akan mencoba mendeskripsikan prosesi pernikahan adat Jawa yang di laksanakan di lokasi penelian tersebut. Melalui penelitian ini diharapkan pembaca maupun peneliti sendiri dapat memahami peran prosesi pernikahan dalam mempertahankan identitas suatu suku, mengetahui peran prosesi pernikahan adat Jawa dalam menciptakan hubungan antaretnik yang harmonis dan mengetahui sejauh mana masyarakat Jawa yang tinggal di Kelurahan Bandar Jaya Barat dalam memahami makna dan simbol-simbol yang terdapat dalam rangkaian prosesi pernikahan adat Jawa, serta mengetahui prosesi pernikahan adat Jawa di Kelurahan Bandar Jaya Barat, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah.


(48)

27

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Nasir (1988:63), metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu sistem pemikiran atau pun suatu kelas peristiwa. Menurut Moleong (1989:6), tujuan utama dari penelitian deskriptif kualitatif ialah untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi dan tindakan secara holistik dengan menggunakan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.

Menurut Iskandar (2008:191), ciri-ciri utama penelitian deskriptif kualitatif adalah (1) bersifat deskriptif, (2) menekankan makna proses dari pada hasil penelitian, (3) menggunakan pendekatan analisis induktif dan (4) peneliti merupakan instrumen utama.


(49)

28

Menurut Iqbal (2002:22), metode penelitian deskriptif digunakan untuk melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu. Adapun tujuan metode deskriptif adalah:

1. Mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala-gejala yang ada. 2. Mengidentifikasikan masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku. 3. Membuat perbandingan atau evaluasi.

4. Menentukan apa yang dilakukan oleh orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.

Berdasarkan uraian di atas, maka tipe penelitian deskriptif kualitatif dianggap relevan dipakai dalam penelitian ini, karena dapat menggambarkan keadaan yang ada pada masa sekarang berdasarkan data yang diperoleh dalam penelitian. Dalam penelitian ini penulis memberikan gambaran yang jelas tentangProsesi Pernikahan Adat Jawa di Kelurahan Bandar Jaya Barat, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah.

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian dalam penelitian kualitatif sangat penting adanya. Fokus penelitian memberikan batasan dalam studi dan batasan pengumpulan data, sehingga dalam pembatasan ini peneliti lebih fokus memahami masalah-masalah yang menjadi tujuan penelitian. Menurut Iqbal (2002:24), penetapan fokus penelitian memiliki dua tujuan, yaitu:


(50)

29

1. Penetapan fokus penelitian untuk membatasi studi, bahwa dengan adanya fokus penelitian, tempat penelitian menjadi layak, sekaligus membatasi penelitian pada kategori yang mengandung data atau informasi dari kategori-kategori tersebut.

2. Penetapan fokus penelitian secara efektif untuk menentukan kriteria sumber informasi dalam menjaring informasi yang mengalir masuk, agar temuannya memiliki arti dan nilai yang strategis bagi informan.

Berdasarkan penjelasan di atas maka, fokus penelitian ini meliputi:

a. Tata cara upacara lamaran, peningsetan, menyiapkan undangan, penyebaran undangan, penentuan jasa dekorasi, acara kumpulan panitia, pendekoran tempat resepsi pernikahan, siraman,slametan, ijab kobul, upacarapanggih yang terdiri dari upacara balangan sirih, wiji dadi, timbangan, kacar-kucur, dahar walimah, sungkeman.

b. Makna simbol-simbol dalamsiraman, balangan sirih, wiji dadi, timbangan, kacar-kucur, dahar walimah, sugkeman, tarian karonsih, melepaskan sepasang burung dara. Makna simbol-simbol dalam dekorasi, makna simbol-simbol dalam pakaian, simbol-simbol dalam riasan pengantin Jawa.

c. Mengenalkan prosesi pernikahan adat Jawa pada masyarakat sekitar sebagai ciri khas masyarakat suku Jawa.

d. Interaksi antaretnik dalam bentuk kerja sama yang terjadi selama proses mempersiapkan penyelenggaraan prosesi pernikahan adat Jawa, seperti bekerja sama dalam membantu menyiapkan hidangan, membungkus aneka kue dan souvenir, mengantarkan punjungan untuk beberapa tamu istimewa dan sekedar bertukar cerita.


