PENGARUH SENAM AEROBIK TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PUASA PADA PESERTA SENAM AEROBIK DI PUSAT KEBUGARAN SONIA BANDAR LAMPUNG

(1)

PENGARUH SENAM AEROBIK TERHADAP KADAR

GLUKOSA DARAH PUASA PADA PESERTA SENAM

AEROBIK DI PUSAT KEBUGARAN SONIA

BANDAR LAMPUNG

Oleh ANINDIA PUTRI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2014


(2)

ABSTRACT

THE EFFECT OF AEROBIC EXERCISE ON FASTING BLOOD GLUCOSE LEVEL IN AEROBIC PARTICIPANTS AT SONIA FITNESS CENTER

BANDAR LAMPUNG

By

ANINDIA PUTRI

Aerobic is a physical activity which is done easily with achievable expense. When we do physical activity, insulin sensitivity will increase and cause blood glucose level decrease. The aim for this research was to determine the effect of aerobic exercise on fasting blood glucose level in aerobic participants.

This research was an experimental research by pretest dan posttest approach. In this study, we measured fasting blood glucose level in 32 respondences who were aerobic participants in Sonia Fitness Center Bandar Lampung. Blood samples were taken before and after aerobic exercise for 6 weeks.

The results showed significant differences (p<0,05) between fasting blood glucose level in respondences before and after aerobic exercise. The mean fasting blood glucose level before aerobic exercise was 81,66 ± 13,14 mg/dl, and after aerobic exercise was 67,81 ± 4,49 mg/dl. This suggests that aerobic exercise can decrease fasting blood glucose level.


(3)

ABSTRAK

PENGARUH SENAM AEROBIK TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PUASA PADA PESERTA SENAM AEROBIK DI PUSAT KEBUGARAN SONIA BANDAR LAMPUNG

Oleh

ANINDIA PUTRI

Senam Aerobik merupakan aktivitas fisik yang mudah dilakukan dengan biaya yang cukup terjangkau. Ketika melakukan aktivitas fisik, kepekaan insulin meningkat dan menyebabkan penurunan kadar glukosa plasma. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh senam aerobik terhadap kadar glukosa darah puasa pada peserta senam aerobik.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan pendekatan pretest dan

posttest design. Pada penelitian ini, dilakukan pengukuran kadar glukosa darah puasa pada 32 responden yang mengikuti senam aerobik di Pusat Kebugaran Sonia Bandar Lampung. Pengambilan sampel dilakukan sebelum dan setelah senam aerobik selama 6 minggu.

Terdapat perbedaan bermakna (p<0,05) antara kadar glukosa darah puasa pada responden sebelum dan setelah mengikuti senam aerobik. Rerata kadar glukosa darah puasa sebelum senam adalah 81,66 ± 13,14 mg/dl, sedangkan rerata kadar glukosa darah puasa setelah senam adalah 67,81 ± 4,49 mg/dl. Kesimpulan penelitian ini adalah senam aerobik dapat menyebabkan penurunan kadar glukosa darah puasa.


(4)

(5)

(6)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ...i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Kerangka Teori... 5

F. Kerangka Konsep ... 6

G. Hipotesis ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Glukosa Darah ... 7

1. Definisi ... 7

2. Kadar Glukosa Darah ... 7

B. Metabolisme Glukosa ... 8

C.Glikogen ... 11

D.Glikolisis ... 14


(7)

ii

G.Insulin ... 21

H.Glukagon... 23

I. Senam Aerobik ... 24

III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian ... 26

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 26

C. Populasi dan Sampel ... 26

D. Variabel Penelitian ... 28

E. Definisi Operasional... 29

F. Instrumen dan Cara Penelitian ... 29

G. Alur Penelitian ... 31

H. Pengolahan Data... 31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ...35

B. Pembahasan ...40

V. SIMPULAN DAN SARAN A.Simpulan...48

B. Saran...48

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

iv DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Teori... 5

2. Kerangka Konsep... 6

3. Pengaturan Glukosa Darah... 22

4. Alur Penelitian... 31

5. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur... 36

6. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Berat Badan... 37


(9)

iii DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kadar Glukosa Darah Puasa... 8

2. Definisi Operasional ... 29

3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur... 35

4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Berat Badan... 36

5. Distribusi Frekuensi GDP Responden Sebelum Senam Aerobik... 37

6. Distribusi Frekuensi GDP Responden Sesudah Senam Aerobik... 38

7. Uji Normalitas………... 39


(10)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Senam Aerobik merupakan aktifitas fisik yang mudah dilakukan dengan biaya yang cukup terjangkau. Senam Aerobik itu sendiri menghabiskan waktu kurang lebih satu jam yang terdiri dari 3 tahap , yakni pertama pemanasan, inti, dan pendinginan. Aerobik menggabungkan olahraga dengan berbagai bentuk tarian seperti balet dan jazz ke dalam olahraga harian. Biasanya olahraga ini dianggap latihan yang beresiko rendah (low-impact) dan lebih lambat dibandingkan dengan gerakan aerobik lain, meskipun ada juga yang gerakannya cepat. Karena karakteristiknya, olahraga ini sangat ideal bagi mereka yang membutuhkan olahraga seperti manula, penderita kegemukan, ibu hamil, dan DM (Dinata, 2007).

Dari sudut pandang ilmu faal pelatihan atau aktifitas olahraga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan fungsional sel, yang dengan sendirinya berarti juga meningkatkan kemampuan fungsional individu (manusia) yg bersangkutan. Pelatihan/aktivitas olahraga harus bersifat fisiologis yaitu: dari sudut pandang sel tidak menyebabkan gangguan Homeostasis yg melebihi batas-batas fisiologis. Perubahan kondisi Homeostasis harus sudah pulih dalam waktu tidak lebih dari 24 jam (Kraemer, 2002).


(11)

Selama olahraga sel-sel otot menggunakan banyak glukosa dan bahan bakar nutrien lain dari biasanya untuk kegiatan kontraksi otot. Kecepatan transportasi glukosa ke dalam otot yang digunakan dapat meningkat sampai 10 kali lipat selama aktivitas fisik. Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap peningkatan pengambilan glukosa oleh otot-otot yang bekerja masih belum jelas. Pada banyak sel termasuk otot yang sedang istirahat, difusi-terfasilitasi glukosa bergantung pada hormon insulin (Sherwood, 2006).

Ketika aktivitas fisik kepekaan insulin meningkat menyebabkan penurunan kadar glukosa plasma. Oleh karena itu insulin mungkin tidak berperan dalam meningkatkan transpor glukosa ke dalam otot yang sedang bekerja. Mekanisme kerja dari kedua hormon insulin dan glukagon ketika terjadi aktivitas fisik atau latihan olahraga masih memerlukan penjabaran dan kajian lebih lanjut (Guyton, 2006).

Salah satu dari bahaya tidak terkontrolnya glukosa seseorang adalah penyakit Diabetes Melitus. Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya, bersifat kronik dan disertai komplikasi kronik ataupun akut (Sudoyo, 2006). Sebagian penyandang diabetes melitus tidak menyadari dan tidak berobat secara teratur sampai saat timbul komplikasi (Soewondo, 2009).

Diabetes melitus merupakan penyakit degeneratif yang memerlukan penanganan yang tepat dan serius. Penyakit tersebut akan membawa sebagian komplikasi yang serius seperti penyakit jantung, stroke, disfungsi ereksi,


(12)

gagal ginjal dan kerusakan sistem syaraf. Menurut estimasi International Diabetes Federation (IDF) terdapat 194 juta penduduk Indonesia menderita Diabetes Melitus pada tahun 2003. WHO memprediksi data Diabetes Melitus akan meningkat menjadi 333 juta dalam 25 tahun mendatang (Soegondo, 2009).

