Evidensialitas Dalam Bahasa Melayu Serdang

(1)

LOGAT

JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume I No. 2 Oktober Tahun 2005

EVIDENSIALITAS

DALAM BAHASA MELAYU SERDANG

Tengku Thyrhaya Zein

Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

Abstract

This work attempts to present the semantic category of epistemic modality, evidentially, which involves the sources of information such as degree of reliability, belief, inference, sensory evidence, hearsay evidence, general expectation, induction, and deduction in the Serdang Malay Language (SML), especially in the text of Serdang Malay Oral Literature (SMOL). It concludes that the information of belief and inference are dominant in SML but degree of reliability and general expectation are rarely found. The information of inference, especially sensory evidence which marked by the verb of direct perception, is often used in the text of SMOL. On the contrary, the tendency of using the verb of indirect perception is frequently uttered by the speaker of SML.

Key words: epistemic modality, evidentially, source of information

1.

PENDAHULUAN

Bahasa Melayu Serdang (selanjutnya disingkat BMS) merupakan salah satu dialek bahasa Melayu yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara selain bahasa Melayu Langkat, Deli, Asahan, dan Labuhan Batu. BMS terdapat di Kabupaten Deli Serdang khususnya di Kecamatan Perbaungan. Seperti bahasa-bahasa daerah lainnya di Indonesia, BMS memiliki peranan yang sangat penting bagi masyarakat Melayu di wilayah pemakaiannya, yaitu berfungsi sebagai alat komunikasi antarwarga masyarakat Melayu Serdang dalam kegiatan sehari-hari dan dalam upacara adat. Sementara itu, di luar wilayah pemakaiannya, BMS juga digunakan oleh masyarakat Melayu Deli.

Agar bahasa daerah tetap dapat berkembang, bahasa daerah ini harus tetap dibina. Hal ini tercantum dalam Pasal 36 UUD 45 bahwa bahasa-bahasa daerah itu akan tetap dihormati dan dipelihara. Salah satu upaya melestarikan eksistensi bahasa-bahasa daerah itu adalah dengan cara melakukan kajian tentang bahasa-bahasa tersebut. Kajian yang simultan tentang bahasa-bahasa daerah itu dapat menyebarluaskan informasi tentang bahasa-bahasa daerah itu kepada berbagai komunitas di dunia ini. Dengan berkembangnya bahasa-bahasa daerah tersebut maka budaya etnis penutur bahasa daerah tersebut akan dikenal dunia luar. Dengan menyebarnya informasi tentang budaya penutur bahasa-bahasa daerah tersebut maka ada kemungkinan pengkajian dan pengembangan budaya masyarakat penutur bahasa tersebut akan lebih cepat dilakukan. Sebagaimana bahasa-bahasa daerah lain di Sumatera Utara, BMS pun perlu diteliti, misalnya, yang berkenaan dengan semantik evidensialitas.

Ada perbedaan yang perlu dipahami antara evidensialtitas dan modalitas. Bila dalam modalitas1 penutur menyampaikan sikap atau penilaian terhadap proposisi yang dibuatnya, dalam evidensialitas penutur menunjukan sikap yang berbeda terhadap faktualitas sebuah proposisi. Evidensialitas dianggap sebagai satu epistemik modalitas yang mengandung penilaian atau taksiran penutur mengenai bukti untuk mendukung ucapannya. Bentuk evidensial dapat berupa afiks verbal, yaitu bentuk gramatikal evidensialitas. Evidensialitas menggambarkan kuat lemahnya tanggung jawab, komitmen terhadap aktualitas pernyataan. Faktualitas ada selama menggambarkan tanggung jawab penutur dan kesediaan penutur dalam memberikan bukti atau fakta.

Latar belakang penelitian ini dilakukan atas dasar keingintahuan peneliti tentang (1) sikap penutur masyarakat Melayu Serdang terhadap hal yang dibicarakan, yaitu mengenai perbuatan, keadaan, dan peristiwa; atau sikap terhadap lawan bicaranya yang tentunya berbeda dengan gambaran sikap penutur masyarakat lain yang ada di Sumatera Utara dan (2) kuat lemahnya tanggung jawab dan komitmen penutur terhadap aktualitas pernyataan. Dalam hal ini kesediaan penutur masyarakat Melayu Serdang dalam memberikan bukti atau fakta, tentunya berbeda dengan masyarakat lain yang ada di Sumatera Utara.

Penelitian ini menggunakan data lisan dan tulis. Data tulis diperoleh dari kamus, naskah-naskah (Naskah Sastra Lisan Melayu Serdang dan Struktur Sastra Lisan Melayu Serdang) dan buku-buku berbahasa Melayu Serdang, sedangkan data lisan diperoleh dari tiga orang penutur suku Melayu yang tinggal di Kota Perbaungan, Deli


(2)

LOGAT

JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume I No. 2 Oktober Tahun 2005 Serdang yang termasuk anggota Majelis Adat

Budaya Melayu Indonesia (MABMI).

2.

ANCANGAN TEORETIS

2.1 Pengertian Evidensialitas

Evidensialitas dianggap sebagai satu epistemik modalitas yang mengandung penilaian atau taksiran penutur mengenai bukti untuk mendukung ucapannya.2 Bentuk evidensial dapat berupa afiks verbal, yaitu bentuk gramatikal evidensialitas. Evidensialitas merupakan pembuktian sejauh mana kalimat-kalimat memiliki bukti proposisinya. Melalui modalitas epistemik, penutur dapat memberi tanda dari sikap yang berbeda tentang fakta dari sebuah anjuran. Evidensialitas menggambarkan kuat lemahnya tanggung jawab, komitmen terhadap aktualitas pernyataan. Penggambaran faktualitas mencakup kata ‘banyak’ dan ‘kadang-kadang’.

Faktualitas terjadi selama penggambaran faktualitas atau tanggung jawab penutur serta kesediaan penutur memberikan bukti atau fakta pada sebuah pernyataan. Dalam membuktikan evidensialitas atau tidak, lawan bicara akan berasumsi bahwa pembicaraan bertujuan untuk memperbaharui pengetahuan yang dimiliki oleh penutur. Pembuktian ini dapat dilihat dari sikap penutur, komitmen penutur, tanggung jawab penutur untuk memberikan sebuah fakta atau bukti.

Evidensialitas diungkapkan dengan unsur leksikal, frasa, dan kalimat yang memiliki kadar kuat, sedang dan lemah. Evidensialitas menggambarkan cara seseorang yang merujuk pada sumber informasi. Evidensialitas memperhitungkan bukti dan fakta yang diungkapkan oleh penutur dan diasumsikan oleh lawan bicara. Ini merupakan kewajiban dan komitmen penutur bahasa. Lawan bicara berasumsi bahwa penutur membuat perhitungan yang kuat atau lemah terhadap fakta atau bukti yang tersirat dalam kalimat. Selain fakta, peran asumsi penutur lainnya yang serupa dengan penutur mengestimasikan perhitungan dan pemutakiran untuk memperbaharui keadaan lawan bicara.

Evidensialitas juga diartikan sebagai “repertoar peralatan bahasa untuk menyatakan bermacam-ragam sikap terhadap pengetahuan”. Dengan demikian, seperti yang disebutkan sebelumnya evidensialitas dianggap sebagai bagian modalitas epistemik. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kalimat bahasa Inggris berikut.3

1. It’s raining

2. It’s probably raining

3. Maybe it’s raining

4. It must be raining

5. It sounds/looks/smells like it’s raining

6. It’s sort of raining

7. Actually, it’s raining

8. Yeah, sure it’s raining

Evidensialitas terdiri dari evidensialitas

quotatif dan evidensialitas sensoris. Evidensial quotatif adalah sebuah tanda dari evidensial yang bersumber dari pernyataan yang diutarakan oleh seseorang. Evidensial sensori adalah evidensial yang menunjukkan bahwa bukti kebenaran ucapan penutur berasal dari pengalaman inderawi sendiri. Evidensial sensoris terdiri atas evidensial visual, nonvisual, dan auditoris. Evidensialitas

visual merupakan evidensial yang menunjukkan bahwa bukti kebenaran ucapan penutur didasarkan atas penglihatan. Evidensialitas nonvisual

merupakan jenis evidensial sensoris yang menunjukkan bahwa bukti kebenaran ucapan penutur berasal dari perasaan bukan penglihatan. Misalnya,

(1) Aku merasa enak tinggal di desa. (pernyataan berdasarkan apa yang dirasakan) (2) Semua orang berpikir bahwa Pilkada tahun

ini sukses (pernyataan berdasarkan apa yang dipikirkan).

Evidensialitas auditoris merupakan jenis evidensial sensoris yang menunjukkan bahwa bukti kebenaran ucapan penutur didasarkan atas pendengarannya.

Misalnya,

(3) Saya mendengar pembicaraan antara paman dan ayah mengenai penyakit asma Pak Rusli. (4) Aku mendengar seseorang sedang memainkan

gitar dari sebelah rumah, mungkin Pak Amat sudah pulang dari Jakarta.

Istilah evidensialitas merujuk pada atau dikodekan melalui pemarkah tata bahasa dalam tindak tutur. Dalam sebagian bahasa, evidensialitas ditandai atau dikodekan melalui gramatika bahasa, misalnya dikodekan dalam bentuk morfologi 4 (Saeed 2000:132).

Menurut Saeed (2000:131) evidensialitas

memungkinkan seorang penutur mengkomunikasikan sikapnya terhadap sumber informasinya. Sumber-sumber informasi itu menurut Saeed bisa berupa penglihatan seperti dalam kalimat: (5) Saya melihat perampokan di bank tadi pagi. Selanjutnya, Saeed (2000:132) juga mengungkapkan bahwa evidensialitas dapat berbeda dari satu bahasa ke bahasa lain. Dalam bahasa Inggris, misalnya, evidensialitas direalisasikan dengan adverbia, misalnya, (6)

Apparently, she was rich atau (7) I saw that she was rich. Dalam bahasa-bahasa lain evidensialitas


(3)

LOGAT

JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume I No. 2 Oktober Tahun 2005 dapat direalisasikan dalam morfologi seperti dalam

bahasa-bahasa Amerika Selatan. Pada sebagian bahasa, evidensialitas hanya terdapat di dalam kalimat pernyataan. Namun, pada bahasa Quechua, evidensialitas bisa disampaikan dalam kalimat tanya (Faller 2002). Hal ini bertujuan untuk memberi konsep yang lebih luas terhadap evidensialitas sebagai dasar bertutur

Faller (2002) mengatakan bahwa bahasa Quechua mempunyai tiga jenis sumber informasi yang di dalam gramatika bahasa dikodekan melalui

tense (kala), aspect (aspek), dan modality

(modalitas). Faller juga menyatakan bahwa di dalam bahasa Quechua terdapat tiga pemarkah utama evidensialitas (2002:3) sebagai berikut.

