Pengaruh Coating terhadap Viabilitas Benih Kacang Tanah selama Penyimpanan

i

PENGARUH COATING TERHADAP VIABILITAS BENIH
KACANG TANAH SELAMA PENYIMPANAN

PITRI RATNA ASIH
A24070045

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

PENGARUH COATING TERHADAP VIABILITAS BENIH KACANG
TANAH SELAMA PENYIMPANAN
The Effect of Coating on Groundnut Seed Viability during Storage
Pitri Ratna Asih1, Maryati Sari2 dan Eny Widajati2
Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB,
A24070045
2
Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB

1

Abstract
The objective of this research was to determine the effect of seed coating with
gum arabic and curcuma powder or ascorbic acid on shelled peanuts seed viability
during storage. This research was conducted in Laboratory of Seed Science and
Technology, Department of Agronomy and Horticulture IPB from February to July 2011.
A Split Plot Design was used in the experiment with six levels of store period as main
plots : 0, 4, 7, 10, 13, and 16 weeks. Subplot is the treatment of seed coating, which
consists of ten treatments : podded seeds, peeled seeds without coating, peeled seeds with
gum arabic coating, peeled seeds with gum arabic coating + benomil 0.5 g /l, peeled
seeds with gum arabic coating + curcuma powder 100 ppm, peeled seeds with gum
arabic coating + curcuma powder 150 ppm, peeled seeds with gum arabic coating +
powder curcuma 200 ppm, peeled seeds with gum arabic coating + ascorbic acid 150
ppm, peeled seeds with gum arabic coating + ascorbic acid 250 ppm, peeled seeds with
gum arabic coating + ascorbic acid 350 ppm. The seeds are used in this study were
Varieties Kelinci.
The result showed that viability of peanut seed increased at 4 weeks after store
and then decline that began since 13 weeks after store. Treatment that have best
germination and vigour index is benomyl 0.5 g/l and ascorbic acid 350 ppm. Treatment

benomil 0.5 g/l is able to maintain seed viability until 13 weeks after store with
germination 98.7% and vigour index 21.3%. Ascorbic acid 350 ppm able to maintain
seed viability until 13 weeks after store with 97.3% for germination and vigour index
26.7%. Both of these treatment give significant effect in vigour index better than
treatment peeled seed without coating. The mean of index vigour during 16 weeks after
storage for benomil 0.5 g/l is 40.2%, ascorbic acid 350 ppm is 45.8%, whereas in peeled
seeds without coating is only 32.9% and in the treatment of podded seeds is 28.2%.
Benomil 0.5 g/l is able to replace the function of seed pods in peanuts, not only based on
germination and vigour index but also by the speed of growth. At 16 weeks after store, the
speed of growth for benomyl 0.5 g/l is 12.3%/etmal and the speed of growht for podded
seed is 11.5% /etmal.
Treatment of curcuma 100 ppm has chance as organic fungicide to replace the
function of benomyl. The mean of germination for curcuma 100 ppm at 16 weeks after
store is 90.7% was not significantly different with treatment benomyl 0.5 g/l that have
mean of germination 95.8%. Curcuma 100 ppm is also able to maintain seed viability
until13 weeks after store with germination 85.3%.

Key words : groundnut,seed coating, peeled seed, ascorbic acid, curcuma powder,
benomil


ii

RINGKASAN
PITRI RATNA ASIH. Pengaruh Coating terhadap Viabilitas Benih Kacang
Tanah selama Penyimpanan. (Dibimbing oleh MARYATI SARI dan ENY
WIDAJATI)
Benih kacang tanah selama ini dipasarkan dengan polong. Fungsi polong
secara umum adalah untuk mempertahankan viabilitasnya dan melindungi benih
dari kerusakan mekanik serta kerusakan oleh hama dan penyakit. Meskipun
keberadaan polong sangat penting, namun menyebabkan ketidakefisienan dari
segi distribusi dan pengemasan. Pengupasan polong diharapkan menghemat
penggunaan gudang menjadi 30-50% lebih efisien. Fungsi polong pada benih
diharapkan dapat digantikan melalui perlakuan pelapisan benih (seed coating).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh seed coating dengan
arabic gum, tepung curcuma, dan asam askorbat terhadap viabilitas benih kacang
tanah kupas selama penyimpanan. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu
dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari sampai dengan Juli 2011.
Benih yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kacang tanah
Varietas Kelinci yang sebelum digunakan dalam penelitian ini telah disimpan

selama 6 bulan pada suhu 10-14oC dan RH 40-60%. Perlakuan penyimpanan pada
penelitian ini dilakukan dalam kemasan polipropilen pada ruang penyimpanan
suhu 27-29oC dan RH 66-83%.
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Split Plot. Petak utama adalah periode simpan dengan enam taraf: 0, 4,
7, 10, 13, dan 16 minggu. Anak petak adalah perlakuan pelapisan benih, yang
terdiri dari sepuluh perlakuan, yaitu: benih berpolong, benih kupas tanpa coating,
benih kupas dengan coating arabic gum, benih kupas dengan coating arabic gum
+ benomil 0.5 g/l, benih kupas dengan coating arabic gum + tepung curcuma 100
ppm, benih kupas dengan coating arabic gum + tepung curcuma 150 ppm, benih
kupas dengan coating arabic gum + tepung curcuma 200 ppm, benih kupas
dengan coating arabic gum + asam askorbat 150 ppm, benih kupas dengan
coating arabic gum + asam askorbat 250 ppm, benih kupas dengan coating arabic
gum + asam askorbat 350 ppm.

iii

Viabilitas benih kacang tanah meningkat pada 4 minggu setelah simpan
kemudian terjadi kemunduran yang mulai terlihat nyata sejak 13 minggu setelah
simpan. Perlakuan yang mempunyai daya berkecambah dan indeks vigor terbaik

adalah perlakuan benomil 0.5 g/l

dan perlakuan asam askorbat 350 ppm.

Perlakuan benomil 0.5 g/l ini mampu mempertahankan viabilitas benih hingga 13
minggu setelah simpan dengan nilai daya berkecambah 98.7% dan indeks vigor
21.3%. Perlakuan asam askorbat 350 ppm mampu mempertahankan viabilitas
benih hingga 13 minggu setelah simpan dengan nilai daya berkecambah 97.3%
dan indeks vigor 26.7%. Kedua perlakuan tersebut nyata memberikan nilai indeks
vigor yang lebih baik dibandingkan perlakuan benih kupas tanpa coating. Nilai
tengah indeks vigor selama 16 minggu penyimpanan pada perlakuan benomil
0.5 g/l adalah sebesar 40.2%, pada perlakuan asam askorbat 350 ppm sebesar
45.8%, sedangkan pada benih kupas tanpa coating hanya 32.9% dan pada
perlakuan penyimpanan benih dalam polong adalah sebesar 28.2%. Perlakuan
coating arabic gum + benomil 0.5 g/l mampu menggantikan fungsi polong dalam
melindungi benih kacang tanah, tidak hanya berdasarkan nilai daya berkecambah
dan indeks vigor tetapi juga berdasarkan nilai kecepatan tumbuh. Pada 16 minggu
setelah simpan, masing-masing memiliki nilai kecepatan tumbuh 12.3%/etmal
untuk benih dengan coating benomil 0.5 g/l dan kecepatan tumbuh 11.5%/etmal
pada perlakuan benih berpolong.