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengangkat topik diatas dalam bentuk penelitian. Penulis ingin mengetahui adanya pengaruh senam aerobik terhadap kadar glukosa darah puasa pada peserta senam aerobik di Pusat Kebugaran Sonia Bandar Lampung,

B. Rumusan Masalah

Kegiatan senam aerobik yang di masyarakat dipercaya sebagai kegiatan yang dapat mencegah berbagai macam penyakit, serta pemahaman masyarakat yang semakin tinggi akan kesehatan menimbulkan pertanyaan tentang efektifitas senam aerobik terhadap penurunan glukosa darah puasa. Hal ini membuat penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “Apakah terdapat pengaruh senam aerobik terhadap kadar glukosa darah puasa pada peserta senam aerobik di Pusat Kebugaran Sonia Bandar Lampung?”


(13)

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam aerobik terhadap kadar glukosa darah puasa pada peserta senam aerobik di Pusat Kebugaran Sonia Bandar Lampung.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui rata-rata kadar glukosa darah puasa pada peserta senam aerobik di Pusat Kebugaran Sonia Bandar Lampung.

b. Untuk mengetahui kadar glukosa darah puasa sebelum melakukan senam aerobik di Pusat Kebugaran Sonia Bandar Lampung.

c. Untuk mengetahui kadar glukosa darah puasa sesudah melakukan senam aerobik di Pusat Kebugaran Sonia Bandar Lampung.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Penulis

Menambah pengalaman dan pengetahuan dalam ketrampilan penulis mengenai tata cara penulisan dan penelitian karya ilmiah yang baik.

2. Bagi Institusi

Memberikan informasi terhadap pengaruh latihaan senam aerobik terhadap Kadar glukosa darah puasa.

3. Bagi masyarakat

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumber pengetahuan masyarakat efek dari olahraga yang rutin dilakukan.


(14)

4. Bagi peneliti lain

Diharapkan dapat menjadi bahan informasi untuk melengkapi penelitian tentang pengaruh latihaan senam aerobik terhadap kadar glukosa darah puasa.

E. Kerangka Teori

Diberikan latihan

Gambar 1. Kerangka Teori (Guyton, 2006, Tortora, 2011, Power, 2007). Faktor Biologis :

Usia Jenias Kelamin Genetik Kadar Glukosa Faktor Lingkungan: Asupan makanan Aktifitas fisik Gaya hidup Senam Aerobik Peningkatan metabolisme otot Ket : : Mempengaruhi : Disarankan Peningkatan denyut jantung& permeabilitas vaskuler Peningkatan distribusi glukosa darah ke dalam sel otot

Penurunan kadar glukosa darah


(15)

F. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep

G. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah terdapat penurunan kadar glukosa darah puasa pre dan posttest pada peserta senam aerobik di Pusat Kebugaran Sonia Bandar Lampung.

PENURUNANAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA SENAM AEROBIK

Faktor internal Usia, jenis kelamin

Faktor Eksternal:

Aktifitas fisik, asupan makanan


(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Glukosa Darah 1. Definisi Glukosa

Glukosa, suatu gula monosakarida, adalah salah satu karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga utama dalam tubuh. Glukosa merupakan prekursor untuk sintesis semua karbohidrat lain di dalam tubuh seperti glikogen, ribose dan deoxiribose dalam asam nukleat, galaktosa dalam laktosa susu, dalam glikolipid, dan dalam glikoprotein dan proteoglikan (Murray et al., 2003).

2. Kadar glukosa darah

Kadar glukosa darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa di dalam darah. Konsentrasi gula darah, atau tingkat glukosa serum, diatur dengan ketat di dalam tubuh. Umumnya tingkat gula darah bertahan pada batas-batas yang sempit sepanjang hari (70-150 mg/dl). Tingkat ini meningkat setelah makan dan biasanya berada pada level terendah pada pagi hari, sebelum orang makan (Henriksen et al., 2009).


(17)

Tabel 1 Kadar Glukosa Darah Puasa (Perkeni, 2006) Nilai Glukosa Darah

(mg/dl) Bukan DM Belum pasti DM DM Nilai glukosa darah

Puasa :

 Plasma vena  Darah kapiler

<110 <90

110 – 125 90 – 109

>126 >110

Ada beberapa tipe pemeriksaan glukosa darah. Pemeriksaan gula darah puasa mengukur kadar glukosa darah selepas tidak makan setidaknya 8 jam. Pemeriksaan gula darah postprandial 2 jam mengukur kadar glukosa darah tepat selepas 2 jam makan. Pemeriksaan gula darah ad random mengukur kadar glukosa darah tanpa mengambil kira waktu makan terakhir (Henriksen

et al., 2009).

B. Metabolisme glukosa

Semua sel dengan tiada hentinya mendapat glukosa ; tubuh mempertahankan kadar glukosa dalam darah yang konstan, yaitu sekitar 80-100 mg/dl bagi dewasa dan 80-90 mg/dl bagi anak, walaupun pasokan makanan dan kebutuhan jaringan berubah-ubah sewaktu kita tidur, makan, dan bekerja (Cranmer et al., 2009).

Proses ini disebut homeostasis glukosa. Kadar glukosa yang rendah, yaitu hipoglikemia dicegah dengan pelepasan glukosa dari simpanan glikogen hati yang besar melalui jalur glikogenolisis dan sintesis glukosa dari laktat, gliserol, dan asam amino di hati melalui jalur glukonoegenesis dan melalui pelepasan asam lemak dari simpanan jaringan adiposa apabila pasokan glukosa tidak mencukupi. Kadar glukosa darah yang tinggi yaitu hiperglikemia dicegah oleh perubahan glukosa menjadi glikogen dan


(18)

perubahan glukosa menjadi triasilgliserol di jaringan adiposa. Keseimbangan antar jaringan dalam menggunakan dan menyimpan glukosa selama puasa dan makan terutama dilakukan melalui kerja hormon homeostasis metabolik yaitu insulin dan glukagon ( Ferry, 2008).

1. Metabolisme glukosa di hati

Jaringan pertama yang dilewati melalui vena hepatika adalah hati. Di dalam hati, glukosa dioksidasi dalam jalur-jalur yang menghasilkan ATP untuk memenuhi kebutuhan energi segera sel-sel hati dan sisanya diubah menjadi glikogen dan triasilgliserol. Insulin meningkatkan penyerapan dan penggunaan glukosa sebagai bahan bakar, dan penyimpanannya sebagai glikogen serta triasilgliserol. Simpanan glikogen dalam hati bisa mencapai maksimum sekitar 200-300 g setelah makan makanan yang mengandung karbohidrat. Sewaktu simpanan glikogen mulai penuh, glukosa akan mulai diubah oleh hati menjadi triasilgliserol (Marks et al., 2000).

2. Metabolisme glukosa di jaringan lain

Glukosa dari usus, yang tidak dimobilisis oleh hati, akan mengalir dalam darah menuju ke jaringan perifer. Glukosa akan dioksidasi menjadi karbon dioksida dan air. Banyak jaringan misalnya otot menyimpan glukosa dalam jumlah kecil dalam bentuk glikogen (Raghavan et al., 2009). 3. Metabolisme glukosa di otak dan jaringan saraf

Otak dan jaringan saraf sangat bergantung kepada glukosa untuk memenuhi kebutuhan energi. Jaringan saraf mengoksidasi glukosa menjadi karbon dioksida dan air sehingga dihasilkan ATP. Apabila glukosa turun di ambang di bawah normal, kepala akan merasa pusing dan kepala terasa


(19)

ringan. Pada keadaan normal, otak dan susunan saraf memerlukan sekitar 150 g glukosa setiap hari (Aswani, 2010).

4. Metabolisme glukosa di sel darah merah

Sel darah merah hanya dapat menggunakan glukosa sebagai bahan bakar. Ini karena sel darah merah tidak memiliki mitokondria, tempat berlangsungnya sebagian besar reaksi oksidasi bahan seperti asam lemak dan bahan bakar lain. Sel darah merah memperoleh energi melalui proses glikolisis yaitu pengubahan glukosa menjadi piruvat. Piruvat akan dibebaskan ke dalam darah secara langsung atau diubah menjadi laktat kemudian dilepaskan. Sel darah merah tidak dapat bertahan hidup tanpa glukosa. Tanpa sel darah merah, sebagian besar jaringan tubuh akan menderita kekurangan energi karena jaringan memerlukan oksigen agar dapat sempurna mengubah bahan bakar menjadi CO2 dan H2O (Aswani, 2010).

