Shoot Production and Metabolite Content of Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) with Organic Fertilizing and Pruning

PRODUKSI PUCUK DAN KADAR METABOLIT BANGUNBANGUN (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) DENGAN
PEMUPUKAN ORGANIK DAN PEMANGKASAN

RINA EKAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Produksi Pucuk dan
Kadar Metabolit Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng)
dengan Pemupukan Organik dan Pemangkasan adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013
Rina Ekawati
NIM A252110041

RINGKASAN
RINA EKAWATI. Produksi Pucuk dan Kadar Metabolit Bangun-Bangun
(Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) dengan Pemupukan Organik dan
Pemangkasan. Dibimbing oleh SANDRA ARIFIN AZIZ dan NURI
ANDARWULAN.
Bangun-bangun telah digunakan untuk meningkatkan produksi ASI
(Lactagogue) oleh masyarakat Batak, khususnya para ibu setelah melahirkan.
Bangun-bangun mengandung senyawa metabolit sekunder antara lain: polifenol,
saponin, glikosida flavonol, minyak atsiri, flavonoid dan fenolik. Sejauh ini belum
terdapat informasi mengenai pengaruh pemupukan organik dan pemangkasan
terhadap produksi pucuk dan kadar metabolit bangun-bangun. Oleh karena itu
perlu untuk dilakukan penelitian mengenai pemupukan organik dan pemangkasan
terhadap produksi pucuk dan kadar metabolit bangun-bangun agar dapat diperoleh
standar operasional budidaya bangun-bangun yang dapat diterapkan oleh
masyarakat luas. Tujuan penelitian ini adalah untuk menerangkan pengaruh antara
pemupukan organik dan pemangkasan terhadap produksi pucuk dan kadar

metabolit bangun-bangun.
Percobaan di lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Leuwikopo,
Darmaga Bogor di bawah naungan pohon kopi dengan persentase naungan ± 35%
dan terdiri atas dua percobaan. Percobaan satu dilaksanakan mulai bulan
Desember 2012 hingga Februari 2013, sedangkan percobaan dua dilaksanakan
mulai bulan Maret hingga Mei 2013. Percobaan satu merupakan siklus panen I
sebelum pemangkasan, sedangkan percobaan dua merupakan siklus panen II
setelah pemangkasan. Rancangan penelitian yang digunakan pada percobaan satu
adalah rancangan acak kelompok (RAK) satu faktor dengan tiga ulangan.
Percobaan satu adalah percobaan pengaruh pupuk organik. Percobaan dua adalah
percobaan pengaruh pupuk organik dan pemangkasan. Perlakuan pada percobaan
satu menggunakan tiga jenis pupuk organik yaitu pupuk kandang sapi (PK), rock
phosphate (RP), dan abu sekam (AS) (dosis per hektar masing-masing untuk
perlakuan : 0 + 0 + 0; 12.3 ton PK + 1.5 ton RP + 0 AS; 12.3 ton PK + 0 RP + 5.5
ton AS; 0 PK + 1.5 ton RP + 5.5 ton AS; dan 12.3 ton PK + 1.5 ton RP + 5.5 ton
AS. Percobaan dua merupakan kelanjutan dari percobaan satu dengan tanaman
yang sama. Rancangan yang digunakan pada percobaan dua adalah split plot.
Petak utama adalah pupuk organik, sedangkan anak petaknya adalah
pemangkasan. Perlakuan pemangkasan yaitu tanpa pemangkasan dan
pemangkasan 25 cm di atas permukaan tanah. Setiap perlakuan diulang tiga kali

sehingga terdapat 30 satuan percobaan.
Hasil percobaan menunjukkan (1) Pemberian pupuk organik meningkatkan
kadar hara jaringan tanaman yang lebih tinggi dibandingkan kontrol; (2) Secara
umum, tanaman yang tidak dipanen mempunyai pertumbuhan yang lebih rendah
dari kontrol; (3) Pemberian pupuk organik tanpa disertai pemangkasan
menghasilkan pertumbuhan dan produksi pucuk yang lebih tinggi terhadap
kontrol; (4) Curah hujan yang menurun meningkatkan kadar metabolit bangunbangun, kecuali kadar total alkaloid; (5) Pemberian kombinasi pupuk lengkap
menghasilkan produksi metabolit yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol;
(6) Perlakuan pemangkasan menurunkan kadar metabolit bangun-bangun; dan (7)

Tanaman harus dipupuk secara organik dan tidak dipangkas sehingga produksi
pucuk lebih baik dan akan menghasilkan produksi metabolit yang juga lebih baik.
Kata kunci: Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng, metabolit sekunder,
phenylalanine ammonia lyase, fenolik, antosianin

SUMMARY
RINA EKAWATI. Shoot Production and Metabolite Content of Bangun-Bangun
(Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) with Organic Fertilizing and Pruning.
Supervised by SANDRA ARIFIN AZIZ and NURI ANDARWULAN.
Bangun-bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) has been used

as breast milk stimulant (Lactagogue) by Bataknese people (especially mothers
after childbirth) in Indonesia for hundreds of years. Bangun-bangun contains
secondary metabolite i.e. polyphenol, saponin, glycoside, aromatic compounds,
flavonoid and phenolic. No information was found on the effect of organic
fertilizing and pruning on shoot production and metabolite content of bangunbangun therefore, the research about organic fertilizing and pruning were needed
on shoot production and metabolite content of bangun-bangun to get standar
operasional procedure (SOP) crop management of bangun-bangun. The objectives
of the research was to investigate the effect of organic fertilizing and pruning on
shoot production and metabolite compounds of bangun-bangun.
Two field experiments had been conducted at the IPB experimental station
(Bogor, Indonesia), under the shade of coffee tree with shade percentage of ± 35%.
The first experiment was conducted in December 2012 – February 2012, whereas
the second experiment was in March – May 2013. The first experiment was the
first harvest cycle before pruning, whereas the second experiment was the second
harvest cycle after pruning. The first experiment used three types of organic
fertilizer i.e. cow manure (CM), rock phosphate (RP), and rice-hull ash (RH) (rate
ha-1 for each treatment : 0 + 0 + 0; 12.3 t CM + 1.5 t RP + 0 RH; 12.3 t CM + 0
RP + 5.5 t RH; 0 CM + 1.5 t RP + 5.5 t RH; and 12.3 t PK + 1.5 t RP + 5.5 t RH.
Each treatment was repeated three times. The second experiment was laid out in
split plot design and the main plot was organic fertilizer, whereas sub plot was

pruning. Pruning treatment was without pruning and pruning 25 cm above ground.
Each treatment was repeated three times.
The result showed that (1) Application of organic fertilizer resulted higher
plant nutrient content (N, P, and K) than control, (2) Without harvesting, bangunbangun had slower growth than control, (3) Application of organic fertilizer
without pruning gave higher growth and shoot production than control, (4) The
decreased of rain intensity increased metabolite content, (5) Application of
complete organic fertilizer gave higher metabolite production than control, (6)
Pruning decreased metabolite content, (7) Bangun-bangun need to be fertilized
organically and should not be pruned.
Keywords: Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng, secondary metabolite,
phenylalanine ammonia lyase, phenolic, anthocyanin

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PRODUKSI PUCUK DAN KADAR METABOLIT BANGUNBANGUN (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) DENGAN
PEMUPUKAN ORGANIK DAN PEMANGKASAN

