Penyakit Busuk Buah Pada Terong Di Kecamatan Rancabungur dan Kemang Kabupaten Bogor

PENYAKIT BUSUK BUAH PADA TERONG
DI KECAMATAN RANCABUNGUR DAN
KEMANG KABUPATEN BOGOR

SYLVIA HAKIKAH

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ii

ABSTRAK

SYLVIA HAKIKAH. Penyakit busuk buah pada terong di Kecamatan
Rancabungur dan Kemang Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh WIDODO.
Terong merupakan salah satu tanaman sayur yang diminati masyarakat
Indonesia, bahkan dunia. Terong memiliki kandungan antioksidan yang dapat
melawan penyakit periodontik. Selain itu terong juga mengandung vitamin A dan

B serta baik dikonsumsi oleh penderita diabetes. Di antara penyakit-penyakit yang
menyerang terong, busuk buah adalah salah satu faktor utama yang menjadi faktor
pembatas dalam produksi tanaman ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengamati kondisi penyakit busuk buah di Kecamatan Rancabungur dan Kemang,
Kabupaten Bogor. Patogen busuk buah yang diketahui merupakan cendawan
Phomopsis vexans dan Colletotrichum melongenae ditemukan di semua lahan
yang diamati. Selain buah, patogen ini juga menyebabkan gejala pada batang
dan/atau cabang. Dalam satu bagian tanaman bergejala, kedua patogen ini dapat
ditemukan secara tunggal atau bersamaan. Pada musim kemarau gejala hanya
muncul pada buah, sedangkan pada musim hujan gejala juga dapat muncul pada
batang dan/atau cabang. Kejadian penyakit pada buah selama musim kemarau
kurang dari 5% dan di awal musim hujan kejadian penyakit meningkat hingga 8%.
Pada pengamatan musim hujan, keparahan penyakit masing-masing tanaman
bervariasi dan kebanyakan lebih tinggi pada tanaman yang lebih tua. C.
melongenae ditemukan paling banyak (80%) pada pengamatan tunggal terhadap
20 contoh tanaman pada batang dan cabang terong.
Kata kunci : Terong, Phomopsis vexans, Colletotrichum melongenae, busuk buah.

ii


ABSTRACT

SYLVIA HAKIKAH. Fruit Rot Disease of Eggplant on Rancabungur and
Kemang Subdistrict, Bogor District. Supervised by WIDODO.
Eggplant is one of the most wanted vegetables in Indonesia, even the
world. It contains antioxidants which can be used to prevent periodontic disease.
It also contains vitamin A and B, and it is good to be consumed by diabetics.
Among many diseases in eggplant, fruit rot is one of the major factors as a limited
factor in production of this crop. The objective of this study was to observe fruit
rot disease condition in subdistricts Rancabungur and Kemang, the district of
Bogor. The fruit rot pathogens identified as Phomopsis vexans and Colletotrichum
melongenae were covered in all observation plots. Besides of fruit, these
pathogens also caused the symptom on stems and/or branches. In one
symptomized plant part, these two pathogens were able to appear singly or mixed
with the other. In the dry season the symptom was only detected on fruit, while in
the wet season can also occurred on stems and/or branches. The disease incidence
on fruit during dry season was less than 5% and in the early wet season it
increased up to 8%. In wet season observation, disease severity of each plant was
varied and mostly higher in the mature plants. Single observation of 20 samples
on diseased branches and stems, C. melongenae dominated (80%) as the causal

agent.
Keywords : Eggplant, Phomopsis vexans, Colletotrichum melongenae, fruit rot.

iv

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

vi

PENYAKIT BUSUK BUAH PADA TERONG
DI KECAMATAN RANCABUNGUR DAN

KEMANG KABUPATEN BOGOR

SYLVIA HAKIKAH

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ii

Judul Skripsi
Nama Mahasiswa

NIM

: Penyakit Busuk Buah Pada Terong Di Kecamatan
Rancabungur dan Kemang Kabupaten Bogor
: Sylvia Hakikah
: A34080042

Disetujui oleh

Dr.Ir. Widodo, MS.
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi.
Ketua Departemen

Tanggal lulus:

ii


PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas
akhir ini dengan judul Penyakit Busuk Buah pada Terong di Kecamatan
Rancabungur dan Kemang Kabupaten Bogor. Penulisan ini bertujuan untuk
mengetahui patogen penyebab busuk buah serta persentase kejadian dan
keparahan penyakit pada musim kemarau dan musim hujan. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Juli hingga November 2012 di Kecamatan Rancabungur
dan Kemang Kabupaten Bogor.
Terwujudnya laporan tugas akhir ini tidak lepas dari berbagai pihak yang
telah mendorong dan membimbing penulis. Oleh karena itu dalam kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua orang tua serta saudara-saudara penulis yang telah memberikan
dukungan kepada penulis,
2. Dr. Ir. Widodo, MS. selaku dosen pembimbing,
3. Ir. Djoko Prijono, MScAgr. dan Endang Sri Ratna, PhD. selaku dosen
mata kuliah Teknik Penyajian Ilmiah, serta
4. Keluarga besar Departemen Proteksi Tanaman
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan.


Bogor, Mei 2013

Sylvia Hakikah

iv

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian

1
1
3
3

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi Penelitian
Pengamatan Penyakit
Pengamatan pada musim kemarau
Pengamatan pada musim hujan
Pengambilan contoh jaringan tanaman sakit
Pengolahan dan Analisis Data

4
4
4
4

4
4
5
5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lahan Pengamatan
Gejala Penyakit Busuk Buah di Lapangan
Tingkat Kejadian dan Keparahan Penyakit
Musim kemarau
Musim hujan
Gejala pada Batang, Cabang, dan Ranting

6
6
7
10
10
12
16


PENUTUP
Simpulan
Saran

19
19
19

DAFTAR PUSTAKA

20

RIWAYAT HIDUP

28

LAMPIRAN

22


vi

DAFTAR TABEL

1 Lokasi penelitian di Kabupaten Bogor
2 Patogen penyebab kematian batang, cabang, dan ranting tanaman terong

4
17

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5
6
7
8

Bagan pengambilan contoh tanaman
Gejala busuk buah di lahan
Buah yang terserang di dekat permukaan tanah
Gejala busuk buah
Hasil pengamatan jaringan tanaman sakit
Kejadian penyakit busuk buah terhadap umur tanaman pada musim kemarau
Perubahan kerentanan tanaman berdasarkan umur
Keparahan penyakit busuk buah terong dari 8 lahan berbeda pada musim
kemarau
9 Kejadian penyakit pada awal musim hujan
10 Pengamatan awal musim hujan
11 Perbandingan penyebab busuk buah pada ketiga lahan.
12 Rataan penyakit busuk buah setiap minggu pengamatan
13 Perbandingan penyakit busuk buah di 3 lahan
14 Perkembangan penyakit oleh masing-masing penyebab pada beberapa lahan
15 Batang tanaman yang terserang patogen

5
8
8
9
10
11
11
12
13
13
14
14
15
16
17

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Hasil wawancara pada musim kemarau
Hasil Wawancara pada musim hujan
Kejadian penyakit busuk buah terhadap umur tanaman pada musim kemarau
Keparahan penyakit busuk buah terong di 8 lahan berbeda
Kejadian penyakit busuk buah pada awal musim hujan
Perbandingan penyebab penyakit busuk buah pada lahan yang diamati pada
musim hujan
7 Perkembangan penyakit busuk buah pada musim hujan
8 Perbandingan perkembangan penyakit di ketiga lahan
9 Keparahan penyakit busuk buah akibat P. vexans
10 Keparahan penyakit busuk buah akibat C. melongenae
11 Keparahan penyakit busuk buah akibat campuran infeksi antara P. vexans
dan C. melongenae
12 Keparahan penyakit busuk buah akibat Sunburn

