Survei Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Petani Pepaya terhadap Organisme Pengganggu Tanaman di Kecamatan Rancabungur dan Desa Bojong Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor

SURVEI PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PETANI
PEPAYA TERHADAP ORGANISME PENGGANGGU
TANAMAN DI KECAMATAN RANCABUNGUR DAN
DESA BOJONG KECAMATAN KEMANG KABUPATEN
BOGOR

MOHAMAD RIZWAN

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

ABSTRAK

MOHAMAD RIZWAN. Survei Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Petani
Pepaya terhadap Organisme Pengganggu Tanaman di Kecamatan Rancabungur
dan Desa Bojong Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh R.
YAYI MUNARA KUSUMAH dan KIKIN HAMZAH MUTAQIN.
Pepaya merupakan tanaman yang mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi.

Di Indonesia, pada bulan november 2006 volume ekspor mencapai 100,8 ton, dan
pada tahun 2009 produksi buah pepaya mencapai 772.844 ton. Setengah produksi
buah pepaya dihasilkan di Pulau Jawa yang menjadi indikasi bahwa
masyarakat/petani khususnya di Pulau Jawa semakin intensif membudidayakan
pepaya. Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) merupakan kendala petani
dalam budidaya pepaya. Pada tingkat serangan hama dan penyakit yang berat
dapat menyebabkan kegagalan panen dalam budidaya pepaya. Penerapan
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) oleh petani pepaya khususnya di Kecamatan
Rancabungur dan Desa Bojong Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor,
diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih baik secara kualitas dan kuantitas,
serta dapat melestarikan keberlangsungan usaha pertaniannya.
Survei
pengetahuan, sikap, dan tindakan petani pepaya terhadap OPT dilakukan dengan
menggunakan kuesioner terhadap 10 petani pepaya di Desa Bojong Kecamatan
Kemang dan 30 petani pepaya di Kecamatan Rancabungur (Desa Bantar Sari,
Desa Bantar Jaya, Desa Pasir Gaok, Desa Rancabungur, dan Desa Mekar Sari).
Tujuan survei untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan petani
pepaya dalam upaya pengelolaan OPT. Hasil survei dijelaskan secara tabulasi
deskriptif dan dilakukan uji Chi-square (uji kebebasan) untuk melihat hubungan
karakteristik petani reponden mengenai tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan

terhadap OPT dengan taraf nyata 0,05.
Hasil survei memperlihatkan tindakan budiaya petani pepaya di Kecamatan
Rancabungur dan Desa Bojong Kecamatan Kemang dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan petani yang sebagian besar rendah (sekitar 82,5% lulus SD dan tidak
lulus SD), sehingga lebih banyak mengandalkan pada pengetahuan dan
pengalaman langsung cara budidaya pepaya serta pengetahuan orang tua dan
petani pepaya lain. Kurangnya kepemilikan atas luas lahan dan pengetahuan
petani terhadap pengelolaan OPT, mempengaruhi cara budidaya sederhana yang
masih banyak menerapkan pengendalian kimiawi secara intensif dengan
pengetahuan yang minim terhadap pestisida yang digunakan. Permasalahan OPT
yang sering dialami petani responden antara lain busuk buah (antraknosa) yang
disebabkan oleh Colletotrichum gloeosporioides yaitu sekitar 85% petani
responden, busuk/mati pucuk (die back) yang kemungkinan diakibatkan oleh C.
gloeosporioides atau bakteri Erwinia papaya, yaitu sekitar 65%, dan 40 petani
responden pernah mengalami serangan kutu putih (Paracoccus marginatus) serta
sekitar 22,5% petani responden pernah mengalami tanaman bergejala
keriting/kerdil. Sebagian besar petani responden telah melakukan tindakan yang
hampir searah dengan konsep PHT, diantaranya tanggap terhadap permasalahan

OPT dengan cara melakukan pemantauan OPT, sanitasi terhadap buah yang jatuh,

dan merotasikan tanaman sebelum menanam pepaya pada musim tanam
berikutnya. Petani responden menyadari bahwa hal tersebut dapat mengurangi
resiko permasalahan OPT yang lebih berat.
Penyuluhan secara merata dan penyebaran informasi budidaya yang sesuai
dengan konsep PHT oleh Petugas Penyuluh Lapang (PPL) setempat diharapkan
dapat memberikan pengetahuan yang lebih baik bagi petani pepaya khususnya di
Kecamatan Rancabungur dan sekitarnya (Desa Bojong Kecamatan Kemang).

SURVEI PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PETANI
PEPAYA TERHADAP ORGANISME PENGGANGGU
TANAMAN DI KECAMATAN RANCABUNGUR DAN
DESA BOJONG KECAMATAN KEMANG KABUPATEN
BOGOR

MOHAMAD RIZWAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian
pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Judul Usulan

: Survei Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Petani Pepaya
terhadap Organisme Pengganggu Tanaman di Kecamatan
Rancabungur dan Desa Bojong Kecamatan Kemang
Kabupaten Bogor

Nama

: Mohamad Rizwan

NRP


: A34052664

Menyetujui,
Dosen Pembimbing I

Dosen Pembimbing II

Dr. Ir R. Yayi Munara Kusumah, MSi.

Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, MSi.

NIP 19650905 1990021 001

NIP 19681017 199302 001

Mengetahui,

Dr. Ir. Dadang, MSc.
NIP. 19640204 1990021 002


RIWAYAT PENDIDIKAN

Penulis adalah putra terakhir dari enam bersaudara pasangan Bapak Otong
(alm) dan Ibu Nawiyah. Lahir pada tanggal 12 Juli 1986, di Bogor Jawa Barat.
Menyelesaikan sekolah menengah lanjutan tingkat atas pada tahun 2004 di
SMUN I Leuwiliang Kabupaten Bogor. Pada tahun 2005, masuk sebagai
mahasiswa baru di Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor (IPB)
pada program mayor-minor melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru
(SPMB). Di tahun kedua penulis masuk sebagai mahasiswa program studi mayor
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB.

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis hanya untuk Allah Tuhan Yang Maha Esa,
yang telah memberikan kesempatan sehingga dapat menyelesaikan penulisan
skripsi yang berjudul Survei Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Petani Pepaya
terhadap Organisme Pengganggu Tanaman di Kecamatan Rancabungur dan Desa
Bojong Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor, sebagai ujian terakhir proses
pembelajaran di IPB.

Penulis menyampaikan ucapan terimakasih banyak kepada:
1. Dr. Ir. R. Yayi Munara Kusumah, MSi. sebagai dosen pembimbing akademik
dan skripsi, serta Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, M. Agr. sebagai Komisi
Pendidikan, yang telah banyak memberikan nasehat dan motivasi untuk
meyakinkan penulis bahwa penulis sanggup menyelesaikan semua pelaksanaan
perkuliahan di Departemen Proteksi Tanaman.
2. Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, MSi. sebagai dosen pembimbing skripsi kedua,
yang telah memberikan kesempatan dalam konsultasi materi skripsi.
3. Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, MSi. yang telah memberikan nasehat dan saran
kepada penulis.
4. Petani responden yang sudah bersedia untuk dimintai informasi mengenai
pengelolaan usaha tani yang telah dilakukan.
5. Ibu dan Kakak yang selalu mendukung dalam segala hal.
6. Teman-teman 42, 43, 44, dan 45 atas motivasi dan kerjasama, kalian semua
adalah ade kelas dan teman yang luar biasa.
Akhir kata, penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata
sempurna.