(8) Enciltics, -mi, -si, dan –cha Para – sha – n – mi

Rain – prog – 3 – mi

p = (Proposisi/makna) = it’s raining EV = Evidensialitas = penutur melihat bahwa p (it’s raining)

(9) Para – sha – n – si

Rain – prog – 3 – si

p = (Proposisi/makna) = it’s raining

EV = Evidensialitas = penutur diberitahu bahwa p (it’s raining)

(10) Enciltics, -mi, -si, dan –cha Para – sha – n – chá

Rain – prog – 3 – chá

p = (Proposisi/makna) = it might/must raining

EV = Evidensialitas = penutur P (it’s raining)

Pada contoh di atas, pemarkah evidensialitas mi pada (8) bermakna sumber informasi penutur, diperoleh melalui

penglihatannya secara langsung. Enklitik – si dalam Para - sha – n – si pada (9) adalah pemarkah evidensialitas yang bermakna sumber informasi penutur, diperoleh dari kutipan pernyataan orang lain, dengan kata lain informasi tidak diperoleh dari pengalaman penutur secara langsung. Enklitik – cha dalam Para - sha – n –

chá pada (10) adalahpemarkah evidensialitas yang bersumber dari perkiraan si penutur (peristiwa apa yang akan terjadi)

Dalam kajian lintas bahasa ( Cross-Linguistic Studies) terdapat tiga jenis sumber informasi yang dikodekan oleh evidensialitas. Sumber pertama adalah Direct Access atau langsung dari persepsi penutur, sumber kedua ialah

Report from others atau laporan dari pihak lain yang bersifat tidak langsung dan sumber yang

terakhir adalah Reasoning atau

pemikiran/pertimbangan yang sifatnya tidak langsung.

Sumber informasi yang diperoleh dari persepsi penutur secara langsung ini bisa dijabarkan dalam jenis seperti visual atau penglihatan, auditory atau pendengaran, dan other sensory perception atau tanggapan indera lainnya. Sumber informasi berupa laporan dari pihak lain yang diperoleh secara tidak langsung dapat dijabarkan dalam jenis informasi dari sumber kedua, informasi dari sumber ketiga, dan kabar angin atau general hearsay. Sumber informasi yang berupa pemikiran atau pertimbangan yang sifatnya tidak langsung dapat dijabarkan ke dalam jenis bukti nyata dan konstruksi mental atau gagasan, misalnya, hipotesis.

Anderson (1986) dalam Faller (2002:5) menjelaskan bahwa archetypal evidentials atau pola dasar evidensial memiliki beberapa kriteria: 1. Evidensialitas menunjukkan jenis pembenaran

terhadap pernyataan faktual yang diperoleh seseorang ketika membuat suatu pernyataan 2. Evidensialitas bukan predikasi (verba +

objek), tetapi suatu spesifikasi yang ditambahkan dalam pernyataan aktual tentang sesuatu yang lain.

3. Evidensialitas mempunyai indikasi bukti sebagai makna utama, bukan sebagai inferensi pragmatis

4. Secara morfologis, evidensialitas adalah infleksi, klitik, dan unsur sintaksis bebas lainnya (bukan bentuk jamak atau derivasional)

2.2 Jenis Evidensialitas

Chafe (1986 dalam Saeed 2000:137) mendiskusikan jenis evidensialitas yang berpemarkah dalam bahasa Inggris. Diidentifikasikannya bahwa ada lima sumber informasi dalam evidensialitas, yaitu belief

(keyakinan), induction (induksi), sensory evidence

(bukti inderawi),hearsay evidence (kabar angin, desas-desus), dan deduction (deduksi).

Berbeda dengan jenis evidensial yang ditawarkan oleh Chafe (1986 dalam Saeed 2000:137), jenis evidensialitas yang berikut ini juga merupakan jenis evidensialitas yang khususnya berpemarkah dalam bahasa Inggris5. Perbedaannya adalah pada tingkat keterandalan, kesimpulan, dan harapan umum seperti yang terlihat pada jenis evidensial berikut ini.

a. degree of reliability (tingkat keterandalan), b. belief (keyakinan),

c. inference (kesimpulan),

d. hearsay (kabar orang/angin, desas-desus), e. general expectation (harapan umum).

Tiap-tiap pemarkah ini berhubungan dengan alat leksikal/gramatikal khusus. Namun, perlu diperhatikan bahwa bagian sistem gramatika


(4)

LOGAT

JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume I No. 2 Oktober Tahun 2005 apa pun dapat saja digunakan untuk menunjukkan

evidensialitas dalam bahasa yang berbeda.

Berdasarkan gramatikal bahasa, bahasa yang berbeda akan mempunyai jumlah evidensialitas yang berbeda. Misalnya, bahasa Quechua mempunyai tiga jenis evidensialitas, namun bahasa Turki mempunyai dua jenis evidensialitas. Bahasa Turki membuat perbedaan antara bentuk past tense di mana penutur memiliki sumber informasi langsung dan tidak memiliki sumber informasi langsung. Ada bahasa lain yang mempunyai lebih dari tiga jenis evidensialitas. Misalnya, bahasa Tuyucha, yaitu mempunyai lima jenis evidensialitas, yaitu6visual atau penglihatan,

nonvisual atau bukan penglihatan, apparent atau nyata, 2nd hand atau tidak langsung, dan assumed

atau anggapan.

3.

EVIDENSIALITAS DALAM

BAHASA MELAYU SERDANG

3.1 Keyakinan (belief)

Sumber informasi keyakinan disampaikan tanpa memberi bukti. Jenis evidensial ini menggunakan verba kognisi: I think / guess / suppose it’s raining

atau It’s raining, I think/guess/suppose. Misalnya:

(11) Ambe piker Abdillah akan memenangkan Pilkada yang kejap lagi akan berlangsung.

‘Saya pikir Abdillah akan memenangkan Pilkada yang akan berlangsung tidak lama lagi.’

(12) Patik rase perempuan kinin lebeh suke pakai seluar daripada rok.

‘Saya rasa perempuan sekarang lebih suka memakai celana panjang daripada rok.’

Kalimat (11) menunjukkan keyakinan terhadap kemenangan Abdillah dalam Pilkada menjadi walikota Medan tanpa harus memberikan bukti. Tanpa harus memberi bukti si penutur yakin akan informasi yang disampaikannya. Pada kalimat (12) kata rasa tidak diartikan sebagai perasaan tetapi pikiran. Ini menjadi budaya penutur BMS untuk mengungkapkan pemikirannya melalui kata rasa. Atas dasar pemikiran itu maka penutur juga merasa yakin akan kadar informasi yang diberikannya bahwa telah terjadi pergeseran budaya berpakaian. Dahulu perempuan lebih suka memakai rok, tetapi kini perempuan lebih suka memakai celana panjang.

Berikut adalah contoh jenis evidensial ‘keyakinan’ dalam BMS.

(13) Pada suatu hari ayah berpiker tentang maksod nyanyian anaknye yun.

(Cerita si Buyung Besar)

‘Pada suatu hari ayah berpikir tentang maksud nyanyian anaknya itu.’

(14) Andaike si Jibau dan Siti Ensah dewase kelak, mereke akan dikawinkan. (Jibau Malang)

‘Andaikan si Jibau dan Siti Ensah dewasa kelak, mereka akan dikawinkan’.

(15) Raje dan Perdane Menteri mengire mereke sudah terlalu tue dan selalu saket-saketan.

(Tuah Burung Merbuk)

‘Raja dan Perdana Menteri mengira mereka sudah terlalu tua dan selalu sakit-sakitan’.

(16) Andaike mereka tak diberi gaji, mereka tak ndak mengikot belayar dengan si Buyong Besar. (Cerita si Buyung Besar)

‘Andaikan mereka tidk diberi gaji, mereka tidak mau mengikut berlayar dengan si Buyung Besar.’

(17) Mereke menduge bahwe si Jibau segere tewas mengingat keris yun amat bebise.

(Jibau Malang)

‘Mereka menduga bahwa si Jibau segera tewas mengingat keris itu sangat berbisa.’

3.2 Induksi (Induction)

Pada sumber induksi, si penutur menyimpulkan informasi dari khusus ke umum. Contoh sumber induksi (induction) dalam BMS adalah:

(18) Pintu masok balairiung nen seharusnya dibuke isok pagi

‘Pintu masuk balairiung ini seharusnya dibuka besok pagi’

(19) Mestinya jalan tikus nun ditutop saje

‘Seharusnya jalan kecil itu ditutup saja’ Pada kalimat (18) penutur menyimpulkan informasi tentang pintu masuk balairiung seharusnya dibuka pagi hari mengingat acara akan diadakan di ruangan utama balairiung pada siang hari. Oleh karena itu, penutur menginformasikan hal ini dari yang bersifat khusus ke umum agar informasi ini dapat didengar oleh panitia atau penjaga pintu balairiung. Demikian pula pada kalimat (19) penutur menyimpulkan jalan tikus yang selama ini tak berguna dan kotor sebaiknya ditutup saja. Untuk itu, penutur berharap informasinya tersebut dapat disebarluaskan dan diketahui oleh pihak yang berkenaan.

3.3 Bukti Inderawi (Sensory Evidence)

Pada sumber bukti inderawi, informasi yang diperoleh hampir sama tingkat kepastiannya. Berikut adalah contoh bukti sensoris dalam BMS.


(5)

LOGAT

JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume I No. 2 Oktober Tahun 2005 (20) Patek keleh di hujung jalan kampong nen

bakal dibuat jembatan kayu.

‘Saya lihat akan dibangun jembatan kayu di ujung jalan desa ini’.

