Perlakuan Priming Benih untuk Mempertahankan Vigor Benih Kacang Panjang (Vigna unguiculata) Selama Penyimpanan

PERLAKUAN PRIMING BENIH UNTUK
MEMPERTAHANKAN VIGOR BENIH KACANG PANJANG
(Vigna unguiculata) SELAMA PENYIMPANAN

ESTY PURI UTAMI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perlakuan Priming Benih
untuk Mempertahankan Vigor Benih Kacang Panjang (Vigna unguiculata) Selama
Penyimpanan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Esty Puri Utami
NIM A24090185

ABSTRAK
ESTY PURI UTAMI. Perlakuan Priming Benih untuk Mempertahankan Vigor
Benih Kacang Panjang (Vigna unguiculata) Selama Penyimpanan. Dibimbing
oleh MARYATI SARI dan ENY WIDAJATI.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh priming dalam
mempertahankan vigor benih kacang panjang selama dalam penyimpanan.
Perlakuan priming yang dilakukan adalah perendaman benih dalam air, KNO3,
CaCl2, asam askorbat, dan pelembapan diantara kertas selama dua jam. Perlakuan
priming menyebabkan peningkatan kadar air benih hingga sekitar 9%, sedangkan
perlakuan pelembapan diantara kertas hanya meningkatkan kadar air 1-2 %
dibanding kontrol. Setelah selesai perlakuan, benih dikeringkan kembali hingga
kadar air 12-13% lalu disimpan di ruang kamar (26-30.8 °C; RH 68-77 %) dan
AC (±20 °C; RH ±50%) menggunakan plastik polipropilen (tebal 0.08 mm).
perlakuan dengan perendaman dalam air,CaCl2, KNO3, dan asam askorbat dapat

meningkatkan indeks vigor dan kecepatan tumbuh benih serta dapat dipertahankan
hingga akhir penyimpanan (15 minggu). Perlakuan perendaman dalam air dapat
menjadi pilihan terbaik sebagai perlakuan benih sebelum simpan karena murah
dan mudah dilakukan serta memberikan hasil yang baik.
Kata kunci: kacang panjang, priming, penyimpanan, vigor

ABSTRACT
ESTY PURI UTAMI. Seed Priming to Maintain Vigor of Longbean Seed during
Storage. Supervised by MARYATI SARI and ENY WIDAJATI.
The objective of this research was to study the effect of priming to
maintain vigor of longbean seeds during storage. The treatments were priming in
water, KNO3, CaCl2, ascorbic acid, and imbibition beetwen papers for two hours.
Osmoconditioning and hydropriming increased seeds moisture content about 9%
whereas imbibition between papers increased about 1-2% over the control. After
teatment, the seeds were dryed back to reduce moisture content to about 12-13%
and then stored in ambient (26-30.8 °C; RH 68-77 %) and AC (±20 °C; RH
±50%) temperature packed in polypropilen plastic bags (thick 0.08 mm).
Hydropriming, priming in CaCl2, KNO3, and ascorbic acid solution increased
vigor index and speed of germination longbean seeds. The advantages of these
treatments could be maintained until 15 weeks of storage, both in AC and ambient

temperature. Hydropriming was the best choice for seed treatment before storage,
because it was inexpensive and easy to applied.
Key words: longbean, priming, storage, vigor

PERLAKUAN PRIMING BENIH UNTUK
MEMPERTAHANKAN VIGOR BENIH KACANG PANJANG
(Vigna unguiculata) SELAMA PENYIMPANAN

ESTY PURI UTAMI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2013

Judul Skripsi : Perlakuan Priming Benih untuk Mempertahankan Vigor Benih
Kacang Panjang (Vigna unguiculata) Selama Penyimpanan
Nama
: Esty Puri Utami
NIM
: A24090185

Disetujui oleh

Maryati Sari, SP, MSi
Pembimbing I

Dr Ir Eny Widajati, MS
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei 2013 ini ialah
invigorasi, dengan judul Perlakuan Priming Benih untuk Mempertahankan Vigor
Benih Kacang Panjang (Vigna unguiculata) Selama Penyimpanan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Hermanto Kristiansyah dan Ibu
Lily Nurlaeli, selaku orang tua yang memberikan dukungan tak terhingga baik
moril, materil, dan kasih sayang kepada penulis, Ibu Maryati Sari dan Ibu Eny
Widajati selaku pembimbing, serta Ibu Endah R. Palupi sebagai penguji yang
telah banyak memberi saran dan ilmu kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2013
Esty Puri Utami

DAFTAR ISI

 
DAFTAR TABEL

viii 

DAFTAR GAMBAR

viii 

PENDAHULUAN



Latar Belakang



Tujuan Penelitian




TINJAUAN PUSTAKA



Kemunduran Benih



Invigorasi



METODE



Tempat dan Waktu




Bahan dan Alat



Prosedur Percobaan



Pengamatan



Prosedur Analisis Data



HASIL DAN PEMBAHASAN




Percobaan 1: Invigorasi untuk Mempertahankan Vigor Benih Kacang Panjang
Selama Penyimpanan pada Ruang AC

Percobaan 2: Invigorasi untuk Mempertahankan Vigor Benih Kacang Panjang
Selama Penyimpanan pada Ruang Kamar

SIMPULAN DAN SARAN

13 

Simpulan

13 

Saran

13 

DAFTAR PUSTAKA


13 

RIWAYAT HIDUP

16 

DAFTAR TABEL

1 Perubahan kadar air benih setelah invigorasi

2 Pengaruh interaksi perlakuan invigorasi dan periode simpan terhadap KA (%)
pada penyimpanan ruang AC

3 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh perlakuan invigorasi dan periode simpan
pada ruang AC terhadap viabilitas benih

