Analisis Formula Indeks Pembangunan Manusia dan Penerapannya untuk Data Indonesia

ANALISIS FORMULA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
DAN PENERAPANNYA UNTUK DATA INDONESIA

DEWI ASTUTI

DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Formula
Indeks Pembangunan Manusia dan Penerapannya untuk Data Indonesia adalah
benar karya Saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini Saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis Saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2013
Dewi Astuti
NIM G54090065

ABSTRAK
DEWI ASTUTI. Analisis Formula Indeks Pembangunan Manusia dan
Penerapannya untuk Data di Indonesia. Dibimbing oleh HADI SUMARNO dan
ALI KUSNANTO.
Pada tahun 2010 Herrero et al. mengusulkan suatu formula modifikasi
dalam menghitung Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Formula modifikasi
tersebut diharapkan dapat mengurangi kelemahan-kelemahan yang ada pada
formula yang yang dibangun oleh United Nations sejak tahun 1990. Adapun
tujuan dari karya ilmiah ini adalah untuk menganalisis formula yang mengukur
dimensi-dimensi yang menyusun IPM, menganalisis formula modifikasi IPM
serta menganalisis mengaplikasikannya untuk data Indonesia. Dalam karya ilmiah
ini dibahas 4 model untuk menghitung IPM. Model 1 dengan formula dan
indikator penyusun IPM yang lama. Model 2 dengan formula IPM yang lama dan
indikator penyusun IPM yang baru. Model 3 dengan formula IPM yang baru dan
indikator penyusun IPM yang lama. Model 4 dengan formula IPM yang baru dan
indikator penyusun IPM yang baru. Model keempat merupakan model yang

terbaik.
Kata kunci: formula, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), indikator, modifikasi

ABSTRACT
DEWI ASTUTI. Analysis of Human Development Index Formula and It’s
Application to the Local Data. Supervised by HADI SUMARNO and ALI
KUSNANTO.

In 2010, Herrero et al proposed a modified formula to calculate the
Human Development Index (HDI). The modification formula is expected to
reduce the weaknesses on the formula established by the United Nations
since 1990. The purpose of this paper is to analyze a the modification
formula of HDI and It’s indicators, and to apply the formula by using local
data. This paper discusses four models to calculate the HDI. First model
uses the old formula and old indicator of HDI. Second model uses the old
formula and new indicator of HDI. Third model uses the new formula and
old indicator of HDI. Fourth formula uses the new formula and new
indicator of HDI. The fourth model has been evaluated as the best model.
Keywords: formula, Human Development Index (HDI), indicators, modifications


ANALISIS FORMULA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
DAN PENERAPANNYA UNTUK DATA INDONESIA

DEWI ASTUTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memeroleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Matematika

DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Analisis Formula Indeks Pembangunan Manusia dan Penerapannya
untuk Data Indonesia
Nama

: Dewi Astuti
NIM
: G54090065

Disetujui oleh

Dr Ir Hadi Sumarno MS
Pembimbing I

Drs Ali Kusnanto MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Toni Bakhtiar MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini ialah indeks pembangunan manusia, dengan judul
Analisis Formula Indeks Pembangunan Manusia dan Penerapannya untuk Data
Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1 Ayah Haryono, Umak Yuspina selaku orang tua yang telah membesarkan,
menyayangi, mendidik, dan selalu mendoakan,
2 Abang Agus Seno dan Abang Agus Tian atas segala doa dan kasih sayangnya,
3 Bapak Dr Ir Hadi Sumarno MS selaku pembimbing I, Bapak Drs Ali Kusnanto
MSi selaku pembimbing II, dan Ibu Dr Ir Endar Hasafah Nugrahani MS selaku
dosen penguji, serta seluruh dosen Departemen Matematika IPB yang telah
banyak memberikan ilmu dan pengalamannya,
4 Pemerintah Kabupaten Belitung Timur yang telah memberikan kesempatan
beasiswa bantuan pendidikan kepada hingga bisa menyelesaikan studi sampai
tahap akhir,
5 Umi, Minuy, Ditong, Fitri, Fenny, Nurce, dan Nuna yang sudah menjadi
sahabat yang baik dan banyak membantu dalam kegiatan belajar,
6 Retna, Tara, Imelda, Astria, Tika, Denny, Ela yang telah menjadi sahabat
selama ini dan selalu memberikan dukungan,

7 Teman-teman Matematika 46 yaitu Memel, Danto, Nia, Risa, Erm, Nisa, Sevir,
Windi, Asin, Mirun, Nur Fit, Uwi, Ivonne, Irka, Lina, Yana, Sonia, Meda, Tita,
El, Dio, Yoyok, Andri, Widya, Dita Suci, Ipul, Rudy, Syukrio, Bari, Steven,
Fachri, Ihsan, Dayat, Agung, Adit, Vendi, Ami dan teman lainnya yang telah
mendukung dan memberikan kebersamaannya selama tiga tahun ini,
8 Teman-teman Villgaers, Dira, Sary, Tiara, Yenni, Ipeh, mbak Fitri dan Mbak
Ruth, teman-teman Al-Kahfia, mbak Indra, mbak Hasrat dan mbak Prisa yang
telah banyak membantu penulis, dan teman-teman IKPB (Ikatan Keluarga
Pelajar Belitung), yaitu Normi, Dwi, Dea, Leon, Fadhil, Akhsanul (alm), dan
Eka,
9 Keluarga besar Departemen Matematika (para dosen, teman-teman Matematika
44, 45 (khususnya Kak Fuka, Kak Santi, Kak Irez, Kak Hendri), dan 47
(khususnya Atika, Ayun, Vada, Eric, Bilyan, Lenny, Mira, Danang), serta
seluruh staf Departemen Matematika).
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2013
Dewi Astuti