23
24
25
25
25
26
26
26
27
27
27
27

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Terong ungu (Solanum melongena), sering juga disebut eggplant atau
brinjal (aubergine di beberapa tempat) merupakan tanaman sayuran yang
digemari oleh masyarakat. Tanaman ini termasuk tanaman tahunan yang biasa
ditanam semusim. Menurut Widodo (2012 Sep 4, komunikasi pribadi), banyak
perusahaan yang mendaftarkan benih terong untuk keperluan komersial. Hal ini
menandakan bahwa permintaan terong masih tinggi. Varietas terong yang sudah
terdaftar di Pusat PVT Kementerian Pertanian tahun 2009 adalah Benteng,
Mustang, Satria, Sembrani, Lezata, Raos, Yumi, Fortuna, Gracia, Milano, Kania,
Bungo, Reza, Welut, Tunjuk, Sriti, dan Kenari (Deptan 2013).
Terong merupakan tanaman perdu tahunan dengan umur singkat. Umumnya
terong ditanam sebagai tanaman setahun karena saat tua ukuran terong menjadi
sangat besar dan produksinya menurun tajam (Williams et al. 1993). Tinggi
tanaman terong dapat mencapai 1 meter dengan beberapa buah yang besar.
Daunnya memiliki rambut-rambut halus. Terong dapat ditanam sepanjang tahun
dan dipanen hingga tanaman berusia 7 bulan setelah masa reproduktif. Panen buah
terong dapat dilakukan 4-5 hari sekali. Buah terong ungu yang dipanen adalah
buah yang sudah besar namun belum matang, berwarna ungu mengkilat dan kulit
mulus. Terong memiliki banyak jenis, diantaranya spesies liar maupun yang telah
dibudidayakan. Warna buah terong bervariasi, ungu magenta, putih, hijau gelap
dan pucat, hingga kuning keemasan. Buah terong dari jenis liar biasanya terasa
pahit. Varietas pertama yang ditanam di Inggris lebih digunakan sebagai hiasan
daripada sebagai sayur. Buahnya memiliki bentuk seperti telur dan berwarna putih,
karena itu terong disebut sebagai eggplant di Inggris (Phillips dan Rix 1993).
Buah tanaman terong mengandung senyawa alkaloid solasodin atau solanin
antara 2.0%-3.5%. Senyawa solasodin merupakan bahan utama dalam pembuatan
tablet kontrasepsi hisap (Annisas et al. 2011). Menurut Diab et al. (2011)
antioksidan dalam ekstrak buah dan tangkai terong dapat digunakan sebagai obat
kumur dalam melawan penyakit periodontik. Di India, terong digunakan dalam
variasi persiapan makanan, selain itu juga diolah menjadi acar dan makanan yang
diproses secara industri. Terong adalah sayuran yang kaya vitamin A dan B, serta
bermanfaat bagi penderita diabetes (Reddy 2010). Rata-rata buah terong kaya
akan gula yang mudah larut, buah yang berbentuk panjang mengandung gula
pereduksi bebas, antosianin, fenol, glikoalkaloid (seperti solasodin), dan protein
amida yang lebih tinggi (Chen dan Li 1997).
Produktivitas terong di Indonesia cenderung fluktuatif pada tahun 19972001, dan terus meningkat setiap tahun pada tahun berikutnya hingga tahun 2011.
Di Indonesia, luas pertanaman terong pada tahun 2011 mencapai 800 ribu hektar
dan hasil panen mencapai 519.481 ton (BPS 2011). Hal tersebut mengindikasikan
bahwa permintaan terong semakin banyak. Di Kabupaten Bogor, wilayah yang
banyak ditanami terong diantaranya Kecamatan Rancabungur dan Kecamatan
Kemang. Petani di wilayah ini biasanya menjual hasil panen mereka langsung ke
pasar tanpa perantara tengkulak sehingga rantai pemasaran tidak panjang dan
harga terong di tingkat konsumen bisa menjadi lebih murah dibanding dengan
sayuran lainnya.

2
Salah satu faktor yang mempengaruhi fluktuasi produktivitas terong di
Indonesia adalah hama dan penyakit pada tanaman terong. Hama yang biasa
menyerang tanaman terong biasanya sama dengan hama yang menyerang tanaman
paprika, kentang, dan tomat. Hama-hama tersebut diantaranya Bemisia spp. (kutu
kebul) dari famili Aleyrodidae, kutu daun (Myzus persicae dan Macrosiphum
euphorbiae) dari famili Aphididae, serangga dari ordo Hemiptera (Pentatomidae,
Coreidae), trips, dan pengorok daun (Liriomyza spp.) dari famili Agromyzidae.
Selain itu, serangga dari ordo Lepidoptera dari famili Gelechiidae, Noctuidae,
ordo Coleoptera famili Curculionidae, Chrisomelidae, serta tungau juga
menyerang tanaman ini (Webb et al. 2012).
Selain hama, tanaman terong juga sering terserang patogen penyebab
penyakit yang biasa menyerang tanaman Solanaceae. Patogen-patogen yang
secara spesifik menyerang terong adalah Pythium aphanidermatum yang
menyebabkan rebah kecambah (damping-off), Rhizoctonia solani yang
menyebabkan busuk akar, Sclerotinia sclorotiorum yang menyebabkan busuk
pangkal batang, Cercospora melongenae yang menyebabkan bercak Cercospora
(Reddy 2010), Phomopsis vexans yang menyebabkan busuk buah dan hawar
Phomopsis (Islam dan Meah 2011, Reddy 2010), Colletotrichum melongenae
yang menyebabkan busuk buah antraknosa, Fusarium oxysporum f. sp.
melongenae yang menyebabkan layu Fusarium, Alternaria melongenae dan A.
tenvis yang menyebabkan bercak daun/kudis buah, Phytophthora parasitica yang
menyebabkan busuk buah Phytophthora, dan Erysiphe polyphaga yang
menyebabkan penyakit embun tepung (Rubatzky dan Yamaguchi 1999).
Diantara penyakit-penyakit di atas, penyakit yang paling banyak menyerang
tanaman terong dan menjadi masalah utama dalam pertanaman terong adalah
busuk buah, baik Phomopsis maupun antraknosa. Spesies dari genus Phomopsis
banyak yang menjadi patogen pada tanaman, diantaranya yang sudah diketahui
adalah P. vexans pada terong, P. theae yang menyerang teh (Anita et al. 2012),
dan P. azadirachtae yang menyebabkan mati ranting (dieback) pada nimba
(Girish dan Bhat 2011). Sherf dan Macnab (1986) menyatakan bahwa penyakit
hawar phomopsis pertama kali dilaporkan di Italia pada tahun 1881 dan kemudian
diteliti serta dilaporkan lagi pada tahun 1982 di New Jersey. Setelah itu, penyakit
ini mulai dilaporkan di Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa, dan Asia.
Sumber inokulum penyakit hawar Phomopsis biasanya berasal dari tanaman sakit.
Data dari CABI (2012) menjelaskan bahwa P. vexans adalah cendawan patogen
dengan inang spesifik yaitu hanya menyerang tanaman Solanaceae. P.vexans
memiliki beberapa inang dari beberapa spesies dari famili Solanaceae. Solanum
aculeatissimum, S. incanum, S. nigrum (leunca), dan S. virginianum adalah
tanaman yang menjadi inang liar dari cendawan P. vexans. Tanaman inang utama
dari patogen ini adalah S. melongenae (terong) dan sebagai inang lain adalah S.
torvum (takokak). Menurut Tondok (2006) saat musim hujan tanaman terong
biasanya terserang penyakit hawar Phomopsis yang dapat menyebabkan
penurunan produksi buah terong, bahkan gagal panen. Islam dan Meah (2011)
menyebutkan bahwa kejadian penyakit akibat serangan P. vexans ini pada benih
terong sangat bervariasi. Variasi ini disebabkan adanya variasi distribusi patogen,
kondisi cuaca, budidaya, keberagaman kultivar, dan cara petani dalam
mengumpulkan benih.
Penyebab busuk buah lainnya adalah patogen dari genus Colletotrichum