5. Metabolisme glukosa di otot

Otot rangka yang sedang bekerja menggunakan glukosa dari darah atau dari simpanan glikogennya sendiri, untuk diubah menjadi laktat melalui glikosis atau menjadi CO2 dan H2O. Setelah makan, glukosa digunakan oleh otot untuk memulihkan simpanan glikogen yang berkurang selama otot bekerja melalui proses yang dirangsang oleh insulin. Otot yang sedang bekerja juga menggunakan bahan bakar lain dari darah, misalnya asam-asam lemak (Raghavan et al., 2009).


(20)

6. Metabolisme glukosa di jaringan adiposa

Insulin merangsang penyaluran glukosa ke dalam sel-sel adiposa. Glukosa dioksidasi menjadi energi oleh adiposit. Selain itu, glukosa digunakan sebagai sumber untuk membentuk gugus gliserol pada triasilgliserol yang disimpan di jaringan adiposa (Bell, 2001).

C. Glikogen

1. Pembentukan glikogen

Sintesis glikogen berawal dengan fosforilasi glukosa menjadi glukosa 6-fosfat oleh heksokinase atau, di hati, glukokinase. Glukosa 6-6-fosfat diubah menjadi glukosa 1-fosfat oleh fosfoglukomutase, suatu reaksi yang reversibel. Sintesis glikogen memerlukan pembentukan ikatan α-1,4– glikosidat untuk menyatukan residu-residu glikosil dalam suatu rantai yang panjang. Sebagian besar sintesis glikogen berlangsung melalui pemanjangan rantai polisakarida molekul glikogen yang sudah ada di mana ujung pereduksi glikogen melekat ke protein glikogenin (Raghavan

et al., 2009).

Ditambahkan residu glukosil dari UDP-glukosa ke ujung nonpereduksi pada rantai oleh glikogen sintase untuk memperpanjang rantai glikogen. Karbon anomerik masing-masing residu glukosil diikatkan ke hidroksil pada karbon 4 residu glukosil terminal melalui ikatan α-1,4. Setelah panjang rantai mencapai 11 residu, potongan yang terdiri dari 6-8 residu yang diputuskan oleh amino-4: 6-transferase dan dilekatkan kembali ke sebuah unit glukosil melalui ikatan α-1,6 (Marks et al., 2000).


(21)

Kedua rantai terus memanjang sampai cukup panjang untuk menghasilkan dua cabang baru. Proses ini berlanjut sehingga dihasilkan molekul yang bercabang lebat. Glikogen sintase melepaskan residu glukosil dalam ikatan 1, 4, merupakan pengatur langkah dalam jalur ini. Sintesis molekul primer glikogen baru juga terjadi. Glikogenin, protein tempat melekatnya glikogen, melakukan glikolisasi diri sendiri (autoglikolisasi) dengan melepaskan sebuah residu glukosil ke OH pada residu serin. Penambahan glukosil dilanjut sampai rantai glukosil cukup panjang untuk berfungsi sebagai substrat untuk glikogen sintase (Marks et al., 2000).

2. Penguraian glikogen

Glikogen diuraikan oleh dua enzim, glikogen fosforilase dan enzim pemutus cabang. Enzim glikogen fosforilase mulai bekerja di ujung rantai dan secara berturut-turut memutuskan residu glukosil dengan menambahkan fosfat ke ikatan glikosidat terminal, sehingga terjadi pelepasan glukosa 1-fosfat. Enzim pemutus cabang mengkatalis pengeluaran 4 residu yang terletak paling dekat dengan titik cabang kerana rantai cabang. Enzim pemutus cabang memiliki dua aktivitas katalitik yaitu bekerja sebagai 4:4 transferase dan 1:6 glukosidase. Sebagai 4:4 transferase, mula-mula mengeluarkan sebuah unit yang mengandung 3 residu glukosa, dan menambahkan ke ujung rantai yang lebih panjang melaui ikatan α-1,4. Satu residu glukosil yang tersisa di cabang 1,6 dihidrolisis amilo 1,6-glukosidase dari enzim pemutus cabang, yang menghasilkan glukosa bebas. Dengan demikian, terjadi pembebasan satu


(22)

glukosa dan sekitar 7-9 residu glukosa 1-fosfat untuk setiap titik cabang (Aswani, 2010).

Pengaturan sintesis glikogen di jaringan yang berbeda bersesuaian dengan fungsi glikogen di masing-masing jaringan. Glikogen hati berfungsi terutama sebagai penyokong glukosa darah dalam keadaan puasa atau saat kebutuhan sangat meningkat. Jalur penguraian serta sintesis glikogen diatur oleh perubahan rasio insulin/glikogen, kadar glukosa darah, epnefrin sebagai respon terhadap olahraga, hipoglikemia, situasi stres, dan apabila terjadi peningkatan kebutuhan yang segera akan glukosa darah (Aswani, 2010).

3. Metabolisme glikogen hati

Glikogen hati disintesis apabila makan makanan mengandung karbohidrat saat kadar glukosa meningkat, dan diuraikan saat kadar glukosa darah menurun. Sewaktu makan makanan mengandung karbohidrat, kadar glukosa darah segera meningkat, kadar insulin meningkat, dan kadar glukagon menurun. Ini menghambat penguraian glikogen dan merangsang sintesis glikogen. Simpanan segera glukosa darah sebagai glikogen membantu membawa kadar glukosa darah ke rentang normal bagi anak 80-90 mg/dl dan normal dewasa 80-100 mg/dl (Murray et al., 2003).

Setelah senggang waktu tertentu, kadar insulin akan menurun dan kadar glukagon meningkat, glikogen hati dengan cepat diuraikan menjadi glukosa, kemudian dibebaskan ke dalam darah. Sebagian glikogen hati diuraikan beberapa jam setelah makan. Oleh karena itu, simpanan


(23)

glikogen hati merupakan bentuk simpanan glukosa yang mengalami pembentukan dan penguraian dengan cepat dan responsif terhadap perubahan kadar glukosa darah yang kecil dan cepat (Bell, 2001).

D. Glikolisis

Glikolisis berlaku di hati menghasilkan piruvat untuk berfungsi sebagai prekursor untuk sintesis asam lemak serta sumber ATP. Pengaturan glikolisis berlangsung melalui kerja insulin dan glukagon. Glukokinase adalah enzim hati yang diinduksi oleh insulin yang berfungsi melakukan fosforilasi glukosa. Enzim ini paling aktif selepas makan, saat kadar glukosa di vena porta hepatis tinggi.Glikolisis diaktifkan oleh fruktosa 2,6-bifosfat yang meningkat ketika kadar insulin dalam darah meningkat dan kadar glukagon dalam darah menurun. Fruktosa 2,6-bifosfat dihasilkan dalam jaringan oleh enzim fosfofruktokinase-2/fruktose 2,6-bifosfatase yaitu sejenis enzim bifungsional (King, 2010).

Setelah makan, rasio insulin/glukagon akan meninggi, enzim mengalami defosforilasi, aktivitas fosfofruktokinase meningkat, enzim ini mensintesis fruktosa 2,6 bifosfat dari fruktosa 6-fosfat dan ATP. Fosfofruktokinase-1 diaktifkan di mana enzim ini berfungsi meningkat kecepatan glikolisis. Pengaktifan fosforuktokinase -1 oleh fruktosa 2,6-bifosfat dan AMP bersifat sinergistik. Glikolisis menghasilkan karbon untuk sintesis asam lemak, juga menghasilkan ATP untuk menjalankan proses tersebut. Sewaktu rasio insulin/glukagon rendah, enzim mengalami fosforilasi oleh protein kinase A meningkatkan aktivitas fosfatase dan menghambat aktivitas kinase enzim


(24)

bifungsional ini, dan fruktosa 2,6 bifosfat diubah kembali menjadi fruktosa 6-fosfat dan turut menghasilkan 6-fosfat inorganik (King, 2010).