Bogor, November 2011


Mohamad Rizwan

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .....................................................................................

x

DAFTAR GAMBAR ................................................................................

xi

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................

xii

PENDAHULUAN ....................................................................................

1


Latar Belakang .................................................................................

1

Tujuan Penelitian .............................................................................

3

Manfaat Penelitian ...........................................................................

3

TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................

4

Tanaman Pepaya ..............................................................................

4


Hama dan Penyakit Tanaman Pepaya ..............................................
Hama Penting Tanaman Pepaya ..................................................
Penyakit Penting Tanaman Pepaya ..............................................

5
5
8

BAHAN DAN METODE .........................................................................

11

Tempat dan Waktu ...........................................................................

11

Metode Penelitian ............................................................................
Pengumpulan Data .......................................................................
Analisis Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan (PST) .....................


11
11
11

HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................

13

Keadaan Umum Lokasi Survei ........................................................

13

Karakteristik Petani Responden .......................................................

14

Karakteristik Budidaya Pepaya ........................................................

15

Tindakan Budidaya ..........................................................................
1. Varietas pepaya yang ditanam .................................................
2. Penanaman ...............................................................................
3. Tindakan budidaya lainnya ......................................................

17
17
19
20

Pengetahuan dalam Pengelolaan OPT .............................................
Pengetahuan Mengenai OPT/Hama dan Penyakit .......................
Permasalahan dan Pengaruh OPT terhadap Hasil .......................

22
23
24

Sikap dan Tindakan Petani terhadap OPT .......................................

26

Hubungan Karakteristik Petani Responden dengan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Petani terhadap OPT ......................................... 29
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................

31

Kesimpulan ......................................................................................

31

Saran ................................................................................................

31

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................

32

LAMPIRAN ..............................................................................................

34

DAFTAR TABEL

No

Halaman

1. Karakteristik petani pepaya responden ...............................................

14

2. Kepemilikan dan Pengusahaan Lahan Pepaya ....................................

16

3. Pemilihan Varietas Pepaya ..................................................................

18

4. Cara penanaman ..................................................................................

19

5. Tindakan budidaya pepaya ..................................................................

20

6. Pengetahuan umum petani terhadap pengelolaan OPT .......................

21

7. Pengetahuan petani terhadap OPT/hama dan penyakit pepaya ...........

22

8. Gangguan hama dan penyakit .............................................................

23

9. Sikap dan tindakan petani responden terhadap OPT ..........................

26

10. Hubungan antara karakteristik petani responden dengan Pengetahuan
Umum Pengendalian OPT ..................................................................

28

11. Hubungan antara karakteristik petani responden dengan Sikap dan Tindakan Petani terhadap OPT ................................................................. 29

DAFTAR GAMBAR

No
1. Buah dan tanaman varietas Bangkok (a), dan varietas California (b)

Halaman
17

2. Benih varietas Bangkok (a), benih varietas California (b) dan proses
pembibitan tanaman pepaya (c) .......................................................... 18
3. Gejala busuk buah (a), busuk/mati pucuk (b), serangan kutu putih (c)
dan tanaman kerdil (d) ........................................................................

24

DAFTAR LAMPIRAN

No

Halaman

1. Kuesioner survei .................................................................................

35

2. Pengetahuan petani responden ...........................................................

40

3. Sikap dan tindakan petani responden .................................................

41

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pepaya merupakan tanaman tropis yang mempunyai nilai ekonomi cukup
tinggi, buahnya sangat digemari oleh lapisan masyarakat di berbagai negara
termasuk di Indonesia.

Buah pepaya dapat dikonsumsi sebagai buah segar

maupun sebagai makanan olahan.

Di Indonesia tanaman pepaya sudah

merupakan tanaman perkarangan yang hampir ditanam oleh setiap keluarga
(Sunarjono, 1998).

Banyak petani yang membudidayakan tanaman pepaya

sebagai komoditas yang menjanjikan keuntungan. Pepaya termasuk komoditas
ekspor buah Indonesia, volume ekspor buah pepaya segar mencapai sekitar 60,5
ton pada tahun 2005, pada bulan November 2006 volume ekspornya meningkat
hingga 100,8 ton dengan nilai US$ 47.797 (Suhendar et al., 2007). Peningkatan
kualitas dan kuantitas produksi pepaya selain dapat memperbesar ekspor nonmigas, juga dapat memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap pendapatan
petani, pengembangan agribisnis dan agroindustri, perluasan kesempatan kerja
dan peningkatan gizi masyarakat (Rukmana, 1995).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) RI, produktivitas buah pepaya
di Indonesia mengalami peningkatan, tercatat pada tahun 2009 produksinya
mencapai 772.844 ton. Bila dibandingkan pada tahun 2005 produksinya hanya
mencapai 548.657 ton, dimana Pulau Jawa merupakan pusat produksi tertinggi
buah pepaya yaitu sekitar 392.247 ton atau hampir setengah produksi buah pepaya
di seluruh wilayah Indonesia pada tahun 2009. Hal ini menjadi indikator bahwa
semakin intensifnya masyarakat Indonesia dalam membudidayakan tanaman
pepaya khususnya masyarakat/petani di Pulau Jawa. Seiring dengan hal tersebut
kendala dalam budidaya akan menjadi tantangan tersendiri bagi petani.
Kendala atau permasalahan dalam proses budidaya pepaya umumnya
muncul dari faktor teknis seperti serangan organisme pengganggu tanaman (OPT)
yang dapat menurunkan tingkat produksi, baik secara kualitas maupun kuantitas
buah yang dihasilkan. Gangguan OPT dapat menyebabkan kegagalan panen pada
tingkat serangan hama dan penyakit yang cukup berat (Wiyono & Manuwoto,
2008).

2
Dalam pelaksanaan budidaya, kebanyakan petani pepaya masih menerapkan
sistem pertanian konvensional khususnya dalam hal pengendalian OPT yaitu
dengan menggunakan pestisida sebagai solusi yang terbaik menurut mereka.
Walau bagaimanapun tingkat keberhasilan pengendalian OPT dengan cara
menggunakan pestisida terbilang cukup tnggi, akan tetapi bila dilakukan secara
terus-menerus akan berdampak buruk bagi petani maupun lingkungan, serta dapat
berdampak pada keberlangsungan usaha pertanian.

Menurut Djojosumarto

(2008), pestisida tetap merupakan senyawa racun yang bersifat bioaktif, di dalam
penggunaannya dapat mengandung risiko (bahaya) baik bagi manusia maupun
lingkungan.
Menurut Sutanto (2002), perlindungan tanaman merupakan proses yang
bersifat komplek sehingga memerlukan pemahaman peranan masing-masing
komponen lingkungan, sistem usaha tani dan sistem pertanaman yang
dilaksanakan.

