Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Di Indonesia

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DI INDONESIA

SKRIPSI Diajukan Oleh:

PRIESKA PRETTY MADOGUCCI 060501067

Ekonomi Pembangunan

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Medan 2010


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PENANGGUNG JAWAB SKRIPSI

Nama : Prieska Pretty Madogucci

Nim : 060501067

Departemen : Ekonomi Pembangunan

Judul skripsi : Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Di Indonesia.

Tanggal: ……….

Pembimbing,

(

NIP.19510421 198203 1002 Drs. Rujiman, MA)


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

BERITA ACARA UJIAN

Hari :

Tanggal :

Nama : Prieska Pretty Madogucci

Nim : 060501067

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentarsi : Perencanaan

Judul : Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Di Indonesia.

PANITIA UJIAN/ TIM PENGUJI

Ketua Departemen, Pembimbing Skripsi,

(Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec) (Drs. Rujiman, MA) NIP.19730408 199802 1001 NIP.19510421 198203 1002

Penguji I, Penguji II,

(Paidi Hidayat, SE, MSi)

NIP.19750920 200501 1002 NIP.19710503 200312 1003 (Irsyad Lubis, SE,M.Soc.Sc.PhD)


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PERSETUJUAN ADMINISTRASI AKADEMIK

Hari :

Nama : Prieska Pretty Madogucci Nim : 060501067

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentarsi : Perencanaan

Judul : Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Di Indonesia.

Tanggal : …... Ketua Departemen,

NIP. 19730408 199802 1001 (Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec)

Tanggal : ... Dekan,

NIP. 19550810 198303 1004 (Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec)


(5)

ABSTRACT

The purpose of this study is to analyze the factors which influence the human development index in Indonesia for a periode of 20 years, from 1989-2008. The dependent variable in this study is the human development index (Y), while the independent variable is the number of poor society (X1), the economic growth (X2), and the government expenditure (X3).

The research method that used in this analyse is Ordinary Least Square (OLS), which use multiple linear regression method and analyse tool that used to process the pool is Eviews 5.1.

The result of the estimation and the research show that all independent variable, such as number of poor society (X1) give a negative influence to the human development index (Y), economic growth give a positive influence to the human development index (Y), and government expenditure give a positive influence to the human development index (Y) and significant at alpha 1%.

Keyword : Human Development Index, number of poor society, Economic Growth, Government Expenditure.


(6)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi indeks pembangunan manusia di Indonesia dalam kurun waktu 20 tahun, mulai dari 1989-2008. Adapun variabel terikat dalam penelitian ini adalah indeks pembangunan manusia (Y), sedangkan variabel bebasnya adalah jumlah penduduk miskin (X1), pertumbuhan ekonomi (X2), pengeluaran pemerintah (X3).

Metode penelitian yang digunakan dalam analisis ini adalah Ordinary Least Square (OLS), dengan menggunakan metode regresi linear berganda dan alat analisis yang dipakai untuk mengolah data yaitu dengan menggunakan Eviews 5.1.

Hasil estimasi dari penelitian ini menunjukkan bahwa semua variabel bebas yaitu, jumlah penduduk miskin (X1) berpengaruh negative terhadap indeks pembangunan manusia (Y), pertumbuhan ekonomi (X2) berpengaruh positif terhadap indeks pembangunan manusia (Y), dan pengeluaran pemerintah (X3) berpengaruh positif terhadap indeks pembangunan manusia (Y) yang signifikan pada alfa 1%.

KataKunci : Indeks pembangunan Manusia, Jumlah Penduduk Miskin, Pertumbuhan Ekonomi, Pengeluaran Pemerintah.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia”. Isi dan materi skripsi ini di dasarkan pada penelitian perpustakaan serta perkembangan dan data sekunder yang terkait dengan hal yang diteliti.

Adapun skripsi ini diselesaikan sebagai tugas akhir penulis untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis tidak luput dari hambatan dan kesulitan yang harus dihadapi. Namun berkat bimbingan, bantuan dan pengorbanan baik moril maupun materil dari berbagai pihak maka skripsi ini dapat diselesaikan. Melalui kesempata ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yan sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Univesitas Sumatera Utara. 3. Bapak Drs. Rujiman, MA selaku dosen pembimbing saya yang telah

banyak membantu dan mengarahkan penulisan dan penyempurnaan skripsi ini.

4. Bapak Paidi Hidayat,SE, M.Si selaku dosen penguji I dan Bapak Irsyad Lubis, SE,M.oc.Sc.PHd selaku dosen penguji II yang telah banyak memberi saran dan kritik dalam penyusunan skripsi.


(8)

5. Bapak Wahyu Ario Pratomo,SE, M.Ec, selaku Penasehat Akademik serta dosen pengajar mata kuliah di FE-USU yang sudah membantu, membimbing, mengarahkan dan membuka wawasan penulis selama mengikuti perkuliahan.

6. Staf administrasi FE-USU yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan urusan-urusan administrasi selama perkuliahan.

7. Pegawai BPS Medan dan Bukittinggi yang telah mebantu dalam memperoleh data yang diperlukan penulis.

8. Dengan rasa hormat kepada ayahanda Ismunandi Sofyan dan ibunda Sisca Laluyan, yang telah mendukung dengan do’a dan kasih sayang yang tidak ternilai.

9. Kepada adikku Pasha P. Madogucci, Parerra P. Madogucci, Panduko P.Minagucci, dan Pusacho P.Minagucci atas do’a dan dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini.

10.Kepada sahabat-sahabat terbaikku Wirda, Yesi, Titah, Desi, Yeni, Riri, serta anak-anak mafiosa dan lain-lain yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu dalam skripsi yang telah memberikan semangat dan dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini.

11.Kepada anak-anak EP’06 yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.

Akhirnya penulis menucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis meyadari bahwa masih banyak hal yang kurang dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk dapat


(9)

meningkatkan kualitas skripsi ini sehingga dapat dipergunakan dalam pengembangan dan pemahaman studi ilmiah.

Medan, Mei 2010 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ………...………... i

ABSTRAK ……….……… ii

KATA PENGANTAR ..………. iii

DAFTAR ISI ……… vi

DAFTAR TABEL ………... x

DAFTAR GAMBAR .………... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang …………...……….. 1

1.2 Perumusan Masalah …...……….. 7

1.3 Hipotesis …..………... 7

1.4 Tujuan Penelitian ...……….. 7

1.5 Manfaat Penelitian ………. 8

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Indeks Pembangunan Manusia ………. 9

2.1.1 Definisi Pembangunan Manusia dan Pengukurannya ………. 9

2.1.2 Pembangunan Manusia Seutuhnya ...……… 12

2.1.3 Metode Perhitungan dan Komponen-komponen IPM …………... 14

2.1.3.1 Metode Perhitungan IPM ……..………. 14

2.1.3.2 Komponen-komponen IPM ..………. 15

2.2 Jumlah Penduduk Miskin ………... 20

2.2.1 Pengertian Kemiskinan ……….……….. 20

2.2.2 Pembangunan dan Kemiskinan …….……….. 22

2.2.3 Konsep dan Indikator Kemiskinan Versi Pemerintah Indonesia …... 23

2.2.4 Penyebab Kemiskinan ………... 26

2.2.5 Karakteristik atau ciri-ciri Penduduk Miskin ...……… 28

2.2.6 Menguukur Kemiskinan ……...……… 29

2.2.7 Efek Lingkaran Perangkap Kemiskinan Terhadap Pembangunan Ekonomi ………...……….... 30

2.3 Pertumbuhan Ekonomi ………... 34


(11)

2.3.2 Mengukur Tingkat Pertumbuhan ………... 35

2.3.3 Komponen Utama Pertumbuhan Ekonomi …...……… 38

2.3.4 Teori-teori pertumbuhan …...……… 39

2.4 Pengeluaran Pemerintah …………..………. 48

2.4.1 Pengeluaran Rutin .……….. 49

2.4.2 Pengeluaran Pembangunan ...……… 50

2.4.3 Teori Pengeluaran Pemerintah ………... 53

2.5 Penelitian Sebelumnya ………... 59

2.6 Kerangka Pemikiran ………... 61

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup Penelitian ………... 62

3.2 Pendekatan Penelitian ...……… 62

3.3 Jenis dan Sumber Data ………... 63

3.4 Pengolahan Data ………..………. 63

3.5 Model Analisis Data ………... 63

3.5.1 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) .……….. 65

3.5.1.1 Uji Koefisien Determinasi (R-Square) ...……… 65

3.5.1.2 Uji T-statistik ………... 66

3.5.1.3 Uji F- statistik ………... 67

3.5.2 Uji Penyimpangan asumsi Klasik .……….. 69

3.5.2.1 Multikolinearity ………... 69

3.5.2.2 Autokorelasi …..………. 69

3.6 Definisi Operasional ………... 70

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Wilayah Indonesia …...……… 72

4.1.1 Keadaan Geografis ..………. 72

4.1.2 Kondisi Iklim ………..………. 74

4.1.3 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia ….. 74

4.1.4 Perkembangan Tingkat kemiskinan Indonesia ….……….. 76

4.1.5 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ..…………. 77

4.1.6 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah ……...……….... 79


(12)

4.3 Interprestasi Model ………... 82

4.4 Test of Goodness of Fit (uji kesesuaian) ………... 83

4.4.1 Koefisien Determinasi (R2) ………... 83

4.4.2 Parsial Test (t-stat) ………... 83

4.4.3 F-statistik (Uji keseluruhan) ………... 86

4.5 Uji Penyimpangan Asumsi klasik ………... 87

4.5.1 Multikolinearity ………... 87

4.5.2 Autokorelasi ………. . 88

BAB V KESEIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ………... 89

5.2 Saran ……….. 90 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

No Judul Hal

1.1 Nilai dan peringkat IPM dan GDP/capita Negara-negara

ASEAN ………. 5

2.1 Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM ………... 16 2.2 Tahun Konversi dari Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan ………... 18 4.1 Kondisi Geografis Indonesia Menurut Provinsi ………... 73 4.2 Indeks Pembangunan Manusia ………... 75 4.3 Perkembangan Indeks Pemabangunan Manusia dan Komponen Periode

1996-2006 ………... 76 4.4 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut

Daerah ………... 77

4.5 PDB Indonesia Berdasarkan Harga Berlaku Tahun 1989-2008 …... 79 4.6 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Indonesia ………... 80


(14)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal

2.1 Hubungan antara Ketiga Perangkap Kemiskinan …………... 33 2.2 Jumlah Penduduk Optimal ………... 40 2.3 Hubungan antara Pembangunan Manusia, Demokrasi dan Pertumbuhan

Ekonomi ………... 45

2.4 Kerangka Barro ………... 46

2.5 Pendekatan Trickle Down terhadap Pembangunan …………... 47 2.6 Virtous Triangle ………... 48 2.7 Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah Menurut Wagner …... 56 2.8 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah ………... 58 3.1 Kurva Uji T-statistik ………... 66 3.2 Kurva Uji F-statistik ………... 68 4.1 Kurva Uji T-statistik Variabel Jumlah Penduduk Miskin …... 84 4.2 Kurva Uji T-statistik Variabel Pertumbuhan Ekonomi …………... 84 4.3 Kurva Uji T-statistik Variabel Pengeluaran Pemerintah …………... 85 4.4 Kurva F-statistik ………... 87 4.5 Kurva Durbin-Watson ………... 88


(15)

ABSTRACT

The purpose of this study is to analyze the factors which influence the human development index in Indonesia for a periode of 20 years, from 1989-2008. The dependent variable in this study is the human development index (Y), while the independent variable is the number of poor society (X1), the economic growth (X2), and the government expenditure (X3).