(51)

30

C. Penentuan Informan

Menurut Lexy Moleong (1989:132) informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian, jadi ia harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian dan harus sukarela memberikan informasi kepada peneliti.

Penentuan informan dalam penelitian ini ditentukan melalui teknik bola salju (Snowball

Sampling), dari sample awal kemudian bergulir dan menggelinding kepada sampel lanjutan

sehingga segenap karakteristik, elemen yang diperlukan, diperoleh data informan lanjutan dapat dijajaki kemungkinannya dengan meminta petunjuk, atau saran dari informan awal, sehingga menjamin validitas data yang diperoleh. Pemilihan informan dalam penelitian ini menggunakan kriteria:

1. Masyarakat yang beretnis Jawa berorientasi pada kebudayaan Solo dan Jogja yang melaksanakan prosesi pernikahan menggunakan adat Jawa dengan usia pernikahan kurang dari sepuluh tahun dan merupakan masyarakat beragama Islam.

2. Tokoh adat Jawa yang ada di sekitar lokasi penelitian.

3. Masyarakat selain suku Jawa yang tinggal di lokasi penelitian dan pernah terlibat dalam penyelenggaraan prosesi pernikahan adat Jawa.

Peneliti mendatangi kediaman M. Sambawi (68) pada tanggal 14 Mei 2014 pukul 16.00 WIB selaku tokoh yang memahami adat budaya Jawa sekaligus dalang yang sering digunakana jasanya dalam penyelenggaraan prosesi pernikahan adat Jawa. Saat mendatangi kediaman M. Sambawi peneliti menjelaskan maksud kedatangan peneliti untuk meminta kesediaan M. Sambawi membantu peneliti memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Setelah dijelaskan maksud kedatangan peneliti tersebut, M. Sambawi menanyakan perihal sumber


(52)

31

informasi peneliti sehingga bisa sampai meminta M. Sambawi menjadi salah satu informan. Peneliti menjelaskan bahwa peneliti mendapat informasi dari seseorang yang pernah menikah dengan menggunakan rangkaian prosesi pernikahan adat Jawa dari WO yang M. Sambawi kelola (Parti Endang). Selain itu, jasa M. Sambawi termasuk jasa pendekor ataupun dalang yang sering digunakan masyarakat Bandar Jaya Barat.

M. Sambawi bersedia menjadi informan dalam penelitian yang peneliti lakukan. Peneliti bertanya seputar bagaimana M. Sambawi bisa berprofesi sebagai seorang dalang.

Peneliti : “Bapak bisa berprofesi dalang, apakah bapak memiliki keturunan berprofesi mendalang?”

M. Sambawi : “Nggak ada keturunan ndalang si, ya kalo ada seminar kita ikut, kaya misalnya dulu sebelum ada seminar-seminar, begitu nginjak telur atau prosesi lain langsung semua kumpul di tengah, kaya pasar malem jadi yang nyuting, yang ngambil foto kurang leluasa mau ngambil gambar. Terus ada buku panduannya juga buat belajar ndalang ya sambil mengembangkan bahasa gitu lho..kita orang Jawa kadang-kadang bahasane wae ora ngerti bahasene kasar gitu jadi kan penasaran. Bahasa dalangnya kan pake bahasa Kromo Inggil, orang Jawa kadang gak ngerti koe iki ngomong opo.”

M. Sambawi berprofesi sebagai dalang bukan karena memiliki keturunan sebagai seorang pendalang. Peneliti juga mencari informasi mengenai motif M. Sambawi membuka jasa Wedding Organizeryang dikelolanya.

Peneliti : “Bagaimana sejarahnya bapak bisa membuka jasa Wedding Organizerini?” M. Sambawi : “Saya dulu itu ya buka Wedding Organizer sambil punya kerjaan lain, dulu

itu pernah jadi guru di Karang Endah juga, yang terakhir jabat kepala sekolah sampai pensiun. Dulu itu kan rame orang yang nikahan pakai adat-adat Jawa, ya dekorasi-dekorasi juga rame. Kalo dulu seminggu bisa 4 sampe 3 orang yang make jasa saya. Sedangkan kalo guru itu kan gajinya kecil, jadi ya lebih enak bisnis dekor. Pertama kali buka jasa dekor itu sekitar tahun 1990an, waktu itu bisa kepikiran buat buka bisnis dekor dari salah satu teman satu sekolah. Dia juga membuka usaha dekor gini, tapi di daerah lain dan peminatnya ya bisa dikatakan cukup banyak, jadi saya tertarik untuk ikut bisnis dekor waktu itu. Belajar buka usaha itu juga sambil tanya-tanya teman saya tadi, terus baca-baca yang berkaitan sama bisnis itu, baru berani buka usaha dekor ini pelan-pelan ya sampe sekarang ini.”


