Evidensialitas Dalam Artikel Penelitian
Halaman 114
❏ Siti Aisah Ginting
Evidensialitas dalam Artikel Penelitian
EVIDENSIALITAS DALAM ARTIKEL PENELITIAN
Siti Aisah Ginting
Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan
Abstract
This article traces aspects of evidentialities used in the Research Article published in
Linguistik Indonesia Journal. Evidentiality is the value of the information based on the
source of it. The research articles show that the source information presented found from
the direct and indirect information. Indirect information can be both report and conclusion
and the indirect information can be devided into second and third person. It is concluded
that the information of research articles published presents acurately based on the sources
of the information.
Key words: evidentialities, research article, information
1. LATAR BELAKANG
Artikel penelitian yang biasa disebut artikel ilmiah
di dalam jurnal ilmiah merupakan salah satu
tingkat yang paling penting dari kegiatan
komunikasi ilmiah. Swales (1990) menyarankan
bahwa hasil penelitian harus disosialisasikan
karena satu penelitian belum dikatakan lengkap
bila hasilnya belum dapat digunakan oleh
komunitas peneliti dan masyarakat secara luas.
Akademisi dan ilmuwan mengkomunikasikan hasil
penelitiannya kepada masyarakat, khususnya
masyarakat ilmiah melalui artikel penelitian yang
dipublikasikan. Selain itu, publikasi artikel
penelitian juga dapat meningkatkan kredibilitas
hasil penelitian tersebut. Oleh karena itu,
kemampuan dalam memahami dan menyusun
gonre artikel penelitian dan gonre yang serupa
adalah hal penting di dalam mencapai
keprofesionalan (Berkenkotter dan Huckin 1995).
Ketika
suatu
hasil
penelitian
dipublikasikan bermakna bahwa peneliti atau
penulis menyampaikan informasi yang berkaitan
dengan objek kajian yang diteliti atau dibahas.
Informasi yang dimaksud dapat berbentuk definisi,
pendapat, saran, asumsi, dan simpulan orang lain.
Kebenaran informasi yang disampaikan sangat
menentukan kredibilitas artikel tesebut dan penulis
atau peneliti bertanggung jawab penuh akan
kebenaran informasi. Tingkat kebenaran informasi
itu ditentukan oleh sumber pemerolehannya yang
biasa disebut dengan istilah evidensialitas.
Evidensialitas adalah nilai kebenaran informasi
berdasarkan sumbernya (Faller, 2000). Satu
informasi yang diperoleh dari orang pertama akan
lebih akurat bila dibandingkan dengan informasi
yang diperoleh dari orang ketiga atau sumber
informasi lainnya. Tingkat nilai kebenaran
informasi yang disampaikan dapat dilihat dan
diukur berdasarkan fitur linguistik yang digunakan
LOGAT
JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA
yang akan memperlihatkan sumber pemerolehan
informasi dengan mengikuti peraturan penulisan
karya ilmiah yang berlaku. Meskipun diketahui
bahwa peraturan penulisan karya ilmiah banyak
ragamnya dan cenderung berubah. Tetapi
sepanjang peraturan tersebut disetujui dan
berterima bukan menjadi hal yang perlu
dipermasalahkan. Yang dibahas dalam artikel ini
adalah bagaimana tingkat kebenaran informasi
yang dikandung artikel penelitian berdasarkan
sumbernya dan fitur linguistik apa yang digunakan
untuk melihat tingkat kebenaran tersebut.
2. GONRE
Swales (1990) menyatakan bahwa gonre adalah:
...tingkat event komunikatif di mana anggotaanggota memiliki seperangkat tujuan komunikatif
yang sama. Tujuan ini disusun oleh ahli-ahli satu
komunitas wacana yang membangun rasional
gonre. Rasional ini membentuk struktur skematik
wacana dan mempengaruhi serta memaksa pilihan
sebagai isi dan gaya. Tujuan komunikatif adalah
kriteria yang paling ditonjolkan dan salah satunya
dioperasikan untuk menyimpan ruang lingkup
gonre sebagai hal terpenting yang difokuskan pada
aksi retorikal yang dapat dibandingkan. Selain itu,
gonre memperlihatkan adanya keanekaragaman
pola persamaan struktur, gaya, isi dan peserta yang
dimaksud. Jika mungkin semua harapan
direalisasikan, maka dapat sebagai prototipe dari
komunitas wacana. Gonre membangun komunikasi
etnografi yang bernilai tetapi masih membutuhkan
validasi.
Selanjutnya
Swales
(1990:
56)
mengembangkan kerangka kerja yang penting
yang bertujuan untuk membangun parameter
gonre:
a. Gonre adalah tingkat kegiatan komunikatif.
b. Fitur kriteria utama yang mengalihkan
Volume II No. 2 Oktober Tahun 2006
❏ Siti Aisah Ginting
c.
d.
e.
kegiatan-kegiatan komunikasi ke dalam gonre
yang memiliki tujuan komunikatif yang sama.
Gonre dibuat beraneka ragam dalam
prototipenya.
Rasional di balik gonrenya dibangun paksaanpaksaan kontribusi yang memungkinkan
terhadap isi, posisi, bentuk, dan nilai yang
fungsional.
Paksaan-paksaan ini sering dieksploitasi oleh
anggota komunitas yang ahli untuk mencapai
perhatian dalam kerangka kerja tujuan yang
diperhatikan secara masyarakat.
Gonre adalah kegiatan komunikatif yang
dapat diketahui di mana bahasa berperan penting
tidak hanya dalam dominasinya, tetapi juga dalam
frekuensinya. Dengan kata lain, untuk memberi
kualitas sebagai gonre, kegiatan komunikatif
didominasi oleh penggunaan bahasa verbal yang
dilakukan secara teratur.
3. ARTIKEL PENELITIAN SEBAGAI
GONRE AKADEMIK
Artikel Penelitian memiliki hubungan yang
dinamis dengan gonre penelitian umum yang
dipublikasikan lainnya, seperti abstrak, tesis,
disertasi, presentasi, proposal grant, buku, dan
monograf sehingga artikel penelitan memerankan
peran sentral. Mengingat pentingnya fungsi artikel
penelitian dan kuantitas yang signifikan maka
perlu diberikan perhatian khusus (Swales 1990).
Saragih (2000) menyatakan bahwa
artikel penelitian yang dipublikasikan sebagai
artikel ilmiah berbeda dengan karya ilmiah. Artikel
ilmiah merupakan realisasi retorika ilmiah dalam
teks. Sebagai realisasi dalam berkala ilmiah, artikel
ilmiah tidak harus mencakup semua unsur retorika
ilmiah secara kualitatif atau kuantitatif.
Selanjutnya Saragih menyimpulkan bahwa artikel
ilmiah bukanlah bentuk singkat, ringkasan, embrio
atau bentuk mini karya ilmiah, tetapi realisasi lain
yang memenuhi kriteria artikel ilmiah. Fitur
retorika artikel penelitian relatif tetap, paling tidak
pada level struktur makro. Sejak tahun 1930 fitur
retorikal artikel penelitian secara umum dibagi atas
introduction, method, result, dan discussion yang
disingkat IMRD (Bazerman 1984). Fitur artikel
penelitian ini relatif tidak berubah karena
komunitas wacana yang relatif konsisten yakni
orang-orang yang berpartisipasi secara aktif
dengan tujuan komunikasi yang relatif tetap dalam
gonre artikel penelitian. Seperti yang dikatakan
Gunnarson (1993), pola atau bentuk retorikal
artikel penelitian berubah jika norma-norma dan
kepercayaan yang diadopsi oleh komunitas wacana
mengubahnya atau jika epistemologi disiplin ilmu
(penelitian) itu berubah (Burrough-Boesnisch
1999: 297). Menurut Rifai (1995: 67-68), seperti
LOGAT
JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA
Halaman 115
Evidensialitas dalam Artikel Penelitian
yang dikutip Saragih (2000), artikel penelitian
sekurang-kurangnya terdiri atas judul dan judul
pelari, baris kepemilikan, abstrak, sajian data atau
hasil, bahasan dan simpulan, serta acuan/referensi.
Ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi struktur, fitur dan gaya suatu gonre
(fitur linguistik dan nonlinguistik), demikian pula
halnya dengan artikel penelitian. Ada dua faktor
yang berbeda yang mungkin mempengaruhi proses
penulisannya, yaitu: faktor internal dan eksternal.
Faktor internal berhubungan dengan penulis, yaitu
keterampilan penulis, pengetahuan umum,
pengetahuan tentang isi, norma-norma, keyakinan,
dan nilai yang diadopsi. Faktor eksternal atau
faktor di luar penulis adalah bantuan dari reviewer,
akses terhadap materi, dan format penulisan yang
disarankan. Penulis dan pembaca seharusnya
familiar dengan faktor-faktor ini untuk mencapai
keberhasilan interaksi. Johns (1997) menyarankan
agar pembaca memiliki pengetahuan yang sama
tentang gonre yang dihasilkan penulis. Untuk itu,
Saragih (2000) menyarankan bahwa penulis yang
ingin artikel ilmiahnya dipublikasikan dalam satu
berkala ilmiah hendaklah memenuhi gaya
selingkung terbitan artikel ilmiah yang mencakup
struktur generik, perwajahan naskah, ukuran
kertas, dan lain-lain karena baik faktor internal dan
eksternal akan sangat menentukan nilai kebenaran
informasi yang disampaikan penulis/peneliti dalam
artikel penelitian.