The research method that used in this analyse is Ordinary Least Square (OLS), which use multiple linear regression method and analyse tool that used to process the pool is Eviews 5.1.

The result of the estimation and the research show that all independent variable, such as number of poor society (X1) give a negative influence to the human development index (Y), economic growth give a positive influence to the human development index (Y), and government expenditure give a positive influence to the human development index (Y) and significant at alpha 1%.

Keyword : Human Development Index, number of poor society, Economic Growth, Government Expenditure.


(16)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi indeks pembangunan manusia di Indonesia dalam kurun waktu 20 tahun, mulai dari 1989-2008. Adapun variabel terikat dalam penelitian ini adalah indeks pembangunan manusia (Y), sedangkan variabel bebasnya adalah jumlah penduduk miskin (X1), pertumbuhan ekonomi (X2), pengeluaran pemerintah (X3).

Metode penelitian yang digunakan dalam analisis ini adalah Ordinary Least Square (OLS), dengan menggunakan metode regresi linear berganda dan alat analisis yang dipakai untuk mengolah data yaitu dengan menggunakan Eviews 5.1.

Hasil estimasi dari penelitian ini menunjukkan bahwa semua variabel bebas yaitu, jumlah penduduk miskin (X1) berpengaruh negative terhadap indeks pembangunan manusia (Y), pertumbuhan ekonomi (X2) berpengaruh positif terhadap indeks pembangunan manusia (Y), dan pengeluaran pemerintah (X3) berpengaruh positif terhadap indeks pembangunan manusia (Y) yang signifikan pada alfa 1%.

KataKunci : Indeks pembangunan Manusia, Jumlah Penduduk Miskin, Pertumbuhan Ekonomi, Pengeluaran Pemerintah.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata baik materil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tentram, tertib, dan dinamis dalam lingkungan pergaulan yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.

Pembangunan ekonomi atau lebih tepatnya pertumbuhan ekonomi merupakan prasyarat bagi tercapainya pembangunan manusia, karena pembangunan ekonomi terjamin peningkatan produktivitas dan penigkatan pendapatan melalui penciptaan kesempatan kerja. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia berlangsung melalui dua jalur.

Jalur pertama melalui kebijaksanaan dan pengeluaran pemerintah. Dalam hal ini faktor yang menentukan adalah pengeluaran pemerintah untuk subsektor sosial yang merupakan prioritas seperti pendidikan dan kesehatan dasar. Besarnya pengeluaran itu merupakan indikasi besarnya komitmen pemerintah terhadap pembangunan manusia.

Jalur kedua adalah melalui kegiatan pengeluaran rumah tangga. Dalam hal ini faktor yang menentukan adalah besar dan komposisi pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan dasar seperti pemenuhan nutrisi anggotanya, untuk biaya pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar, serta untuk kegiatan lain yang serupa.


(18)

Dalam manajemen anggaran pemerintah seringkali terjadi tarik menarik antara investasi untuk infrastruktur ekonomi (fisik) dan investasi untuk sektor pembangunan sosial. Di satu sisi pengeluaran investasi infrastruktur dibutuhkan untuk memfasilitasi pertumbuhan ekonomi, namun disisi lain diperlukan juga investasi untuk meningkatkna kualitas SDM. Pembangunan manusia yang berhasil sebetulnya juga memberi manfaat positif bagi pertumbuhan ekonomi melalui tersedianya tenaga kerja yang berkualitas. Dengan kata lain terdapat hubungan 2 arah yang telah disebutkan diatas antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia (Ramirez,rannis,steawart, 1998).

Dalam kasus Indonesia, seperti disebutkan dalam Indonesian human development report 2004, perkembangan pembangunan manusia selama ini sangat tergantung pada pertumbuhan ekonomi dari awal 1970-an sampai akhir 1990-an. Pertumbuhan tersebut memungkinkan manusia untuk mengalokasikan pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan. Sementara pengeluaran pemerintah untuk pelayanan kesehatan dan pendidikan relatif sedikit. Alokasi pengeluaran pemerintah untuk bidang sosial selama ini jauh lebih sedikit dibandingkan dengan Malaysia, Filipina dan Thailand. Kebutuhan akan peningkatan alokasi pengeluaran pemerintah untuk bidang sosial menjadi kian terasa, sejak indonesia mengalami krisis ekonomi.

Sebelum krisis, Indonesia cukup sukses dalam memenuhi jumlah hak-hak dasar seperti menerjemahkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi ke dalam pembangunan manusia yang cepat dan merata. Namun demikian, keberhasilan ini sebagian besar dibiayai melalui belanja masyarakat, bukan belanja pemerintah.


(19)

Krisis tersebut bukan hanya menyebabkan merosotnya pencapaian pembangunan manusia tetapi juga membawa pengaruh buruk pada tingkat kemiskinan. Sementara itu, selain pertumbuhan ekonomi, pembangunan manusia sangatlah penting dalam upaya mengurangi kemiskinan. Hal ini karena pendidikan dan kesehatan yang baik memungkinkan penduduk yang miskin untuk meningkatkan nilai asetnya mengingat hal terpenting dari mereka ialah tenaga mereka. Sehubungan dengan itu maka pengeluaran pemerintah dalam bidang pendidikan dan kesehatan sangatlah penting.

Kemiskinan juga menghambat mereka untuk mengonsumsi nutrisi bergizi, dan dengan rendahnya tingkat pengetahuan yang mereka miliki, mereka kurang bisa memelihara lingkungan yang menyehatkan. Dari sudut pandang ekonomi, kesemuanya itu akan menghasilkan sumber daya manusia yang kurang berkualitas, atau dapat dikatakan memiliki tingkat produktivitas yang rendah. Hal ini juga berimbas pada terbatasnya upah/pendapatan yang dapat mereka peroleh.

Indeks pembangunan manusia (IPM), atau yang dikenal dengan sebutan Human Development index (HDI) adalah indikator yang digunakan untuk mengukur salah satu aspek penting yang berkaitan dengan kualitas dari hasil-hasil pembangunan ekonomi, yakni derajat perkembangan manusia. IPM adalah suatu indeks komposisi yang didasarkan pada tiga indikator, yakni kesehatan, pendidikan yang dicapai, dan standar kehidupan. Jadi jelas bahwa 3 unsur ini sangat penting dalam menentukan tingkat kemampuan suatu propinsi untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusianya. Ketiga unsur tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya, selain juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti ketersediaan kesempatan kerja,


(20)

yang pada gilirannya ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi, infrastruktur dan kebijakan pemerintah. Jadi, IPM akan meningkat apabila ketiga unsur tersebut dapat ditingkatkan, dan nilai IPM yang tinggi menandakan keberhasilan pembangunan ekonomi. Dengan kata lain terdapat korelasi positif antara nilai IPM dengan derajat keberhasilan pembangunan ekonomi.

Berdasarkan data BPS yang ada dari tahun 1996 sampai 2002, alokasi pengeluaran pemerintah provinsi masih lebih banyak untuk sektor-sektor diluar bidang pembangunan sosial. Kelompok sektor pendidikan dan kesehatan yang terdiri dari 6 sektor diatas tidak sampai setengah dari total pengeluaran pembangunan.

Pada tahun 1996, rata-rata persentase investasi pembangunan sosial tersebut adalah 14,43%. Pada tahun tersebut persentase alokasi tertinggi pada propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, sedangkan terendah adalah propinsi Sulawesi Tenggara. Pada tahun-tahun berikutnya rata-rata persentase investasi pembangunan sosial ini meningkat yakni tahun 1999 menjadi 18,40% dan 22,12%. Tahun 1999 dan 2000 propinsi Riau menduduki posisi pertama dalam persentase investasi sosial tersebut. Propinsi-propinsi baru hasil pemekaran wilayah masih sangat rendah alokasi anggarannya untuk bidang pembangunan sosial tersebut.

Menurut Laporan Pembangunan Manusia United Nations Development Programme (UNDP) tahun 2009, menyebutkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dalam tabel berikut ini.


(21)

Tabel 1.1

Nilai dan Peringkat IPM dan GDP/capita Negara-negara ASEAN Tahun 2009

Asia Tenggara Peringkat IPM Peringkat GDP

Singapura 23 0.944 23 34.346

Brunei Darussalam 30 0.920 20 36.681

Malaysia 66 0.829 64 7.649

Thailand 87 0.783 91 3.973

Philipina 105 0.751 121 1.721

Indonesia 111 0.734 116 2.224

Vietnam 116 0.725 137 1.052

Laos 133 0.619 144 897

Kamboja 137 0.593 148 782

Myanmar 138 0.586 166 442

Sumber : UNDP, Wikipedia

IPM Indonesia sebesar 0.734 dengan menduduki peringkat ke 111 setelah philipina dan singapura menempati urutan pertama dengan IPM 0.944 untuk negara-negara di Asia Tenggara dan urutan yang terakhir yaitu Myanmar dengan IPM sebesar 0.586. Menurut IMF (International Monerary Fund) pada tahun 2009, GDP tertinggi untuk wilayah Asia Tenggara di tempati oleh Brunei Darussalam sebesar US$ 36.681 pada peringkat 20 dan Myanmar menempati posisi terakhir untuk Asia Tenggara sebesar US$ 442, sedangkan Indonesia menempati posisi 116 dengan GDP sebesar US$ 2.224. “Angkanya masih rendah dibandingkan IPM negara tetangga. Artinya, meskipun pemerintah sudah berusaha namun usahanya belum sebesar negara-negara tetangga,” kata Rizal Malik, Team Leader Of Governance Unit UNDP. Ia menjelaskan, pengukuran


(22)

IPM mengacu pada tiga dimensi pada pembangunan manusia yakni kehidupan yang panjang dan sehat, kesempatan menikmati pendidikan dan hidup dengan standar yang layak (antara lain diukur dari daya beli dan pendapatan).

Model pembangunan manusia menurut UNDP (1990) ditujukan untuk memperluas pilihan-pilihan penduduk (enlarging people’s choice) yang dapat ditumbuh kembangkan melalui upaya pemberdayaan penduduk. Pemberdayaan penduduk dapat dicapai melalui upaya yang menitikberatkan pada peningkatan kemampuan dasar manusia yang meningkatnya derajat kesehatan, pengetahuan dan keterampilan agar dapat digunakan untuk mempertinggi partisipasi dalam kegiatan ekonomi produktif, sosial budaya dan politik. Sebagai fokus dan sasaran akhir pembangunan, informasi mengenai kualitas pembangunan manusia sangatlah penting diketahui. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indeks komposit yang paling banyak digunakan sebagai salah satu alat untuk mengukur taraf kualitas fisik penduduk.