Munculnya berbagai masalah hama seperti resistensi hama,

resurjensi, letusan hama sekunder dan residu bahan aktif pestisida merupakan
beberapa bukti kegagalan cara pengendalian konvensional yang banyak
mengandalkan pestisda kimiawi.
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) merupakan kebijakan pemerintah dalam
bidang perlindungan tanaman seperti yang tercantum pada Undang-Undang No.12
Tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman serta Peraturan Pemerintah No.5
tahun 1996 tentang Perlindungan Tanaman (Untung, 2007).

Dukungan

pemerintah ini diharapkan dapat mendorong petani khusunya petani pepaya untuk
bisa menerapkan PHT sehingga tidak hanya mendapatkan hasil produksi yang
lebih baik secara kualitas dan kuantitas tetapi juga dapat melestarikan
keberlangsungan usaha pertaniannya.

PHT memadukan berbagai metode

pengelolaan agroekosistem secara serasi untuk mencapai tingkat produksi yang
tinggi, sehingga dapat meningkatan penghasilan petani, mempertahankan populasi
hama dalam keadaan yang tidak merugikan serta mengurangi kerugian bagi
kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup (Untung, 2001).

3
Tujuan
Survei ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan
tindakan petani pepaya khususnya di Kecamatan Rancabungur dan di Desa
Bojong Kecamatan Kemang dalam upaya pengelolaan Organisme Pengganngu
Tanaman (OPT).
Manfaat Penelitian
Hasil survei ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang karakeristik
pengetahuan, sikap dan tindakan petani pepaya di Kecamatan Rancabungur dan
Desa Bojong Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor, sehingga menjadi bahan
pertimbangan untuk rekomendasi penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT).

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Pepaya
Pepaya (Carica papaya L.) termasuk dalam famili Caricaceae yang
memiliki empat genus, yaitu Carica, Jarilla, Jacaranta dan Cylocomorpha.
Ketiga genus pertama merupakan tanaman asli Amerika tropis, sedangkan genus
keempat merupakan tanaman yang berasal dari Afrika. Salah satu spesies dari 24
spesies genus Carica adalah jenis pepaya yang banyak diusahakan petani karena
buahnya dapat dimakan. Pepaya merupakan tanaman herba, batang berongga
tidak bercabang dan tingginya dapat mencapai 10 meter (Kalie, 2010).
Tanaman pepaya memiliki tiga bentuk bunga dasar, yaitu bunga jantan,
bunga betina dan bunga sempurna. Masing-masing bunga ini hanya tumbuh pada
satu pohon yaitu pohon jantan, pohon betina, dan pohon sempurna. Pohon betina,
dan pohon sempurna banyak dibudidayakan oleh petani karena dapat
menghasilkan buah (Kalie, 2010). Tanaman pepaya dapat ditanam di dataran
rendah hingga ketinggian 700 m dpl, pertumbuhan optimal pada ketinggian 200 500 m dpl pada berbagai tipe tanah dengan pH 6 - 7, suhu 22o - 26o C, curah hujan
1000 - 2000 mm/tahun dengan bulan kering (CH < 60 mm) 3 - 4 bulan
(Sujiprihati & Suketi, 2010).
Buah pepaya memiliki tekstur yang sangat halus dan mudah dicerna
sehingga bermanfaat bagi pencernaan (Rukmana, 2008). Menururut Kalie (2010)
kandungan gizi buah pepaya cukup tinggi karena mengandung banyak vitamin A
dan vitamin C, juga mineral kalsium. Setiap 100 gram buah pepaya yang matang
mengandung 46 kalori, 0,5 g protein, 12,2 g karbohidrat, 23 mg kalsium, 12 mg
fosfor, 1,7 mg zat besi, 365 SI vitamin A, 0,04 mg vitanin B1, 78 mg vitamin C,
86,7 g air, dan 75% bagian yang dapat dimakan (Rukmana, 2008). Selain diambil
buahnya yang sudah masak, buah yang mentah dan daunnya dapat dimakan
sebagai sayuran, getahnya yang mengandung papain merupakan enzim proteolitik
yang dapat dimanfaatkan di bidang industri makanan sebagai pelunak daging dan
sebagai bahan baku kosmetik (Sujiprihati & Suketi, 2010).
Tanaman pepaya dapat memberikan banyak manfaat, tidak hanya untuk
kesehatan dan pemunuhan gizi masyarakat, tetapi juga dapat dimanfaatkan

5
sebagai komoditas bisnis untuk bahan baku industri sehingga menjadi komoditas
yang cukup potensial. Di Indonesia, sentra produksi pepaya antara lain terdapat di
Jawa Barat (Bogor, Sukabumi, Subang, Bandung), Jawa Tengah (Boyolali,
Wonogiri, Magelang), Jawa Timur (Kediri, Malang, Banyuwangi), Bali,
Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur (Sujiprihati & Suketi, 2010).
Kecamatan Rancabungur merupakan salah satu daerah di Kabupaten Bogor
yang petaninya banyak menanam pepaya sebagai komoditas utama dalam usaha
pertaniannya. Tanaman pepaya yang umum ditanam hanya terdiri dari pepaya
varietas California dan pepaya varietas Bangkok. Pepaya varietas California yang
banyak dikenal oleh petani sebenarnya merupakan varietas Callina (Pepaya IPB 9)
yang dikembangkan oleh Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB. Pepaya IPB 9
memiliki daging buah yang lebih tebal, manis dan produksinya cukup tinggi
dengan bobot buah 1,5 kg (Sujiprihati & Suketi, 2010).

Pepaya varietas

Bangkok/Thailand merupkan jenis pepaya introduksi dari negara Thailand dengan
ciri buah yang lebih besar (bobot buah bisa mencapai 3,5 kg), daging buah lebih
keras dengan warna merah jingga serta tahan dalam perjalanan/penyimpanan
(Kalie, 2010).
Hama dan Penyakit Tanaman Pepaya
Faktor yang dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan dan produksi
secara umum diantaranya adalah patogen tumbuhan, cuaca yang tidak
menguntungkan, gulma dan serangan hama (Agrios, 1988). Menurut Pracaya
(2008), banyak petani tidak begitu paham perbedaan antara pengertian hama dan
penyakit yang mengakibatkan kekeliruan dalam upaya pengendaliannya sehingga
hama dan penyakit tidak dapat terkendalikan secara efektif.
Hama adalah sekelompok hewan yang cara hidupnya bersinggungan dengan
kepentingan manusia atau semua jenis hewan yang secara ekonomi berpotensi
menimbulkan kerugian karena dapat menurunkan produksi atau dapat mematikan
tanaman budidaya.

Sedangkan definisi penyakit tumbuhan menurut Agrios

(1988) adalah kondisi tumbuhan dimana terjadinya perubahan fungsi-fungsi sel
dan jaringan inang sebagai akibat gangguan yang terus menerus oleh agen-agen
patogen atau faktor lingkungan dan menyebabkan berkembangnya gejala.
Penyakit tumbuhan dapat disebabkan oleh faktor biotik (umunya bersifat

6
parasitik) diantaranya virus, fitoplasma, bakteri, cendawan, dan nematoda, serta
oleh faktor abiotik bersifat tidak parasitik (Sinaga, 2006). Intensitas serangan
hama dan kejadian penyakit pada tanaman pepaya dapat berfluktuasi, hal ini
sangat erat kaitannya dengan perubahan iklim di suatu daerah.

