Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Bangun-bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng.)

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan

Daun bangun-bangun merupakan tanaman daerah tropis yang daunnya memiliki aroma tertentu sehingga dikenal sebagai tanaman aromatik. Tanaman ini banyak ditemukan di India, Ceylon dan Afrika Selatan (Anonim, 2010; Kaliappan, et al., 2008).

2.1.1 Sistematika Tumbuhan

Menurut Pandey (2003), sistematika tanaman bangun-bangun adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae Ordo : Solanales Famili : Lamiaceae Genus : Plectranthus

Spesies : Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng. 2.1.2 Nama Daerah

Menurut Heyne (1987), nama daerah daun bangun-bangun adalah sebagai berikut:

Sumatera: Bangun-bangun (Batak), Sukan (Melayu), Jawa: Ajiran (Sunda), Daun Jinten (Jawa Tengah), Bali: Iwak, Timor: Kumu etu.


(2)

2.1.3 Morfologi Tumbuhan

Daun bangun-bangun merupakan tumbuhan semak menjalar, batangnya berkayu, lunak, beruas-ruas, ruas yang menempel ditanah akan tumbuh akar, mudah patah, penampang bulat, diameter pangkal ± 15 mm, tengah ± 10 mm, dan ujung ±5 mm, batang yang masih muda berambut kasar dan hijau pucat. Berakar tunggang, berwarna putih kotor. Daunnya tunggal, mudah patah, bulat telur, tepi beringgit, ujung dan pangkal membulat, berambut, panjang 6,5-7 cm, lebar 5,5-6,5 cm, tangkai panjang 2,4-3 cm, pertulangan menyirip dan berwarna hijau muda. Bunga nya majemuk, bentuk tandan, berambut halus, kelopak bentuk mangkok, setelah mekar pecah menjadi lima, berwarna hijau keunguan, putik satu, panjangnya ± 17 mm, kepala putik coklat, benang sari empat, kepala sari kuning, mahkota bentuk mangkok berwarna ungu (Depkes, 1989).

2.1.4 Kandungan Kimia Tumbuhan

Daun bangun-bangun mengandung saponin, flavonoid, polifenol, minyak atsiri, betakaroten, niasin, karvakrol, kalsium, asam-asam lemak, asam oksalat dan serat (Duke, 2000).

2.1.5 Khasiat Tumbuhan

Senyawa-senyawa yang terkandung dalam daun bangun-bangun berpotensi terhadap aktivitas biologik yaitu diuretik, analgesik, mencegah kanker, antitumor, antivertigo, immunostimulan, antiradang, antiinfertilitas, hipokolesterolemik, hipotensif dan antiseptika (Santosa dan Hertiani, 2005). 2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan maupun hewan. Sebelum ekstraksi dilakukan biasanya


(3)

bahan-bahan dikeringkan terlebih dahulu kemudian dihaluskan pada derajat kehalusan tertentu (Harborne, 1987).

Menurut Depkes RI (2000), beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan dalam berbagai penelitian antara lain yaitu:

A. Cara dingin 1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi kinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan panambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pelembaban bahan, tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus-menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

B. Cara panas 1.Refluks

Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.


(4)

Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada temperatur lebih tinggi dari pada temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.

3. Sokletasi

Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu baru, dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

4. Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90oC selama 15 menit.

5. Dekoktasi

Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90oC selama 30 menit.

2.3 Radikal Bebas

Radikal bebas ialah atom atau molekul dengan susunan elektron tidak lengkap atau tidak berpasangan misalnya Cl*, CH3*, HO* sehingga bersifat tidak stabil dan kecenderungan kuat untuk berpasangan. Radikal bebas bertendensi kuat memperoleh elektron dari atom lain, sehingga atom lain yang kekurangan satu elektron ini menjadi radikal bebas pula yang disebut radikal bebas sekunder. Proses ini akan berlangsung berantai dan menyebabkan kerusakan biologik. Radikal bebas menyebabkan efek samping invivo sehingga terjadi injury sel atau disfungsi dan diikuti inflamasi dan pada akhirnya terjadi penyakit degeneratif. Metabolisme aerobik terjadi karena adanya pengaruh atmosfer yang berisi oksigen sehingga terbentuk radikal bebas dari molekul oksigen dan molekul aktif (Kosasih, 2004).