Modal manusia (human capital) merupakan salah satu faktor penting dalam proses pertumbuhan ekonomi (teori Cobb-Douglas). Dengan modal manusia yang berkualitas kinerja ekonomi diyakini akan lebih baik. Kualitas modal manusia ini dapat diamati dari aspek tingkat pendidikan, kesehatan, dan tingkat kemisikinan. Dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi perlu dilakukan pembangunan manusia.

Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh jumlah penduduk miskin,

pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah terhadap Indeks


(23)

skripsi yang berjudul “ Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia ”.

1.2Perumusan Masalah

1. Apakah jumlah penduduk miskin berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia?

2. Apakah pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia?

3. Apakah pengeluaran pemerintah berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia?

1.3Hipotesis

1. Jumlah penduduk miskin berpengaruh negatif terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia ceteris paribus.

2. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia ceteris paribus.

3. Pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia ceteris paribus.

1.4Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh jumlah penduduk miskin terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia.

2. Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia.


(24)

3. Untuk mengetahui pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia.

1.5Manfaat penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

a. Hasil penelitian ini menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan juga sebagai tolak ukur atau gambaran pembagunan mansuia di Indonesia.

b. Sebagai informasi tambahan bagi mahasiswa/i Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, khususnya mahasiswa/i Departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut.

c. Untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan penulis dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni.

d. Sebagai masukan bagi peneliti-peneliti lain yang ingin melakukan penelitian dengan topik yang sama.

e. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi masyarakat yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut tentang Indeks Pembangunan Manusia.


(25)

BAB II

URAIAN TEORETIS 2.1 Indeks Pembangunan Manusia

2.1.1 Definisi Pembangunan Manusia dan Pengukurannya

UNDP (United Nation Development Programme) mendefenisikan pembangunan manusia sebagai suatu proses untuk memperluas pilihan-pilihan bagi penduduk. Dalam konsep tersebut penduduk ditempatkan sebagai tujuan akhir (the ultimated end) sedangkan upaya pembangunan dipandang sebagai sarana (principal means) untuk mencapai tujuan itu. Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan manusia, empat hal pokok yang perlu diperhatikan adalah produktivitas, pemerataan, kesinambungan, pemberdayaan (UNDP, 1995). Secara ringkas empat hal pokok tersebut mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut : 1. Produktivitas

Penduduk harus dimampukan untuk meningkatkan produktivitas dan berpartisipasi penuh dalam proses penciptaan pendapatan dan nafkah. Pembangunan ekonomi, dengan demikian merupakan himpunan bagian dari model pembangunan manusia.

2. Pemerataan

Penduduk harus memiliki kesempatan/peluang yang sama untuk mendapatkan akses terhadap semua sumber daya ekonomi dan social. Semua hambata yang memperkecil kesempatan untuk memperoleh akses tersebut harus dihapus, sehingga mereka dapat mengambil menfaat dari kesempatan yang ada dan berpartisipasi dalam kegiatan produktif yang dapat meningkatkan kualitas hidup.


(26)

3. Kesinambungan

Akses terhadap sumber daya ekonomi dan social harus dipastikan tidak hanya untuk generasi-generasi yang aka datang. Semua sumber daya fisik, manusia, dan lingkungan selalu diperbaharui.

4. Pemberdayaan

Penduduk harus berpartisipasi penuh dalam keputusan dan proses yang akan menentukan (bentuk/arah) kehidupan mereka, serta untuk berpartisipasi dan mengambil manfaat dari proses pembangunan.

Sebenarnya paradigma pembangunan manusia tidak berhenti sampai disana. Pilihan-pilihan tambahan yang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat luas seperti kebebasan politik, ekonomi dan sosial, sampao kesempatan untuk menjadi kreatif dan produktif, dan menikmati kehidupa yang sesuai dengan harkat pribadi dan jasmani hak-hak azasi manusia merupakan bagian dari paradigm tersebut. Dengan demikian, paradigma pembangunan manusia memiliki dua sisi. Sisi pertama berupa informasi kapabilitas manusia seperti perbaikan taraf kesehatan, pendidikan dan keterampilan. Sisi lainnya adalah pemanfaatan kapabilitas mereka untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat produktif, cultural, sosial dan politik. Jika kedua sisi itu didak seimbang maka hasilnya adalah frustasi masyarakat.

Konsep pembangunan manusia dalam pengertian di atas jauh lebih baik dari pada teori-teori pembangunan ekonomi yang konvensional termasuk model pertumbuhan ekonomi, pembangunan sumber daya manusia (SDM), pendekatan kesejateraan dan pendekatan kebutuhan-kebutuhan dasar manusia. Model pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan peningkatan pendapatan dan produksi


(27)

nasional (GNP). Pembangunan manusia teruatama sebagai input dari proses produksi (sebagai suatu sarana bukan tujuan). Pendekatan kesejahteraan melihat manusia sebagai agen perubahan dalam pembangunan. Pendekatan kebutuhan dasar memfokuskan pada penyediaan barang dan jasa kebutuhan hidup.

Untuk dapat membuat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) maka UNDP mensponsoru sebuah proyek tahun 1989 yang dilaksanakan oleh tim ekonomi dan pembangunan. Tim tersebut menciptakan kemampuan dasar. Kemampuan dasar itu adalah umur panjang, pengetahuan dan daya beli. Umur panjang yang dikuantifikasikan dalam umur harapan hidup saat lahir atau sering disebut Angka Harapan Hidup/AHH (eo). Pengetahuan dikuantifikasikan dalam kemampuan baca tulis/ angka melek huruf dan rata-rata lama bersekolah. Daya beli dikuantifikasikan terhadap kemampuan mengakses sumberdaya yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup yang layak.

Nilai IPM suatu negara atau wilayah menunjukkan seberapa jauh negara atau wilayah itu telah mencapai sasaran yang ditentukan yaitu angka harapan hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi semua lapisan masyarakat (tanpa kecuali), dan tingkat pengeluaran dan konsumsi yang telah mencapai standar hidup yang layak. Semakin dekat nilai IPM suatu wilayah terhadap angka 100, semakin dekat jalan yang harus ditempuh untuk mencapai sasaran itu.

Karena hanya mencakup tiga komponen, maka IPM harus dilihat sebagai penyederhanaan dari realitas yang kompleks dari luasnya dimensi pembangunan manusia. Oleh karena itu, pesan dasar IPM perlu dilengkapi dengan kajian dan analisis yang dapat mengungkapkan dimensi-dimensi pembangunan manusia yang


(28)

penting lainnya ( yang tidak seluruhnya dapat diukur) seperti kebebasan politik, kesinambungan lingkungan, kemerataan antar generasi.

Indeks Pembangunan Manusia merupakan alat ukur yang peka untuk dapat memberikan gambaran perubahan yang terjadi, terutama pada komponen daya beli yang dalam kasus Indonesia sudah sangat merosot akibat krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997. Krisis ekonomi dan moneter tersebut berdampak pada tingkat pendapatan yang akibatnya banyak PHK dan menurutnya kesempata kerja yang kemudian dipengaruhi tingkat inflasi yang tinggi selama tahun 1997-1998. Menurutnya tingkat kesempatan kerja dalam konteks pembangunan manusia merupakan terputusnya jembatan yang menghubungkan antara pertumbuhan ekonomi dengan upaya peningkatan kapasitas dasar penduduk.

Dampak dari krisis ekonomi pada pembangunan manusia adalah dengan menurunnya daya beli dan ini juga berarti terjadinya penundaan upaya peningkatan kapasitas fisik dan kapasitas intelektual penduduk. Penurunan beberapa komponen IPM sebagai akibat kepekaan IPM sebagai alat ukur yang dapat menangkap perubahan nyata yang dialami penduduk dalam jangka pendek.

2.1.2 Pembangunan Manusia Indonesia Seutuhnya

Pembangunan nasional Indonesia sesungguhnya menurut GBHN yang kemudian dijabarkan ke dalam Repelita adalah pembangunan yang menganut konsep pembangunan manusia. Konsep pembangunan manusia seutuhnya merupakan konsep yang menghendaki peningkatan kualitas hidup penduduk baik secara fisik, mental maupun dilakukan menitikberatkan pada pembangunan


(29)

sumber daya manusia secara fisik dan mental mengandung makna peningkatan kapasitas dasar penduduk yang kemudian akan memperbesar kesempatan untuk dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan yang berkelanjutan.

Azas pemerataan merupakan salah satu trilogi pembangunan yang akan diimplementasikan dalam berbagai program pembangunan, adalah salah satu prinsip pembangunan manusia. Melalui strategi delapan jalur pemerataan, kebijakan pembangunan mengarah pada pemihakan terhadap kelompok penduduk yang tertinggal. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kualitas fisik dan mental penduduk dilakukan pemerintah melalui pembangunan di bidang pendidikan dan kesehatan dasar. Di sektor ekonomi azas pemerataan yang diimplementasikan antara lain adalah dengan memberikan pengaruh yang sangat besar oleh karena sektor pertanian menyerap tenaga kerja terbanyak. Juga upaya pemberdayaan dilakkukan usaha bagi penduduk miskin melalui program Inpres Desa Tertinggal (IDT) dan Program Kukesra serta Takesra.

Pembangunan di bidang sosial yang sangat mengesankan adalah upaya pengendalian jumlah penduduk melalui program keluarga berencana. Upaya ini secara nyata telah berhasil menurunkan angka kelahiran hingga setengahnya yang kemudian berpengaruh pada pengurangan laju pertambahan penduduk dalam konteks Indonesia, sesungguhnya merupakan upaya yang mempercepat terjadinya peningkatan kualitas hidup, oleh karena bagian terbesar penduduk Indonesia ditinjau dari berbagai indikator sosial berada pada tingkatan kualitas yang masih rendah.


(30)

2.1.3 Metode Perhitungan dan Komponen-komponen IPM 2.1.3.1 Metode Perhitungan IPM

Adapun komponen IPM disusun dari tiga komponen yaitu lamanya hidup diukur dengan harapan hidup pada saat lahir, tingkat pendidikan diukur dengan kombinasi antara angka melek huruf pada penduduk dewasa (dengan bobot dua per tiga) dan rata-rata lama sekolah (dengan bobot sepertiga), dan tingkat kehidupan yang layak yang diukur dengan pengeluaran perkapita yang telah disesuaikan (PPP rupiah), indeks ini merupakan rata-rata sederhana dari ketiga komponen tersebut diatas :

IPM= 1/3 (Indeks X1 + Indeks X2 + Indeks X3) Dimana :

X1 = Lamanya hidup X2 = Tingkat Pendidikan

X3 = Tingkat kehidupan yang layak

Indeks X(I,J)=(X(I,J)-X(i-min)) / (X(I,J)-X(i-max) )

Dimana :

X(I,J) = Indikator ke-I dari daerah J

X(i-min) = Nilai minimum dari Xi

X(i-max) = Nilai maksimal dari Xi


(31)

Sumber : Buku Panduan Kongres Nasional Pembangunan Manusia, Menko Kesra dan TKPK, 2006

2.1.3.2 Komponen-komponen IPM 1) Lamanya Hidup (Longevity)

Lamanya hidup adalah kehidupan untuk bertahan lebih lama diukur dengan indikator harapan hidup pada saat lahir ( life expectancy at birth ) (e0), angka e0 yang disajikan pada laporan ini merupakan ekstrapolasi dari angka e0 pada akhir tahun 1996 dan akhir tahun 1999 yang merupakan penyesuaian dari angka kematian bayi ( infant mortality rate ) dalam periode yang sama. Dalam publikasi ini, angka IMR untuk tingkat provinsi dihitung berdasarkan data yang diperoleh dalam sensus penduduk tahun 1971, 1980, 1990 serta data gabungan dari SUPAS 1995 dan SUSENAS 1996.