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2


TINJAUAN PUSTAKA

2

METODE

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Indikator IPM

5

Metode Perhitungan IPM

6


Perhitungan Indeks-indeks Pembangun IPM

8

Perhitungan Nilai IPM

16

SIMPULAN DAN SARAN

22

Simpulan

22

Saran

23


DAFTAR PUSTAKA

23

LAMPIRAN

24

RIWAYAT HIDUP

36

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26

Nilai minimum dan maksimum indikator komponen IPM lama
Nilai minimum dan maksimum indikator komponen IPM baru
Nilai
ProvinsiKepulauan Jawa, Bali, dan sekitarnya
Nilai IK dan rangking untuk Provinsi Kepulauan Jawa, Bali, dan
sekitarnya
Angka potensi hidup untuk Provinsi Kepulauan Jawa, Bali, dan
sekitarnya
Nilai α dan rangking untuk Provinsi Kepulauan Jawa, Bali, dan
sekitarnya
Perbandingan nilai IK dan α beserta rangkingnya untuk Provinsi
Kepulauan Jawa, Bali, dan sekitarnya
Nilai AMH dan RLS untuk Provinsi Kepulauan Jawa, Bali, dan
sekitarnya
Nilai AMH dan RLS yang telah dinormalisasikan untuk Provinsi
Kepulauan Jawa, Bali, dan sekitarnya
Nilai IP dan rangkingnya untuk Provinsi Kepulauan Jawa, Bali, dan
sekitarnya
Nilai rata-rata tahun yang dijalani oleh orang yang berunur 15 sampai
29 tahun untuk Provinsi Kepulauan Jawa, Bali, dan sekitarnya
Nilai dan rangkingnya untuk Provinsi Kepulauan Jawa, Bali, dan
sekitarnya
Perbandingan nilai IP dan
beserta rangkingnya untuk Provinsi
Kepulauan Jawa, Bali, dan sekitarnya
Nilai konsumsi riil perkapita untuk Provinsi Kepulauan Jawa, Bali, dan
sekitarnya
Nilai IK dan rangkingnya untuk Provinsi Kepulauan Jawa, Bali, dan
sekitarnya
Nilai koefisien korelasi Spearman untuk IK, IP, dan IE
Nilai IPM model 1 beserta rangkingnya untuk Provinsi Kepulauan Jawa,
Bali, dan sekitarnya
Nilai IPM model 2 beserta rangkingnya untuk Provinsi Kepulauan Jawa,
Bali, dan sekitarnya
Nilai IPM model 3 beserta rangkingnya untuk Provinsi Kepulauan Jawa,
Bali, dan sekitarnya
Nilai IPM model 4 beserta rangkingnya untuk Provinsi Kepulauan Jawa,
Bali, dan sekitarnya
Perbandingan nilai IPM model 1 dan 2 beserta rangkingnya untuk
Provinsi Kepulauan Jawa, Bali, dan sekitarnya
Perbandingan nilai IPM model 1 dan 3 beserta rangkingnya untuk
Provinsi Kepulauan Jawa, Bali, dan sekitarnya
Perbandingan nilai IPM model 2 dan 4 beserta rangkingnya untuk
Provinsi Kepulauan Jawa, Bali, dan sekitarnya
Nilai IK, IP, dan IE untuk ProvinsiDI Yogyakarta dan Provinsi Banten
Nilai IK, IP, dan IE untuk Provinsi Bali dan Provinsi Jawa Barat
Perbandingan nilai IPM model 3 dan 4 beserta rangkingnya untuk
Provinsi Kepulauan Jawa, Bali, dan sekitarnya

4
8
9
9
10
10
11
11
12
12
13
13
14
15
15
15
16
17
17
18
18
19
19
20
20
20

27 Nilai IPM model 1, 2, 3, dan 4 untuk Provinsi Kepulauan Jawa, Bali,
dan sekitarnya
28 Rangking IPM model 1, 2, 3, dan 4 untuk Provinsi Kepulauan Jawa,
Bali, dan sekitarnya

21
22

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Perhitungan potensi hidup di Provinsi DKI Jakarta
Perhitungan potensi hidup di Provinsi Banten
Perhitungan potensi hidup di Provinsi Jawa Barat
Perhitungan potensi hidup di Provinsi Jawa Tengah
Perhitungan potensi hidup di Provinsi Jawa Timur
Perhitungan potensi hidup di Provinsi DI Yogyakarta
Perhitungan potensi hidup di Provinsi Bali
Perhitungan potensi hidup di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Perhitungan potensi hidup di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Pembuktian kebenaran dari Rataan Geometrik

24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lebih dari setengah abad setelah perang dunia kedua, usaha besar-besaran
telah dilakukan untuk pembangunan di hampir seluruh negara di dunia. Hal ini
bisa dilihat dari sebagian besar pemerintahan demokratis yang memunyai dua
tujuan dasar yaitu meningkatkan kesejahteraan manusia dan memelihara
perkembangan atau pembangunan ekonomi. Sebelumnya, pembangunan hanya
difokuskan pada aspek ekonomi saja, namun sejak tahun 1990 konsep
pembangunan juga mulai difokuskan dalam aspek manusia juga. United Nations
pada tahun 1990 mengusulkan teori pembangunan manusia (“Human
Development”). Menurut United Nations teori pembangunan manusia bertujuan
untuk mengembangkan kebebasan manusia yang sesungguhnya, sehingga
manusia bisa menikmati kehidupannya. Konsep pembangunan manusia lebih dari
sekedar pembangunan ekonomi. Dalam perspektif pembangunan manusia,
pertumbuhan ekonomi bukanlah tujuan akhir, akan tetapi merupakan alat untuk
mencapai tujuan akhir yaitu mengangkat kualitas manusia yang bermuara pada
peningkatan kesejahteraan manusia pada umumnya.
Terpengaruh oleh teori United Nations, makin lama makin banyak yang
memakai ide pembangunan manusia. Pemerintahan demokratis berlomba-lomba
untuk meningkatkan pembangunan manusia di setiap negaranya. Untuk
meningkatkannya, pemerintah tentunya harus mengetahui tingkat pembangunan di
negaranya. Namun, hal ini tidaklah mudah, karena kita harus menentukan
indikator yang akan digunakan, dan cara mengukurnya berdasarkan pada data
yang ada.
Akhirnya, United Nations memutuskan untuk menggunakan Human
Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang
merupakan indikator multidimensional sebagai protokol untuk mengukur derajat
pembangunan manusia suatu negara. IPM merupakan indeks gabungan dari
pencapaian pada tiga dimensi fundamental pembangunan manusia yaitu
kehidupan yang panjang dan sehat, pendidikan, dan sebuah standar kondisi
ekonomi yang layak. Pemilihan ketiga dimensi ini untuk mengukur IPM didasari
oleh ide functionings and capabilities, yang mengemukakan bahwa identitas
protokol yaitu kesehatan, pendidikan, dan ekonomi merupakan kunci agar
manusia memunyai fungsi atau nilai (Sen 1985). Indikator kehidupan yang layak
dan pendidikan merupakan indikator yang lebih berharga karena indikator ini
dapat membentuk indikator ekonomi. Misalkan saja suatu negara memunyai
masyarakat dengan kondisi kesehatan yang bagus dan memiliki pendidikan yang
bagus, maka negara tersebut akan bisa memiliki kondisi perekonomian yang baik
(Anand dan Sen 1994). Pencapaian pada kesehatan, pendidikan, ekonomi yang
baik dinyatakan dengan variabel angka harapan hidup, gabungan angka melek
huruf dan rataan lama sekolah (dengan proporsi masing- masing 2/3 dan 1/3),
serta pengeluaran perkapita yang disesuaikan. Pada akhirnya IPM terdiri dari nilai
tengah aritmetik dari nilai normal tiga variabel tersebut. Dengan kata lain IPM
adalah sebuah rataan sederhana dari indeks harapan hidup, indeks pencapaian

2
pendidikan, dan indeks pengeluaran perkapita yang telah disesuaikan (Herrero et
al. 2010).
Setelah bertahun-tahun IPM diterapkan untuk mengukur tingkat
perkembangan manusia, mulai terlihat beberapa kelemahan dari formulasi yang
ada. Kelemahan utama mengacu pada jumlah dan sifat dari dimensi yang dipilih,
pilihan variabel dan sifat dasar dari tiga variabel yang dilibatkan, serta kekurangan
teori kebenaran dari rumus rataan aritmetik.
Berdasarkan beberapa kekurangan tersebut, maka untuk mengatasinya
diusulkan pendekatan baru untuk mendefinisikan IPM. Dengan adanya perbaikan
tersebut, diharapkan bisa mengurangi kelemahan-kelemahan pada formula lama
sehingga IPM yang dihasilkan lebih relevan (Herrero et al. 2010).
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk membangun formula
modifikasi dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development
Index (HDI) dengan cara:
1 Menganalisis formula modifikasi dalam mengukur dimensi kesehatan.
2 Menganalisis formula modifikasi dalam mengukur dimensi pendidikan.
3 Menganalisis formula modifikasi dari IPM yang awalnya merupakan rataan
aritmetik menjadi rataan geometrik.
4 Menganalisis model untuk data Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai definisi dari berbagai istilah yang
akan digunakan yaitu IPM, indikator-indikator yang memengaruhi IPM, rumus
dan metodologi menghitung IPM.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Istilah pembangunan manusia (human development) dikenalkan pertama
kali oleh United Nations (UN) pada tahun 1990 melalui laporan tahunan
pembangunan dunia yang diterbitkan oleh lembaga internasional tersebut dalam
publikasi yang berjudul “Human Development Report”. Sebenarnya, sebelum
konsep pembangunan manusia diperkenalkan oleh United Nations, telah banyak
konsep-konsep pembangunan lainnya dikemukakan oleh ahli-ahli ekonomi dunia.
Namun, konsep pembangunan sebelumnya lebih sering memberikan perhatian
pada pertumbuhan ekonomi, dengan asumsi bahwa pertumbuhan ekonomi pada
akhirnya akan menguntungkan manusia. Konsep pembangunan manusia pada
dasarnya diperoleh berdasarkan ide pemikiran Sen (1985) tentang functioning and
capabilities (Herrero et al. 2010).
Indikator Komposit IPM
Menurut UN, Indeks Pembangunan Manusia dipengaruhi oleh tiga dimensi
dasar, yaitu kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. Dimensi kesehatan seseorang