Tepung curcuma 100 ppm berpeluang sebagai fungisida nabati untuk
menggantikan fungsi benomil. Nilai tengah daya berkecambah perlakuan coating
tepung curcuma 100 ppm selama 16 minggu setelah simpan adalah sebesar 90.7%
tidak berbeda nyata dengan perlakuan coating benomil 0.5 g/l yaitu 95.8%.
Perlakuan coating tepung curcuma 100 ppm ini juga mampu mempertahankan
viabilitas benih hingga 13 minggu setelah simpan dengan nilai daya berkecambah
85.3%.

i

PENGARUH COATING TERHADAP VIABILITAS BENIH KACANG
TANAH SELAMA PENYIMPANAN

Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PITRI RATNA ASIH
A24070045


DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

ii

Judul

: PENGARUH COATING TERHADAP VIABILITAS
BENIH KACANG TANAH SELAMA PENYIMPANAN

Nama

: PITRI RATNA ASIH

NIM

: A24070045


Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Maryati Sari, SP. MSi.
NIP. 19700918 200003 2 001

Dr. Ir. Eny Widajati, MS.
NIP. 19610106 198503 2 002

Mengetahui,
Ketua Departemen

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr.
NIP. 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus:


iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ngawi, Jawa Timur, pada tanggal 6 Juni 1989.
Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara dari Bapak Tekat dan Ibu
Sugiyem.
Penulis mengawali pendidikan formal di SD Negeri Kendal 1 pada tahun
1995. Penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 2
Ngawi dan lulus pada tahun 2004. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah
atas di SMA Negeri 1 Magetan pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis
diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI).
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai anggota organisasi
kampus seperti Koperasi Mahasiswa (KOPMA) IPB, Lembaga Dakwah Fakultas
(LDF) FKRD-A, dan Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Magetan. Selain
itu, penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Dasar Ilmu dan Teknologi Benih,
Asisten Praktik Usaha Pertanian, dan aktif di kegiatan kepanitiaan lain
diantaranya Panitia The 10th International Sago Symposium, Farmer Field Day

IPB, SERI-A, MPF (Masa Perkenalan Fakultas) Saung Tani 2009, MPD (Masa
Perkenalan Departemen) Semai 45, dan Open House OMDA Sapa 45.

iv

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan
kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun
skripsi

ini,

yang

berjudul

“PENGARUH

COATING


TERHADAP

VIABILITAS BENIH KACANG TANAH SELAMA PENYIMPANAN”.
Selama menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi ini, penulis
banyak

mendapat

dukungan

dari

berbagai

pihak.

Untuk

itu,

penulis

menyampaikan terimakasih kepada:
1. Maryati Sari, SP. MSi. dan Dr. Ir. Eny Widajati, MS. selaku dosen
pembimbing skripsi atas arahan dan bimbingan selama penelitian dan
penulisan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Memen Surahman, MSc. selaku dosen penguji atas saran dan kritik
dalam penyusunan dan perbaikan skripsi ini.
3. Prof. Dr. Ir. Sudarsono, MSc. sebagai dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan bimbingan dan motivasi.
4. Keluarga tercinta; kedua orang tua, pahlawan hidupku. Mbak Setyaningsih,
Mbak Dwi, Dik Iwan, saudara-saudaraku yang kusayangi, serta segenap
keluarga yang senantiasa memberikan dukungan dan doa tanpa henti.
5. Seluruh dosen Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan ilmu,
bimbingan, dan pengajaran berharga sebagai bekal untuk masa depan.
6. Seluruh staf dan laboran Departemen Agronomi dan Hortikultura yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan studi di IPB.
7. Sahabat terbaikku Indri, Cutrisni, Irent, Dian Ayu, Titin, Dita, Naim, Ana,
Elfa, Resti, Ruri, dan Acil. Teman-teman yang telah ikut membantu
penelitianku Pebri, Merry, Mely, Okti, Mbak Nova, Dika, dan Irfan.
8. Teman-teman AGH 44 terimakasih atas kebersamaan selama studi di IPB.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Akhirnya, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang baik bagi
civitas akademika dan bagi para pembacanya.
Bogor, Desember 2011
Penulis

v

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................

vi

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................

vii

DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................

viii

PENDAHULUAN ......................................................................................
Latar Belakang ...................................................................................
Tujuan ................................................................................................
Hipotesis ............................................................................................

1
1
3
3

TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
Benih Kacang Tanah..........................................................................
Viabilitas dan Kemunduran Benih.....................................................
Daya Simpan Benih Kacang Tanah ...................................................
Seed Coating ......................................................................................
Tepung Curcuma ...............................................................................
Asam Askorbat ..................................................................................
Arabic Gum ........................................................................................

4
4
5
6
9
9
11
12

BAHAN DAN METODE ...........................................................................
Tempat dan Waktu.............................................................................
Bahan dan Alat ..................................................................................
Metode Penelitian ..............................................................................
Pelaksanaan Penelitian.......................................................................
Pengamatan ........................................................................................

14
14
14
14
15
16

HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................
Pengaruh Periode Simpan terhadap Viabilitas Benih ........................
Pengaruh Perlakuan Coating terhadap Viabilitas Benih ...................
Pengaruh Interaksi Periode Simpan dan Perlakuan Coating
terhadap Vigor Kekuatan Tumbuh ....................................................

18
19
22

KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................
Kesimpulan ........................................................................................
Saran ..................................................................................................

27
27
27

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

28

LAMPIRAN ................................................................................................

32

25

vi

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Pengaruh Perlakuan Coating terhadap Kadar Air Benih Kacang Tanah
selama Periode Simpan 0-16 Minggu ....................................................

18

2. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pengaruh Coating dan Periode
Simpan terhadap Viabilitas Benih Kacang Tanah ..................................

19

3. Pengaruh Perlakuan Coating dan Periode Simpan terhadap Potensi
Tumbuh Maksimum Benih Kacang Tanah ...........................................

20

4. Pengaruh Perlakuan Coating dan Periode Simpan terhadap Daya
Berkecambah Benih Kacang Tanah .......................................................

21

5. Pengaruh Perlakuan Coating dan Periode Simpan terhadap Indeks
Vigor Benih Kacang Tanah ....................................................................