4 Pengaruh perlakuan periode simpan terhadap DB, IV, KCT, dan LPK pada
penyimpanan ruang AC


5 Pengaruh perlakuan invigorasi terhadap DB, IV, KCT, dan LPK pada
penyimpanan ruang AC

6 Pengaruh interaksi perlakuan invigorasi dan periode simpan terhadap KA (%)
pada ruang simpan kamar
10 
7 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh perlakuan invigorasi dan periode simpan
pada ruang kamar terhadap viabilitas benih
10 
8 Pengaruh interaksi perlakuan invigorasi dan periode simpan terhadap DB (%)
pada ruang simpan kamar
11 
9 Pengaruh interaksi antara perlakuan invigorasi dan periode simpan terhadap
LPK (g KN-1) pada ruang simpan kamar
11 
10 Pengaruh periode simpan terhadap IV dan KCT pada ruang simpan kamar
12 
11 Pengaruh perlakuan invigorasi terhadap IV dan KCT pada ruang simpan kamar
12 

DAFTAR GAMBAR
1 Benih yang sudah dikemas
2 Kecambah normal dan abnormal benih kacang panjang




PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kacang panjang (Vigna unguiculata) merupakan salah satu sayuran yang
sering ditemui baik di supermarket maupun di pasar-pasar tradisional. Kacang
panjang dapat dirancang sebagai komoditas yang mempunyai nilai gizi dan nilai
ekonomi yang tinggi. Luas panen kacang panjang di Indonesia terus mengalami
peningkatan dari tahun 2008 hingga tahun 2010. Luas panen kacang panjang pada
tahun 2008 adalah 83 493 ha, tahun 2009 meningkat menjadi 83 796 ha, dan sampai
tahun 2010 luas panennya mencapai 85 828 ha (BPS 2011), sehingga diperlukan
ketersediaan benih bermutu yang dapat menunjang keberhasilan produksinya.
Penyediaan benih kacang panjang bermutu, merupakan salah satu kunci
keberhasilan produksi kacang panjang. Benih bermutu biasanya dicirikan dengan
viabilitas dan vigor yang tinggi. Jaminan terhadap mutu benih diberikan melalui
adanya program sertifikasi benih yang memberikan jaminan terhadap mutu fisik,
genetik dan fisiologis. Penyimpanan yang baik dapat mempertahankan mutu
fisiologis, yakni viabilitas dan vigor benih tetap tinggi sampai saat benih tersebut
ditanam. Mutu fisiologis pasti menurun seiring dengan berjalannya waktu baik
secara cepat maupun lambat. Benih yang menurun mutunya ini mengalami
deteriorasi. Upaya meningkatkan mutu benih dapat dilakukan dengan invigorasi.
Invigorasi dapat berupa priming/osmoconditioning (Widajati et al. 2013) dan
matriconditioning (Ilyas 2012).
Invigorasi biasanya digunakan sebagai perlakuan pratanam untuk
meningkatkan kembali viabilitas benih yang mulai berkurang. Penelitian tentang
invigorasi sebagai perlakuan pratanam telah banyak dilakukan, diantaranya oleh
Farooq et al. (2006), benih padi KS 282 yang diberi perlakuan osmohardening
dengan KCl dan CaCl2 memiliki daya berkecambah (87.70%) lebih tinggi
dibandingkan dengan kontrol (79.7%). Senada dengan hal tersebut, Lamtiar (2010)
menyatakan bahwa kecepatan tumbuh benih kacang panjang yang diberi perlakuan
priming lebih tinggi (33.81% etmal-1) dibanding kontrol (29.29% etmal-1). Penelitian
Namadev (2010) juga menunjukkan perlakuan hydropriming dengan GA3 dan CaCl2
meningkatkan perkecambahan benih wijen menjadi 97.67% dan 96.00% dibanding
kontrol 89.67%. Penelitian Ruliansyah (2011) menunjukkan bahwa perlakuan
invigorasi yang dikenakan pada benih kedelai memberikan peningkatan sangat nyata
terhadap daya berkecambah, kecepatan tumbuh, keserempakan tumbuh, dan laju
pertumbuhan kecambah.
Invigorasi dapat juga digunakan sebagai perlakuan pra simpan atau antar
periode penyimpanan dengan tujuan mempertahankan vigor benih dalam
penyimpanan atau meningkatkan daya simpan benih sebagai upaya untuk
penyediaan benih bermutu. Penelitian mengenai manfaat invigorasi bagi
penyimpanan benih antara lain telah dikemukakan oleh Yulianida dan Murniati
(2005) dan Kalsa et al. (2011), meskipun hasilnya belum konsisten.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh priming dalam
mempertahankan vigor benih kacang panjang selama penyimpanan.

TINJAUAN PUSTAKA

Kemunduran Benih
Kualitas benih terbaik didapatkan saat benih mencapai masak fisiologis, yang
dicirikan oleh berat kering, viabilitas dan vigor benih maksimum serta kadar air
benih yang minimum. Setelah mencapai masak fisiologis, pada umumnya benih
mengalami kemunduran bertahap yang pada akhirnya benih tersebut kehilangan
viabilitas maupun vigornya dan berujung mati. Proses kemunduran kondisi benih
pasca masak fisiologis inilah yang disebut deteriorasi (Utomo 2011).
Kemunduran benih merupakan proses penurunan mutu benih secara
berangsur-angsur dan kumulatif serta tidak dapat balik pada kondisi awal
(irreversible) akibat perubahan fisiologis di dalam benih. Kemunduran benih adalah
mundurnya mutu fisiologis benih yang dapat menimbulkan perubahan menyeluruh di
dalam benih, baik fisik, fisiologi maupun kimiawi yang mengakibatkan menurunnya
viabilitas benih (Utomo 2011).
Kemunduran benih dipengaruhi oleh genetik, kadar air benih dan suhu.
Indikasi fisiologi dari kemunduran benih diantaranya perubahan warna benih,
meningkatnya jumlah kecambah abnormal, pertumbuhan bibit yang berkurang dan
toleransi yang berkurang terhadap kondisi suboptimum selama perkecambahan
(Mugnisjah 2007). Indikator lain kemunduran benih adalah banyaknya kecambah
abnormal yang tumbuh, enzim menjadi aktif, terjadinya kebocoran sel benih,
keragaman benih meningkat, perubahan warna benih, laju perkecambahan lambat,
benih tidak berkecambah, dan benih mati (Utomo 2011). Kemunduran benih tidak
bisa dihentikan namun dapat diperlambat. Beberapa teknik yang biasa digunakan
sebagai alternatif dalam upaya memperlambat deteriorasi diantaranya pemanenan
saat benih mencapai masak fisiologis, prosesing benih secara benar, penyimpanan
benih pada suhu dan kadar air tertentu, dan yang terakhir adalah perlakuan invigorasi
pada benih yang telah mundur (Utomo 2011).
Invigorasi
Invigorasi merupakan suatu proses yang dilakukan untuk meningkatkan vigor
benih yang telah mengalami deteriorasi atau kemunduran. Selama invigorasi terjadi
peningkatan kecepatan dan keserempakan perkecambahan, serta mengurangi
tekanan lingkungan yang kurang menguntungkan. invigorasi banyak dilakukan
sebagai perlakuan pratanam. Invigorasi dimulai saat benih berhidrasi secara
terkontrol pada medium imbibisi yang berpotensial air rendah (Ilyas 2012).
Penyerapan
air
terkontrol
terdiri
dari
dua
macam,
yaitu
osmoconditioning/priming dan matriconditioning. Priming/osmoconditioning adalah