4. EVIDENSIALITAS DAN MODALITAS
EPISTEMIK
Evidensialitas merupakan repertoar peralatan
bahasa untuk menyatakan bermacam-macam sikap
terhadap pengetahuan. Jadi, dapat dikatakan bahwa
evidensialitas juga merupakan modalitas epistemik
(Saeed 2000). Hal ini tidak mengherankan karena
berdasarkan penelitian Anderson (1986), seperti
yang dikutip Faller (2000), dikakan bahwa
unsur-unsur
yang
menunjukkan
tingkat
evidensialitas merupakan penanda dari modalitas
epistemik, yaitu kala dan aspek. Demikian juga
Chafe (1986) dan Palmer (1986) yang menyatakan
bahwa evidensialitas merupakan subtipe dari
modalitas epistemik. Namun, Faller (2002) tidak
setuju dengan pendapat ini. Dia mengatakan
bahwa evidensialitas dan modalitas epistemik
merupakan
dua
konsep
yang
berbeda.
Evidensialitas adalah sumber informasi penutur
sedangkan modalitas epistemik merupakan
komitmen penutur terhadap kebenaran tuturan.
Tentu saja keduanya menghasilkan informasi yang
berbeda.
Selanjutnya,
Faller
menjelaskan
perbedaan antara evidensialitas dan modalitas
epistemik sebagai berikut:
1. Standar konsep epistemik modalitas adalah
keharusan dan kemungkinan sementara
Volume II No. 2 Oktober Tahun 2006
Halaman 116
❏ Siti Aisah Ginting
2.
3.
4.
evidensialitas merupakan nilai kebenaran
informasi berdasarkan sumbernya.
Meskipun ada kasus yang membuktikan
banyak bahasa yang memiliki penanda yang
sama untuk mengungkapkan evidensialitas
dan modalitas epistemik, tetapi kasus tersebut
jelas dapat menunjukkan penanda salah satu
dari evidensialitas atau modalitas epistemik.
Ada beberapa alasan secara metodologi bahwa
kedua kategori itu berbeda. Evidensialitas
mengkodekan sumber informasi yang
bertentangan
dengan
implikasi
dari
percakapan, sementara modalitas epistemik
mengkodekan tingkat komitmen pembicara
dan bukan mengimplikasikan percakapan.
Jadi, ketika menentukan unsur yang
mengandung makna evidensialitas dan
modalitas epistemik, hal ini dapat merupakan
salah satu dari mereka. Jika seseorang
mengasumsikan bahwa evidensialitas dan
modalitas epistemik merupakan kategori sama
berarti perbedaan antara enkoding dan
implikasi tidak dapat dideteksi.
Standar definisi modalitas epistemik adalah
kemungkinan dan keharusan dan menurut
Faller hanya alasan (reasoning) yang dapat
dianalisis pada tingkat ini bukan sumber
langsung (direct) dan laporan (reportative).
Berdasarkan uraian tersebut Faller
menyimpulkan bahwa evidensialitas dan modalitas
epistemik tumpang tindih pada konsep tingkat
inferensi karena inferensi selain sebagai sumber
informasi yang berdasarkan alasan (reasoning)
juga merupakan keputusan penutur bahwa apa
yang dituturkannya adalah benar. Jadi, inferensi
merupakan subtipe dari evidensialitas dan
modalitas epistemik. Pertanyaan berikutnya adalah
bagaimana dengan isu yang menyatakan bahwa sarana
untuk menganalisis modalitas epistemik dapat
digunakan untuk menganalisis evidensialitas? Menurut
hasil penelitian Kratzen (1987), Enrich (2001),
Izvorski (1997), dan Garret (2000) seperti yang dikutip
Faller (2000) ditemukan bahwa evidensialitas juga
memiliki penanda kala dan aspek yang merupakan
penanda modalitas epistemik. Simpulannya, mereka
berpendapat bahwa evidensialitas merupakan
modalitas epistemik. Namun, Faller menyatakan hal
itu tidak benar, masih terbuka kesempatan untuk
menjawabnya karena menurutnya sarana untuk
evidensialitas tidak sama dengan modalitas epistemik
seperti yang ditemukannya dalam bahasa Quechuea.
5. TIPOLOGI EVIDENSIALITAS
Faller (2000) menemukan tiga jenis evidensialitas
daIam bahasa Quechuea, yaitu (1) informasi
langsung (direct), (2) laporan dari yang lain
(reportative), (3) perhitungan melalui alasan
(conjecture). Informasi langsung dibedakan pula
LOGAT
JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA
Evidensialitas dalam Artikel Penelitian
menjadi informasi persona (personal information)
dan
informasi
ensiklopedia
(encyclopedia
information). Informasi persona merupakan
informasi yang diperoleh secara langsung oleh
penutur melalui observasi langsung.
Contohnya, Saya melihat Enni pergi dengan
anaknya.
Informasi
ensiklopedia
merupakan
informasi yang, diperoleh penutur dari buku,
media, atau sumber otoritas/pemerintahan dan
dapat pula merupakan kebudayaan di suatu tempat.
Contohnya, Jika sudah dimulai menaruh piring dan
cangkir, tandanya rembuk kita sudah mulai usai.
Laporan dari yang lain (reportative)
adalah sumber informasi dari orang kedua, ketiga
ataupun kabar angin dan perhitungan/perkiraan
melalui alasan adalah informasi diperoleh
berdasarkan spekulasi, asumsi, hipotesis, dan
kesimpulan.
Jenis evidensialitas yang ditemukan
Banner (1984 ) dalam bahasa Tuyuca adalah (1)
visual, (2) nonvisual, (3) kesimpulan dari bukti
langsung (apparent), (4) informasi dari orang
kedua, (second hand), dan (5) asumsi. Kesimpulan
berdasarkan bukti langsung adalah informasi
diperoleh penutur langsung sehingga kesimpulan
yang dihasilkan benar-benar meyakinkan. Asumsi
merupakan pengetahuan awal penutur tentang
keadaan atau kebiasaan tingkah laku umum dan
digunakan
sebagai
perkiraan/alasan-alasan
informasi yang diberikan. Dengan kata lain, pada
asumsi masih terbuka kesempatan bahwa
prakiraan/kesimpulan penutur mungkin salah.
Perbedaan antara kesimpulan dan asumsi terletak
pada bukti langsung dan tidak langsung. Dalam
bahasa Kasaya ditemukan jenis-jenis evidensialitas
factualvisual, auditory, inferensi, dan quotative.
Factualvisual dibedakan atas performatif dan
perfektif. Dalam bentuk performatif, informasi
diberikan berdasarkan apa yang dilakukan penutur,
penutur tahu informasi yang disampaikan karena
penutur melakukannya. Dalam bentuk perfektif,
informasi yang disampaikan penutur berdasarkan
apa yang dilihatnya, penutur melihat apa yang
dilakukan orang lain. Perbedaan antara bahasa
Tuyuca dan Kasaya adalah sebagai berikut: (1)
unsur gramatikal dalam bahasa Kasaya lebih
banyak dibandingkan bahasa Tuyuca, (2) bahasa
Tuyuca memiliki inferensi bukti bukan inferensi
perkiraan seperti bahasa Kasaya, (3) Evidensial
nonvisual seperti taste, smell, dan touch masuk ke
bagian inferensi dalam bahasa Kasaya sementara
dalam bahasa Tuyuca masuk dalam bagian
auditory, dan (4) istilah yang digunakan, misalnya
evidensialitas quotatif Kasaya sama dengan
evidensialitas reportatif/second hand Tuyuca.
Menurut Faller (2000) perbedaan-perbedaan yang
terdapat dalam kajian evidensialitas di berbagai
bahasa merupakan sistem evidensialitas.