3
diukur dengan angka harapan hidup saat lahir (
).
adalah rataan
banyaknya tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang untuk hidup.
Dimensi pendidikan diukur oleh dua indikator, yaitu angka melek huruf dan
rata-rata lama sekolah. Angka melek huruf adalah persentase usia penduduk lima
belas tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin atau huruf
lainnya. Rata-rata lama sekolah adalah jumlah tahun yang digunakan penduduk
usia lima belas tahun ke atas untuk menjalani pendidikan formal.
Dimensi ekonomi diukur oleh pengeluaran atau konsumsi riil perkapita yang
mencerminkan tingkat pendapatan penduduk. Konsumsi perkapita adalah
pengeluaran perkapita untuk makanan (seluruh jenis makanan) dan bukan
makanan (perumahan, sandang, biaya kesehatan, pendidikan, dan sebagainya)
(Marhaeni 2008).
Metode Perhitungan IPM
Indikator dari ketiga dimensi yang menggambarkan pembangunan manusia
tersebut belum dapat digabungkan menjadi satu indikator komposit. Hal itu
dikarenakan oleh perbedaan satuan (unit) hitung dari masing-masing indikator.
Oleh karena itu, setiap indikator harus disamakan dulu satuannya dengan
melakukan normalisasi, sehingga nilainya berada dalam range [0,100].
Penormalisasian dilakukan dengan cara menghitung perbandingan antara selisih
suatu nilai indikator dan nilai minimumnya dengan selisih nilai maksimum dan
nilai minimum yang bersangkutan. Dari Herrero et al. (2010), diberikan rumus
sebagai berikut:
)

(1)

dengan
)

: indeks pada provinsi
: indikator ke- dari daerah atau provinsi ,
: nilai minimum dari ,
: nilai maksimum dari ,

untuk
i : 1 (Kesehatan), 2 (Pendidikan), 3 (Ekonomi) dan
: Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI
Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur.
Nilai maksimum dan minimum adalah angka yang ditetapkan berdasarkan
standar yang ditentukan oleh UN, seperti yang disajikan pada Tabel 1. Adapun
formulasi atau model dari IPM adalah :
IPM = (
γ

)

(2)

dengan
: Indeks Kesehatan,
β
: Indeks Pendidikan,
dengan
adalah
γ
γ
angka melek huruf dan
adalah rata-rata lama sekolah
: Indeks Ekonomi (konsumsi riil perkapita yang telah disesuaikan)

4
Tabel 1 Nilai minimum dan maksimum indikator komponen IPM lama
Indikator
Nilai
Nilai
Catatan
komponen IPM
minimum
maksimum
Sesuai standar
25
85
global (UN)
Sesuai standar
0
100
global (UN)
Sesuai standar
0
15
global (UN)
UN menggunakan
Konsumsi perkapita
PDB per kapita riil
360,000
732,720
yang disesuaikan
yang telah
1996
disesuaikan
Sumber: BPS Kabupaten Halmahera Barat 2010
Angka IPM berkisar antara 0 sampai 100. Semakin mendekati angka 100,
maka hal tersebut mengindikasikan pembangunan manusia yang semakin baik.
Berdasarkan nilai
, UN membagi status pembangunan manusia ke dalam tiga
kriteria (BPS Kabupaten Halmahera Barat 2010), yaitu:
1 Kategori Rendah
: nilai
kurang dari 50.
2 Kategori Menengah
a Menengah ke bawah : nilai
antara 50 sampai kurang dari 66.
b Menengah ke atas : nilai
antara 66 sampai kurang dari 80.
3 Kategori Tinggi
: nilai
antara 80 sampai 100.
Koefisien Korelasi Rank- Spearman :
Koefisien korelasi Rank- Spearman ( ) adalah statistik nonparametrik yang
digunakan untuk melihat kuat lemahnya hubungan antara dua variabel. Data
kedua variabel yang akan dicari korelasinya harus berjenis ordinal. Misalkan akan
dicari korelasi antara variabel dan , maka rumus yang dapat digunakan adalah:
β
γ

,

dengan
: jumlah kasus atau contoh,
: selisih rangking antara variabel dan untuk setiap subyek.
Nilai
berada pada interval 0 sampai 1. Semakin besar nilai
(semakin
mendekati 1), maka semakin tinggi tingkat korelasi antara kedua variabel yang
diuji.

METODE
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data angka harapan hidup
saat lahir menurut jenis kelamin (BPS 2010), angka melek huruf, rata-rata tahun
sekolah, konsumsi riil perkapita dan jumlah penduduk menurut kelompok umur
dan jenis kelamin untuk Provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah,

5
Jawa Timur, DI Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara
Timur pada tahun 2010 (BPS 2012).
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah:
1 Mengkaji model IPM yang ditemukan oleh UN dan dipakai oleh hampir
seluruh negara selama ini.
2 Menganalisis model perbaikan IPM yang diusulkan oleh Herrero et al.
(2010).
3 Menghitung IPM di sembilan Provinsi di Pulau Jawa, Bali, dan sekitarnya
dengan model
yang lama (UN 1990) dan model
yang baru (Herrero
et al. 2010).
4 Membandingkan 4 model
.
5 Menarik kesimpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
merupakan tolak ukur dari pembangunan manusia sejak dipublikasikan
oleh United Nations.
yang merupakan rataan aritmetik dari indikatorindikator yang mempengaruhi, yaitu angka harapan hidup, angka melek huruf,
rata-rata lama sekolah, dan konsumsi riil perkapita dianggap sebagai indeks yang
paling sempurna dalam mengukur pembangunan manusia. Namun, setelah
bertahun-tahun IPM diterapkan di berbagai negara ada beberapa kelemahan pada
IPM yang dibangun oleh United Nations (1990). Karena adanya kelemahan
tersebut, diusulkan perbaikan-perbaikan pada IPM yang lama oleh Herrero et al.
(2010).
Indikator IPM
1

Indeks Kesehatan
Sejak tahun 1990, angka harapan hidup saat lahir (
) digunakan
sebagai indikator dalam menghitung indeks kesehatan. Perbaikan yang
diusulkan oleh Herrero et al. (2010) adalah dengan mengganti angka harapan
hidup saat lahir dengan angka potensi hidup. Adapun formula dari angka
potensi adalah
=
dengan

(3)

: umur maksimum orang yang berada di suatu daerah tertentu,
: Indeks Kesehatan ( ) yang baru,
: banyaknya orang yang berumur pada suatu tahun tertentu,
: harapan tahun yang dijalani oleh orang yang berunur pada
suatu tahun tertentu,
: jumlah populasi di daerah tertentu pada suatu tahun tertentu.
Indeks kesehatan baru ( ) lebih merepresentasikan keadaan atau potensi hidup
perkepala penduduknya, sehingga indikator ini akan lebih mendekati kondisi
kesehatan yang sebenarnya.

