Kehidupan Sosial Ekonomi GAMBARAN UMUM DESA TONJONG

masyarakat Desa Tonjong pada awalnya bergantung pada tanah yang mereka miliki. Tanah bagi mereka merupakan suatu sumber kehidupan bagi keluarga dan generasi penerus mereka sehingga pemanfaatan tanah digunakan sebagai sarana untuk bertani dengan menanam berbagai macam tanaman yang pada akhirnya hasilnya digunakan untuk dikonsumsi sendiri dan untuk dijual sebagai dana untuk memenuhi kebutuh hidup lainnya. Hal ini telah berjalan secara turun temurun dari mulai nenek moyang masyarakat Desa Tonjong sampai sekarang. Tetapi sekarang lahan pertanian semakin menyempit karena banyak warga yang menjualnya ke para pendatang sehingga sebagian mereka beralih kebidang lain yaitu berdagang di sekitar rumah mereka atau pun membuat kios di pinggir jalan. Pemanfaatan tanah sebagai sarana pemenuhan kebutuhan hidup dalam perkembangan selanjutnya mengalami pergeseran seiring dengan kemajuan zaman. Kebutuhan ekonomi yang semakin hari semakin meningkat mendesak masyarakat pribumi untuk memanfaatkan sebidang tanahnya untuk usaha lain selain bertani, sehingga hasilnya menjadi lebih besar dibanding dengan bertani dan berkebun misalnya dengan membangun rumah kontrakan, warung atau toko, yang dinilai lebih menguntungkan bila dibanding dengan menunggu penghasilan dari usaha bertani dan berkebun. Menurut pertimbangan secara ekonomis memang lebih menguntungkan karena tanah tersebut dapat menghasilkan uang banyak dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama, walaupun dari segi kelestarian lingkungan tidak menguntungkan. Di samping itu ada juga masyarakat yang menggantungkan hidupnya atas tanah pekuburan, maksudnya adalah orang-orang yang setiap harinya bekerja sebagai penjaga sekaligus perawat makam pribadi, yakni seorang yang di suruh untuk menjaga dan merawat makam oleh seseorang yang mempunyai makam saudaranya, kemudian setiap bulannya mendapatkan gaji dari orang yang bersangkutan. Tidak sedikit masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari pemakaman ini sebagai pekerjaan sampingan. Bahkan ada seorang warga yang sampai berangkat haji hanya karena menjaga sebuah makam keluarga dari Jakarta. Seperti yang sudah tertera di atas, bahwa di desa ini terdapat pemakaman umum yang sering digunakan oleh kebanyakan orang dari luar Desa Tonjong, yaitu Pemakaman Giritama dan Swaka Insani. Demikian pula halnya dengan para pemuda biasa masyarakat Desa Tonjong, ada kecenderungan mereka tidak menginginkan bekerja sebagai petani mengikuti jejak orang tua mereka. Bagi mereka yang menyelesaikan sekolahnya sampai tingkat Sekolah Lanjutan Atas SMA, bila mereka belum mendapatkan pekerjaan, mereka lebih suka menjadi seorang tukang ojek dari pada menjadi petani. Mereka beralasan bahwa menjadi tukang ojek setiap hari bisa mendapatkan uang untuk keperluan mereka, asalkan tidak meminta kepada orang tua. Selain menjadi tukang ojek, sebagian pemuda ada yang bekerja sebagai buruh di peternakan ayam yang letaknya masih dalam kawasan Desa Tonjong. Sebagian besar masyarakat Desa Tonjong bekerja di sektor formal maupun non formal yang sesuai dengan pendidikan yang mereka miliki, walaupun kadang- kadang antara pekerjaan dengan pendidikan tidak sesuai. Sedangkan bagi masyarakat yang tidak memiliki warisan tanah dan juga tidak berpendidikan tinggi, mereka lebih memilih berdagang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagian dari para pedagang itu ada yang berjualan di pasar, yang letaknya tidak jauh dari Desa Tonjong dan juga pedagang yang berjualan dengan membuka toko atau warung kecil-kecilan di sekitar rumahnya. Dengan melihat pada kegiatan pekerjaan dan kegiatan sehari-hari masyarakat Desa Tonjong, nampaknya tingkat perekonomian masyarakat desa ini terlihat dari mata pencaharian masyarakat Desa Tonjong yang sebagiannya hanya sebagai pedagang, walaupun ada juga warga yang berjualan di pasar. Walaupun ada juga warga Desa Tonjong yang berpenghasilan lebih besar, tetapi jumlahnya sangat sedikit. Bagi orang Budha yang rata-rata berasal dari etnis Tionghoa, nampaknya tidak jauh berbeda dengan masyarakat yang beragama Islam, warga Tionghoa kebanyakan bukan sebagai pedagang besar, seperti halnya perekonomian masyarakat Cina pada umumnya. Dengan demikian, secara umum kegiatan perekonomian masyarakat Desa Tonjong menurut sifatnya dapat dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, bersifat formal. Kedua, bersifat informasi. Ketiga bersifat tradisional. Pekerjaan yang bersifat formal mempunyai ciri khusus, yaitu mempunyai penghasilan yang tetap dan pasti, seperti pegawai, baik pegawai negeri maupun pegawai swasta, atau anggota ABRI. Pekerjaan yang bersifat informal bercirikan pekerjaan itu tidak tetap dan juga berpenghasilan tidak tetap, Seperti wiraswasta, buruh, pedagang kecil, dan tukang ojek. Sementara yang bersifat tradisional adalah jenis pekerjaan yang telah ada dan diperoleh karena warisan orang tua mereka, misalnya sebagai petani. Sebagai gambaran tentang pekerjaan masyarakat Desa Tonjong dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian No Jenis Mata Pencaharian Jumlah Persentase 1 WiraswataPedagang 1236 orang 34 2 Jasa 1055 orang 29 3 Petani 909 orang 25 4 Karyawan Swasta 326 orang 9 5 Pertukangan 109 orang 3 Jumlah 3638orang 100 Sumber Data Statistik Desa Tonjong 2006 Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa mata pencaharian masyarakat Desa Tonjong di dominasi oleh pedagangwiraswasta 34 dan pelayanan jasa 29. Hal ini menandakan bahwa masyarakat Desa Tonjong nampaknya lebih senang menciptakan usaha sendiri dari pada harus bekerja dengan orang lain. Mata pencaharian sebagai pedagang banyak di dominasi oleh masyarakat dari golongan Tionghoa yang kebanyakan beragama Budha dan juga sebagaian masyarakat pribumi. Sudah menjadi streotipe bahwa etnis Tionghoa adalah golongan pedagang yang mendominasi di hampir seluruh kawasan Indonesia, dan tentunya sebagian menganggap mereka golongan etnis yang ekonominya menengah keatas, tetapi bagi sebagian orang Tionghoa yang beragama Budha di Desa Tonjong tampaknya tingkat perekonomiannya tidak jauh berbeda dengan penduduk Islam setempat, dan mungkin faktor ini pula yang nantinya membentuk perilaku interaksi yang baik di antara mereka, Karena sebagian besar perbedaan ekonomi kadang menjadikan jarak sosial antara masyarakat yang satu dengan yang lain makin bertambah lebar.