(21) Ambe dengar macam ade suara orang begadoh di sebelah rumah kite.

‘Saya dengar seperti ada yang berkelahi di sebelah rumah kita’.

(22) Hawe menyan di bilik mak nen asalnye dari rumah dukon sebelah yun.

‘Bau kemenyan di kamar ibu ini berasal dari rumah dukun sebelah itu’.

Pada kalimat (20) si penutur menggunakan sumber bukti inderawi, yaitu mata untuk mendapatkan informasi tentang jembatan yang akan dibangun, sedangkan pada kalimat (21) penutur menggunakan inderawi telinga untuk memperoleh informasi tentang adanya perkelahian di sebelah rumahnya. Lain halnya dengan kalimat (22), penutur menggunakan inderawi penciuman untuk memperoleh informasi asal bau kemenyan yang masuk ke kamar ibunya.

3.4 Bukti Kabar Angin/Desas-Desus (Hearsay Evidence)

Jenis kabar orang/angin atau desas-desus (hearsay evidence) di antaranya menggunakan kutipan langsung seperti, (23) Joe said, ”It's raining” atau kutipan tidak langsung seperti, (24) Joe says it’s raining, (25) They say it’s raining, yang menunjukkan bahwa penutur melemparkan tanggung jawab pada Joe tentang kebenaran pernyataan yang diberikan. Jenis ini juga menggunakan verba ‘laporan’ misalnya, (26) I hear it’s raining, (27) It’s reported to be raining, yang menunjukkan penutur menetapkan tanggung jawab pada sumber yang tidak disebutkan. Termasuk kutipan akademik seperti, Evidentiality has been shown to be pervasive in English (Chafe 1986:261 dalam Saeed 2000).

Pada sumber bukti kabar/angin (hearsay evidence), informasi yang diperoleh si penutur berasal dari sumber lain, misalnya,

(28) Kunun si Udin bercerai dengan bininye. (tidak langsung)

‘Kabarnya si Udin bercerai dengan istrinya.’

(29) Kate orang Hamid telah kawin lagi. (tidak langsung)

‘Kata orang Hamid telah menikah lagi.’

(30) Menurut berita surat kabar hari nen, isok petang bakal terjadi gempe lagi. (tidak langsung)

‘Menurut berita koran hari ini, besok sore akan terjadi gempa susulan’

(31) Ie berkhabar kepade ambe di dalam mimpi akan rupe Puteri Bungso yun. (tidak langsung)

‘Ia memberitahu kepada saya di dalam mimpi wajah Puteri Bungsu itu.’

Pada kalimat (28) dan (29) informasi yang diperoleh penutur berasal dari sumber bukti kabar angin dan dari orang kedua, sedangkan pada kalimat (30) dan (31), informasi yang diperoleh bersumber dari bukti koran dan mimpi. Jadi, bukti koran dan mimpi adalah informasi yang diperoleh secara tidak langsung, tetapi menggunakan media, misalnya,

(32) Tersebut pulelah kesah akan Datok Orang Kaye Mude. Ie mendapat khabar berite bahwe si Jibau pernah mendatangi pondok Siti Ensah. (Jibau Malang)

‘Adalah kisah Datuk Orang Kaya Muda. Ia mendapat kabar berita bahwa si Jibau pernah mendatangi rumah Siti Ensah.’

Setibe di istananye, dilihatnye si Jibau telah ade di sane, kerane si Jibau mendapat khabar bahwe Siti Ensah berade di istane yun kerane ditawan oleh Orang Kaye Mude. (Jibau Malang)

‘Sesampainya di istananya, dilihatnya si Jibau sudah berada di sana, karena si Jibau mendapat kabar bahwa Siti Ensah yang ditawan oleh Orang Kaya Muda berada di istana itu.’

(33) Terdengarlah khabar oleh Datuk Orang Kaye Mude bahwe Jibau maseh hidop dan same-same bejalan dengan Siti Ensah.

(Jibau Malang)

‘Terdengar kabar oleh Datuk Orang Kaya Muda bahwa Jibau masih hidup dan sama-sama berjalan dengan Siti Ensah.’

(34) Beberape hari kemudian perwirenye melaporkan bahwe cahaye nun berasal dari wajah seorang putri yang amat cantek. (Putri Merak Jingga)

‘Beberapa hari kemudian perwiranya melaporkan bahwa cahaya itu berasal dari wajah seorang putri yang sangat cantik.’

Dari contoh kalimat (32-34) dapat dikatakan bahwa informasi yang diperoleh secara tidak langsung pada jenis evidensial ‘kabar orang/angin’ dapat dikenal melalui kata-kata seperti berikut: kabar berita, mendapat kabar, terdengarlah kabar, dan melaporkan.


(6)

LOGAT

JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume I No. 2 Oktober Tahun 2005 Pada sumber deduksi (deduction), penutur

menggunakan hipotesis untuk meramalkan faktualitas (kenyataan).

Misalnya,

(35) Menurut hemat ambe, hujan bakal turon sekejap lagi gegare dah mendong kukeleh langit nun.

‘Menurut hemat saya, hujan akan turun sebentar lagi karena langit sudah mendung.’ (36) Menurut dugaan patek, Tengku Nurdin dah

tibe di Perbaungan Pukul 12.00 wib tengah hari pasalnye Tengku dah bertolak dari Medan Pukul 8.00 pagi tadi.

‘Menurut dugaan saya, Tengku Nurdin sudah tiba di Perbaungan pukul 12.00 wib siang karena Tengku telah berangkat dari Medan pukul 8.00 wib pagi.’

Penutur pada contoh kalimat (35) meramalkan akan turun hujan karena berdasarkan kenyataan, cuaca saat itu mendung. Ramalan tersebut didasari dengan dugaan. Demikian halnya dengan kalimat (36) bahwa Tengku Nurdin sudah seharusnya tiba di Perbaungan sesuai dengan jadwal yang sudah diperhitungkan. Hal ini disebabkan jarak Medan-Perbaungan dapat ditempuh dalam waktu 1,5 jam. Penutur menggunakan hipotesis untuk meramalkan

3.6 Tingkat keterandalan (degree of reliability)

Dalam bahasa Inggris pemarkah yang termasuk ke dalam jenis tingkat keterandalan (degree of reliability) ini terdiri atas:

(i) Kata modalitas yang ditempatkan sebelum verba utama kalimat: She could / might / may come tomorrow,

(ii) Adverbia, yaitu kata yang membatasi verba atau kalimat: She will possibly / probably / certainly / undoubtably come tomorrow, (iii) Bentuk berpagar (hedges), yaitu ungkapan

yang menandai proposisi dengan ‘hanya kira-kira benar’. Bentuk ini dibedakan atas non-prototipikalitas: It’s sort of a book

(bukan buku sebenarnya); It’s sort of / kind of raining (bukan “benar-benar” hujan) dan Approksimasi: It rained about / approximately three inches

Berikut adalah contoh jenis evidensial

tingkat keterandalan dalam bahasa Melayu Serdang yang dikutip dari teks Sastra Lisan Melayu Serdang.

(37) Pastinye yang disebelah Raje yun adalah abangnye, Ahmad. (Tuah Burung Merbuk) ‘Pastinya yang di sebelah Raja itu adalah abangnya, Ahmad.’

(38) Pade malam hari, Raje teade bisa memejamke matenye,…. (Putri Burung Kuau)

‘Pada malam hari, Raja tidak bisa sedikit pun memicingkan matanya,….’

(39) Andaike putri Kuau te menuruti Raje Mude ntok mendendangke syair Kuau, boleh jadi putri Kuau te jadi burung kuau. (Putri Burung Kuau)

‘Seandainya Putri Kuau tidak menuruti Raja Muda untuk mendendangkan syair Kuau, mungkin Putri Kuau tidak berubah menjadi burung kuau.’

(40) Sudahlah wahai kande, sebaiknye kande tak menyuroh dinde mendendangkan syair kuau ni lagi, karang kande menyesal! (Putri Burung Kuau)

‘Sudahlah wahai abang, sebaiknya abang tidak menyuruh adik mendendangkan syair kuau ini lagi, nanti abang menyesal!’

(41) Jike bulu tengkok Jin Laot dipegang maka ia akan lemas macam cacing mati. (Putri Merak Jingga)

‘Jika bulu kuduk Jin Laot dipegang maka ia akan lemas seperti cacing mati.’

3.7 Kesimpulan (inference)

Penggunaan jenis kesimpulan (inference) adalah sebagai berikut

(i) Kata modalitas dalam You're all wet, it must / has to / ‘s gotta be raining;

(ii) Adverbia, misalnya, It’s obviously / evidently / apparently raining; Maybe / perhaps it’s raining;

(iii) Adjektiva, misalnya, It’s obvious / evident / apparent that it’s raining;

Berikut adalah contoh jenis evidensial

kesimpulan dalam BMS yang dikutip dari teks

Sastra Lisan Melayu Serdang.

(42) Beraleh kesah kepade Raje Berhale, sudah nyate bahwe Kemale Putri menghilang bersama tombak Serampang Sakti (Sri Putih Cermin)

‘Berpindah cerita ke Raja Berhala, terbukti bahwa Kemala Putri menghilang bersama tombak Serampang Sakti.’

(43) Ia berkate: “Kirenye cukoplah sudah hukoman yang ditimpeke Tuhan kepade Datok Penghulu, kuharap ampunilah die.” (Cerita si Buyung Besar)

Ia berkata: “Cukuplah sudah hukuman yang diberikan Tuhan kepada Datok Penghulu, kuharap ampunilah dia.”


(7)

LOGAT

JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume I No. 2 Oktober Tahun 2005 (44) Mengkali benar kate tuan kadhi, marilah

kite menemuinye ke ruangan. Terlihatlah oleh mereke Datok penghulu tengah dalam kepayahan. (Cerita si Buyung Besar)

‘Mungkin benar kata tuan kadi, marilah kita menemuinya ke ruangan. Terlihat oleh mereka Datok penghulu sedang dalam kelelahan.’

(45) Pertumbohan anak nen jaoh berbede dari budak-budak yang laen kerne badannye lekas tumboh besar. Itulah sebabnye die diberi name si Buyong Besar. (Cerita si Buyung Besar)

‘Pertumbuhan anak itu jauh berbeda dari anak-anak yang lain karena tubuhnya cepat besar. Itulah sebabnya ia diberi nama si Buyong Besar.’