RINA EKAWATI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof Dr Ir Munif Ghulamahdi, MSi


Judul Tesis

Nama
NIM

: Produksi Pucuk dan Kadar Metabolit Bangun-Bangun
(Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) dengan Pemupukan
Organik dan Pemangkasan
: Rina Ekawati
: A252110041

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Sandra Arifin Aziz, MS
Ketua

Prof Dr Ir Nuri Andarwulan, MSi
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Agronomi dan Hortikultura

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Munif Ghulamahdi, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:
31 Juli 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2012 ini adalah

pemupukan dan pemangkasan, dengan judul Produksi Pucuk dan Kadar Metabolit
Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) dengan Pemupukan
Organik dan Pemangkasan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada komisi pembimbing Prof Dr Ir
Sandra Arifin Aziz, MS dan Prof Dr Ir Nuri Andarwulan, MSi yang telah
berkenan memberikan arahan dan bimbingan, dosen penguji luar komisi Prof Dr
Ir Munif Ghulamahdi, MSi yang telah memberikan banyak saran serta Dr Ir Maya
Melati, MS. MSc yang telah berkenan menjadi wakil dari Program Studi
Agronomi dan Hortikultura. Ucapan terima kasih atas sebagian biaya penelitian
dari SEAFAST Center IPB melalui Tropical Plant Curriculum Project. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas
segala doa dan kasih sayangnya. Rekan seperjuangan Ismail Saleh, rekan-rekan
W7L6, Nur Aisyah, Nuris GS atas do’a dan dukungannya, serta rekan–rekan
mahasiswa mahasiswa pascasarjana Departemen Agronomi dan Hortikultura
Tahun 2011 yang telah memberikan dukungan serta kerjasamanya selama penulis
menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB. Selain itu, ucapan terima
kasih juga disampaikan kepada staf, laboran (Pak Bambang Hermawan dan Mbak
Juliana Hajar), kepala dan staf Kebun Percobaan Leuwikopo atas kerjasama dan
bantuannya selama penelitian.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, September 2013
Rina Ekawati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah

Tujuan Penelitian
Hipotesis Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3
4
4
4
4

2 METODE PENELITIAN

6

Tempat dan Waktu
Bahan
Alat
Percobaan 1
Percobaan 2
Prosedur Analisis Data

6
6
6
6
8
9

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

9

Percobaan 1. Produksi Pucuk dan Kadar Metabolit Bangun-Bangun dengan
Pemupukan Organik
Kondisi umum
Pertumbuhan tanaman tanpa pemanenan
Produksi pucuk bangun-bangun
Kadar metabolit bangun-bangun
Produksi metabolit bangun-bangun

9
9
11
14
15
19

Percobaan 2. Produksi Pucuk dan Kadar Metabolit Bangun-Bangun dengan
Pemupukan Organik dan Pemangkasan
Kondisi umum
Pertumbuhan tanaman tanpa pemanenan
Kadar metabolit bangun-bangun
Produksi metabolit bangun-bangun

22
22
22
29
30

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

50
50
50

DAFTAR PUSTAKA

50

RIWAYAT HIDUP

60

vi

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

Kombinasi perlakuan pupuk organik
Curah hujan mingguan (mm)
Kadar hara tanah dan jaringan tanaman bangun-bangun dengan
pemupukan organik
pH dan C-organik tanah dengan pemupukan organik
Laju tumbuh relatif dan laju asimilasi bersih tanaman bangun-bangun
dengan pemupukan organik tanpa pemanenan pada tiga interval panen
Tinggi tanaman bangun-bangun dengan pemupukan organik dan
pemanenan umur 8 dan 12 MST
Jumlah cabang bangun-bangun dengan pemupukan organik dan
pemanenan umur 8 dan 12 MST
Lebar tajuk bangun-bangun dengan pemupukan organik dan pemanenan
umur 8 dan 12 MST
Bobot per pucuk dan jumlah pucuk per tanaman bangun-bangun dengan
pemupukan organik umur 8 dan 12 MST
Produksi pucuk bangun-bangun dengan pemupukan organik
Aktivitas PAL, kadar total fenolik dan antosianin dengan pemupukan
kontrol dan organik pada umur 8 MST
Aktivitas PAL, kadar total fenolik dan antosianin dengan pemupukan
kontrol dan organik pada umur 12 MST
Kadar total saponin dan alkaloid bangun-bangun dengan pemupukan
organik pada umur 8 dan 12 MST
Rata-rata aktivitas PAL, kadar total fenolik, dan antosianin dengan
pemupukan organik dari umur 8 dan 12 MST
Rata-rata kadar total saponin dan alkaloid bangun-bangun dengan
pemupukan organik dari umur 8 dan 12 MST
Produksi pucuk kering ha-1, total fenolik, dan antosianin bangunbangun dengan pemupukan organik
Produksi total saponin dan alkaloid bangun-bangun dengan pemupukan
organik
Kondisi curah hujan mingguan selama percobaan dua
Laju tumbuh relatif bangun-bangun dengan pemupukan organik dan
pemangkasan tanpa pemanenan umur 17-21 MST
Laju asmilasi bersih bangun-bangun dengan pemupukan organik dan
pemangkasan tanpa pemanenan umur 17-21 MST
Tinggi dan pertambahan tinggi tanaman bangun-bangun dengan
pemupukan organik dan pemangkasan umur 17-19 MST
Interaksi pupuk organik dan pemangkasan terhadap pertambahan tinggi
tanaman (cm) bangun-bangun umur 18 MST
Interaksi pupuk organik dan pemangkasan terhadap tinggi tanaman
(cm) bangun-bangun umur 19 MST
Jumlah dan pertambahan jumlah cabang bangun-bangun dengan
pemupukan organik dan pemangkasan umur 17-19 MST
Lebar tajuk dan pertambahan lebar tajuk bangun-bangun dengan
pemupukan organik dan pemangkasan umur 17-19 MST

7
10
10
11
12
12
13
13
14
15
16
16
17
18
18
19
20
22
23
24
25
25
26
26
27

vii

26 Interaksi pupuk organik dan pemangkasan terhadap lebar tajuk bangunbangun umur 19 MST
27 Bobot basah pucuk dengan pemupukan organik dan tanpa pemangkasan
pada umur 17 dan 20 MST
28 Produksi pucuk total dan ha-1 dengan pemupukan organik tanpa
pemangkasan
29 Aktivitas PAL dengan pemupukan organik dan kontrol pada umur 17
dan 20 MST dengan pemupukan organik tanpa pemangkasan
30 Kadar total fenolik, antosianin, total saponin, dan alkaloid dengan
pemupukan organik dan kontrol tanpa pemangkasan pada umur 17
MST
31 Kadar total fenolik, antosianin, total saponin, dan alkaloid dengan
pemupukan organik dan kontrol tanpa pemangkasan pada umur 20
MST
32 Produksi ha-1 metabolit bangun-bangun dengan pemupukan organik
tanpa pemangkasan
33 Produksi total aktivitas PAL, fenolik, dan antosianin bangun-bangun
dengan pemupukan organik tanpa pemangkasan
34 Produksi total saponin dan alkaloid bangun-bangun dengan pemupukan
organik tanpa pemangkasan