3
perlakuan hidrasi benih terkontrol dengan larutan berpotensi osmotik rendah dan
potensial matriknya dapat diabaikan (Khan et al. 1990). Matriconditioning adalah
perlakuan hidrasi benih terkontrol dengan media padat lembap berpotensi matrik
rendah dan potensial osmotiknya dapat diabaikan (Khan 1992). Priming dan
matriconditioning dapat diintegrasikan dengan hormon, seperti GA3, untuk
meningkatkan perkecambahan. Selain itu, bisa pula dengan pestisida, biopestisida,
mikroba (Ilyas 2012), dan juga antioksidan.
Invigorasi sebagai perlakuan pratanam maupun prasimpan sudah banyak
dilakukan. Invigorasi sebagai perlakuan pratanam diantaranya dilakukan oleh
Nemadev (2010), Assefa et al. (2010), Ruliansyah (2011). Ketiganya menunjukkan
bahwa benih dengan perlakuan invigorasi memberikan performa yang lebih baik
dibanding kontrol pada penanaman di lapang. Invigorasi sebagai perlakuan
prasimpan juga telah banyak dilakukan, diantaranya oleh Owen dan Pill (1994),
Basra et al. (2003), Sedghi et al. (2012) yang menunjukkan bahwa benih dengan
perlakuan invigorasi mampu mempertahankan vigornya selama penyimpanan,
namun tidak semuanya menunjukkan hasil yang positif. Yullianida dan Murniati
(2005) menunjukkan bahwa perlakuan matriconditioning dengan tambahan zat
antioksidan pada benih bunga matahari tidak cocok dilakukan sebagai perlakuan
prasimpan. Kalsa et al. (2011) juga menunjukkan bahwa perlakuan hydropriming
berpengaruh negatif terhadap daya berkecambah benih Vicia sativa.

METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih,
Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB. Penelitian dilakukan pada bulan Mei
hingga Agustus 2013.

Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kacang
panjang varietas Wulung dengan daya berkecambah awal ±85%. Bahan untuk
perlakuan priming adalah air, kertas CD, KNO3, CaCl2, dan asam askorbat. Plastik
polipropilen (tebal 0.08 mm) untuk wadah penyimpanan, dan kertas merang sebagai
media pengecambah. Alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah oven, alat
pengepres kertas, alat pengecambah benih IPB 72-1, timbangan, gelas ukur, dan
kotak mika.

Prosedur Percobaan
Penelitian dibagi menjadi dua percobaan. Percobaan pertama penyimpanan
benih yang sudah diinvigorasi dalam ruang AC (suhu ±20 °C, RH ±50%) dan yang

4
kedua dalam ruang kamar (suhu 26-30.8 °C, RH 68-77%). Masing-masing
percobaan dilakukan dengan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dua
faktor, yaitu faktor perlakuan invigorasi dan periode simpan. Perlakuan invigorasi
terdiri atas perendaman dalam air (hydropriming), priming yang terdiri dari
perendaman dalam CaCl2, KNO3, dan asam askorbat serta pelembapan dengan kertas.
Masing-masing perlakuan dilakukan selama dua jam. Perbandingan benih dan
larutan 1:5 (w:v). Konsentrasi CaCl2, KNO3, dan asam askorbat yang digunakan
dalam priming masing-masing adalah 22.2 g L-1, 30 g L-1 (Basra et al. 2004), 10 mg
L-1 (Farooq et al. 2006).
Benih kontrol dan benih yang telah diberi perlakuan invigorasi kemudian
dikeringkan dan dimasukkan ke dalam plastik (Gambar 1). Setelah itu, benih
disimpan di ruang AC dan kamar. Pengamatan dilakukan terhadap daya
berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KCT), kadar air (KA), indeks vigor (IV), dan
laju pertumbuhan kecambah (LPK) pada 0, 3, 6, 9, 12, dan 15 minggu penyimpanan.

Gambar 1 Benih setelah diberi perlakuan dan dikemas

Pengamatan
1. Daya berkecambah (DB)
Pengamatan daya berkecambah dilakukan terhadap jumlah kecambah normal
(Gambar 2) pada hitungan I (3 HST) dan hitungan II ( 5 HST). Perhitungan
rumus DB sebagai berikut:

DB =

Keterangan: KN

∑ KN


I

∑ KN

= Kecambah normal.