(46) Nampaknye Orang Kaye Mude mulai lemas dan hamper tak bedaye lagi, maka dicabotnyelah keris Tumbuk Lade Siganjak Emas, lantas ditikamkenye kepade si Jibau.

(Jibau Malang)

‘Kelihatannya Orang Kaya Muda mulai lemas dan hampir tidak berdaya lagi, maka dicabutnyalah keris Tumbuk Lada Siganjak Emas, lantas ditikamkannya kepada si Jibau.’

(47) Make tidak pelak lagi ko Marajaye dikagomi oleh gades-gades di kampong yun. (Sri Putih Cermin)

‘Tidaklah heran kalau Marajaya dikagumi para gadis di desa itu.’

(48) … Betollah ape yang dikateke nenek tue dalam mimpinye, burong-burong Kuau bering-iringan datang amat gembirenye dan hinggap di pokok kelape gadeng. (Putri Burung Kuau)

‘… Benarlah apa yang dikatakan nenek tua dalam mimpinya, burung-burung Kuau bering-iring datang dengan gembiranya dan hinggap di pohon kelapa gading.’

Dari ketujuh contoh di atas dapatlah disimpulkan bahwa ‘sudah nyate’, ‘kirenye’, ‘mengkali’, itulah sebabnye’, ‘nampaknye’, ‘tidak heran’, ‘betollah’ merupakan kata yang menggunakan jenis evidensial kesimpulan. Sebaliknya untuk bukti sensoris yang menggunakan verba persepsi langsung dan verba persepsi tidak langsung yang masih termasuk dalam jenis evidensial kesimpulan. Bukti sensoris

yang menggunakan verba persepsi langsung

(dengan pernyataan yang kuat) tergambar dalam kalimat dalam bahasa Inggris seperti: I can hear / see / feel / smell it raining; dan yang menggunakan

verba persepsi tidak langsung (pernyataan lemah) tergambar dalam kalimat bahasa Inggris seperti: It feels / looks / smells / sounds like it’s raining. Berikut adalah contoh bukti ‘sensoris’ dalam

Sastra Lisan Melayu Serdang.

(49) Di sane dilihatnye si Jibau ade berendam dalam lubok yun. Di sane dilihatnye si Jibau terantai di bawah tangge istane. (Jibau Malang)

Di sana dilihatnya si Jibau ada berendam dalam lubuk sungai itu. Di sana dilihatnya si Jibau terantai di bawah tangga istana.

(50) Ketika Jin Laot melihat ade orang yang telah berani memasuki kawasannye tun, ia amat marah dan berniat hendak membunoh orang tersebut. (Putri Merak Jingga) Ketika Jin Laot melihat ada orang yang telah berani memasuki daerahnya itu, ia sangat marah dan berniat hendak membunuh orang tersebut.

(51) Tibe-tibe ie tersentak dari khayalannye ketike didengarnye suare ribot-ribot. Abangnye, Putre Bandar Sakti sedang becakap kepade ayahnye yang menyateke bahwe Alang Jermal hingge senje itu belom juge muncol dari dalam laot. Mendengar berite itu serase putoslah jantong Merak Jingge. (Putri Merak Jingga) Ketike Putri Merak Jingge mendengar perkataan abangnye yun, seakan-akan lenyaplah penyaketnye, dan dengan diam-diam ia mengintep dari biliknye. (Putri Merak Jingga)

Tiba-tiba ia tersentak dari khayalannya ketika didengarnya suara ribut-ribut. Abangnya, Putra Bandar Sakti sedang berbicara kepada ayahnya yang mengatakan bahwa Alang Jermal hingga senja itu belum juga muncul dari dalam laut. Mendengar kabar itu serasa putuslah jantung Merak Jingge.

Ketika Putri Merak Jingga mendengar kata-kata abangnya itu, seakan-akan hilanglah penyakitnya, dan dengan diam-diam ia mengintip dari kamarnya.

(52) “Abah dengar tiap-tiap hari ngko menyanyike yang itu-itu juge.” (Cerita si Buyung Besar)

“Ayah dengar setiap hari kau menyanyikan lagu yang itu-itu juga.”

(53) Bondenye berkate “ko anande ke tempatnye nanti, pegilah anande ke Ranto Panjang. Apabile anande melihat disane aer sunge


(8)

LOGAT

JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume I No. 2 Oktober Tahun 2005

mudik ke hulu, pokok kayu mengikot sujod, itulah tandenye nanti bahwe pondok dan Siti Ensah berade di tempat itu. (Jibau Malang) Bundanya berkata “kalau ananda ke tempatnya nanti, pergilah ananda ke Rantau Panjang. Apabila ananda di sana melihat air sungai mengalir ke hulu, pohon kayu mengarah ke Kiblat, itulah tandanya nanti bahwa rumah dan Siti Ensah berada di tempat itu.

(54) Kuau sulong merase gelesah melihat adeknye dan iapun memperingatke dengan mendendangke nyanyiannye. (Putri Burung Kuau). Kuau sedar dan tak bise bebuat apepun, akak-akaknye menanges sedeh melihat adeknye tetangkap, mereke menyanyi besame. (Putri Burung Kuau)

Kuau sulung merasa gelisah melihat adiknya dan ia pun memperingatkan dengan mendendangkan nyanyiannya. Kuau sadar dan tak bisa berbuat apa pun, kakak-kakaknya menangis sedih melihat adiknya tertangkap, mereka menyanyi bersama.

(55) Raje Mude tebuai mendengar merdunye lagu Kuau sedangke Kuau Bongsu menanges sedeh menyadari nasebnye. (Putri Burung Kuau)

Raja Muda terlena mendengar merdunya lagu Kuau sedangkan Kuau Bongsu menangis sedih menyadari nasibnya.

(56) Setelah Marajaye menyembah Raje Indre Bestari, rajepun mengucapke terime kaseh dan bercerite bahwe lidah tanah itu besar dan ganas. Kakinye empat dan larinye cepat. Tak de yang ditakotinye, hanye Tombak Serampang Sakti yang dibawe Kemala Putri yang ditakotinye. (Sri Putih Cermin)

Setelah Marajaya menyembah Raja Indra Bestari, raja pun mengucapkan terima kasih dan bercerita bahwa lidah tanah itu besar dan ganas. Kakinya empat dan larinya cepat. Tidak ada yang ditakutinya, hanya Tombak Serampang Sakti yang dibawa Kemala Putri yang ditakutinya.

(57) Lame kelamean menusok perasaan pemude-pemude yang merase dirinye tidak dikeleh lagi oleh gades-gades. (Sri Putih Cermin)

Lama-kelamaan menusuk perasaan pemuda-pemuda yang merasa dirinya tidak dilihat lagi oleh gadis-gadis.

(58) Akibat memakan kepala burung dan hati burung merbok make si Ahmad pun mulai sedar akan dirinye. (Tuah Burung Merbuk)

Akibat memakan kepala burung dan hati burung merbuk membuat si Ahmad mulai sadar pada dirinya.

(59) Bile nanti ia sudah merase segar kembali, baru kite bertanye lebeh lanjut dengannye.

(Tuah Burung Merbuk)

Apabila nanti ia sudah merasa segar kembali, baru kita tanya lebih terperinci kepadanya.

Dari kesebelas contoh di atas dapat dikatakan bahwa terdapat bukti ‘sensoris’ yang menggunakan verba persepsi langsung, yaitu

dilihatnye, melihat, dan bercerite yang menunjukkan pernyataan yang kuat, yaitu melalui bukti sensoris ‘penglihatan’, dan verba persepsi tidak langsung yaitu, didengarnye, mendengar, verba melihat pada contoh (53) termasuk verba persepsi tidak langsung karena peristiwa tersebut belum terjadi. Demikian juga verba pada contoh (57-59), yaitu menusok perasaan’, ‘sedar’ dan

‘merase’ yang merupakan buktisensoris ‘rasa’. Bukti sensoris ‘rasa’ kurang banyak ditemui pada teks tersebut, demikian pula sensoris ‘penciuman’. Untuk itu, contoh kalimat dari sensoris ‘rasa’ dan ‘penciuman’ yang menggunakan verba persepsi langsung dan verba persepsi tidak langsung diambil dari percakapan sehari-hari penutur masyarakat Melayu Serdang, seperti contoh sensoris ‘rasa’ berikut.

(60) Begejolak perasaan patek ketike putri mengeleh patek lalu bertanye pada patek: “sudah santap ke Tuan?”. (langsung)

Begejolak perasaan patik ketika putri melihat patik, kemudian bertanya pada patik: “sudah makan Tuan?”.

(61) Ketike Akang Rapeah becerite perihal putre Sultan Brunei, bedesir jantong patek nen, sebab patek dah pernah bejumpe dan besembang dekat beliau. (tidak langsung)

Ketika Akang Rapeah bercerita tentang putra Sultan Brunei, berdesir jantung patik ini sebab patik sudah pernah berjumpa dan bercakap-cakap dengan beliau.

(62) Tok, “Rase badan ambe macam dibakar api”. (langsung)

Tok, “Rasa badan saya seperti dibakar api”. (63) Amran rase-rase mendideh darahnye

mendengar ucapan itu. (tidak langsung)

Seperti mendidih darah Amran mendengar ucapan itu.

(64) “Kerane banyak sangat garamnye, masakanmu berasa sangat masin,” Yung!. (langsung)


(9)

LOGAT

JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume I No. 2 Oktober Tahun 2005 “Karena terlalu banyak garamnya,

masakanmu terasa sangat asin,” Yung!

(65) Colan, “baiknye ngko rasei dulu kopi tu sebelum dihidangke”. (langsung)

olan, “sebaiknya kau rasa dulu kopi tu sebelum dihidangkan”.

(66) Subang berkate kepada lakinye bahwa ia belom pernah merasai hidop senang macam orang-orang lain. (tidak langsung)

Subang berkata kepada suaminya bahwa ia belum pernah merasakan hidup senang seperi orang-orang lain.