Volume II No. 2 Oktober Tahun 2006
Halaman 117
Evidensialitas dalam Artikel Penelitian
❏ Siti Aisah Ginting
6. TINGKATAN EVIDENSIALITAS
Evidensialitas berdasarkan tingkatannya terbagi
dua, yaitu menurut Willet dan Den Haan (dalam
Faller 2000). Menurut Willet (1986 dalam Faller
2000) tingkatan evidensialitas adalah sebagai
berikut:
EVIDENSIALITAS
Langsung
Terbukti
penglihatan
pendengaran
sensori lain
tidak langsung
Pelaporan
sumber kedua
sumber ketiga
kabar angin
Kesimpulan
hasil
alasan
Tingkatan
evidensialitas
di
atas
memperlihatkan bahwa sumber informasi berbeda
dan tingkat/nilai informasi yang diperoleh juga
berbeda. Diagram di atas memperlihatkan bahwa
sumber informasi dapat dibedakan atas langsung
dan tak langsung. Sumber langsung secara hierarki
adalah penglihatan, pendengaran, dan sensori
lainnya, seperti alat perasa kecap, alat perasa kulit,
dan alat penciuman. Jadi, lebih tinggi tingkat
keyakinan informasi yang diperoleh secara
penglihatan daripada informasi yang didengar dan
seterusnya. Untuk jenis sumber sensori tingkat
keyakinannya sama. Informasi yang diperoleh
secara langsung lebih tinggi tingkat keyakinan
dibandingkan dengan sumber informasi yang
diperoleh secara tidak langsung. Sumber informasi
tidak langsung dibedakan pula atas laporan dan
kesimpulan. Selanjutnya, laporan dibedakan atas
laporan orang kedua, laporan orang ketiga, dan
kabar angin. Jenis kesimpulan dibedakan pula atas
kesimpulan terhadap hasil dan kesimpulan
berdasarkan alasan-alasan.
Tingkatan evidensialitas menurut De
Haan (dalam Faller 2000) adalah sistem evidensial
berdasarkan skala yang bermula dari yang lemah
beranjak ke yang kuat. Jika dalam satu bahasa
hanya ada satu evidensial berarti evidensial itu
terlemah di dalam skala. Bila ada bahasa yang
memiliki satu evidensial tertinggi, bahasa itu
memiliki semua evidensialitas yang terdapat dalam
skala. Skala memperlihatkan bahwa kesimpulan
lebih tinggi tingkatnya dari laporan dan laporan
akan dibuat/digunakan penutur jika penutur tidak
dapat membuat kesimpulan (sumber lain). Skala
tingkatan evidensialitas yang diajukan De Haan
(dalam Faller 2000) adalah Visual > Non Visual >
Inferensi > Reportative. Faller (2000) tidak
menyetujui jika De Han menyatakan bahwa
kesimpulan lebih tinggi dari laporan (sumber lain)
karena hal demikian tidak terjadi dalam bahasa
Quechuea. Lebih lanjut dikatakannya bahwa secara
LOGAT
JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA
pragmatis harus diperhatikan kedua skala
independen tesebut dengan kriteria yang berbeda.
Skala tersebut seharusnya disusun berdasarkan
jenis evidensial bukan berdasarkan evidensial itu
sendiri. Skala pertama disusun berdasarkan jumlah
inferensi yang terlibat di dalam satu pernyataan
dan skala kedua disusun berdasarkan jumlah
intervensi pernbicara. Lebih jelasnya lihat skala
berikut:
1. Visual > Audithory > Indera lainnya > Inferensi
Hasil> Prakiraan
2. Langsung >Sumber kedua >Sumber ketiga >
Kabar angin
Faller (2000) berpendapat bahwa hierarki
yang diajukan oleh Willet adalah taksonomi dan
berguna untuk menentukan hubungan antara
anggota-anggota atau subtipe dari evidensialitas
serta meramalkan makna kombinasi yang
dihasilkan oleh kategori gramatikal. Skala
evidensialitas yang diajukan oleh Den Haan
berguna untuk menarik implikatur percakapan dan
menjelaskan mengapa suatu unsur tertentu lebih
dipilih dari unsur yang lain dalam satu konteks.
Implikasi tingkatan evidensialitas digunakan untuk
meramalkan keberadaan atau ketidakberadaan
suatu unsur di dalam satu bahasa. Selanjutnya,
Faller menyatakan bahwa ketiga pembagian ini
tidak selalu dapat diperoleh.
7. EVIDENSIALITAS DALAM
ARTIKEL PENELITIAN
Dari
beberapa
artikel
penelitian
yang
dipublikasikan
ditemukan
bahwa
tipologi
evidensialitas adalah laporan dari orang lain
(reportatif), orang pertama, kedua, dan ketiga.
Bahkan terdapat sumber informasi yang bertingkat.
Hal ini sudah sewajarnya karena laporan penelitian
harus memberikan nilai informasi yang akurat
dengan menyebutkan dari mana informasi tersebut.
Di samping itu, penggunaan sumber informasi
bertingkat memperlihatkan bagaimana tingkat
kebenaran diperoleh secara akurat dengan tujuan
agar tidak menimbulkan keraguan bagi pembaca
tentang informasi yang disampaikan. Dalam hal
ini, penulis tidak menemukan sumber asli
informasi melainkan ditemukan dalam sumber lain
(lihat contoh 4).
Artikel penelitian juga memperlihatkan
bahwa meskipun sumber informasi langsung dari
orang pertama (sebagai penulis), tetapi disajikan
secara tidak langsung karena informasi yang
disampaikan merupakan informasi yang telah
disajikan sebelumnya dalam media dan waktu
yang tidak sama (contoh 5). Dalam artikel
penelitian yang dipublikasikan juga ditemukan
adanya jenis informasi tidak langsung yang
bersifat kesimpulan.
Volume II No. 2 Oktober Tahun 2006
Halaman 118
❏ Siti Aisah Ginting
Evidensialitas dalam Artikel Penelitian
Tipologi evidensialitas dalam artikel
penelitian ditandai dengan penggunaan fitur
linguistik, yaitu menjelaskan, menurut, dikutip,
lihat...., mengemukakan, berpendapat, berbicara,
mengungkapkan,
membahas,
disebutkan,
dipandang, tercantum, menyarikan, dinyatakan,
mengetengahkan, melihat, bersumber, diadaptasi,
dan sebagainya. Fitur linguistik yang digunakan
tersebut memperlihatkan jenis sumber informasi
yang digunakan sehingga dapat diketahui nilai
kebenarannya.
Berikut beberapa contoh penulisan sumber
informasi dalam artikel penelitian.
1. “Sapir (1921) membahas kaitan langsung
antara bahasa dan budaya, serta....”.
(Linguistik Indonesia, Tahun ke 23, No. 2,
Agustus 2005. hlm. 151).
2. “White
dan
Dillingham
(1973:
9)
mengemukakan
bahwa
manusia
dan
kebudayan merupakan pasangan yang tidak
dapat dipisahkan.” (Linguistik Indonesia,
Tahun ke 22, No. 2, Agustus 2004. hlm. 165).
3. “Pedoman analisis beserta rumusannya
bersumber dan diadaptasikan dari teori-teori
yang ada, di antaranya: Toulmin (1979);
Hairston (1981); Syafie (1988); dan Tibbetts
and Tibbetts (191). (Linguistik Indonesia,
Tahun ke 23, No. 1 , Februari 2005. hlm.55)
4. Seperti disebutkan Hockett (dalam Hudson,
1985: 26) setiap bahasa membentuk
masyarakat penutur, yaitu orang-orang yang
berkomunikasi....
(Linguistik
Indonesia,
Tahun ke 22, No. 2, Agustus 2004. hlm. 167).
5. “Adapun pentingnya peranan konteks sosial
(dalam pengertian yang sangat luas) di dalam
memahami sebuah wacana telah banyak dikaji
(periksa Wijana, 1955a; Wijana, 1996a;
Wijana, 1997). (Linguistik Indonesia, Tahun
ke 19, No. 2, Agustus 2001. hlm. 219).
Berdasarkan
analisis
data
tersebut
diperoleh tingkatan evidensialitas dalam artikel
penelitian yang dipublikasikan, yaitu evidensialitas
langsung dan tidak langsung. Evidensialitas tidak
langsung dibagi menjadi laporan dan kesimpulan
yang berupa hasil. Laporan orang lain dari sumber
kedua dan ketiga. Lebih jelasnya dapat dilihat pada
diagram berikut:
EVIDENSIALITAS
Langsung
Tidak langsung
Terbukti
Pelaporan
Pernyataan
Sumber kedua
Sumber ketiga
LOGAT
JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA
Kesimpulan
Hasil
8. SIMPULAN
Evidensialitas dalam artikel penelitian yang
dipublikasikan memperlihatkan bahwa sumber
informasi yang digunakan adalah dari langsung
dan tak langsung. Tidak langsung berasal dari
orang kedua dan ketiga. Informasi yang
disampaikan dapat dikatakan akurat karena berasal
dari laporan langsung dan laporan tidak langsung
sumber kedua dan ketiga dan menyebutkan nama
sumber, tahun, dan halaman. Selain itu, untuk
mengetahui kebenaran sumber informasi tersebut
dapat ditelusuri dengan segera bilamana
dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
Burrough-Boenisch, Joy. 1999. “International
Reading Strategies for IMRD Articles.”
Written Communication. Vol. 16, 3: 296316.
Connor, U dan J. Lauer. 1998. “Cross-Cultural
Variation in Persuasive Student Writing.”
Dalam. A.C. Purves (ed.): 138-159.
Dudley-Evans, T. dan W. Henderson. 1990. “The
Organization of Article Introduction:
Evidence of Change in Economics
Writing.” Dalam in T. Dudley-Evans dan
W. Henderson (eds.) The Language of
Economics: The Analysis of Economics
Disourse, ELT Documents 134: 67-78.