3
yang dikenal banyak menyerang buah cabai yang menyebabkan busuk buah
antraknosa. Selain cabai, cendawan ini juga menyerang tanaman lainnya.
Colletotrichum coccodes dapat menyebabkan penyakit bintik hitam (potato black
dot) pada kentang (Shcolnick et al. 2007), C. lindemuthianum menyebabkan
antraknosa pada buncis (Chen et al. 2007), C. kahawae menyebabkan penyakit
Coffee berry disease (CBD) pada kopi (Bedimo et al. 2007), dan C. trifolii
menyebabkan antraknosa pada tanaman alfalfa (Ariss dan Rhodes 2007). Busuk
buah antraknosa pada terong yang disebabkan oleh C. melongenae dilaporkan
telah menyebabkan kehilangan hasil yang serius di wilayah Karibia. Penyakit ini
pertama kali dideskripsikan pada tahun 1891. Sejak saat itu penyakit ini dikira
penyakit busuk akar bintik hitam (black-dot root rot) Colletotrichum. Cendawan
ini biasanya hanya menyerang pada buah yang berada dalam kondisi rentan atau
buah yang terlalu masak. Di Karibia, sumber inokulum cendawan C.
gloeosporioides f.sp. melongenae adalah takokak (Sherf dan Macnab 1986).
Cendawan penyebab busuk buah ini dapat menyerang seluruh bagian
tanaman, terutama pangkal batang, batang, cabang, dan buah. Saat menyerang
buah, kulit buah menjadi tidak rata serta kecoklatan dan menyebabkan turunnya
harga jual. Jika sudah menyerang dan melingkari pangkal batang, maka tanaman
akan mati. Selain penyakit di atas, terong juga dapat mengalami penyakit akibat
faktor abiotik (lingkungan) yaitu Sunburn atau terbakar matahari yang
menyebabkan perubahan warna kulit terong menjadi coklat.
Karena hal tersebut di atas itulah, informasi tingkat serangan dan biologi
cendawan penyebab busuk buah dan mati ranting dibutuhkan untuk menyusun
strategi pengendalian yang efektif, baik untuk mencegah maupun mengendalikan
penyakit ini.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui patogen penyebab busuk buah
serta persentase kejadian dan keparahan penyakit pada musim kemarau dan
musim hujan di wilayah Bogor.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam pengumpulan informasi
mengenai penyakit busuk buah sehingga dapat disusun strategi pengendalian yang
efektif dan efisien.

4

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Rancabungur (Desa Cindali dan Desa
Bantar Kambing) dan Kecamatan Kemang (Desa Bojong), Kabupaten Bogor,
mulai bulan Juli sampai bulan November 2012.
Lokasi Penelitian
Tabel 1 Lokasi penelitian di Kabupaten Bogor
Kecamatan
Rancabungur

Hasan
Enoh
Khairul Bahri

Jumlah Petak
Pengamatan
4
1
3

Ketinggian
(m dpl)
206
187
200

Idun

1

196

Gandi

1

185

Pengelola Lahan

Kemang

Musim
Pengamatan
Kemarau
Hujan
Kemarau
Kemarau dan
Hujan
Hujan

Ketinggian setiap petakan lahan diukur menggunakan GPS (Global Positioning
System). Pengukuran dilakukan sebanyak 1 kali.
Pengamatan Penyakit Busuk Buah
Pengamatan pada Musim Kemarau
Pengamatan pada musim kemarau tidak diambil tanaman contoh sehingga
dilakukan penghitungan jumlah keseluruhan tanaman dalam setiap lahan
kemudian dihitung kejadian dan keparahan penyakit setiap tanaman terserang.
Metode ini dilakukan karena keberadaan penyakit dalam 1 lahan tidak banyak.
Tanaman yang diamati adalah tanaman sakit dengan gejala kulit buah terong yang
berwarna kecoklatan, permukaan buah tidak rata, dan mengalami pembusukan
(buah menghitam).
Untuk menghitung persentase kejadian dan keparahan penyakit busuk buah,
digunakan rumus seperti di bawah ini.

Kejadian Penyakit =

Keparahan Penyakit =

Pengamatan pada Musim Hujan
Metode yang dilakukan di awal musim hujan adalah pengamatan di 2 lahan
untuk mengetahui kejadian dan keparahan penyakit dalam sekali pengamatan,
sedangkan pengamatan selanjutnya dilakukan di 3 lahan yang masih dirawat oleh

5
petani dan masih menghasilkan buah, salah satu lahan merupakan lahan yang juga
diamati pada musim kemarau. Tanaman contoh diambil dari 3 lahan tersebut
secara acak sistematis sebanyak 20 tanaman, kemudian diamati perkembangan
penyakit busuk buah pada buah terong seminggu sekali sebanyak 5 kali.
Pengamatan dilakukan pada tanaman sakit dengan gejala buah busuk, berwarna
kecoklatan, permukaan buah tidak rata, dan kematian batang, atau cabang, atau
ranting.