6
2

Indeks Pendidikan
Indikator lama dianggap tidak dapat diterapkan secara luas untuk
mengukur indeks pendidikan antar berbagai negara, karena indikator Angka
Melek Huruf (
) dan Rata-rata Lama Sekolah (
) yang diboboti
dengan tidak seimbang. Selain itu, di beberapa negara yang sangat maju telah
diberlakukan sistem wajib bersekolah oleh negara nya, sehingga semua warga
negara yang masih berusia sekolah wajib mengikuti kegiatan persekolahan
(sekolah dasar dan sekolah menengah) selama 9 tahun. Hal ini menyebabkan
negara yang sangat maju akan memunyai indeks pendidikan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan negara yang tidak mewajibkan tahun sekolah di
negaranya. Hal tersebut termasuk salah satu alasan untuk memperbaiki
indikator dalam mengukur indeks pendidikan.
Sehingga perbaikan yang dilakukan oleh mereka dalam rangka
mengurangi kelemahan tersebut adalah mengusulkan indikator lain untuk
mendefinisikan indeks pendidikan, yaitu yang merupakan rata-rata tahun
pendidikan untuk orang yang berumur 15 tahun sampai 29 tahun. Indikator
ini menyatakan rata-rata tahun yang diikuti oleh orang yang berunur 15 tahun
sampai 29 tahun untuk menjalani pendidikan setelah Sekolah Menengah
Pertama (SMP) atau setelah menyelesaikan pendidikan formal selama 9 tahun
(Herrero et al. 2010).

3

Indeks Ekonomi
Tidak ada perbaikan dalam menghitung indeks ekonomi. Indikator yang
digunakan tetap konsumsi riil perkapita. Jadi = = konsumsi riil perkapita.
Metode Perhitungan IPM

Menurut standar UN pada tahun 1990, indikator-indikator dari ketiga
dimensi yang menggambarkan pembangunan manusia, yaitu dimensi kesehatan,
pendidikan dan ekonomi dapat direpresentasikan dalam satu nilai dengan
menggunakan rataan aritmetik dari ketiga dimensi tersebut. Menurut Herrero et al.
(2010), rataan geometrik lebih baik untuk mengagregasi ketiga dimensi tersebut.
Rataan geometrik dipilih untuk menggantikan rataan aritmetik dengan tujuan
dapat mengurangi kelemahan yang ada saat menggunakan rataan aritmetik.
Penggunaan rataan aritmetik dalam rangka mengagregasi tiga indeks yang
mempengaruhi pembangunan manusia dinilai memiliki kelemahan karena tidak
ada pembenaran secara teoritis yang mendukung pemilihan rataan ini. Selain itu,
rataan aritmetik juga sensitif terhadap nilai ekstrem atau pencilan. Menggunakan
rataan geometrik dibanding rataan aritmetik merupakan pilihan yang bijaksana,
karena rataan geometrik menunjukkan sifat yang jauh lebih baik. Rataan
geometrik menghitung nilai untuk setiap dimensi secara proporsional dan rataan
geometrik juga tidak sensitif terhadap nilai yang ekstrem. Herrero et al. (2010)
mengusulkan metode aksiomatik (axiomatic method) untuk membuktikan
kebenaran dari pemilihan rataan geometrik. Disini, mereka mengusulkan sebuah
set unique dari ciri intuitif, yaitu: neutrality, scale, dan ratio consistency. Berikut
adalah ide yang disusun oleh Herrero et al. (2010):

7
Didefinisikan keadaan sosial (social state) sebagai vektor (
) dengan
tiga komponen, masing-masing memunyai interval [ , ]. Oleh karena itu, Ω =
[ , ]γ adalah ruang dari keadaan sosial. Indeks Evaluasi Sosial adalah pemetaan
nilai single kontinu I: Ω→ R yang menyediakan evaluasi numerik dari keadaan
sosial. Pertama-tama, akan diperkenalkan tiga syarat dasar pada indeks evaluasi
sosial, yaitu neutrality, scale, dan ratio consistency.
 Neutrality
Untuk setiap titik (
)  Ω, jika  (
) menunjukkan sebuah
permutasi dari elemennya, maka I[  (
) ]= I(
).
 Scale
I(
)= .
 Ratio Consistency
Misalkan (
), (
)  Ω adalah dua vektor strictly positive dari
keadaan sosial, dengan komponen pertama yang sama, . Jika komponen
biasa tersebut berubah menjadi α’, rasio dari indeks-indeks asosiasi nya tidak
berubah. Sehingga,
)
)

)
)

Pertama, notasikan bahwa scale menyatakan I(
) = , untuk semua 
[0,1]. Dengan neutrality, sifat dari ratio consistency dapat diterapkan ke beberapa
komponen pada vektor (
).
Ambil sebuah vektor (
)>> 0.
Dengan Ratio Consistency dan Neutrality dapat ditulis:
)
)
)
)
)
)
Kemudian

Dengan cara yang sama,

sehingga,

)
)

dan
)
Akibatnya,
)
Dengan pensubstitusian, didapatkan
)

8
Akhirnya,
=
Teorema
Indeks Evaluasi Sosial I(.) memenuhi neutrality, scale, dan ratio consistency, jika
dan hanya jika berbentuk:
=
Jadi, dapat dikatakan bahwa rumus IPM yang baru adalah
=

,

(4)

dengan
:
:

baru =
baru = rata- rata tahun pendidikan orang yang berumur 15 sampai 29
tahun
:
= konsumsi riil perkapita
Sama seperti cara perhitungan indeks-indeks sebelumnya, masing-masing
indeks komponen IPM yang diusulkan oleh Herrero et al. (2010) tersebut juga
merupakan perbandingan antara selisih suatu nilai indikator dan nilai
minimumnya dengan selisih nilai maksimum dan nilai minimum yang
bersangkutan. Nilai maksimum dan minimumnya disajikan pada Tabel berikut.
Tabel 2 Nilai minimum dan maksimum indikator komponen IPM baru
Nilai
Nilai
Indikator komponen IPM
minimum
maksimum
Angka Potensi Hidup
0
50
Rata- rata tahun pendidikan orang
yang berumur 15 sampai 29 tahun
Konsumsi perkapita yangdisesuaikan

0

10

360,000

732,720

Sumber: Herrero et al. 2010
Perhitungan Indeks-Indeks Pembangun IPM
Pada karya ilmiah ini, diambil sembilan Provinsi di Pulau Jawa Bali dan
sekitarnya sebagai contoh data, yaitu Provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa
Tenggara Timur. Berikut ini akan dibahas perhitungan dan penyelesaian dari
masing-masing indeks yang mengukur IPM.
Indeks Kesehatan
 Indeks kesehatan yang lama
Pada model IPM yang selama ini diterapkan oleh UN, indeks kesehatan
diukur berdasarkan nilai
nya. Dari Badan Pusat Statistik Indonesia,
penduduk pada tahun 2010 sebagai berikut:
didapatkan data