Faller, Martina T. 2000. Semantics and Pragmatics
of Evidentialitas in Cuzco Quechea.
Stanford: Stanford University Press.
Ginting, Siti Aisah. 2004. “Sejemput Pembicaraan
tentang Evidensialitas.” Lingusitik Terapan.
Vol. I, 2: 215- 227.
Gunnarson, Britt-Louise. 1993. “Pragmatic and
Macrothematic Patterns in Science and
Popular Science: A Diacronic Study of
Articles for Three Fields.” Dalam Mohsen
Ghadessy (ed).:165-179
Holmes, Richard. 1998. “Variation in Academic
Text Structure: The Discussion Section in
Research Articles in Economic.” An
unpublished manuscript.
Jufrizal. 2004. “Bahasa Minangkabau Ragam
Adat: Ke Arah Pengeringan dalam
Himpitan Hegemoni Bahasa Indonesia.”
Lingusitik Indonesia. Tahun ke- 22, 2: 165 178.
Volume II No. 2 Oktober Tahun 2006
❏ Siti Aisah Ginting
Halaman 119
Evidensialitas dalam Artikel Penelitian
Kadarisman, A.E. 2005. “Relativitas Bahasa dan
Relativitas Budaya.” Lingusitik Indonesia.
Tahun ke- 23, 2: 151 - 170.
Swales, John M. 1990. Gonre Analysis: English in
Academic and Research Settings. Cambridge:
Cambridge University Press
Nwogu, Kevin Ngozi. 1997. “The Medical
Research Paper: Structure and Functions.”
Dalam English for Specific Purposes. Vol.
16, 2: 139-150.
Swales, John M. and H. Najjar. 1987. “The
Writing of Research Article Introductions.”
Dalam Written Communication. Vol. 4, 2:
175-191.
Saeed, I. John. 2000. Semantics. China Edition.
Japan: Blackwell.
Wijana, I Dewa Putu. 2001. “Wacana ‘SungguhSungguh Terjadi’ Sebagai Salah Satu
Wacana Kreatif.” Linguistik Indonesia.
Tahun ke- 19, 2: 219 - 232.
Saragih, Amrin. 2000. “Penulisan Artikel Ilmiah.”
Disajikan pada Pelatihan Penulisan Artikel
Ilmiah di Unimed Medan.
Sriasih, Sang Putu Ayu. 2005. “Perkembangan
Struktur Wacana Tulis Argumentatif Siswa
Sekolah Dasar.” Lingusitik Indonesia. Thn
ke- 23, 1: 51 - 60.
LOGAT
JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA
Volume II No. 2 Oktober Tahun 2006
Halaman 120
TENTANG PENULIS
1.
Oktavianus
Oktavianus lahir di Simpang Tanjung Nan IV Solok, Sumatera Barat, 26 Oktober 1964. Beliau
adalah staf pengajar dalam mata kuliah Semantik/Pragmatik, Metode Penelitian Bahasa, dan Seminar
Linguistik di Fakultas Sastra Universitas Andalas sejak tahun 1990. Beliau memperoleh gelar sarjana
sastra dari fakultas yang sama jurusan Bahasa dan Sastra Inggris pada tahun 1989. Pada tahun 1998
beliau menyelesaikan pendidikan S-2 di Pascasarjana Universitas Udayana Program Studi Linguistik
(konsentrasi semantik/pragmatik). Tahun 2000 mengikuti pendidikan di Regional English Language
Center (RELC) Singapura dalam bidang Applied Linguistics. Pada tahun 2005 beliau memperoleh
gelar doktor dalam bidang linguistik (konsentrasi semantik/pragmatik) di Program Pascasarjana
Universitas Udayana. Selain aktif dalam berbagai kegiatan ilmiah seperti penelitian, beliau juga aktif
dalam mengikuti berbagai pertemuan ilmiah baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional.
2.
Paitoon M. Chaiyanara
Paitoon M. Chaiyanara adalah Guru besar di Nanyang Institute of Education, Singapore. Selain itu,
beliau dipercaya oleh USU sebagai dosen luar biasa di Program Magister dan Doktor Linguistik
Sekolah Pascasarjana USU. Beliau juga sangat aktif menulis dan sebagai pembicara dalam seminarseminar baik nasional maupun internasional. Saat ini beliau telah menghasilkan sejumlah buku yang
berhubungan dengan fonologi.
3.
Mulyadi dan Rumnasari K. Siregar
Mulyadi adalah Lektor Kepala di Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra USU dalam mata
kuliah Bahasa Indonesia, Metode Penelitian, Tata Bahasa Generatif, dan Antropolinguistik. Dia
sering terlibat dalam kegiatan ilmiah sebagai penatar dan pemakalah. Beberapa artikelnya yang telah
dipublikasikan adalah “Struktur Semantis Verba Penglihatan dalam Bahasa Indonesia” (Linguistik
Indonesia, 2000), “Struktur Semantis Verba Bahasa Indonesia” (Linguistika, 2000), “Konsep Emosi
dalam Bahasa Melayu” (Dewan Bahasa, 2001), “Frase Preposisi Bahasa Indonesia: Analisis X-Bar”
(Studia Kultura, 2002), “Konstruksi Kausatif dalam Bahasa Indonesia” (Linguistika, 2004),
“Prosedur dalam Penelitian Bahasa” (Studia Kultura, 2004), dan (dengan Raka Sukma Kurnia)
“Struktur Percakapan Wacana Ceting” (Logat, 2005).
Rumnasari K. Siregar adalah alumnus Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra USU Tahun
1991 dan sekarang menjadi Lektor di Politeknik Negeri Medan untuk mata kuliah Bahasa Indonesia.
Selain aktif mengikuti seminar dan pelatihan, dia juga mengajarkan Bahasa Indonesia di UISU.
Tulisannya yang sudah diterbitkan adalah “Analisis Struktural pada Slogan Bank” (Oasis, 2002) dan
“Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Artikel Ilmiah” (Studia Kultura, 2004).
4.
Gustaf Sitepu
Gustaf Sitepu lahir di Rumamis, 3 April 1956. Beliau adalah staf pengajar tetap Departemen Sastra
Indonesia Fakultas Sastra USU dalam bidang kesusateraan. Menyelesaikan pendidikan Sarjana (S-1)
pada program studi dan fakultas yang sama tahun 1984.
5.
Dwi Widayati
Dwi Widayati lahir di Magelang, 14 Mei 1965. Beliau adalah staf pengajar tetap di Fakultas Sastra USU
dalam mata kuliah Dialektologi dan Bahasa Belanda. Beliau menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada
fakultas yang sama pada tahun 1987 dan pendidikan lanjutan (S-2) di Program Pascasarjana Universitas
Gadjah Mada pada tahun 1997. Saat ini beliau sedang mengikuti Program Doktor (S-3) di Sekolah
Pascasarjana USU. Beliau sangat aktif meneliti dan telah menghasilkan sejumlah penelitian yang umumnya
dibiayai oleh DP3M Depdiknas Jakarta. Selain itu, aktif juga menulis artikel ilmiah dalam jurnal linguistik
dan sebagai pemakalah baik dalam seminar nasional maupun internasional.
6.
Sumarsih
Sumarsih lahir di Medan, 21 Oktober 1958. Beliau adalah staf pengajar di Fakultas Bahasa dan Seni
Jurusan Bahasa Inggris Universitas Negeri Medan. Beliau menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1)
pada Fakultas Bahasa dan Seni IKIP Medan pada tahun 1984 dan pendidikan lanjutan (S-2) di
Program Pascasarjana IKIP Jakarta dalam bidang Pendidikan Bahasa pada tahun 1993. Saat ini beliau
sedang mengikuti Program Doktor (S-3) di Pascasarjana Universitas Sumatera Utara bidang
Linguistik. Beliau aktif mengikuti berbagai seminar baik nasional maupun internasional dan menulis
di berbagai jurnal.
Halaman 121
7.
Gustianingsih
Gustianingsih lahir di Medan, 28 Agustus 1964. Memperoleh gelar sarjana pada tahun 1987 dari
Fakultas Sastra USU dan gelar magister pada tahun 2001 dari Sekolah Pascasarjana USU Program
Studi linguistik. Saat ini beliau sedang mengikuti program doktor di universitas yang sama dan
sedang menulis disertasi doktornya. Beliau mengasuh mata kuliah Psikolinguistik dan
Neurolinguistik di Departemen Sastra Indonesia.
8.
Siti Aisah Ginting
Siti Aisah Ginting lahir di Medan, 21 Mei 1957. Beliau adalah staf pengajar pada Jurusan Bahasa
dan Sastra Inggris FBS Unimed. Beliau menyelesaikan pendidikan sarjana pada tahun 1984 di FPBS
IKIP Medan dan menyelesaikan pendidikan S-2 pada tahun 1996 di PPS IKIP Jakarta. Saat ini beliau
sedang mengikuti pendidikan doktor di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Beliau
sangat aktif menulis pada berbagai jurnal dan menjadi pemakalah dalam seminar baik nasional
maupun internasional.