Glikolisis juga diatur oleh kerja insulin dan glukagon di langkah yang dikatalisis oleh piruvat kinase. Setelah makan makanan tinggi karbohidrat, kadar insulin yang tinggi dan kadar glukagon yang rendah menurunkan aktivitas protein kinase A dan merangsang fosfatase yang melakukan defosforilasi terhadap piruvat kinase. Defosforilasi menyebabkan piruvat kinase menjadi lebih aktif. Fungsi utama pengaturan ini adalah menghambat glikolisis selama puasa saat jalur yang sebaliknya, glukoneogenesis, diaktifkan (King, 2010).

Piruvat kinase juga diaktifkan oleh fruktosa 1,6-bifosfat. Mekanisme ini disebut “feed forward”, yaitu, produk langkah terdahulu melakukan “feed forward” dan mengaktifkan enzim yang mengkatalisis reaksi berikutnya. Inhibitor alosterik ATP dan alanin menurunkan aktivitas piruvat kinase, saat jalur glukoneogenesis diaktifkan (Marks et al., 2000).

E. Glukoneogenesis

Proses sintesis glukosa dari prekursor bukan karbohidrat, yang terjadi terutama di hati pada keadaan puasa dinamakan glukoneogenesis. Pada keadaan kelaparan yang ekstrim, korteks ginjal juga dapat membentuk glukosa yang akan digunakan oleh medula ginjal dan sebagian glukosa akan masuk ke dalam aliran darah. Diawali dengan piruvat, sebagian besar langkah pada glukoneogenesis adalah hanya kebalikan dari reaksi pada glikolisis dan


(25)

menggunakan enzim yang sama. Aliran karbon adalah dalam arah yang berlawanan (Murray et al., 2003).

Terdapat tiga urutan reaksi pada glukoneogenesis yang berbeda dengan langkah padanan pada glikolisis. Ketiganya melibatkan perubahan piruvat menjadi fosfoenolpiruvat (PEP) dan reaksi yang mengeluarkan fosfat dari fruktosa 1,bifosfat untuk membentuk fruktosa fosfat dan dari glukosa 6-fosfat untuk membentuk glukosa. Selama glukoneogenesis, serangkaian enzim mengkatalis perubahan piruvat menjadi fosfoenolpiruvat. Reaksi yang mengeluarkan fosfat dari fruktosa 1,6 bifosfat dan dari glukosa 6-fosfat masing-masing menggunakan enzim yang berbeda dengan enzim padanan pada glikolisis. Selama glukoneogenesis, fosfat dikeluarkan oleh fosfatase yang membebaskan Pi. Prekursor glukoneogenesis adalah asam amino, laktat, dan gliserol. Reaksi glukoneogenesis menghasilkan ATP (King, 2010).

1. Jalur glukoneogenesis

Piruvat mengalami karboksilasi oleh piruvat karboksilase membentuk oksaloasetat. Enzim ini memerlukan biotin, adalah katalisasi anaplerotik pada siklus asam trikarboksilat. Pada glukoneogenesis, reaksi ini melengkapi lagi oksaloasetat yang digunakan untuk sintesis glukosa. Karbon dioksida yang dibebaskan oleh fosfoenolpiruvat karboksikinase (PEPCK) ditambahkan ke piruvat untuk membentuk oksaloasetat. Oksaloasetat akan mengalami dekarboksilasi oleh fosfoenolpiruvat karboksikinase menghasilkan fosfoenolpiruvat. Untuk reaksi ini, GTP merupakan sumber energi serta sumber gugus fosfat fosfoenolpiruvat. Enzim-enzim yang mengkatalisis


(26)

kedua langkah ini terletak di dua kompartemen yang berbeda. Piruvat karboksilase dijumpai di mitokondria manakala fosfoenolpiruvat karboksikinase terletak di sitosol atau mitokondria (Diwan, 2007).

Oksaloasetat tidak mudah menembus membran mitokondria maka dapat diubah menjadi malat atau aspartat. Perubahan oksaloasetat menjadi malat memerlukan NADH. Fosfoenolpiruvat, malat, dan aspartat dapat dipindahkan ke dalam sitosol. Setelah menembus membran mitokondria dan masuk ke dalam sitosol, terjadi perubahan kembali malat kepada oksaloasetat membebaskan NADH dan perubahan aspartat kepada oksaloasetat. Di sitosol, oksaloasetat diubah kembali menjadi fosfoenolpiruvat oleh fosfoenolpiruvat karboksikinase sitosol. Langkah glukoneogenesis selanjutnya berlangsung di dalam sitosol. Fosfoenolpiruvat membentuk gliseraldehida 3-fosfat, berkondensasi untuk membentuk fruktosa bifosfat. Enzim fruktosa 1,6-bifosfotase membebaskan fosfat inorganik dari fruktosa 1,6-bifosfat untuk membentuk fruktosa 6-fosfat. Dalam reaksi glukoneogenik berikutnya, fruktosa 6-fosfat diubah menjadi glukosa 6-fosfat oleh isomerase (Diwan, 2007).

Glukosa 6-fosfatase memutuskan Pi dari glukosa 6-fosfat, dan membebaskan glukosa bebas untuk masuk ke dalam darah. Glukosa 6-fosfatase terletak di membran retikulum endoplasma. Glukosa 6-fosfatase digunakan tidak saja pada glukoneogenesis, tetapi juga menghasilkan glukosa darah dari pemecahan glikogen hati (Murray et al., 2003).


(27)

Glukoneogenesis berlangsung selama puasa, juga dapat dirangsang olahraga yang lama, diet tinggi protein, dan keadaan stres. Faktor yang mendorong secara keseluruhan aliran karbon dari piruvat ke glukosa meliputi ketersediaan substrat dan perubahan aktivitas atau jumlah enzim kunci tertentu pada glukoneogenesis (Cranmer et al.,2009).

Selama reaksi glukoneogenik, terjadi penguraian 6 mol ikatan fosfat berenergi tinggi. Diperlukan dua mol piruvat untuk sintesis 1 mol glukosa. Sewaktu 2 mol piruvat mengalami karboksilasi oleh piruvat karboksilase, terjadi hidrolisis 2 mol ATP. Fosfoenolpiruvat karboksikinase memerlukan 2 mol GTP untuk mengubah 2 mol oksaloasetat menjadi 2 mol fosfoenolpiruvat. Digunakan tambahan 2 mol ATP untuk melakukan 2 mol fosforilasi 3-fosfogliserat yang membentuk 2 mol 1,3-bifosfogliserat. Diperlukan juga energi dalam bentuk ekuivalen reduksi (NADH) untuk perubahan 1,3-bifosfogliserat menjadi gliseraldehida 3-fosfat. Pada keadaan puasa, energi yang diperlukan untuk glukoneogenesis diperoleh dari oksidasi-β asam lemak (Murray et al., 2003).

F. Transpor glukosa

GLUT 1 berada di sel darah merah, pembuluh mikro otak (sawar darah-otak), ginjal, kolon, dan sel lain. GLUT 1 bersifat dapat membatasi transpor glukosa ke otak. GLUT 2 berada di sel hati, sel β pankreas, permukaan basolateral usus halus bersifat kapasitas tinggi, afinitas, K

m 15 mM atau lebih tinggi.

GLUT 3 berada di neuron, plasenta, dan testis bersifat K


(28)

GLUT 4 berada di sel-sel lemak, otot rangka, jantung dan memperantarai ambilan glukosa yang dirangsang oleh insulin. GLUT 5 berada di usus halus, testis, sperma, ginjal, otot rangka, jaringan adiposa, dan otak. GLUT 5 bersifat transporter fruktosa (King, 2010).