Perhitungan dilakukan secara tidak langsung berdasarkan dua data dasar yaitu rata-rata jumlah lahir hidup dan rata-rata anak yang masih hidup dari wanita yang pernah kawin. Untuk mendapatkan Indeks Harapan Hidup dengan menstandarkan angka harapan hidup terhadap nilai maksimum dan minimumnya, seperti yang tercantum pada tabel 2.1 di bawah ini :


(32)

Tabel 2.1

Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM Indikator Komponen IPM Nilai

Minimum

Nilai Maksimum

Keterangan

Angka Harapan Hidup (e0) 25 85 Standar UNDP

Angka Melek Huruf (Lit) 0 100 Standar

UNDP Rata-rata lama Sekolah (MYS) 0 15 Standar

UNDP Kemampuan Daya Beli (PPP) 300.000

(1996) 360.000

(1999)b

737.720a UNDP menggunakan

PDB Riil Per Kapita Sumber: Badan Pusat Statistik Sumatera Utara

Catatan :

a. Proyeksi dari daya beli tertinggi yang dicapai di Jakarta pada tahun 2018 (akhir dari Pembangunan Jangka Panjang II) setelah disesuaikan dengan formula Atkinson. Proyeksi ini berdasarkan pada asumsi tingkat pertumbuhan daya beli sebesar 6,5% pertahun selama periode 1993-2018.

b. Sama dengan dua kali garis kemiskinan di provinsi yang dimiliki tingkat konsumsi per kapita terendah pada tahun 1990, nilai minimum disesuaikan menjadi Rp 360.000. penyesuaian ini


(33)

dilakukan karena krisis ekonomi telah menyebabkan penurunan daya beli masyarakat secara drastis sebagaimana terlihat dari peningkatan angka kemiskinan dan penurunan riil. Penambahan sebesar Rp 60.000 didasarkan pada perbedaan antara garis kemiskinan lama dengan garis kemiskinan baru yang jumlahnya Rp 5.000 per bulan (Rp 60.000 per tahun).

2) Tingkat Pendidikan

Dalam perhitungan IPM , komponen tingkat pendidikan diukur dari dua indikator, yaitu : angka melek huruf (Lit) dan rata-rata lama sekolah (MYS). Angka melek huruf adalah persentase dari pendidik usia 15 tahun ke atas yang bisa membaca dan menulis dalam huruf latin atau huruf lainnya. Rata-rata lama sekolah, yaitu rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas di seluruh jenjang pendidikan formal yang pernah dijalani atau sedang menjalani. Indikator ini dihitung dari variabel pendidikan yang tertinggi yang ditamatkan dan tingkat pendidikan yang sedang ditamatkan dan tingkat pendidikan yang sedang diduduki. Tabel 2.2 menyajikan faktor konversi dari tiap jenjang pendidikan, rata-rata lama sekolah (MYS) dihitung berdasarkan formula sebagai berikut :


(34)

Tabel 2.2

Tahun Konversi dari Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan No Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Tahun Konversi

1 Tidak Pernah Sekolah 0

2 SD 6

3 SMP 9

4 SMA 12

5 D 1 13

6 D 2 14

7 D 3 15

8 S 1/D 4 16

9 S 2 18

10 S 3 21


(35)

3) Standar Hidup

Standar hidup dalam perhitungan IPM, didekati dari pengeluaran riil per kapita yang telah disesuaikan. Untuk menjamin keterbandingan antardaerah dan antar waktu, dilakukan penyesuaian sebagai berikut :

1. Menghitung pengeluaran per kapita dari modul SUSENAS (=Y) 2. Menaikkan nilai Y sebesar 20% (=Y), karena berbagai studi

diperkirakan bahwa data dari SUSENAS cenderung lebih rendah dari 20%

3. Menghitung nilai daya beli atau Purchasing Power Parity (PPP) untuk setiap daerah yang merupakan harga suatu kelompok barang, relative terhadap harga kelompok barang yang sama di daerah yang ditetapkan sebagai standar

4. Menghitung nilai riil Y1 dengan mendeflasikan Y1 dengan indeks harga konsumen (CPI) (=Y2)

5. Membagi Y2 dengan PPP untuk memperoleh Rupiah yang sudah disetarakan antar daerah (=Y3)

6. Mengurangi nilai Y3 dengan menggunakan formula Atkinson untuk mendapatkan estimasi daya beli (=Y4). Langkah ini ditempuh berdasarkan prinsip penurunan manfaat marginal dari pendapatan.


(36)

2.2 Jumlah Penduduk Miskin 2.2.1 Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan merupakan refleksi dari ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan standar yang berlaku. Hendra Esmara (1986) mengukur dari ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan standar yang berlaku, maka kemiskinan dapat dibagi tiga:

1. Miskin absolut yaitu apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum; pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan.

2. Miskin relatif yaitu seseorang sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya.

3. Miskin kultural yaitu berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantu.

Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa pendekatan permasalahan kemiskinan dari segi pendapatan saja tidak mampu memecahkan permasalahan komunitas. Karena permasalahn kemiskinan komunitas bukan hanya masalah ekonomi namun meliputui berbagai masalah lainnya. Kemiskinan dalam berbagai bidang ini disebut dengan kemiskinan plural. Delina Hutabarat (1994), menyebutkan sekurang-kurangnya ada enam macam kemiskinan yang ditanggung komunitas yaitu :


(37)

1. Kemiskinan Subsistensi yaitu penghasilan rendah, jam kerja panjang, perumahan buruk, fasilitas air bersih mahal.

2. Kemiskinan Perlindungan yaitu lingkungan buruk (sanitasi, sarana pembuangan sampah, polusi), kondisi kerja buruk, tidak ada jaminan atas hak pemilikan tanah.

3. Kemiskinan Pemahaman yaitu kualitas pendidikan formal buruk, terbatasnya akses atas informasi yang menyebabkan terbatasnya kesadaran atas hak, kemampuan, dan potensi untuk mengupayakan perubahan.

4. Kemiskinan Partisipasi yaitu tidak ada akses dan control atas proses pengambilan keputusan yang menyangkut nasib diri dan komunitas.

5. Kemiskinan Identitas yaitu terbatasnya perbauran antar kelompok sosial, terfragmentasi.

6. Kemiskinan Kebebasan yitu stress, rasa tidak berdaya, tidak aman baik ditingkat pribadi maupun komunitas.

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, secara harfiah kata miskin diberi arti tidak berharta benda. Sayogyanya membedakan tiga tipe orang miskin, yakni miskin (poor), sangat miskin (very poor) dan termiskin (poorest). Penggolongan ini berdasarkan pendapatan yang diperoleh setiap tahun. Orang miskin adalah orang yang berpenghasilan kalau diwujudkan dalam bentuk beras yakni 320 kg/orang/tahun. Jumlah tersebut dianggap cukup memenuhi kebutuhan makan minimum (1,900 kalori/orang/hari dan 40 gr protein/orang/hari). Orang yang sangat miskin berpenghasilan antara 2240 kg, 320 kg beras/orang/tahun, dan


(38)

orang yang digolongkan sebagai termiskin berpenghasilan berkisar antara 180 kg, 240 kg beras/orang/tahun.

Menurut BPS, penduduk miskin adalah mereka yang asupan kalorinya di bawah 2,100 kalori berdasarkan kategori food dan nonfood diukur menurut infrastruktur antara lain jalan raya, rumah, serta ukuran sosial berupa kesehatan dan pendidikan.

2.2.2 Pembangunan dan Kemiskinan

Membaiknya indikator-indikator makro ekonomi diharapkan dapat memberikan dampak postif terhadap masalah pengangguran, kualitas hidup, dan terutama kemiskinan yang menjadi issue penting, dan terus mendapat perhatian serius dari setiap penyelenggaraan pemerintah. Pembangunan ekonomi berhubungan erat dengan masalah kemiskinan. Sebab tujuan utama dari pembangunan adalah meningkatkan kemakmuran masyarakat atau pemerataan kesejahteraan. Dengan kata lain, pembangunan bertujan untuk mengentaskan kemiskinan.

Masalah pokok yang dihadapi oleh pedesaan di Indonesia adalah kemiskinan dan keterbelakangan. Keadaan ini ditandai oleh :

1. Pendapatan yang rendah dari sebagian besar penduduk pedesaan. 2. Terdapatnya kesenjangan antara golongan kaya dan miskin dalam

usaha-usaha pembangunan sehingga disinyalir kondisi-kondisi tersebut kurang menguntungkan dalam mempercepat laju pertumbuhan.

Kemiskinan yang terjadi di Indonesia pada umumnya melanda penduduk yang tinggal di pedesaan. Salah satu golongan miskin di pedesaan adalah mereka


(39)

yang termasuk kategori petani kecil yang bertempat tinggal di daerah yang terisolir dengan kondisi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang kurang menguntungkan. Petani kecil yan ghidup dalam kemiskinan tersebut umumnya memiliki lahan pertanian yang sempit. Kecilnya luas lahan yang dimiliki mengakibatkan mereka sangat sulit meningkatkan taraf hidupnya.

Dari waktu ke waktu jumlah penduduk miskin ini semakin berkurang di daerah pedesaan sementara jumlah penduduk miskin dikota semakin banyak. Hal ini disebabkan banyak penduduk miskin dari desa yang pergi ke kota untuk mencari pekerjaan yan glebih baik. Akibatnya mereka bekerja di sektor informal perkotaan seperti pedangang kako lima, pedangan asongan, pemulung, gelandangan, dan sebagainya. Sebagian dari profesi ini membuat mereka tetap tergolong miskin.

2.2.3 Konsep dan Indikator Kemiskinan Versi Pemerintah Indonesia

Masalah kemiskinan bisa ditinjau dari lima sudut, yaitu persentase penduduk miskin, pendidikan (khususnya angka buta huruf), kesehatan (antara lain angka kematian bayi dan anak balita kurang gizi), ketenagakerjaan, dan ekonomi (konsumsi/kapita). Bappenas (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat desa antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Untuk mewujudkan hak


(40)

dasar masyarakat miskin, Bappenas menggunakan beberapa pendekatan utama, antara lain pendekatan kebutuhan dasar, pendikatan pendapatan, pendekatan kemampuan dasar, dan pendekatan objektif dan subjektif.