9
Tabel 3 Nilai
Provinsi Kepulauan Jawa, Bali, dan sekitarnya
No
Provinsi
1
Jakarta
74,7
2
Banten
71,4
3
Jawa Barat
70,9
4
Jawa Tengah
72,4
5
Jawa Timur
71,3
6
DI Yogyakarta
74,1
7
Bali
72,7
8
NTB
65,1
9
NTT
67,4
Sumber: BPS 2010
Untuk mendapatkan nilai dari Indeks Kesehatan (IK) nya, nilai
tersebut harus dinormalisasikan terlebih dulu dengan nilai minimum 25 dan
nilai maksimum 85. Sebagai contoh, ambil Provinsi DKI Jakarta sebagai
74,7
contoh perhitungan. Provinsi DKI Jakarta yang memunyai nilai
dapat dinormalisasikan menjadi
β
= β,
β
Sehingga didapatkan IK untuk Provinsi DKI Jakarta adalah 82,8.
Dengan cara dan rumus yang sama didapatkan nilai IK untuk provinsiprovinsi lainnya dan rangking untuk nilai IK untuk setiap provinsi seperti
pada Tabel 4. Dari Tabel 4 bisa dilihat bahwa provinsi yang memunyai nilai
indeks kesehatan tertinggi adalah Provinsi DKI Jakarta, dan provinsi yang
memunyai nilai IK yang terendah adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat.
akarta) =

,

Tabel 4 Nilai
dan rangking untuk Provinsi Kepulauan Jawa, Bali, dan
sekitarnya
No
Provinsi
Rangking
1
Jakarta
82,8
1
2
Banten
77,3
5
3
Jawa Barat
76,5
7
4
Jawa Tengah
79,0
4
5
Jawa Timur
77,2
6
6
DI Yogyakarta
81,8
2
7
Bali
79,5
3
8
NTB
66,8
9
9
NTT
70,7
8
 Indeks kesehatan yang baru
Pada IK yang baru ( ), indikator yang digunakan adalah angka potensi
hidup, dengan formula pada persamaan (3). Berdasarkan nilai
penduduk laki-laki dan perempuan dari Provinsi Jawa, Bali dan
sekitarnya, dapat diperoleh nilai dari angka potensi hidup untuk masingmasing provinsi seperti yang tampilkan pada Tabel 5.

10
Tabel 5 Angka potensi hidup untuk Provinsi Kepulauan Jawa, Bali, dan
sekitarnya
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Provinsi
Jakarta
Banten
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Bali
NTB
NTT

50,000
49,181
47,366
46,199
44,616
45,101
46,416
44,493
47,293

Untuk mendapatkan nilai
nya, harus dilakukan normalisasi terlebih
dahulu dengan rumus yang sama. Namun, untuk indikator yang baru ini, nilai
minimum dan maksimumnya berbeda dengan nilai minimum dan maksimum
indikator yang lama. Indikator yang baru ini nilai minimum untuk
normalisasinya adalah 0 dan nilai maksimumnya adalah 50, sehingga rumus
penormalisasiannya menjadi

Sehingga, masing-masing provinsi dapat
diperoleh nilai yang baru pada Tabel 6.

dinormalisasikan dan

Tabel 6 Nilai α dan rangking untuk Provinsi Kepulauan Jawa, Bali, dan
sekitarnya
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Provinsi
Jakarta
Banten
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Bali
NTB
NTT

100,0
98,4
94,7
92,4
89,2
90,2
92,8
89,0
94,6

Rangking
1
2
3
6
8
7
5
9
4

Sebagai perbandingan, indeks kesehatan yang lama-oleh UN (1990)( ) dan indeks kesehatan yang baru-oleh Herrero et al. (2010)-( ) di
representasikan dalam satu Tabel, yaitu Tabel 7.

11
Tabel 7 Perbandingan nilai
dan beserta rangkingnya untuk Provinsi
Kepulauan Jawa, Bali, dan sekitarnya
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Provinsi
Jakarta
Banten
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Bali
NTB
NTT

Rangking
1
5
7
4
6
2
3
9
8

82,8
77,3
76,5
79,0
77,2
81,8
79,5
66,8
70,7

100,0
98,4
94,7
92,4
89,2
90,2
92,8
89,0
94,6

Rangking
1
2
3
6
8
7
5
9
4

Pada
yang lama maupun yang baru dapat dilihat bahwa provinsi yang
menduduki rangking tertinggi dan terendah untuk nilai
nya tetap sama
yaitu Provinsi DKI Jakata dan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Nilai
dengan
menggunakan indikator yang baru ( ), lebih tinggi daripada nilai
dengan
menggunakan indikator yang lama yaitu indikator angka harapan hidup saat
lahir.
Indeks Pendidikan
 Indeks pendidikan yang lama
Angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah digunakan sebagai
indikator dalam menghitung Indeks Pendidikan (IP) yang selama ini
digunakan oleh UN. Dari BPS, didapatkan data angka melek huruf dan ratarata lama sekolah di 9 provinsi yang ditampilkan pada Tabel 8.
Tabel 8 Nilai
dan
sekitarnya
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

untuk Provinsi Kepulauan Jawa, Bali, dan

Provinsi
Jakarta
Banten
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Bali
NTB
NTT

99,13
96,20
96,18
89,95
88,34
90,84
88,40
81,05
88,59

10,93
8,32
8,02
7,24
7,24
9,07
8,21
6,77
6,77

Sumber: BPS 2012
Masing-masing nilai
dan
di atas dinormalisasikan dengan
nilai minimum dan maksimum untuk
adalah 0 dan 100, sedangkan nilai
minimum dan maksimum untuk
adalah
0 dan 15. Setelah
dinormalisasikan, nilai
dan
dapat dilihat pada Tabel 9.
Dengan menggunakan nilai
dan
yang telah dinormalisasikan,
bisa dihitung nilai IP dengan rumus:
=

β
γ

H

γ

,

12
sehingga didapatkan nilai indeks pendidikan dan rangking yang diduduki
berdasarkan nilai
nya untuk 9 provinsi tersebut dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 9 Nilai
dan
yang telah dinormalisasikan untuk Provinsi
Kepulauan Jawa, Bali, dan sekitarnya
No
Provinsi
1
Jakarta
99,13
72,87
2
Banten
96,20
55,47
3
Jawa Barat
96,18
53,47
4
Jawa Tengah
89,95
48,27
5
Jawa Timur
88,34
48,27
6
DI Yogyakarta
90,84
60,47
7
Bali
88,40
54,73
8
NTB
81,05
45,13
9
NTT
88,59
45,13
Tabel 10 Nilai
dan rangkingnya untuk Provinsi Kepulauan Jawa, Bali,
dan sekitarnya
No
Provinsi
IP
Rangking
1
Jakarta
90,38
1
2
Banten
82,62
2
3
Jawa Barat
81,94
3
4
Jawa Tengah
76,06
6
5
Jawa Timur
74,98
7
6
DI Yogyakarta
80,72
4
7
Bali
77,18
5
8
NTB
69,08
9
9
NTT
74,10
8
 Indeks pendidikan yang baru
Indikator baru untuk mengukur IP yang diusulkan oleh Herrero et al.
adalah rata-rata tahun yang dijalani oleh orang yang berumur 15 tahun
sampai 29 tahun. Berdasarkan data jumlah penduduk yang menamatkan
pendidikan tertinggi menurut kelompok umur, didapatkan data seperti pada
Tabel 11.

13
Tabel 11 Nilai rata-rata tahun yang dijalani oleh orang berumur 15 sampai
29 untuk Provinsi Kepulauan Jawa, Bali, dan sekitarnya
No
Provinsi
Rata-rata tahun yang dijalani oleh
orang berumur 15 sampai 29
1
Jakarta
3,70
2
Banten
3,46
3
Jawa Barat
3,49
4
Jawa Tengah
3,49
5
Jawa Timur
3,48
6
DI Yogyakarta
3,62
7
Bali
3,58
8
NTB
3,50
9
NTT
3,52
Dengan nilai minimum dan maksimum adalah 0 dan 50, nilai-nilai
pada Tabel 11 dinormalisasikan terlebih dulu untuk mendapatkan nilai IP
yang baru ( ). Ambil Provinsi DKI Jakarta sebagai contoh dalam
perhitungan normalisasinya, sehingga
akarta) =

γ,

= γ , γ.