(5)

Pembentukan radikal bebas dan reaksi oksidasi pada biomolekul akan berlangsung sepanjang hidup. Inilah penyebab utama dari proses penuaan dan berbagai penyakit degeneratif. Tubuh memiliki mekanisme pertahanan antioksidan (antioxidant defence) dalam bentuk enzim antioksidan dan zat antioksidan untuk menetralisir radikal bebas. Akan tetapi karena perkembangan industri yang pesat, manusia berkontak dengan berbagai sumber radikal bebas yang berasal dari lingkungan dan dari kegiatan fisik yang tinggi sehingga sistem pertahan antioksidan dalam tubuh tidak memadai (Silalahi, 2006).

Radikal bebas yang ada didalam tubuh berasal dari hasil metabolisme tubuh dan faktor eksternal seperti asap rokok, hasil penyinaran ultra violet, zat pemicu radikal dalam makanan dan polutan lain. Contoh penyakit yang sering dihubungkan dengan radikal bebas adalah serangan jantung, kanker, katarak dan menurunnya fungsi ginjal. Tubuh memerlukan antioksidan untuk mencegah atau mengurangi penyakit kronis yang disebabkan oleh radikal bebas tersebut.

Secara umum tahapan reaksi pembentukan asam lemak menjadi radikal bebas menurut (Kumalaningsih, 2006) adalah sebagai berikut:

I. Inisiasi

RH + initiator R

-II. Propogasi

R- + O2 ROO-

ROO- + RH ROOH + R-

III Terminasi

R- + R- RR


(6)

Tahap inisiasi adalah tahap awal terbentuknya radikal bebas, suatu senyawa turunan asam lemak mengalami kehilangan satu atom. Tahap propogasi adalah tahap perpanjangan radikal berantai, asam lemak bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi, kemudian radikal peroksi lebih lanjut akan menyerang asam lemak lagi membentuk hidroperoksi dan asam lemak baru. Tahap terminasi adalah tahap akhir, terjadinya pengikatan suatu radikal bebas dengan radikal bebas lain sehingga tidak menjadi reaktif (Kumalaningsih, 2006).

Radikal bebas yang sangat berbahaya dalam makhluk hidup antara lain adalah golongan hidroksil (OH-), superoksida (O-2), nitrogen monooksida(NO), peroksidal (RO-2), peroksinitrit (ONOO-), asam hipoklorit (HOCl), hydrogen peroksida (H2O2) (Silalahi, 2006).

2.4 Antioksidan

Antioksidan adalah substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas terhadap sel normal, protein, dan lemak. Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas, dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan stress oksidatif.

Ternyata di dalam tubuh manusia terdapat mekanisme alami untuk menetralisir radikal bebas yang terbentuk sebagai hasil metabolisme maupun radikal bebas yang masuk dari luar sebagai radikal bebas eksogen. Menurut Kosasih (2004) antioksidan endogen yang kita ketahui antara lain:

a. Superoksida dismutase (SOD): suatu enzim yang memang berperan dalam


(7)

b. Enzim lainnya adalah Glutathion peroxidase yang lebih dikenal sebagai GPx yang menghancurkan lemak peroksida dan hydrogen peroksida. c. Katalase: enzim yang ikut mengontrol hidrogen peroksida.