1. Transpor glukosa ke dalam jaringan

Sifat protein transpor GLUT berbeda di antara jaringan-jaringan, yang mencerminkan fungsi metabolisme glukosa di masing-masing jaringan. Bentuk iso transporter yang ada memiliki K

m yang relatif rendah untuk

glukosa dan terdapat dalam konsentrasi yang relatif tinggi di membran sel sehingga konsentrasi glukosa intrasel mencerminkan konsentrasi dalam darah. Variasi kadar glukosa darah di jaringan (0,05-0,10M) tidak mempengaruhi kecepatan fosforilasi glukosa intrasel. Namun, di beberapa jaringan, kecepatan transpor menjadi penentu kecepatan sewaktu kadar glukosa serum rendah atau sewaktu kadar insulin yang rendah memberi sinyal bahawa tidak terdapat glukosa dari makanan (Marks et al., 2000).

Di hati untuk transporter glukosa relatif tinggi apabila dibandingkan dengan jaringan lain, yaitu sekitar 15mM atau lebih. Sifat transporter di hati terkait dengan sifat enzim di hati, glukokinase yang mengubah glukosa menjadi glukosa 6-fosfat. Sifat ini mendorong timbulnya fluks bersih glukosa ke dalam hati sewaktu konsentrasi glukosa darah meningkat setelah makan makanan tinggi karbohidrat dan efluks bersih glukosa keluar dari hati sewaktu konsentrasi glukosa menurun. Di jaringan otot dan adiposa, transpor glukosa sangat dirangsang oleh insulin.


(29)

Mekanisme yang berperan adalah pengerahan transporter glukosa dari vesikel intrasel ke dalam membran plasma. Di jaringan adiposa, perangsangan transpor glukosa menembus membran plasma oleh insulin menyebabkan peningkatan ketersediaan glukosa untuk sintesis asam lemak dan gliserol melalui jalur glikolitik. Di otot rangka, perangsangan transpor glukosa oleh insulin meningkatkan ketersediaan glikolisis dan sintesis glikogen.(Murray et al., 2003).

2. Transpor glukosa melewati sawar darah-otak dan ke dalam neuron Respon hipoglikemik tercetus apabila terjadi penurunan konsentrasi glukosa darah sampai sekitar 18-54 mg/dl. Respon hipoglikemik terjadi akibat penurunan pasokan glukosa ke otak dan berawal dengan kepala terasa ringan dan pusing dan dapat berkembang menjadi koma. Kecepatan transpor glukosa melintasi sawar darah otak yang lambat pada kadar glukosa yang rendah diperkirakan merupakan penyebab timbulnya respon hipoglikemik. Transpor glukosa dari cairan serebrospinal menembus membran plasma neuron sangat cepat dan bukan merupakan penentu kecepatan pembentukan ATP dari glikolisis (Murray et al., 2003).

Di otak, sel endotel kapiler memiliki taut yang amat erat (tight junction), dan glukosa harus berpindah dari darah ke dalam cairan serebrospinal ekstrasel melalui transporter di membran sel endotel, lalu menembus membran basal. Pengukuran proses keseluruhan transpor glukosa dari darah ke dalam sel neuron memperlihatkan Km sekitar 7-11 mM, dan kecepatan maksimum yang tidak lebih besar daripada kecepatan penggunaan glukosa oleh otak. Dengan demikian, penurunan kadar


(30)

glukosa di bawah kadar puasa 80-90 mg/dl kemungkinan besar akan mempengaruhi kecepatan metabolisme glukosa yang berarti di otak (Marks et al.,2000).

G. Insulin

Insulin adalah hormon yang bersifat anabolik yang mendorong penyimpanan glukosa sebagai glikogen di hati dan otot, perubahan glukosa menjadi triasilgliserol di hati dan penyimpanannya di jaringan adiposa, serta penyerapan asam amino dan sintesis protein di otot rangka. Insulin meningkatkan sintesis albumin dan protein darah lainnya oleh hati dan meningkatkan penggunaan glukosa sebagai bahan bakar dengan merangsang transpor glukosa ke dalam otot dan jaringan adiposa. Insulin juga bekerja menghambat mobilisasi bahan bakar. Pelepasan insulin ditentukan terutama oleh kadar glukosa darah, terjadi dalam beberapa menit setelah pankreas terpajan oleh kadar glukosa yang tinggi. Ambang untuk pelepasan insulin adalah sekitar 80 mg/dl. Kadar tertinggi insulin terjadi sekitar 30-45 menit setelah makan makanan tinggi karbohidrat. Kadar insulin kembali ke tingkat basal seiring dengan penurunan kadar glukosa darah, sekitar 120 menit selepas makan.

Insulin disintesis oleh sel β pada pankreas endokrin yang terdiri dari kelompok mikroskopis kelenjar kecil, atau pulau Langerhans, tersebar di seluruh pankreas eksokrin. Perangsangan insulin oleh glukosa menyebabkan eksositosis vesikel penyimpanan insulin, suatu proses yang bergantung pada ion K +, ATP, dan ion Ca2+. Fosforilasi glukosa dan metabolisme selanjutnya


(31)

mencetuskan pelepasan insulin melalui suatu mobilisasi Ca2+ intrasel. Pulau Pankreas dipersarafi oleh sistem autonom, termasuk cabang nervus vagus, yang membantu mengkoordinasi pelepasan insulin dengan tindakan makan (Aswani, 2010).


(32)

Hasil kerja insulin adalah insulin melawan fosforilasi yang dirangsang oleh glukagon, insulin bekerja melalui jenjang fosforilasi yang merangsang fosforilasi beberapa enzim, insulin menginduksi dan menekan sintesis enzim spesifik, insulin bekerja sebagai faktor pertumbuhan dan memiliki efek perangsangan umum terhadap sintesis protein, dan insulin merangsang transpor glukosa dan asam amino ke dalam sel (Aswani, 2010).

H. Glukagon

Glukagon berfungsi untuk mempertahankan ketersediaan bahan bakar apabila tidak tersedia glukosa makanan dengan merangsang pelepasan glukosa dari glikogen hati. Glukagon merangsang glukoneogenesis dari laktat, gliserol, dan asam amino, dan, bersama dengan penurunan insulin, glukagon memobilisasi asam lemak dari triasilgliserol adiposa sebagai sumber bahan bakar alternatif. Bekerja terutama di hati dan jaringan adiposa dan hormon ini tidak memiliki pengaruh terhadap metabolisme otot rangka (Cranmer et al.,

2009).

Pelepasan glukagon dikontrol terutama melalui supresi oleh glukosa dan insulin. Kadar terendah glukagon terjadi setelah makan makanan tinggi karbohidrat. Karena semua efek glukagon dilawan oleh insulin, perangsangan pelepasan insulin yang disertai tekanan sekresi glukagon oleh makanan tinggi karbohidrat, lemak, dan protein yang terintegrasi (Cranmer et al., 2009).

Glukagon disintesis oleh sel α pada pankreas endokrin yang terdiri dari kelompok mikroskopis kelenjar kecil, atau pulau Langerhans, tersebar di


(33)

seluruh pankreas eksokrin. Hormon tertentu merangsang glukagon seperti katekolamin, kortisol, dan hormon saluran cerna tertentu (Aswani, 2010 ).

I. Senam Aerobik

Menurut Suyono (2004), senam aerobik adalah latihan fisik berupa gerakan yang dapat menurunkan kadar gula darah, membuat tubuh tetap sehat, bugar dan terhindar dari penyakit. Dalam menguasai gerakan yang seimbang diperlukan adanya berbagai keterampilan yang mendukung seperti kepekaan terhadap musik, kreatifitas gerak, kemampuan menggabungkan gerakan secara dinamis, dan harmonis.

Muhajir (2007) menyatakan bahwa cara melakukan senam aerobik dibagi menjadi 3 macam yaitu:

a. Senam Aerobik Gerakan Keras (high impact aerobic).

Gerakan ini di tandai dengan benturan yang lebih keras ke lantai dari low impact, hal ini ditandai dengan tingginya angkatan kaki dalam bergerak meninggalkan lantai. Sehingga dalam penggunaan energi lebih banyak untuk melakukan gerakan tersebut.

b. Senam Aerobik Gerakan Ringan (low impact aerobic).

Gerakan ini sangat ringan karena dalam bergerak hentakan kaki tidak terlalu jauh meninggalkan lantai, sehingga energi yang digunakan tidak terlalu banyak, namun jika tetap bergerak pada intensitas ini dengan durasi waktu yang panjang energi yang banyak di pakai dalam bergerak adalah lemak.