a

b
Gambar 1 Bagan pengambilan contoh tanaman. a. Lahan pengamatan b.
Tanaman contoh
Pengambilan contoh jaringan tanaman sakit
Bagian tanaman, yaitu buah dan ranting atau cabang masing-masing dengan
gejala pembusukan dan mati ranting atau cabang diambil dari 20 tanaman contoh
di 3 lahan yang diamati pada saat musim hujan. Buah dan ranting tersebut dibawa
ke laboratorium Klinik Tanaman, Departemen Proteksi Tanaman dan diamati
menggunakan mikroskop untuk melihat patogen yang menyerang jaringan
tanaman tersebut.
Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan diolah menggunakan program
MS Excel 2010 dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lahan Pengamatan
Lahan yang digunakan dalam penelitian ini semuanya merupakan lahan
tegalan (lahan kering). Lahan penelitian yang dikelola oleh 5 petani berbeda
berada di ketinggian 185 m, 187 m, 196 m, 200 m, dan 206 m dpl. Terdapat 3
lahan yang berada di Desa Bojong, Kecamatan Kemang, 1 lahan berada di Desa
Bantar Kambing, dan 1 lahan berada di Desa Cindali, Kecamatan Rancabungur,
Kabupaten Bogor.
Lahan yang berada di ketinggian 185 m dpl merupakan lahan yang dikelola
oleh Pak Gandi yang diamati pada musim hujan. Lahan ini terletak di Desa
Bojong, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, dan jumlah petakan yang diamati
sebanyak 1 petakan lahan dengan luas 850 m2 dan umur tanaman 5 bulan. Lahan
yang berada di ketinggian 187 m dpl berada di Desa Cindali, Kecamatan
Rancabungur, dikelola oleh Pak Enoh dan diamati pada musim hujan. Lahan ini
hanya terdapat 1 petakan lahan dengan luas 1600 m2 dan umur tanaman 6 bulan.
Lahan yang dikelola oleh Pak Idun berada di ketinggian 196 m dpl. Lahan
ini diamati pada musim kemarau dan musim hujan, dan hanya memiliki satu
petakan lahan dengan luas 2000 m2. Lahan ini juga berada di Desa Bojong,
Kecamatan Kemang. Lahan yang berada di ketinggian 200 m dpl berada di Desa
Bojong dikelola oleh Pak Khairul Bahri. Terdapat 3 petakan lahan yang berada di
lahan ini dengan umur tanaman yang berbeda yang diamati pada musim kemarau
dengan masing-masing luas lahan 500 m2 dengan umur 2.5 bulan, 600 m2 dengan
umur 3 bulan, dan 1000 m2 dengan umur 4 bulan. Lahan kelima yaitu lahan yang
dikelola oleh Pak Hasan terdapat pada ketinggian 206 m dpl, berada di Desa
Bantar Kambing, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor. lahan ini diamati
pada musim kemarau, dan terdapat 4 petakan lahan dengan umur tanaman yang
sama yaitu 2 bulan, dan luas lahan 3000 m2 dengan masing-masing petakan lahan
seluas 750 m2.
Lahan yang dikelola oleh Pak Gandi sebelumnya ditanami tanaman
kangkung dan bayam. Pupuk yang digunakan petani adalah pupuk kandang
(kotoran ayam petelur/kambing) dan pupuk pabrikan yaitu Urea, Phonska, NPK,
dan TSP. Pupuk kandang diberikan di awal sebanyak sekitar 20 karung (ukuran
50 kg/karung) untuk setiap 850 m2 atau sekitar 12 ton/ha, sedangkan pupuk
pabrikan digunakan sebanyak 2 kali pemupukan sebanyak 1.5 kuintal untuk 1
petakan lahanatau sekitar 2 ton/ha. Pestisida yang digunakan adalah insektisida
dengan bahan aktif imidakloprid (Confidor), fungisida mancozeb (Dithane 45),
insektisida metomil (Metindo), dan pupuk organik cair Cindoya. Keempat bahan
tersebut dicampur dan tanaman terong disemprot setiap setelah panen sekitar 5-10
hari sekali. Petakan lahan diberi kapur sebanyak 2 karung untuk setiap lahan atau
sekitar 2 ton/ha. Pengendalian gulma dilakukan dengan cara manual, gulma jarang
disemprot dengan herbisida karena petani takut tanaman terong ikut mati akibat
tersemprot herbisida.
Lahan yang dikelola oleh Pak Enoh sebelumnya ditanami pepaya,
bengkuang, dan jagung. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang (kotoran
ayam petelur) dan pupuk pabrikan (Urea dan TS). Pemupukan dilakukan

7
sebanyak 2 kali, yaitu di awal penanaman dengan dosis pupuk kandang 35 ton/ha
dan pupuk pabrikan sebanyak 1 kuintal/ ha, dan pada saat pemetikan buah
pertama dengan dosis pupuk pabrikan masing-masing sebanyak 2 kuintal/ha.
Pestisida yang digunakan adalah Confidor cair yang dicampur dengan pupuk
organik cair Cindoya untuk mengendalikan kutu daun. Lahan ini terdapat banyak
gulma karena tidak disiangi. Untuk mengendalikan gulma, petani biasanya
menggunakan herbisida dengan bahan aktif glifosat (Round Up). Penanaman
benih terong dilakukan langsung di lahan pertanaman tanpa disemai terlebih
dahulu. Menurut petani, penanaman biji terong tanpa persemaian dapat
mengurangi serangan patogen penyebab busuk buah terong.
Lahan yang dikelola oleh Pak Idun sebelumnya ditanami kangkung.
Penanaman terong dilakukan setelah lahan ditanami kangkung, dan setelah panen
kangkung, lahan kemudian diberi pupuk Phonska, TSP, dan Mutiara. Menurut
petani, hal ini dilakukan agar perakaran terong menjadi lebih kuat dan tidak
mudah rebah sehingga tidak dibutuhkan ajir untuk menopang pertumbuhan
tanaman terong. Pestisida yang digunakan oleh petani untuk mengendalikan kutukutuan di pertanaman adalah Confidor cair yang dicampur dengan ZPT (Atonik).
Lahan yang dikelola oleh Pak Khairul Bahri ditumpangsarikan dengan
kangkung, sama seperti lahan yang dikelola oleh Pak Idun. Pupuk yang digunakan
petani adalah pupuk kandang (kotoran ayam) dan pupuk pabrikan yaitu Phonska,
dan TSP sedangkan pestisida yang digunakan adalah Confidor cair yang dicampur
Cindoya untuk mengendalikan kutu daun.
Lahan yang dikelola oleh Pak Hasan sebelumnya ditanami kacang panjang,
padi, bengkuang, pare dan timun. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang,
Urea, NPK, TSP, dan Phonska dengan jumlah sekitar 25 kg untuk sekali
pemupukan atau sekitar 333 kg/ha. Pemupukan dilakukan saat terong berumur 0.5
bulan. Pestisida yang digunakan adalah insektisida Metindo yang dicampur
dengan insekitisida deltamethrin (Decis) dan ZPT (Atonik) untuk mengendalikan
kutu daun. Dosis yang digunakan tidak diketahui, namun petani menggunakan 1
botol besar ukuran 5 liter insektisida untuk 6 kali pakai, atau sekitar 17 liter/ha
dan sekali pemakaian sekitar 3 liter/ha. Aplikasi dilakukan setiap 2 kali panen
atau setiap 10 hari sekali. Di lahan ini tidak ditemukan gulma karena lahan selalu
dibersihkan dari gulma dengan cara manual.
Semua petani mendapatkan benih terong dari tanaman sebelumnya. Cara
membuat benih terong adalah dengan membiarkan tanaman terong terakhir
sampai benar-benar matang, kemudian bijinya diambil, dicuci dan dikeringkan.
Setelah kering, benih tersebut digunakan untuk menanam terong musim
berikutnya.
Gejala Penyakit Busuk Buah di Lahan
Salah satu penyakit penting pada tanaman terong adalah busuk buah yang
disebabkan oleh cendawan P. vexans dan C. melongenae. Menurut Reddy (2010),
hawar Phomopsis menyebabkan gejala berupa bercak pada daun berwarna abuabu hingga coklat, sirkular, dan berwarna cerah di pusat bercak, lesio pada batang
berwarna coklat gelap, lama kelamaan akan menjadi abu-abu di tengahnya, bercak
yang membuat permukaan kulit terong tidak rata dan menutupi seluruh
permukaan buah, serta seluruh buah akan mengalami mumifikasi jika cendawan
masuk ke dalam kaliks karena cendawan tersebut menyebabkan busuk kering.

