11 yang berpendapat bahwa “Sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari fakta sosial.

bahasa yunani yang artinya cerita. Jadi pada awalnya, sosiologi berarti bercerita tentang teman atau kawan masyarakat. Banyak batasan makna yang sudah diberikan oleh para pakar mengenai sosiologi, diantaranya sebagai berikut : Sorikin dalam soekanto, 1982: 17 mengatakan bahwa: “Sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antar aneka macam gejala sosial misalnya antara gejala ekonomi dengan agama, keluarga dan moral, hukum dan ekonomi, serta politik; hubungan timbal balik antara gejala sosial dan nonsosial seperti gejala geografis dan politik, biologi, ekonomi, dan sebagainya.” Mayor dalam Elly dan Usman, 2011: 3 menjelaskan bahwa : “Sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari masyarakat sebagai keseluruhan, yakni hubungan di antara manusia dan kelompok, kelompok dan kelompok, baik kelompok formal maupun kelompok material atau kelompok statis maupun kelompok dinamis”. Batasan mengenai sosiologi juga diutarakan oleh Emile Durkheim dalam Kamanto,

2004: 11 yang berpendapat bahwa “Sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari fakta sosial.

Fakta sosial merupakan cara bertindak, berfikir, dan berperasaan, yang berada di luar individu, dan mempunyai kekuatan memaksa yang mengendalikannya”. Masih berhubungan dengan hal ini, Allan dalam Idianto, 2006: 8 mengatakan bahwa “Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan dan perilaku, terutama dalam kaitannya dengan suatu sistem sosial dan bagaimana sistem tersebut memengaruhi orang dan bagaimana pula orang yang terlibat di dalamnya memengaruhi sistem”. Pendapat para pakar ini mengindikasikan bahwa wilayah sosiologi cukup luas karena mencakup hubungan masyarakat dengan segala aspek-aspek kehidupannya. Pada dasarnya, kehidupan masyarakat dengan kelompoknya telah diatur dengan sistem sosial yang berlaku dan disepakati bersama. Sistem sosial yang diciptakan masyarakat dengan kelompoknya bertujuan agar setiap individu dalam kelompok masyarakat tersebut memperoleh kehidupan yang lebih Universitas Sumatera Utara layak dalam konteks kebersamaan, saling menghargai, menolong, dan menyayangi. Koteks dalam hal kebersamaan akan mengarahkan masyarakat itu sendiri untuk membentuk kehidupan yang rukun. Namun, di sisi lain, masyarakat kerap dihadapkan pada situasi yang sulit di dalam membangun kehidupan yang rukun. Alasan yang muncul karena adanya perbedaan yang dimiliki setiap individu dalam kelompok masyarakatnya. Perbedaan kerap menjadi penghalang bagi kelompok masyarakat untuk mewujudkan kehidupan yang damai, nyaman, tentram dan sejahtera dengan sesama anggotanya. Dilain pihak, sastra merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat secara subjektif dan evaluatif. Dalam bukunya, Ratna 2003: 1 menjelaskan dengan baik tentang asal usul sastra itu. Sastra berasal dari bahasa sansekerta, akar kata dari sas- yang berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk dan instruksi. Akhiran dari kata –tra berarti alat atau sarana. Jadi, sastra diartikan sebagai kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau buku pengajaran yang baik. Makna sastra itu akan lebih spesifik lagi jika sudah membentuk kata jadian yaitu kesusasteraan, yang dapat diartikan sebagai kumpulan hasil karya tulis. Lebih jelasnya lagi, Ratna 2003: 1 menyebutkan Sastra adalah hasil karya manusia berdasarkan kreatifitas dalam mengungkapkan apa yang dialami, dan direnungkan dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Sejatinya, hasil dari seni kreatif ini disebut karya sastra. Sebuah karya sastra selalu menyajikan permasalahan-permasalahan yang ada dalam kehidupan masyarakat. Dalam hal ini yang dimaksud dengan apa yang dialami dan dituangkan pengarang dalam karyanya merupakan masalah-masalah sosial, seperti masalah ekonomi, politik, agama, budaya, dan lain-lain. Oleh sebab itu, karya sastra juga disebut sebagai dokumentasi sosial karena di dalamnya menceritakan refleksi kehidupan manusia. Sastra sering disebut sebagai pencerminan kehidupan masyarakat. Hal ini dapat diterima karena sebuah karya sastra