(34)

c.Kombinasi antara Gerakan Aerobik Ringan dan Keras (mix impact)

Modifikasi dengan mengubah pola gerakan meloncat yang tinggi (high impact) atau gerakan yang tidak meloncat (low impact) menjadi mix impact, yaitu gerakan di tandani dengan menjinjit. Hanya mengangkat sedikit dan salah satu kaki tetap di lantai.

Hal yang perlu diperhatikan setiap kali melakukan olahraga menurut Ilyas (2009) adalah :

a. Pemanasan (warming up).

Dilakukan latihan inti dengan tujuan untuk mempersiapkan sistem tubuh. Pemanasan sangat diperlukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya cedera akibat olahraga, lama pemanasan 5-10 menit.

b.Latihan inti (conditioning).

Tahap ini diusahakan denyut nadi mencapai THR (target heart rate) agar latihan benar-benar bermanfaat.

c. Pendinginan (stretching).

Untuk mencegah terjadinya penimbunan asam laktatyang dapat menimbulkan rasa nyeri pada otot sesudah senam atau pusing karena darah masih tertumpuk pada otot yang aktif. Lama pendinginan kurang lebih 10-15menit.


(35)

III. METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan pretest dan posttest design. Pemeriksaan dilakukan sebelum melakukan senam aerobik dan setelah melakukan senam aerobik selama 6 minggu. Para responden diambil darahnya untuk mengetahui kadar glukosa darah puasa.

A. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Kebugaran Sonia Bandar Lampung 2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November 2013

B. Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh anggota di Pusat Kebugaran Sonia Bandar Lampung yang aktif pada kegiatan senam aerobik.

C. Sampel Penelitian

Jumlah sampel yang diambil pada penelitian ini adalah sebanyak 32 orang. Teknik pengambilan sampel diambil secara purposive sampling.


(36)

Besar sampel ditentukan dengan rumus analitis kategorik-numerik berpasangan yaitu:

Keterangan:

Zα = Derivat baku alfa Zβ = Derivat baku beta

S = Simpang baku dari selisih nilai antar kelompok X1-X2 = Selisih minimal rerata yang dianggap bermakna

n = Besar sampel minimal (Dahlan, 2010)

n =

= 31, 36 dibulatkan 32 orang

Kriteria inklusi yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Anggota rutin pada Fitness Centre sonia Bandar Lampung

2. Bersedia ikut dalam penelitian yang dibuktikan dengan menandatangani Informed Consent yang telah disediakan oleh peneliti.

Sebagian responden yang memenuhi kriteria inklusi harus dikeluarkan dari penelitian karena berbagai sebab antara lain:

1. Sakit

2. Hambatan etis


(37)

D. Variabel Penelitian

1. Variabel dependen: faktor yang diduga sebagai faktor yang dipengaruhi variabel independen (Notoatmodjo, 2008). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kadar glukosa darah puasa.

2. Variabel independen: variabel yang mempengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel terikat (Sugiono, 2005). Variabel dependen dalam penelitin ini adalah latihan senam aerobik di Pusat Kebugaran Sonia Bandar Lampung.


(38)

E. Definisi Operasional

Untuk memudahkan pelaksanaan dan agar penelitian tidak terlalu luasnya penelitian ini maka dibuat definisi operasional sebagai berikut:

Tabel 2. Definisi operasional masing-masing variabel.

F. Instrumen dan Cara Penelitian 1. Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini digunakan instrumen sebagai berikut :

 Alat tulis

 Spuit

 Kapas alkohol

 Tourniquet

No. Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur

Hasil ukur Skala 1 Kadar

Glukosa Darah Puasa Kadar glukosa yang didapatkan dari hasil pemeriksaan darah yang diambil dari darah vena yang sebelumnya pasien berpuasa selama 8 jam

Spektofotometri Pengujian Sampel Darah

mg/dl Numerik

2 Senam Aerobik

Aktifitas Fisik yang dilakukan secara rutin yang dapat

meningkatkan sirkulasi darah, mengurangi kadar gula darah


(39)

 Timbangan berat badan

 Microtoise

 Spektofotometri

 Lembar Observasi dan pemeriksaan

 Lembar Informed Consent

2. Cara Penelitian

Teknik pengukuran di lapangan dilaksanakan sebagai berikut:

 Menjelaskan pada para peserta anggota senam aerobik mengenai maksud dan tujuan penelitian

 Meminta persetujuan dan mengisi lembar persetujuan untuk menjadi subjek penelitian (informed consent)

 Menyiapkan alat – alat untuk memulai pendataan dan pengambilan sampel penelitian

 Melakukan pencatatan data peserta anggota senam aerobik dimulai dari nama, usia, jenis kelamin, BB, TB, dan meminta para peserta untuk menandatangani formulir informed consent yang telah diisi sebelumnya

 Melakukan pengambilan sampel darah vena sebelum melakukan senam aerobik dengan menggunakan spuit, tourniket, dan kapas alkohol yang sebelumnya peserta berpuasa selama 8-10 jam

 Melakukan pengambilan sampel darah vena sesudah melakukan senam aerobik selama 6 minggu dengan menggunakan spuit, tourniket, dan kapas alkohol yang sebelumnya peserta berpuasa selama 8-10 jam


(40)

Tahap Persiapan Pembuatan Proposal, Perijinan, Koordinasi

Pengisian Informed Consent

Tahap Pelaksanaan

Pelaksanaan Penelitian

Pengukuran Kadar Glukosa Darah Puasa

Pencatatan Hasil

 Lalu membawa sampel darah tersebut ke laboratorium untuk diperiksa kadar glukosa darah

G. Alur Penelitian

Tahap Pengolahan Data Analisis dengan Statistik

Gambar 4. Bagan Alur Penelitian

H. Pengolahan dan Analisis data

1. Pengolahan data

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah kedalam bentuk tabel - tabel, kemudian data diolah menggunakan program komputerα = 0,05.


(41)

Kemudian, proses pengolahan data menggunakan program komputer ini terdiri beberapa langkah:

Koding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yang dikumpulkan selama penelitian kedalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis.

Data entry, memasukkan data kedalam komputer.

Verifikasi, memasukkan data pemeriksaan secara visual terhadap data yang telah dimasukkan kedalam komputer.

Output computer, hasil yang telah dianalisis oleh komputer kemudian dicetak.

2. Analisis Statistika

Analisis statistika untuk mengolah data yang diperoleh akan menggunakan program komputer dimana akan dilakukan 2 macam analisa data, yaitu analisis univariat dan analisis bivariat.

a. Analisis Univariat

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui gambaran terhadap variabel-variabel independen yang diteliti, melihat gambaran distribusi frekuensi variabel dependen dan independen yang akan diteliti meliputi mean, median, modus, dan ukuran variasi range, standar deviasi yang digambarkan dalam bentuk tabel dan grafik.

b. Analisis Bivariat

Analisa bivariat adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan anatara variabel bebas dengan variabel terikat dengan menggunakan uji statististik.


(42)

Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1) Uji normalitas data

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui sebaran distribusi suatu data apakah normal atau tidak. Uji normalitas data berupa uji Kolmogorov-Smirnov digunakan apabila besar sampel >50 sedangkan uji Shapiro-Wilk

digunakan apabila besar sampel ≤ 50 .

Distribusi normal baku adalah data yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk p dan diasumsikan normal. Jika nilainya di atas 0,05 maka distribusi data dinyatakan memenuhi asumsi normalitas, dan jika nilainya di bawah 0,05 maka diinterpretasikan sebagai tidak normal (Dahlan, 2010).

2) Uji Korelasi

Uji Pearson merupakan uji parametrik (distribusi data normal) yang digunakan untuk mencari hubungan dua variabel atau lebih, namun bila distribusi data tidak normal dapat digunakan uji statistik nonparametrik Uji Spearman (Dahlan, 2010). Adapun syarat untuk uji Pearson adalah : a. Data harus berdistribusi normal (wajib)

b. Varians data boleh sama, boleh juga tidak sama.