II

x 100%

5

Gambar 2 Kecambah normal dan abnormal benih kacang panjang
2. Kecepatan tumbuh (K CT )
Kecepatan tumbuh diperhitungkan sebagai akumulasi kecepatan tumbuh
setiap hari dalam unit tolok ukur persentase per hari.
Perhitungan rumus kecepatan tumbuh (K CT ) sebagai berikut:

K CT = ∑

Keterangan: K CT
Ni
t
T

=
=
=
=

N

Kecepatan tumbuh benih.
Presentase kecambah nornal setiap waktu pengamatan.
Waktu pengamatan.
Waktu akhir pengamatan

3. Kadar air (KA)
Pengujian kadar air dilakukan dengan menggunakan metode langsung. Benih
sebanyak ±5 gram di oven pada suhu 103 ± 2 selama 17 jam
jam.
Perhitungan rumus kadar air KA sebagai berikut:
Keterangan:

KA

BB BK
BB

%

KA = Kadar air benih.
BB = Berat basah (sebelum dioven)
BK = Berat kering (setelah dioven)

4. Indeks vigor (IV)
Indeks vigor merupakan salah satu tolok ukur dari vigor benih. Pengamatan
indeks vigor dilakukan pada 3 HST. Perhitungan rumus indeks vigor (IV)
sebagai berikut:

6
IV

KN
∑ Benih yang ditanam

Keterangan : IV = Indeks vigor

%

5. Laju pertumbuhan kecambah (LPK)
Laju pertumbuhan kecambah diperoleh dengan menimbang kecambah
normal yang telah dioven pada suhu 80 °C selama 24 jam dibagi dengan
kecambah normal. Satuannya adalah g KN-1. Perhitungan rumus laju
pertumbuhan kecambah sebagai berikut:
LPK

Berat kering kecambah normal gram
∑ Kecambah normal
Prosedur Analisis Data

Data yang diperoleh dari masing-masing percobaan dianalisis dengan uji F.
Data yang berbeda nyata diuji lanjut dengan uji Duncan pada taraf 5%. Semua data
diolah menggunakan software SAS versi 9.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Perbedaan waktu perendaman mengakibatkan perbedaan kadar air setelah
invigorasi. Perlakuan perendaman dalam air (hydropriming) selama 10 jam pada
suhu kamar (25-28°C) mengakibatkan peningkatan kadar air benih kacang panjang
yang sangat tinggi menjadi 43.93% (kontrol 6.46%) (Lamtiar 2010). Peningkatan
kadar air yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan kerusakan serius bila benih
kemudian dikeringkan kembali untuk disimpan. Pada percobaan ini, proses
invigorasi hanya dilakukan selama dua jam sehingga peningkatan kadar air tidak
terlalu tinggi (Tabel 1).
Tabel 1 Perubahan kadar air benih setelah invigorasi
Perlakuan invigorasi
Kontrol
Pelembapan kertas
Perendaman air
Perendaman CaCl2
Perendaman KNO3
Perendaman asam askorbat

Kadar air (%)
8.75
9.17
17.76
18.90
18.88
18.86

Benih yang telah diinvigorasi dikeringkan kembali hingga mencapai kadar air
aman untuk disimpan, yaitu 8-9%, namun pada penelitian ini benih yang diberi
perlakuan priming perendaman dalam air, CaCl2, KNO3, dan asam askorbat
disimpan pada kadar air 12-13% karena pengeringan lebih lanjut mengakibatkan

7
retak-retak pada permukaan benih. Perlakuan pelembapan di antara kertas
mengakibatkan benih menjadi keriput. Perlakuan dengan perendaman dalam KNO3
menyebabkan berubahnya warna kulit benih menjadi kebiruan, lebih kusam dari
pada benih kontrol. Retak-retak pada permukaan kulit benih dan perubahan warna
menjadikan penampilan benih kurang menarik dan menurunkan mutu fisik dari benih
itu sendiri. Hal ini menjadi kelemahan dari teknik hydropriming dan
priming/osmoconditioning untuk penyimpanan.
Mutu benih terdiri dari mutu fisik, fisiologis, dan genetik. Ketiga-tiganya
harus tetap dipertahankan selama dalam penyimpanan hingga siap untuk ditanam.
Benih yang mengalami deteriorasi dicirikan dengan menurunnya ketiga mutu
tersebut. Mutu fisik yang sudah menurun dicirikan dengan perubahan warna yang
lebih kusam dan keriput dari keadaan awalnya (Justice dan Bass 2002).
Pengeringan harus dilakukan secara hati-hati. Suhu pengeringan tidak boleh
lebih dari 43.3 °C bagi benih yang sangat lembap dan pada benih yang cukup kering
suhu pengeringan tidak boleh melebihi 54.4 °C (Justice dan Bass 2002). Pengeringan
yang terlalu cepat dapat pula menyebabkan impermeabilitas kulit benih melalui
perubahan struktur testa pada beberapa jenis benih. Bagian luar benih menjadi keras
tetapi bagian dalamnya masih basah (Sutopo 2004).
Pengeringan kembali setelah priming merupakan tahap paling kritis dalam
penentuan kualitas benih. Bruggink et al. (1999) menyatakan bahwa beberapa
perlakuan setelah priming dapat mencegah penurunan daya simpan benih yang sudah
dipriming. Perlakuan yang dapat dilakukan untuk mencegah penurunan daya simpan
diantaranya inkubasi PEG, pengeringan secara lambat dalam RH 75% dan heat
shock treatment pada suhu 40°C selama tiga jam, sedangkan menurut Sedghi et al.
(2012) suhu yang paling baik untuk pengeringan kembali benih Calendula officinalis
yang telah dihydropriming adalah 20-30°C. Suhu yang tidak terlalu tinggi akan
meningkatkan toleransi terhadap desikasi dan pengeringan pun berhasil.

Percobaan 1: Invigorasi untuk Mempertahankan Vigor Benih Kacang Panjang
Selama Penyimpanan pada Ruang AC
Benih kontrol dan benih dengan perlakuan pelembapan di antara kertas
disimpan pada kadar air kurang dari 10%, sedangkan benih dengan priming dalam
air, CaCl2, KNO3, dan asam askorbat disimpan dengan kadar air ± 13% karena
pengeringan lebih lanjut pada benih tersebut mengakibatkan keretakan pada
permukaan benih. Selama penyimpanan kadar air benih mengalami fluktuasi, namun
secara umum dapat dilihat bahwa kemasan polipropilen yang digunakan relatif
mampu mempertahankan kadar air benih kacang panjang (Tabel 2). Suhu ruang
simpan adalah ±20 °C dan kelembapannya ±50%.
Hasil analisis ragam menunjukkan periode simpan berpengaruh sangat nyata
terhadap semua tolok ukur. Perlakuan invigorasi berpengaruh sangat nyata terhadap
indeks vigor dan kecepatan tumbuh. Interaksi antara perlakuan invigorasi dan
periode simpan tidak berpengaruh nyata terhadap semua tolok ukur (Tabel 3).
Daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh, dan laju pertumbuhan
kecambah meningkat pada awal periode penyimpanan lalu berangsur mengalami
kemunduran (Tabel 4). Meningkatnya viabilitas benih seiring dengan berjalannya
waktu penyimpanan dapat terjadi karena adanya sifat dormansi pada benih padi