27
28
28
29

29

30
30
49
49

DAFTAR GAMBAR
1

Bagan alir penelitian produksi pucuk dan kadar metabolit bangunbangun dengan pemupukan organik dan pemangkasan.
2 Histogram intensitas curah hujan dengan kadar metabolit pucuk
bangun-bangun pada pemanenan umur 8 dan 12 MST.
3 Histogram intensitas curah hujan dengan kadar metabolit pucuk
bangun-bangun pada pemanenan umur 17 dan 20 MST.
4 Peningkatan kadar hara jaringan dengan pemberian pupuk organik
terhadap perlakuan tanpa pemupukan
5 Peningkatan LTR bangun-bangun tanpa pemanenan dengan pemberian
pupuk organik umur 8-20 MST terhadap kontrol.
6 Peningkatan LAB bangun-bangun tanpa pemanenan dengan pemberian
pupuk organik umur 8-20 MST terhadap kontrol.
7 Peningkatan tinggi tanaman bangun-bangun dengan pemberian pupuk
organik dan pemanenan berulang umur 8-20 MST terhadap kontrol.
8 Peningkatan jumlah cabang bangun-bangun dengan pemberian pupuk
organik dan pemanenan berulang umur 8-20 MST terhadap kontrol.
9 Peningkatan lebar tajuk bangun-bangun dengan pemberian pupuk
organik dan pemanenan berulang umur 8-20 MST terhadap kontrol
10 Peningkatan bobot per pucuk bangun-bangun dengan pemberian pupuk
organik dan pemanenan berulang umur 8-20 MST terhadap kontrol.
11 Peningkatan jumlah pucuk tanaman-1 bangun-bangun dengan pemberian
pupuk organik dan pemanenan berulang umur 8-20 MST terhadap
kontrol.
12 Peningkatan produksi basah pucuk bangun-bangun dengan pemberian
pupuk organik umur 8-20 MST terhadap kontrol.

5
21
32
34
35
36
37
37
38
40

40
41

viii

13 Peningkatan produksi kering pucuk bangun-bangun dengan pemberian
pupuk organik dan pemanenan berulang umur 8-20 MST terhadap
kontrol.
14 Peningkatan produksi basah pucuk ha-1 bangun-bangun dengan
pemberian pupuk organik dan pemanenan berulang terhadap kontrol.
15 Peningkatan produksi kering pucuk ha-1 bangun-bangun dengan
pemberian pupuk organik dan pemanenan berulang terhadap kontrol.
16 Skema sederhana lintasan biosintesis metabolit primer dan sekunder
pada tumbuhan.
17 Kadar metabolit bangun-bangun dengan pemberian pupuk organik
umur 8-20 MST.
18 Kadar metabolit bangun-bangun dengan pemberian pupuk organik
umur 8-20 MST.
19 Kadar metabolit bangun-bangun dengan pemberian pupuk organik
umur 8-20 MST.

41
41
42
43
46
47
48

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Persiapan contoh untuk analisis protein dan aktivitas enzim (Dangcham
et al. 2008)
Analisis protein (metode Lowry 1951, Waterborg 2002)
Analisis aktivitas PAL (Dangcham et al. 2008)
Persiapan contoh untuk analisis kadar total fenolik
Analisis kadar total fenolik metode folin-ciocalteau, Mualim 2012
dengan sedikit modifikasi)
Analisis kadar total antosianin (Sims & Gamon 2002)
Analisis total saponin (Fathonah & Sugiyarto 2009 yang telah
dimodifikasi)
Analisis total alkaloid (Shamsa et al. 2008 dengan sedikit modifikasi)
Rumus perhitungan laju tumbuh relatif (LTR) dan laju asimilasi bersih
(LAB) (Sitompul dan Guritno 1995)

57
57
57
57
58
58
58
59
59

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam penyediaan bahan
baku tumbuhan obat karena sumberdaya tersebut tersimpan di dalam hutan dan
belum termanfaatkan dengan baik. Kekayaan alam tumbuhan obat Indonesia
terdiri atas 30.000 jenis tumbuhan dari total 40.000 jenis tumbuhan di dunia,
dimana 940 jenis di antaranya merupakan tumbuhan berkhasiat obat (jumlah ini
merupakan 90% dari jumlah tumbuhan obat di kawasan Asia). Berdasarkan hasil
penelitian, dari sekian banyak jenis tanaman obat sekitar 20-22% yang
dibudidayakan, sedangkan sekitar 78% diperoleh melalui pengambilan langsung
(eksplorasi) dari hutan (Nugroho 2010). Tanaman obat merupakan sumber
beberapa bahan aktif biologis yang tidak dapat digantikan oleh obat-obatan buatan
yang lain, sebagai bahan dasar untuk proses semi sintetik pada industri
farmakologis, digunakan dalam industri kosmetik, makanan, minuman, dan
biofarmakologi yang menyebabkan permintaan tanaman obat tinggi (Hornok
1992).
Saat ini pemanfaatan tanaman obat semakin berkembang. Hal ini dapat
dilihat dari perkembangan industri jamu di Indonesia yang semakin meningkat
(Mualim et al. 2009). Perkembangan industri jamu di Indonesia juga tidak
terlepas dari kesadaran masyarakat Indonesia untuk hidup sehat dengan memakai
sesuatu yang alami (back to nature) karena banyaknya bahan makanan dan obat
sintetis yang mulai ditinggalkan karena dirasa terlalu mahal dengan efek samping
yang cukup membahayakan bagi kesehatan (Lestari 2007).
Salah satu jenis tumbuhan liar yang berpotensi dan berkhasiat obat adalah
bangun-bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng). Bangun-bangun
termasuk ke dalam famili Lamiaceae. Bangun-bangun merupakan tanaman daerah
tropis yang daunnya memiliki aroma yang khas sehingga dikenal sebagai tanaman
aromatik dan juga berfungsi sebagai tanaman obat. Beberapa negara di Asia dan
Afrika sekitar 80% penduduknya bergantung pada obat tradisional untuk
memelihara kesehatan (WHO 2008). Bangun-bangun telah digunakan untuk
meningkatkan produksi ASI (Lactagogue) oleh masyarakat Batak, khususnya para
ibu setelah melahirkan (Damanik et al. 2006). Bagian tanaman bangun-bangun
yang banyak digunakan adalah daunnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Santosa dan Hertiani (2005) menunjukkan bahwa bangun-bangun mengandung
senyawa metabolit sekunder antara lain: polifenol, saponin, glikosida flavonol dan
minyak atsiri. Coleus atau Plectranthus merupakan jenis herba aromatik yang
mengandung flavonoid dan fenolik (Rasineni et al. 2008). Flavonoid adalah salah
satu kelompok fenolik (Mualim 2012). Menurut Ververidis et al. (2007)
antosianin adalah bagian dari komponen flavonoid yang memiliki efek
antioksidan yaitu cardioprotective.
Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi produksi tanaman
adalah ketersediaan hara di dalam tanah. Ketersediaan hara di dalam tanah dapat
diberikan melalui pemupukan, seperti pemupukan organik. Pemupukan bertujuan
untuk memberikan tambahan hara ke dalam tanah yang tidak tersedia di dalam