❏ Siti Aisah Ginting
Evidensialitas dalam Artikel Penelitian
EVIDENSIALITAS DALAM ARTIKEL PENELITIAN
Siti Aisah Ginting
Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan
Abstract
This article traces aspects of evidentialities used in the Research Article published in
Linguistik Indonesia Journal. Evidentiality is the value of the information based on the
source of it. The research articles show that the source information presented found from
the direct and indirect information. Indirect information can be both report and conclusion
and the indirect information can be devided into second and third person. It is concluded
that the information of research articles published presents acurately based on the sources
of the information.
Key words: evidentialities, research article, information
1. LATAR BELAKANG
Artikel penelitian yang biasa disebut artikel ilmiah
di dalam jurnal ilmiah merupakan salah satu
tingkat yang paling penting dari kegiatan
komunikasi ilmiah. Swales (1990) menyarankan
bahwa hasil penelitian harus disosialisasikan
karena satu penelitian belum dikatakan lengkap
bila hasilnya belum dapat digunakan oleh
komunitas peneliti dan masyarakat secara luas.
Akademisi dan ilmuwan mengkomunikasikan hasil
penelitiannya kepada masyarakat, khususnya
masyarakat ilmiah melalui artikel penelitian yang
dipublikasikan. Selain itu, publikasi artikel
penelitian juga dapat meningkatkan kredibilitas
hasil penelitian tersebut. Oleh karena itu,
kemampuan dalam memahami dan menyusun
gonre artikel penelitian dan gonre yang serupa
adalah hal penting di dalam mencapai
keprofesionalan (Berkenkotter dan Huckin 1995).
Ketika
suatu
hasil
penelitian
dipublikasikan bermakna bahwa peneliti atau
penulis menyampaikan informasi yang berkaitan
dengan objek kajian yang diteliti atau dibahas.
Informasi yang dimaksud dapat berbentuk definisi,
pendapat, saran, asumsi, dan simpulan orang lain.
Kebenaran informasi yang disampaikan sangat
menentukan kredibilitas artikel tesebut dan penulis
atau peneliti bertanggung jawab penuh akan
kebenaran informasi. Tingkat kebenaran informasi
itu ditentukan oleh sumber pemerolehannya yang
biasa disebut dengan istilah evidensialitas.
Evidensialitas adalah nilai kebenaran informasi
berdasarkan sumbernya (Faller, 2000). Satu
informasi yang diperoleh dari orang pertama akan
lebih akurat bila dibandingkan dengan informasi
yang diperoleh dari orang ketiga atau sumber
informasi lainnya. Tingkat nilai kebenaran
informasi yang disampaikan dapat dilihat dan
diukur berdasarkan fitur linguistik yang digunakan
LOGAT
JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA
yang akan memperlihatkan sumber pemerolehan
informasi dengan mengikuti peraturan penulisan
karya ilmiah yang berlaku. Meskipun diketahui
bahwa peraturan penulisan karya ilmiah banyak
ragamnya dan cenderung berubah. Tetapi
sepanjang peraturan tersebut disetujui dan
berterima bukan menjadi hal yang perlu
dipermasalahkan. Yang dibahas dalam artikel ini
adalah bagaimana tingkat kebenaran informasi
yang dikandung artikel penelitian berdasarkan
sumbernya dan fitur linguistik apa yang digunakan
untuk melihat tingkat kebenaran tersebut.
2. GONRE
Swales (1990) menyatakan bahwa gonre adalah:
...tingkat event komunikatif di mana anggotaanggota memiliki seperangkat tujuan komunikatif
yang sama. Tujuan ini disusun oleh ahli-ahli satu
komunitas wacana yang membangun rasional
gonre. Rasional ini membentuk struktur skematik
wacana dan mempengaruhi serta memaksa pilihan
sebagai isi dan gaya. Tujuan komunikatif adalah
kriteria yang paling ditonjolkan dan salah satunya
dioperasikan untuk menyimpan ruang lingkup
gonre sebagai hal terpenting yang difokuskan pada
aksi retorikal yang dapat dibandingkan. Selain itu,
gonre memperlihatkan adanya keanekaragaman
pola persamaan struktur, gaya, isi dan peserta yang
dimaksud. Jika mungkin semua harapan
direalisasikan, maka dapat sebagai prototipe dari
komunitas wacana. Gonre membangun komunikasi
etnografi yang bernilai tetapi masih membutuhkan
validasi.
Selanjutnya
Swales
(1990:
56)
mengembangkan kerangka kerja yang penting
yang bertujuan untuk membangun parameter
gonre:
a. Gonre adalah tingkat kegiatan komunikatif.
b. Fitur kriteria utama yang mengalihkan
Volume II No. 2 Oktober Tahun 2006
❏ Siti Aisah Ginting
c.
d.
e.
kegiatan-kegiatan komunikasi ke dalam gonre
yang memiliki tujuan komunikatif yang sama.
Gonre dibuat beraneka ragam dalam
prototipenya.
Rasional di balik gonrenya dibangun paksaanpaksaan kontribusi yang memungkinkan
terhadap isi, posisi, bentuk, dan nilai yang
fungsional.
Paksaan-paksaan ini sering dieksploitasi oleh
anggota komunitas yang ahli untuk mencapai
perhatian dalam kerangka kerja tujuan yang
diperhatikan secara masyarakat.
Gonre adalah kegiatan komunikatif yang
dapat diketahui di mana bahasa berperan penting
tidak hanya dalam dominasinya, tetapi juga dalam
frekuensinya. Dengan kata lain, untuk memberi
kualitas sebagai gonre, kegiatan komunikatif
didominasi oleh penggunaan bahasa verbal yang
dilakukan secara teratur.
3. ARTIKEL PENELITIAN SEBAGAI
GONRE AKADEMIK
Artikel Penelitian memiliki hubungan yang
dinamis dengan gonre penelitian umum yang
dipublikasikan lainnya, seperti abstrak, tesis,
disertasi, presentasi, proposal grant, buku, dan
monograf sehingga artikel penelitan memerankan
peran sentral. Mengingat pentingnya fungsi artikel
penelitian dan kuantitas yang signifikan maka
perlu diberikan perhatian khusus (Swales 1990).
Saragih (2000) menyatakan bahwa
artikel penelitian yang dipublikasikan sebagai
artikel ilmiah berbeda dengan karya ilmiah. Artikel
ilmiah merupakan realisasi retorika ilmiah dalam
teks. Sebagai realisasi dalam berkala ilmiah, artikel
ilmiah tidak harus mencakup semua unsur retorika
ilmiah secara kualitatif atau kuantitatif.
Selanjutnya Saragih menyimpulkan bahwa artikel
ilmiah bukanlah bentuk singkat, ringkasan, embrio
atau bentuk mini karya ilmiah, tetapi realisasi lain
yang memenuhi kriteria artikel ilmiah. Fitur
retorika artikel penelitian relatif tetap, paling tidak
pada level struktur makro. Sejak tahun 1930 fitur
retorikal artikel penelitian secara umum dibagi atas
introduction, method, result, dan discussion yang
disingkat IMRD (Bazerman 1984). Fitur artikel
penelitian ini relatif tidak berubah karena
komunitas wacana yang relatif konsisten yakni
orang-orang yang berpartisipasi secara aktif
dengan tujuan komunikasi yang relatif tetap dalam
gonre artikel penelitian. Seperti yang dikatakan
Gunnarson (1993), pola atau bentuk retorikal
artikel penelitian berubah jika norma-norma dan
kepercayaan yang diadopsi oleh komunitas wacana
mengubahnya atau jika epistemologi disiplin ilmu
(penelitian) itu berubah (Burrough-Boesnisch
1999: 297). Menurut Rifai (1995: 67-68), seperti
LOGAT
JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA
Halaman 115
Evidensialitas dalam Artikel Penelitian
yang dikutip Saragih (2000), artikel penelitian
sekurang-kurangnya terdiri atas judul dan judul
pelari, baris kepemilikan, abstrak, sajian data atau
hasil, bahasan dan simpulan, serta acuan/referensi.
Ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi struktur, fitur dan gaya suatu gonre
(fitur linguistik dan nonlinguistik), demikian pula
halnya dengan artikel penelitian. Ada dua faktor
yang berbeda yang mungkin mempengaruhi proses
penulisannya, yaitu: faktor internal dan eksternal.
Faktor internal berhubungan dengan penulis, yaitu
keterampilan penulis, pengetahuan umum,
pengetahuan tentang isi, norma-norma, keyakinan,
dan nilai yang diadopsi. Faktor eksternal atau
faktor di luar penulis adalah bantuan dari reviewer,
akses terhadap materi, dan format penulisan yang
disarankan. Penulis dan pembaca seharusnya
familiar dengan faktor-faktor ini untuk mencapai
keberhasilan interaksi. Johns (1997) menyarankan
agar pembaca memiliki pengetahuan yang sama
tentang gonre yang dihasilkan penulis. Untuk itu,
Saragih (2000) menyarankan bahwa penulis yang
ingin artikel ilmiahnya dipublikasikan dalam satu
berkala ilmiah hendaklah memenuhi gaya
selingkung terbitan artikel ilmiah yang mencakup
struktur generik, perwajahan naskah, ukuran
kertas, dan lain-lain karena baik faktor internal dan
eksternal akan sangat menentukan nilai kebenaran
informasi yang disampaikan penulis/peneliti dalam
artikel penelitian.