8
(Anwar 2009) dan kacang tanah (Cahyono 2001). Laporan mengenai adanya
dormansi pada benih kacang panjang sejauh ini belum ditemukan, namun pada
beberapa spesies Vigna lainnya sudah ditemukan adanya dormansi. V. membranacea,
V. oblongifolia, V. racemosa, V. schimperi, dan V. vexillata memiliki kulit benih
yang keras sehingga menghambat perkecambahan benih (Wary et al. 2007).
Tabel 2 Pengaruh interaksi perlakuan invigorasi dan periode simpan terhadap KA
(%) pada penyimpanan ruang AC
Periode simpan

Invigorasi
0
Kontrol
Perendaman air

3

6

9

12

15

9.96k

7.69no

8.04no

7.92no

8.12mo

7.99no

13.72ab

13.17a-e

11.54h-j

13.77ab

13.98a

14.10a

Pelembapan kertas

9.14lm

9.11lm

9.11lm

Perendaman CaCl2

12.81b-g

12.55c-f

12.01f-i

12.18e-i

8.25m-o

10.84jk

8.92l-n

12.42d-g

9.36l

Perendaman KNO3

13.33a-d

13.48a-d

13.16a-e

12.84b-g

11.29ij

13.41a-f

Perendaman asam askorbat

13.61a-c

13.61a-c

13.31a-d

13.30a-d

11.85g-i

13.01a-f

Keterangan : KK = 5.04%
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji Duncan
5%

Tabel 3 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh perlakuan invigorasi dan periode
simpan pada ruang AC terhadap viabilitas benih
Tolok ukur
Daya berkecambah (DB)
Indeks vigor (IV)
Laju pertumbuhan kecambah (LPK)
Kecepatantumbuh (KCT)

Perlakuan Periode
Interaksi
invigorasi simpan
Inv*PS
(PS)
(Inv)
tn
**
tn
**
**
tn
tn
**
tn
**
**
tn

KK
(%)
7.55
21.84
20.68
11.33

** = berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%
* = berpengaruh sangat nyata pada taraf 5%
tn = tidak berpengaruh nyata

Tabel 4 Pengaruh perlakuan periode simpan terhadap DB, IV, KCT, dan LPK pada
penyimpanan ruang AC
Periode simpan
0 minggu
3 minggu
6 minggu
9 minggu
12 minggu
15 minggu

DB
(%)
77.33b
94.22a
95.56a
92.83a
93.56a
95.47a

Tolok ukur
IV
KCT
(%)
(% etmal-1)
42.44c
25.28d
72.22a
37.34a
78.00a
34.70b
55.28b
35.51ab
56.67b
29.22c
29.88d
25.58d

LPK
(g KN-1)
0.047c
0.058b
0.065ab
0.068a
0.069a
0.056b

Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji
Duncan 5%

9
Perlakuan priming mampu meningkatkan vigor benih kacang panjang selama
penyimpanan berdasarkan nilai indeks vigor dan kecepatan tumbuh meskipun daya
berkecambah dan laju pertumbuhan kecambah tidak nyata. Tabel 5 menunjukkan
priming dengan perendaman dalam air, CaCl2, KNO3, dan asam askorbat memiliki
nilai indeks vigor dan kecepatan tumbuh nyata lebih tinggi dibanding kontrol.
Diantara keempat perlakuan tersebut, perlakuan yang tidak memerlukan biaya tinggi
dan bahannya mudah didapatkan adalah perlakuan dengan perendaman dalam air.
Tabel 5 Pengaruh perlakuan invigorasi terhadap DB, IV, KCT, dan LPK pada
penyimpanan ruang AC
Tolok ukur
Invigorasi
Kontrol
Perendaman air
Pelembapan kertas
Perendaman CaCl2
Perendaman KNO3
Perendaman asam askorbat

DB
(%)
93.06
92.00
92.67
92.00
89.11
89.94

IV
(%)
41.28b
62.94a
48.44b
58.44a
65.00a
60.22a

KCT
(% etmal-1)
28.53c
33.85a
29.78bc
32.07ab
32.02ab
31.82ab

LPK
(g KN-1)
0.061
0.060
0.058
0.061
0.066
0.058

Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji Duncan
5%

Penelitian tentang penyimpanan benih yang telah dipriming telah banyak
dilakukan untuk jenis benih lain. Owen dan Pill (1994) menunjukkan benih
asparagus yang sudah dipriming lalu dikeringanginkan kemudian disimpan pada
suhu 4 °C memiliki daya berkecambah yang lebih baik setelah tiga bulan
penyimpanan dibanding kontrol (96.00 % dibanding kontrol 91.00 %) dan benih
asparagus yang sudah dipriming lalu dikeringanginkan kemudian disimpan pada
suhu 20 °C memiliki daya berkecambah 89.00 %, sedangkan kontrol 87.00 %.
Penelitian Basra et al. (2003) menunjukkan benih kanola yang diberi perlakuan
osmopriming selama empat jam dengan PEG-10000 kemudian disimpan dapat
mempertahankan vigornya hingga enam bulan penyimpanan dalam suhu rendah.
Dalam penelitian ini, perlakuan priming dengan perendaman dalam air, CaCl2,
KNO3, dan asam askorbat selama dua jam mampu mempertahankan indeks vigor dan
kecepatan tumbuh tetap tinggi selama dalam penyimpanan ruang AC.