Pendekatan kebutuhan dasar, melihat kemiskinan sebagai suatu ketidakmampuan seseorang, keluarga, dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum, antara lain pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan, pendidikan,penyediaan air bersih dan sanitasi. Menurut pendekatan pendapatan, kemiskinan disebabkan oleh rendahnya penguasaan asset dan alat produktif seperti tanah dan lahan pertanian atau perkebunan, sehingga secara langsung memengaruhi pendapatan seseorang dalam masyarakat. Pendekatan ini, menentukan secara kaku standar pendapatan seseorang di dalam masyarakat untuk membedakan kelas sosialnya. Pendekatan kemampuan membaca dan menulis untuk menjalankan fungsi minimal dalam masyarakat. Keterbatasan kemampuan ini menyebabkan tertutupnya kemungkinan bagi orang miskin terlibat dalam pengambilan keputusan. Pendekatan obyektif atau sering juga disebut sebagai pendekatan kesejahteraan menekankan pada penilaian normatif dan syarat yang harus dipenuhi agar keluar dari kemiskinan. Pendekatan subyektif menilai kemiskinan berdasarkan pendapt atau pandangan orang miskin sendiri (Stepanek, 1985).

Indikator-indikator utama kemiskinan berdasarkan pendekatan di atas yang di kutip dari Badan Pusat Statistik, antara lain sebagai berikut :

1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan dan papan).


(41)

2. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).

3. Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga).

4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massa.

5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam.

6. Kurangnya apresiasi dalam kegiatan sosial masyarakat.

7. Tidak adanya akses dalam lapanga kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.

8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacar fisik maupun mental.

9. Ketidakmampuan dan ketidaktergantungan sosial (anak-anak terlantar, wanita korban kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marginal dan terpencil).

Indikator kemiskinan menurut Bappenas (2006) adalah terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan, terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan, terbatasnya akses terhadap air bersih, lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah, memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumber daya alam, lemahnya jaminan rasa aman, lemahnya pertisipasi, dan besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan keluarga dan adanya tekanan hidup yang mendorong terjadinya migrasi.


(42)

2.2.4 Penyebab Kemiskinan

Nasikun menyoroti beberapa sumber dan proses penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu :

1. Policy induces processes, yaitu proses kemiskinan yang

dilestarikan, direproduksi melalui pelaksanaan suatu kebijakan (induced of policy) diantaranya adalah kebijakan anti kemiskinan, tetapi realitanya justru melestarikan.

2. Socio-economic Dualism, yaitu negara ekskoloni yang mengalami kemiskinan karena pola produksi kolonial, yaitu petani menjadi marginal karena tanah yang paling subur dikuasai petani skala besar dan berorientasi ekspor.

3. Population Growth, yaitu perspektif yang didasari pada teori

Malthus bahwa pertambahan penduduk seperti deret ukur sedangkan pertambahan pangan seperti deret hitung.

4. Resources management and The Environment, yaitu adanya unsur

misalnya manajemen sumber daya alam dan lingkungan, seperti manajemen pertanian yang asal tebang akan menurunkan produktivitas.

5. Natural Cycles and Processes, yaitu kemiskinan yang terjadi

karena siklus alam. Misalnya tinggal di lahan kritis =, dimana lahan ini jika turun hujan akan terjadi banjir tetapi jika musim kemarau akan kekurangan air, sehingga tidak memungkinkan produktivitas yang maksimal terus-menerus.


(43)

6. The Marginalization of Woman, yaitu peminggiran kaum perempuan karena perempuan masih dianggap sebagai golongan kelas kedua, sehingga akses dan penghargaan hasil kerja yang diberikan lebih rendah dari laki-laki.

7. Cultural and Ethnic Factors, yaitu bekerjanya faktor budaya dan etnik yang memlihara kemiskinan. Misalnya, pola hidup konsumtif pada petani dan nelayan ketika panen raya, serta adat-istiadat yang konsumtif saat upacara adat-istiadat keagamaan.

8. Explotative Intermediation, yaitu keberadaan penolong yang

menjadi penodong, seperti rentenir (lintah darat).

9. Internal Political Fragmentation and Civil stratfe, yaitu suatu

kebijakan yang diterapkan pada suatu daerah yang fragmentasi politiknya yang kuat, dapat menjadi penyebab kemiskinan.

10.International Processes, yaitu bekerjanya sistem-sistem

internasional (kolonialisme dan kapitalisme) membuat banyak negara menjadi semakin miskin.

Selain beberapa faktor di atas, penyebab kemiskinan di masyarakat khususnya di pedesaan disebabkan oleh keterbatasan asset yang dimiliki, yaitu :

1. Natural Assets; seperti tanah dan air, karena sebagian besar

masyarakat desa hanya menguasai lahan yang kurang memadai untk mata pencahariannya.

2. Human Assets; menyangkut kualits sumber daya manusia yang


(44)

pendidikan, pengetahuan, keterampilan maupun tingkat kesehatan dan penguasaan teknologi).

3. Physical Assets; minimnya akses ke infrastruktur dan fasilitas

umum seperti jaringan jalan, listrik dan komunikasi.

4. Financial Assets; berupa tabungan (saving), serta akses untuk

memperoleh modal usaha.

5. Social Assets; berupa jaringan, kontak dan pengaruh politik, dalam hal ini kekuatan bargaining position dalam pengambilan keputusan-keputusan politik.

2.2.5 Karekteristik atau Ciri-ciri Penduduk Miskin

Emil Salim (1976) mengemukakan lima karakteristik kemiskinan, kelima karakteristik kemiskinan tersebut adalah :

1. Penduduk miskin pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri.

2. Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri.

3. Tingkat pendidikan pada umumnya sendiri.

4. Banyak diantara mereka tidak mempunyai fasilitas.

5. Diantara mereka berusaha relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan yang memadai.

Ciri-ciri kelompok (penduduk) miskin, yaitu :

1. Rata-rata tidak mempunyai faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, peralatan kerja dan keterampilan.


(45)

2. Mempunyai tingkat pendidikan yang rendah.

3. Kebanyakan bekerja atau berusaha sendiri dan bersifat usaha kecil (sektor informal), setengah menganggur atau menganggur (tidak bekerja).

4. Kebanyakan berada di pedesaan atau daerah tertentu perkotaan (slum area).

5. Kurangnya kesempatan untuk memperoleh (dalam jumlah yang cukup), bahan kebutuhan pokok, pakaian, perumahan, fasilitas kesehatan sosial lainnya.

Kelompok penduduk miskin yang berada pada masyarakat pedesaan dan perkotaan, pada umumnya dapat digolongkan pada buruh tani, petani gurem, pedagang kecil, nelayan, pengrajin kecil, buruh, pedagang kaki lima, pedagang asongan, pemulung, gelandangan, pengemis, dan pengagguran.

2.2.6 Mengukur Kemiskinan

Untuk mengukur kemiskinan, Indonesia melalui BPS menggunakan pendekatan kebutuhan dasar (basic needs) yang dapat diukur dengan angka atau hitungan Indeks Perkepala (Head Count Index), yakni jumlah dan persentase penduduk miskin yang berada di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan ditetapkan pada tingkat yang selalu konstan secara riil sehinga kita dapat mengurangi angka kemiskinan dengan menelusuri kemajuan yang diperoleh dalam mengentaskan kemiskinan di sepanjang waktu. Salah satu cara mengukur kemiskinan yang diterapkan di Indonesia yakni mengukur derajat ketimpangan pendapatan diantara masyarakat miskin, seperti koefisien Gini antar masyarakat miskin (GP) atau koefisien variasi pendapatan (CV) antar masyarakat miskin


(46)

(CVP). Koefisien gini atau CV antar masyarakat miskin tersebut penting diketahui karena dampak guncangan perekonomian pada kemiskinan dapt sangat berbeda tergantung pada tingkat dan distribusi sumber daya diantara masyarakat miskin. Prinsip-prinsip untuk mengukur kemiskinan, yakni :

1. Anonimitas independensi, yaitu ukuran cakupan kemiskinan tidak boleh tergantung pada siapa yang miskin atau pada apakah negara tersebut mempunyai jumlah penduduk yang banyak atau sedikit. 2. Monotenisitas, yakni bahwa jika kita memberi sejumlah uang

kepada seseorang yang berada dibawah garis kemiskinan, jika diasumsikan semua pendapatan yang lain tetap maka kemiskinan yang terjadi tidak mungkin lebih tinggi dari pada sebelumnya. 3. Sensitivitas distribusional, yaitu menyatakan bahwa dengan semua

hal lain konstan, jika mentransfer penapatan dari orang miskin ke orang kaya, maka akibatnya perekonomian akan menjadi lebih miskin.

2.2.7 Efek Lingkaran Perangkap Kemiskinan Terhadap Pembangunan Ekonomi

Yang dimaksudkan dengan lingkaran perangkap kemiskinan (the vicious circle of poverty), atau dengan singkat perangkap kemiskinan, adalah serangkaian kekuatan yang saling mempengaruhi secara sedemikian rupa sehingga menimbulkan keadaan di mana sesuatu negara akan tetap miskin dan akan tetap mengalami banyak kesukaran untuk mencapai tingkat pembangunan yang lebih tinggi. Teori ini terutama dikaitkan kepada nama Nurkse, seorang ahli ekonomi


(47)

yang merintis penelaahan mengenai masalah pembentukan modal di negara berkembang.

Dalam mengemukakan teorinya tentang lingkaran perangkap kemiskinan pada hakikatnya Nurkse berpendapat bahwa kemiskinan bukan saja disebabkan oleh ketiadaan pembangunan masa lalu tetapi juga menghadirkan hambatan kepada pembangunan di masa yang akan datang. Sehubungan dengan hal ini Nurkse mengatakan : “Suatu negara jadi miskin karena ia merupakan negara miskin” (A country is poor because it is poor). Menurut pendapatnya lingkaran perangkap kemiskinan yang terpenting adalah keadaan-keadaan yang menyebabkan timbulnya hambatanterhadap terciptanya tingkat pembentukan modal yang tinggi. Di satu pihak pembentukan modal ditentukan oleh tingkat tabungan, dan di lain pihak oleh perangsang untuk menanam modal. Di negara berkembang kedua faktor itu tidak memungkinkan dilaksanakannya tingkat pembentukan modal yang tinggi. Jadi menurut pandangan Nurkse, terdapat dua jenis lingkaran perangkap kemiskinan yang menghalangi negara berkembang mencapai tingkat pembangunan yang pesat : dari segi penawaran modal dan dari segi permintaan modal.