Pengujian analisis dilakukan menggunakan program komputer dengan tingkat kesalahan 5%. Apabila didapatkan nilai p < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Dari koefisien korelasi yang didapatkan, dapat digunakan untuk mengukurtingkat korelasi antara kedua variabel. Penafsiran terhadap


(43)

tingkat korelasi yang ditemukan tersebut besar atau kecil, maka dapat berpedoman pada tabel di bawah ini (Dahlan, 2010).

3) Uji T berpasangan

Uji T berpasangan merupakan uji parametrik (distribusi data normal) yang digunakan untuk membandingkan dua mean populasi yang berasal dari populasi yang sama. Namun, bila distribusi data tidak normal dapat digunakan uji Wilcoxon sebagai alternatif (Dahlan, 2010). Adapun syarat untuk uji T berpasangan adalah :

a. Data harus berdistribusi normal (wajib)


(44)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Persentasi rata-rata penurunan kadar glukosa darah puasa responden sebelum dan sesudah melakukan senam aerobik selama enam minggu, yang dilakukan tiga kali dalam seminggu di Pusat Kebugaran Sonia Bandar Lampung yaitu sebesar 13,85 mg/dl.

2. Terdapat perbedaan terhadap kadar glukosa darah puasa sebelum dan sesudah senam aerobik di Pusat Kebugaran Sonia Bandar Lampung. 3. Persentasi rata-rata kadar glukosa darah puasa sebelum melakukan

aerobik sebesar 81,66 mg/dl.

4. Persentasi rata-rata kadar glukosa darah puasa setelah melakukan aerobik sebesar 67,81 mg/dl.

B.Saran

1. Peneliti lain diharapkan dapat melakukan penelitian lanjutan yang berhubungan dengan penelitian ini.

2. Kepada anggota member senam dapat meningkatkan intensitas senam aerobik secara rutin agar dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mencegah terjadinya penyakit diabetes melitus.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Asdie, AH. 1997. Latihan jasmani sebagai terapi pada diabetes melitus. Jakarta. Bell, DS. 2001. Importance of Postprandial Glucose Control. South Med J. 2001;

94(8). Lippincott Williams & Wilkins. USA.

Boule, NG., Haddad, E., Kenny, GP., Wells, GA., dan Sigal, RJ. 2001. Effects of Structured Exercise Interventions on Glycemic Control and Body Weight in Type 2 Diabetes. Diabetes Care 29.

Champe, PC., Harvey, RA., dan Ferrier, DR. 2005. Lippincott’s Illustrated Review Biochemistry 4th ed. Lippincott Williams & Wilkins. USA.

Cranmer, H., dan Shannon, M. 2009. Blood Glucose Levels: Medical Reference from Healthwise. Hypoglycemia Diabetes Health Center.

Dahlan, MS. 2010. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan, deskriptif, bivariat, dan multivariat dilengkapi aplikasi dengan menggunakan SPSS. Sagung Seto. Jakarta.

Dinata, M. 2007. Langsing dengan aerobik. Cerdas jaya. Jakarta. Dorland, N. 2002. Kamus kedokteran dorland edisi 29. EGC. Jakarta.

Eko, A. 2010. Hubungan aktivitas fisik dan istirahat dengan kadar gula darah pasien diabetes mellitus rawat jalan RSUD. Prof. Dr. Margono Soekardjo.

Skripsi. Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Guyton, AC., dan Hall, JE. 2006. Text Book of Medical Psysiology. Elsevier Saunders. Philadelphia, PA, USA.

Haznam. 1991. Endokrinologi. Angkasa Offset. Bandung.

Henriksen, EJ. 2009. Exercise effects of muscle insulin signaling and action invited review: effects of acute exercise and exercise training on insulin resistance. J Appl Physiolgy. Arizona: University of Arizona College of medicine. 93: 78-796.


(46)

Indiyani, P., Supriyatno, H., dan Santoso, A. 2007. Pengaruh latihan fisik senam aerobik terhadap penurunan kadar gula darah pada penderita dm tipe 2 di wilayah puskesmas bukateja purbalingga. Media Ners. 1(2):89 – 99

Jackson, Edelman, D., dan Weinberger, M. 2006. Primary care research. Journal of General Internal Medicine. 21:1050-6.

Kraemer, FB., dan ShenWi. 2002. Hormone-sensitive lipase: control of Intracellular tri-diacylglycerol and cholesteryl ester hydrolysis. J lipid Res.

43:1585-1594

Kurniawan, RA. 2008. Kaitan antara metabolisme karbohidrat dan diabetes melitus. Pontianak: Fakultas MIPA Universitas Pontianak.

Marks, DB., Marks, AD., dan Smith, CM. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar Edisi ke-1. EGC. Jakarta.

Mihardja, L. 2009. Faktor yang berhubungan dengan pengendalian gula darah pada penderita diabetes melitus di perkotaan indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia. 59(9):23-31

Murray, RK., Granner, DK., Mayes, PA., dan Rodwell. 2003. Harper’s Illustrated Biochemistry. Appleton. USA

Muhajir. 2007. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Yudhistira. Jakarta.

Notoatmodjo, S. 2008. Promosi kesehatan: teori dan aplikasi. Rineka cipta. Jakarta.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni). 2006. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia. Jakarta.

Pradana, S., Boedisantoso, R., Soegondo., dan Ilyas. 2009. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. FKUI. Jakarta.

Powers, SK., dan Howley, ET. 2007. Exercise physiology: theory and application to fitness and performance 6th edition. Mc. Graw Hill Company. USA.

Sherwood, L. 2006. Textbook of human physiology edisi 2. EGC. Jakarta.

Slamet, SP., Masmur, dan Heri. 2008. Tingkat pemahaman dan pengalaman peserta putri senam aerobik di fitnes center kota medan tahun 2008. Skripsi. Fakultas Ilmu keolahragaan Universitas Negeri Medan.


(47)

Soewondo, P. 2009. Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu. FKUI. Jakarta. hlm 151-112

Sudoyo, AW. 2006. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung.

Tortora, GJ., dan Derrickson, B. 2011. Principles of Anatomy and Physiology 13th ed. John Wiley and Sons (Asia) Pte Ltd. Singapore.


(1)

33

Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1) Uji normalitas data

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui sebaran distribusi suatu data apakah normal atau tidak. Uji normalitas data berupa uji Kolmogorov-Smirnov digunakan apabila besar sampel >50 sedangkan uji Shapiro-Wilk digunakan apabila besar sampel ≤ 50 .

Distribusi normal baku adalah data yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk p dan diasumsikan normal. Jika nilainya di atas 0,05 maka distribusi data dinyatakan memenuhi asumsi normalitas, dan jika nilainya di bawah 0,05 maka diinterpretasikan sebagai tidak normal (Dahlan, 2010).

2) Uji Korelasi

Uji Pearson merupakan uji parametrik (distribusi data normal) yang digunakan untuk mencari hubungan dua variabel atau lebih, namun bila distribusi data tidak normal dapat digunakan uji statistik nonparametrik Uji Spearman (Dahlan, 2010). Adapun syarat untuk uji Pearson adalah : a. Data harus berdistribusi normal (wajib)

b. Varians data boleh sama, boleh juga tidak sama.

Pengujian analisis dilakukan menggunakan program komputer dengan tingkat kesalahan 5%. Apabila didapatkan nilai p < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Dari koefisien korelasi yang didapatkan, dapat digunakan untuk mengukurtingkat korelasi antara kedua variabel. Penafsiran terhadap


(2)

34

tingkat korelasi yang ditemukan tersebut besar atau kecil, maka dapat berpedoman pada tabel di bawah ini (Dahlan, 2010).