23

6. Pengaruh Interaksi antara Perlakuan Coating dan Periode Simpan
terhadap Kecepatan Tumbuh Benih Kacang Tanah ...............................

26

vii

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Struktur Kimia Asam Askorbat .............................................................

11

2. Beberapa Penampilan Perlakuan Benih Kacang Tanah Varietas
Kelinci. .................................................................................................

24

viii

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Deskripsi Varietas Kelinci ...................................................................

33

2. Bobot Benih Kacang Tanah Sebelum dan Sesudah Dilapis.................

34

3. Benih dalam Kemasan Plastik Polipropilen .........................................

34

ix

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Usaha tani kacang tanah (Arachis hypogaea) adalah peluang agribisnis
yang mampu memberikan keuntungan menjanjikan. Kacang tanah telah lama
dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Bentuk olahan kacang tanah antara lain
kacang garing, kacang atom, bumbu sayur, selai, minyak goreng, dan lain-lain.
Produksi kacang tanah nasional pada tahun 2009 adalah sebesar 777 888 ton
dengan luas panen 622 616 ha (BPS, 2010). Kebutuhan benih kacang tanah
sebanyak 60-100 kg/ha polong (Pitojo, 2005) dan luas panen nasional lebih dari
600 000 ha membuka peluang usaha bagi penyediaan benih kacang tanah dengan
prospek yang bagus.
Benih kacang tanah selama ini dipasarkan dengan polongnya. Fungsi
polong secara umum adalah melindungi benih dari pengaruh kondisi lingkungan,
dari kerusakan (mekanis, kimia, dan biologis) serta mempertahankan viabilitasnya
(Wirawan dan Wahyuni, 2002). Meskipun keberadaan polong menguntungkan
dalam melindungi viabilitas benih, namun menyebabkan ketidakefisienan dari
segi distribusi dan pengemasan. Pengupasan polong diharapkan menghemat
penggunaan gudang menjadi 30-50% lebih efisien (Pitojo, 2005). Selain itu,
penampilan benih juga diharapkan lebih menarik dan memudahkan petani saat
penanaman. Permasalahan yang dihadapi pada benih kacang tanah yang disimpan
tanpa polong adalah kekhawatiran akan menurunnya viabilitas karena serangan
patogen seperti cendawan Aspergillus flavus dan akibat fluktuasi kondisi
lingkungan. Kacang tanah memiliki kandungan lemak yang tinggi yaitu sekitar
20-50%. Menurut Justice dan Bass (2002) kandungan lemak yang cukup tinggi
juga menyebabkan benih tersebut cepat mengalami kemunduran. Selama
penyimpanan, benih dapat mengalami proses auto-oksidasi lemak yang
menyebabkan rusaknya membran sel.
Fungsi polong pada benih diharapkan dapat digantikan melalui perlakuan
pelapisan benih (seed coating). Selain bisa melindungi benih, coating juga bisa
memperbaiki mutu benih dengan penambahan bahan kimia yang dapat
mengendalikan dan meningkatkan perkecambahan (Copeland dan McDonald,

2

2001). Menurut Ilyas (2003) fungsi seed coating adalah meningkatkan daya
simpan, mengurangi resiko tertular penyakit, pembawa zat aditif, dan
memperbaiki penampilan benih. Menurut Copeland dan McDonald (2001)
coating umumnya menggunakan tambahan zat tertentu yang kompatibel dengan
benih agar kualitas benih tetap terjaga dan perkecambahan tidak terganggu seperti
pestisida, hormon tumbuh, dan agen biologis (bakteri dan cendawan).
Antioksidan dapat pula digunakan dalam coating sebagai penangkap
radikal bebas dan mencegah kemunduran benih akibat oksidasi lemak (Bewley
dan Black, 1986). Beberapa jenis antioksidan yang sudah biasa digunakan untuk
seed coating adalah asam askorbat (Yulianida dan Murniati, 2005; Yuningsih,
2009), ambiol (Matovina dan Blake, 2001), dan tokoferol (Yuningsih, 2009).
Penelitian Yuningsih (2009) menunjukkan bahwa coating benih buncis dengan
asam askorbat 350 ppm mampu mempertahankan viabilitasnya hingga 20 minggu
pada penyimpanan kondisi kamar dan kemasan plastik dengan daya berkecambah
(DB) 96.67% dan lebih tinggi dibanding kontrol yang hanya 91.33%.
Fungisida nabati juga bisa digunakan untuk seed coating. Beberapa jenis
bahan yang dapat digunakan sebagai fungisida nabati adalah curcuma
(Lumbanraja, 2006), minyak cengkeh (Astuti, 2008 dan Ilyas et al., 2007), dan
serai wangi (Ilyas et al., 2007). Curcuma merupakan salah satu bahan fungisida
nabati yang mudah diperoleh dan dibuat yaitu dengan cara membuat tepung
curcuma dari rimpang kunyit yang dikeringkan kemudian dihaluskan. Penelitian
Lumbanraja (2006) menunjukkan bahwa benih pepaya yang direndam dengan
curcuma 150 ppm sebelum benih disimpan dalam kondisi kamar dan kemasan
plastik sampai minggu ke-6 masih memiliki nilai DB sebesar 84% dan lebih tinggi
dibanding DB kontrol yang sebesar 48%.
Penelitian ini merupakan usaha mengatasi permasalahan penyimpanan dan
distribusi benih kacang tanah yang bulky dan voluminous dengan cara pengupasan
polong tanpa menurunkan daya simpannya. Seed coating dengan penambahan
tepung curcuma atau asam askorbat diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut.

3

Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh seed coating
dengan arabic gum dan tepung curcuma atau asam askorbat terhadap viabilitas
benih kacang tanah kupas selama penyimpanan.

Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Viabilitas benih kacang tanah kupas turun lebih cepat dibanding viabilitas
benih kacang tanah dalam polong.
2. Seed coating dengan penambahan tepung curcuma pada dosis tertentu dapat
mempertahankan viabilitas benih kacang tanah kupas.
3. Seed coating dengan penambahan asam askorbat pada dosis tertentu dapat
mempertahankan viabilitas benih kacang tanah kupas.
4. Terdapat perlakuan seed coating terbaik yang dapat mempertahankan viabilitas
benih kacang tanah kupas dalam periode simpan yang setara dengan kacang
tanah berpolong.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Benih Kacang Tanah
Kacang tanah termasuk tanaman kacang-kacangan dengan klasifikasi
lengkap tanaman kacang tanah adalah sebagai berikut, divisi Spermathophyta,
subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Rosales, famili Papilionaceae,
genus Arachis, spesies Arachis hypogaea (Pitojo, 2005).
Biji kacang tanah terdapat di dalam polong. Kulit luar (testa) bertekstur
keras, berfungsi untuk melindungi biji yang berada di dalamnya. Biji terdiri atas
lembaga dan keping biji, diliputi oleh kulit ari tipis (tegmen). Biji berbentuk bulat
agak lonjong atau bulat dengan ujung agak datar karena berhimpitan dengan butir
biji yang lain ketika di dalam polong. Warna kulit biji kacang tanah bervariasi
yaitu merah jambu, merah, cokelat, merah tua, dan ungu. Ukuran bijinya juga
bervariasi yaitu dari biji kecil berukuran sekitar 20 g/100 biji, biji sedang
berukuran 50 g/100 biji, dan biji besar berukuran lebih dari 50 g/100 biji.
Rendemen biji dari polong berkisar antara 50-70% (Pitojo, 2005).
Komposisi kimia benih kacang tanah didominasi oleh kandungan lemak
dan protein. Kandungan lemak dalam benih kacang tanah berkisar 20-50%
(Hidajat et al., 1999).
Tiap-tiap polong kacang tanah terdiri dari kulit (shell) 21-29%, daging biji
(kernel) 69-72.40%, dan lembaga (germ) 3.10-3.6%. Kacang tanah mengandung
asam-asam amino esensial yaitu arginin (2.27%), fenilalanin (1.52%), histidin
(0.51%), isoleusin (0.99%), leusin (1.92%), lisin (1.29%), methionin (0.33%),
triptophan (0.215%) dan valin (1.33%) (Khasanah, 2006). Kandungan tersebut
bervariasi tergantung varietasnya.
Benih kacang tanah bermutu berdasarkan persyaratan Departemen
Pertanian adalah: berasal dari pemanenan yang baru dan varietas unggul, daya
tumbuh tinggi (lebih dari 90%) dan sehat, kulit benih mengkilap, tidak keriput,
dan cacat, murni atau tidak tercampur dengan varietas lain, dan kadar air berkisar
9-12% (Departemen Pertanian, 2010).

5

Viabilitas dan Kemunduran Benih
Viabilitas benih adalah kemampuan benih untuk berkecambah dan
menghasilkan kecambah normal. Hal ini berkaitan dengan hidup atau tidaknya
benih yang bergantung pada kemampuan benih untuk berkecambah dan
memproduksi kecambah normal. Selain itu, viabilitas benih menunjukkan tingkat
hidup benih, aktivitas metabolismenya, dan kemampuan enzim di dalam benih
untuk mengkatalis reaksi metabolisme yang dibutuhkan untuk perkecambahan dan
pertumbuhan benih (Dina et al., 2006).
Keberhasilan suatu usaha pertanian salah satunya ditentukan oleh adanya
benih yang bermutu tinggi. Namun, terdapat berbagai masalah yang dapat
menghambat keberhasilan industri benih, masalah penting diantaranya adalah
kemunduran benih (seed deterioration). Deteriorasi adalah proses kemunduran
benih dalam hal penurunan viabilitas benih yang dapat berlangsung dengan cepat
ataupun lambat. Proses ini terjadi segera setelah benih masak dan terus
berlangsung

selama

benih

mengalami

proses

pengolahan,

pengemasan,

penyimpanan, dan transportasi. Kemunduran benih tidak dapat dihentikan, namun
bisa dikendalikan sehingga berlangsung lambat dengan penerapan ilmu dan
teknologi yang sesuai (Justice dan Bass, 2002).
Indikasi kemunduran benih adalah penurunan vigor benih yang terlihat
dari penurunan laju perkecambahan, serta dihasilkannya kecambah-kecambah
yang lemah, berakar kecil atau abnormal. Vigor benih tertinggi tercapai pada saat
benih masak fisiologis dan setelah itu benih akan semakin kehilangan vigor dan
akhirnya mati. Hal ini terjadi karena sel yang mati di dalam benih bertambah
banyak sampai akhirnya bagian-bagian penting tertentu tidak mampu lagi
menjalankan fungsi utamanya. Proses-proses yang menyertai kemunduran benih
antara lain adalah adanya perubahan kimiawi. Selama perkembangan benih,
proses anabolik mendominasi dan menyebabkan perkembangan embrio dan
cadangan makanan. Setelah kemasakan tercapai, perubahan proses kimiawi terus
berlangsung, sehingga akhirnya proses katabolik mendominasi, dan kemunduran
menjadi tampak. Perubahan kimiawi pada proses penuaan terjadi pada embrio
maupun endospermanya. Perubahan lain yang menyertai kemunduran benih

6

adalah semakin menurunnya daya berkecambah. Laju perkecambahan dan
pertumbuhan jagung merupakan pengukur perkembangan kemunduran yang
paling konsisten dan peka. Salah satu indikasi dari kemunduran adalah penurunan
vigor kecambah. Benih yang vigornya rendah akan menghasilkan panen yang
rendah bila dibandingkan benih dengan vigor tinggi. Selain itu, proses yang
menyertai kemunduran benih adalah perubahan sitologis. Salah satu perubahan
yang berhubungan dengan penuaan benih adalah aberasi kromosom. Beberapa
bukti menunjukkan bahwa kematian benih sering disertai dengan terbentuknya
asam lemak bebas. Pada benih berkadar air 8-9% yang disimpan selama 2 tahun,
daya berkecambahnya berkurang 8% dan kandungan asam lemaknya meningkat
14 satuan (Justice dan Bass, 2002).
Penelitian Tatipata (2008) menunjukkan bahwa benih kedelai yang
disimpan pada kadar air benih awal 10% di dalam kantong terigu selama 3 bulan
menunjukkan penurunan daya berkecambah dari 100% pada awal penyimpanan
menjadi 96%. Penurunan daya berkecambah diawali oleh penurunan vigor sejak
bulan ke-1. Hal tersebut diduga karena protein yang terkandung dalam benih
kedelai bersifat higroskopis sehingga akan mengabsorbsi air lebih banyak jika
benih disimpan di dalam kantong terigu. Meningkatnya kadar air benih dan
kelembaban menyebabkan kerusakan protein meningkat dan menyebabkan
terbentuknya radikal bebas dan terjadi peningkatan hasil metabolit sehingga
mengakibatkan kerusakan protein membran. Bila protein rusak maka akan
mengurangi transpor energi dan menyebabkan deteriorasi benih.
Daya simpan individu benih dipengaruhi oleh sepuluh faktor sifat dan
kondisi berikut ini: pengaruh genetik, kondisi sebelum panen, struktur dan
komposisi benih, benih keras, kemasakan benih, ukuran benih, dormansi benih,
kadar air benih, kerusakan mekanik, serta vigor benih (Justice dan Bass, 2002).