Percobaan 2: Invigorasi untuk Mempertahankan Vigor Benih Kacang Panjang
Selama Penyimpanan pada Ruang Kamar
Selama penyimpanan benih dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.
Faktor internal meliputi kadar air, sifat genetik, dan viabilitas awal. Faktor eksternal
meliputi wadah penyimpanan, oksigen, mikroorganisme, suhu ruangan, dan
kelembapan (Widajati et al. 2013). Kadar air benih selama penyimpanan sangat
dipengaruhi oleh kelembapan relatif ruang simpan. Kadar air akan meningkat atau
menurun seiring dengan meningkat atau menurunnya kelembapan relatif. Perubahan
ini akan terus berlangsung sampai tercapai keseimbangan (Asni 2010).

10
Hasil pengukuran kadar air benih pada ruang simpan kamar hampir sama
polanya dengan kadar air pada ruang AC. Kemasan polipropilen yang digunakan
relatif mampu mempertahankan kadar air benih dengan baik, meskipun terdapat
fluktuasi ( Tabel 6).
Tabel 6 Pengaruh interaksi perlakuan invigorasi dan periode simpan terhadap KA
(%) pada ruang simpan kamar
Periode simpan

Invigorasi
0
Kontrol

7.53jk

Perendaman air

13.72bc

3
8.07i-k
14.3ab

6

9

6.94k

8.67h-k

13.96b

12

16.18a

8.88h-k

15
9.22g-k

11.01d-h

13.79bc

Pelembapan kertas

9.20gk

9.55g-j

10.10g-i

10.14g-i

9.04h-k

10.18g-i

Perendaman CaCl2

12.81b-f

12.65b-f

11.48c-g

12.59b-f

10.75e-h

12.82b-f

Perendaman KNO3

13.33bc

13.82bc

13.22b-d

13.05b-e

10.86e-h

13.42b-c

Perendaman asam askorbat

13.61bc

14.01b

7.11k

13.39bc

10.73f-h

13.36bc

Keterangan : KK = 10.36%
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji Duncan
5%

Hasil analisis ragam terhadap data viabilitas benih pada penyimpanan dalam
ruang kamar menunjukkan bahwa periode simpan berpengaruh sangat nyata terhadap
semua tolok ukur yang diamati. Perlakuan invigorasi berpengaruh sangat nyata
terhadap indeks vigor dan laju pertumbuhan kecambah. Perlakuan invigorasi
berpengaruh nyata terhadap kecepatan tumbuh. Interaksi antara perlakuan invigorasi
dan periode simpan hanya berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah dan laju
pertumbuhan kecambah (Tabel 7).
Tabel 7 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh perlakuan invigorasi dan periode
simpan pada ruang kamar terhadap viabilitas benih
Tolok ukur
Daya berkecambah (DB)
Indeks vigor (IV)
Laju pertumbuhan kecambah (LPK)
Kecepatan tumbuh (KCT)
**
*
tn

Inv

PS

tn
**
**
*

**
**
**
**

Inv*PS
*
tn
*
tn

KK (%)
8.59
22.79
6.19
10.92

= berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%
= berpengaruh sangat nyata pada taraf 5%
= tidak berpengaruh nyata

Invigorasi sebagai perlakuan prasimpan tidak selalu berpengaruh positif
terhadap benih. Matriconditioning dengan tambahan zat antioksidan ternyata tidak
dapat meningkatkan daya simpan benih bunga matahari pada ruang kamar
(Yullianida dan Murniati 2005). Hydropriming juga ternyata berpengaruh negatif
terhadap daya berkecambah benih Vicia sativa L. (Kalsa et al. 2011).
Keberhasilan teknik priming sebagai perlakuan prasimpan dipengaruhi oleh
berbagai faktor, diantaranya menurut Thavong dan Jamradkran (2010) umur benih
dan lamanya waktu priming merupakan faktor penting dalam meningkatkan daya

11
simpan padi. Benih yang berumur 6 bulan dan diberi perlakuan priming selama 3 dan
6 jam dapat meningkatkan daya simpan 4.7 bulan. Assefa (2008) menyatakan bahwa
lamanya waktu priming berhubungan dengan proses imbibisi dalam benih.
Penelitian Nemadev (2010) menunjukkan perlakuan invigorasi benih wijen
dengan thiram mampu mempertahankan daya berkecambah tetap tinggi pada 6 bulan
penyimpanan, walaupun menurun nilainya dari daya berkecambah awal (87.25%,
86.75%, 86.25%, 85.63%, 84.38%, 83.38%, dan 82.13%), akan tetapi penurunan
tersebut tidak sebesar benih kontrol selama penyimpanan dalam ruang kamar
(83.38%, 83.00%, 81.70%, 81.25%, 80.25%, 78.75%, 76.38%). Pada percobaan kali
ini daya berkecambah benih pada akhir periode simpan tidak berbeda antar
perlakuan meskipun terdapat fluktuasi (Tabel 8).
Tabel 8 Pengaruh interaksi perlakuan invigorasi dan periode simpan terhadap DB
(%) pada ruang simpan kamar
Invigorasi

Periode simpan
0

Kontrol

80.00e-g

Perendaman air

82.67c-g

3

6

9

94.67a-e

97.33a-c

96.00a-d

92.00a-f

92.00a-f

88.00a-g

77.33fg

97.33a-c

100.00a

100.00a
100.00a

12

15

Pelembapan kertas

57.33h

97.33a-c

93.33a-e

96.00a-d

89.33a-g

Perendaman CaCl2

84.00b-g

97.33a-c

93.33a-e

96.00a-d

89.33a-g

96.00a-d

Perendaman KNO3

76.33g

92.00a-f

97.33a-c

89.33a-g

92.00a-f

93.33a-e

Perendaman asam askorbat
81.33d-g
98.67ab
98.67ab
85.33a-g
94.67a-e
88.00a-g
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5%

Laju pertumbuhan kecambah pada benih dengan perlakuan pelembapan
dengan kertas dan CaCl2 (0.056 g KN-1), perendaman dengan KNO3 (0.057 g KN-1)
dan perendaman dengan asam askorbat (0.059 g KN-1) pada 15 minggu penyimpanan
dalam ruang kamar menunjukkan hasil yang tidak lebih baik dibanding kontrol
(0.062 g KN-1) (Tabel 9).
Tabel 9 Pengaruh interaksi antara perlakuan invigorasi dan periode simpan terhadap
LPK (g KN-1) pada ruang simpan kamar
Periode simpan