Umumnya

populasi hama dan atau kejadian penyakit sangat tinggi pada musim-musim
tertentu sehingga diperlukan upaya tindakan pengendalian yang tepat.
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) merupakan suatu konsep pengendalian
yang menganggap Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) termasuk hama dan
patogen penyebab penyakit sebagai suatu komponen ekosistem lingkungan yang
keberadaanya perlu dikendalikan.

Prinsip dasar PHT dintaranya melakukan

pemantauan terhadap populasi OPT, mengutamakan pengendalian non-kimiawi
terlebih dahulu dan menggunakan pestisida secara bijak jika diperlukan untuk
mempertahankan OPT pada keadaan yang tidak merugikan. Dengan demikian
suatu pengetahuan, sikap, dan tindakan petani yang sesuai dengan konsep PHT
sangat diperlukan dalam upaya pengendalian yang tepat terhadap OPT. Dengan
tindakan PHT oleh petani, selain dapat memberikan keuntung produksi yang lebih
baik juga akan menjamin keberlangsungan usaha suatu komoditas pertanian.
Hama Penting Tanaman Pepaya
Salah satu organisme pengganggu tanaman yang dapat menjadi faktor
penentu hasil produksi buah pepaya yaitu dari golongan hama baik dari kelompok
serangga, tungau, mollusca maupun hewan mamalia. Hama yang menyerang
tanaman pepaya memang tidak banyak, diperkirakan ada sekitar ± 35 jenis yang
terdiri dari tungau, kutu, lalat buah, kumbang dan ngengat (Kalie, 2010).
Beberapa hama penting yang dapat menyerang tanaman pepaya yaitu:
1. Tungau
Menurut Pracaya (2008), tungau banyak menyerang bagian batang, daun
dan buah yang dapat mengakibatkan perubahan warna dan bentuk. Gejala daun
yang terserang tungau yaitu daun berbayang putih perak pada permukaan bawah
sedangkan pada permukaan atas menjadi kuning, selanjutnya timbul bercakbercak cokelat yang akhirnya menjadi hitam. Terdapat tiga jenis tungau yang
dapat menjadi hama penting pada tanaman pepaya di Indonesia, antara lain
Polyphagotarsonemous latus, Tetranychus telarius L, dan Brevipalpus phoenicis

7
Geysk (Kalie, 2010). Ukuran tubuh tungau sangat kecil, tidak lebih dari 0,5 mm.
Oleh sebab itu, sulit untuk melihatnya dengan mata telanjang, sehingga
pengendalian keberadaan tungau tidak terlalu intensif. Perkembangbiakan tungau
dapat terjadi secara seksual, baik oviparous atau viviparous dengan daur hidup
yang kurang lebih 7 - 14 hari (Pracaya, 2008).
2. Kutu Tanaman
Beberapa jenis kutu tanaman dapat menjadi hama penting pada tanaman
pepaya seperti Myzus persicae Sulzer, Aphis gossypii Glover dan Paracoccus
marginatus.
Myzus persicae Sulzer (Hemiptera: Aphididae). Kutu ini sering terlihat
bergerombol di bawah permukaan daun, tubuhnya lunak berwarna kehijauan atau
kemerahan dengan panjang 2 - 3 mm. Hama ini bersifat polifag, hidup dengan
cara menghisap cairan sel daun sehingga daun yang terserang mengerut dan
keriting. Menurut Hill (1987), Myzus persicae (Sulz.) merupakan hama penting
pada berbagai komoditas tanaman, dan dapat menjadi vektor lebih dari 100
penyakit virus pada tiga puluh famili tanaman yang berbeda.
Aphis gossypii Glover (Hemiptera: Aphididae), merupakan hama yang
berifat polifag, dapat menyerang beberapa famili tanaman yang berbeda (Hill,
1987). Nimfa berwarna cokelat kehitaman, sedangkan aphis dewasa berwarna
hitam mengkilap dengan panjang tubuh 1 - 2 mm. Sebagian besar serangga betina
yang bisa ditemukan bersayap atau tampa sayap (Hill, 1987). Hama ini tercatat
dapat menjadi vektor dari sekitar 44 penyakit virus (Hill, 1987).
Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae) termasuk hama baru
di Indonesia pada tanaman pepaya, hama ini pertama kali muncul di daerah Bogor
dan sekitarnya, kemudian merebak ke daerah sentra produksi pepaya disekitar
Bogor seperti Cianjur, Sukabumi, Tangerang, Lebak dan Purwakarta. Kutu putih
ini memiliki tanaman inang selain pepaya, antara lain tanaman singkong, alpukat,
jeruk, mangga, tanaman kacang-kacangan, serta famili Solanaceae dan
Cucurbitaceae. Rata-rata siklus hidup individu jantan dan betina kurang lebih
selama 25 hari (Friamsa, 2009).

8
3. Lalat Buah Dacus dorsalis (Hend.) dan Dacus cucurbitae Coq.
Dacus dorsalis (Hend.) lebih dikenal sebagai Oriental Fruit Fly (famili
Tephritidae) memiliki tanaman inang utama antara lain jambu biji, mangga, jeruk,
pisang, alpukat dan pepaya (Hill, 1987). Sedangkan, Dacus cucurbitae Coq.
memiliki tanaman inang labu-labuan seperti ketimun, waluh, semangka dan
melon. Kedua jenis lalat ini menyerang buah pepaya yang sudah matang (Kalie,
2010). Lalat betina meletakkan telur sekitar 5 mm ke dalam permukaan buah,
larva/belatung memakan daging buah yang juga berasosiasi dengan cendawan dan
bakteri sehingga terjadi busuk.
4. Kepik Nezara viridula L
Nezara viridula L. merupakan kepik (Hemiptera: Pentatomidae) yang
banyak ditemukan di daerah tropis, bersifat polifag dapat memakan berbagai
organ tanaman. Di Indonesia kepik ini menyerang tanaman pepaya, padi, jagung,
tembakau, cabai, kapas, dan berbagai tanaman kacang-kacangan (Kalie, 2010).
Kepik ini sering menyerang buah yang masih berkembang dengan menimbulkan
gejala nekrosis akibat tusukan dan perubahan bentuk, atau bahkan buah muda
yang terserang gugur (Hill, 1987). Tubuh kepik berwarna hijau dengan panjang
kira-kira 16 mm. Stadia telur sampai dewasa sekitar 4 - 8 minggu (Kalie, 2010).
5. Thrips tabaci Lind.
Menurut Kalie (2010), Thrips tabcai Lind. (Thysaopthera: Thripidae) yang
memiliki panjang 1 mm ditemukan dapat menyerang tanaman pepaya, kentang,
cabai, tomat, waluh, bayam dan bawang Bombay.