Daya Simpan Benih Kacang Tanah
Penyimpanan kacang tanah oleh petani biasanya dilakukan dalam
polongnya. Kondisi penyimpanan sangat mempengaruhi daya simpan benih.
Menurut Pitojo (2005) penyimpanan benih kacang tanah yang tidak baik dapat
menurunkan viabilitas dan biasanya hanya mampu bertahan paling lama empat

7

bulan (Pitojo, 2005). Di beberapa daerah di Indonesia, petani menggunakan
karung goni, kaleng, keranjang bambu sebagai pengemas benih (Kasno et al.,
1993).
Benih kacang tanah mampu bertahan selama delapan tahun tanpa
penurunan viabilitas yang nyata sewaktu disimpan di The Southern Regional
Plant Introduction Station pada suhu 10oC dan kelembaban nisbi 50% (Justice
dan Bass, 2002). Jika disimpan di karung goni di luar ruangan, benih kacang tanah
bisa kehilangan viabilitasnya hingga 50% setelah 12 bulan penyimpanan. Benih
yang terpapar sinar matahari langsung akan kehilangan daya berkecambahnya
secara cepat (Ashworth, 2002). Iklim Indonesia termasuk dalam iklim tropik
bersuhu tinggi dan RH tinggi sepanjang tahun sehingga menyebabkan komoditas
kacang tanah sangat mudah terkontaminasi Aspergillus flavus. Benih yang
terserang cendawan ini daya berkecambahnya akan turun bahkan mati.
Menurut Tillman dan Wright (2002) benih kacang tanah yang disimpan
tanpa polong memiliki kemungkinan rusak yang lebih besar karena kulit dari
benih kacang tanah tipis dan tidak cukup mampu melindungi kacang tanah
terhadap kerusakan dari luar. Pada penelitian Puspitasari (1990) didapatkan hasil
bahwa benih kacang tanah kupas dapat bertahan sampai periode simpan 12
minggu jika disimpan dalam kemasan plastik polipropilen vakum pada kondisi
kamar dengan DB 69.67%. Sedangkan bila disimpan dengan kemasan aluminium
foil vakum pada kondisi kamar dapat bertahan sampai periode simpan 15 minggu
dengan DB 65.33%. Benih kacang tanah kupas tidak dapat disimpan dalam plastik
polietilen karena pada minggu ke sembilan DB benih hanya sekitar 60%. Pada
penelitian Puspitasari tersebut juga didapatkan hasil bahwa penyimpanan benih
kacang tanah berpolong terbaik menggunakan kemasan plastik polipropilen pada
kondisi kamar selama periode simpan 18 minggu dengan DB turun menjadi
62.67%. Namun, daya berkecambah benih kacang tanah yang 80% (Syarief et al., 2003). Menurut
Paramawati et al. (2006) kapang A. flavus dan A. parasiticus hidup dengan baik
pada kacang tanah yang mempunyai water activity (aw) 0.80 (kurang lebih kadar
air 12-13%).
Penjemuran kacang tanah kupas selama 6 jam mampu melemahkan 50%
daya racun aflatoksin. Untuk meminimalkan kontaminasi aflatoksin, perlu
dilakukan proses pascapanen hingga dicapai kadar air aman simpan dalam waktu
yang relatif singkat (Paramawati et al., 2006), selanjutnya kacang tanah tersebut
disimpan dalam kemasan yang mampu mencegah perkembangan kapang tersebut,
sehingga tidak terjadi peningkatan kontaminasi aflatoksin.
Penelitian dalam bidang pangan oleh Paramawati et al. (2006)
menyebutkan bahwa penurunan kadar air hingga < 12% dalam waktu kurang dari
tiga hari akan menghasilkan kacang tanah dengan tingkat kontaminasi aflatoksin
yang sangat rendah. Dalam penelitiannya, Paramawati menyimpan kacang tanah
ose (kupas) pada kemasan plastik hermetik dengan menghilangkan sebagian besar
udara (semi vakum). Penyimpanan dilakukan selama tiga bulan pada suhu kamar
tanpa pengaturan lingkungan. Hasilnya penyimpanan selama tiga bulan
menunjukkan terjadinya peningkatan aflatoksin pada kacang tanah kupas dari
rata-rata 1.9 ppb menjadi 19.1 ppb, sedangkan pada kacang tanah polong kering
juga meningkat dari rata-rata 0.3 ppb menjadi 6.3 ppb. Hasil ini masih di bawah
ambang batas maksimal yang diperkenankan Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) maupun United State Departement of Agriculture (USDA) yaitu 20 ppb.

9

Hasil penelitian ini menyiratkan bahwa kacang tanah kupas sebaiknya jangan
disimpan terlalu lama.

Seed Coating
Perlakuan coating dalam industri benih sangat efektif karena dapat
memperbaiki penampilan benih, meningkatkan daya simpan, mengurangi resiko
tertular penyakit dari benih di sekitarnya, dan dapat digunakan sebagai pembawa
zat aditif, misalnya anti oksidan, anti mikroba, repellent, mikroba antagonis, zat
pengatur tumbuh, dan lain-lain (Ilyas, 2003).
Syarat bahan coating yang digunakan antara lain mampu mempertahankan
kadar air benih selama penyimpan, dapat menghambat laju respirasi seminimal
mungkin, tidak bersifat toksik terhadap benih, bersifat mudah pecah dan larut
apabila terkena air, bersifat porous, tidak mudah mencair, higroskopis, tidak
bereaksi dengan pestisida yang digunakan dalam perawatan benih, bersifat
sebagai perambat dan penyimpan panas yang rendah, harga relatif murah sehingga
dapat menekan harga benih. Jenis bahan yang bisa digunakan dalam seed coating
antara lain, diatomaceous earth, charcoal clay, methylethyl cellulose, arabic gum,
dan polyvinyl alcohol (Kuswanto, 2003).