Tiga Bentuk Perangkap Kemiskinan

Dari segi penawaran modal lingkaran perangkap kemiskinan dapat dinyatakan secara berikut. Tingkat pendapatan masyarakat yang rendah, yang diakibatkan oleh tingkat produktivitas yang rendah, menyebabkan kemampuan masyarakat untuk menabung juga rendah. Ini akan menyebabkan tingkat pembentukan modal yang rendah. Keadaan yang terakhir ini selanjutnya akan


(48)

dapat menyebabkan suatu negara menghadapi kekurangan barang modal dan degan demikian tingkat produktivitas akan tetap rendah. Dari segi permintaan modal, corak lingkaran perangkap kemiskinan mempunyai bentuk yang berbeda. Di negara-negara miskin perangsang untuk melaksanakan penanaman modal rendah karena luas pasar untuk berbagi jenis barang terbatas, dan hal yang belakangan disebutkan ini disebabkan oleh pendapatan masyarakat yang rendah. Sedangkan pendapatan yang rendah disebabkan oleh produktivitas yang rendah yang diwujudkan oleh pembentukan modal yang terbatas pada masa lalu. Pembentukan modal yang terbatas ini disebabkan oleh kekurangan perangsang untuk menanam modal.

Dalam bagian lain dari analisis Nurkse, ia menyatakan bahwa peningkatan pembentukan modal bukan saja dibatasi oleh lingkaran perangakap kemiskinan seperti yang dijelaskan di atas, tetapi juga oleh adanya international demonstration effect. Yang dimaksudkan dengan ini adalah kecendrungan untuk mencontoh corak konsumsi di kalangan masyarakat yang lebih maju.

Di samping kedua lingkaran perangkap kemisikinan ini, Meier dan Baldwin mengemukakan satu lingkaran perangkap kemiskinan lain. Lingkaran kemiskinan ini timbul dari hubungan saling mempengaruhi antara keadaan masyarakat yang masih terbelakang dan tradisional dengan kekayaan alam yang belum dikembangkan. Untuk mengembangkan kekayaan alam yang dimiliki, harus ada tenaga kerja yang mempunyai keahlian untuk memimpin dan melaksanakan berbagai macam kegiatan ekonomi.


(49)

Hubungan antara Ketiga Perangkap Kemiskinan Kekayaan alam kurang dikembangkan

(3)

Masyarakat masih terbelakang

Kekurangan modal (1)

Pembentukan modal yang rendah Produktivitas rendah Tabungan rendah

Pembentukan (2) Pendapatan

modal rendah riil rendah

Gambar 2.1. Hubungan antara Ketiga Perangkap Kemiskinan Pada gambar di atas teori lingkaran perangkap kemiskinan menjelaskan bahwa:

1.Adanya ketidakmapuan mengerahkan tabungan yang cukup. 2.Kurangnya rangsangan melakukan penanaman modal.

3.Rendahnya taraf pendidikan, pengetahuan, dan kemahiran masyarakat, merupakan tiga faktor utama yang menghambat terciptanya pembentukan modal dan perkembangan ekonomi.


(50)

2.3 Pertumbuhan Ekonomi

2.3.1 Definisi Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan nasional riil. Jadi perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuhan output riil.

Definisi pertumbuhan ekonomi yang lain adalah bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada kenaikan output perkapita. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan kenaikan taraf hidup diukur dengan output riil per orang.

Menurut Schumpeter, pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan output masyarakat yang disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi masyarakat tanpa adanya perubahan “teknologi” dalam produksi itu sendiri.

Simon Kuznets mendefenisikan pertumbuhan ekonomi suatu negara sebagai kemampuan negara itu untuk menyediakan barang-barang ekonomi yang terus meningkat bagi penduduknya, dimana pertumbuhan kemampuan ini berdasarkan kepada kemajuan teknologi dan kelembagaan serta penyesuaian ideologi yang dibutuhkannya.

2.3.2 Mengukur Tingkat Pertumbuhan Ekonomi

Salah satu kegunaan penting dari data-data pendapatan nasional adalah untuk menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai suatu negara dari tahun ke tahun. Dalam perhitungan pendapatan nasional berdasarkan pada harga-harga yang berlaku pada tahun tersebut. Apabila menggunakan harga-harga berlaku, maka nilai pendapatan nasional menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Perubahan tersebut dikarenakan oleh pertambahan


(51)

barang dan jasa dalam perekonomian serta adanya kenaikan-kenaikan harga berlaku dari waktu ke waktu.

Pendapatan nasional berdasarkan harga tetap yakni perhitungan pendapatan nesional dengan menggunakan harga berlaku pada satu tahun tertentu (tahun dasar) yang seterusnya digunakan untuk menilai barang dan jasa yang dihasilkan pada tahun-tahun berikutnya. Nilai pendapatan nasional yang diperoleh secara harga tetap ini dinamakan pendapatan nasional riil.

Perhitungan ekonomi biasanya menggunakan data PDB triwulan dan tahunan. Adapun konsep perhitungan petumbuhan ekonomi dalam satu periode (Rahardja. 2000), yaitu :

Gt = x 100%

Dimana :

Gt = Pertumbuhan ekonomi periode t (triwulan atau tahunan)

PDBRt = Produk Domestik Bruto Riil periode t (berdasarkan harga konstan)

PDBRt-1= PDBR satu periode sebelumnya

Jika interval waktu lebih dari satu periode maka perhitungan pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan eksponensial :

PDBRt = PDBR0 (1+r)2 Dimana :

PDBRt = PDBR periode t PDBR0 = PDBR periode t r = tingkat pertumbuhan


(52)

t = jarak periode

Perhitungan PDB dibagi menjadi dua bentuk, yaitu: 1. PDB menurut harga berlaku

Dimana PDB dengan faktor inflasi yang masih terkandung di dalamnya.

2. PDB menurut harga konstan

Dimana PDB meniadakan faktor inflasi. Artinya pengaruh perubahan harga telah dihilangkan.

Untuk menghitung besarnya pendaptan nasional atau regional, maka ada tiga metode pendekatan yang dipakai :

1. Pendekatan Produksi (Production Approach)

Metode ini dihitung dengan menjumlahkan nilai produksi yang diciptakan sektor ekonomi produktif dalam wilayah suatu negara. Secara matematis :

NI = P1Q1 + P2Q2 + … + PnQn Dimana :

NI = PDB (Produk Domestik Bruto).

P1, P2,…, Pn = Harga satuan produk pada satuan Masing-masing sektor ekonomi.

Q1, Q2,…, Qn = Jumlah produk pada satuan masing-masing sektor ekonomi yang dipakai hanya nilai tambah bruto saja agar dapat menghindari adanya perhitungan ganda.

Yang dipakai hanya nilai tambah bruto saja agar dapat menghindari adanya perhitungan ganda.


(53)

Metode ini dihitung dengan menjumlahkan besarnya total pendapatan atau balas jasa setiap faktor-faktor produksi. Secara matematis :

Y = Yw + Yr + Yi + Yp Dimana :

Y = Pendapatan Nasional atau PDB Yw = Pendapatan Upah/ gaji

Yr = Pendapatan Sewa Yi = Pendapatan Bunga

Yp = Pendapatan Laba atau profit

3. Pendekatan Pengeluaran (Consumption Approach)

Metode ini dihitung dengan menjumlahkan semua pengeluaran yang dilakukan berbagai golongan pembeli dalam masyarakat. Secara matematis :

Y = C + I + G + (X-M) Dimana :

Y = PDB (Produk Domestik Bruto)

C = Pengeluaran Rumah Tangga Konsumen Untuk Konsumsi I = Pengeluaran Rumah Tangga Perusahaan Untuk Investasi G = Pengeluaran Rumah Tangga Pemerintah

(X-M) = Ekspor Netto atau Perusahaan Rumah Luar Negeri

Yang dihitung hanya nilai transaksi-transaksi barang jadi saja, untuk menghindari adanya perhitungan ganda.


(54)

2.3.3 Komponen Utama Pertumbuhan Ekonomi

Ada tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa. Ketiga faktor tersebut adalah :

1. Akumulasi modal yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modul atau sumber daya manusia. Akumulasi modal terjdi apabila sebagian dari pendapatan ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan di kemudian hari.

2. Pertumbuhan penduduk yang pada akhirnya akan memperbanyak jumlah angkatan kerja. Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja (yang terjadi beberapa tahun setelah pertumbuhan penduduk) secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah jumlah tenaga produktif, sedangkan pertumnuhan penduduk yang lebih besar berarti meningkatkan ukuran pasar domestik.

3. Kemajuan teknologi yang terjadi karena ditemukannya cara baru atau perbaikan atas cara-cara lama dalam menangani pekerjaan-pekerjaan tradisional. Dalam hal ini dikenal ada tiga klasifikasi kemajuan teknologi, yaitu :

• Kemajuan teknologi yang bersifat netral.

• Kemajuan teknologi yang hemat tenaga kerja.


(55)

2.3.4 Teori-Teori Pertumbuhan Ekonomi a. Teori Ekonomi Klasik

Dalam teori pertumbuhan klasik terdapat kekurangan penduduk, produksi merjinal adalah lebih tinggi daripada pendapatan per kapita. Maka pertambahan penduduk akan menaikkan pendaptan per kapita. Akan tetapi apabila penduduk sudah semakin banyak, hukum hasil tambahan yang semakin berkurang akan mempengaruhi fungsi produksi marginal akan mengalami penurunan. Oleh karenanya pendapatan nasional dan pendaptan per kapita menjadi semakin lambat pertumbuhannya. Penduduk yang terus bertambah akan menyebabkan pada suatu jumlah penduduk yang tertentu produksi marginal telah sama dengan pendapatan per kapita.

Pendapatan per kapita Y1

M Y*PK

Y0 YPK

N0 N1 Jumlah Penduduk

Gambar 2.2. Jumlah Penduduk Optimal

Pada gambar di atas kurva YPK menunjukkan tingkat pendapatan per kapita pada berbagai jumlah penduduk penduduk, dan M adalah puncak kurva tersebut. Maka penduduk optimal adalah jumlah penduduk sebanyak N0, dan pendapatan per kapita yang paling maksimum adalah Y0. Kurva YPK akan terus-menerus bergerak ke atas (misalnya menjadi Y*PK). Perubahan seperti ini menyebabkan


(56)

dua hal berikut : 1. Penduduk optimum akan bergeser dari N0 ke kanan (misalnya menjadi N1) dan 2. Pada penduduk optimum N1 pendapatan per kapita lebih tinggi dari Y0 (yaitu menjadi Y1).

b. Teori Pertumbuhan Neo Klasik (Neo Classic Growth Theory) Teori ini dikembangkan oleh Solow (1956) dan berdasarkan teori-teori klasik sebelumnya yang telah disempurnakannya. Adapun beberapa asumsi penting dalam memahami model Solow (Rahardja. 2001) :

1. Tingkat teknologi dianggap konstan (tidak ada kemajuan teknologi).

2. Tingkat depresiasi dianggap konstan.

3. Tidak ada perdagangan luar negeri atau aliran keluar masuk barang modal.

4. Tidak ada sektor pemerintah.

5. Tingkat pertambahan penduduk (tenaga kerja) dianggap konstan. 6. Dalam mempermudah analisis, dapat ditambahkan asumsi bahwa

seluruh penduduk bekerja, sehingga jumlah penduduk sama dengan jumlah tenaga kerja.

c. Teori Pertumbuhan Endogenus (Endogenous Growth Theory) Teori yang dikembakna oleh Roemr (1986) ini merupakan perkembangan mutakhir teori pertumbuhan Klasik-Neo Klasik (Rahardja. 2001). Dalam teori ini disebut bahwa teknologi bersifat endogenus. Hal ini karena teknologi dianggap sebagai faktor produksi tetap (fixed input) sehingga mengakibatkan terjadinya The Law of Diminishing Return. Dalam jangka panjang yang lebih serius dari memperlakukan teknologi sebagai faktor eksogen dan konstan adalah


(57)

perekonomian yang lebih dulu maju akan terkejar oleh perekonomian yang lebih terbelakang dengan asumsi bahwa tingkat pertambahan penduduk, tingkat tabungan dan akses terhadap teknologi adalah sama.