umunya menggambarkan tentang perjalanan Universitas Sumatera Utara hidup seorang tokoh. Walau hanya berbentuk cerita rekaan, namun pengarang mampu menyajikan perjalanan hidup tokoh dalam sebuah cerita dengan dibumbuhi fakta-fakta sosial yang seakan-akan nyata di dalam kehidupan sehari-hari. Penjelasan dari kedua ilmu tersebut, dapat disimpulkan bahwa sosiologi dan sastra memiliki objek yang sama dan dalam praktiknya dapat saling berdampingan. Jadi, sosiologi dan sastra bukanlah perpaduan dua ilmu yang tanpa sebab, namun keduanya saling menopang dan memiliki hubungan yang saling melengkapi. Oleh Damono 1984: 3-4 mengungkapkan bahwa : “Pendekatan sosiologi ini pengertiannya mencakup berbagai pendekatan, masing-masing didasarkan pada sikap dan pandangan teoritis tertentu, namun semua pendekatan ini menunjukkan satu ciri kesamaan, yaitu mempunyai perhatian terhadap sastra sebagai institusi sosial yang diciptakan oleh sastrawan sebagai anggota masyarakat.” Kemampuan seorang pengarang untuk mengungkapkan fenomena-fenomena sosial dalam karya yang diciptakannya sudah tidak diragukan lagi. Pengarang memilki hubungan yang erat dengan masyarakat atau dengan kata lain bahwa pengarang itu sendiri adalah masyarakat. Berhubungan dengan hal ini, Laurenson dan Swingewood dalam Endraswara 2008: 79, berpendapat bahwa ada tiga presfektif yang berkaitan dengan sosiologi sastra, yaitu: pertama, penelitian yang memandang karya sastra sebagai dokumen sosial yang di dalamnya merupakan refleksi situasi pada masa sastra tersebut diciptakan. Kedua, penelitian yang mengungkap sastra sebagai cerminan situasi sosial penulisnya. Ketiga, penelitian yang menangkap sastra sebagai manifestasi peristiwa sejarah dan keadaan sosial budaya. Tujuan dilakukannya penelitian sosiologi sastra terhadap sebuah karya sastra sesungguhnya ingin mengarahkan pemahaman atau membangun paradigma berpikir tentang aspek-aspek sosial yang diangkat pengarang dalam karya-karyanya. Dalam bukunya, Ratna 2003: 11, berpendapat bahwa tujuan sosiologi sastra adalah meningkatkan pemahaman Universitas Sumatera Utara terhadap sastra dalam kaitannya dengan masyarakat, menjelaskan bahwa rekaan tidak berlawanan dengan keyataan atau karya sastra jelas dekonstruksi secara imajinatif, tetapi kerangka imajinatifnya tidak bisa dipahami di luar kerangka empirisnya. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka sosiologi sastra tidak semata-mata melihat karya sastra sebagai bentuk yang abstrak atau kabur, namun sosiologi sastra lebih melihat aspek-aspek kemasyarakatan yang terkandung di dalam karya sastra tersbut. Sosiologi dan sastra memiliki dua teori yang berbeda, sehingga penerapannya untuk mengkaji sebuah objek adalah dominasi teori tersebut terhadap objek yang diteliti. Ratna 2003: 18 mengatakan bahwa dalam sosiologi sastra yang mendominasi jelas teori-teori yang berkaitan dengan sastra, sedangkan teori-teori yang berkaitan dengan sosiologi berfungsi sebagai komplementer. Lebih jelas lagi, Ratna 2003: 18 mengatakan bahwa : “Teori-teori yang dapat menopang analisis sosiologis adalah teori-teori yang dapat menjelaskan hakikat fakta-fakta sosial, karya sastra sebagai sistem komunikasi, khususnya dalam kaitannya dengan aspek-aspek ekstrinsik, seperti: kelompok sosial, kelas sosial, stratifikasi sosial, institusi sosial, sistem sosial, interaksi sosial, konflik sosial, kesadaran sosial, mobilitas sosial, dan sebagainya”. 2.3.2 Kerukunan Sosial Kerukunan hidup membicarakan tentang hubungan keharmonisan antar setiap anggota masyarakat. Menciptakan kehidupan yang rukun setidaknya membutuhkan upaya yang nyata dari setiap anggota masyarakat. Upaya itu dapat dimulai dari hal-hal yang kecil seperti saling menghormati, bergotong-royong, melakukan musyawarah untuk perbaikan kampung, dan sebagainya. Berkaitan dengan hal ini Darmaputera dalam Yewangoe, 2002: 34, mengatakan : “Kerukunan ada dua bentuk, yaitu kerukunan yang autentik dan kerukunan yang dinamis. Kerukunan autentik artinya kerukunan itu sungguh-sungguh keluar dari hati yang tulus dan murni. Sedangkan kerukunan dinamis Universitas Sumatera Utara artinya kerukunan di mana orang hidup tidak sekedar hidup berdampingan ko-eksisten secara damai, kerukunan yang dinamis berarti, kerukunan di mana di dalamnya kelompok-kelompok yang berbeda secara proaktif, dinamis serta kreatif terlibat dalam interaksi yang intens dan terus menerus untuk merumuskan kesepakatan-kesepakatan bersama yang lebih berkualitas.” 