Tepung Curcuma
Metabolit sekunder merupakan produk tumbuhan yang diperoleh dari
proses metabolisme sekunder. Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa
kimia yang diketahui sangat penting untuk kehidupan tanaman, karena
mempunyai kemampuan bioaktifitas dan mekanisme pertahanan untuk melawan
dari serangan bakteri, virus, dan jamur untuk tumbuhan itu sendiri atau
lingkungannya. Produk metabolit sekunder banyak dimanfaatkan manusia sebagai
vitamin, bahan dasar obat, insektisida alami, pewarna, dan penyedap makanan.
Sejumlah metabolit sekunder juga digunakan sebagai fungisida atau antibiotik
untuk melindungi tanaman dari serangan jamur atau bakteri (Lenny, 2006).
Salah satu jenis tanaman yang menghasilkan senyawa metabolit sekunder
dan dapat digunakan sebagai antimikroba dan fungisida alami adalah kunyit
(Curcuma domestica Val). Kunyit merupakan salah satu tanaman dari famili

10

Zingiberaceae yang sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai bahan
baku obat tradisional. Famili Zingiberaceae yang tumbuh di dunia diperkirakan
terdiri dari 47 genus dan 1400 spesies, baik yang tumbuh di daerah tropika
maupun subtropika. Delapan spesies diantaranya terdapat di Indonesia dan banyak
digunakan sebagai bahan obat, salah satunya adalah kunyit. Kandungan utama
kunyit adalah minyak atsiri, kurkumin, pati, zat pahit, resin, protein, selulosa dan
beberapa zat mineral. Kurkumin yang terkandung dalam kunyit merupakan suatu
persenyawaan fenolik yang dapat mematikan mikroba dengan cara mendenaturasi
protein sel dan merusak membran sel (Rukmana, 1995).
Kunyit merupakan salah satu alternatif fungisida nabati. Beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwa penggunaan fungisida nabati yang bersifat anti
fungi cukup efektif dalam mengendalikan berbagai jenis patogen terbawa benih
baik secara in vitro maupun in vivo. Tanaman ini menghasilkan produk baik
dalam bentuk tepung, ekstrak atau minyak atsiri yang memiliki potensi sebagai
pengendali patogen tanaman. Penggunaan kunyit sebagai anti fungi telah
dilakukan terhadap beberapa jenis jamur diantaranya Coletotrichum falcatum
Went, Fusarium moniliforme J. Sheld (Singh et al., 2002), dan Alternaria solani
(Stangarlin et al., 2006). Ardiyanti (2003) juga mengungkapkan bahwa
persenyawaan fenol yang terkandung pada kunyit dapat bersifat sebagai fungisida
dan anti virus. Aktifitas fungisida dari rhizome kunyit mampu menekan Botrytis
cineria, Erysiphe graminis, Phytophthora infestans, Pyricularia oryzae,
Rhizoctonia solani secara in vivo.
Beberapa hasil penelitian juga menunjukkan mengenai manfaat tepung
curcuma dalam menjaga mutu benih. Penelitian Yullianida dan Murniati (2004)
dengan perlakuan matriconditioning + kurkumin 4.17% secara eksogenus
sebelum simpan terbukti mampu mempertahankan viabilitas benih bunga matahari
hingga dua bulan. Sedangkan pada penelitian Lumbanraja (2006) pada benih
pepaya yang direndam asam askorbat 350 ppm dan tepung curcuma 150 ppm
mampu mempertahankan viabilitas dan vigor benih tersebut sampai dengan
sembilan minggu. Perendaman dengan tepung curcuma 150 ppm sampai pada
minggu ke-9 masih memiliki nilai daya berkecambah yang cukup tinggi sebesar
66.67%, sedangkan perlakuan asam askorbat 350 ppm mampu mempertahankan

11

viabilitas benih menjadi 74.76% dibandingkan kontrol yang hanya 56% dan telah
mengalami kemunduran pada minggu ke-6.

Asam Askorbat
Asam askorbat adalah salah satu senyawa kimia yang disebut vitamin C.
Struktur kimia asam askorbat dapat dilihat pada Gambar 1. Asam askorbat atau
disebut juga 2-oxo-L-threo-hexono-1.4-lactone-2.3-enediol dalam system IUPAC
dan memiliki rumus molekul C6H8O5 dengan berat molekul 176.14 gram/mol.
Senyawa ini berbentuk bubuk kristal kuning keputihan yang larut dalam air dan

memiliki

sifat-sifat

antioksidan.

Asam

askorbat

merupakan

antioksidan

menakjubkan yang melindungi sel dari stress ekstraseluler serta mampu
menetralisir racun, melindungi sel dari senyawa oksigen reaktif dan radikal bebas
serta mencegah kematian sel (Naidu, 2003). Senyawa ini penting dalam proses
selular termasuk dalam pembelahan dan pembesaran sel serta dalam mengaktifkan
aktivitas metabolisme ketika proses perkecambahan dimulai (Arrigoni et al.,
1992).

Gambar 1. Struktur Kimia Asam Askorbat
Asam askorbat adalah antioksidan yang sangat efektif. Bahkan dalam
jumlah yang kecil, asam askorbat dapat melindungi molekul-molekul penting di
dalam tubuh seperti protein, lemak, dan asam nukleat dari kerusakan akibat
radikal bebas dan reactive oxygen species yang dapat diproduksi selama proses
metabolisme normal maupun yang berasal dari senyawa toksik maupun polusi
(Gibson, 2005).
Asam askorbat dapat ditemukan pada sayuran, buah-buahan, dan juga
organ hewan seperti hati, ginjal, dan otak. Selain itu, asam askorbat juga dapat

12

diperoleh melalui sintesis secara kimia. Asam askorbat dapat diproduksi dari
glukosa melalui proses Reichstein, yang dikembangkan sekitar tahun 1930
menggunakan tahap pra fermentasi yang diikuti oleh proses kimia (Gibson, 2005).
Pada penelitian Shaddad et al. (1989), perlakuan sebelum tanam benih
Vicia faba dan Lupinus termis dalam larutan asam askorbat 50 ppm selama 4 jam
menyebabkan kenaikan presentase perkecambahan, bobot kering kecambah,
panjang kecambah, kandungan protein, karbohidrat, dan asam amino serta mampu
mengatasi efek negatif yang ditimbulkan oleh cekaman salinitas. Asam askorbat
dapat digunakan sebagai perlakuan benih sebelum simpan maupun sebelum
tanam. Pada penelitian Yuningsih (2009) perlakuan pelapisan benih buncis
dengan asam askorbat 350 ppm dengan periode simpan 20 minggu memiliki daya
berkecambah tertinggi mencapai 96.67%. Sedangkan pada penelitian Hamama
dan Murniati (2010) menyebutkan bahwa perlakuan asam askorbat 55 mM pada
benih jagung varietas Arjuna dan Bisma sebelum tanam pada kondisi kekeringan
dapat menaikkan daya berkecambah. Pada benih jagung varietas Arjuna, daya
berkecambah benih tanpa perlakuan adalah 50.7% menjadi 68% setelah diberi
perlakuan asam askorbat, sedangkan pada benih jagung varietas Bisma daya
berkecambah benih tanpa perlakuan adalah 41.3% menjadi 88% setelah diberi
perlakuan.