4. EVIDENSIALITAS DAN MODALITAS
EPISTEMIK
Evidensialitas merupakan repertoar peralatan
bahasa untuk menyatakan bermacam-macam sikap
terhadap pengetahuan. Jadi, dapat dikatakan bahwa
evidensialitas juga merupakan modalitas epistemik
(Saeed 2000). Hal ini tidak mengherankan karena
berdasarkan penelitian Anderson (1986), seperti
yang dikutip Faller (2000), dikakan bahwa
unsur-unsur
yang
menunjukkan
tingkat
evidensialitas merupakan penanda dari modalitas
epistemik, yaitu kala dan aspek. Demikian juga
Chafe (1986) dan Palmer (1986) yang menyatakan
bahwa evidensialitas merupakan subtipe dari
modalitas epistemik. Namun, Faller (2002) tidak
setuju dengan pendapat ini. Dia mengatakan
bahwa evidensialitas dan modalitas epistemik
merupakan
dua
konsep
yang
berbeda.
Evidensialitas adalah sumber informasi penutur
sedangkan modalitas epistemik merupakan
komitmen penutur terhadap kebenaran tuturan.
Tentu saja keduanya menghasilkan informasi yang
berbeda.
Selanjutnya,
Faller
menjelaskan
perbedaan antara evidensialitas dan modalitas
epistemik sebagai berikut:
1. Standar konsep epistemik modalitas adalah
keharusan dan kemungkinan sementara
Volume II No. 2 Oktober Tahun 2006
Halaman 116
❏ Siti Aisah Ginting
2.
3.
4.
evidensialitas merupakan nilai kebenaran
informasi berdasarkan sumbernya.
Meskipun ada kasus yang membuktikan
banyak bahasa yang memiliki penanda yang
sama untuk mengungkapkan evidensialitas
dan modalitas epistemik, tetapi kasus tersebut
jelas dapat menunjukkan penanda salah satu
dari evidensialitas atau modalitas epistemik.
Ada beberapa alasan secara metodologi bahwa
kedua kategori itu berbeda. Evidensialitas
mengkodekan sumber informasi yang
bertentangan
dengan
implikasi
dari
percakapan, sementara modalitas epistemik
mengkodekan tingkat komitmen pembicara
dan bukan mengimplikasikan percakapan.
Jadi, ketika menentukan unsur yang
mengandung makna evidensialitas dan
modalitas epistemik, hal ini dapat merupakan
salah satu dari mereka. Jika seseorang
mengasumsikan bahwa evidensialitas dan
modalitas epistemik merupakan kategori sama
berarti perbedaan antara enkoding dan
implikasi tidak dapat dideteksi.
Standar definisi modalitas epistemik adalah
kemungkinan dan keharusan dan menurut
Faller hanya alasan (reasoning) yang dapat
dianalisis pada tingkat ini bukan sumber
langsung (direct) dan laporan (reportative).
Berdasarkan uraian tersebut Faller
menyimpulkan bahwa evidensialitas dan modalitas
epistemik tumpang tindih pada konsep tingkat
inferensi karena inferensi selain sebagai sumber
informasi yang berdasarkan alasan (reasoning)
juga merupakan keputusan penutur bahwa apa
yang dituturkannya adalah benar. Jadi, inferensi
merupakan subtipe dari evidensialitas dan
modalitas epistemik. Pertanyaan berikutnya adalah
bagaimana dengan isu yang menyatakan bahwa sarana
untuk menganalisis modalitas epistemik dapat
digunakan untuk menganalisis evidensialitas? Menurut
hasil penelitian Kratzen (1987), Enrich (2001),
Izvorski (1997), dan Garret (2000) seperti yang dikutip
Faller (2000) ditemukan bahwa evidensialitas juga
memiliki penanda kala dan aspek yang merupakan
penanda modalitas epistemik. Simpulannya, mereka
berpendapat bahwa evidensialitas merupakan
modalitas epistemik. Namun, Faller menyatakan hal
itu tidak benar, masih terbuka kesempatan untuk
menjawabnya karena menurutnya sarana untuk
evidensialitas tidak sama dengan modalitas epistemik
seperti yang ditemukannya dalam bahasa Quechuea.
5. TIPOLOGI EVIDENSIALITAS
Faller (2000) menemukan tiga jenis evidensialitas
daIam bahasa Quechuea, yaitu (1) informasi
langsung (direct), (2) laporan dari yang lain
(reportative), (3) perhitungan melalui alasan
(conjecture). Informasi langsung dibedakan pula
LOGAT
JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA
Evidensialitas dalam Artikel Penelitian
menjadi informasi persona (personal information)
dan
informasi
ensiklopedia
(encyclopedia
information). Informasi persona merupakan
informasi yang diperoleh secara langsung oleh
penutur melalui observasi langsung.
Contohnya, Saya melihat Enni pergi dengan
anaknya.
Informasi
ensiklopedia
merupakan
informasi yang, diperoleh penutur dari buku,
media, atau sumber otoritas/pemerintahan dan
dapat pula merupakan kebudayaan di suatu tempat.
Contohnya, Jika sudah dimulai menaruh piring dan
cangkir, tandanya rembuk kita sudah mulai usai.
Laporan dari yang lain (reportative)
adalah sumber informasi dari orang kedua, ketiga
ataupun kabar angin dan perhitungan/perkiraan
melalui alasan adalah informasi diperoleh
berdasarkan spekulasi, asumsi, hipotesis, dan
kesimpulan.
Jenis evidensialitas yang ditemukan
Banner (1984 ) dalam bahasa Tuyuca adalah (1)
visual, (2) nonvisual, (3) kesimpulan dari bukti
langsung (apparent), (4) informasi dari orang
kedua, (second hand), dan (5) asumsi. Kesimpulan
berdasarkan bukti langsung adalah informasi
diperoleh penutur langsung sehingga kesimpulan
yang dihasilkan benar-benar meyakinkan. Asumsi
merupakan pengetahuan awal penutur tentang
keadaan atau kebiasaan tingkah laku umum dan
digunakan
sebagai
perkiraan/alasan-alasan
informasi yang diberikan. Dengan kata lain, pada
asumsi masih terbuka kesempatan bahwa
prakiraan/kesimpulan penutur mungkin salah.
Perbedaan antara kesimpulan dan asumsi terletak
pada bukti langsung dan tidak langsung. Dalam
bahasa Kasaya ditemukan jenis-jenis evidensialitas
factualvisual, auditory, inferensi, dan quotative.
Factualvisual dibedakan atas performatif dan
perfektif. Dalam bentuk performatif, informasi
diberikan berdasarkan apa yang dilakukan penutur,
penutur tahu informasi yang disampaikan karena
penutur melakukannya. Dalam bentuk perfektif,
informasi yang disampaikan penutur berdasarkan
apa yang dilihatnya, penutur melihat apa yang
dilakukan orang lain. Perbedaan antara bahasa
Tuyuca dan Kasaya adalah sebagai berikut: (1)
unsur gramatikal dalam bahasa Kasaya lebih
banyak dibandingkan bahasa Tuyuca, (2) bahasa
Tuyuca memiliki inferensi bukti bukan inferensi
perkiraan seperti bahasa Kasaya, (3) Evidensial
nonvisual seperti taste, smell, dan touch masuk ke
bagian inferensi dalam bahasa Kasaya sementara
dalam bahasa Tuyuca masuk dalam bagian
auditory, dan (4) istilah yang digunakan, misalnya
evidensialitas quotatif Kasaya sama dengan
evidensialitas reportatif/second hand Tuyuca.
Menurut Faller (2000) perbedaan-perbedaan yang
terdapat dalam kajian evidensialitas di berbagai
bahasa merupakan sistem evidensialitas.