8
Sherf dan Macnab (1986) menyatakan bahwa penyakit antraknosa menyebabkan
lesio pada buah dengan ukuran mencapai 1.2 cm dan jaringan yang terserang akan
menjadi cekung, lama kelamaan buah yang terserang akan mengering dan
menghitam, dan bakteri busuk lunak masuk ke jaringan busuk tersebut dan
menyebabkan busuk basah pada buah.
Gejala penyakit busuk buah yang terlihat di lahan pengamatan adalah
terdapat bercak kecoklatan pada buah serta kulit buah terlihat cekung sehingga
permukaan buah tidak rata (Gambar 2).
a

b

Gambar 2 Gejala busuk buah di lahan. a. Bercak berwarna coklat b. Permukaan
buah tidak rata
Gejala penyakit busuk buah yang ditemukan pada musim kemarau hanya
terlihat pada buah yang berada di dekat permukaan tanah (Gambar 3). Hal ini
terjadi karena cendawan tersebut merupakan patogen tular benih (seedborne) dan
tular tanah (soilborne). Suhu optimal yang dibutuhkan oleh patogen penyebab
busuk buah adalah 21 oC - 30 oC dengan kelembaban yang sangat tinggi
mendekati 100% (Sherf dan Macnab 1986), sedangkan pada musim kemarau
kelembaban udara di lahan lebih rendah sehingga tidak memungkinkan patogen
untuk berkembang dengan cepat. Tetapi karena lahan masih tetap dalam kondisi
basah akibat disiram oleh petani seminggu sekali, buah yang berada dekat dengan
tanah masih terserang. Pemencaran patogen ini yang paling utama adalah dengan
percikan air karena memiliki tipe spora basah (gloeospore).

Gambar 3 Buah yang terserang di dekat permukaan tanah

9
Serangan pada buah oleh P. vexans menyebabkan buah terong berwarna
coklat seperti busuk, namun tidak lembek dan berbau karena tidak terjadi infeksi
sekunder oleh bakteri. Gejala awal biasanya muncul bercak seperti antraknosa
pada buah, lama kelamaan bercak menyebar menyebabkan kulit buah menjadi
berwarna coklat dan tidak rata, serta bagian dalam buah menghitam dan tidak
dapat dikonsumsi (Gambar 4A).
Cendawan P. vexans dapat membentuk 2 konidia, yaitu alfa (α) dan beta (β)
(Mehrotra dan Aneja 1990). Hasil pengamatan dari jaringan tanaman ditemukan
cendawan P. vexans namun hanya membentuk tipe konidia α. Konidia β hanya
muncul saat lingkungan sangat mendukung perkembangan penyakit. Berdasarkan
keterangan dari petani yang lahannya diamati, lahan tersebut hanya diairi
seminggu sekali sehingga kelembaban di pertanaman kurang mendukung
perkembangan penyakit.

A

B

Gambar 4 Gejala busuk buah. A. Busuk buah akibat hawar Phomopsis B. Busuk
buah akibat antraknosa
Selain penyakit busuk buah yang disebabkan oleh P. vexans juga ditemukan
gejala penyakit antraknosa yang disebabkan oleh C. melongenae pada buah.
Selama pengamatan di lapang gejala antraknosa mengakibatkan buah mengering
dan muncul lapisan warna hitam, serta terdapat infeksi sekunder oleh bakteri yang
menyebabkan gejala busuk kebasahan (Gambar 4B). Hal ini sesuai dengan gejala
yang dideskripsikan oleh Sherf dan Macnab (1986) yang menyatakan bahwa
gejala yang muncul akibat serangan antraknosa lama kelamaan buah yang
terserang akan mengering dan menghitam, serta bakteri busuk lunak masuk ke
jaringan busuk tersebut dan menyebabkan busuk basah pada buah.
Tubuh buah dan konidia cendawan patogen penyebab penyakit busuk buah
ditemukan pada jaringan tanaman sakit yang diambil dari lapangan. Tubuh buah
cendawan P. vexans (Gambar 5A) berbentuk bulat dan tidak terdapat setae.
Konidia cendawan ini berbentuk fusiform (konidia α) dan filiform (konidia β)
(Gambar 5C). Cendawan C. melongenae memiliki tubuh buah yang mirip dengan
tubuh buah P. vexans namun memiliki setae (Gambar 5B), dan konidia cendawan
ini berbentuk seperti bulan sabit (Gambar 5D).

10

A

B
b

a

C

D

Gambar 5 Hasil pengamatan jaringan tanaman sakit. A. Tubuh buah P. vexans B.
Tubuh buah C. melongenae C. Konidia P. vexans a. Konidia α b.
Konidia β D. Konidia C. melongenae
Konidia cendawan C. melongenae umumnya disebarkan melalui cipratan air
hujan. Konidia berkecambah dalam waktu 7 jam dalam keadaan basah/lembab.
Suhu optimum yang dibutuhkan cendawan untuk menginfeksi tanaman sehat
adalah sekitar 28 oC. Selama musim hujan atau kelembaban tinggi, semua stadia
buah rentan terhadap infeksi cendawan ini (Nelson 2008).
Tingkat Kejadian dan Keparahan Penyakit Busuk Buah
Kejadian penyakit selama pengamatan pada musim kemarau sangat kecil,
dan maksimum hanya mencapai 4.8%. Hal ini karena cendawan patogen tidak
dapat berkembang dengan baik saat musim kemarau disebabkan oleh suhu tinggi
dan kelembaban rendah, sedangkan cendawan busuk buah ini diketahui
berkembang baik pada kelembaban yang lebih tinggi. Pengamatan pada awal
musim hujan menunjukkan bahwa kejadian penyakit meningkat hingga 8.5%.
Musim kemarau
Pengamatan pada musim kemarau dilakukan pada 8 lahan yang dikelola
oleh 3 petani berbeda. Terdapat 4 lahan yang berumur berumur sama (2 bulan).
Kejadian penyakit pada kedelapan lahan tersebut berbeda-beda (Gambar 6,
Lampiran 3).

11

5

Kejadian Penyakit (%)

4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
1.5
Gambar 6

2
2.5
3
4
Umur Tanaman (Bulan Setelah Tanam)

Kejadian penyakit busuk buah terhadap umur tanaman pada musim
kemarau

Secara umum, dalam pengamatan pada musim kemarau, kejadian penyakit
semakin tinggi dengan bertambahnya umur tanaman. Reaksi semacam ini sering
disebut sebagai resistensi ontogenik (ontogenic resistance). Perubahan kerentanan
tanaman terhadap patogen dibagi menjadi 3, yaitu rentan pada awal pertumbuhan
sampai akhir masa vegetatif (Pola I), rentan pada saat tanaman dewasa (Pola II),
dan rentan pada umur muda kemudian tahan pada masa pertumbuhan kemudian
rentan lagi saat tanaman tua (Pola III) (Gambar 7) (Agrios 2005). Patogen
penyebab antraknosa umumnya mengikuti pola kerentanan pada saat tanaman
semakin tua.