Dengan cara yang sama, bisa didapatkan nilai dari
provinsi yang lainnya pada Tabel 12 berikut.

untuk kedelapan

Tabel 12 Nilai dan rangkingnya untuk Provinsi Kepulauan Jawa, Bali,
dan sekitarnya
No
Provinsi
Rangking
1
Jakarta
37,03
1
2
Banten
34,64
9
3
Jawa Barat
34,90
7
4
Jawa Tengah
34,91
6
5
Jawa Timur
34,84
8
6
DI Yogyakarta
36,20
2
7
Bali
35,77
3
8
NTB
35,02
5
9
NTT
35,23
4
Sebagai perbandingan, indeks pendidikan yang lama-oleh UN (1990)-( )
dan indeks pendidikan yang baru-oleh Herrero et al. (2010)-(α) serta
rangking yang diduduki oleh setiap provinsinya direpresentasikan dalam
Tabel 13.

14
Tabel 13
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Perbandingan nilai
dan
beserta rangkingnya untuk
Provinsi Kepulauan Jawa, Bali, dan sekitarnya

Provinsi
Jakarta
Banten
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Bali
NTB
NTT

( lama)
90,38
82,62
81,94
76,06
74,98
80,72
77,18
69,08
74,10

Rangking
1
2
3
6
7
4
5
9
8

( baru)
37,03
34,64
34,90
34,91
34,84
36,20
35,77
35,02
35,23

Rangking
1
9
7
6
8
2
3
5
4

Provinsi DKI Jakarta tetap menduduki rangking pertama baik pada
nilai
yang lama maupun yang baru. Namun, Provinsi Nusa Tenggara
Barat yang nilai
lamanya menduduki rangking terakhir, pada
yang
baru posisinya naik menjadi rangking 5. Provinsi Banten yang nilai
lama
nya cukup tinggi dan menduduki rangking 2, pada
baru jatuh ke rangking
terakhir. Pada nilai
yang lama, karena rangking Provinsi Nusa Tenggara
Barat lebih rendah dibanding Provinsi Banten, dapat dikatakan bahwa
tingkat pendidikan Banten lebih baik daripada Nusa Tenggara Barat jika
dilihat dari
dan
nya. Hal ini menandakan bahwa persentase
penduduk di Provinsi Banten lebih banyak yang bisa membaca dan menulis
serta lebih banyak persentase jumlah penduduk yang menyelesaikan
pendidikan formal 9 tahunnya dibandingkan Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Pada nilai
yang baru, karena rangking Provinsi Nusa Tenggara Barat
lebih tinggi dibanding Provinsi Banten, dapat dikatakan bahwa rata-rata
tahun pendidikan yang dijalani oleh penduduk berumur 15 sampai 29 tahun
di Provinsi Nusa Tenggara Barat lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata
tahun pendidikan yang dijalani oleh penduduk berumur 15 sampai 29 tahun
di Provinsi Banten. Berdasarkan kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
penduduk Provinsi Banten memunyai persentase jumlah penduduk yang
melek huruf dan bersekolah yang lumayan banyak, namun mereka tidak
mementingkan pendidikan setelah tamat SMP, sehingga untuk rata-rata
tahun pendidikan yang dijalani oleh orang yang berumur 15 sampai 29 tahun
(setelah menyelesaikan pendidikan SMP) lumayan rendah. Berbeda halnya
dengan Provinsi Banten, di Provinsi Nusa Tenggara Barat walaupun
persentase jumlah penduduk yang melek huruf dan penduduk yang
mengikuti pendidikan formal sampai 9 tahun lumayan sedikit, namun
mereka melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi setelah
menyelesaikan pendidikan 9 tahun tersebut.
Indeks Ekonomi
 Indeks Ekonomi yang lama
Baik Indeks Ekonomi yang lama maupun yang baru sama-sama
menggunakan indikator konsumsi riil perkapita. Berikut data konsumsi riil
perkapita untuk 9 provinsi yang diperoleh dari BPS ditampilkan pada Tabel
14.

15
Tabel 14 Nilai konsumsi riil perkapita untuk Provinsi Kepulauan Jawa,
Bali, dan sekitarnya
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Provinsi
Jakarta
Banten
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Bali
NTB
NTT

Konsumsi riil perkapita
628,67
629,70
632,22
637,27
643,60
646,56
634,67
639,89
603,75

Untuk mendapatkan nilai indeks ekonominya, nilai konsumsi riil
perkapita di atas harus dinormalisasikan terlebih dahulu dengan nilai
minimumnya yaitu 360 dan nilai maksimumnya yaitu 732,72. Dengan
mengambil Provinsi DKI Jakarta sebagai contoh perhitungannya,
akarta)

(

akarta) =

β ,
γβ, β

=γ , γ

Menggunakan cara yang sama, bisa didapatkan nilai Indeks Ekonomi
) untuk 9 provinsi beserta rangking nya pada Tabel 15.
Tabel 15 Nilai
dan rangkingnya untuk Provinsi Kepulauan Jawa, Bali,
dan sekitarnya
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Provinsi
Jakarta
Banten
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Bali
NTB
NTT

Rangking
8
7
6
4
2
1
5
3
9

=
72,08
72,36
73,04
74,39
76,09
76,88
73,69
75,09
65,40

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa DI Yogyakarta
merupakan Provinsi dengan konsumsi riil perkapita yang tertinggi sehingga
menduduki rangking pertama untuk nilai
nya, sedangkan Nusa Tenggara
Timur merupakan Provinsi dengan
terendah.
Perubahan kedudukan rangking yang besar menunjukan bahwa cara
yang kita pakai sama sekali berbeda. Pada Tabel 16 akan diberikan nilainilai koefisien korelasi Spearman untuk mengevaluasi tingkat perubahan
pada rangking.
Tabel 16 Nilai koefisien korelasi Spearman untuk
Koefisien

0,38

,
0,12

, dan
1

Pada analisis korelasi rank Spearman, jika nilai koefisien nya
mendekati 1, maka mengindikasikan adanya korelasi yang besar. Sebaliknya,

16
jika nilai koefisien nya semakin mendekati nol, menunjukan tingkat korelasi
yang lemah. Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa
memunyai
nilai koefisien yang paling kecil, yaitu 0,12. Hal ini menunjukan bahwa
antara
yang lama dengan
yang baru korelasinya kecil. Artinya, kita
sebenarnya mengukur kedua indeks tersebut, yaitu
yang lama dan
yang baru dengan cara berbeda. Pada
, nilai koefisien nya1. Hal ini
disebabkan karena
yang lama dan
yang baru dihitung dengan
menggunakan cara yang sama.
Perhitungan Nilai IPM
Pada karya ilmiah ini dibahas empat model, yaitu:
 Model 1
Model dengan formula
yang lama (dengan rataan aritmetik), dengan
indeks didalamnya, yaitu , , dan
yang menggunakan indikator yang
lama.
(

,

,

)= (
γ

)+ (
γ

)+ (

),

γ

(5)

,
=
β
H
,
=
γ
γ
= konsumsi riil perkapita.
Dengan mensubstitusikan nilai , , dan
dari setiap provinsi ke
rumus (5), maka diperoleh nilai
Model 1 sebagai berikut:

dengan

Tabel 17
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Nilai
model 1 beserta rangkingnya untuk Provinsi
Kepulauan Jawa, Bali, dan sekitarnya
Provinsi
Jakarta
Banten
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Bali
NTB
NTT

( , ,
81,76
77,44
77,16
76,48
76,08
79,81
76,79
70,34
70,06

)

Rangking
1
3
4
6
7
2
5
8
9

 Model 2
Model dengan formula
yang lama (dengan rataan aritmetik),
namun dengan indeks yang baru di dalamnya
(

) = ( ) + γ ( ) + γ ( ),
γ

(6)

dengan,
=
= rata- rata tahun pendidikan orang yang berumur 15 sampai 29 tahun
= konsumsi riil perkapita
Setelah mensubstitusikan nilai , , dan dari setiap provinsi ke rumus (6),
maka diperoleh nilai
Model 2 seperti pada Tabel 18.