Teknologi merupakan barang publik. Artinya teknologi dapat dimiliki dan dapat dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat walaupun bukan si penemu teknologi tersebut dan tanpa mengeluarkan biaya riset atau penelitian. Sehingga dalam hal ini teknologi disebut sebagai faktor endogen.

d. Teori Schumpeter

Menurut Schumpeter bahwa pertumbuhan ekonomi sangat ditentukan oleh kemampuan entrepreneurship. Schumpeter berpendapat bahwa kalangan pengusaha yang memiliki kemampuan dan keberanian dalam menciptakan dan mengaplikasikan inovasi-inovasi baru baik dalam masalah produksi, penyusunan teknik tahap produksi maupun sistem manajemennya.

Schumpeter berpandangan kemajuan perekonomian disebabkan diberkannya kebebasan untuk para entrepreneur (Rahardja. 2001). Namun, kebebasan ini dapat menimbulkan monopoli pasar yang nantinya akan memunculkan masalah non ekonomi sehingga akan dapat menghancurkan sisstem kapitalis tersebut.

e. Teori Harrod-Domar

Teori ini menekankan konsep tingkat pertumbuhan natural. Selain kuantitas faktor produksi tenaga kerja diperhitungkan juga kenaikan efisiensi karena pendidikan dan latihan. Model ini dapat menentukan berapa besarnya tabungan atau investasi yang diperlukan untuk memelihar tingkat laju


(58)

pertumbuhan ekonomi natural yaitu angka laju pertumbuhan ekonomi natural dikalikan dengan nisbah kapital-output.

f. Teori Pertumbuhan Rostow

Menurut W.W Rostow pembangunan ekonomi atau transformasi suatu masyarakat tradisional menjadi modern merupakan proses yang berdimensi banyak. Analisis Rostow ini didasarkan pada keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi akan tercipta sebagai akibat dari timbulnya perubahan yang fundamental bukan saja dalam corak kegiatan ekonomi tetapi juga dalam kehidupan politik dan hubungan sosial dalam suatu masyarakat dan negara. Dalam bukunya “The Stage of Economic” (1960), Rostow mengemukakan tahap-tahap dalam proses pembangunan ekonomi yang dialami oleh setiap negara pada umumnya ke dalam lima tahap, yaitu :

1. Tahap masyarakat tradisional (The traditional Society),

2. Tahap peletakan dasar untuk tinggal landas (The Precenditional Society),

3. Tahap tinggal landas (The take Off),

4. Tahap gerak menuju kematangan (The Drive to Martirity),

5. Tahap era konsumsi tinggi massa (The Age of High Mass consumption).

g. Teori Pertumbuhan Kuznet

Kuznet mendefenisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kemampuan jangka panjang untuk menyediakan berbagai jenis barang ekonomi yang terus meningkat kepada masyarakat. Kemampuan ini tumbuh atas dasar kemajuan teknologi, institusional dan ideologis yang diperlukannya. Dalam analisisnya, Kuznet


(59)

mengemukakan enam ciri petumbuhan ekonomi modern yang di manifestasikan dalam proses pertumbuhan oleh semua negara yang telah maju (suryana, 2000), yaitu :

a. Dua variabel ekonomi agregatif

1. Tingginya tingkat pertumbuhan output per kapita dan penduduk

2. Tingginya tingkat kenaikan produktivitas faktor produksi secara keseluruhan, terutama produktivitas tenaga kerja. b. Dua variabel transformasi struktural

3. Tingginya tingkat transformasi struktur ekonomi. 4. Tingginya tingkat transformasi sosial dan ideologi.

c. Dua faktor yang mempengaruhi meluasnya pertumbuhan ekonomi internasional

5. Kecenderungan negara-negara maju secara ekonomis untuk menjangkau seluruh dunia untuk mendapatkan pasar dan bahan baku.

6. Pertumbuhan ekonomi ini hanya sebatas pada sepertiga populasi dunia.

h. Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern

Dalam literatur-literatur konvensional, demokrasi dianggap sebagai barang mewah. Tuntutan akan meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita. Hipotesis yang berkaitan dengan ini adalah hipotesis pilihan yang tidak menyenangkan (cruel choice) antara dua demokrasi dan disiplin. Karena


(60)

demokrasi pada tahap awal pembangunan tidak terlalu bersahabat dengan pertumbuhan ekonomi yang cepat, maka yang dibutuhkan oleh suatu negara adalah disiplin. Teori Konvensional yang lain adalah hipotesis tetesan ke bawah (trickle down) yang berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi yang cepat akan member sumbangan pada pembangunan manusia. Jika pembangunan meningkat, maka masyarakat dapat membelanjakan lebih banyak untuk pembangunan manusia. Berdasarkan kedua hipotesa tersebut, hubungan antara pembangunan manusia, demokrasi dan pertumbuhan ekonomi merupakan satu garis linear satu arah, dimana pertumbuhan ekonomi menjadi penggeraknya. Namun bukti-bukti mengenai kebenaran hipotesa cruel choice dan trickle down tidak terlalu meyakinkan. Jika digambar kedalam suatu diagram, bentuk hubungan ini seperti pada gambar 2.3.

Gambar 2.3. Hubungan antara Pembangunan Manusia, Demokrasi dan Pertumbuhan Ekonomi

Model pertumbuhan endogenus (dari dalam) memberikan suatu kerangka alternative untuk mempelajari hubungan antara pembangunan manusia, demokrasi dan pertumbuhan ekonomi. Teori ini menyatakan bahwa perbaikan dalam tingkat

Pertumbuhan Ekonomi


(61)

kematian bayi, dan pencapaian pendidikan dasar akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi pada gilirannya akan secara substansial meningkatkan peluang bahwa dari waktu ke waktu lembaga-lembaga politik akan menjadi lebih demokratis. Studi lintas negara yang dilakukan oleh Barro menemukan adanya hubungan kausal antara kematian bayi dan pendidikan dengan pertumbuhan ekonomi yang juga mengikuti teori moal manusia atau human capital theory. Dengan membangun hubungan tersebut, Barro secara efektif menolak hipotesa trickle down yang menyatakan bahwa pembangunan manusia yang tinggi hanya dapat dicapai melalui pertumbuhan ekonomi. Walaupun demikian, dalam kerangka ini, demokrasi masih dianggap sebagai barang mewah, dengan implikasi bahwa negara-negara miskin tinggi dapt (atau mungkin seharusnya tidak) berdemokrasi. Kerangka Barro digambarkan dalam gambar 2.4.

Gambar 2.4. Kerangka Barro

Bhalla memperkenalkan perspektif lain dalam perdebatan ini. Ia menemukan adanya pengaruh positif dari demokrasi cendrung untuk melindungi hak milik dan kontrak yang penting artinya bagi berfungsinya ekonomi pasar

Pembangunan Manusia

Demokrasi Pertumbuhan Ekonomi


(62)

dengan baik, yang memerlukan dukungan dari sektor swasta. Walaupun Bhalla tidak secara langsung meneliti hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia, dengan membalik hubungan kausalitasnya, temuannya secara tidak langsung membawa pada pendekatan trickle down terhadap pembangunan.

Gambar 2.5. Pendekatan Trickle Down terhadap Pembangunan

Laporan pembangunan manusia untuk Indonesia ini menunjukan argument bahwa pembangunan manusia merupakan unsur terpenting bagi konolidasi demokrasi. Fakta-fakta dan argument-argument yang dijabarkan dalam tinjauan teoritis ini memungkinkan kita untuk melengkapi hubungan antara pembangunan manusia, demokrasi dan pertumbuhan ekonomi, dimana ketiga variabel berinteraksi satu sama lainnya untuk menghasilkan segitiga kebaikan (virtous triangle).

Demokrasi

Pembangunan Manusia Pertumbuhan Ekonomi


(63)

Gambar 2.6. Virtous Triangle

Dalam segitiga kebaikan ini, pembangunan manusia secara positif mempengaruhi pertumbuhan ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung melalui demokrasi. Efek langsung dari pembangunan manusia terhadap pembangunan mengikuti teori modal manusia dan model pertumbuhan endogenous yang banyak ditemukan dalam berbagai literatur empiris. Penelitian Bank Dunia dan Bank Pembagunan Asia menemukan bahwa melek huruf yang tinggi, angka kematian bayi yang rendah, ketidakmerataan dan kemiskinan yang rendah memberikan kontribusi positif pada pertumbuhan ekonomi yang cepat di Asia Timur dan Tenggara.

2.4 Pengeluaran Pemerintah

Dalam kebijakan fiscal dikenal ada beberapa kebijakan anggaran, yaitu anggaran berimbang, anggaran surplus dan anggaran defisit. Dalam pengertian umum, anggaran brimbang adalah suaatu kondisi dimana penerimaan sama dengan pengeluaran (G = T). Anggaran surplus yaitu pengeluaran lebih kecil dari

Pembagunan Manusia

Demokrasi Pertumbuhan Ekonomi


(64)

penerimaan (G < T) sedangkan anggaran defisit adalah anggaran dimana komposisi pengeluaran lebih besar dari pada penerimaan (G > T).

Anggaran surplus digunkan jika pemerintah ingin mengatasi masalah inflasi sedangkan anggaran defisit digunakan jika pemerintah ingin mengatasi masalah pengangguran dan peningkatan pertumbuhan ekonomi untuk mengurangangi angka pengangguran, pemerintah dapat meningkatkan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Sampai dengan tahun 2004, rincian belanja pemerintah pusat masih terdiri dari : 1. Pengeluaran rutin dan 2. Pengeluaran pembangunan. Namun sejak tahun 2005 mulai diterapkan penyatuan anggaran (unified budgeti) antara pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan.

2.4.1 Pengeluaran Rutin

Pengeluaran rutin yaitu pengeluaran yang digunakan untuk pemeliharaan dan penyelenggaraan pemerintah yang meliputi belanja pegawai, belanja barang, pembayaran bunga utang, subsidi, dan pengeluaran rutin lainnya. Melalui pengeluaran rutin, pemerintah dapat menjalankan misinya dalam rangka menjaga kelancaran penyelenggaraan pemerintah, kegiatan operasional dan pemeliharaan asset negara, pemenuhan kewajiban pemerintah kepada pihak ketiga, perlindungan kepada masyarakat miskin dan kurang mampu, serta menjaga stabilitas perekonomian (Djunasien dan Hidayat,1989).