Arabic Gum
Arabic gum dihasilkan dari getah bermacam-macam pohon Acasia sp. di
Sudan dan Senegal. Arabic gum pada dasarnya merupakan serangkaian satuansatuan D-galaktosa, L-arabinosa, asam D-galakturonat dan L-ramnosa. Berat
molekulnya antara 250 000 - 1 000 000. Arabic gum jauh lebih mudah larut dalam
air dibanding hidrokoloid lainnya. Pada olahan pangan yang banyak mengandung
gula, arabic gum digunakan untuk mendorong pembentukan emulsi lemak yang
mantap dan mencegah kristalisasi gula. Selain itu, arabic gum juga dapat
digunakan untuk pengikat flavor, pembentuk lapisan tipis, dan bahan pengental.
Di Mesir, penggunaan arabic gum telah dikenal sejak zaman dahulu, yaitu sebagai
bahan untuk pengawetan mayat (Toure, 2008). Menurut Imeson (1999), arabic

13

gum stabil dalam larutan asam. Nilai pH alami gum dari Acasia Senegal ini
berkisar 3.9 - 4.9 yang berasal dari residu asam glukoronik.
Penelitian Setiawan (2005) mengenai coating benih cabai menggunakan
perekat arabic gum menunjukkan hasil bahwa formula coating tidak bersifat
toksik pada benih cabai. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai viabilitas yang
masih tetap tinggi. Berdasarkan nilai tengahnya, perlakuan arabic gum 0.50 g/ml
+ pewarna hijau memiliki viabilitas potensial dan viabilitas total yang paling
tinggi yaitu masing-masing bernilai 95% dan 98.5%.

14

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Juli 2011.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah benih kacang tanah Varietas Kelinci kelas
benih sebar (panen : September 2010). Sebelum digunakan untuk penelitian, benih
disimpan di ruangan AC dengan suhu 10-14oC dan RH 40-60%. Viabilitas benih
pada awal dimulainya penelitian adalah 84%. Deskripsi Varietas Kelinci disajikan
pada Lampiran 1. Bahan lain yang digunakan adalah arabic gum, tepung curcuma,
asam askorbat, benomil, aquades, kertas merang untuk uji viabilitas, plastik
sebagai kemasan, serta label.
Alat yang digunakan antara lain timbangan, desikator, oven, cawan,
pengaduk, germinator IPB 72-1, sealer, alat pengepres kertas IPB 75-1 dan
magnetic stirer.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Split Plot dengan petak utama
periode simpan dengan enam taraf: 0, 4, 7, 10, 13, dan 16 minggu. Anak petak
adalah perlakuan pelapisan benih, yang terdiri atas sepuluh perlakuan yaitu:
P0 = benih berpolong
P1 = benih kupas tanpa coating
P2 = benih kupas dengan coating arabic gum tanpa zat tambahan
P3 = benih kupas dengan coating arabic gum + benomil 0.5 g/l (Setiyowati
et al., 2007)
P4 = benih kupas dengan coating arabic gum + tepung curcuma 100 ppm
P5 = benih kupas dengan coating arabic gum + tepung curcuma 150 ppm
P6 = benih kupas dengan coating arabic gum + tepung curcuma 200 ppm
P7 = benih kupas dengan coating arabic gum + asam askorbat 150 ppm

15

P8 = benih kupas dengan coating arabic gum + asam askorbat 250 ppm
P9 = benih kupas dengan coating arabic gum + asam askorbat 350 ppm
Setiap perlakuan diulang tiga kali sehingga secara keseluruhan terdapat 30
satuan percobaan. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai
berikut :
Yij = µ + Pi + ηij + Mj + (PF)ij + εijk
Keterangan :
Yijk

= Nilai pengamatan pada perlakuan periode simpan ke-i (1, 2, 3, 4, 5,
6), perlakuan formulasi pelapis ke-j (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9,10) dan
ulangan ke-k

µ

= Nilai rataan umum

Pi

= Pengaruh perlakuan periode simpan ke-i

ηij

= Galat a

Mj

= Pengaruh formulasi pelapis ke-j

(PF)ij = Pengaruh interaksi periode simpan taraf ke-i dan formulasi pelapis taraf
ke-j
εijk

= pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i kelompok ke-j
Data hasil pengamatan dianalisis dengan uji ragam. Apabila didapat hasil

berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT)
taraf 5%.

Pelaksanaan Penelitian
Bahan perekat arabic gum dengan konsentrasi 0.25 g/ml (Sari, 2008)
dilarutkan dalam aquades dan diaduk merata menggunakan magnetic stirer.
Selanjutnya, bahan aditif untuk coating yaitu tepung curcuma atau asam askorbat
sesuai perlakuan dimasukkan sampai terbentuk suspensi yang homogen. Volume
suspensi adalah 1.5 liter larutan untuk 600 g benih kupas. Benih dimasukkan ke
dalam suspensi sambil diaduk hingga tercampur merata. Lama pengadukan 20
menit. Kemudian benih disaring dengan saringan teh untuk menghilangkan
larutan yang tersisa. Benih yang telah dilapis kemudian dikeringkan selama 2 hari
(dikeringanginkan pada hari pertama dan dijemur pada hari kedua) hingga kadar
air yang aman untuk penyimpanan (± 5–7%). Benih ditimbang sebelum dan

16

sesudah di-coating untuk mengetahui bobot bahan coating yang melekat
(Lampiran 2).
Benih yang telah diberi perlakuan dikemas dalam plastik polipropilen
kemudian direkatkan (Lampiran 3). Benih yang telah dikemas, disimpan pada rak
penyimpanan ruang terbuka dengan suhu ruangan berkisar 27-29oC dan RH 6683% dengan periode waktu simpan selama 16 minggu. Setiap tiga minggu benih
diambil dari setiap kemasan untuk dilakukan pengukuran kadar air dan pengujian
viabilitas dengan tolok ukur yang telah ditentukan. Pada uji viabilitas, sebanyak
25 butir benih untuk setiap satuan percobaan dikecambahkan menggunakan media
kertas merang dengan metode UKDdp (Uji Kertas Digulung Didirikan dalam
Plastik). Pengukuran kadar air dilakukan menggunakan 10 butir benih dengan
metode oven suhu 103 ± 2oC, selama 17 ± 1 jam.

Pengamatan
Pengamatan dilakukan setiap tiga minggu sekali sebanyak enam kali
pengamatan selama 16 minggu yaitu pada minggu ke 0, 4, 7, 10, 13, dan 16
setelah penyimpanan. Tolok ukur yang diamati adalah
• Kadar Air (KA)
Pengukuran kadar air dilakukan menggunakan 10 butir benih dengan
metode oven suhu rendah konstan dengan suhu 103 ± 20C, selama 17 ± 1 jam.
KA (%) = Bobot Basah – Bobot Kering X 100%
Bobot Basah
Keterangan :
Bobot basah = bobot benih sebelum dioven
Bobot kering = bobot benih setelah dioven
• Potensi Tumbuh Maksimum (PTM)
Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) adalah total benih hidup atau
menunjukkan

gejala

hidup

dan

mengindikasikan

viabilitas

total

(VT).