(67) Guru ambe berkate bahwe untok memberike nilai kepade sesuate keindahan, seseorang mestilah faham dan dapat merasekan keindahan yun. (tidak langsung)

Guru saya mengatakan bahwa untuk memberikan nilai kepada sesuatu keindahan, seseorang harus paham dan dapat merasakan keindahan itu.

Berikut adalah contoh sensoris penciuman

oleh penutur masyarakat Melayu Serdang,

(68) Harum benar Ku Mera ni macam wangi bunge melati.” (langsung)

Harum sekali Ku Mera ini seperti wangi bunga melati

(69) Mak marah kepade adek gegare tak mandi-mandi dari tengah hari tadi. Lalu Mak bekate: “Kemejemu bau busok, Mat! Pi mandi sanan! (langsung)

Ibu marah kepada adik karena tidak mandi-mandi dari siang tadi. Kemudian ibu berkata: “Kemejamu bau busuk, Mat! Pi cepat mandi!

(70) Mawar, “Kaen-kaen dan sarong bantal tebiar kotor bebau di bilikmu. Pi angkat dan cuc ke ye nak?” (langsung)

Mawar, “Kain-kain dan sarung bantal dibiarkan kotor di kamarmu sehingga berbau. Segera angkat dan cucikan ya nak?”

(71) Bau yang tecium ambe ni bau durian agaknye. Baunye macam dari sebelah rumah kite. (tidak langsung)

Bau yang tercium oleh saya ini kemungkinan bau durian. Baunya sepertinya berasal dari sebelah rumah kita.

(72) “Dari jaoh tecium olehku bau asap setanggi” (langsung)

“Dari jauh tercium saya bau asap pewangi”

(73) Mereke sampe ke tempat bunian yang tak dapat dibaui oleh tentere Jepang (tidak langsung)

Mereka sampai ke tempat persembunyian yang tak dapat diketahui oleh tentara Jepang.

Didapati terlalu banyak bukti sensoris ‘rasa’ dan sensoris ‘penciuman’ yang digunakan oleh penutur masyarakat Melayu Serdang dalam kehidupan sehari-hari. Lebih banyak penutur menggunakan verba persepsi langsung daripada verba persepsi tidak langsung. Inilah yang menunjukkan ciri khas penutur masyarakat Melayu Serdang.

3.8 Harapan umum (general expectation) Harapan umum (general expectation) menggunakan pemarkah wacana of course /in fact /actually /oddly enough, it’s raining. Pemarkah ini menunjukkan bahwa proposisinya dapat saja sejalan atau berlawanan dengan anggapan penutur tentang harapan petutur terhadap kebenaran peristiwanya.

Misalnya:

(74) Tentu saje Merak Kayangan marah pade Marajaye sebab Marajaye lupe akan janjinye pade Merak Kayangan. (Sri Putih Cermin)

Tentu saja Merak Kayangan marah kepada Marajaya sebab Marajaya lupa akan janjinya pada Merak Kayangan.

(75) Sebenarnye ayahnda dah tue jadi tahte sebaiknye digantike oleh Marajaye (Sri Putih Cermin)

Sebenarnya ayahanda sudah tua jadi tahta sebaiknya digantikan oleh Marajaya.

(76) Amat mengherankan, Marayaje hilang dibawe aer tak tentu rimbenye. (Sri Putih Cermin)

Aneh, Marayaja hilang dibawa air tidak tahu kemana.

(77) Sunggoh heran, Raje dan Kak Kembang te tau siape pule yang memasak ke makanan nen. Tapi mereka diam tak becakap. (Putri Burung Kuau)

Heran sekali, Raja dan Kak Kembang tidak tahu siapa pula yang memasakkan makanan itu. Tapi mereka diam tidak mempertanyakannya.

4.

SIMPULAN

Evidensialitas pada BMS dapat diklasifikasikan ke dalam tingkat keterandalan, keyakinan, kesimpulan, kabar angin dan harapan umum.


(10)

LOGAT

JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume I No. 2 Oktober Tahun 2005 Namun, ciri khusus evidensial pada BMS dominan

pada tingkat keyakinan, kesimpulan, dan kabar angin dan jenis evidensial tingkat keterandalan dan harapan umum jarang dijumpai.

Pemarkah evidensialitas yang dapat disimpulkan adalah:

1. Tingkat keterandalan disampaikan dalam BMS dalam bentuk (i) modalitas (yaitu bisa, boleh jadi, sebaiknya) (ii) adverbial (yaitu

pastinya) dan (iii) bentuk pagar (yaitu

macam).

2. Tingkat keyakinan dalam BMS, yaitu berpikir, andaike, mengire, dan menduga yang dipaparkan melalui informasi yang dapat disampaikan tanpa bukti yang perlu dipertanggungjawabkan.

3. Tingkat kesimpulan yang diekspresikan dalam jenis kata: (i) modalitas (yaitu mengkali), (ii) adverbial (yaitu kirenye, nampaknye). Selain itu, terdapat bentuk penggunaan adverbial dalam bentuk frasa, yaitu itulahsebabnya, (iii) juga adjektiva (yaitu tidak heran, betullah), dan (iv) bukti sensoris yang digunakan melalui inderawi dengan menggunakan verba persepsi langsung (dengan pernyataan yang kuat) dan verba persepsi tidak langsung. a. Pada verba persepsi langsung, terdapat

jenis visual (penglihatan) seperti

dilihat(nye), melihat, melihat, pada jenis auditori (pendengaran) yaitu didengernye, denger, mendengar, pada verbal (pengucapan) terdapat penggalan kalimat

mengucapke, dan bercerite, pada jenis indera penciuman, yaitu hawe, bau, wangi

dan jenis indera rasa terdapat tuturan seperti menusok perasaan dan jatoh hati.

b. Pada verba persepsi tidak langsung

(pernyataan lemah) terdapat jenis visual (penglihatan) seperti tampaknye, pada jenis auditoris (pendengaran) seperti

kedengarannye, jenis indera penciuman seperti baunye macam bau durian,

harumnye tecium, dan pada indera rasa terdapat tuturan rasenye.

4. Pada sumber induksi, terdapat penggunaan informasi dari khusus ke umum dan pada sumber deduksi penutur sering menggunakan hipotesis untuk meramalkan faktualitas (kenyataan).

5. Tingkat kabar angin diekspresikan dengan menggunakan kutipan langsung, kutipan tidak langsung dan verba lapor. Kutipan langsung misalnya: perwirenye melaporkan: “cahaye itu… dan kutipan tidak langsung misalnya:

menurut berite surat kabar hari nen bahwa…, ia mendapat kabar berita …, kunun si Udin bercerai, terdengarlah khabar … sedangkan verba lapor misalnya: melaporkan.

6. Tingkat harapan umum menggunakan pemarkah wacana, yaitu tentu saje, sebenarnye, amat mengherankan, dan

sunggoh heran. Pemarkah ini proposisinya dapat sesuai ataupun tidak dengan anggapan penutur tentang harapan petutur mengenai kebenaran peristiwa tersebut.

Catatan:

1

Menurut Chaer (1994:262) modalitas adalah keterangan dalam kalimat yang menyatakan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan, yaitu mengenai perbuatan, keadaan, dan peristiwa; atau juga sikap terhadap lawan bicaranya. Sikap ini dapat berupa pernyataan kemungkinan, keinginan,

atau juga keizinan. Dalam Bahasa Indonesia dan sejumlah bahasa lain, modalitas ini dinyatakan secara leksikal. Umpamanya dengan kata-kata

mungkin, barangkali, sebaliknya, seharusnya, tentu, pasti, boleh, mau, ingin dan seyogianya. Palmer (dalam Alwi 1992) menyoroti modalitas atas tiga jenis yaitu modalitas epistemik, modalitas deontik, dan modalitas dinamik.

2

Menurut Kearns (2000:53) disebutkan

epistemic modality karena modalitas ini berkaitan dengan apa yang diketahui. Pernyataan-pernyataan dengan modal epistemik mengungkapkan kesimpulan yang ditarik dari bukti nyata tentang kisaran beberapa kemungkinan sementara deontic modality berkaitan dengan kewajiban, keizinan maupun kemungkinan. Modalitas epistemik berhubungan dengan pengetahuan, kepastian, atau bukti yang digambarkan penutur dalam proposisinya. Misalnya, Teleponnya tidak diangkat, dia pasti / mungkin sudah keluar.

3

www//http.gogle.com.Evidentiality. Informasi ini merupakan laporan penelitian dalam semantik dan sintaksis Noun Classification in Swahili.

4

Studi kasus bahasa Nootkan yang dituturkan di Negara Bagian Washington dalam Saeed (2000:132).

5

www//http.gogle.com.Evidentiality. 6

Evidensialitas terhadap bahasa Quechua, Peru merupakan fokus penelitian Martina T Faller (2002). Pembahasan tentang evidensialitas ini dapat dilihat dalam disertasi Faller.

DAFTAR PUSTAKA

Allan, Keith. 1986. Linguistic Meaning. London: Routledge and Kegan Paul.

Allan, Keith. 2001. Natural Language Semantics.

Oxford: Blackwell.

Alwi, Hasan. 1992. Modalitas dalaam Bahasa Indonesia. Jakarta: Kanisius.

Alwi, Hasan, dkk. 1999. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.


(11)

LOGAT

JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume I No. 2 Oktober Tahun 2005 Austin. 1965. How to do Things with Words.

Cambridge: Harvard University

Baldinger, Kurt. 1980. Semantic Theory: Towards a Modern Semantics. Oxford: Basil Blackwell.

Brown and Yule. 1983. Analisis Wacana.

(Terjemahan) Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Brown, G. 1996. Discourse Analysis. Cambridge: Cambridge University

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta

Chaer, Abdul. 2002. Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta

Croft, William dan Alan D. Cruse. Cognitive Linguistics. Cambridge: Cambridge University

Faller, Martina T. 2002. Semantics and Pragmatics of Evidentials in Cuzco Quechea. Disertasi (Tidak diterbitkan).

Filmere. 1977. Pragmatic and Description of Discourse. Munchen: Willhem Fink Verlag Halim, Amran, 1976 Bahasa dan Pembangunan

Bangsa, Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bangsa.

Halliday, M.A.K.1975. Learning How to Mean: Explorations in the Development of Language. London: Edward Arnold

Haliday, M.A.K. 1978. Language as Social Semiotic: The Social Interpretation of Language and Meaning. London: Edward Arnold.

Katz Jerrold, J. 1972. Semantics Theory. New York: Harper dan Row

Kearns, Keith. 2000. Semantics. New York: Macmillan.

Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Leech, Geoffrey, 1983. Prinsip-Prinsip Pragmatik.

(Terjemahan) Jakarta: Universitas Indonesia.

Lyons, John. 1977. Linguistic Semantics.

Cambridge: Cambridge University Masindan, dkk. 1985. Kamus Melayu

Langkat-Indonesia. Jakarta: Depdikbud.

Noor, Yusmaniar, dkk. 1992. Struktur Bahasa Melayu Serdang. Jakarta: Depdikbud.

Palmer.1977. Semantics: A New Outline. Cambridge: Cambridge University

Parera, J.D. 2004.Teori Semantik. Jakarta: Erlangga.

Purwo, Bambang Kaswanti. 1990. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa. Yogjakarta: Kanisius. Purwo, Bambang Kaswanti. 2000. Deiksis dalam

Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Purba, Antilan. 2002. Pragmatik Bahasa

Indonesia. Medan: USU Press.

Saeed, John I. 2000. Semantics. Oxford: Blackwell.

Samarin, 1967. Teknik Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga.

Sandayana, W. dan Aziz A. 2003. Semantics. Jakarta: Universitas Terbuka. (Modul 1-6) Saragih, Amrin. 2003. Bahasa dalam Konteks

Sosial. Medan: PPs USU

Sinar, Tengku Luckman, 1986. Sari Sejarah Serdang I. Jakarta: Depdikbud.

Sinar, Tengku Luckman, 1986. Sari Sejarah Serdang II. Jakarta: Depdikbud.

Siregar, Ahmad Samin, dkk. 1984. Struktur Sastra Lisan Melayu Serdang. Medan: Depdikbud Sudaryanto. 1986. Metode Linguistik.

Yogyakarta: Duta Wacana Universitas. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik

Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana Universitas.

Tarigan, Henry Guntur. 1987. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa.

Verhaar, J.W.M. 2001. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Wahab Abdul. 1995. Teori Semantik. Surabaya: Airlangga University.

Whaley, Lindsay J. 1997. Introduction to Typology. California: Sage

Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi.

www//http.gogle.com.evidentiality.

Yule, George. 2000. Pragmatics. New York: Oxford University.


(1)

LOGAT

JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume I No. 2 Oktober Tahun 2005 Pada sumber deduksi (deduction), penutur

menggunakan hipotesis untuk meramalkan faktualitas (kenyataan).

Misalnya,

(35) Menurut hemat ambe, hujan bakal turon sekejap lagi gegare dah mendong kukeleh langit nun.

‘Menurut hemat saya, hujan akan turun sebentar lagi karena langit sudah mendung.’ (36) Menurut dugaan patek, Tengku Nurdin dah

tibe di Perbaungan Pukul 12.00 wib tengah hari pasalnye Tengku dah bertolak dari Medan Pukul 8.00 pagi tadi.

‘Menurut dugaan saya, Tengku Nurdin sudah tiba di Perbaungan pukul 12.00 wib siang karena Tengku telah berangkat dari Medan pukul 8.00 wib pagi.’

Penutur pada contoh kalimat (35) meramalkan akan turun hujan karena berdasarkan kenyataan, cuaca saat itu mendung. Ramalan tersebut didasari dengan dugaan. Demikian halnya dengan kalimat (36) bahwa Tengku Nurdin sudah seharusnya tiba di Perbaungan sesuai dengan jadwal yang sudah diperhitungkan. Hal ini disebabkan jarak Medan-Perbaungan dapat ditempuh dalam waktu 1,5 jam. Penutur menggunakan hipotesis untuk meramalkan

3.6 Tingkat keterandalan (degree of reliability)

Dalam bahasa Inggris pemarkah yang termasuk ke dalam jenis tingkat keterandalan (degree of reliability) ini terdiri atas:

(i) Kata modalitas yang ditempatkan sebelum verba utama kalimat: She could / might / may come tomorrow,

(ii) Adverbia, yaitu kata yang membatasi verba atau kalimat: She will possibly / probably / certainly / undoubtably come tomorrow, (iii) Bentuk berpagar (hedges), yaitu ungkapan

yang menandai proposisi dengan ‘hanya kira-kira benar’. Bentuk ini dibedakan atas non-prototipikalitas: It’s sort of a book

(bukan buku sebenarnya); It’s sort of / kind of raining (bukan “benar-benar” hujan) dan Approksimasi: It rained about / approximately three inches

Berikut adalah contoh jenis evidensial

tingkat keterandalan dalam bahasa Melayu Serdang yang dikutip dari teks Sastra Lisan Melayu Serdang.

(37) Pastinye yang disebelah Raje yun adalah abangnye, Ahmad. (Tuah Burung Merbuk) ‘Pastinya yang di sebelah Raja itu adalah abangnya, Ahmad.’

(38) Pade malam hari, Raje teade bisa memejamke matenye,…. (Putri Burung Kuau)

‘Pada malam hari, Raja tidak bisa sedikit pun memicingkan matanya,….’

(39) Andaike putri Kuau te menuruti Raje Mude ntok mendendangke syair Kuau, boleh jadi putri Kuau te jadi burung kuau. (Putri Burung Kuau)

‘Seandainya Putri Kuau tidak menuruti Raja Muda untuk mendendangkan syair Kuau, mungkin Putri Kuau tidak berubah menjadi burung kuau.’

(40) Sudahlah wahai kande, sebaiknye kande tak menyuroh dinde mendendangkan syair kuau ni lagi, karang kande menyesal! (Putri Burung Kuau)

‘Sudahlah wahai abang, sebaiknya abang tidak menyuruh adik mendendangkan syair kuau ini lagi, nanti abang menyesal!’

(41) Jike bulu tengkok Jin Laot dipegang maka ia akan lemas macam cacing mati. (Putri Merak Jingga)

‘Jika bulu kuduk Jin Laot dipegang maka ia akan lemas seperti cacing mati.’

3.7 Kesimpulan (inference)

Penggunaan jenis kesimpulan (inference) adalah sebagai berikut

(i) Kata modalitas dalam You're all wet, it must / has to / ‘s gotta be raining;

(ii) Adverbia, misalnya, It’s obviously / evidently / apparently raining; Maybe / perhaps it’s raining;

(iii) Adjektiva, misalnya, It’s obvious / evident / apparent that it’s raining;

Berikut adalah contoh jenis evidensial

kesimpulan dalam BMS yang dikutip dari teks

Sastra Lisan Melayu Serdang.

(42) Beraleh kesah kepade Raje Berhale, sudah nyate bahwe Kemale Putri menghilang bersama tombak Serampang Sakti (Sri Putih Cermin)

‘Berpindah cerita ke Raja Berhala, terbukti bahwa Kemala Putri menghilang bersama tombak Serampang Sakti.’

(43) Ia berkate: “Kirenye cukoplah sudah hukoman yang ditimpeke Tuhan kepade Datok Penghulu, kuharap ampunilah die.” (Cerita si Buyung Besar)

Ia berkata: “Cukuplah sudah hukuman yang diberikan Tuhan kepada Datok Penghulu, kuharap ampunilah dia.”


(2)

LOGAT

JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume I No. 2 Oktober Tahun 2005 (44) Mengkali benar kate tuan kadhi, marilah

kite menemuinye ke ruangan. Terlihatlah oleh mereke Datok penghulu tengah dalam kepayahan. (Cerita si Buyung Besar)

‘Mungkin benar kata tuan kadi, marilah kita menemuinya ke ruangan. Terlihat oleh mereka Datok penghulu sedang dalam kelelahan.’

(45) Pertumbohan anak nen jaoh berbede dari budak-budak yang laen kerne badannye lekas tumboh besar. Itulah sebabnye die diberi name si Buyong Besar. (Cerita si Buyung Besar)

‘Pertumbuhan anak itu jauh berbeda dari anak-anak yang lain karena tubuhnya cepat besar. Itulah sebabnya ia diberi nama si Buyong Besar.’

(46) Nampaknye Orang Kaye Mude mulai lemas dan hamper tak bedaye lagi, maka dicabotnyelah keris Tumbuk Lade Siganjak Emas, lantas ditikamkenye kepade si Jibau.

(Jibau Malang)

‘Kelihatannya Orang Kaya Muda mulai lemas dan hampir tidak berdaya lagi, maka dicabutnyalah keris Tumbuk Lada Siganjak Emas, lantas ditikamkannya kepada si Jibau.’

(47) Make tidak pelak lagi ko Marajaye dikagomi oleh gades-gades di kampong yun. (Sri Putih Cermin)

‘Tidaklah heran kalau Marajaya dikagumi para gadis di desa itu.’

(48) … Betollah ape yang dikateke nenek tue dalam mimpinye, burong-burong Kuau bering-iringan datang amat gembirenye dan hinggap di pokok kelape gadeng. (Putri Burung Kuau)

‘… Benarlah apa yang dikatakan nenek tua dalam mimpinya, burung-burung Kuau bering-iring datang dengan gembiranya dan hinggap di pohon kelapa gading.’

Dari ketujuh contoh di atas dapatlah disimpulkan bahwa ‘sudah nyate’, ‘kirenye’, ‘mengkali’, itulah sebabnye’, ‘nampaknye’, ‘tidak heran’, ‘betollah’ merupakan kata yang menggunakan jenis evidensial kesimpulan. Sebaliknya untuk bukti sensoris yang menggunakan verba persepsi langsung dan verba persepsi tidak langsung yang masih termasuk dalam jenis evidensial kesimpulan. Bukti sensoris

yang menggunakan verba persepsi langsung

(dengan pernyataan yang kuat) tergambar dalam kalimat dalam bahasa Inggris seperti: I can hear / see / feel / smell it raining; dan yang menggunakan

verba persepsi tidak langsung (pernyataan lemah) tergambar dalam kalimat bahasa Inggris seperti: It feels / looks / smells / sounds like it’s raining. Berikut adalah contoh bukti ‘sensoris’ dalam

Sastra Lisan Melayu Serdang.

(49) Di sane dilihatnye si Jibau ade berendam dalam lubok yun. Di sane dilihatnye si Jibau terantai di bawah tangge istane. (Jibau Malang)

Di sana dilihatnya si Jibau ada berendam dalam lubuk sungai itu. Di sana dilihatnya si Jibau terantai di bawah tangga istana.

(50) Ketika Jin Laot melihat ade orang yang telah berani memasuki kawasannye tun, ia amat marah dan berniat hendak membunoh orang tersebut. (Putri Merak Jingga) Ketika Jin Laot melihat ada orang yang telah berani memasuki daerahnya itu, ia sangat marah dan berniat hendak membunuh orang tersebut.

(51) Tibe-tibe ie tersentak dari khayalannye ketike didengarnye suare ribot-ribot. Abangnye, Putre Bandar Sakti sedang becakap kepade ayahnye yang menyateke bahwe Alang Jermal hingge senje itu belom juge muncol dari dalam laot. Mendengar berite itu serase putoslah jantong Merak Jingge. (Putri Merak Jingga) Ketike Putri Merak Jingge mendengar perkataan abangnye yun, seakan-akan lenyaplah penyaketnye, dan dengan diam-diam ia mengintep dari biliknye. (Putri Merak Jingga)

Tiba-tiba ia tersentak dari khayalannya ketika didengarnya suara ribut-ribut. Abangnya, Putra Bandar Sakti sedang berbicara kepada ayahnya yang mengatakan bahwa Alang Jermal hingga senja itu belum juga muncul dari dalam laut. Mendengar kabar itu serasa putuslah jantung Merak Jingge.

Ketika Putri Merak Jingga mendengar kata-kata abangnya itu, seakan-akan hilanglah penyakitnya, dan dengan diam-diam ia mengintip dari kamarnya.

(52) “Abah dengar tiap-tiap hari ngko menyanyike yang itu-itu juge.” (Cerita si Buyung Besar)

“Ayah dengar setiap hari kau menyanyikan lagu yang itu-itu juga.”

(53) Bondenye berkate “ko anande ke tempatnye nanti, pegilah anande ke Ranto Panjang. Apabile anande melihat disane aer sunge


(3)

LOGAT

JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume I No. 2 Oktober Tahun 2005

mudik ke hulu, pokok kayu mengikot sujod, itulah tandenye nanti bahwe pondok dan Siti Ensah berade di tempat itu. (Jibau Malang) Bundanya berkata “kalau ananda ke tempatnya nanti, pergilah ananda ke Rantau Panjang. Apabila ananda di sana melihat air sungai mengalir ke hulu, pohon kayu mengarah ke Kiblat, itulah tandanya nanti bahwa rumah dan Siti Ensah berada di tempat itu.

(54) Kuau sulong merase gelesah melihat adeknye dan iapun memperingatke dengan mendendangke nyanyiannye. (Putri Burung Kuau). Kuau sedar dan tak bise bebuat apepun, akak-akaknye menanges sedeh melihat adeknye tetangkap, mereke menyanyi besame. (Putri Burung Kuau)

Kuau sulung merasa gelisah melihat adiknya dan ia pun memperingatkan dengan mendendangkan nyanyiannya. Kuau sadar dan tak bisa berbuat apa pun, kakak-kakaknya menangis sedih melihat adiknya tertangkap, mereka menyanyi bersama.

(55) Raje Mude tebuai mendengar merdunye lagu Kuau sedangke Kuau Bongsu menanges sedeh menyadari nasebnye. (Putri Burung Kuau)

Raja Muda terlena mendengar merdunya lagu Kuau sedangkan Kuau Bongsu menangis sedih menyadari nasibnya.

(56) Setelah Marajaye menyembah Raje Indre Bestari, rajepun mengucapke terime kaseh dan bercerite bahwe lidah tanah itu besar dan ganas. Kakinye empat dan larinye cepat. Tak de yang ditakotinye, hanye Tombak Serampang Sakti yang dibawe Kemala Putri yang ditakotinye. (Sri Putih Cermin)

Setelah Marajaya menyembah Raja Indra Bestari, raja pun mengucapkan terima kasih dan bercerita bahwa lidah tanah itu besar dan ganas. Kakinya empat dan larinya cepat. Tidak ada yang ditakutinya, hanya Tombak Serampang Sakti yang dibawa Kemala Putri yang ditakutinya.

(57) Lame kelamean menusok perasaan pemude-pemude yang merase dirinye tidak dikeleh lagi oleh gades-gades. (Sri Putih Cermin)

Lama-kelamaan menusuk perasaan pemuda-pemuda yang merasa dirinya tidak dilihat lagi oleh gadis-gadis.

(58) Akibat memakan kepala burung dan hati burung merbok make si Ahmad pun mulai sedar akan dirinye. (Tuah Burung Merbuk)

Akibat memakan kepala burung dan hati burung merbuk membuat si Ahmad mulai sadar pada dirinya.

(59) Bile nanti ia sudah merase segar kembali, baru kite bertanye lebeh lanjut dengannye.

(Tuah Burung Merbuk)

Apabila nanti ia sudah merasa segar kembali, baru kita tanya lebih terperinci kepadanya.

Dari kesebelas contoh di atas dapat dikatakan bahwa terdapat bukti ‘sensoris’ yang menggunakan verba persepsi langsung, yaitu

dilihatnye, melihat, dan bercerite yang menunjukkan pernyataan yang kuat, yaitu melalui bukti sensoris ‘penglihatan’, dan verba persepsi tidak langsung yaitu, didengarnye, mendengar, verba melihat pada contoh (53) termasuk verba persepsi tidak langsung karena peristiwa tersebut belum terjadi. Demikian juga verba pada contoh (57-59), yaitu menusok perasaan’, ‘sedar’ dan

‘merase’ yang merupakan buktisensoris ‘rasa’. Bukti sensoris ‘rasa’ kurang banyak ditemui pada teks tersebut, demikian pula sensoris ‘penciuman’. Untuk itu, contoh kalimat dari sensoris ‘rasa’ dan ‘penciuman’ yang menggunakan verba persepsi langsung dan verba persepsi tidak langsung diambil dari percakapan sehari-hari penutur masyarakat Melayu Serdang, seperti contoh sensoris ‘rasa’ berikut.

(60) Begejolak perasaan patek ketike putri mengeleh patek lalu bertanye pada patek: “sudah santap ke Tuan?”. (langsung)

Begejolak perasaan patik ketika putri melihat patik, kemudian bertanya pada patik: “sudah makan Tuan?”.

(61) Ketike Akang Rapeah becerite perihal putre Sultan Brunei, bedesir jantong patek nen, sebab patek dah pernah bejumpe dan besembang dekat beliau. (tidak langsung)

Ketika Akang Rapeah bercerita tentang putra Sultan Brunei, berdesir jantung patik ini sebab patik sudah pernah berjumpa dan bercakap-cakap dengan beliau.

(62) Tok, “Rase badan ambe macam dibakar api”. (langsung)

Tok, “Rasa badan saya seperti dibakar api”. (63) Amran rase-rase mendideh darahnye

mendengar ucapan itu. (tidak langsung)

Seperti mendidih darah Amran mendengar ucapan itu.

(64) “Kerane banyak sangat garamnye, masakanmu berasa sangat masin,” Yung!. (langsung)


(4)

LOGAT

JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume I No. 2 Oktober Tahun 2005 “Karena terlalu banyak garamnya,

masakanmu terasa sangat asin,” Yung!

(65) Colan, “baiknye ngko rasei dulu kopi tu sebelum dihidangke”. (langsung)

olan, “sebaiknya kau rasa dulu kopi tu sebelum dihidangkan”.

(66) Subang berkate kepada lakinye bahwa ia belom pernah merasai hidop senang macam orang-orang lain. (tidak langsung)

Subang berkata kepada suaminya bahwa ia belum pernah merasakan hidup senang seperi orang-orang lain.

(67) Guru ambe berkate bahwe untok memberike nilai kepade sesuate keindahan, seseorang mestilah faham dan dapat merasekan keindahan yun. (tidak langsung)

Guru saya mengatakan bahwa untuk memberikan nilai kepada sesuatu keindahan, seseorang harus paham dan dapat merasakan keindahan itu.

Berikut adalah contoh sensoris penciuman

oleh penutur masyarakat Melayu Serdang,

(68) Harum benar Ku Mera ni macam wangi bunge melati.” (langsung)

Harum sekali Ku Mera ini seperti wangi bunga melati

(69) Mak marah kepade adek gegare tak mandi-mandi dari tengah hari tadi. Lalu Mak bekate: “Kemejemu bau busok, Mat! Pi mandi sanan! (langsung)

Ibu marah kepada adik karena tidak mandi-mandi dari siang tadi. Kemudian ibu berkata: “Kemejamu bau busuk, Mat! Pi cepat mandi!

(70) Mawar, “Kaen-kaen dan sarong bantal tebiar kotor bebau di bilikmu. Pi angkat dan cuc ke ye nak?” (langsung)

Mawar, “Kain-kain dan sarung bantal dibiarkan kotor di kamarmu sehingga berbau. Segera angkat dan cucikan ya nak?”

(71) Bau yang tecium ambe ni bau durian agaknye. Baunye macam dari sebelah rumah kite. (tidak langsung)

Bau yang tercium oleh saya ini kemungkinan bau durian. Baunya sepertinya berasal dari sebelah rumah kita.

(72) “Dari jaoh tecium olehku bau asap setanggi” (langsung)

“Dari jauh tercium saya bau asap pewangi”

(73) Mereke sampe ke tempat bunian yang tak dapat dibaui oleh tentere Jepang (tidak langsung)

Mereka sampai ke tempat persembunyian yang tak dapat diketahui oleh tentara Jepang.

Didapati terlalu banyak bukti sensoris ‘rasa’ dan sensoris ‘penciuman’ yang digunakan oleh penutur masyarakat Melayu Serdang dalam kehidupan sehari-hari. Lebih banyak penutur menggunakan verba persepsi langsung daripada verba persepsi tidak langsung. Inilah yang menunjukkan ciri khas penutur masyarakat Melayu Serdang.

3.8 Harapan umum (general expectation) Harapan umum (general expectation) menggunakan pemarkah wacana of course /in fact /actually /oddly enough, it’s raining. Pemarkah ini menunjukkan bahwa proposisinya dapat saja sejalan atau berlawanan dengan anggapan penutur tentang harapan petutur terhadap kebenaran peristiwanya.

Misalnya:

(74) Tentu saje Merak Kayangan marah pade Marajaye sebab Marajaye lupe akan janjinye pade Merak Kayangan. (Sri Putih Cermin)

Tentu saja Merak Kayangan marah kepada Marajaya sebab Marajaya lupa akan janjinya pada Merak Kayangan.

(75) Sebenarnye ayahnda dah tue jadi tahte sebaiknye digantike oleh Marajaye (Sri Putih Cermin)

Sebenarnya ayahanda sudah tua jadi tahta sebaiknya digantikan oleh Marajaya.

(76) Amat mengherankan, Marayaje hilang dibawe aer tak tentu rimbenye. (Sri Putih Cermin)

Aneh, Marayaja hilang dibawa air tidak tahu kemana.

(77) Sunggoh heran, Raje dan Kak Kembang te tau siape pule yang memasak ke makanan nen. Tapi mereka diam tak becakap. (Putri Burung Kuau)

Heran sekali, Raja dan Kak Kembang tidak tahu siapa pula yang memasakkan makanan itu. Tapi mereka diam tidak mempertanyakannya.

4.

SIMPULAN

Evidensialitas pada BMS dapat diklasifikasikan ke dalam tingkat keterandalan, keyakinan, kesimpulan, kabar angin dan harapan umum.


(5)

LOGAT

JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume I No. 2 Oktober Tahun 2005 Namun, ciri khusus evidensial pada BMS dominan

pada tingkat keyakinan, kesimpulan, dan kabar angin dan jenis evidensial tingkat keterandalan dan harapan umum jarang dijumpai.

Pemarkah evidensialitas yang dapat disimpulkan adalah:

1. Tingkat keterandalan disampaikan dalam BMS dalam bentuk (i) modalitas (yaitu bisa, boleh jadi, sebaiknya) (ii) adverbial (yaitu

pastinya) dan (iii) bentuk pagar (yaitu

macam).

2. Tingkat keyakinan dalam BMS, yaitu berpikir, andaike, mengire, dan menduga yang dipaparkan melalui informasi yang dapat disampaikan tanpa bukti yang perlu dipertanggungjawabkan.

3. Tingkat kesimpulan yang diekspresikan dalam jenis kata: (i) modalitas (yaitu mengkali), (ii) adverbial (yaitu kirenye, nampaknye). Selain itu, terdapat bentuk penggunaan adverbial dalam bentuk frasa, yaitu itulahsebabnya, (iii) juga adjektiva (yaitu tidak heran, betullah), dan (iv) bukti sensoris yang digunakan melalui inderawi dengan menggunakan verba persepsi langsung (dengan pernyataan yang kuat) dan verba persepsi tidak langsung. a. Pada verba persepsi langsung, terdapat

jenis visual (penglihatan) seperti

dilihat(nye), melihat, melihat, pada jenis auditori (pendengaran) yaitu didengernye, denger, mendengar, pada verbal (pengucapan) terdapat penggalan kalimat

mengucapke, dan bercerite, pada jenis indera penciuman, yaitu hawe, bau, wangi

dan jenis indera rasa terdapat tuturan seperti menusok perasaan dan jatoh hati.

b. Pada verba persepsi tidak langsung

(pernyataan lemah) terdapat jenis visual (penglihatan) seperti tampaknye, pada jenis auditoris (pendengaran) seperti

kedengarannye, jenis indera penciuman seperti baunye macam bau durian,

harumnye tecium, dan pada indera rasa terdapat tuturan rasenye.

4. Pada sumber induksi, terdapat penggunaan informasi dari khusus ke umum dan pada sumber deduksi penutur sering menggunakan hipotesis untuk meramalkan faktualitas (kenyataan).

5. Tingkat kabar angin diekspresikan dengan menggunakan kutipan langsung, kutipan tidak langsung dan verba lapor. Kutipan langsung misalnya: perwirenye melaporkan: “cahaye itu… dan kutipan tidak langsung misalnya:

menurut berite surat kabar hari nen bahwa…, ia mendapat kabar berita …, kunun si Udin bercerai, terdengarlah khabar … sedangkan verba lapor misalnya: melaporkan.

6. Tingkat harapan umum menggunakan pemarkah wacana, yaitu tentu saje, sebenarnye, amat mengherankan, dan

sunggoh heran. Pemarkah ini proposisinya dapat sesuai ataupun tidak dengan anggapan penutur tentang harapan petutur mengenai kebenaran peristiwa tersebut.

Catatan: 1

Menurut Chaer (1994:262) modalitas adalah keterangan dalam kalimat yang menyatakan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan, yaitu mengenai perbuatan, keadaan, dan peristiwa; atau juga sikap terhadap lawan bicaranya. Sikap ini dapat berupa pernyataan kemungkinan, keinginan,

atau juga keizinan. Dalam Bahasa Indonesia dan sejumlah bahasa lain, modalitas ini dinyatakan secara leksikal. Umpamanya dengan kata-kata

mungkin, barangkali, sebaliknya, seharusnya, tentu, pasti, boleh, mau, ingin dan seyogianya. Palmer (dalam Alwi 1992) menyoroti modalitas atas tiga jenis yaitu modalitas epistemik, modalitas deontik, dan modalitas dinamik.

2

Menurut Kearns (2000:53) disebutkan

epistemic modality karena modalitas ini berkaitan dengan apa yang diketahui. Pernyataan-pernyataan dengan modal epistemik mengungkapkan kesimpulan yang ditarik dari bukti nyata tentang kisaran beberapa kemungkinan sementara deontic modality berkaitan dengan kewajiban, keizinan maupun kemungkinan. Modalitas epistemik berhubungan dengan pengetahuan, kepastian, atau bukti yang digambarkan penutur dalam proposisinya. Misalnya, Teleponnya tidak diangkat, dia pasti / mungkin sudah keluar.

3

www//http.gogle.com.Evidentiality. Informasi ini merupakan laporan penelitian dalam semantik dan sintaksis Noun Classification in Swahili.

4

Studi kasus bahasa Nootkan yang dituturkan di Negara Bagian Washington dalam Saeed (2000:132).

5

www//http.gogle.com.Evidentiality.

6

Evidensialitas terhadap bahasa Quechua, Peru merupakan fokus penelitian Martina T Faller (2002). Pembahasan tentang evidensialitas ini dapat dilihat dalam disertasi Faller.

DAFTAR PUSTAKA

Allan, Keith. 1986. Linguistic Meaning. London: Routledge and Kegan Paul.

Allan, Keith. 2001. Natural Language Semantics.

Oxford: Blackwell.

Alwi, Hasan. 1992. Modalitas dalaam Bahasa Indonesia. Jakarta: Kanisius.

Alwi, Hasan, dkk. 1999. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.


(6)

LOGAT

JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume I No. 2 Oktober Tahun 2005 Austin. 1965. How to do Things with Words.

Cambridge: Harvard University

Baldinger, Kurt. 1980. Semantic Theory: Towards a Modern Semantics. Oxford: Basil Blackwell.

Brown and Yule. 1983. Analisis Wacana.

(Terjemahan) Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Brown, G. 1996. Discourse Analysis. Cambridge: Cambridge University

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta

Chaer, Abdul. 2002. Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta

Croft, William dan Alan D. Cruse. Cognitive Linguistics. Cambridge: Cambridge University

Faller, Martina T. 2002. Semantics and Pragmatics of Evidentials in Cuzco Quechea. Disertasi (Tidak diterbitkan).

Filmere. 1977. Pragmatic and Description of Discourse. Munchen: Willhem Fink Verlag Halim, Amran, 1976 Bahasa dan Pembangunan

Bangsa, Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bangsa.

Halliday, M.A.K.1975. Learning How to Mean: Explorations in the Development of Language. London: Edward Arnold

Haliday, M.A.K. 1978. Language as Social Semiotic: The Social Interpretation of Language and Meaning. London: Edward Arnold.

Katz Jerrold, J. 1972. Semantics Theory. New York: Harper dan Row

Kearns, Keith. 2000. Semantics. New York: Macmillan.

Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Leech, Geoffrey, 1983. Prinsip-Prinsip Pragmatik.

(Terjemahan) Jakarta: Universitas Indonesia.

Lyons, John. 1977. Linguistic Semantics.

Cambridge: Cambridge University Masindan, dkk. 1985. Kamus Melayu

Langkat-Indonesia. Jakarta: Depdikbud.

Noor, Yusmaniar, dkk. 1992. Struktur Bahasa Melayu Serdang. Jakarta: Depdikbud.

Palmer.1977. Semantics: A New Outline. Cambridge: Cambridge University

Parera, J.D. 2004.Teori Semantik. Jakarta: Erlangga.

Purwo, Bambang Kaswanti. 1990. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa. Yogjakarta: Kanisius. Purwo, Bambang Kaswanti. 2000. Deiksis dalam

Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Purba, Antilan. 2002. Pragmatik Bahasa

Indonesia. Medan: USU Press.

Saeed, John I. 2000. Semantics. Oxford: Blackwell.

Samarin, 1967. Teknik Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga.

Sandayana, W. dan Aziz A. 2003. Semantics. Jakarta: Universitas Terbuka. (Modul 1-6) Saragih, Amrin. 2003. Bahasa dalam Konteks

Sosial. Medan: PPs USU

Sinar, Tengku Luckman, 1986. Sari Sejarah Serdang I. Jakarta: Depdikbud.

Sinar, Tengku Luckman, 1986. Sari Sejarah Serdang II. Jakarta: Depdikbud.

Siregar, Ahmad Samin, dkk. 1984. Struktur Sastra Lisan Melayu Serdang. Medan: Depdikbud Sudaryanto. 1986. Metode Linguistik.

Yogyakarta: Duta Wacana Universitas. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik

Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana Universitas.

Tarigan, Henry Guntur. 1987. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa.

Verhaar, J.W.M. 2001. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Wahab Abdul. 1995. Teori Semantik. Surabaya: Airlangga University.

Whaley, Lindsay J. 1997. Introduction to Typology. California: Sage

Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi.

www//http.gogle.com.evidentiality.

Yule, George. 2000. Pragmatics. New York: Oxford University.