Besarnya pengeluaran rutin dipengaruhi oleh berbagai langkah kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam rangka pengelolaan keuangan negara dan stabilitas perekonomian, seperti perbaikan pendapatan aparatur pemerintah, penghematan pembayaran bunga utang, dan pengalihan subsidi agar lebih tepat


(65)

sasaran. Kenaikan pengeluaran pemerintah terutama dari pos belanja pegawai yang dialokasikan untuk menaikkan gaji pegawai dan pensiunan. Selain itu, lonjokan pengeluaran pemerintah yang terjadi pada pos pembayaran bunga utang luar negeri dan dalam negeri. Perbedaan karakteristik yang paling mendasar antara pinjaman dari dalam dan luar negeri yaitu pada implikasi disaat pengembalian. 2.4.2 Pengeluaran Pembagunan

Pengeluaran pembangunan yaitu pengeluaran yang bersifat modal masyarakat dalam bentuk pembangunan fisik dan non fisik. Dibedakan atas pengeluaran pembangunan merupakan pengeluaran yang ditunjukan untuk membiayai program-program pembangunan sehingga anggarannya selalu disesuaikan dengan dana yang berhasil imobilisasi. Dana ini kemudian dialokasikan pada berbagai bidang sesuai dengan prioritas yang telah direncanakan.

Dalam teori ekonomi makro, ada tiga pos utama pada sisi pengeluaran, yaitu :

1. Pegeluaran pemerintah untuk pembelian barang dan jasa. 2. Pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawai.

3. Pengeluaran pemerintah untuk pembayaran transfer (transfer payment).

Di samping itu, pengelolaan anggaran pembangunan juga harus tetap ditempatkan sebagai bagian yang utuh dari upaya menciptakan anggaran pendapatan dan belanja negara yang sehat, melalui upaya mngurangi upaya menciptakan pertumbuhan yang berkesinambungan. Pembiayaan pembangunan rupiah dibiayai dari sumber-sumber pembiayaan dalam negeri, dan penjaman


(66)

program. Pegelolaan dana tersebut akan dialokasikan kepada departemen dan lembaga pemerintah non departemen di tingkat pusat termasuk Departemen Hankam, dan pemerintah daerah, yang diklasifikasikan ke dalam dana pembangunan yang dikelola oleh instansi pusat, dan dana pembangunan yang dikelola daerah (Djamin, 1993).

Dalam rangka menutupi kesenjangan antara kebutuhan pembangunan dengan kemampuan dana dalam negeri, maka pembiayaan proyek masih tetap dibutuhkan. Pada tahun 1994-2004 pembiayaan pembangunan dengan dana yang bersumber dari luar negeri diupayakan untuk secara bertahap dikurangi. Untuk itu, pembiayaan proyek harus dimanfaatkan secara lebih optimal terutama bagi kegiatan ekonomi yang produktif dan dilaksanakan secara lebih optimal terutama bagi kegiatan ekonomi yang produktif dan dilaksanakan secara lebih transparan, efektif, dan efisien. Dengan demikian pemilihan proyek-proyek yang pembiayaan bersumber dari pinjaman luar negeri harus dilakukan berdasarkan prioritas sehingga dapat mendukung penciptaan sasaran.

Perubahan dalam pengeluaran pemertintah dan pajak akan mempengaruhi tingkat pendapatan. Hal ini menimbulkan kemungkinan bahwa kebijakan fiskal dapat digunakan untuk menstabilkan perekonomian. Jika perekonomian berada dalam keadaan resesi, pajak harus dikurangi atau pengeluaran ditingkatkan untuk menaikkan output. Jika sedang berada dalam masa makmur (booming) pajak seharusnya dinaikkan atau pengeluaran pemerintah dikurangi.

Pengeluaran pemerintah dapat dinilai dari berbagai segi sehingga dapat dibedakan menjadi (Suparmoko, 1996) :


(1)

nyata terhadap indeks pembangunan manusia pada tingkat kepercayaan 90%.

4. Dari hasil estimasi diatas dapat diketahui bahwa variabel jumlah penduduk miskin berpengaruh signifikan terhadap indeks pembangunan manusia pada α 10% dengan t-hitung > t-tabel ( 3,685 >1,746 ) dengan

demikian hipotesa Ha diterima artinya variabel jumlah penduduk miskin berpengaruh nyata terhadap indeks pembangunan manusia pada tingkat kepercayaan 90%.

5.2 SARAN

1. Perlunya terus meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat mengurangi penduduk miskin sehingga indeks pembangunan manusia cenderung meningkat.

2. Diharapkan pemerintah agar berani merealisasikan anggaran pendidikan 20 persen sesuai Undang-Undang No. 23 Tahun 2003, karena hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kontribusi pengeluaran pemerintah untuk pendidikan sangat besar bagi pembangunan manusia di Indonesia.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Admin. Dampak Pengeluaran Pemerintah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat

di Jawa Timur. (Jurnal Elektronik) diakses 01 April 2010 ;

Badan Pusat Statistik. 1999-2007. Indikator Kesejahteraan Rakyat. Medan: BPS Badan Pusat Statistik. 1990-2008. Statistic Indonesia. Bukittinggi: BPS

Badan Pusat Statistik. 1990-2006. Statistic Indonesia. Medan: BPS

Badan Pusat Statistik. 2001. Inkesra dan IPM Sumatera Utara. Medan: BPS Brata, Aloysius Gunadi. Pembangunan Manusia dan Kinerja Ekonomi Regional

Di Indonesia. (Jurnal Elektornik) diakses 01 April 2010.

Christy, Fhino Andrea. Hubungan Antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal dan Kualitas Pembangunan ManusiaI. (Jurnal Elektronik) diakses 01 april 2010 ;

D Nacrhrowi, Nachrowi. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika Untuk Analisa Ekonomi dan Keuangan, Jakarta: FEUI.

Ghani, Dedeng Abdul. Kebijakan Pembangunan dan Kemiskinan. (Jurnal Elektronik) diakses 01 april 2010 ;

Gintings, Charisma Kuriata. 2008. Analisis Pembangunan Manusia di Indonesia. (Tesis : Tidak Dipublikasikan).

M, Alex Febrianto, 2009. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia. (Skripsi : tidak dipublikasikan).

Mahyudi, Ahmad, 2004. Ekonomi Pembangunan dan Analisis Data Empiris. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.

Makosoebroto, Guritno. 2001. Ekonomi Publik. Yogyakarta : BPFE UGM.

Matahariku. 2009. Pembangunan Manusia dan Pertumbuhan Ekonomi (Memungut Celah Dialektik). (jurnal Elektronik) diakses 23 April 2010 ;

P, Todaro Michael. 2000. Pembangunan Ekonomi Dunia Ketiga, Edisi 7. Jakarta: Erlangga.

Pratomo, Wahyu Ario dan Paidi Hidayat. 2007. Pedoman Praktis Penggunaan Eviews dalam Ekonometrika, Medan: USU Press.

Prihartini, Diah Aryati. Perbandingan total Kemiskinan Versi Pemerintah Indonesia dan Bank Dunia dengan Peran Strategis dari Usaha Mikro untuk Pengentasan Kemiskinan. (Jurnal Elektronik) diakses 10 Maret 2010.

Purna, Ibnu dan Adhyawarman. 2009. Indeks Pembangunan Manusia dan Mobilitas Penduduk. Jakarta: Sekertaris Negara Republik Indonesia.

Sihombing, Bantors. Anggaran 20 Persen Pendidikan Tak Pengaruhi IPM,(Jurnal Elektronik) diakses 03 Februari 2010.@

Sukirno, Sadono. 2006. Ekonomi Pembangunan (Proses, Masalah, dan Dasar Kebijaksanaan). Jakarta: Fakultas Ekonomi UI.

Sukirno, Sadono. 2004. Makro Ekonomi Teori Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa.

Sutyastie, S.R., dan P. Tjiptoherijanto. 2002. Kemiskinan dan Ketidakmerataan di Indonesia (Suatu Analisis Awal). (Jurnal Elektronik) diakses 16 April 2010.


(3)

Suyatno. Pangan dan Gizi Sebagai Indikator Kemiskinan. (jurnal Elektornik) diakses 29 April 2010.

Yusri. 2009. Analisis Determinan Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Aceh. ( Tesis : Tidak Dipublikasikan).


(4)

LAMPIRAN

Lampiran 1 : Indeks Pembangunan Manusia, Jumlah Penduduk Miskin, Pertumbuhan Ekonomi, dan Pengeluaran Pemerintah.

Data-data Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Tahun 1989-2008

Tahun Indeks Pembangunan Manusia (Persen) (Y) Jumlah Penduduk Miskin (persen) (X1) Pertumbuhan Ekonomi (Persen) (X2) Pengeluaran Pemerintah (Milyar Rupiah) (X3)

1989 67.7 19.90 6.9 48645

1990 68.7 21.30 7.2 49450

1991 63.9 27.20 7 51992

1992 66.01 33.42 6.5 60511

1993 63.3 34.13 6.5 68718

1994 70.26 24.19 7.5 72343

1995 67.9 23.50 8.2 82353

1996 67.7 34.10 7.8 98513

1997 62.6 38.12 4.7 131545

1998 73.4 49.50 -13.1 245192

1999 64.3 47.97 0.8 231900

2000 67.3 38.70 4.9 221400

2001 71.92 37.90 3.5 341600

2002 65.8 38.40 4.2 322200

2003 70.9 37.30 4.6 378800

2004 68.7 36.10 4.9 435700

2005 69.6 35.10 5.6 509419

2006 70.1 39.30 5.5 669800

2007 73.4 37.17 6.3 752373


(5)

Lampiran 2 : Hasil Regresi antara Variabel Indeks Pembangunan Manusia dengan Variabel Jumlah penduduk Miskin, Pertumbuhan Ekonomi, dan Pengeluaran Pemerintah.

Dependent Variable: IPM Method: Least Squares Date: 04/15/10 Time: 22:43 Sample: 1989 2008

Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 78.95063 3.667218 21.52875 0.0000

JPM -0.326035 0.097537 -3.342684 0.0041

PERTUMBUHAN 0.562940 0.152751 3.685351 0.0020

PENGELUARAN 1.16E-05 2.30E-06 5.030839 0.0001

R-squared 0.922801 Mean dependent var 68.23300

Adjusted R-squared 0.587701 S.D. dependent var 3.206467

S.E. of regression 2.058889 Akaike info criterion 4.459067

Sum squared resid 67.82439 Schwarz criterion 4.658213

Log likelihood -40.59067 F-statistic 10.02769


(6)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Prieska Pretty Madogucci

Nim : 060501067

Departemen : Ekonomi Pembangunan Fakultas : Ekonomi

Adalah benar telah membuat skripsi dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia” guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Medan, Mei 2010 Yang membuat pernyataan,

NIM. 060501067 (Prieska Pretty Madogucci)