Penghitungan PTM berdasarkan benih yang tumbuh (berkecambah) sampai hari
ke-10 setelah tanam. Rumus untuk menghitung PTM adalah:
PTM (%) =

Σ benih yang tumbuh
Σ benih yang ditanam

X 100%

17

• Daya Berkecambah (DB)
Daya berkecambah (DB) dihitung dari jumlah benih yang berkecambah
normal dalam lingkungan tumbuh optimum, tolok ukur ini mengindikasikan
viabilitas potensial (Vp).

Daya berkecambah dihitung berdasarkan persentase

kecambah normal (KN) pada pengamatan I (hari ke-5) dan pengamatan II (hari
ke-10). Daya berkecambah dihitung dengan rumus:
DB (%) =



Σ kecambah normal I dan II X 100%
Σ benih yang ditanam

Indeks Vigor
Indeks vigor (IV) merupakan tolok ukur yang mengindikasikan vigor

kekuatan tumbuh (VKT). Indeks vigor dihitung berdasarkan presentase kecambah
normal pada hitungan pertama (5 HST). Indeks vigor dihitung dengan rumus:
IV (%) =

Σ KN hitungan I
X 100%
Σ benih yang ditanam

• Kecepatan Tumbuh (KCT)
Kecepatan tumbuh dihitung merupakan tolok ukur yang mengindikasikan
vigor kekuatan tumbuh (VKT). Kecepatan tumbuh dihitung berdasarkan nilai
pertambahan (perkecambahan persentase kecambah normal) setiap hari pada
kurun waktu perkecambahan pada kondisi optimum. Kecepatan tumbuh dihitung
dengan rumus:
tn

KCT (%KN/etmal) =

Σ
0

Keterangan :
tn = waktu akhir pengamatan
N = persen KN setiap waktu pengamatan
t = waktu pengamatan

N/t

18

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kacang tanah termasuk kelompok benih ortodoks yaitu benih yang
memerlukan kadar air (KA) rendah agar viabilitas benih dapat dipertahankan
selama di penyimpanan. Benih kacang tanah tanpa coating mempunyai kadar air
5.35-5.57% pada 0 Minggu Setelah Simpan (MSS). Benih yang telah di-coating
dikeringkan kembali dua hari (dikeringanginkan pada hari pertama dan dijemur
pada hari kedua). Benih hasil pengeringan ini menunjukkan kadar air berkisar
antara 5.65-6.56% (Tabel 1). Kadar air ini merupakan kadar air yang aman untuk
penyimpanan benih ortodoks dengan kandungan lemak tinggi.
Tabel 1. Pengaruh Perlakuan Coating terhadap Kadar Air Benih Kacang
Tanah selama Periode Simpan 0-16 Minggu

Perlakuan

Berpolong
Kupas
ArbGum
Benomil
Curcuma
- 100 ppm
- 150 ppm
- 200 ppm
As.Askorbat
- 150 ppm
- 250 ppm
- 350 ppm
Rataan

0
5.57
5.35
5.98
6.02

Periode Penyimpanan (Minggu)
4
7
10
13
------------------------ KA (%) -----------------------5.57
5.62
5.47
5.59
5.40
5.83
5.82
5.34
6.11
5.85
6.27
5.86
6.21
6.14
6.17
6.05

16
5.34
5.46
6.34
6.04

6.56
5.65
5.92

6.29
5.61
5.96

6.97
6.23
6.56

7.07
6.04
6.36

7.15
6.45
7.17

7.26
6.10
6.83

6.05
5.75
5.97
5.88

5.61
5.54
6.06
5.84

6.66
6.06
6.45
6.24

6.32
5.37
6.57
6.14

6.18
6.01
6.64
6.24

6.52
6.25
6.61
6.27

Nilai tengah kadar air pada awal simpan seluruh perlakuan adalah 5.88%
kemudian terjadi peningkatan hingga mencapai kadar air 6.27% pada akhir
penyimpanan (16 minggu setelah penyimpanan). Peningkatan kadar air terjadi
karena sifat benih yang higroskopis tetapi kemasan plastik yang digunakan cukup
kedap sehingga peningkatan kadar air selama 16 minggu masih dapat
dikendalikan pada batas aman. Plastik polipropilen memberikan perlindungan

19

yang cukup bagi KA benih sehingga KA relatif stabil selama penyimpanan
dengan kisaran 5-7%. Kadar air ini aman untuk penyimpanan benih kacang tanah.
Penelitian Ginting dalam Kasno et al. (1993) memperlihatkan bahwa
penyimpanan benih kacang tanah tanpa polong varietas Gajah dan Tapir dengan
kaleng biskuit (kapasitas 5 kg) menunjukkan daya tumbuh di atas 80% selama 6
bulan (kadar air 5-7%).
Rekapitulasi hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara
periode simpan dengan coating benih berpengaruh nyata (α = 5%) hanya pada
tolok ukur KCT, tetapi perlakuan coating sebagai faktor tunggal berpengaruh nyata
(α = 1%) baik pada tolok ukur DB, IV, maupun KCT (Tabel 2). Faktor tunggal
periode simpan berpengaruh nyata (α = 1%) terhadap semua tolok ukur yang
diamati.
Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pengaruh Coating dan Periode
Simpan terhadap Viabilitas Benih Kacang Tanah

Tolok Ukur
DB
PTM
IV
KCT

Perlakuan Coating
(C)
**
tn
**
**

Perlakuan
Periode Simpan
(T)
**
**
**
**

CxT
tn
tn
tn
*

KK
9.08
1.32
24.29
9.09

Keterangan : DB = Daya berkecambah, PTM = potensi tumbuh maksimum, IV = Indeks vigor,
KCT = kecepatan tumbuh, ** = Berpengaruh sangat nyata (1%), * = Berpengaruh
nyata (5%), tn = Tidak berpengaruh nyata

Pengaruh Periode Simpan terhadap Viabilitas Benih
Selama penyimpanan, benih akan mengalami kemunduran (deteriorasi).
Sadjad (1993) menyatakan bahwa proses kemunduran benih selama periode
simpan terjadi secara alami dan berkaitan dengan waktu, sedangkan kemunduran
fisiologis disebabkan oleh faktor lingkungan. Hal ini berarti bahwa semakin lama
benih disimpan, maka benih akan mengalami kemunduran dan dapat dipercepat
laju kemundurannya oleh kondisi lingkungan penyimpanan. Proses kemunduran
benih tidak dapat dihindari tetapi dapat diperlambat laju kemundurannya.

20

Teori kemunduran benih menunjukkan bahwa benih pasti mundur selama
periode simpan tetapi pengujian ini tetap diperlukan untuk menunjukkan bahwa
periode waktu penelitian telah cukup untuk memperlihatkan adanya perbedaan
viabilitas antara awal dan akhir periode simpan. Potensi tumbuh maksimum di