17
Tabel 18
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Nilai
model 2 beserta rangkingnya untuk Provinsi
Kepulauan Jawa, Bali, dan sekitarnya
Provinsi
Jakarta
Banten
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Bali
NTB
NTT

Rangking
1
2
4
6
7
3
5
8
9

( , , )
70,00
68,45
67,55
67,23
66,72
67,76
67,43
66,37
65,07

 Model 3
Model dengan formula
yang baru (rataan geometrik), namun
dengan indeks yang lama di dalamnya
(

,

,

,

)=

(7)

dengan
=
β
H
=
γ
γ
= konsumsi riil perkapita
Setelah mensubstitusikan nilai
,
persamaan (7), maka diperoleh nilai
Tabel 19
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

, dan
dari setiap provinsi ke
model 3 pada Tabel 19.

Nilai
model 3 beserta rangkingnya untuk Provinsi
Kepulauan Jawa, Bali, dan sekitarnya
Provinsi
Jakarta
Banten
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Bali
NTB
NTT

 Model 4
Model dengan formula
indeks yang baru di dalamnya

I(

, , )
81,41
77,33
77,07
76,46
76,07
79,78
76,75
70,25
69,96

Rangking
1
3
4
6
7
2
5
8
9

yang baru (rataan geometrik), dan dengan

( , , )=
,
(8)
dengan
=
= rata- rata tahun pendidikan orang yang berumur 15 sampai 29 tahun
= konsumsi riil perkapita

18
Setelah mensubstitusikan nilai , , dan dari setiap provinsi ke persamaan
(8), maka diperoleh nilai
Model 4 seperti pada Tabel 20.
Tabel 20
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Nilai
model 4 beserta rangkingnya untuk Provinsi
Kepulauan Jawa, Bali, dan sekitarnya
Provinsi
Jakarta
Banten
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Bali
NTB
NTT

I( , , )
64,58
62,71
62,27
62,14
61,85
63,09
62,55
61,63
60,18

Rangking
1
3
5
6
7
2
4
8
9

Pada Tabel 21, nilai
dari 9 Provinsi dari model 1 akan dibandingkan
dengan model 2 beserta rangkingnya dalam rangka membandingkan
indikatornya.
Tabel 21 Perbandingan nilai
model 1 dan 2 beserta rangkingnya
untuk Provinsi Kepulauan Jawa, Bali, dan sekitarnya
Rangking
No
Provinsi
Model 1 Model 2 Model 1 Model 2
1
Jakarta
81,76
70,00
1
1
2
Banten
77,44
68,45
3
2
3
Jawa Barat
77,16
67,55
4
4
4
Jawa Tengah
76,48
67,23
6
6
5
Jawa Timur
76,08
66,72
7
7
6
DI Yogyakarta
79,81
67,76
2
3
7
Bali
76,79
67,43
5
5
8
NTB
70,34
66,37
8
8
9
NTT
70,06
65,07
9
9
Model 1 yang menggunakan rataan aritmetik dan indikator yang lama
memiliki nilai
yang sedikit lebih tinggi dibanding nilai
model 2
yang menggunakan rataan aritmetik dengan indikator yang baru. Rangking
yang dihasilkan oleh model 1 dan model 2 relatif sama. Yang mengalami
perbedaan hanya pada Provinsi Banten dan DI Yogyakarta saja. Pada
model 1, Provinsi Banten menduduki rangking yang lebih rendah dibanding
Provinsi DI Yogyakarta, namun pada nilai
model 2 rangking Provinsi
Banten menjadi naik di atas Provinsi DI Yogyakarta. Hal ini disebabkan
karena pada model yang kedua, indikator yang digunakan adalah indikator
yang baru. Provinsi Banten yang mengalami kenaikan rangking yang drastis
pada perubahan indikator (dari indikator lama ke indikator yang baru)
menyebabkan nilai
nya pada model 2 lebih tinggi dibanding dengan
Provinsi DI Yogyakarta yang pada perubahan indikatornya mengalami
penurunan rangking. Kenaikan rangking yang besar di Provinsi Banten dan
penurunan rangking di Provinsi DI Yogyakarta saat perubahan indikator
rangking terjadi pada
(bisa dilihat pada Tabel 7)

19
Selanjutnya, pada Tabel 22 model 1 akan dibandingkan dengan model
3 dalam rangka membandingkan formulanya.
Tabel 22 Perbandingan nilai
model 1 dan 3 beserta rangkingnya untuk
Provinsi Kepulauan Jawa, Bali, dan sekitarnya
Rangking
No
Provinsi
Model 1 Model 3 Model 1 Model 3
1
Jakarta
81,76
81,41
1
1
2
Banten
77,44
77,33
3
3
3
Jawa Barat
77,16
77,07
4
4
4
Jawa Tengah
76,48
76,46
6
6
5
Jawa Timur
76,08
76,07
7
7
6
DI Yogyakarta
79,81
79,78
2
2
7
Bali
76,79
76,75
5
5
8
NTB
70,34
70,25
8
8
9
NTT
70,06
69,96
9
9
Model 1 yang menggunakan rataan aritmetik dan indikator yang lama
memiliki nilai
yang tidak jauh berbeda dari nilai
yang menggunakan
model 3 yang menggunakan rataan geometrik dan menggunakan indikator
yang lama. Rangking yang dihasilkan oleh kedua model pun sama. Hal ini
menunjukan bahwa walaupun formula yang digunakan berbeda yaitu rataan
aritmetik dan geometrik, nilai dan rangking
yang dihasilkan akan sama
karena indikator yang digunakan sama.
Kemudian, pada Tabel 23, nilai
dari model 2 dan model 4 akan
dibandingkan dalam rangka membandingkan formulanya.
Tabel 23 Perbandingan nilai
model 2 dan 4 beserta rangkingnya untuk
Provinsi Kepulauan Jawa, Bali, dan sekitarnya
Rangking
No
Provinsi
Model 2 Model 4 Model 2 Model 4
1
Jakarta
70,00
64,58
1
1
2
Banten
68,45
62,71
2
3
3
Jawa Barat
67,55
62,27
4
5
4
Jawa Tengah
67,23
62,14
6
6
5
Jawa Timur
66,72
61,85
7
7
6
DI Yogyakarta
67,76
63,09
3
2
7
Bali
67,43
62,55
5
4
8
NTB
66,37
61,63
8
8
9
NTT
65,07
60,18
9
9
Model 2 yang menggunakan rataan aritmetik dan indikator yang baru
memiliki nilai
yang tidak jauh berbeda dari nilai
yang
menggunakan model 4 yang menggunakan rataan geometrik dan
menggunakan indikator yang baru. Rangking yang dihasilkan oleh kedua
model pun tidak jauh berbeda. Perubahan rangking yang terlihat terjadi pada
Provinsi Banten, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Bali. Provinsi Banten yang
pada model 2 menduduki rangking yang lebih tinggi daripada DI Yogyakarta,
pada model 4 rangkingnya berubah menjadi lebih rendah daripada DI
Yogyakarta. Begitu juga dengan Provinsi Jawa Barat, pada model 2 rangking