Volume II No. 2 Oktober Tahun 2006
Halaman 117
Evidensialitas dalam Artikel Penelitian
❏ Siti Aisah Ginting
6. TINGKATAN EVIDENSIALITAS
Evidensialitas berdasarkan tingkatannya terbagi
dua, yaitu menurut Willet dan Den Haan (dalam
Faller 2000). Menurut Willet (1986 dalam Faller
2000) tingkatan evidensialitas adalah sebagai
berikut:
EVIDENSIALITAS
Langsung
Terbukti
penglihatan
pendengaran
sensori lain
tidak langsung
Pelaporan
sumber kedua
sumber ketiga
kabar angin
Kesimpulan
hasil
alasan
Tingkatan
evidensialitas
di
atas
memperlihatkan bahwa sumber informasi berbeda
dan tingkat/nilai informasi yang diperoleh juga
berbeda. Diagram di atas memperlihatkan bahwa
sumber informasi dapat dibedakan atas langsung
dan tak langsung. Sumber langsung secara hierarki
adalah penglihatan, pendengaran, dan sensori
lainnya, seperti alat perasa kecap, alat perasa kulit,
dan alat penciuman. Jadi, lebih tinggi tingkat
keyakinan informasi yang diperoleh secara
penglihatan daripada informasi yang didengar dan
seterusnya. Untuk jenis sumber sensori tingkat
keyakinannya sama. Informasi yang diperoleh
secara langsung lebih tinggi tingkat keyakinan
dibandingkan dengan sumber informasi yang
diperoleh secara tidak langsung. Sumber informasi
tidak langsung dibedakan pula atas laporan dan
kesimpulan. Selanjutnya, laporan dibedakan atas
laporan orang kedua, laporan orang ketiga, dan
kabar angin. Jenis kesimpulan dibedakan pula atas
kesimpulan terhadap hasil dan kesimpulan
berdasarkan alasan-alasan.
Tingkatan evidensialitas menurut De
Haan (dalam Faller 2000) adalah sistem evidensial
berdasarkan skala yang bermula dari yang lemah
beranjak ke yang kuat. Jika dalam satu bahasa
hanya ada satu evidensial berarti evidensial itu
terlemah di dalam skala. Bila ada bahasa yang
memiliki satu evidensial tertinggi, bahasa itu
memiliki semua evidensialitas yang terdapat dalam
skala. Skala memperlihatkan bahwa kesimpulan
lebih tinggi tingkatnya dari laporan dan laporan
akan dibuat/digunakan penutur jika penutur tidak
dapat membuat kesimpulan (sumber lain). Skala
tingkatan evidensialitas yang diajukan De Haan
(dalam Faller 2000) adalah Visual > Non Visual >
Inferensi > Reportative. Faller (2000) tidak
menyetujui jika De Han menyatakan bahwa
kesimpulan lebih tinggi dari laporan (sumber lain)
karena hal demikian tidak terjadi dalam bahasa
Quechuea. Lebih lanjut dikatakannya bahwa secara
LOGAT
JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA
pragmatis harus diperhatikan kedua skala
independen tesebut dengan kriteria yang berbeda.
Skala tersebut seharusnya disusun berdasarkan
jenis evidensial bukan berdasarkan evidensial itu
sendiri. Skala pertama disusun berdasarkan jumlah
inferensi yang terlibat di dalam satu pernyataan
dan skala kedua disusun berdasarkan jumlah
intervensi pernbicara. Lebih jelasnya lihat skala
berikut:
1. Visual > Audithory > Indera lainnya > Inferensi
Hasil> Prakiraan
2. Langsung >Sumber kedua >Sumber ketiga >
Kabar angin
Faller (2000) berpendapat bahwa hierarki
yang diajukan oleh Willet adalah taksonomi dan
berguna untuk menentukan hubungan antara
anggota-anggota atau subtipe dari evidensialitas
serta meramalkan makna kombinasi yang
dihasilkan oleh kategori gramatikal. Skala
evidensialitas yang diajukan oleh Den Haan
berguna untuk menarik implikatur percakapan dan
menjelaskan mengapa suatu unsur tertentu lebih
dipilih dari unsur yang lain dalam satu konteks.
Implikasi tingkatan evidensialitas digunakan untuk
meramalkan keberadaan atau ketidakberadaan
suatu unsur di dalam satu bahasa. Selanjutnya,
Faller menyatakan bahwa ketiga pembagian ini
tidak selalu dapat diperoleh.
7. EVIDENSIALITAS DALAM
ARTIKEL PENELITIAN
Dari
beberapa
artikel
penelitian
yang
dipublikasikan
ditemukan
bahwa
tipologi
evidensialitas adalah laporan dari orang lain
(reportatif), orang pertama, kedua, dan ketiga.
Bahkan terdapat sumber informasi yang bertingkat.
Hal ini sudah sewajarnya karena laporan penelitian
harus memberikan nilai informasi yang akurat
dengan menyebutkan dari mana informasi tersebut.
Di samping itu, penggunaan sumber informasi
bertingkat memperlihatkan bagaimana tingkat
kebenaran diperoleh secara akurat dengan tujuan
agar tidak menimbulkan keraguan bagi pembaca
tentang informasi yang disampaikan. Dalam hal
ini, penulis tidak menemukan sumber asli
informasi melainkan ditemukan dalam sumber lain
(lihat contoh 4).
Artikel penelitian juga memperlihatkan
bahwa meskipun sumber informasi langsung dari
orang pertama (sebagai penulis), tetapi disajikan
secara tidak langsung karena informasi yang
disampaikan merupakan informasi yang telah
disajikan sebelumnya dalam media dan waktu
yang tidak sama (contoh 5). Dalam artikel
penelitian yang dipublikasikan juga ditemukan
adanya jenis informasi tidak langsung yang
bersifat kesimpulan.
Volume II No. 2 Oktober Tahun 2006
Halaman 118
❏ Siti Aisah Ginting
Evidensialitas dalam Artikel Penelitian
Tipologi evidensialitas dalam artikel
penelitian ditandai dengan penggunaan fitur
linguistik, yaitu menjelaskan, menurut, dikutip,
lihat...., mengemukakan, berpendapat, berbicara,
mengungkapkan,
membahas,
disebutkan,
dipandang, tercantum, menyarikan, dinyatakan,
mengetengahkan, melihat, bersumber, diadaptasi,
dan sebagainya. Fitur linguistik yang digunakan
tersebut memperlihatkan jenis sumber informasi
yang digunakan sehingga dapat diketahui nilai
kebenarannya.
Berikut beberapa contoh penulisan sumber
informasi dalam artikel penelitian.
1. “Sapir (1921) membahas kaitan langsung
antara bahasa dan budaya, serta....”.
(Linguistik Indonesia, Tahun ke 23, No. 2,
Agustus 2005. hlm. 151).
2. “White
dan
Dillingham
(1973:
9)
mengemukakan
bahwa
manusia
dan
kebudayan merupakan pasangan yang tidak
dapat dipisahkan.” (Linguistik Indonesia,
Tahun ke 22, No. 2, Agustus 2004. hlm. 165).
3. “Pedoman analisis beserta rumusannya
bersumber dan diadaptasikan dari teori-teori
yang ada, di antaranya: Toulmin (1979);
Hairston (1981); Syafie (1988); dan Tibbetts
and Tibbetts (191). (Linguistik Indonesia,
Tahun ke 23, No. 1 , Februari 2005. hlm.55)
4. Seperti disebutkan Hockett (dalam Hudson,
1985: 26) setiap bahasa membentuk
masyarakat penutur, yaitu orang-orang yang
berkomunikasi....
(Linguistik
Indonesia,
Tahun ke 22, No. 2, Agustus 2004. hlm. 167).
5. “Adapun pentingnya peranan konteks sosial
(dalam pengertian yang sangat luas) di dalam
memahami sebuah wacana telah banyak dikaji
(periksa Wijana, 1955a; Wijana, 1996a;
Wijana, 1997). (Linguistik Indonesia, Tahun
ke 19, No. 2, Agustus 2001. hlm. 219).
Berdasarkan
analisis
data
tersebut
diperoleh tingkatan evidensialitas dalam artikel
penelitian yang dipublikasikan, yaitu evidensialitas
langsung dan tidak langsung. Evidensialitas tidak
langsung dibagi menjadi laporan dan kesimpulan
yang berupa hasil. Laporan orang lain dari sumber
kedua dan ketiga. Lebih jelasnya dapat dilihat pada
diagram berikut:
EVIDENSIALITAS
Langsung
Tidak langsung
Terbukti
Pelaporan
Pernyataan
Sumber kedua
Sumber ketiga
LOGAT
JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA
Kesimpulan
Hasil
8. SIMPULAN
Evidensialitas dalam artikel penelitian yang
dipublikasikan memperlihatkan bahwa sumber
informasi yang digunakan adalah dari langsung
dan tak langsung. Tidak langsung berasal dari
orang kedua dan ketiga. Informasi yang
disampaikan dapat dikatakan akurat karena berasal
dari laporan langsung dan laporan tidak langsung
sumber kedua dan ketiga dan menyebutkan nama
sumber, tahun, dan halaman. Selain itu, untuk
mengetahui kebenaran sumber informasi tersebut
dapat ditelusuri dengan segera bilamana
dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
Burrough-Boenisch, Joy. 1999. “International
Reading Strategies for IMRD Articles.”
Written Communication. Vol. 16, 3: 296316.
Connor, U dan J. Lauer. 1998. “Cross-Cultural
Variation in Persuasive Student Writing.”
Dalam. A.C. Purves (ed.): 138-159.
Dudley-Evans, T. dan W. Henderson. 1990. “The
Organization of Article Introduction:
Evidence of Change in Economics
Writing.” Dalam in T. Dudley-Evans dan
W. Henderson (eds.) The Language of
Economics: The Analysis of Economics
Disourse, ELT Documents 134: 67-78.