Invigorasi
0

3

6

Kontrol

0.044p

0.063c-k

0.065b-h

Perendaman air

0.045op

0.062c-k

0.061d-m

Pelembapan kertas

0.059g-m

0.063c-k

0.068a-e

Perendaman CaCl2

0.046op

0.067a-f

0.061e-m

Perendaman KNO3

0.055l-n

0.067a-f

0.064b-i

9
0.065a

12

15

0.060f-m

0.062c-l

0.068a-e

0.056k-n

0.052no

0.069a-c

0.062c-l

0.056i-n

0.069a-c

0.061d-m

0.056i-n

0.071ab

0.058h-n

0.057i-n

Perendaman asam askorbat
0.054l-n
0.064c-k
0.059h-n
0.069a-c
0.059g-m
0.059i-n
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5%

Nilai indeks vigor dan kecepatan tumbuh pada penyimpanan ruang kamar
juga memiliki pola yang sama pada penyimpanan ruang AC. Indeks vigor dan
kecepatan tumbuh mengalami peningkatan pada awal periode simpan lalu kemudian
kembali menurun (Tabel 10). Nilai kecepatan tumbuh benih menunjukkan vigor

12
suatu benih. Benih dengan vigor tinggi lebih cepat tumbuh dibandingkan benih
dengan vigor rendah (Sadjad 1994). Kecepatan tumbuh benih mencerminkan vigor
individu benih dikaitkan dengan waktu (Widajati et al. 2013).
Tabel 10 Pengaruh periode simpan terhadap IV dan KCT pada ruang simpan kamar
Periode simpan
0 minggu
3 minggu
6 minggu
9 minggu
12 minggu
15 minggu

Tolok ukur
IV (%)

KCT (% etmal-1)
23.84d
36.95a
33.88b
29.16c
30.56c
30.56c

38.67d
72.00b
82.22a
43.11d
51.33c
26.00e

Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji
Duncan 5%

Benih dengan perlakuan perendaman dalam air, CaCl2, KNO3, dan asam
askorbat memiliki nilai indeks vigor dan kecepatan tumbuh lebih tinggi dibanding
kontrol (Tabel 11). Penelitian Somraj et al. (2012) menunjukkan bahwa invigorasi
dengan KNO3 0.5% pada benih bawang menunjukkan nilai kecepatan tumbuh yang
tinggi dibanding kontrol.
Tabel 11 Pengaruh perlakuan invigorasi terhadap IV dan KCT pada ruang simpan
kamar
Invigorasi
Kontrol
Perendaman air
Pelembapan kertas
Perendaman CaCl2
Perendaman KNO3
Perendaman asam askorbat

Tolok ukur
IV (%)
43.56c
56.00ab
47.78bc
53.11ab
55.78ab
57.11a

KCT (% etmal-1)
28.20bc
30.95a
27.78c
30.13ab
31.25a
31.25a

Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji
Duncan 5%

Asam askorbat adalah vitamin yang dapat larut dalam air dan berfungsi
seperti antioksidan. Sistem antioksidan berpengaruh pada beberapa perlakuan
priming. Menurut Bailly et al. (2000) perlakuan priming benih bunga matahari
dengan PEG -2.0 Mpa dapat memperbaiki mekanisme antioksidan dalam benih,
yaitu dengan meningkatkan catalase (CAT) yang merupakan enzim yang berperan
dalam sistem pembentukan antioksidan dalam benih bunga matahari. Enzim CAT
mengontrol kecepatan dari lipid peroksida dengan menggunakan H2O2 dan
menghasilkan antioksidan glutathione. Perkecambahan pada benih bunga matahari
berhubungan dengan lipid peroksida yang dihasilkan.
Perlakuan perendaman dalam air menunjukkan hasil yang tidak berbeda
nyata dengan, CaCl2, KNO3 dan asam askorbat, namun perlakuan ini dapat dilakukan

13
dengan mudah karena bahan yang diperlukan murah dan mudah didapatkan.
Perlakuan perendaman dengan air dapat dijadikan perlakuan prasimpan benih. Benih
direndam kemudian dikeringkan hingga kadar air 12-13% lalu dikemas dan disimpan.
Kelemahan metode ini terletak pada kadar air yang tidak dapat diturunkan hingga
kadar air yang lebih rendah lagi (8-9%) disebabkan benih akan mengalami retakretak pada permukaan. Kadar air yang relatif tinggi di ruang penyimpanan
dikhawatirkan menjadi pintu terjadinya serangan cendawan. Teknik pengeringan
yang tepat perlu dipelajari agar benih dapat dikeringkan hingga aman untuk
disimpan dengan penampilan yang tetap baik.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Benih kacang panjang mengalami peningkatan viabilitas pada awal
penyimpanan dan selanjutnya berangsur mengalami kemunduran. Perlakuan priming
dengan perendaman dalam air, CaCl2, KNO3, dan asam askorbat dapat meningkatkan
indeks vigor dan kecepatan tumbuh benih serta dapat dipertahankan lebih tinggi
dibanding kontrol hingga akhir penyimpanan (15 minggu) baik di ruang AC
(±20 °C; RH ±50%) maupun ruang kamar (26-30.8 °C; RH 68-77 %).

Saran
Perlakuan perendaman dalam air dapat dijadikan alternatif untuk
mempertahankan vigor benih selama penyimpanan baik pada ruang AC maupun
kamar karena tidak memerlukan biaya yang terlalu mahal namum efektif. Priming
sebagai perlakuan prasimpan harus memperhatikan cara pengeringan setelah
perlakuan agar tidak merusak tampilan benih.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar S. 2009. Pengaruh lama perendaman dan konsentrasi KNO3 terhadap
pemecahan dormansi dan pertumbuhan benih padi. Ukhuwah 4(3): 234-238.
Asni N. 2010. Kadar air yang aman untuk penyimpanan benih tanaman pangan
(jagung, kedelai, dan kacang tanah) [Internet]. (diunduh 2013 Sept 11). Tersedia
pada: http://katalog.pustakadeptan.go.id/~jambi/getiptan.php?src=makalah/kaman.pdf&format=application/p
df.