2.3.2.1 Jenis-Jenis Kerukunan Sosial Adapun jenis-jenis kerukunan sosial antara lain: 1 Kerukunan Antar Umat Beragama Pada dasarnya agama merupakan bagian yang terpenting dalam kehidupan manusia karena doktrin agama dipercaya tidak hanya menjanjikan kehidupan di dunia, namun juga kehidupan yang abadi disurga. Dalam kehidupan manusia di dunia, peran agama secara keseluruhan sangatlah besar, salah satunya adalah untuk menciptakan perdamaian dan diharapkan mampu menularkan moral yang baik dalam pikiran manusia sehingga keharmonisan untuk hidup bersama-sama dapat diwujudkan. Hal ini berkaitan dengan yang dikemukakan oleh Durkheim dalam Kamanto, 2004: 67 bahwa agama adalah suatu sistem-sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci, dan bahwa kepercayaan dan praktik tersebut mempersatukan semua orang yang beriman ke dalam suatu komunitas moral yang dinamakan umat. Oleh sebab itu, agama seharusnya mampu menjadi pondasi dasar yang kokoh untuk menyokong kehidupan masyarakat yang rukun, adil dan bermartabat. Dewasa ini, diskusi mengenai kerukunan antar umat beragama semakin sering dilakukan, mengingat keberagaman agama di Indonesia begitu sensitif sehingga dapat dijadikan alat oleh oknum-oknum tertentu untuk memecah belah kelompok-kelompok masyarakat tertentu. Hal ini sudah direalisasikan baik melalui forum ibadah, seminar keagamaan, dan sebagainya. Diskusi- diskusi tersebut dinilai begitu penting karena dapat mempengaruhi pandangan masyarakat dalam Universitas Sumatera Utara menyikapi perbedaan yang ada. Perbedaan bukan berarti menjadi penghambat atau penghalang untuk dapat hidup bersama-sama dalam kondisi keyakinan yang berbeda-beda. 2 Kerukunan Antar Etnis Kerukunan antar etnis merupakan bentuk keharmonisan sosial yang tercipta antar dua kelompok yang berbeda atau lebih. Etnis adalah istilah kesukuan yang digunakan untuk menunjukkan identitas diri. Indonesia menjadi salah satu Negara terbesar dalam jumlah populasi yang diisi dari berbagai macam etnis yang berasal dari berbagai-bagai wilayah. Maka dari itu, di tengah kemajemukan etnis yang ada di Indonesia, peran pemerintah semakin diharapkan untuk menjaga kerukunan tersebut. Francis dalam kamanto, 2004: 145 mengatakan bahwa kelompok etnis merupakan sejenis komunitas yang menampilkan persamaan bahasa, adat kebiasaan, wilayah, sejarah, sikap, dan sistem politik. 3 Kerukunan Antar Ras Kerukunan antar ras adalah kerukunan yang tercipta dalam kelompok masyarakat tanpa memperhitungkan perbedaan fisik pada setiap anggota masyarakatnya. Cuvier dalam Dwi dan Bagong, 2007: 196, membedakan ras ke dalam tiga kelompok besar yang dilihat dari letak geografisnya, yaitu : Ras Putih Kaukosoid, Ras Kuning Mongoloid dan orang Amerika, Ras Hitam Etiopoid, Australia, dan Melanesia. Indonesia memiliki ras mongolaid dengan warna kulit agak kekuningan. Ras juga membedakan ciri fisik secara umum, seperti warna mata, warna rambut, bentuk rambut, bentuk kepala dan sebagainya. Oleh Horton dan Hunt dalam Dwi dan Bagong 2007:195 mengatakan ras adalah suatu kelompok manusia yang agak berbeda dengan kelompok-kelompok lainnya selain dalam segi ciri-ciri fisik bawaan, dalam banyak hal juga ditentukan oleh pengertian yang digunakan oleh masyarakat. Universitas Sumatera Utara 4 Kerukunan Antargolongan Kerukunan antargolongan merupakan suatu bentuk kerukunan yang tercipta dalam kehidupan masyarakat di tengah-tengah perbedaan yang ada, baik dari bentuk kelompok, profesi, batas wilayah, jenis kelamin gender, dan sebagainya. Berkaitan dengan hal ini, Sumner dalam Kamanto, 2004: 151 bahwa hubungan antarkelompok merupakan suatu sudut pandang yang menempatkan kelompok sendiri di atas segala-galanya dan yang menilai kelompok lain dengan memakai kelompok sendiri sebagai acuan. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN