BAB IV ANALISA PERFORMANSI MOTOR INDUKSI KAPASITOR PERMANEN
SATU PHASA DENGAN BELITAN BANTU DAN BELITAN UTAMA
IV.1. PERHITUNGAN PARAMETER MOTOR KAPASITOR PERMANEN
Parameter induksi satu fasa dapat diperoleh melalui pendekatan parameter rangkaian ekivalen motor induksi satu fasa dari hasil pengujian beban nol dan
pengujian rotor tertahan. Kedua pengujian ini hampir sama seperti yang dilakukan pada motor induksi fasa banyak. Pengujian ini dilakukan untuk memperoleh
parameter dari kumparan utama dan kumparan bantu. Pengujian ini hanya dilakukan dengan hanya mensuplai tegangan satu fasa pada kumparan utama saja.
IV.1.1. Pengujian Rotor Tertahan block rotor test
Pada pengukuran hubung singkat, rotor dipaksa tidak berputar =
m
n ,
1 s
=
.
Pengujian dilakukan pada frekuensi kerja dengan tegangan kerja. Jika kita asumsikan bahwa reaktansi magnetik X
m
adalah sangat besar dibandingkan dengan reaktansi rotor sehingga arus yang melalui X
m
sangat kecil dan dapat diabaikan, rangkaian ekivalen dapat diperlihatkan pada Gambar 4.1
Dengan kondisi rotor tertahan, harga-harga yang diukur adalah tegangan rotor tertahan V
br
, arus rotor tertahan I
br
, dan rugi-rugi yang hilang P
br
. Sehingga impedansi rotor tertahan dapat dihitung dengan :
br br
br
I V
Z =
…………………………………………………. 4.1
Resistansi rotor tertahan adalah :
Universitas Sumatera Utara
2 br
br br
I P
R =
………………………………………………. 4.2
Kemudian reaktansi rotor tertahan :
2 2
br br
br
R Z
X −
= ……………………………………. 4.3
I
br
R
1
0,5 X
2
I
f
X
1
0,5 R
2
0,5 X
2
0,5 R
2
V
br
Gambar 4.1. Gambar Pendekatan Rangkaian Ekivalen dengan Rotor Tertahan
Dari rangkaian ekivalen pada Gambar 4.1 diperlihatkan :
2 1
R R
R
br
+ =
............................................................. 4.4
2 1
X X
X
br
+ =
................................................................ 4.5 Untuk memperoleh harga R
1
dilakukan dengan pengukuran DC yaitu dengan menghubungkan sumber tegangan DC V
dc
pada dua terminal input dan diukur arus DC-nya I
dc
. Di sini tidak mengalir arus rotor karena tidak ada tegangan yang terinduksi. Harga R
1
dapat dihitung sebagai berikut :
dc dc
I V
R =
1
...................................................................... 4.6
Universitas Sumatera Utara
Harga r
1
ini dinaikkan dengan faktor pengali 1,1 - 1,5 untuk operasi arus bolak-balik, karena pada operasi arus bolak-balik resistansi konduktor meningkat
karena distribusi arus yang tidak merata akibat efek kulit dan medan magnet yang melintasi alur. Dari harga r
1
ini harga r
2
dapat ditentukan :
1 2
R R
R
br
− =
.................................................................... 4.7 Untuk menentukan harga X
1
dan X
2
digunakan metode empiris berdasarkan NEMA Standard 112. Hubungan X
1
dan X
2
terhadap X
br
dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Distribusi empiris dari X
br
. Desain Rotor X
1
X
2
A B
C D
Rotor Belitan 0,5 X
br
0,4 X
br
0,3 X
br
0,5 X
br
0,5 X
br
0,5 X
br
0,6 X
br
0,7 X
br
0,5 X
br
0,5 X
br
Dikutip dari Buku Electric Machinery Fundamentals karangan Stephen J.Chapman
Perbedaan dari masing – masing kelas motor induksi adalah sebagai berikut : 1.
Kelas A : Torsi start normal, arus start normal dan slip kecil Tipe ini umumnya memiliki tahanan rotor sangkar yang rendah. Slip pada
beban penuh kecil atau rendah namun efisiensinya tinggi. Torsi maksimum
Universitas Sumatera Utara
biasanya sekitar 21 dari torsi beban penuh dan slipnya kurang dari 21. Motor kelas ini berkisar hingga 20 Hp.
2. Kelas B : Torsi start normal, arus start kecil dan slip rendah
Torsi start kelas ini hampir sama dengan kelas A tetapi arus startnya berkisar 75I
fl
. Slip dan efisiensi pada beban penuh juga baik. Kelas ini umumnya berkisar antara 7,5 Hp sampai dengan 200 Hp. Penggunaan motor ini antara
lain : kipas angin, boiler, pompa dan lainnya. 3.
Kelas C : Torsi start tinggi dan arus start kecil Kelas ini memiliki resistansi rotor sangkar yang ganda yang lebih besar
dibandingkan dengan kelas B. Oleh sebab itu dihasilkan torsi start yang lebih tinggi pada arus start yang rendah, namun bekerja pada efisisensi dan slip
yang rendah dibandingkan kelas A dan B. 4.
Kelas D : Tosi start tinggi, slip tinggi Kelas ini biasanya memiliki resistansi rotor sangkar tunggal yang tinggi
sehingga dihasilkan torsi start yang tinggi pada arus start yang rendah Sebagai tambahan pada keempat kelas tersebut diatas, NEMA juga
memperkenalkan disain kelas E dan F, yang sering disebut motor induksi soft-
start, namun disain kelas ini sekarang sudah ditinggalkan. Kurva torsi – kecepatan untuk berbagai disain motor induksi digambarkan
pada gambar 4.2 di bawah ini :
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.2. Kurva torsi – kecepatan untuk berbagai disain motor induksi
IV.1.2 Pengujian Beban Nol No load test