14
Assefa MK. 2008. Effect of seed priming on storability, seed yield, and quality of
soybean (Glycine max L.) [tesis]. Dharwad (IN): University of Agricultural
Sciencies.
Assefa MK, Hunje R, Koti RV, Biradarpatil NK. 2010. Enhancement of seed quality
in soybean following priming treatments. Karnataka J. Agric. Sci. 23(5): 787-789.
Bailly C, Benamar A, Corbineau F, CÔme D. 2000. Antioxidant system in sunflower
(Helianthus annuus L.) seeds as affected by priming. Seed Sci Res 10: 35-42.
Basra SMA, Ullah E, Warraich EA, Cheema MA, Afzal I. 2003. Effect of storage on
growth and yield of primed canola (Brassica napus) seeds. Int. J. Agri. Biol. 5(2):
117-120.
Basra SMA, Farooq M, Hafeez K, Ahmad N. 2004. Osmohardening: a new
technique for rice seed invigoration. IRRN 29 (2): 80-81.
Badan Pusat Statistik. 2011. Luas Panen Sayuran di Indonesia Tahun 2007-2011.
(diunduh 2013 Agt 30).Tersedia pada : http://www.bps.go.id.
Bruggink GT, Doms JJJ, Van der Toorn P. 1999. Induction of longevity in prime
seeds. Seed Sci Res 9: 49-53.
Cahyono RC. 2001. Pengaruh perlakuan pematahan dormansi terhadap viabilitas
benih beberapa varietas kacang tanah (Arachis hypogaea L.) [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Farooq M, Basra SMA, Rehman H. 2006. Seed priming enhances emergence, yield,
and quality of direct-seeded rice. IRRN 31(2): 42-44.
Ilyas S. 2012. Ilmu dan Teknologi Benih. Teori dan Hasil-hasil Penelitian. Bogor
(ID): IPB Pr.
Justice OL, Bass LN. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Jakarta (ID):
Rajawali Pr.
Kalsa KK, Tomer RPS, Abebie B. 2011. Effect of storage duration and hydropriming
on seed germination and vigor of common vetch. J. of Sci. and Dev. 1(1): 65-73.
Khan AA, Miura H, Prusinski J, Ilyas S. 1990. Matriconditioning of seeds to
improve emergence. Prosiding of The Symposium on Stand Establishment of
Horticultural Crops.4-6 April. Minneapolis (US).
Khan AA. 1992. Preplant physiological seed conditioning. Janick J (ed). Review.
New York (US): Wiley and Sons Inc.
Lamtiar. 2010. Priming benih terhadap pertumbuhan dan produksi kacang panjang
(Vigna sinensis (L.) Savi ex Hask) pada media tanah pantai [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Mugnisyah WQ. 2007. Teknologi Benih. Jakarta. Jakarta (ID): Universitas Terbuka.
Nemadev WA. 2010. Studies on presowing treatments on fields performance and
seed quality in sesame (Sesame indicum L.) [tesis]. Dharwad (IN): University of
Agricultural Sciences.
Owen PL, Pill WG. 1994. Germination of osmotically primed asparagus and tomato
seeds after storage up to three months. J. Amer. Soc. Hort. 119 (3): 636-641.
Ruliansyah A. 2011. Peningkatan performansi benih kacangan dengan perlakuan
priming. J. Tek. Perkebunan & PSDL 1: 13-18.
Sadjad S. 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. Jakarta (ID): PT. Gramedia
Widiasarana.
Sedghi M. Balaneji BA, Toluie SG. 2012. Desiccation tolerance in hydro-primed
Calendula officinalis L. seeds as influence by slow and rapid drying back
condition. Annals of Biologicas Research 3 (7): 3563-3569.

15
Sutopo L. 2004. Teknologi Benih. Jakarta (ID): Rajawali Pr.
Somraj B, Ravinder Reddy K, Radha Krishna KV, Sriharij D. 2012. Effect of
invigoration treatments on seed germination and seedling vigour in carry-over
onion seed (Allium cepa L.). Res. ANGRAU 40(3): 1-5.
Thavong P, Jamradkran R. 2010. Effect of seed priming on extending rice seed
storability [internet]. Postharvest: Saving The Rice Harvest, Maintain a Full Rice
Bowl, and Moving Toward Better Livelihoods. The 28th International. 8-12
November. Hanoi.
Utomo BP. 2011. Deteriorasi Benih. [Internet]. (diunduh 2012 Des 4). Tersedia
pada : http://ditjenbun.deptan.go.id.
Wary YR, Hanson J, Mariam YW. 2007. Effect of sulfuric acid pretreatment on
breaking hard seed dormancy in diverse accessions of five wild Vigna species.
Seed Science and Technology (Switzerland) 35(3): 550-559.
Widajati E, Murniati E, Palupi ER, Kartika T, Suhartanto MR, Qadir A. 2013. Dasar
Ilmu dan Teknologi Benih. Bogor (ID): IPB Pr.
Yullianida, Murniati E. 2005. Pengaruh antioksidan sebagai perlakuan priming benih
sebelum simpan terhadap daya simpan benih bunga matahari (Helianthus annuus
L.). Hayati 12 (4):145-150.

16

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada 10 Februari 1991 sebagai anak kedua dari
tiga bersaudara pasangan Bapak Hermanto Kristiansyah dan Ibu Lily Nurlaeli.
Pendidikan dari mulai SD, SMP, hingga SMA ditempuh di Bogor, yaitu di SDN
Polisi V, SMPN 1 Bogor, dan SMAN 1 Bogor. Penulis diterima sebagai mahasiswa
jurusan Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Agustus
2009 melalui jalur SPMB.
Selama di IPB penulis mengikuti kegiatan unit mahasiswa Lingkung Seni
Sunda Gentra Kaheman, baik sebagai anggota (2010) maupun sebagai pengurus
(2011). Penulis juga pernah mengikuti kegiatan magang selama 3 bulan di Green TV
IPB, dan Pelatihan Kepemimpinan Putra Sunda X di Cimahi, Bandung, Jawa Barat.