Gambar 7 Perubahan kerentanan tanaman berdasarkan umur
Sumber: Agrios (2005)

Selain pengaruh umur tanaman, cara budidaya diduga juga berpengaruh
terhadap kejadian dan keparahan penyakit busuk buah. Pengamatan pada musim

12

Keparahan Penyakit (%)

kemarau di lahan dengan umur yang paling tua (4 bulan) berada di Desa Bojong
Kecamatan Kemang. Lahan tersebut terlihat kurang terawat sehingga gulma
tumbuh sangat subur karena tidak dilakukan sanitasi. Banyaknya gulma ini
menyebabkan kelembaban di sekitar pertanaman lebih lembab dan terjadi
persaingan pengambilan unsur hara sehingga tanaman menjadi lemah yang
akhirnya memicu tingginya serangan. Lahan yang berumur 2.5 bulan juga dikelola
oleh petani yang sama, namun persentase kejadian penyakit paling rendah
dibandingkan lahan lainnya. Hal ini karena lahan tersebut masih baru ditanami
terong dan masih dirawat dengan baik. Lahan ini masih berdekatan dengan 2
lahan lain namun pada lahan tersebut tidak terdapat gulma.
Penyakit busuk buah tidak hanya diakibatkan oleh faktor biotik (patogen),
namun juga abiotik (lingkungan). Peluang penyakit yang disebabkan oleh kedua
faktor penyebab penyakit tersebut pada musim kemarau berbeda di setiap lahan. P.
vexans merupakan patogen yang paling dominan yang terdapat pada pertanaman
terong, kemudian diikuti oleh C. melongenae. Selain kedua patogen tersebut,
busuk buah juga dapat diakibatkan oleh Sunburn atau terbakar matahari yang
membuat kulit terong berwarna kecoklatan dan menyebabkan buah tidak dapat
terjual. Patogen P. vexans dan C. melongena dapat berada pada satu buah secara
bersama-sama (Gambar 8, Lampiran 4).
50.0
45.0
40.0
35.0
30.0
25.0
20.0
15.0
10.0
5.0
0.0
1

2

3

4
5
Lahan

6

7

8

Gambar 8 Keparahan penyakit busuk buah terong dari 8 lahan berbeda pada
musim kemarau.
P. vexans
C. melongenae
P.vexans
+ C.melongenae
Sunburn
Musim hujan
Pengamatan pada awal musim hujan dilakukan pada 2 lahan yang berada di
Desa Bojong Kecamatan Kemang, yaitu lahan 1 yang dikelola oleh Pak Enoh dan
lahan 2 yang dikelola oleh Pak Gandi dengan kondisi umur tanaman yang berbeda.
Tanaman di lahan 1 berumur lebih tua dibandingkan tanaman pada lahan 2.
Kejadian penyakit pada kedua lahan berbeda (Gambar 9) dan meningkat (hingga
lebih dari 8%) dibandingkan dengan kejadian penyakit pada musim kemarau.

Kejadian Penyakit (%)

13

8.8
8.6
8.4
8.2
8
7.8
7.6
7.4
7.2
7

6

5
Umur Tanaman (bulan)

Gambar 9 Kejadian penyakit pada awal musim hujan.

Lahan 1

Lahan 2

Tidak ditemukan penyebab busuk buah oleh Sunburn dan campuran infeksi
antara P. vexans dan C. melongenae (Gambar 10, Lampiran 5) di lahan 2
sedangkan busuk buah yang diakibatkan oleh P. vexans jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan lahan 1.

Kejadian Penyakit (%)

40
35
30
25
20
15
10
5
0
P. vexans

C. melongenae
P+C
Penyebab Busuk Buah

Gambar 10 Pengamatan awal musim hujan.

Lahan 1

Sunburn

Lahan 2

Pengamatan keparahan penyakit busuk buah dilakukan di 3 lahan, yaitu
lahan 1 yang dikelola oleh Pak Idun, lahan 2 yang dikelola oleh Pak Enoh, dan
lahan 3 yang dikelola oleh Pak Gandi. Penyakit busuk buah akibat C. melongenae
lebih dominan pada lahan 2 yang umurnya paling tua (Gambar 11, Lampiran 6)
sedangkan penyakit yang diakibatkan P. vexans lebih dominan di lahan 3.
Terdapat variasi jumlah proporsi patogen P. vexans dan C. melongenae namun
kedua patogen ini ditemukan di semua lahan.

Keparahan Penyakit (%)

14
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
1

2
3
Lahan
Gambar 11 Perbandingan penyebab busuk buah pada ketiga lahan.
P. vexans
C. melongenae
P.vexans + C.melongenae
Sunburn

Keparahan Penyakit (%)

Pada pengamatan minggu ke dua (Gambar 12, Lampiran 7) keparahan
penyakit busuk buah akibat patogen menurun, tapi pada minggu ke tiga dan
seterusnya keparahan semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa
perkembangan patogen fluktuatif namun secara umum keparahan penyakit
semakin meningkat dengan bertambahnya umur tanaman.
14
12
10
8
6
4
2
0

1

2
3
4
Pengamatan Minggu ke-

5

Gambar 12 Rataan penyakit busuk buah setiap minggu pengamatan. —— P.
vexans —— C. melongenae —— P.vexans + C.melongenae
—— Sunburn
Secara umum keparahan semua penyakit yang diamati pada lahan 2 dengan
umur tanaman paling tua lebih tinggi dibandingkan kedua lahan lainnya seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 13 (Lampiran 8). Secara khusus keparahan
penyakit yang disebabkan oleh C. melongenae pada lahan 2 terlihat jauh lebih
tinggi dibandingkan lainnya.

Keparahan Penyakit (%)

15

Lahan 1

24
22
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0

Keparahan Penyakit (%)

18

25
Keparahan Penyakit (%)

20

21

22

28

29

Lahan 2

24
22
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0

24
22
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0

19

26

27

Lahan 3

21
22
23
24
25
Umur Tanaman (Minggu Setelah Tanam)
Gambar 13 Perbandingan penyakit busuk buah di 3 lahan. —— P. vexans ——
C. melongenae —— P.vexans + C.melongenae —— Sunburn
Masing-masing penyebab penyakit busuk buah memiliki perkembangan
yang berbeda-beda (Gambar 14, Lampiran 9-12). Secara umum tingkat keparahan
semakin meningkat dari waktu ke waktu yang diduga karena tidak adanya sanitasi
buah oleh pengelola lahan. Hal ini mengakibatkan sumber inokulum untuk

16
penyakit kelompok biotik, yaitu P. vexans dan C. melongenae akan selalu berada
di lahan dan menular melalui percikan air, baik air hujan atau pada saat
penyemprotan pestisida.
Keparahan (%)

25
20

20

15

15

10

10

5

5

0

0
1

25
Keparahan (%)

25

A

20

2

3

4

1

5

C

25
20

15

15

10

10

5

5

0

B

2

3

4

5

D

0
1
2
3
4
5
Pengamatan Minggu ke-

1

2
3
4
5
Pengamatan Minggu ke-

Gambar 14 Perkembangan penyakit oleh masing-masing penyebab pada beberapa
lahan. A. P. vexans B. C. melongenae C. P. vexans + C.
melongenae D. Sunburn —— Lahan 1 —— Lahan 2 —— Lahan
3
Keparahan penyakit busuk buah yang diakibatkan oleh C. melongenae
paling tinggi ditemukan pada lahan 2 yang umur tanamannya paling tua. Seperti
diketahui, C. melongenae biasa menyerang buah yang berumur tua atau buah
rentan. Contoh buah yang terdapat campuran antara P. vexans dan C. melongenae
hanya terdapat pada pada lahan 2. Kedua patogen ditemukan pada buah yang
sama di pertanaman, namun yang ditemukan hanya piknidia saja. Sunburn atau
busuk buah akibat terbakar matahari tidak terdapat pada lahan 3 di setiap tanaman
contoh yang diamati yang mungkin disebabkan kondisi pertanaman yang rimbun
dan rapat, sehingga peluang terpapar matahari lebih kecil.
Gejala pada Batang, Cabang, dan Ranting
Dalam pengamatan saat hujan ditemukan patogen busuk buah juga
menyerang bagian batang, cabang, dan ranting di semua lahan contoh. Beberapa
mengalami kematian total jika menyerang pada batang utama. Jika serangan
terjadi pada sebagian cabang atau batang maka akan menimbulkan gejala mati
tajuk (Gambar 15A).