D. Kehidupan Sosial Keagamaan

Jika dilihat dari keberagamaan penduduk Desa Tonjong, sebagian besar masyarakatnya menganut agama Islam yaitu sebanyak 4512 orang, sedangkan sisanya menganut agama Budha sebanyak 1552 orang, Kristen Protestan 126 orang, Kristen Katolik 71 orang dan Hindu 8 orang. Gambaran tentang keberagamaan masyarakat Desa Tonjong dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 5 Komposisi Penduduk Desa Tonjong Berdasarkan Agama No Pemeluk Agama Jumlah Persentase 1 Islam 4512 orang 71.66 2 Budha 1552 orang 24.65 3 Kristen Protestan 126 orang 2.00 4 Kristen Katolik 71 orang 1.12 5 Hindu 8 orang 0.12 Jumlah 6269 orang 100 Sumber Data Statistik Desa Tonjong 2006 Dari gambaran tabel di atas, jelas bahwa agama Islam dan Budha telah mendominasi perkembangan agama di desa ini. Sedangkan bagi agama-agama selain Islam dan Budha hanya sebagai agama yang dipeluk sebagian kecil masyarakat Desa Tonjong. Dari tahun ke tahun nampaknya terjadi perubahan jumlah penganut kedua agama ini. Mengenai tempat peribadatan tercatat di Desa Tonjong terdapat 9 buah Masjid, 14 buah Mushola, 1 buah Vihara, 1 buah Kelenteng dan 1 buah Gereja. Dari data tersebut dapat dilihat betapa beragamnya komunitas keberagamaan, hampir semua agama dan tempat ibadahnya yang ada di Indonesia dapat di jumpai di desa ini. ini. Aktivitas keagamaan di desa ini terlihat dengan banyaknya saranatempat- tempat pengkajian kitab suci dan ajaran agama, seperti halnya penganut agama Islam banyak yang menyelenggarakan Taman Pendidikan Agama TPA dan Majlis Taklim yang dikhususkan untuk anak-anak, kegiatan ini biasanya dilaksanakan pada petang hari atau ba’da shalat Ashar setelah Magrib. Sedangkan bagi para pemuda dan orang tua, terdapat beberapa bentuk pengajian diantaranya pengajian mingguan dan pengajian bulanan yang diselenggarakan di rumah salah satu warga dan ada yang dilaksanakan di mesjid. Bagi remaja atau pemuda pengajian biasanya dilaksanakan seminggu sekali yang bertempat di mesjid Nurussa’adah dan mesjid Nurul Kamal atau di mushola.