(53)

32

Selain mendapat informasi mengenai sejarah dibukanya Wedding Organizer, peneliti juga mewawancarai perihal rangkaian prosesi pernikahan adat Jawa yang diketahui M. Sambawi.

Peneliti : “Bagaimana pemahaman Bapak mengenai rangkaian prosesi pernikahan adat Jawa?”

M. Sambawi : “Kalo siraman itu make air tujuh sumur, dikit-dikit airnya nanti dicampur di kuali yang sudah ada air kembangnya. Air itu nanti untuk memandikan pengantin, yang pertama nyiram itu perias dilanjutin sama sesepuh, tujuh orang atau lima orang, yang penting ganjil. Terus mecah kendi, potong rambut, yang terakhir ya dodol dawet. Awalnya kalo temu manten itu kalo lengkap ada cucuk lampah. Cucuk lampah itu ada dua, laki-laki sama perempuan. Cucuk lampah perempuan ngiring penganten perempuan dari dalem rumah mau didudukan di pelaminan. Diiringin orang tua sama pager ayu dengan membawa perlengkapannya, ada kembar mayang, payung, ada pisang raja. Terus pengantin perempuan sama orang tuanya dipersilahkan duduk di pelaminan tapi pager ayu tadi tetep di bawah. Penganten ini nunggu datengnya sang raja (pengatin laki-laki). Datanglah dia dituntun sama pager bagus, orang tua, dan cucuk lampah yang laki-laki tadi. Setelah pengantin laki-laki mendekati injakan telur itu, pengantin perempuan ini turun dituntun oleh juru sembogo namanya, ke bawah diiringi pager ayu sama pager bagus. Orang tua masing-masing pihak maju mendekati injakan telur, orang tua pihak perempuan menerima penghormatan berupa pisang raja tadi dari pihak orang tua laki-laki. Acara selanjutnya tukeran kembar mayang, kembar mayang perempuan dituker sama kembar mayang laki-laki. Baru kedua pengantin maju mendekati injakan telur, terus lemparan sirih secara bergantian, namanya balangan sirih. Sirihnya itu kalo dulu hanya satu tapi dengan perkembangan zaman sekarang dibuat tiga untuk memberi kesempatan pada tukang foto ngambil gambar. Udah balangan sirih, baru nginjek telur, kalo Jogja telurnya gak diinjek, oleh juru sembogo diketuk-ketukan di kepala pengantin laki-laki dan dipecah oleh juru sembogo. Kalo Solo, telurnya diinjek pengantin laki-laki, terus pengantin perempuan nyuci kakinya pengantin laki-laki, kemudian dilap, baru keliling tiga kali. Kalo sudah keliling tiga kali, orang tua pengantin perempuan gendong kedua pengantin, bapaknya di depan dan ibunya di belakang. Digendong sampe pelaminan, bapaknya duduk di tengah kursi penganten. Terus bapaknya itu tadi mangku pengantin laki-laki dan pengantin perempuan, ini namanya acara timbangan. Nanti ibunya nanya, abot anake dewe opo mantune? Bapaknya jawab podo-podo abote. Sudah itu berdiri, baru nandur penganten, nandur penganten itu, mendudukan penganten. Sudah itu baru kacar-kucur, kacar-kucur itu ya ada beras, ada jagung, ada kedelai, ada uang logam, yang laki-laki berdiri, yang perempuan nadahin yang laki-laki ngucurkan beras, jagung, kedelai dan uang logam tadi. Setelah selesai, yang ditadahin pengantin perempuannya tadi dikasih ke ibu yang pengantin perempuan. Selesai kacar-kucur, baru dahar walimah, saling suap biasanya kan gak makan sendiri. Setelah selesai, baru acara jemput besan namanya tilek pitek. Orang tua pengantin perempuan tadi turun jemput besan di tempat injakan telur pertama tadi. Ibu sama ibu gandengan, bapak sama bapak gandengan dianter ke pelaminan. Acara terakhir, sungkeman,


(54)

33

sungkeman itu diawali pengantin perempuan kepada ibu, setelah itu ke bapak, baru ke besan, ke besan ini diawali oleh pengantin laki-laki ke ibu. Sudah selesai sungkeman, biasanya cucuk lampah perempuan dan laki-laki tadi menutup dengan tarian karonsih. Begitu selesai tari, baru melepaskan sepasang burung dara, setelah itu resepsi.”

Berbagai rangkaian prosesi pernikahan yang dijelaskan M. Sambawi mulai dari upacara siraman hingga upacara melepaskan burung dara. Rangkaian prosesi tersebut memiliki makna tersendiri dari masing-masing prosesi.

Peneliti : “Dari semua rangkaian prosesi yang dijelaskan, bagaimana pemahaman Bapak mengenai makna dari simbol-simbol dalam rangkaian tersebut?” M. Sambawi : “Siraman itu supaya lebih suci badannya, rohaninya, kan setelah dicampur

air tujuh sumur itu menjadi air yang suci. Karena sudah suci, malam harinya bidadari akan turun, mau masuk ke dalam jiwa raganya pengantin itu, sehingga pada waktu dirias manglingi tenan. Dodol dawet itu melambangkan kalo sudah jadi suami istri, terus hamil, waktu melahirkan supaya kaya cendol, gampang nglahirinnya. Kalo lemparan suruh itu kan suruh sendiri rasanya ada pait, ada getir, ada agak sedikit manis, itu melambangkan bahwa kehidupan itu begitu, ada duka, ada seneng, ada jahat, ada baik, makanya kalo bisakan waktu ngelempar dikenakan ke dadanya supaya lekat di hatinya. Kembar mayang itu melambangkan pertemuan Adam dan Hawa setelah dipisahkan 200 tahun karena makan buah kuldi dan dipertemukan di semak-semak belukar, maka dilambangkan dengan kembar mayang tadi. Nginjek telur itu pelambang pengabdian istri kepada suami sampe mau nyuciin kaki. Kacar-kucur itu supaya rezekinya ngacar dan ngucur, kucuran yang dikasi sama ibunya pengantin perempuan itu maksudnya titip rezeki yang halal nanti dikemudian hari akan diminta untuk keperluan hidup bersama. Tarian karonsih merupakan tari percintaan muda-mudi. Pelepasan sepasang burung dara oleh orang tua masing-masing pengantin itu pelambang orang tua melepas kedua anaknya, biar terbang mencari makan sendiri, gak ngerepotin orang tua.”

Setelah peneliti mendapatkan informasi yang diinginkan, peneliti berterima kasih kepada M. Sambawi dan memohon izin untuk meninggalkan kediaman M. Sambawi.

Proses pemilihan informan yang dilakukan peneliti berawal dengan mencari informan sesuai dengan kriteria yang sudah dijelaskan peneliti sebelumnya. Peneliti sebelumnya mengingat memiliki kerabat dan tetangga yang menikah dengan menggunakan prosesi adat Jawa. Pada tanggal 25 April 2014 pukul 19.00 WIB peneliti menemui Endang Parti (32). Endang Parti


(55)

34

merupakan informan yang menikah dengan menggunakan prosesi pernikahan adat Jawa berorientasi pada kebudayaan Jawa Solo di Kelurahan Bandar Jaya Barat dengan usia pernikahan di bawah 10 tahun.

Endang Parti memberikan rekomendasi informan yang juga dapat dimintai kesediaannya memberikan informasi yang dibutuhkan peneliti, yaitu salah satu kerabatnya (Rusti Fadillah). Rusti Fadillah (34) merupakan informan bersuku Jawa berorientasi pada kebudayaan Solo dan juga melaksanakan pernikahan dengan menggunakan prosesi pernikahan adat Jawa di Kelurahan Bandar Jaya dengan usia pernikahan di bawah 10 tahun. Pada tanggal 1 Mei 2014 pukul 11.20 WIB peneliti menemui Rusti Fadillah, karena informasi yang didapatkan belum mencukupi, peneliti memutuskan menemui M. Sambawi sebagai pemilik jasa WO yang sekaligus bertugas menjadi dalang dalam penyelenggaraan prosesi pernikahannya.

Pada sub bab peran pelestarian prosesi pernikahan adat Jawa dengan keharmonisan hubungan antaretnik membutuhkan informasi dari informan yang bersuku selain Jawa yang ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan prosesi pernikahan adat Jawa. Pada tanggal 15 Mei 2014 pukul 09.00 WIB peneliti mewawancarai Damiri (33) sebagai informan bersuku Lampung dan 15 Mei 2014 pukul 10.30 WIB mewawancarai Melti Anggraini (30) sebagai informan bersuku Minangkabau. Kedua informan tersebut pernah berpartisipasi dalam pelaksanaan prosesi pernikahan adat Jawa, salah satunya dalam prosesi pernikahan Luluk Vebriany (30). Luluk Vebriany merupakan informan bersuku Jawa berorientasi pada kebudayaan Solo dan melaksanakan prosesi pernikahan menggunakan adat Jawa di Kelurahan Bandar Jaya Barat dengan usia pernikahan di bawah 10 tahun. Saat itu peneliti ingin mewawancarai Luluk Vebriany lebih dahulu sebelum menemui Damiri dan Melti Anggraini. Kesibukan Luluk Vebriany yang berprofesi sebagai guru membuat informan


(56)

35

hanya bisa ditemui sore atau malam hari. Peneliti mendatangi kediaman Luluk Vebriany pada tanggal 15 Mei pukul 15.00 WIB. Luluk Vebriany menjelaskan berbagai rangkaian prosesi pernikahan dengan jasa dukun manten Mismiwati.

Peneliti : “Bagaimana pemahaman Anda mengenai berbagai rangkaian prosesi pernikahan adat Jawa?”

Luluk V. : “Waktu itu si dukun mantennya Ibu Mismiwati. Siramannya pake air khusus, namanya tirta perwira sari. Waktu itu siramannya di rumah masing-masing, yang mandiin tujuh orang saudara yang sudah dituakan. Abis siraman, lanjut ngerik rikma, yang motong rambut calon pengantin perempuan itu. Begitu selesai ada selametan tumpeng robyong, isinya ada nasi kepel, ada jajanan pasar, jenang sengkolo, sama pisang raja. Malemnya acara midodareni ya acaranya melek-melekan gitu, besoknya ijab terus temu manten. Pengantin pria jalan berdampingan sama orang tuanya dan pager bagus, pengantin wanitanya jalan didampingin sama orang tua dan pager ayu ke tempat upacara itu. Udah sampe, berdirinya depan-depanan, baru mulai lempar-lemparan sirih yang digulung, nglemparnya ganti-gantian sirihnya ada tiga. Begitu selesai, dilanjutin sama wiji dadi yang nginjek telur itu. Pengantin laki-lakinya nginjek telor pake kaki kanan, kalo udah diinjek, penganten wanitanya jongkok nyuci kaki terus dilap kakinya. Abis itu pengantin wanita sama pengantin prianya dituntun sama orang tua pengantin wanita ke pelaminan. Bapaknya di depan, pengantinnya masing-masing megang ujung baju belakang kiri kanan bapaknya. Ibunya di belakang ngerudungin sindur di pundak pengantin terus jalan ke pelaminan. Udah nyampe pelaminan bapaknya tadi duduk di kursi pelaminan mangku kedua pengantin. Nanti ibunya nanya berat mana pak, terus bapaknya jawab sama aja, tapi ngomongnya pake bahasa Jawa. Abis itu upacara Tanem, bapaknya yang perempuan muter ngadep penganten, sambil megang pundak mendudukan penganten di pelaminan. Udah duduk minum air kelapa muda yang dicampur gula sama garam, yang pertama minum bapak, trus ibu baru penganten pria, terakhir pengatin wanita. Udah selesai dilanjutin kacar-kucur, pengantin laki-lakinya nyuntak kacang-kacangan dari kantong tiker, pengantin wanitanya yang nadahin pake sapu tangan. Kalo udah abis, kacang-kacangan tadi dibungkus dikasih ke ibu pengantin wanita. Kalo udah selesai, abis itu dahar kembul, waktu dahar kembul suap-suapan pengantinnya sampe tiga kali, abis itu minum setiap orang seteguk. Abis itu jemput besan, ibu sama bapak pengantin wanita turun ke tempat upacara nginjek telur pertama tadi jemput besan, buat mempersilahkan besan duduk di pelaminan. Terakhir sungkeman, sungkeman itu upacara sujud kepada orang tua.”