17

A

B

Gambar 15 Batang tanaman yang terserang patogen. A. Tajuk tanaman mati B.
Tubuh buah cendawan patogen
Pada bagian cabang atau ranting yang mati akibat serangan patogen ini
terlihat adanya tubuh buah cendawan (Gambar 15B). Dari sejumlah tanaman
contoh yang bergejala, patogen yang mendominasi adalah C. melongenae,
sedangkan lainnya adalah P. vexans atau campuran keduanya (Tabel 2).
Tabel 2 Patogen penyebab kematian batang, cabang, dan ranting tanaman terong
(N=20)
Patogen
C. melongenae
P. vexans
P. vexans + C. melongenae

Proporsi (%)
80
6.5
13.5

Salah satu usaha petani dalam mengendalikan penyakit busuk buah ini
adalah dengan menyemprotkan pestisida kimia. Namun ternyata usaha ini tidak
menyelesaikan masalah. Menurut petani, penyemprotan pestisida tidak
sepenuhnya mengendalikan penyakit busuk buah ini. Seperti diketahui, salah satu
cara penyebaran penyakit busuk buah ini adalah melalui percikan air dan angin
(Edgerton dan Moreland 1921 dalam CABI 2012). Bahan pencampur pestisida
yang digunakan petani adalah air, sedangkan air menjadi salah satu cara
penyebaran patogen. Meskipun pestisida mengandung racun, tidak semua spora
cendawan akan mati jika terpapar pestisida, sehingga spora tersebut akan
menyebar. Ada beberapa hal yang menyebabkan aplikasi pestisida oleh petani
tidak efektif dalam mengendalikan penyakit busuk buah. Para petani cenderung
mencampur beberapa pestisida dengan bahan aktif yang berbeda dalam
aplikasinya. Umumnya pestisida yang digunakan adalah insektisida berbahan aktif
imidakloprit, metomil, dan deltametrin sehingga tidak tepat sasaran jika pestisida
tersebut digunakan untuk menyemprot cendawan penyebab penyakit busuk buah.
Selain itu, salah satu petani menggunakan fungisida dalam penyemprotan, namun
dicampur dengan insektisida lain.
Beura et al. (2008) menyatakan bahwa terdapat 6 jenis fungisida yang

18
dapat mengendalikan penyakit busuk buah akibat hawar Phomopsis secara efektif
yaitu Carbendazim 0.1%, Mancozeb FP 0.3%, Propineb 0.25%, Tebucanozole
0.05%, Copper oxychloride 0.3%, dan Copper hydroxide 0.3%. Penyemprotan
Carbendazim 0.1% sebanyak 4 kali dalam interval 10 hari dapat mengurangi
kejadian penyakit hawar ranting dan busuk buah sebanyak 74.33% dan 78.10%.
Selain dapat mengurangi kejadian penyakit di lahan, perlakuan yang sama juga
dapat meningkatkan hasil panen sebanyak 71.12%. Thippeswamy et al. (2006)
juga menyatakan pestisida mancozeb, carbendazin, dan captaf sangat efektif
dalam menghambat patogen terbawa benih dan meningkatkan perkecambahan
benih pada konsentrasi 0.20%. Fungisida Bavistin (carbendazim) dan Vitavax
juga dapat digunakan untuk mengendalikan cendawan ini (Islam dan Meah 2011).
Pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengendalikan penyakit
antraknosa pada terong menurut Sherf dan Macnab (1986) adalah dengan
mengurangi inokulum dengan perlakuan benih seperti pada penyakit hawar
phomopsis. Selain itu, inang utama dari C. melongenae (takokak) juga harus
dihilangkan, memusnahkan sisa tanaman sakit, dan merotasi tanaman.
Islam dan Meah (2011) menemukan banyak cara yang dapat digunakan
untuk mengendalikan hawar phomopsis, diantaranya adalah menggunakan ekstrak
bawang putih dan daun allamanda, agens hayati Trichoderma harzianum, dan
perlakuan air panas. Ekstrak bawang putih dan daun allamanda dapat
menghambat pertumbuhan miselia cendawan sebesar 76%-100%. Penghambatan
ini disebabkan adanya unsur antimikroba yang terdapat dalam ekstrak tanaman
tersebut. Bawang putih mengandung asam amino alliin yang diubah menjadi
allicin saat bawang dihancurkan. Allicin inilah yang beracun bagi mikroorganisme.
Selain dengan penyemprotan pestisida, petani juga berusaha mengendalikan
penyakit dengan menanam terong saat menjelang musim kemarau. Upaya ini
efektif dalam mengendalikan penyakit karena jumlah air irigasi terbatas dan
jarang terjadi hujan sehingga menyebabkan kelembaban lingkungan menurun dan
perkembangan spora cendawan patogen tidak terjadi dengan baik. Selain itu
terbatasnya air pada musim kemarau menyebabkan penyebaran spora terhambat.
Cara yang efektif dalam pengendalian penyakit busuk buah adalah dengan
cara sanitasi lahan Reddy (2010). Namun para petani di lapang tidak melakukan
sanitasi lahan dengan baik. Buah-buah terong yang sakit tidak dibuang atau
dimusnahkan, namun hanya dikumpulkan di pinggiran lahan. Hal ini
mengakibatkan terkumpulnya inokulum cendawan yang dapat menyebabkan
infeksi kembali.

19

PENUTUP

Simpulan
Patogen penyebab busuk buah yang dominan pada terong di pertanaman
adalah Phomopsis vexans dan Colletotrichum melongenae. Terdapat campuran
infeksi antara kedua patogen tersebut dalam 1 buah yang terserang. Selain itu,
busuk buah juga dapat terjadi akibat terbakar matahari. Persentase kejadian
penyakit busuk buah pada musim kemarau paling tinggi mencapai 4.8%,
sedangkan pada awal musim hujan mencapai 8.5%. Keparahan penyakit busuk
buah akibat P. vexans pada musim hujan sebesar 15.3% di akhir pengamatan pada
lahan 3. Sedangkan persentase keparahan penyakit akibat C. melongenae yang
paling tinggi terdapat pada lahan 2 yaitu sebesar 23.7%. Tidak dilakukannya
sanitasi oleh petani dan penggunaan pestisida yang tidak tepat sasaran diduga
menyebabkan penyakit ini selalu ada di lahan dan terus berkembang dengan
bertambahnya umur tanaman.
Saran
Saran untuk penelitian ini adalah diperlukan pengamatan pada lahan basah
atau bekas sawah untuk melihat perbedaan perkembangan penyakit pada setiap
musim. Selain itu diperlukan identifikasi lebih lanjut terhadap beberapa faktor
yang mempengaruhi perkembangan penyakit, sehingga dapat disusun strategi
pengendalian yang tepat.