2
tanah sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik (Hardjowigeno 2003). Pupuk
organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan atau
bagian hewan dan atau limbah organik lainnya yang telah melalui proses rekayasa,
berbentuk padat atau cair, dapat diperkaya dengan bahan mineral dan atau
mikroba, yang bermanfaat untuk meningkatkan kadar hara dan bahan organik
tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (Peraturan Menteri
Pertanian No. 70/Permentan/SR.140/10/2011).
Pupuk organik atau bahan organik tanah merupakan sumber nitrogen tanah
yang utama, selain itu peranannya cukup besar terhadap perbaikan sifat fisika,
kimia biologi tanah serta lingkungan. Pupuk organik yang ditambahkan ke dalam
tanah akan mengalami beberapa kali fase perombakan oleh mikroorganisme tanah
untuk menjadi humus atau bahan organik tanah (Suriadikarta dan Simanungkalit
2006). Penggunaan pupuk organik dapat meningkatkan ketersediaan hara dalam
tanah, aktivitas mikroorganisme, memperbaiki struktur tanah, dan mikroba tanah
(Dauda et al. 2008; Tu et al. 2006). Penelitian sebelumnya menunjukkan adanya
pengaruh pupuk organik terhadap produksi kolesom. Hasil penelitian Susanti et al.
(2008) menunjukkan bahwa pupuk kandang ayam dengan dosis 15 ton ha-1
merupakan dosis terbaik yang menghasilkan produksi biomassa tertinggi yaitu
10.73 g bobot kering daun dan 6.36 g bobot kering umbi per tanaman kolesom.
Hasil penelitian Farchany (2012) menyatakan bahwa pemberian kombinasi pupuk
organik 5.3 ton ha-1 pupuk kandang sapi + 138.1 kg ha-1 guano + 8.2 ton ha-1 abu
sekam dapat meningkatkan bobot pucuk layak jual kolesom sampai dengan
25.67 % dari pemberian pupuk anorganik. Mualim (2012) menyatakan bahwa
kolesom dengan pupuk organik di musim kemarau memberikan produksi pucuk
37% lebih tinggi dari kolesom yang diberi pupuk inorganik.
Penelitian ini menggunakan tiga jenis pupuk organik yaitu pupuk kandang
sapi (sumber N), rock phosphate (sumber P), dan abu sekam (sumber K). Walau
demikian, masing-masing dari pupuk organik mengandung hara yang lengkap.
Hasil penelitian Mahmoud et al. (2009) menunjukkan bahwa pemberian pupuk
kandang dapat meningkatkan ketersediaan C-organik, N, dan P yang lebih tinggi
jika dibandingkan dengan pemberian pupuk N inorganik. Pupuk rock phosphate
(fosfat alam) merupakan sumber P serta mengandung P dan Ca yang cukup tinggi
(Rochayati et al. 2011). Rock phosphate berpotensi untuk dijadikan sebagai pupuk
organik, terutama sebagai pupuk sumber P. Rock phosphate sebenarnya adalah
jenis batuan mineral yang berasal dari alam dan menurut Standar Nasional
Indonesia (SNI) 01-6729-2002, rock phosphate digolongkan sebagai bahan untuk
penyubur tanah dan digunakan untuk produksi pangan organik. Sekam padi
sebagai salah satu limbah pertanian juga mengandung unsur hara dan dapat
diproses untuk dijadikan abu sekam. Abu sekam padi banyak mengandung unsur
hara K sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk terutama sebagai sumber
kalium bagi tanaman. Menurut Priyadharshini & Seran (2009), abu sekam dapat
digunakan sebagai pengganti pupuk K inorganik. Oleh karena itu, pupuk kandang
sapi, rock phosphate, dan abu sekam dipilih sebagai pupuk sumber N, P, dan K
organik pada penelitian ini.
Selain pemupukan, salah satu tindakan agronomis yang dapat dilakukan
untuk memperbaiki teknik budidaya tanaman dalam rangka meningkatkan
produksi adalah dengan melakukan pemangkasan. Pemangkasan pada tanaman
bangun-bangun bertujuan untuk menghasilkan pucuk yaitu daun muda dengan

3
tunas apikalnya, seperti yang dilakukan pada tanaman teh. Pemangkasan
merupakan salah satu kegiatan budidaya dalam pemeliharaan teh menjadi perdu,
agar teh dapat dipetik dengan mudah, cepat, dan efisien sehingga diperoleh jumlah
pucuk yang banyak. Kegiatan ini bertujuan untuk membentuk bidang petik seluas
mungkin dan merangsang pertumbuhan tunas-tunas baru sehingga mampu
menghasilkan pucuk dalam jumlah yang besar (Setyamidjaja 2000).
Selain itu, pemangkasan juga untuk membentuk cabang baru.
Pembentukan cabang melalui pemangkasan cabang primer bertujuan untuk
mengoptimalkan intersepsi cahaya dan mengarahkan pertumbuhan dan
perkembangan cabang dan tunas kearah yang menguntungkan (Hariyadi et al.
2011). Pemangkasan produksi pada tanaman mangga dilakukan dengan
memangkas cabang mangga untuk merangsang terbentuknya tunas vegetatifgeneratif sehingga bidang percabangan lebih luas dan memungkinkan untuk
meningkatkan produksi (Hidayat 2005). Pemanenan bagian pucuk tanaman adalah
salah satu bentuk pemangkasan. Hasil penelitian Susanti (2012) menyatakan
bahwa interval panen 15 hari direkomendasikan untuk budidaya kolesom yang
mengutamakan hasil dan kualitas pucuk. Hal tersebut karena pemanenan pucuk
dengan interval panen 15 hari dapat menunda waktu pembungaan dan masa
senescence, tetapi tidak dapat menghambat munculnya bunga setelah panen ketiga
yang menyebabkan penurunan hasil yang ditandai dengan ukuran pucuk yang
mengecil.
Sejauh ini belum terdapat informasi mengenai pengaruh pemupukan
organik dan pemangkasan terhadap produksi pucuk dan kadar metabolit bangunbangun. Oleh karena itu perlu untuk dilakukan penelitian mengenai pemupukan
organik dan pemangkasan terhadap produksi pucuk dan kadar metabolit bangunbangun agar dapat menghasilkan suatu paket budidaya tanaman yang dapat
diterapkan di lapang.
Perumusan Masalah
Bangun-bangun merupakan sayuran bergizi (sebagai laktagogum) dan
berkhasiat obat karena mengandung senyawa metabolit primer dan sekunder.
Produksi pucuk dan kadar metabolit bangun-bangun dapat ditingkatkan melalui
kegiatan budidaya tanaman, seperti pemupukan organik dan mungkin dengan
waktu pemanenan dari pucuk bangun-bangun.
Pemupukan organik saat ini penting untuk dilakukan terutama untuk
budidaya tanaman obat. Pupuk organik selain dapat meningkatkan ketersediaan
hara di dalam tanah juga dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.
Pemanenan pucuk dapat dilakukan berkali-kali tetapi dengan masa produksi yang
terbatas, sehingga diperlukan usaha untuk memperpanjang masa produksi pucuk
melalui pemangkasan.
Belum ada hasil penelitian yang memberikan informasi mengenai
pengaruh pemupukan organik dan pemangkasan terhadap produksi pucuk dan
kadar metabolit bangun-bangun seperti aktivitas enzim phenylalanine ammonia
lyase (PAL), total fenolik, antosianin, total saponin, dan alkaloid. Pemberian
pupuk organik dan pemangkasan diharapkan dapat membantu untuk
meningkatkan produksi pucuk dan kadar metabolit bangun-bangun.