20
nya lebih rendah, pada model 4 rangkingnya menjadi lebih tinggi dibanding
Provinsi Bali.
Pada dasarnya, kedua model di atas menggunakan inidkator yang sama
yaitu indikator baru. Sehingga jika terjadi perubahan nilai
, hal itu
semata-mata disebabkan oleh formula nya yang berbeda. Indikator yang
dihitung menggunakan formula rataan aritmetik pada dasarnya akan
menghasilkan nilai
yang lebih besar daripada nilai
yang dihitung
berdasarkan formula rataan geometrik. Dan juga untuk nilai
yang
dihitung dengan formula rataan geometrik, nilai dari ketiga indeks (kesehatan,
pendidikan, dan ekonomi) akan terhitung secara proporsional (Herrero et al.
2010). Hal ini lah yang menyebabkan terjadinya kenaikan rangking pada
Provinsi DI Yogyakarta dan Bali serta penurunan rangking pada Provinsi
Banten dan Jawa Barat. Provinsi DI Yogyakarta memunyai dua nilai indeks ( ,
) yang lebih besar daripada Provinsi Banten (terlihat pada Tabel 24),
sehingga menyebabkan Provinsi DI Yogyakarta memunyai nilai IPM yang
lebih besar dari Provinsi Banten. Hal tersebut juga terjadi pada Provinsi Bali
yang memiliki dua nilai indeks yang lebih besar daripada Provinsi Jawa Barat
(terlihat pada Tabel 25).
Tabel 24

Nilai ,
Banten

, dan

untuk Provinsi DI Yogyakarta dan provinsi

DI Yogyakarta
90,2
36,2
76,88

Banten
98,4
34,64
72,36

Tabel 25 Nilai α, , dan untuk Provinsi Bali dan Jawa Barat
Bali
Jawa Barat
79,5
94,7
35,77
34,90
73,69
73,04
Akan dibandingkan pula model 3 dan model 4 dalam rangka
membandingkan indikatornya, pada Tabel 26.
Tabel 26
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Perbandingan nilai
model 3 dan 4 beserta rangkingnya
untuk Provinsi Kepulauan Jawa, Bali, dan sekitarnya
Rangking
Provinsi
Model 3 Model 4 Model 3 Model 4
Jakarta
81,41
64,58
1
1
Banten
77,33
62,71
3
3
Jawa Barat
77,07
62,27
4
5
Jawa Tengah
76,46
62,14
6
6
Jawa Timur
76,07
61,85
7
7
DI Yogyakarta
79,78
63,09
2
2
Bali
76,75
62,55
5
4
NTB
70,25
61,63
8
8
NTT
69,96
60,18
9
9

21
Pada model 3 yang menggunakan rataan geometrik dan indikator yang lama
rangking yang dihasilkan tidak jauh berbeda dari rangking yang dihasilkan
model 4 yang menggunakan rataan geometrik dan menggunakan indikator
yang baru. Namun, nilai
yang dihasilkan oleh model 3 jauh lebih besar
dibandingkan nilai
yang dihasilkan oleh model 4. Perubahan rangking
hanya terjadi pada Provinsi Jawa Barat dan Bali. Pada model 4 yang
menggunakan indikator baru, Provinsi Jawa Barat mengalami penurunan
rangking. Hal ini di sebabkan, pada saat perubahan indikator yang
digunakan (dari indikator yang lama ke indikator baru), nilai
Jawa
Barat menjadi turun dibawah nilai
Provinsi Bali. Indeks yang paling
mempengaruhi perubahan nilai
pada Provinsi Jawa Barat ini adalah
indeks pendidikan ( ). Setelah menggunakan indikator yang baru untuk
menghitung , nilai
Jawa Barat menjadi lebih rendah daripada nilai
Bali. Hal ini menunjukan bahwa penduduk di Provinsi Jawa Barat banyak
yang telah menyelesaikan pendidikan formal 9 tahun (hingga tamat SMP),
namun jumlah penduduk yang mengikuti pendidikan setelah tamat SMP
sedikit. Hal tersebut terbukti dari jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat
yang berumur 15 sampai 29 tahun yang mengikuti pendidikan setelah tamat
SMP adalah 9% dari jumlah penduduknya. Sedangkan jumlah penduduk
Provinsi Bali yang berumur 15 sampai 29 tahun yang mengikuti pendidikan
setelah tamat SMP adalah 11% dari jumlah penduduknya.
Ringkasnya, nilai
untuk 9 provinsi dari masing-masing model
beserta rangkingnya dapat direpresentasikan pada Tabel 27 dan Tabel 28.
Tabel 27 Nilai
model 1, 2, 3, dan 4 untuk Provinsi Kepulauan Jawa,
Bali, dan sekitarnya
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Provinsi
Jakarta
Banten
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Bali
NTB
NTT

Model 1
81,76
77,44
77,16
76,48
76,08
79,81
76,79
70,34
70,06

Model 2
70,00
68,45
67,55
67,23
66,72
67,76
67,43
66,37
65,07

Model 3
81,41
77,33
77,07
76,46
76,07
79,78
76,75
70,25
69,96

Model 4
64,58
62,71
62,27
62,14
61,85
63,09
62,55
61,63
60,18

22
Tabel 28 Rangking
model 1, 2, 3, dan 4 untuk Provinsi Kepulauan
Jawa, Bali, dan sekitarnya
Rangking
No
Provinsi
Model 1 Model 2 Model 3 Model 4
1
Jakarta
1
1
1
1
2
Banten
3
2
3
3
3
Jawa Barat
4
4
4
5
4
Jawa Tengah
6
6
6
6
5
Jawa Timur
7
7
7
7
6
DI Yogyakarta
2
3
2
2
7
Bali
5
5
5
4
8
NTB
8
8
8
8
9
NTT
9
9
9
9
Pada model 2 terjadi pertukaran rangking antara Provinsi Banten dan
Provinsi DI Yogyakarta. Model 2 adalah model dengan formulasi rataan
aritmetik dan indikator yang baru. Pada model tersebut rangking Provinsi
Banten menjadi naik di atas rangking Provinsi DI Yogyakarta karena pada
indikator yang baru, nilai di provinsi naik secara drastis melebihi nilai
pada Provinsi DI Yogyakarta. Pertukaran rangking tidak terjadi pada
model 4 pada Provinsi Banten ini, walaupun indikator yang digunakan
sama-sama baru. Hal ini menunjukan bahwa
yang dihitung dengan
rataan geometrik memiliki nilai yang cenderung lebih independen terhadap
perubahan indeksnya di banding rataan aritmetik.
Di Provinsi Jawa Barat dan Bali, pertukaran rangking terjadi pada
model 4. Model ini menggunakan rataan geometrik dengan indikator yang
baru. Hal ini di sebabkan, pada saat perubahan indikator yang digunakan
(dari indikator yang lama, yaitu
ke indikator baru, yaitu ), nilai Jawa
Barat menjadi turun dibawah nilai Provinsi Bali. Hal ini juga berpengaruh
pada nilai
nya.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil yang didapatkan dari menghitung nilai indeks kesehatan,
indeks pendidikan, indeks ekonomi dan
untuk empat model, didapatkan
beberapa kesimpulan. Indeks kesehatan baru ( ) lebih merepresentasikan keadaan
atau potensi hidup perkepala penduduknya, sehingga indikator ini akan lebih
mendekati kondisi kesehatan yang sebenarnya. Indeks pendidikan baru ( ) yang
menggunakan indikator rataan tahun pendidikan yang dijalani oleh orang yang
berumur 15 sampai 29 tahun lebih baik jika digunakan untuk membandingkan
nilai
di negara yang maju dengan negara yang sedang berkembang, karena
belakangan ini, negara maju telah mewajibkan