20

DAFTAR PUSTAKA

Agrios GN. 2005. Plant Pathology. 5th ed. London (UK): Elsevier Academic
Press.
Anita S, Ponmurugan P, Babu RG. 2012. Significance of secondary metabolites
and enzymes secreted by Trichoderma atroviride isolates for the biological
control of Phomopsis canker disease. African Journal of Biotechnology.
11(45):10350-10357. doi:10.5897/AJB12.599.
Annisas J, Syifa N, Pinilih P. 2011. Terung ungu (Solanum melongena L.)
sebagai tablet kontrasepsi hisap khusus pria dalam mendukung program KB
(Keluarga Berencana) [Internet]. Bogor (ID): IPB Press; [diunduh 2012
Agu 4]. Tersedia pada: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/44233.
Ariss JJ, Rhodes LH. 2007. A new race of Colletotrichum trifolii identified on
alfalfa
in
Ohio.
Plant
Disease.
91(10):1362.
doi:http://dx.doi.org/10.1094/PDIS-91-10-1362B.
Bedimo JAM, Bieysse D, Cilas C, Nottéghem JL. 2007. Spatio-temporal
dynamics of arabica Coffee Berry Disease caused by Colletottrichum
kahawae on a plot scale. Plant Disease. 91(10):1229-1236. doi:
http://dx.doi.org/10.1094/PDIS-91-10-1229.
Beura SK, Mahanta IC, Mohapatra KB. 2008. Economics and chemical control
of phomopsis twig blight and fruit rot of brinjal [abstrak]. Journal of
Mycopathological Research [Internet]. [diunduh 2013 Jan 6]; 46(1):73-76.
Tersedia pada: http://www.cabdirect.org/abstracts/20093037453.html.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Produksi sayuran di Indonesia 1997-2011
[Internet].
[diunduh
2012
Sep
2].
Tersedia
pada:
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_suby
ek=55¬ab=27.
[CABI] Centre for Agricultural Bioscience International. 2012. Phomopsis
vexans (Phomopsis blight of eggplant) [Internet]. 9 November 2012; [2012
Jan 1]; Tersedia pada: http://www.cabi.org/isc/?compid=5&dsid=40488
&loadmodule=datasheet&page=481&site=144.
Chen NC, Li HM. 1997. Cultivation and seed production of Eggplant. Di dalam:
Training Workshop on Vegetable Cultivation and Seed Production
Technology [Internet]. Shanhua (TW): Asian Vegetable Research and
Development Center. J:p 1-12; [diunduh 2012 Des 6]. Tersedia pada:
http://libnts.avrdc.org.tw/scripts/minisa.dll/
144/VAVLIB/VAVLIB_SDI_REPORT/SISN+32452?SESSIONSEARCH.
Chen YY, Conner RL, Gillard CL, Boland GJ, Babcock C, Chang KF, Hwang S,
Balasubramanian PM. 2007. A specific and sensitive method for the
detection of Colletotrichum lindemuthianum in dry bean tissue. Plant
Disease. 91(10):1271-1276. doi: http://dx.doi.org/10.1094/PDIS-91-101271.
[DEPTAN] Kementerian Pertanian. 2013. Daftar pendaftaran varietas hasil
pemuliaan tahun 2006 – Agustus 2012 [Internet]. [diunduh 2013 Jan 27].
Tersedia pada: http://ppvt.setjen.deptan.go.id/ppvtpp/downlot.php?file=
vhp_2006-2012.pdf.

21
Diab R, Mounayar A, Maalouf E, Chahine R. 2011. Beneficial effects of
Solanum melongenae (Solanaceae) peduncles extracts, in periodontal
disease. Journal of Medicinal Plant Research. [Internet]. [diunduh 2012
Sep 2]; 5(11):2309-2315. Tersedia pada: http://www.academicjournals.org/
JMPR.
Girish K, Bhat SS. 2011. Physiological variability among isolates of Phomopsis
azadirachtae from Tamil Nadu. Journal of Yeast and Fungal Research.
[Internet]. [diunduh pada 2012 Sep 4]; 2(5):65-74. Tersedia pada:
http://www.academicjournals.org/JYFR.
Islam MR, Meah MB. 2011. Association of Phomopsis vexans with eggplant
(Solanum melongenae) seeds, seedlings and its management.
The
Agriculturist. 9(1-2):8-17. doi:http://dx.doi.org/10.3329/agric.v9i1-2.9474.
Mehrotra RS, Aneja KR. 1990. An Introduction to Mycology [Internet]. New
Delhi (IN): New Age International; [diunduh 2012 Des 6]. Tersedia pada:
http://books.google.co.id/books?id=UUorj_O2dcsC&printsec=frontcover#v
=onepage&q&f=false.
Nelson S. 2008. Anthracnose of avocado [Internet]. Hawaii (US): CTAHR;
[diunduh 2013 Feb 24].
Tersedia pada : http://www.ctahr.hawaii.
edu/oc/freepubs/pdf/PD-58.pdf.
Phillips R, Rix M. 1993. Vegetables. London (GB): Pan Books.
Reddy PP. 2010. Fungal Diseases and Their Management in Horticultural
Crops. Jodhpur (IN): Scientific Publishers.
Rubatzky VE, Yamaguchi M. 1999. Sayuran Dunia: Prinsip, Produksi, dan Gizi,
Jilid 3. Ed ke-2. Herison C, penerjemah. Bandung (ID): ITB Press.
Terjemahan dari: World Vegetables: Principles, Production, and Nutrtive
Values.
Shcolnick S, Dinoor A, Tsror L. 2007. Additional vegetative compatibility
groups in Colletotrichum coccodes subpopulations from Europe and Israel.
Plant Disease. 91(7):805-808. doi: http://dx.doi.org/10.1094/PDIS-91-70805.
Sherf, A.F. MacNab, A.A. (1986). Vegetable Diseases and Their Control. Ed ke-2.
New York (US): J. Wiley.
Thippeswamy B, Krishnappa M, Chakravarthy CN, Sathisha AM, Jyothi SU,
Kumar KV. 2006. Pathogenicity and management of Phomopsis blight and
leaf spot in brinjal caused by Phomopsis vexans and Alternaria solani.
Indian Phytopathology. [Internet]. [diunduh 2013 Jan 6];59(4):475-481.
Tersedia pada: http://www.cabdirect.org/abstracts/20073094857.html.
Tondok, ET. 2006. Pemanfaatan agens biokontrol dan filtrat guano untuk
menekan penyakit busuk Phomopsis pada terong [abstrak]. Laporan
Kegiatan LPPM [Internet]. [diunduh 2012 Sep 5]. Tersedia pada:
http://repository.ipb.ac.id/ handle/123456789/7288.
Webb SE, Stansly PA, Schuster DJ, Funderburk JE. 2012. Insect management
for tomatoes, peppers, and eggplant [Internet]. [diunduh 2013 Jan
16];2(4):2-12. Tersedia pada: http://edis.ifas.ufl.edu/in169.
Williams CN, Uzo JO, Peregrine WTH. 1993. Produksi Sayuran di Daerah
Tropika. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

LAMPIRAN

23
Lampiran 1 Hasil wawancara pada musim kemarau
Kecamatan
Desa
Nama Petani
Asal Benih
Sistem Tanam
Usia Tanaman
Luas Lahan
Aplikasi Pestisida

: Rancabungur
: Bantar Kambing
: Pak Hasan
: Tanaman sebelumnya
: Tunggal
: 2 bulan
: 3000 m2
: Pencampuran insektisida berbahan aktif metomil
dan deltametrin dengan ZPT berbahan aktif
natrium orto nitrofenol
Cara Budidaya
:
 Penyemaian benih di sawah selama 20 hari
 Tanaman dipupuk saat berumur 0.5 bulan
 Pengairan dilakukan seminggu
Pengendalian Busuk Buah : Penyemprotan dengan pestisida yang dicampur saat