4
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian dari penelitian ini adalah menerangkan pengaruh
pemupukan organik dan pemangkasan terhadap produksi pucuk dan kadar
metabolit bangun-bangun.

Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat
pemupukan organik dan pemangkasan yang menghasilkan produksi pucuk dan
kadar metabolit bangun-bangun terbaik.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi awal untuk penyusunan
SOP (Standar Operating Procedure) sayuran bangun-bangun. Selain itu, juga
memberikan informasi tentang peningkatan kadar metabolit bangun-bangun
seperti total fenolik, antosianin, total saponin, total alkaloid, dan aktivitas enzim
phenylalanine ammonia lyase (PAL), melalui pemupukan organik dan
pemangkasan.
Ruang Lingkup Penelitian
Tujuan penelitian dan hipotesis dijawab dengan melakukan serangkaian
percobaan (Gambar 1). Percobaan satu dan dua merupakan percobaan lapangan
yang dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Leuwikopo, Darmaga Bogor.
Berdasarkan data curah hujan harian selama enam bulan terakhir dari Stasiun
Klimatologi Darmaga, Bogor maka percobaan satu dilaksanakan pada bulan
Desember 2012 hingga Februari 2013, sedangkan percobaan dua dilaksanakan
pada bulan Maret-Juni 2013. Percobaan satu merupakan siklus panen satu
sebelum pemangkasan yang bertujuan untuk menjawab pengaruh jenis pupuk
organik terhadap produksi pucuk, biomassa, dan kadar metabolit bangun-bangun;
sedangkan percobaan dua merupakan siklus panen dua setelah pemangkasan yang
bertujuan untuk menjawab pengaruh pemupukan organik dan pemangkasan
terhadap produksi pucuk, biomassa, dan kadar metabolit bangun-bangun.

5
Percobaan 1 (siklus panen I)
Jenis pupuk organik

Kadar
metabolit

Pertumbuhan
tanpa
pemanenan

Percobaan 2 (siklus panen II)
Jenis pupuk organik +
pemangkasan

Pertumbuhan
tanpa
pemanenan

Pertumbuhan
dengan
pemanenan

Panen I
(kriteria
panen)

Panen II

Kadar
metabolit

Pertumbuhan
dengan
pemanenan

Panen I
(kriteria
panen)

Panen II

Pemangkasan

Output :
Jenis pupuk organik terbaik

Output :
Jenis pupuk organik dan
pemangkasan terbaik

Jenis pupuk organik dan pemangkasan terbaik untuk peningkatan
produksi pucuk dan kadar metabolit bangun-bangun

Gambar 1 Bagan alir penelitian produksi pucuk dan kadar metabolit bangunbangun dengan pemupukan organik dan pemangkasan.

6

2 METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Ilmu dan Teknologi Benih
IPB Leuwikopo, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat di bawah
naungan pohon kopi dengan persentase naungan ± 35%, pada bulan Desember
2012-Juni 2013. Lokasi kebun berada pada ketinggian tempat lebih kurang 190 m
di atas permukaan laut. Laboratorium yang digunakan adalah Plant Analysis and
Chromatography Laboratory, Spectrophotometry Laboratory, dan Post-Harvest
Laboratory (Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB);
dan Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas
Pertanian, IPB.

Bahan
Bahan yang digunakan untuk percobaan lapangan adalah setek batang
bangun-bangun, arang sekam, kapur pertanian, pupuk kandang sapi, rock
phosphate (RP), dan abu sekam. Bahan untuk analisis kimia yang digunakan
adalah metanol, pereaksi folin-ciocalteu, sodium karbonat, kalium asetat,
kloroform, asam asetat, asam sulfat, bromocresol green, natrium difosfat, asam
sitrat, buffer protein, asam galat, dan saponin produksi Merck Co. (Jerman).
Semua bahan kimia yang digunakan dalam analisis kimia memiliki kualitas pro
analysis (analytical grade).

Alat
Peralatan yang digunakan untuk analisis kimia meliputi Shimadzu UV1800 spectrophotometer (Japan) yang dihubungkan dengan UV probe 2.34 untuk
analisis spektofotometri, Centrifuge heraeus labofuge-400R, Eyela waterbath SB24 untuk inkubasi larutan campuran ekstrak, dan freeze dryer Flexy-DryTM MP
(USA).

Percobaan 1
Produksi Pucuk dan Kadar Metabolit Bangun-Bangun dengan Pemupukan
Organik
Tujuan : mempelajari kaitan antara pemupukan organik dengan produksi pucuk
dan kadar metabolit bangun-bangun
Rancangan percobaan dan perlakuan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok
(RAK) dengan satu faktor yaitu pemupukan organik sebagai perlakuan dengan
lima kombinasi perlakuan pupuk organik (Tabel 1). Setiap perlakuan diulang
sebanyak tiga kali sehingga diperoleh 15 satuan percobaan. Setiap satuan

7
percobaan terdiri atas 10 tanaman contoh. Dosis pupuk kandang sapi dan abu
sekam yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada dosis yang digunakan
pada penelitian Farchany (2012) pada tanaman kolesom.
Tabel 1 Kombinasi perlakuan pupuk organik
Perla
kuan

P0
P1
P2
P3
P4

Pupuk organik (ton ha-1)
Pupuk
kandang sapi
(PK)1
0
12.3
12.3
0
12.3

Rock
phosphate
(RP)2
0
1.5
0
1.5
1.5

Abu sekam
(AS)1
0
0
5.5
5.5
5.5

Sumbangan hara dari pupuk
organik (kg ha-1)
N
P
K

0
160.1
169.0
9.1
169.1

0
30.6
19.2
23.6
36.7

0
40.3
100.0
60.3
100.3

1

kadar N 1.29 % dan 3 kadar K2O 1.10 % (Farchany 2012)
kadar P2O5 2.87 % (Laboratorium Dept. ITSL 2012)
P0: tanpa pupuk/kontrol; P1: PK + RP; P2: PK + AS; P3: RP + AS; P4: PK + RP + AS
2

Pelaksanaan percobaan
Bahan tanam yang digunakan pada pembibitan adalah setek batang
bangun-bangun dengan panjang ± 10-15 cm yang terdiri atas tiga buku.
Pembibitan dilakukan terlebih dahulu untuk keperluan bahan tanam agar
mendapatkan bibit yang seragam dan dilakukan selama tiga minggu sebelum
tanam. Pembibitan setek batang dilakukan dalam kantong plastik (polybag) yang
telah dilubangi dengan media campuran tanah dan pupuk kandang sapi (2:1/v:v).
Perlakuan dasar berupa arang sekam dan kapur pertanian (kaptan) yang
diberikan dua minggu sebelum penanaman setek di lapangan. Arang sekam (2 ton
ha-1) diberikan dengan cara dilarik per baris tanam, sedangkan kaptan (2 ton ha-1)
diberikan dengan cara ditebar secara merata di lahan. Perlakuan pupuk organik
diberikan satu minggu sebelum tanam. Pupuk kandang sapi dan abu sekam
diberikan dengan cara dilarik per baris tanam, sedangkan rock phosphate
diberikan per tanaman. Bibit bangun-bangun yang telah berumur tiga minggu dan
memiliki empat pasang daun kemudian ditanam pada petakan dengan ukuran 5 m
x 5 m (25 m2 petak-1) dengan jarak tanam 50 cm x 50 cm (populasi 40.000
tanaman ha-1, 100 tanaman 25 m-2).
Kriteria panen pucuk bangun-bangun adalah ketika pucuk telah memiliki
tiga pasang daun yang membuka sempurna dan menyisakan satu pasang daun.
Panen pertama dilakukan pada saat 8 minggu setelah tanam (MST), sedangkan
panen kedua dilakukan pada saat 12 MST. Umur panen dihitung sejak pembibitan
dimulai.

Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan tanaman tanpa pemanenan
dan pertumbuhan disertai dengan pemanenan. Pengamatan pertumbuhan tanaman
tanpa pemanenan yaitu (1) laju tumbuh relatif (LTR); (2) laju asimilasi bersih
(LAB). Pengamatan pertumbuhan dengan pemanenan yaitu (1) tinggi tanaman
(umur 8 dan 12 MST); (2) jumlah cabang (umur 8 dan 12 MST); (3) lebar tajuk

8
(umur 8 dan 12 MST); (4) bobot per pucuk; (5) jumlah pucuk per tanaman; (6)
bobot basah pucuk per tanaman yang telah memenuhi kriteria panen pucuk; (7)
kadar antosianin (Sims dan Gamon 2002); (8) kadar total fenolik (Mualim 2012);
(9) enzim yang terkait dengan biosintesis senyawa fenolik: phenylalanine
ammonia lyase (PAL) menurut metode Dangcham et al. (2008); (10) kadar total
saponin menurut metode Fathonah dan Sugiyarto (2009) yang telah dimodifikasi;
dan (11) kadar total alkaloid menurut metode Shamsa et al. (2008) dengan sedikit
modifikasi. Bahan untuk analisis kadar total fenolik dan alkaloid menggunakan
pucuk bangun-bangun kering hasil freeze drying yang diekstrak menggunakan
methanol dan supernatannya digunakan untuk analisis, sedangkan total saponin
diekstrak menggunakan larutan etanol 70%. Analisis kadar metabolit dilakukan
pada bagian pucuk bangun-bangun yang dipanen. Semua peubah diamati dan
dianalisis pada umur 8 dan 12 MST. Analisis tanah dilakukan pada saat awal dan
akhir penelitian, sedangkan analisis kadar hara jaringan tanaman dilakukan pada
akhir penelitian. Sampel tanah dan tanaman yang digunakan untuk analisis tanah
dan hara tanaman adalah komposit dari tiga ulangan. Data curah hujan mingguan
diambil dari Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor.

Percobaan 2
Produksi Pucuk dan Kadar Metabolit Bangun-Bangun dengan Pemupukan
Organik dan Pemangkasan
Tujuan : menerangkan kaitan antara pemupukan organik dan pemangkasan
terhadap produksi pucuk dan kadar bahan metabolit bangun-bangun.
Rancangan percobaan dan perlakuan
Percobaan dua ini merupakan kelanjutan dari percobaan satu dengan
tanaman yang sama, namun menggunakan rancangan percobaan yang berbeda.
Rancangan yang digunakan pada percobaan ini adalah split plot. Petak utama
adalah pupuk organik, sedangkan anak petaknya adalah pemangkasan. Perlakuan
pemangkasan yaitu tanpa pemangkasan dan pemangkasan 25 cm di atas
permukaan tanah. Setiap perlakuan diulang tiga kali sehingga terdapat 30 satuan
percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari lima tanaman contoh.
Pemangkasan dilakukan dengan menyisakan 4-6 cabang yang dipelihara.

Pelaksanaan percobaan
Lahan yang digunakan pada percobaan ini adalah sama dengan percobaan
satu. Petakan yang sudah ditanami bangun-bangun pada percobaan satu
selanjutnya dibersihkan dari gulma dan dibuat larikan disamping tanaman untuk
aplikasi pupuk organik yang kedua, selanjutnya populasi tanaman bangun-bangun
pada petakan tersebut dibagi menjadi dua untuk perlakuan tanpa pemangkasan
dan pemangkasan 25 cm. Perlakuan pupuk organik dengan dosis yang sama
dengan percobaan satu diberikan satu minggu sebelum pemangkasan. Pupuk
kandang sapi dan abu sekam diberikan dengan cara dilarik per baris tanam,
sedangkan rock phosphate diberikan per tanaman. Pemangkasan dilakukan pada
umur tanaman 15 MST. Perlakuan pemangkasan 25 cm dilakukan dengan cara

9
tanaman bangun-bangun dipangkas berat dan disisakan 25 cm di atas permukaan
tanah.
Kriteria panen pucuk bangun-bangun adalah ketika pucuk telah memiliki
tiga pasang daun yang membuka sempurna dan menyisakan satu pasang daun.
Panen pertama dilakukan pada saat umur 17 MST, sedangkan panen kedua
dilakukan pada saat 20 MST. Umur panen dihitung sejak pembibitan dimulai.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan tanaman tanpa pemanenan
dan pertumbuhan disertai dengan pemanenan. Pengamatan pertumbuhan tanaman
tanpa pemanenan meliputi: laju tumbuh relatif (LTR) dan laju asimilasi bersih
(LAB) yang dilakukan pada umur 17, 19, dan 21 MST. Pengamatan pertumbuhan
dengan pemanenan meliputi: pertambahan tinggi tanaman (umur 17-19 MST),
pertambahan jumlah cabang (umur 17-19 MST), pertambahan lebar tajuk (umur
17-19 MST); produksi pucuk yang telah memenuhi kriteria panen. Pengamatan
terhadap kadar metabolit yaitu (1) kadar antosianin (Sims dan Gamon 2002), (2)
kadar total fenolik (Mualim 2012), (3) enzim yang terkait dengan biosintesis
senyawa fenolik: phenylalanine ammonia lyase (PAL) menurut metode
Dangcham et al. (2008), (4) kadar total saponin menurut metode Fathonah dan
Sugiyarto (2009) yang telah dimodifikasi, dan (5) kadar total alkaloid menurut
metode Shamsa et al. (2008) dengan sedikit modifikasi. Bahan untuk analisis
kadar total fenolik dan alkaloid menggunakan pucuk bangun-bangun kering hasil
freeze drying yang diekstrak menggunakan metanol dan supernatannya digunakan
untuk analisis, sedangkan total saponin menggunakan pucuk kering hasil freeze
drying yang diekstrak menggunakan larutan etanol 70%. Semua peubah diamati
dan dianalisis pada umur 17 dan 20 MST. Data curah hujan mingguan diambil
dari Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor.
Prosedur Analisis Data
Data dianalisis menggunakan statistika inferensia. Post-hoc test dilakukan
menggunakan uji Tukey (Honestly Significant Difference/HSD) pada taraf nyata
(α) 5% untuk membedakan nilai tengah antar perlakuan.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan 1. Produksi Pucuk dan Kadar Metabolit Bangun-Bangun dengan
Pemupukan Organik
Kondisi umum
Curah hujan
Data curah hujan selama percobaan satu berlangsung (bulan Januari
hingga Februari 2013) menunjukkan bahwa percobaan satu berada pada kondisi
musim hujan (Tabel 2). Rata-rata curah hujan mingguan tertinggi terjadi pada
bulan Januari yang menyebabkan kelembaban meningkat. Kondisi curah hujan