3) Uji T berpasangan

Uji T berpasangan merupakan uji parametrik (distribusi data normal) yang digunakan untuk membandingkan dua mean populasi yang berasal dari populasi yang sama. Namun, bila distribusi data tidak normal dapat digunakan uji Wilcoxon sebagai alternatif (Dahlan, 2010). Adapun syarat untuk uji T berpasangan adalah :

a. Data harus berdistribusi normal (wajib)


(3)

46

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Persentasi rata-rata penurunan kadar glukosa darah puasa responden sebelum dan sesudah melakukan senam aerobik selama enam minggu, yang dilakukan tiga kali dalam seminggu di Pusat Kebugaran Sonia Bandar Lampung yaitu sebesar 13,85 mg/dl.

2. Terdapat perbedaan terhadap kadar glukosa darah puasa sebelum dan sesudah senam aerobik di Pusat Kebugaran Sonia Bandar Lampung. 3. Persentasi rata-rata kadar glukosa darah puasa sebelum melakukan

aerobik sebesar 81,66 mg/dl.

4. Persentasi rata-rata kadar glukosa darah puasa setelah melakukan aerobik sebesar 67,81 mg/dl.

B.Saran

1. Peneliti lain diharapkan dapat melakukan penelitian lanjutan yang berhubungan dengan penelitian ini.

2. Kepada anggota member senam dapat meningkatkan intensitas senam aerobik secara rutin agar dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mencegah terjadinya penyakit diabetes melitus.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Asdie, AH. 1997. Latihan jasmani sebagai terapi pada diabetes melitus. Jakarta. Bell, DS. 2001. Importance of Postprandial Glucose Control. South Med J. 2001;

94(8). Lippincott Williams & Wilkins. USA.

Boule, NG., Haddad, E., Kenny, GP., Wells, GA., dan Sigal, RJ. 2001. Effects of Structured Exercise Interventions on Glycemic Control and Body Weight in Type 2 Diabetes. Diabetes Care 29.

Champe, PC., Harvey, RA., dan Ferrier, DR. 2005. Lippincott’s Illustrated Review Biochemistry 4th ed. Lippincott Williams & Wilkins. USA.

Cranmer, H., dan Shannon, M. 2009. Blood Glucose Levels: Medical Reference from Healthwise. Hypoglycemia Diabetes Health Center.

Dahlan, MS. 2010. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan, deskriptif, bivariat, dan multivariat dilengkapi aplikasi dengan menggunakan SPSS. Sagung Seto. Jakarta.

Dinata, M. 2007. Langsing dengan aerobik. Cerdas jaya. Jakarta. Dorland, N. 2002. Kamus kedokteran dorland edisi 29. EGC. Jakarta.

Eko, A. 2010. Hubungan aktivitas fisik dan istirahat dengan kadar gula darah pasien diabetes mellitus rawat jalan RSUD. Prof. Dr. Margono Soekardjo. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Guyton, AC., dan Hall, JE. 2006. Text Book of Medical Psysiology. Elsevier Saunders. Philadelphia, PA, USA.

Haznam. 1991. Endokrinologi. Angkasa Offset. Bandung.

Henriksen, EJ. 2009. Exercise effects of muscle insulin signaling and action invited review: effects of acute exercise and exercise training on insulin resistance. J Appl Physiolgy. Arizona: University of Arizona College of medicine. 93: 78-796.


(5)

Ilyas, EI. 2009. Olahraga bagi diabetesi, dalam Soegondo S, Soewondo P, Subekti I: Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu. Jakarta. hlm 69- 110

Indiyani, P., Supriyatno, H., dan Santoso, A. 2007. Pengaruh latihan fisik senam aerobik terhadap penurunan kadar gula darah pada penderita dm tipe 2 di wilayah puskesmas bukateja purbalingga. Media Ners. 1(2):89 – 99

Jackson, Edelman, D., dan Weinberger, M. 2006. Primary care research. Journal of General Internal Medicine. 21:1050-6.

Kraemer, FB., dan ShenWi. 2002. Hormone-sensitive lipase: control of Intracellular tri-diacylglycerol and cholesteryl ester hydrolysis. J lipid Res. 43:1585-1594

Kurniawan, RA. 2008. Kaitan antara metabolisme karbohidrat dan diabetes melitus. Pontianak: Fakultas MIPA Universitas Pontianak.

Marks, DB., Marks, AD., dan Smith, CM. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar Edisi ke-1. EGC. Jakarta.

Mihardja, L. 2009. Faktor yang berhubungan dengan pengendalian gula darah pada penderita diabetes melitus di perkotaan indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia. 59(9):23-31

Murray, RK., Granner, DK., Mayes, PA., dan Rodwell. 2003. Harper’s Illustrated Biochemistry. Appleton. USA

Muhajir. 2007. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Yudhistira. Jakarta.

Notoatmodjo, S. 2008. Promosi kesehatan: teori dan aplikasi. Rineka cipta. Jakarta.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni). 2006. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia. Jakarta.

Pradana, S., Boedisantoso, R., Soegondo., dan Ilyas. 2009. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. FKUI. Jakarta.

Powers, SK., dan Howley, ET. 2007. Exercise physiology: theory and application to fitness and performance 6th edition. Mc. Graw Hill Company. USA.

Sherwood, L. 2006. Textbook of human physiology edisi 2. EGC. Jakarta.

Slamet, SP., Masmur, dan Heri. 2008. Tingkat pemahaman dan pengalaman peserta putri senam aerobik di fitnes center kota medan tahun 2008. Skripsi. Fakultas Ilmu keolahragaan Universitas Negeri Medan.


(6)

Soegondo, S. 2009. Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu. FKUI. Jakarta. hlm 111-133

Soewondo, P. 2009. Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu. FKUI. Jakarta. hlm 151-112

Sudoyo, AW. 2006. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung.

Tortora, GJ., dan Derrickson, B. 2011. Principles of Anatomy and Physiology 13th ed. John Wiley and Sons (Asia) Pte Ltd. Singapore.


Dokumen yang terkait

PENGARUH PENURUNAN KADAR KOLESTEROL TOTAL DARAH SEBAGAI RESPON TERHADAP SENAM AEROBIK DI AEROBIK DAN FITNESS CENTER SONIA BANDAR LAMPUNG

5 39 46

PERUBAHAN KADAR HDL DAN LDL SEBAGAI RESPON TERHADAP SENAM AEROBIK DI SONIA AEROBIC AND FITNESS CENTER BANDAR LAMPUNG

0 21 34

HUBUNGAN FREKUENSI SENAM AEROBIK DAN ASUPAN KOLESTEROL TERHADAP KADAR KOLESTEROL DARAH WANITA USIA SUBUR DI Hubungan Frekuensi Senam Aerobik Dan Asupan Kolesterol Terhadap Kadar Kolesterol Darah Wanita Usia Subur Di Pusat Kebugaran Syariah Agung Fitnes M

0 8 17

HUBUNGAN FREKUENSI SENAM AEROBIK DAN ASUPAN KOLESTEROL TERHADAP KADAR KOLESTEROL DARAH WANITA USIA SUBUR DI PUSAT Hubungan Frekuensi Senam Aerobik Dan Asupan Kolesterol Terhadap Kadar Kolesterol Darah Wanita Usia Subur Di Pusat Kebugaran Syariah Agung Fi

0 5 14

PENGARUH SENAM AEROBIK TERHADAP PENGARUH SENAM AEROBIK TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA PESERTA SANGGAR SENAM “ONO AEROBIC” DI SALATIGA.

0 3 11

PENGARUH SENAM AEROBIK TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA PESERTA PENGARUH SENAM AEROBIK TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA PESERTA SANGGAR SENAM “ONO AEROBIC” DI SALATIGA.

0 3 14

PENGARUH SENAM AEROBIK INTENSITAS RINGAN TERHADAP KECEMASAN LANSIA Pengaruh senam aerobik intensitas ringan terhadap kecemasan lansia.

2 5 19

MOTIVASI PARA PESERTA SENAM AEROBIK DI PUSAT KEBUGARAN JASMANI DI TINJAU DARI SEGI USIA DAN JENIS KELAMIN.

1 6 40

02 efektivitas senam aerobik terhadap kebugaran jasmani siswa sd

0 1 14

MEMBER SENAM AEROBIK DAN SENAM

0 3 13