Faller, Martina T. 2000. Semantics and Pragmatics
of Evidentialitas in Cuzco Quechea.
Stanford: Stanford University Press.
Ginting, Siti Aisah. 2004. “Sejemput Pembicaraan
tentang Evidensialitas.” Lingusitik Terapan.
Vol. I, 2: 215- 227.
Gunnarson, Britt-Louise. 1993. “Pragmatic and
Macrothematic Patterns in Science and
Popular Science: A Diacronic Study of
Articles for Three Fields.” Dalam Mohsen
Ghadessy (ed).:165-179
Holmes, Richard. 1998. “Variation in Academic
Text Structure: The Discussion Section in
Research Articles in Economic.” An
unpublished manuscript.
Jufrizal. 2004. “Bahasa Minangkabau Ragam
Adat: Ke Arah Pengeringan dalam
Himpitan Hegemoni Bahasa Indonesia.”
Lingusitik Indonesia. Tahun ke- 22, 2: 165 178.
Volume II No. 2 Oktober Tahun 2006
❏ Siti Aisah Ginting
Halaman 119
Evidensialitas dalam Artikel Penelitian
Kadarisman, A.E. 2005. “Relativitas Bahasa dan
Relativitas Budaya.” Lingusitik Indonesia.
Tahun ke- 23, 2: 151 - 170.
Swales, John M. 1990. Gonre Analysis: English in
Academic and Research Settings. Cambridge:
Cambridge University Press
Nwogu, Kevin Ngozi. 1997. “The Medical
Research Paper: Structure and Functions.”
Dalam English for Specific Purposes. Vol.
16, 2: 139-150.
Swales, John M. and H. Najjar. 1987. “The
Writing of Research Article Introductions.”
Dalam Written Communication. Vol. 4, 2:
175-191.
Saeed, I. John. 2000. Semantics. China Edition.
Japan: Blackwell.
Wijana, I Dewa Putu. 2001. “Wacana ‘SungguhSungguh Terjadi’ Sebagai Salah Satu
Wacana Kreatif.” Linguistik Indonesia.
Tahun ke- 19, 2: 219 - 232.
Saragih, Amrin. 2000. “Penulisan Artikel Ilmiah.”
Disajikan pada Pelatihan Penulisan Artikel
Ilmiah di Unimed Medan.
Sriasih, Sang Putu Ayu. 2005. “Perkembangan
Struktur Wacana Tulis Argumentatif Siswa
Sekolah Dasar.” Lingusitik Indonesia. Thn
ke- 23, 1: 51 - 60.
LOGAT
JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA
Volume II No. 2 Oktober Tahun 2006
Halaman 120
TENTANG PENULIS
1.
Oktavianus
Oktavianus lahir di Simpang Tanjung Nan IV Solok, Sumatera Barat, 26 Oktober 1964. Beliau
adalah staf pengajar dalam mata kuliah Semantik/Pragmatik, Metode Penelitian Bahasa, dan Seminar
Linguistik di Fakultas Sastra Universitas Andalas sejak tahun 1990. Beliau memperoleh gelar sarjana
sastra dari fakultas yang sama jurusan Bahasa dan Sastra Inggris pada tahun 1989. Pada tahun 1998
beliau menyelesaikan pendidikan S-2 di Pascasarjana Universitas Udayana Program Studi Linguistik
(konsentrasi semantik/pragmatik). Tahun 2000 mengikuti pendidikan di Regional English Language
Center (RELC) Singapura dalam bidang Applied Linguistics. Pada tahun 2005 beliau memperoleh
gelar doktor dalam bidang linguistik (konsentrasi semantik/pragmatik) di Program Pascasarjana
Universitas Udayana. Selain aktif dalam berbagai kegiatan ilmiah seperti penelitian, beliau juga aktif
dalam mengikuti berbagai pertemuan ilmiah baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional.
2.
Paitoon M. Chaiyanara
Paitoon M. Chaiyanara adalah Guru besar di Nanyang Institute of Education, Singapore. Selain itu,
beliau dipercaya oleh USU sebagai dosen luar biasa di Program Magister dan Doktor Linguistik
Sekolah Pascasarjana USU. Beliau juga sangat aktif menulis dan sebagai pembicara dalam seminarseminar baik nasional maupun internasional. Saat ini beliau telah menghasilkan sejumlah buku yang
berhubungan dengan fonologi.
3.
Mulyadi dan Rumnasari K. Siregar
Mulyadi adalah Lektor Kepala di Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra USU dalam mata
kuliah Bahasa Indonesia, Metode Penelitian, Tata Bahasa Generatif, dan Antropolinguistik. Dia
sering terlibat dalam kegiatan ilmiah sebagai penatar dan pemakalah. Beberapa artikelnya yang telah
dipublikasikan adalah “Struktur Semantis Verba Penglihatan dalam Bahasa Indonesia” (Linguistik
Indonesia, 2000), “Struktur Semantis Verba Bahasa Indonesia” (Linguistika, 2000), “Konsep Emosi
dalam Bahasa Melayu” (Dewan Bahasa, 2001), “Frase Preposisi Bahasa Indonesia: Analisis X-Bar”
(Studia Kultura, 2002), “Konstruksi Kausatif dalam Bahasa Indonesia” (Linguistika, 2004),
“Prosedur dalam Penelitian Bahasa” (Studia Kultura, 2004), dan (dengan Raka Sukma Kurnia)
“Struktur Percakapan Wacana Ceting” (Logat, 2005).
Rumnasari K. Siregar adalah alumnus Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra USU Tahun
1991 dan sekarang menjadi Lektor di Politeknik Negeri Medan untuk mata kuliah Bahasa Indonesia.
Selain aktif mengikuti seminar dan pelatihan, dia juga mengajarkan Bahasa Indonesia di UISU.
Tulisannya yang sudah diterbitkan adalah “Analisis Struktural pada Slogan Bank” (Oasis, 2002) dan
“Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Artikel Ilmiah” (Studia Kultura, 2004).
4.
Gustaf Sitepu
Gustaf Sitepu lahir di Rumamis, 3 April 1956. Beliau adalah staf pengajar tetap Departemen Sastra
Indonesia Fakultas Sastra USU dalam bidang kesusateraan. Menyelesaikan pendidikan Sarjana (S-1)
pada program studi dan fakultas yang sama tahun 1984.
5.
Dwi Widayati
Dwi Widayati lahir di Magelang, 14 Mei 1965. Beliau adalah staf pengajar tetap di Fakultas Sastra USU
dalam mata kuliah Dialektologi dan Bahasa Belanda. Beliau menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada
fakultas yang sama pada tahun 1987 dan pendidikan lanjutan (S-2) di Program Pascasarjana Universitas
Gadjah Mada pada tahun 1997. Saat ini beliau sedang mengikuti Program Doktor (S-3) di Sekolah
Pascasarjana USU. Beliau sangat aktif meneliti dan telah menghasilkan sejumlah penelitian yang umumnya
dibiayai oleh DP3M Depdiknas Jakarta. Selain itu, aktif juga menulis artikel ilmiah dalam jurnal linguistik
dan sebagai pemakalah baik dalam seminar nasional maupun internasional.
6.
Sumarsih
Sumarsih lahir di Medan, 21 Oktober 1958. Beliau adalah staf pengajar di Fakultas Bahasa dan Seni
Jurusan Bahasa Inggris Universitas Negeri Medan. Beliau menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1)
pada Fakultas Bahasa dan Seni IKIP Medan pada tahun 1984 dan pendidikan lanjutan (S-2) di
Program Pascasarjana IKIP Jakarta dalam bidang Pendidikan Bahasa pada tahun 1993. Saat ini beliau
sedang mengikuti Program Doktor (S-3) di Pascasarjana Universitas Sumatera Utara bidang
Linguistik. Beliau aktif mengikuti berbagai seminar baik nasional maupun internasional dan menulis
di berbagai jurnal.
Halaman 121
7.
Gustianingsih
Gustianingsih lahir di Medan, 28 Agustus 1964. Memperoleh gelar sarjana pada tahun 1987 dari
Fakultas Sastra USU dan gelar magister pada tahun 2001 dari Sekolah Pascasarjana USU Program
Studi linguistik. Saat ini beliau sedang mengikuti program doktor di universitas yang sama dan
sedang menulis disertasi doktornya. Beliau mengasuh mata kuliah Psikolinguistik dan
Neurolinguistik di Departemen Sastra Indonesia.
8.
Siti Aisah Ginting
Siti Aisah Ginting lahir di Medan, 21 Mei 1957. Beliau adalah staf pengajar pada Jurusan Bahasa
dan Sastra Inggris FBS Unimed. Beliau menyelesaikan pendidikan sarjana pada tahun 1984 di FPBS
IKIP Medan dan menyelesaikan pendidikan S-2 pada tahun 1996 di PPS IKIP Jakarta. Saat ini beliau
sedang mengikuti pendidikan doktor di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Beliau
sangat aktif menulis pada berbagai jurnal dan menjadi pemakalah dalam seminar baik nasional
maupun internasional.