(1)

110

ini memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk kebaikan, sehingga semua pemaknaan di atas tidak ada yang keliru.

3. Peran prosesi pernikahan dalam mempertahankan identitas suku Jawa di Kelurahan Bandar Jaya Barat sebagai sarana memperkenalkan adat pernikahan tersebut pada masyarakat suku lain. Masyarakat suku lain akan mengetahui seperti apa prosesi pernikahan adat Jawa, prosesi tersebut secara langsung telah dilabel dengan budaya Jawa dan tidak akan diakui oleh negara lain sebagai budayanya.

4. Pelestarian prosesi pernikahan adat Jawa di Kelurahan Bandar Jaya Barat memiliki peran dalam menciptakan hubungan yang harmonis antaretnik. Peran tersebut tercermin pada pelaksanaan prosesi pernikahan adat Jawa yang membutuhkan bantuan orang lain dan interaksi yang terjadi antartamu undangan tanpa memandang suku yang kemudian hal ini akan menumbuhkan rasa kebersamaan, kekeluargaan, menghilangkan prasangka-prasangka yang dapat memicu konflik dan memperkokoh persatuan sebagai sesama bangsa Indonesia, sesuai dengan semboyan negara Indonesia yaituBhineka Tunggal Ika.

B. Saran

Saran untuk peneliti yang ingin melakukan penelitian lanjutan prosesi pernikahan adat Jawa di Kelurahan Bandar Jaya Barat diantaranya

1. Diharapkan penelitian selanjutnya lebih rinci menggambarkan berbagai rangkaian prosesi pernikahan adat Jawa di daerah tersebut.

2. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat membahas berbagai makna simbol-simbol yang terdapat dalam berbagai motif kain dan dekorasi yang digunakan selama prosesi pernikahan pernikahan adat Jawa di daerah tersebut.


(2)

111

3. Peneliti selanjutnya diharapkan lebih menguasai bahasa Jawa untuk lebih memahami penelitian yang dilakukan.

4. Diharapkan penelitian selanjutnya dapat menjelaskan faktor-faktor yang membuat prosesi pernikahan adat Jawa memerlukan biaya yang tidak sedikit.

5. Penelitian selanjutnya diharapkan terdapat pembahasan alasan sesungguhnya masyarakat memilih menggunakan prosesi pernikahan adat Jawa atau prosesi pernikahan nasional. 6. Diharapkan penelitian selanjutnya lebih memperkaya pembahasan teori.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Abdulsyani. 1992.Sosiologi Skematika Teori dan Terapan.Jakarta : Bumi Aksara.

Agoes, Artati. 2001.Kiat Sukses Menyelenggarakan Pesta Perkawinan Adat Jawa.Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Andrian, C. 1992.Kehidupan Politik dan Perubahan Sosial.Yogyakarta : Tiara Wacana.

BPS Provinsi Lampung. 2013.Master File Desa Provinsi Lampung 2013.Lampung. Brewer, M dan Miller, N. 1996.Intergroup Relations.Buckingham : Open University

Press.

Brown, Rupert. 1995.Prejudice : It’s Social Psychology.Cambridge : Wiley Blackwell.

Cholid, Narbuko dan Achmadi, Abu. 2003.Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.

Dimyati, M. 2000.Penelitian Kualitatif : Paradigma Epistemologi, Pendekatan, Metode dan Terapan.Malang : PPS Universitas Negeri Malang.

Faqih, Mansur. 1996.Anlisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Fyzee, Asaf. 1965.Pokok-Pokok Hukum Islam I.Jakarta: Tintamas.

Geertz, Clifford. 1973. The Interpretation of Cultures : Selected Essays. New York : Basic Books.

Geertz, Clifford. 1996. Religion as a Cultural System In Anthropological Approaches to the Study of Religion Ed Michael Bonton. London: Tavistock Publications.


(4)

Gunawan, Ketut. 2011.Manajemen Konflik Atasi Dampak Masyarakat Multikultural di Indonesia.Bali: Universitas Panji Sakti Singaraja.

Handayani, C. dan Novianto, A. 2004.Kuasa Wanita Jawa.Yogyakarta : LKiS Pelangi Aksara.

Indonesia.Undang-Undang Tentang Perkawinan.UU No. 1 Tahun 1974. No. 1 Tahun 1974.

Indonesia.Undang-Undang Tentang Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Transmigrasi. UU No. 3 Tahun 1972, No. 3 Tahun 1972.

Iskandar. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial. Jakarta : Gaung Persada Press.

Iqbal, hasan. 2002. Pokok-Pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Kartono, Kartini. 1981. Patologi Sosial. Jakarta: PT Rajagravindo Persada. Khofifah dan Faidah, Mutimmatul. 2013.Karakteristik Tata Rias Pengantin Solo.

Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

K.Wantjik, Saleh. 1976.Hukum Perkawinan Indonesia.Jakarta: Ghalia Indonesia. Lewis Coser. 1956.The Functions of Social Conflict. New York: The Free Press. Manalu, Erna. 2012. Pernikahan sebagai Identitas Diri. Bandung: Universitas

Padjadjaran Bandung.

Manstead, A. dan Hewstone, M. 1995. The Blackwell Encyclopedia of Social Psychology.Oxford : Blackwell.

Milles, M.B dan A.M Humberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta : Jakarta.

Moleong, Lexy. 1989.Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosda. Murtiadji, R. Sri Supadmi dan R. Suwardanidjaja. 1993.Tata Rias Pengantin

Gaya Yogyakarta.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Nasir, Muhammad. 1988.Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Negoro, Suryo S. 2001. Upacara Tradisional dan Ritual Jawa. Surakarta: Buana Raya.

Padmasusastra. 1911.Tata Cara.Serie uitgaven door bemiddeling der Commissie voor Inlandshe Volkslectuur. Jenis: Cetakan Bahasa Jawa. Bentuk Gancaran, Jml hal 400, No. Rec. 176.


(5)

Poerwadarminta, W.J.S. 1976.Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Purwadi, H. dan Niken, Enis. 2007.Upacara Pengantin Jawa.Yogyakarta: Panji Pustaka Yogyakarta.

Putriana, Indah. 2008.Pelaksanaan Pengakonan dalam Perkawinan Beda Suku pada Masyarakat Lampung Pepadun di Desa Negeri Sakti Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung.Semarang: Universitas Diponegoro. Ramulyo, M. Idris. 1999.Hukum Perkawinan Islam.Jakarta: Bumi Aksara. Santoso, Tien. 2010.Tata Rias dan Busana Pengantin Seluruh. Indonesia.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Soekanto, Soejono. 1990.Sosiologi : Suatu Pengantar.Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Sustiawati, Ni. 2011.Ekonomi Kreatif dalam Seni Tari.Jakarta: Puslitbang Kebudayaan.

Suyono, Aryono. 1985.Kamus Antropologi. Jakarta: CV. Akademika Pressindo. Suryadinata, L., Nurvidya, E., dan Aris, A. 2003. Indonesia’s Population

Ethnicity and Religion In a Changing Political Landscape. Singapura : institute of Southeast Asian Studies.

Suryana, T. dan Alba, C. 1997.Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi. Bandung : Tiga Mutiara.

Swastedi, A. dan Prihatini, T. 2002. Tata Upacara Pengantin Adat Jawa. Yogyakarta: Pustaka Raja.

Qodir, Z. 2008. Kebhinekaan, Kewarganegaraan, dan Multikulturalisme. Yogyakarta: UNISA.

Wahyu, Darmabrata dan Surini, Sjarif. 2004. Hukum Perkawinan dan Keluarga Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia.

Yamin, Muhammad. 1954.6000 Tahun Sang Merah Putih. Jakarta: Siguntang.

Internet :

Http://www.keratonsurakarta.com (diakses 14 Januari 2008 pukul 15.15 WIB). Http://kbbi.web.id /prosesi (diakses 9 Oktober 2013 pukul 14.50 WIB).


(6)

Http://www.jimlyschool.com/read/analisis/256/putusan-mahkamah-konstitusi-tentang-status-anak-luar-kawin/ (diakses 17 Maret 2014 pukul 15.07 WIB).

Http://Alhada-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-42607-makalah-cara%20mengembalikan%20jati%20diri%20bangsa%20indonesia.html (diakses 3 Mei 2014 pukul 09.49 WIB).

http://www.smartpsikologi.blogspot.nl/2007/08/prasangka-dalam-konflik-antar-etnik.html?m=1 (diakses 7 Juli 2014 pukul 09.47 WIB).