kandungan air 20. Smith 1988 melakukan pengujian kuat tumpu kayu dengan beberapa macam nilai berat jenis yang tergolong pada kayu lunak soft woods dan
kayu keras hard woods. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kuat tumpu kayu meningkat seiring dengan peningkatan berat jenis kayu. Wilkinson 1991
mengusulkan Persamaan 1 untuk menghitung kuat tumpu kayu. Persamaan 1 kemudian dipakai secara luas oleh banyak peraturan termasuk SNI-5 Tata Cara
Perencanaan Konstruksi Kayu 2002.
II.3 Kuat Acuan
A. Kuat Acuan Berdasarkan atas Pemilahan secara Mekanis
Pemilahan secara mekanis untuk mendapatkan modulus elastisitas lentur harus dilakukan dengan mengikuti standar pemilahan mekanis yang baku. Berdasarkan
modulus elastisitas lentur yang diperoleh secara mekanis, kuat acuan lainnya dapat diambil mengikuti Tabel 2.03. Kuat acuan yang berbeda dengan Tabel 2.03 dapat
digunakan apabila ada pembuktian secara eksperimental yang mengikuti standar –
standar eksperimen yang baku.
Tabel 2.03 Nilai kuat acuan Mpa berdasarkan pemilahan secara mekanis pada kadar air 15
Kode Mutu
Modulus Elastisitas
Lentur Ew
Kuat Lentur
Fb Kuat tarik
sejajar serat
Ft Kuat tekan
sejajar serat
Fc Kuat
Geser Fv
Kuat tekan Tegak
lurus Fc
E26 26000
66 60
46 6.6
24 E25
25000 62
58 45
6.5 23
E24 24000
59 56
45 6.4
22 E23
23000 56
53 43
6.2 21
E22 22000
54 50
41 6.1
20 E21
21000 56
47 40
5.9 19
E20 20000
47 44
39 5.8
18 E19
19000 44
42 37
5.6 17
E18 18000
42 39
35 5.4
16 E17
17000 38
36 34
5.4 15
E16 16000
35 33
33 5.2
14 E15
15000 32
31 31
5.1 13
E14 14000
30 28
30 4.9
12 E13
13000 27
25 28
4.8 11
E12 12000
23 22
27 4.6
11 E11
11000 20
19 25
4.5 10
E10 10000
18 17
24 4.3
9
Dimana : Ew adalah Modulus elastisitas lentur
Fb adalah Kuat lentur Fc
⁄⁄
adalah Kuat tekan sejajar serat Ft
⁄⁄
adalah Kuat tarik sejajar serat Fv adalah Kuat geser
Fc adalah Kuat tekan tegak lurus serat
B. Kuat Acuan Berdasarkan atas Pemilahan secara Visual
Pemilahan secara visual mengikuti standar pemilahan secara visual yang baku. Apabila pemeriksaan visual dilakukan berdasarkan pengukuran berat jenis, maka kuat
acuan untuk kayu berserat lurus tanpa cacat dapat dihitung dengan menggunakan langkah
– langkah sebagai berikut : a.
Kerapatan ρ pada kondisi basah berat dan volume diukur pada kondisi basah, tetapi kadar airnya lebih kecil dari 30 dihitung dengan mengikuti prosedur baku.
Gunakan satuan kgm³ untuk ρ. b.
Kadar air, m m30, diukur dengan prosedur baku c.
Hitung berat jenis pada m Gm dengan rumus : Gm = ρ [1.000 1+m100]
d. Hitung berat jenis dasar Gb dengan rumus :
Gb = Gm [1+0.265aGm] dengan a = 30-m30 e.
Hitung berat jenis pada kadar air 15 G₁₅ dengan rumus : G₁₅ = Gb1-0,133 Gb
f. Hitung estimasi kuat acuan dengan modulus elastisitas lentur Ew = 16500 G⁰⁷,
dimana G = G₁₅ = berat jenis kayu pada kadar ai 15 Untuk kayu dengan serat tidak lurus danatau mempunyai cacat kayu, estimasi
nilai modulus elastis lentur acuan pada point f harus direduksi dengan mengikuti ketentuan pada SNI Standar Nasional Indonesia 03-3527-1994 UDC Universal
Decimal Classification 6λ1.11 tentang “Mutu Kayu Bangunan“ yaitu Henny Sahara μ Kombinasi Alat Penyambung Paku Dan Baut Pada Kolom Pendek Kayu Meranti
Dengan Pembebanan Aksial Tekan Berdasarkan Pkki Ni-5 2002 Eksperimen, 2010.
Dengan mengalikan estimasi nilai modulus elastis lentur acuan tersebut dengan nilai rasio tahanan yang ada pada Tabel 2.04 yang bergantung pada kelas
mutu kayu . Kelas mutu kayu ditetapkan dengan mengacu pada Tabel 2.05 Tabel 2.04 Nilai rasio tahanan berdasarkan kelas mutu
Kelas Mutu Nilai Rasio Tahanan
Kelas A 0,80
Kelas B 0,63
Kelas C 0,50
Tabel 2.05 Cacat maksimum untuk setiap kelas mutu kayu
Macam Cacat Kelas Mutu A
Kelas Mutu B Kelas Mutu C
Mata Kayu : Terletak di muka
lebar 16 lebar kayu
14 lebar kayu 12 lebar kayu
Terletak di muka sempit
18 lebar kayu 15 lebar kayu
14 lebar kayu Retak
15 tebal kayu 16 tebal kayu
12 tebal kayu Pinggul
110 tebal atau lebar kayu
16 tebal atau lebar kayu
14 tebal atau lebar kayu
Arah serat 1 : 13
1 : 9 1 : 6
Saluran damar 15 tebal kayu
eksudasi tidak diperkenankan
25 tebal kayu 12 tebal kayu
Gubal Diperkenankan
Diperkenankan Diperkenankan
Lubang serangga Diperkenankan asal
terpencar dan ukuran dibatasi dan
tidak ada tanda –
tanda serangga hidup
Diperkenankan asal terpencar dan
ukuran dibatasidan tidak ada tanda
– tanda serangga
hidup Diperkenankan
asal terpencar dan ukuran
dibatasi dan tidak ada serangga
hidup Cacat lain lapuk,
hati rapuh, retak melintang
Tidak diperkenankan
Tidak diperkenankan
Tidak diperkenankan
II.4 Tata Cara Perencanaan Berdasarkan Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia 2002.