Hama ini merusak daun

sehingga daun menjadi berbintik-bintik halus berwarna keperakan, bila serangan
berat daun menjadi kering dan akhirnya mati. Thrips tabaci merupakan hama
yang sangat polifag pada berbagai tanaman. Hama ini merupakan vektor penyakit
virus pada tanaman tembakau, tomat, nenas dan tanaman lainnya (Hill, 1987).
Telur diletakkan dalam lapisan epidermis daun dan batang yang masih muda.
Ukuran serangga dewasa sangat kecil, berwarna kuning kecokelatan, lama siklus
hidup satu generasi sampai tiga minggu (Hill, 1987).
Penyakit Penting Tanaman Pepaya
Organ tanaman papaya seperti akar, batang, daun dan buah papaya sangat
rentan terhadap penyakit.

Patogen penyebab penyakit pada tanaman papaya

9
cukup beragam, dapat berupa bakteri, cendawan, virus (Kalie, 2010).
Berdasarkan patogen penyebabnya terdapat beberapa penyakit penting pada
tanaman papaya:
1. Busuk Akar dan Pangkal Batang
Busuk akar dan pangkal batang adalah penyakit yang cukup penting dan
tersebar luas di Indonesia, khususnya di Jawa.

Penyakit dapat timbul pada

bermacam-macam umur. Selain pada akar dan batang, penyakit juga dapat timbul
pada buah baik yang masih berada di kebun maupun dalam penyimpanan
(Semangun, 2007).

Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Phytophthora

palmivora (Bult.) dan Pythium spp. Gejala pada daun bagian bawah terlihat layu,
menguning, dan menggantung di sekitar batang sebelum rontok, selanjutnya daun
muda menunjukkan gejala yang sama sehingga tanaman hanya mempunyai sedikit
daun di puncaknya dan akhirnya tanaman mati (Semangun, 2007).
2. Antraknosa
Antraknosa, yang umumnya terdapat pada bermacam-macam buah, juga
sering terdapat pada pepaya (Semangun, 2007). Penyakit ini terdapat di semua
negara penanam papaya. Kerugian terutama terjadi pada buah, khususnya buah
dalam pengangkutan dan penyimpanan (Semangun, 2007).

Perkembangan

terakhir, berdasarkan pengamatan penyakit antraknosa selain menyerang buah
dapat menyerang batang, pucuk daun dan juga bibit di pembibitan (Wiyono &
Manuwoto, 2008).
Gejala pada buah dan batang (bagian batang yang banyak terserang adalah
bagian dekat pucuk) mirip, yaitu berupa jaringan mati yang terlihat sebagai bercak
kebasahan, kemudian berkembang menjadi bercak konsentrik berwarna abu-abu
atau kehitaman dengan titik-titik orange pada permukaannya, sedangkan gejala
pada daun berupa bercak kecoklatan dan disekitarnya terdapat titik-titik orange,
serangan yang berat dapat menimbulkan gejala mati pucuk (die back) (Wiyono &
Manuwoto, 2008). Pada pembibitan, bila cuaca mendukung dapat menyebabkan
rebah kecambah (damping-off), namun pada umumnya menimbulkan gejala laten
(Wiyono & Manuwoto, 2008).
Penyakit antraknosa pada pepaya disebabkan oleh cendawan Colletotrichum
gloeosporioides (Penz.) Sacc. yang identik dengan C. papayae (P. Henn.) Syd dan

10
Gloeosporium papayae (P. Henn.). Colletotrichum gloeosporioides dapat hidup
sebagai saprofit pada bagian-bagian tanaman yang sudah mati dan dapat
menyerang bermacam-macam tanaman (Semangun, 2007).

Colletotrichum

gloeosporioides yang berasal dari tanaman mangga, kopi, kakao, jambu mete,
terong, karet dan ubi kayu sudah terbukti mampu menginfeksi papaya dan begitu
juga sebaliknya (Wiyono & Manuwoto, 2008).
3. Penyakit Bakteri
Penyakit bakteri yang disebabkan oleh Erwinia papayae (Rant) Magrou,
pertama kali diketahui terdapat di Jawa Timur, juga terdapat di daerah lain pulau
Jawa, Sulawesi dan Maluku. Patogen ini dapat menimbulkan kerugian besar pada
musim hujan (Semangun, 2007).

Gejala pada tanaman muda daun terlihat

menguning dan membusuk, setelah beberapa lama bagian tanaman sebelah atas
mati diikuti oleh matinya seluruh tanaman. Pada helaian daun tanaman yang lebih
besar tejadi bercak-bercak kering yang bentuknya tidak teratur, gejala yang khas
terdapat pada tangkai daun dan batang yang masih hijau yaitu bercak kebasahan
yang dapat meluas hingga tanaman menjadi gundul (Semangun, 2007).
Erwinia papayae dapat ditularkan oleh serangga. Infeksi dapat terjadi pada
sisi atas maupun sisi bawah daun, tetapi lebih mudah pada sisi bawah (Semangun,
2007).
4. Bercak Cincin
Penyakit bercak cincin (ringspot) yang disebabkan oleh virus bercak cincin
papaya/Papaya Ringspot Virus (PRV) sering juga disebut sebagai penyakit
mosaik, telah tersebar di Jawa khususnya di Jawa Barat. Di Indonesia penyakit ini
lebih banyak ditemukan di pegunungan (Semngun, 2007). Gejala pada daun dapat
berupa daun belang, bentuknya dapat berubah bahkan daun dapat menjadi sangat
sempit. Sedangkan gejala pada batang dan tangkai daun terlihat garis-garis hijau
tua, tangkai daun menjadi pendek, tanaman dapat terhambat pertumbuhannya
(Semangun, 2007). Beberapa kutu daun dapat menularkan virus ini secara nonpersisten, terutama Myzus persicae Sulz. (Semangun, 2007).

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Survei dilaksanakan di Kecamatan Rancabungur dan sebagian kecil di Desa
Bojong Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada tanggal 25
Februari sampai 20 Maret 2011.
Metode Penelitian
Pengumpulan Data
Metode survei yang dilaksanakan merupakan pengumpulan data primer,
yaitu dengan cara mewawancarai petani pepaya secara langsung menggunakan
kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Petani pepaya responden yang
diwawancarai sebanyak empat puluh orang, diantaranya sepuluh petani berasal
dari Desa Bojong Kecamatan Kemang dan tiga puluh petani dari Kecamatan
Rancabungur yang tersebar di beberapa desa, antara lain Desa Bantar Sari, Desa
Bantar Jaya, Desa Pasir Gaok, Desa Rancabungur dan Desa Mekar Sari.
Analisis Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan (PST)
Analisis PST disajikan dalam bentuk tabulasi dengan penjelasan deskriptif
untuk menjelaskan pengetahuan petani responden mengenai cara budidaya
tanaman pepaya yang mereka lakukan. Sedangkan untuk melihat hubungan antara
karakteristik petani responden dengan pengetahuan, sikap dan tindakan terhadap
OPT dilakukan uji Chi-square (uji kebebasan) dengan menggunakan program
Microsoft Exel 2007.
Uji kebebasan dihitung berdasarkan frekuensi yang teramati dengan
frekuensi harapan, dengan menggunakan rumus X2 (Walpole, 1993);

X =∑
2

i

(o

− ei )
ei

2

i

Ket. oi : Frekuensi teramati.

ei : Frekuensi harapan.
frekuensi harapan dihitung dengan cara;
Frekuensi harapan =

(total kolom) x ( total baris)
total pengamatan

12
dengan asumsi bila P-value yang diperoleh mempunyai nilai > 0,05 pada α = 5%,
maka

tidak berbeda nyata antara variabel-variabel yang dibandingkan, dan

sebaliknya bila P-value yang diperoleh < 0,05 pada α = 5%, variabel-variabel
yang dibandingkan berbeda nyata.
Variable pengetahuan, sikap dan tindakan yang dibandingkan, ditentukan
berdasarkan proporsi jumlah jawaban atas pertanyaan yang dapat dijadikan
indikator untuk menilai pengetahuan, sikap, dan tindakan dari masing-masing
petani responden terhadap karakteristik petani yang teramati, sebagai berikut;
1.

Pengetahuan petani terhadap pengendalian OPT (terdapat 6 pertanyaan yang
dapat diamati):
Pengetahuan lebih baik, jika jumlah jawaban ya > 3,
Pengetahuan kurang, jika jumlah jawaban ya < 3, dan
Jika jumlah jawaban ya = tidak = 3, memiliki nilai masing-masing 1/2 dari dua
nilai tersebut.

2.

Sikap dan tindakan petani terhadap OPT (terdapat 6 pertanyaan yang dapat
diamati):
Searah prinsip PHT, jika jumlah jawaban sesuai PHT > 3,
Tidak searah prinsip PHT, jika jumlah jawaban sesuai PHT < 3, dan
Jika jumlah jawaban sesuai = tidak = 3, memiliki nilai 1/2 dari dua kriteria
tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Survei
Kecamatan Rancabungur dan Kecamatan Kemang termasuk dalam
Kabupaten Bogor, yang secara geografis terletak antara 6.19o - 6.47o Lintang
Selatan dan 106.1o - 107.103o Bujur Timur. Jenis tanah di daerah ini termasuk
dalam jenis tanah Latosol yang memiliki tekstur tanah liat dan struktur remah, pH
tanah antara 4.5 - 6.5, daya menahan air cukup baik serta relatif tahan terhadap
erosi. Berdasarkan data Stasiun Klimatologi dan Geofisika Darmaga Kabupaten
Bogor, ketinggian daerah ini antara 100 - 500 m dpl, dengan suhu udara antara 20o
- 30o C, curah hujan per tahun dapat mencapai ± 2.500 mm (Anonim, 2010).
Penduduk Kecamatan Rancabungur pada umumnya memiliki mata
pencaharian sebagai petani, sedangkan masyarakat di Kecamatan Kemang
(khususnya desa Bojong) selain sebagai petani, banyak juga yang bekerja sebagai
buruh pabrik atau mata pencaharian lain. Jumlah penduduk tani menurut status
Rumah Tangga Pertanian (RTP) dan Rumah Tangga Petani Gurem (RTPG) di
Kecamatan Rancabungur, sekitar 6.025 orang dari jumlah penduduk 48.441 orang,
dan di Kecamatan Kemang sekitar 8.067 orang dari jumlah penduduk 79.611
orang merupakan RTP/RTPG (Anonim, 2010).

Berbagai komoditas tanaman

yang diusahakan diantaranya umbi-umbian, jagung, padi, dan jenis tanaman
hortikultur lain termasuk juga tanaman pepaya.
Pada kondisi geografi seperti di atas, budidaya tanaman pepaya sangat
sesuai karena memiliki ketersediaan air yang cukup, dengan kisaran suhu dan
curah hujan yang optimal bagi pertumbuhan tanaman pepaya. Masih banyak
petani dari daerah tersebut yang membudidayakan pepaya sebagai tanaman utama
atau sebagai tanaman selingan dari sekian banyak komoditas tanaman lainnya,
karena dari hasil panen buah pepaya setiap periode panennya dapat memberikan
tambahan pendapatan bagi petani.

14
Karakteristik Petani Responden
Seluruh petani responden yang diwawancarai merupakan laki-laki (100%),
hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Karakteristik petani pepaya responden
Karakteristik

Jumlah Petani
Kec. Kemang
Kec. Rancabungur

Persentase
(%)

Jenis Kelamin
Laki-laki

10

30

100

-

-

-

≤ 40

-

4

10

41-50

3

14

42,5

> 50

7

12

47,5

≤ SD

9

24

82,5

SMP

-

5

12,5

SMA

1

1

5

≤5

9

10

47,5

>5

1

20

52,5

-

7

17,5

10

23

82,5

Perempuan
Kisaran Umur (tahun)

Pendidikan

Pengalaman bertani
(tahun)

Pernah mengikuti
penyuluhan pertanian
Ya
Tidak

Petani pepaya yang menjadi responden di dua kecamatan sebagian besar
berumur diatas 40 tahun, dengan tingkat pendidikan yang kebanyakan masih di
bawah Sekolah Dasar (SD) yaitu sekitar 82.5% (Tabel 1).

Hal ini sangat

menentukan sistem budidaya yang diterapkan oleh mereka dengan lebih banyak
mengandalkan pengetahuan dan pengalaman langsung cara budidaya yang mereka
lakukan sendiri. Pengetahuan bertani pepaya umumnya diperoleh dari orang tua
secara turun temurun dan dari petani pepaya lainnya.

15
Pada Tabel 1, sebagian besar petani di Desa Bojong, Kecamatan Kemang
merupakan petani yang masih relatif baru mencoba budidaya tanaman pepaya
dengan pengalaman di bawah 5 tahun, sedangkan sebagian besar petani yang
berada di Kecamatan Rancabungur merupakan petani yang mempunyai
pengalaman lebih dari 5 tahun.

Masing-masing petani di Kecamatan

Rancabungur memiliki cara yang mereka anggap merupakan cara budidaya paling
baik untuk mendapatkan hasil yang optimal, bila dibandingkan petani dari Desa
Bojong yang umumnya mempunyai cara budidaya pepaya yang sama antara
petani satu dengan yang lainnya, karena diantara mereka pengetahuan dan
pengalamannya sangat kurang, dan sebagian petaninya pun belajar dari
pengalaman petani Kecamatan Racabungur.
Beberapa petani responden dari Kecamatan Rancabungur pernah mengikuti
kegiatan penyuluhan tentang cara budidaya tanaman (Tabel 1).

Karakteristik Budidaya Pepaya
Sebagian besar petani responden menanam pepaya pada lahan milik sendiri
atau milik orang tua, sehingga tidak ada biaya untuk sewa lahan. Selebihnya,
sebagai petani penggarap pada lahan orang lain atau pada lahan kontrakan (Tabel
2).

Menurut Untung (2007) kondisi petani Indonesia pada umumnya sangat

marginal dan lemah dalam hal kepemilikan lahan (rata-rata di bawah 1 ha per
keluarga), kepemilikan modal, akses pasar, kualitas pendidikan sumber daya
manusia, penguasaan teknologi dan keterbatasan-keterbatasan lainnya. Hal ini
berdampak pada pola atau cara tanam yang diterapkan oleh masing-masing petani
yang cenderung sederhana, sehingga pencapaian perolehan margin keuntungan
dari sebuah usaha pertaniannya tidak maksimal.
Luasan lahan petani responden yang ditanami pepaya paling luas hanya
sekitar 2000 m2. Di Desa Bojong ada enam petani responden yang luas lahan
pepayanya lebih dari 1000 m2, empat petani sisanya hanya menanam pepaya pada
lahan yang kurang dari 1000 m2. Sedangkan petani responden yang berada di
Kecamatan Rancabungur sebagian besar menanam pepaya pada lahan lebih dari
1000 m2, sepuluh petani lainnya menanam pepaya pada luas lahan yang kurang
dari 1000 m2 (Tabel 2).

16
Tabel 2 Kepemilikan dan Pengusahaan Lahan Pepaya
Lahan

Jumlah Petani
Kec. Kemang Kec. Rancabungur

Persentase
(%)

Status Kepemilikan
Milik sendiri

5

13

45

Mengontrak

1

7

20

Menggarap

4

10

35

≤ 1.000 m2

4

10

35

> 1.000 m2

6

20

65

Luas Penguasahaan Lahan

Rata-rata biaya pengeluaran petani responden untuk setiap pohon pepaya
sangat bervariasi, tergantung dari jenis atau varietas pepaya yang ditanam, pupuk
yang digunakan, pemanfaatan tenaga kerja dan cara pengelolaan atau perawatan
tanaman terhadap OPT. Kisaran biaya pengeluaran bagi petani responden di Desa
Bojong antara Rp 30.000 - Rp 40.000 per pohon, dan biaya yang dikeluarakan
oleh kebanyakan petani responden dari Kecamatan Rancabungur untuk setiap
pohon pepaya hampir sama yaitu antara Rp 30.000 - Rp 50.000. Biaya tersebut
mencakup pembelian bibit yang siap tanam, upah tenaga kerja pria/wanita,
pembelian pupuk dan pembelian pestisida.

Dengan demikian biaya produksi

untuk luasan lahan 1000 m2 yang di tanami pepaya memerlukan biaya sekitar Rp
4.500.000 - Rp 8.000.000.
Tidak berbeda dengan biaya pengeluaran, pendapatan dari setiap kilo gram
buah pepaya hasil panennya pun bervariasi, tergantung pada varietas buah dan
kualitas buah yang dihasilkan. Harga yang diterima oleh petani dari Desa Bojong
maupun oleh petani responden dari Kecamatan Rancabungur sama yaitu
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan (biasanya ditetapkan oleh tengkulak).
Kriteria Super (grade A) antara Rp 2.000 - Rp 4.000 per kg, Global (sama rata)
antara Rp 1.000 - Rp 1.500, dan kriteria BS kurang dari Rp 1.000 per kg. Harga
buah pepaya varietas Califonnia harganya relatif lebih mahal (sekitar Rp 800 - Rp
2.000 per kg) dibandingkan pepaya varietas Bangkok/Thailand (Gambar 1).
Biasanya petani responden yang menanam pepaya varietas Bangkok dengan jarak

17
tanam 2,5 x 2,5 m2 dalam satu kali panen dapat menghasilkan Rp 480.000/1000
m2, dan petani responden yang menanam pepaya varietas California dengan jarak
tanam yang sama dapat memperoleh penghasilan sekitar Rp 840.000/1000 m2
dalam satu kali panen.

(a)

(b)

Gambar 1 Buah dan tanaman varietas Bangkok (a), dan varietas California (b)
Tindakan Budidaya
1. Varietas pepaya yang ditanam
Varietas pepaya yang ditanam oleh petani responden, baik dari kecamatan
Rancabungur maupun Desa Bojong hanya terdiri dari dua varietas, yaitu varietas
California dan varietas Bangkok (Tabel 3). Kebanyakan petani dari Desa Bojong
lebih memilih varietas Bangkok dengan alasan perawatan yang lebih murah dan
mudah, relatif tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Sedangkan petani
pepaya responden yang berasal dari Kecamatan Rancabungur lebih banyak
menanam varietas California karena harga buah per kilo gram lebih mahal dari
harga buah varietas Bangkok dan permintaan pasar akan buah pepaya California
yang relatif lebih tinggi.
Sebagian besar petani responden dari Desa Bojong dan Kecamatan Kemang
memperoleh bibit dengan cara melakukan pembibitan sendiri (benih dari tanaman
tanaman pepaya sebelumnya), dan dari petani lain.

Terdapat satu petani

responden yang melakukan pembibitan selain untuk ditanam sendiri juga khusus
untuk menjual bibit kepada petani.

Hanya satu petani responden yang

memperoleh bibit dari toko pertanian dalam bentuk benih (Tabel 3).

18
Tabel 3 Pemilihan Varietas Pepaya
Jumlah Petani
Kec. Kemang Kec. Rancabungur

Tindakan

Persentase
(%)

Penanaman varietas
Varietas California

2

17

47,5

Varietas Bangkok

5

5

25

Kombinasi keduanya

3

8

27,5

Tanaman sebelumnya

5

8

32,5

Petani lain

5

21

65

Toko/koperasi

-

1

2,5

Penggunaan bibit

Perbedaan antara benih pepaya varietas California dan varietas Bangkok
dapat terlihat pada warna dan ukuran biji, warna biji buah pepaya Bangkok lebih
hitam dengan ukuran yang relatif lebih besar dibandingkan dengan biji buah
pepaya varietas California (Gambar 2).

(a)

(b)

(c)
Gambar 2 Benih varietas Bangkok (a), benih varietas California (b), dan
proses pembibitan tanaman pepaya (c)

19
2. Penanaman
Tabel 4 Cara penanaman
Tindakan

Jumlah Petani
Kec. Kemang Kec. Rancabungur

Persentase
(%)

Pola tanam
Monokultur

7

22

72,5

Polikultur

3

8

27,5

< (2,5 x 2,5) m2

2

18

50

(2,5 x 2,5) m2

7

11

45

> (2,5 x 2,5) m2

1

1

5

Jarak tanam

Pola tanam budidaya pepaya yang diterapkan oleh petani responden
umumnya menerapkan pola tanam monokultur, yaitu sekitar 72,5% petani
responden (Tabel 4), namun ada sebagian petani memilih menanam dengan cara
tumpang sari (27,5%), dengan tujuan mengefisiensikan lahan sehingga ada
penambahan pendapatan. Tanaman yang dipilih sebagai tanaman tumpang sari
biasanya memiliki masa panen yang lebih cepat (umumnya kurang dari tiga bulan)
seperti tanaman kangkung, dan jagung.
Jarak tanam yang diterapkan oleh petani tergantung dari jenis varietas
pepaya yang ditanam.

Pada Tabel 4 terlihat bahwa petani responden dari

Kecamatan Rancabungur yang banyak menanam varietas California, lebih banyak
menggunakan jarak tanam kurang dari 2,5 m x 2,5 m (60%), sedangkan petani di
Desa Bojong umunya menggunakan jarak tanam 2,5 m x 2,5 m (70%), karena
lebih banyak menanam varietas Bangkok.