Antioksidan endogen dalam melakukan tugas Free Radicals Scavenger/ penangkap radikal bebas selalu memanfaatkan antioksidan eksogen yang berasal dari bahan makanan seperti vitamin E, vitamin C, beta karoten dan senyawa flavonoid seperti isoflavon yang terdapat dalam kedelai

Flavonoid dan komponen yang lebih besar yaitu polipenol memberi warna pigmen pada buah dan sayur mayur. Sayur mayur mengandung banyak antioksidan berkat kadar vitamin C, vitamin E, betakaroten, likopen, dan flavonoid. Kuersetin salah satu antioksidan dari kelompok flavonoid, terdapat pada tanaman tingkat tinggi. Berbagai jenis buah, sayuran dan biji-bijian merupakan sumber senyawa flavonoid disamping sebagai sumber vitamin antioksidan seperti alfa tokoferol, vitamin C dan beta karoten. Kini diketahui hampir 80% dari total antioksidan dalam buah dan sayuran berasal dari flavonoid, yang dapat berfungsi sebagai penangkap anion superoksida, lipid peroksida radikal, oksigen singlet dan pengkelat logam.

Dari asal terbentuknya, antioksidan dibedakan menjadi dua yakni intraseluler (di dalam sel/endogen) dan ekstraseluler (di luar sel/ eksogen) ataupun dari makanan sehingga antioksidan dalam tubuh dapat dikelompokkan menjadi 3 yakni:

a. Primary Antioxidant (Antioksidan Utama/ Antioksidan Primer)

Yang termasuk dalam antioksidan ini adalah: Superoksidase Dismutase (SOD), Glutathion Peroksidase (GPx) dan Metalbinding Protein seperti Ferritin atau Ceruloplasmin.


(8)

Antioksidan primer ini bekerja untuk mencegah terbentuknya senyawa radikal bebas baru. Antioksidan ini mengubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya sebelum radikal bebas ini sempat bereaksi. Contoh antioksidan ini adalah enzim SOD yang berfungsi sebagai pelindung hancurnya sel-sel dalam tubuh serta mencegah proses peradangan karena radikal bebas.

b. Secondary Antioxidant (Antioksidan Kedua/ Antioksidan Sekunder)

Antioksidan ini berfungsi menangkap radikal senyawa serta mencegah terjadinya reaksi berantai. Contoh antioksidan sekunder: vitamin E, vitamin C dan betakaroten.

c. Tertiary Antioxidant (Antioksidan Ketiga/ Antioksidan Tersier)

Antioksidan ini memperbaiki kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas. Contoh enzim yang memperbaiki DNA pada inti sel adalah metionin sulfoksidan reduktase. Adanya enzim-enzim perbaikan DNA ini berguna untuk mencegah penyakit misalnya kanker.

2.4.2 Vitamin C

Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 176,13 dengan rumus bangun C6H8O6, dengan titik lebur 190-192oC. asam askorbat mengandung tidak kurang dari 99,0% C6H8O6. Pemerian: serbuk atau hablur putih atau agak kuning, tidak berbau, rasa asam, oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi gelap, dalam larutan cepat teroksidasi. Kelarutan: mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol (95%) P, praktis tidak larut dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam benzene P. penyimpanan dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya. Vitamin C mengandung khasiat sebagai anti skorbut (Ditjen POM, 1979).


(9)

Gambar 2.1 Rumus Bangun Vitamin C

Vitamin C berperan dalam pencegahan penyakit jantung koroner, mencegah kanker, meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap infeksi virus dan bakteri, dan berperan dalam regenerasi vitamin E (Silalahi, 2006).

Vitamin C apabila terkena pengaruh oksigen, zat-zat pengoksidasi lemah, atau oleh pengaruh enzim asam askorbat oksidase, asam askorbat mudah mengalami oksidasi menjadi asam dehidroaskorbat. Karena memiliki sifat mudah teroksidasi, asam askorbat digunakan sebagai antioksidan (Counsell dan Hornig, 1981; Almatsier, 2004).

2.5 Spektrofotometer Visibel

Prinsip kerja spektrofotometer Visibel adalah diteruskannya sinar/cahaya melewati sebuah wadah (kuvet) yang berisi larutan, yang akan menghasilkan spektrum. Alat ini menggunakan hukum Lambert Beer sebagai acuan (Ewing, 1975).

Panjang gelombang untuk sinar ultraviolet antara 200-400 nm sedangkan panjang gelombang untuk sinar tampak/visibel antara 400-750 nm (Rohman, 2007).

Spektrofotometri serapan adalah pengukuran serapan radiasi elektromagnetik panjang gelombang tertentu yang sempit, mendekati monokromatik, yang diserap zat. Spektrofotometer pada dasarnya terdiri atas


(10)

sumber sinar monokromator, tempat sel untuk zat yang diperiksa, detektor, penguat arus dan alat ukur atau pencatat. (Depkes RI, 1979).

2.6 Metode DPPH (1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl)

Pada tahun 1992, Goldschmidt dan Renn menemukan senyawa berwarna ungu radikal bebas stabil DPPH, yang sekarang digunakan sebagai reagen kolorimetri. DPPH sangat berguna dalam berbagai penyelidikan seperti inhibisi atau radikal polimerisasi kimia, penentuan sifat antioksidan amina, fenol atau senyawa alami (vitamin, ekstrak tumbuh-tumbuhan, obat-obatan). DPPH berwarna sangat ungu seperti KMnO4 dan tereduksinya berwarna oranye-kuning (Ionita, 2005). Rumus bangun DPPH dapat dilihat pada Gambar 2.2 sebagai berikut:

Gambar 2.2 Rumus Bangun DPPH

Metode DPPH adalah metode yang sederhana dapat digunakan untuk menguji kemampuan antioksidan yang terkandung dalam makanan. Prinsipnya dimana elektron ganjil pada molekul DPPH memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 517 nm yang berwarna ungu. Warna ini akan berubah dari ungu menjadi kuning lemah apabila elektron ganjil tersebut berpasangan dengan


(11)

atom hidrogen yang disumbangkan senyawa antioksidan. Perubahan warna ini berdasarkan reaksi kesetimbangan kimia (Prakash, 2001).

DPPH merupakan radikal bebas yang stabil karena resonansi yang dialaminya. Resonansi juga menyebabkan peningkatan kepekatan warna ungu (Molyneux, 2004). Resonansi DPPH dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut:

Gambar 2.3 Resonansi DPPH

Ketika larutan DPPH dicampurkan dengan senyawa yang dapat mendonorkan atom hidrogen, akan dihasilkan bentuk tereduksi dari DPPH dan berkurangnya warna ungu (Molyneux, 2004). Reaksi antara DPPH dengan atom H dari senyawa antioksidan dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut:


(12)

Parameter yang dipakai untuk menunjukkan aktivitas antioksidan adalah harga konsentrasi efisiensi atau efficient concentration (EC50) atau Inhibitory

Concentration (IC50) yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat antioksidan yang memberikan persen peredaman sebesar 50%. Zat yang mempunyai aktivitas antioksidan tinggi, akan mempunyai harga EC50 atau IC50 yang rendah (Molyneux, 2004).

2.6.1 Pelarut

Metode ini akan bekerja dengan baik menggunakan pelarut methanol atau etanol karena kedua pelarut ini tidak mempengaruhi dalam reaksi antara sampel uji sebagai antioksidan dengan DPPH sebagai radikal bebas (Molyneux, 2004). 2.6.2 Pengukuran absorbansi-panjang gelombang

Panjang gelombang maksimum (λmaks) yang digunakan dalam pengukuran

sampel uji sangat bervariasi. Menurut beberapa literatur panjang gelombang maksimum untuk DPPH antara lain 515-520 nm. Bagaimanapun dalam praktiknya hasil pengukuran yang memberikan peak maksimum itulah panjang gelombangnya yaitu sekitar panjang gelombang yang disebutkan diatas. Nilai absorbansi yang mutlak tidaklah penting, karena panjang gelombang dapat diatur untuk memberikan absorbansi maksimum sesuai dengan alat yang digunakan (Molyneux, 2004).

Ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang maksimal, yaitu: pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar disekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar; jika


(13)

dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali (Rohman, 2007).

2.6.3 Waktu Pengukuran

Pada awalnya lama pengukuran menurut beberapa literatur, yang direkomendasikan adalah selama 30 menit dan ini telah dilakukan dalam beberapa penelitian khususnya belakangan ini, waktu pengerjaan terpendek yaitu 5 menit atau 10 menit. Waktu pengukuran digunakan sebagai parameter untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan sampel sebagai rujukan untuk digunakan pada penelitian-penelitian berikutnya (Molyneux, 2004).


(1)

Antioksidan primer ini bekerja untuk mencegah terbentuknya senyawa radikal bebas baru. Antioksidan ini mengubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya sebelum radikal bebas ini sempat bereaksi. Contoh antioksidan ini adalah enzim SOD yang berfungsi sebagai pelindung hancurnya sel-sel dalam tubuh serta mencegah proses peradangan karena radikal bebas.

b. Secondary Antioxidant (Antioksidan Kedua/ Antioksidan Sekunder)

Antioksidan ini berfungsi menangkap radikal senyawa serta mencegah terjadinya reaksi berantai. Contoh antioksidan sekunder: vitamin E, vitamin C dan betakaroten.

c. Tertiary Antioxidant (Antioksidan Ketiga/ Antioksidan Tersier)

Antioksidan ini memperbaiki kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas. Contoh enzim yang memperbaiki DNA pada inti sel adalah metionin sulfoksidan reduktase. Adanya enzim-enzim perbaikan DNA ini berguna untuk mencegah penyakit misalnya kanker.

2.4.2 Vitamin C

Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 176,13 dengan rumus bangun C6H8O6, dengan titik lebur 190-192oC. asam askorbat mengandung

tidak kurang dari 99,0% C6H8O6. Pemerian: serbuk atau hablur putih atau agak

kuning, tidak berbau, rasa asam, oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi gelap, dalam larutan cepat teroksidasi. Kelarutan: mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol (95%) P, praktis tidak larut dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam benzene P. penyimpanan dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya. Vitamin C mengandung khasiat sebagai anti skorbut (Ditjen POM, 1979).


(2)

Gambar 2.1 Rumus Bangun Vitamin C

Vitamin C berperan dalam pencegahan penyakit jantung koroner, mencegah kanker, meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap infeksi virus dan bakteri, dan berperan dalam regenerasi vitamin E (Silalahi, 2006).

Vitamin C apabila terkena pengaruh oksigen, zat-zat pengoksidasi lemah, atau oleh pengaruh enzim asam askorbat oksidase, asam askorbat mudah mengalami oksidasi menjadi asam dehidroaskorbat. Karena memiliki sifat mudah teroksidasi, asam askorbat digunakan sebagai antioksidan (Counsell dan Hornig, 1981; Almatsier, 2004).

2.5 Spektrofotometer Visibel

Prinsip kerja spektrofotometer Visibel adalah diteruskannya sinar/cahaya melewati sebuah wadah (kuvet) yang berisi larutan, yang akan menghasilkan spektrum. Alat ini menggunakan hukum Lambert Beer sebagai acuan (Ewing, 1975).

Panjang gelombang untuk sinar ultraviolet antara 200-400 nm sedangkan panjang gelombang untuk sinar tampak/visibel antara 400-750 nm (Rohman, 2007).

Spektrofotometri serapan adalah pengukuran serapan radiasi elektromagnetik panjang gelombang tertentu yang sempit, mendekati


(3)

sumber sinar monokromator, tempat sel untuk zat yang diperiksa, detektor, penguat arus dan alat ukur atau pencatat. (Depkes RI, 1979).

2.6 Metode DPPH (1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl)

Pada tahun 1992, Goldschmidt dan Renn menemukan senyawa berwarna ungu radikal bebas stabil DPPH, yang sekarang digunakan sebagai reagen kolorimetri. DPPH sangat berguna dalam berbagai penyelidikan seperti inhibisi atau radikal polimerisasi kimia, penentuan sifat antioksidan amina, fenol atau senyawa alami (vitamin, ekstrak tumbuh-tumbuhan, obat-obatan). DPPH berwarna sangat ungu seperti KMnO4 dan tereduksinya berwarna oranye-kuning

(Ionita, 2005). Rumus bangun DPPH dapat dilihat pada Gambar 2.2 sebagai berikut:

Gambar 2.2 Rumus Bangun DPPH

Metode DPPH adalah metode yang sederhana dapat digunakan untuk menguji kemampuan antioksidan yang terkandung dalam makanan. Prinsipnya dimana elektron ganjil pada molekul DPPH memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 517 nm yang berwarna ungu. Warna ini akan berubah dari ungu menjadi kuning lemah apabila elektron ganjil tersebut berpasangan dengan


(4)

atom hidrogen yang disumbangkan senyawa antioksidan. Perubahan warna ini berdasarkan reaksi kesetimbangan kimia (Prakash, 2001).

DPPH merupakan radikal bebas yang stabil karena resonansi yang dialaminya. Resonansi juga menyebabkan peningkatan kepekatan warna ungu (Molyneux, 2004). Resonansi DPPH dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut:

Gambar 2.3 Resonansi DPPH

Ketika larutan DPPH dicampurkan dengan senyawa yang dapat mendonorkan atom hidrogen, akan dihasilkan bentuk tereduksi dari DPPH dan berkurangnya warna ungu (Molyneux, 2004). Reaksi antara DPPH dengan atom H dari senyawa antioksidan dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut:


(5)

Parameter yang dipakai untuk menunjukkan aktivitas antioksidan adalah harga konsentrasi efisiensi atau efficient concentration (EC50) atau Inhibitory

Concentration (IC50) yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat

menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat antioksidan yang memberikan persen peredaman sebesar 50%. Zat yang mempunyai aktivitas antioksidan tinggi, akan mempunyai harga EC50 atau IC50

yang rendah (Molyneux, 2004). 2.6.1 Pelarut

Metode ini akan bekerja dengan baik menggunakan pelarut methanol atau etanol karena kedua pelarut ini tidak mempengaruhi dalam reaksi antara sampel uji sebagai antioksidan dengan DPPH sebagai radikal bebas (Molyneux, 2004). 2.6.2 Pengukuran absorbansi-panjang gelombang

Panjang gelombang maksimum (λmaks) yang digunakan dalam pengukuran

sampel uji sangat bervariasi. Menurut beberapa literatur panjang gelombang maksimum untuk DPPH antara lain 515-520 nm. Bagaimanapun dalam praktiknya hasil pengukuran yang memberikan peak maksimum itulah panjang gelombangnya yaitu sekitar panjang gelombang yang disebutkan diatas. Nilai absorbansi yang mutlak tidaklah penting, karena panjang gelombang dapat diatur untuk memberikan absorbansi maksimum sesuai dengan alat yang digunakan (Molyneux, 2004).

Ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang maksimal, yaitu: pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar disekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar; jika


(6)

dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali (Rohman, 2007).

2.6.3 Waktu Pengukuran

Pada awalnya lama pengukuran menurut beberapa literatur, yang direkomendasikan adalah selama 30 menit dan ini telah dilakukan dalam beberapa penelitian khususnya belakangan ini, waktu pengerjaan terpendek yaitu 5 menit atau 10 menit. Waktu pengukuran digunakan sebagai parameter untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan sampel sebagai rujukan untuk digunakan pada penelitian-penelitian berikutnya (Molyneux, 2004).