10
pada bulan Februari juga masih tergolong tinggi dan kondisi langit yang mendung
sehingga penyinaran berlangsung singkat.
Tabel 2 Curah hujan mingguan (mm)
Minggu ke1
2
3
4
Rata-rata

Januari
84.60
173.20
199.30
52.70
127.45

Februari
127.80
212.40
39.80
26.20
101.55

Data diambil dari Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor (2013).
Kadar hara tanah dan jaringan tanaman
Kadar hara tanah sebelum aplikasi pemupukan organik, setelah aplikasi
pupuk organik, dan kadar hara jaringan tanaman dapat dilihat pada Tabel 3. Kadar
hara tanah sebelum aplikasi pemupukan organik dihitung berdasarkan hasil
penjumlahan antara analisis tanah awal sebelum pemupukan organik dengan
sumbangan hara yang diperoleh dari pupuk organik, sedangkan hasil analisis
tanah di akhir percobaan menunjukkan kadar hara total tanah.
Kadar hara N tanah di akhir percobaan mengalami penurunan dari awal
sebelum aplikasi pemupukan. Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah
(Balittanah 2005) menunjukkan bahwa status kadar hara N tanah di awal sebelum
pemupukan organik tergolong sedang, sedangkan di akhir percobaan tergolong
rendah. Hal tersebut diduga hara N dari pemberian pupuk organik belum tersedia
karena sifat pupuk organik yang lambat tersedia (slow release).
Kadar hara P tanah tersedia di awal sebelum pemberian pupuk organik
yang tergolong rendah. Hal tersebut diduga karena pH tanah yang masam (Tabel
4). pH tanah yang masam menyebabkan P bersifat immobil dalam tanah karena
difiksasi oleh oksida Fe/Al. Selain itu juga diduga pupuk rock phosphate
mengandung Ca yang tinggi, tidak cepat larut dalam air sehingga bersifat lambat
tersedia (slow release) dalam penyediaan hara P.
Tabel 3 Kadar hara tanah dan jaringan tanaman bangun-bangun dengan
pemupukan organik
Perlakuan

N (%)
P (ppm)
K (ppm)
sb
sd
jar
sb1
sd2
jar
sb1
sd2
jar
Tanpa pupuk
0.24 0.17 2.12
4.5 303.5 0.34
239.04
115.00 3.58
PK + RP
0.25 0.17 2.62
19.8 287.6 0.36
259.19
150.06 3.82
PK + AS
0.25 0.19 2.73
14.1 298.2 0.36
289.04
277.60 3.68
RP + AS
0.24 0.17 2.34
16.3 282.3 0.34
269.19
199.26 3.87
PK + RP + AS
0.25 0.18 2.34
22.9 315.9 0.35
289.19
145.00 3.70
Keterangan: PK = pupuk kandang sapi, RP = rock phosphate, AS = abu sekam, sb = sebelum
pemupukan organik, sd = sesudah pemupukan organik, jar = jaringan, sb1 = P dan K Bray 1, sd2 =
P dan K HCl 25%

11
Tabel 4 pH dan C-organik tanah dengan pemupukan organik
Peubah kimia
tanah

Awal

pH-H2O
C-organik* (%)
C/N rasio

4.80
2.39
9.96

Tanpa PK + RP
pupuk
5.00
5.40
1.75
1.60
10.29
9.41

Akhir
PK + AS
RP + AS
5.50
2.07
10.89

5.40
1.75
10.29

PK + RP +
AS
5.00
1.75
9.72

Keterangan: PK = pupuk kandang sapi, RP = rock phosphate, AS = abu sekam, *metode Walkley
and Black, pH H2O: sangat masam (< 4.5), masam (4.50-5.50); C-organik: sangat rendah (< 1),
rendah (1-2), sedang (2-3); N-total: sangat rendah (< 0.10), rendah (0.10-0.20), sedang (0.21-0.50);
C/N rasio: sangat rendah (< 5), rendah (5-10), sedang (11-15)

Pertumbuhan tanaman tanpa pemanenan
Laju tumbuh relatif (LTR) dan laju asimilasi bersih (LAB)
Laju tumbuh relatif tanaman bangun-bangun dipengaruhi secara nyata (P <
0.05) oleh pemupukan organik pada periode umur 6-8 MST (Tabel 5). Pemberian
3 jenis pupuk (lengkap) menghasilkan nilai LTR yang tertinggi yaitu 183% dari
nilai rata-rata LTR kontrol. Laju tumbuh relatif pada aplikasi pukan sapi + rock
phosphate mencapai puncaknya pada periode umur 8-10 MST kemudian menurun
(-21.10 mg hari-1). Penurunan ini kemungkinan disebabkan tanpa pemberian
pupuk abu sekam menyebabkan tanaman rentan terhadap hama yang ditunjukkan
dengan banyaknya daun yang rusak akibat serangan hama ulat dan belalang
sehingga mengakibatkan pertumbuhan menjadi terhambat. Selain itu juga diduga
karena adanya pemanenan pucuk yang berulang pada waktu yang berbeda
menurunkan pertumbuhan tanaman bangun-bangun. Pemberian pupuk organik
menghasilkan respon nilai rata-rata LTR yang sama pada periode umur 8-12 MST
(P > 0.05).
Laju asimilasi bersih tanaman bangun-bangun dipengaruhi secara nyata (P
< 0.05) oleh pemupukan organik pada periode umur 6-8 MST (Tabel 5).
Pemberian pukan sapi + rock phosphate + abu sekam menghasilkan nilai LTR
yang lebih tinggi dibandingkan pupuk organik lainnya, namun tidak berbeda
dengan tanpa pemupukan. Nilai rata-rata LAB bangun-bangun dengan pemberian
pukan sapi + rock phosphate + abu sekam 138% bila dibandingkan tanpa
pemupukan organik. Nilai LAB pada aplikasi pukan sapi + rock phosphate dan
tanpa pemupukan mencapai puncaknya pada periode umur 8-10 MST kemudian
menurun (-0.18 dan -0.08 mg cm-2 hari-1). Penurunan ini kemungkinan juga
disebabkan oleh banyaknya daun yang rusak akibat serangan hama ulat dan
belalang sehingga mengurangi jumlah daun dan mengakibatkan fotosintesis
tanaman menjadi terhambat. Pemberian pupuk organik menghasilkan respon nilai
rata-rata LAB yang sama pada periode umur 8-12 MST (P > 0.05).