Hal ini disebabkan dari bentuk

tanaman varietas California yang relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan
tanaman pepaya varietas Bangkok, sehingga tingkat kerapatan/jarak tanam tidak
terlalu membutuhkan ruang yang lebih besar.
3. Tindakan budidaya lainnya
Seluruhan petani responden, baik yang berasal dari Desa Bojong maupun
petani Kecamatan Rancabungur selalu melakukan tindakan budidaya yang
mencakup pengolahan tanah, pemupukan, penyiangan, dan juga sebagian besar

20
petani melakukan pengendalian OPT secara terjadwal, sesuai dengan pengetahuan
masing-masing dari petani tersebut. Dalam hal pembibitan, sebagian besar petani
responden atau sekitar 65% tidak melakukan pembibitan sendiri, bibit diperoleh
dari petani lainnya, hanya sebagian kecil petani yang melakukan pembibitan
sendiri yaitu sekitar 35% (Tabel 5).
Tabel 5 Tindakan budidaya pepaya

Tindakan

Jumlah Petani
Kec. Kemang
Kec. Rancabungur

Persentase
(%)

Pengolahan tanah
Ya

10

30

100

-

-

-

Ya

5

9

35

Tidak

5

21

65

10

30

100

-

-

-

10

30

100

-

-

-

Tidak
Pembibitan

Pemupukan
Ya
Tidak
Penyiangan Gulma
Ya
Tidak

Pengolahan tanah mencakup pembuatan lubang tanam dengan kedalaman
rata-rata kurang lebih 50 cm, lebar 50 cm, pengapuran (bila diperlukan),
penggemburan tanah dan pemupukan. Kegiatan pemupukan yang dilakukan oleh
keseluruhan petani responden pada dasarnya sama yaitu lebih banyak
menggunakan pupuk kandang dibandingkan pupuk toko/kimia buatan, hal ini
karena pupuk kandang mudah diperoleh dan murah.
Jenis pupuk kandang yang digunakan kebanyakan dari kotoran kambing,
dengan dosis yang umumnya hampir sama sekitar satu karung (ukuran 25 kg)
untuk empat lubang tanam yang diberikan secara empat tahap, yaitu pada saat
awal tanam (pembuatan lubang tanam), kemudian pemupukan selanjutnya pada
saat tanaman berumur tiga bulan, enam bulan dan yang terakhir pada saat umur

21
tanaman sembilan bulan. Pupuk kimia buatan yang digunakan umumnya terdiri
dari tiga jenis, yaitu NPK, TSP, dan KCL.

Sebagian petani ada yang

menambahkan Urea. Menurut Sujiprihati dan Suketi (2010), tanaman pepaya
merupakan tanaman yang dapat menghasilkan buah sepanjang tahun oleh karena
itu suplai hara yang dibutuhkan cukup tinggi dan harus teratur. Tanaman pepaya
membutuhkan 1 kg N, 0,2 kg P2O5, dan 2,5 kg K20 untuk setiap ton buah pepaya.
Pemberian pupuk yang dilakukan oleh petani responden untuk masingmasing pupuk kimia buatan tersebut dilakukan pada saat tanaman berumur 1 - 2
MST (di sekitar lubang tanam), selanjutnya pada saat umur tanaman tiga bulan
dan enam bulan (bersamaan dengan pemberian pupuk kandang). Perbandingan
untuk tiga jenis pupuk kimia yang dipakai rata-rata sama yaitu 1 : 1 : 1 dengan
dosis antara 20 - 25 gram atau sekitar genggaman tangan orang dewasa untuk
setiap jenis pupuknya.
Penyiangan gulma hanya dilakukan sampai tanaman berumur antara 3 - 4
bulan dimana kondisi lahan masih terbuka (belum tertutupi oleh kerapatan
tanaman yang masih muda).

Pengetahuan dalam Pengelolaan OPT
Tabel 6 Pengetahuan umum petani terhadap pengelolaan OPT

Pengetahuan

Jumlah Petani
Kec.
Kec.
Kemang
Rancabungur

Persentase
(%)

Mengenal PHT
Ya
Tidak

-

9

22,5

10

21

77,5

-

13

32,5

10

17

67,5

Mengerti pestisida dengan baik
Ya
Tidak

Dari segi pengetahuan umum terhadap cara pengendalian OPT/hama dan
penyakit, hanya sebagian kecil atau sekitar 22,5% petani mengenal pengendalian
hama terpadu (PHT), dan selebihnya (77,5%) tidak begitu tahu atau bahkan tidak

22
pernah mendengar istilah PHT sama sekali (Tabel 6).

Umumnya petani

responden cenderung menggunakan pestisida dalam mengatasi permasalahan
hama dan penyakit dengan tingkat pengetahuan terhadap jenis dan cara
penggunaan pestida yang relatif masih kurang. Sebagian besar petani responden
yaitu sekitar 67,5%, tidak begitu mengerti dengan baik jenis pestisida yang
dipakai oleh mereka, hanya tiga belas orang (sekitar 32,5%) petani yang
mengerti/mengetahui dengan jelas mengenai jenis dan cara penggunaan pestisida
yang digunakan (dengan cara membaca label penggunaannya atau atas saran dari
petugas penyuluh pertanian/toko), selebihnya petani hanya menggunakan
pestisida atas saran petani lain dan bahkan hanya berdasarkan pengalaman sendiri
terhadap penggunaan jenis pestida tertentu, beberapa petani responden pernah
menggunakan dosis yang relatif lebih tinggi karena hasilnya lebih terlihat.
Pengetahuan Mengenai OPT/Hama dan Penyakit
Tabel 7 Pengetahuan petani terhadap OPT/hama dan penyakit pepaya
Jumlah Petani
Kec.
Kec.
Kemang Rancabungur

Pengetahuan
Dapat membedakan
penyakit

hama

Persentase
(%)

dan

Ya

7

21

70

Tidak

3

9

30

Ya

3

12

37,5

Tidak

7

18

62,5

Ya

0

4

10

Tidak

10

26

90

Ya

9

22

77,5

Tidak

1

8

22,5

Mengerti OPT/hama dan penyakit

Mengetahui jenis OPT pepaya

Mengetahui serangga yang
Menguntungkan

23
Tabel 7 memperlihatkan sebagian besar petani responden tidak begitu
mengerti istilah OPT/hama dan penyakit dengan benar (62,5%) pada tanaman
pepaya, baik untuk membedakan atau mengenal jenis OPT penting yang dapat
merugikan pada tanaman pepaya (90%). Sebagian besar petani responden mampu
untuk membedakan perbedaan antara hama dan penyakit yang umum pada
komoditas pertanian lainnya yang sering petani responden tanam.
Umumnya petani responden hanya mengetahui semua kerusakan yang
terjadi diakibatkan oleh penyakit yang sama, dan harus dimusnahkan atau
dikendalikan dengan pestisida. Dari segi pengetahuan terhadap serangga yang
menguntungkan, kebanyakan petani responden mengenal bahwa terdapat
beberapa serangga yang keberadaannya bisa menguntungkan terhadap hasil
budidaya tanaman yang mereka usahakan.

Contohnya beberapa leb