12
Tabel 5 Laju tumbuh relatif dan laju asimilasi bersih tanaman bangun-bangun
dengan pemupukan organik tanpa pemanenan pada tiga interval panen
Laju tumbuh relatif interval minggu kePerlakuan

6-8

8-10

10-12
-1

(mg hari )
46.99

b

21.39

b

PK + AS

28.98

b

±

RP + AS

29.37

b

±

86.14

a

Tanpa pupuk
PK + RP

PK + RP + AS

±
±

±

30.48

ab

4.36

a

67.81

a

±

0.082

-21.05

a

0.016

16.30

b

±

0.052

0.006

38.28

a

±

0.014

25.68

b

±

±

0.035

0.013

30.24

a

±

0.065

0.018 18.59
± 0.010
36.26
Laju asimilasi bersih interval minggu ke-

a

±

0.034

0.012
0.004

PK + RP
PK + AS
RP + AS

0.29

ab

0.09

c

0.14

bc

0.15

bc

±

0.019
0.015

b

6-8
Tanpa pupuk

±

8-10
(mg cm-2 hari-1)
±
±
±
±

0.06
0.01
0.08
0.09

0.27

a

0.48

a

0.10

a

0.16

a

±
±
±
±

10-12
0.24
0.19
0.04
0.10

-0.08

a

±

0.57

-0.18

a

±

0.40

0.28

a

±

0.20

0.14

a

±

0.36

PK + RP + AS
0.40 a
± 0.03
0.28 a
±
0.28
0.30 a ± 0.13
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (P >
0.05) pada uji Tukey dengan taraf nyata 5%, angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar
deviasi, PK: pupuk kandang sapi, RP: rock phosphate, AS: abu sekam

Pertumbuhan tanaman dengan pemanenan
Tinggi tanaman
Respon pertumbuhan tinggi tanaman bangun-bangun nyata dipengaruhi
oleh pemupukan organik (P < 0.05) pada umur tanaman 8 dan 12 MST (Tabel 6).
Penambahan tinggi tanaman selama 4 minggu dari 8 ke 12 MST hanya sebesar 35 cm dengan kisaran tinggi tanaman 31-39 cm.
Tabel 6 Tinggi tanaman bangun-bangun dengan pemupukan organik dan
pemanenan umur 8 dan 12 MST
Perlakuan

Tanpa pupuk
PK + RP
PK + AS
RP + AS
PK + RP + AS

27.62
26.57
32.19
29.28
28.75

Tinggi tanaman minggu ke8
12
(cm)
ab
± 2.44 31.52 b
± 1.93
b
b
± 2.14 33.83
± 2.05
ab
a
± 0.16 38.80
± 2.27
ab
± 1.85 35.06 ab ± 1.56
ab
± 1.80 33.68 b
± 1.08

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (P >
0.05) pada uji Tukey dengan taraf nyata 5%, angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar
deviasi, PK: pupuk kandang sapi, RP: rock phosphate, AS: abu sekam, MST = minggu setelah
tanam

13
Jumlah cabang
Respon pertumbuhan jumlah cabang bangun-bangun tidak dipengaruhi
secara nyata (P > 0.05) oleh pemupukan organik (Tabel 7). Secara umum terjadi
peningkatan jumlah cabang bangun-bangun. Aplikasi pukan sapi + rock
phosphate + abu sekam meningkatkan jumlah cabang terbanyak (41.86%) bila
dibandingkan dengan tanpa pemupukan pada umur 12 MST. Rata-rata jumlah
cabang pada perlakuan pupuk organik tidak berbeda dengan perlakuan tanpa
pemupukan.
Tabel 7 Jumlah cabang bangun-bangun dengan pemupukan organik dan
pemanenan umur 8 dan 12 MST
Perlakuan
Tanpa pupuk
PK + RP
PK + AS
RP + AS
PK + RP + AS

4.2
3.6
4.3
4.2
4.7

Jumlah cabang minggu ke8
12
a
a
± 0.8
13.4
± 1.8
a
a
± 1.9
14.0
± 6.2
a
a
± 1.9
14.8
± 4.1
a
a
± 1.3
16.7
± 3.2
a
± 0.9
16.7 a ± 3.3

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (P >
0.05) pada uji Tukey dengan taraf nyata 5%, angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar
deviasi, PK: pupuk kandang sapi, RP: rock phosphate, AS: abu sekam, MST = minggu setelah
tanam

Lebar tajuk
Respon pertumbuhan lebar tajuk bangun-bangun tidak dipengaruhi secara
nyata (P > 0.05) oleh pemupukan organik (Tabel 8). Secara umum terjadi
peningkatan lebar tajuk. Aplikasi pukan sapi + rock phosphate + abu sekam
meningkatkan lebar tajuk yang terbesar (13.01%) bila dibandingkan dengan tanpa
pemupukan pada umur 12 MST. Rata-rata lebar tajuk pada perlakuan pupuk
organik tidak berbeda dengan perlakuan tanpa pemupukan.
Tabel 8 Lebar tajuk bangun-bangun dengan pemupukan organik dan pemanenan
umur 8 dan 12 MST
Perlakuan

Lebar tajuk minggu ke8

12
(cm)

Tanpa pupuk
PK + RP
PK + AS
RP + AS
PK + RP + AS

30.30
28.60
29.07
31.62
29.73

a
a
a
a
a

±
±
±
±
±

2.09
5.12
5.73
3.53
3.62

33.12
35.20
34.80
36.59
37.43

a
a
a
a
a

±
±
±
±
±

3.43
9.97
6.73
5.02
6.68

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (P >
0.05) pada uji Tukey dengan taraf nyata 5%, angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar
deviasi, PK: pupuk kandang sapi, RP: rock phosphate, AS: abu sekam, MST = minggu setelah
tanam

14
Produksi pucuk bangun-bangun
Bobot per pucuk dan jumlah pucuk per tanaman
Bangun-bangun yang diberi perlakuan pupuk organik pada umur 8 MST
memiliki bobot basah per pucuk yang lebih tinggi dibandingkan pada umur 12
MST (Tabel 9). Perlakuan pukan sapi + abu sekam memberikan bobot basah per
pucuk yang lebih tinggi 16.79% dibandingkan tanpa pemupukan pada umur 8
MST. Seluruh perlakuan pupuk organik memberikan bobot basah per pucuk yang
lebih tinggi daripada tanpa pemupukan pada umur 12 MST. Pemupukan organik
berpengaruh nyata (P < 0.05) terhadap bobot basah per pucuk pada umur 12 MST.
Perlakuan pukan sapi + rock phosphate + abu sekam memberikan bobot basah per
pucuk yang lebih tinggi 52.53% dibandingkan tanpa pemupukan.
Tanpa pemupukan memberikan hasil analisis kadar hara tanaman N
(2.12%), P (0.34 ppm), dan K (3.58 ppm) serta hara tanah akhir (N 0.17%, P
303.50 ppm, K 115.00 ppm) yang lebih rendah dibandingkan pemupukan lengkap
(pukan sapi + rock phosphate + abu sekam). Hal tersebut menyebabkan tanpa
pemupukan menghasilkan nilai terendah untuk bobot basah per pucuk
dibandingkan dengan yang mendapat pemupukan organik pada umur 12 MST.
Hal tersebut menunjukkan bahwa pukan sapi (sebagai sumber hara N) dan abu
sekam (sebagai sumber hara K) memang dibutuhkan untuk produksi pucuk
bangun-bangun.
Seluruh kombinasi perlakuan pupuk organik tidak berpengaruh nyata (P >
0.05) terhadap jumlah pucuk tanaman-1 bangun-bangun pada umur 8 dan 12 MST.
Aplikasi pupuk rock phosphate + abu sekam dan pukan sapi + rock phosphate +
abu sekam memberikan jumlah pucuk tanaman-1 yang lebih banyak dibandingkan
tanpa pemupukan pada umur 8 MST, sedangkan aplikasi seluruh pupuk organik
memberikan jumlah pucuk tanaman-1