Hubungan Kebiasaan Merokok terhadap Terjadinya Smoker’s Melanosis di Kalangan Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

(1)

HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP TERJADINYA

SMOKER’S MELANOSIS DI KALANGAN MAHASISWA FAKULTAS

MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran gigi

Oleh :

LYSA SABRINA SITEPU NIM : 060600032

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MULUT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Penyakit Mulut Tahun 2010

Lysa Sabrina Sitepu

Hubungan Kebiasaan Merokok terhadap Terjadinya Smoker’s Melanosis di Kalangan Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

x + 45 halaman

Latar belakang : Merokok sudah menjadi kebiasaan yang meluas di masyarakat tetapi kebiasaan merokok ini jarang diakui orang sebagai kebiasaan yang buruk. Merokok dapat merusak kehidupan pribadi bahkan menurunkan kualitas kehidupan pada masa akan datang. Rangsangan asap rokok yang lama pada saat menghisap rokok dengan berbagai cara dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang bersifat merusak bagian mukosa mulut yang terkena yaitu menyebabkan terjadinya smoker’s melanosis.

Metode penelitian : Penelitian ini dilakukan survei analitik menggunakan

cross-sectional dengan menggunakan teknik kuesioner dan pemeriksaan terhadap 82 subjek penelitian merokok dan 82 subjek penelitian tidak merokok pada mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Hasil : Pada penelitian ini terdapat hubungan kebiasaan merokok ( jenis rokok, lama merokok, jumlah rokok dan cara merokok) terhadap terjadinya smoker’s melanosis. Dari 82 responden perokok, 53 responden (64.63%) adalah smoker’s melanosis,


(3)

sedangkan pada 82 responden tidak perokok terdapat 9 responden (10.97%) mengalami melanosis. Semakin lama merokok dan semakin banyak jumlah rokok yang dihisap maka insidens terjadinya smoker’s melanosis semakin tinggi. Perokok yang merokok melalui paru dalam dapat menimbulkan terjadinya smoker’s melanosis.

Kesimpulan : Ada hubungan jenis rokok terhadap terjadinya smoker’s melanosis karena kandungan nikotin yang terdapat di dalam rokok sehingga dapat mengaktivasi produksi melanin. Ada hubungan lama merokok terhadap terjadinya smoker’s melanosis karena semakin lama merokok, semakin tinggi kandungan melanin dalam jaringan konektif . Ada hubungan jumlah rokok yang dihisap terhadap terjadinya smoker’s melanosis karena pigemntasi akan meningkat diantara perokok berat. Ada hubungan cara menghisap rokok terhadap terjadinya smoker’s melanosis karena akan meningkatkan melanin.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Hubungan Kebiasaan Merokok Terhadap Terjadinya Smoker’s Melanosis Di Kalangan Mahasiswa Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana kedokteran gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Nazruddin,drg.,C.Ort.,Ph.D,Sp.Ort. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Wilda Hafni Lubis,drg, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing dan mengarahkan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini dan selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Seluruh staf pengajar khususnya staf pengajar Departemen Ilmu Penyakit Mulut dan pegawai FKG USU atas segala bimbingan dan bantuan selama penulis


(5)

melaksanakan perkuliahan dan penyusunan skripsi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Cut Nurliza, drg.,M.Kes selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

5. Ayahanda Drs.H.R.Sitepu,M.Si dan ibunda Dra.L.Pangaribuan,M.S, abangku Ronald Sitepu,SP dan kak Ribka Tarigan,A.md yang senantiasa mendoakan, menyayangi, membimbing dan mendukung penuh baik moril maupun materiil kepada penulis sehingga penulis dapat mengecap masa pendidikan hingga selesai di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

6. Tak lupa terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada penulis sampaikan kepada mahasiswa FMIPA USU yang telah bersedia bekerjasama dengan baik dalam penelitian ini.

7. Sahabatku Imme, Eva,Riza, Lusi, Octa, Ruth, Nurhayati, Briliana, Suryana,Dewi, Muktar, dan teman stb 2006 yang lainnya telah memberikan semangat, dukungan dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Sepupuku Glory L.Toruan, Sondang L.Toruan drg., Kafrida drg. ,bg Romi Stp yang telah memberikan semangat, dukungan dan doa bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis mengharapkan skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dalam masyarakat.

Medan, Oktober 2010 Penulis,


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………

HALAMAN PERSETUJUAN……….

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI……….

KATA PENGANTAR………... iv

DAFTAR ISI………. vi

DAFTAR GAMBAR……….. viii

DAFTAR TABEL……….. ix

DAFTAR LAMPIRAN……….. x

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang……….... 1

1.2. Rumusan Masalah………... 3

1.3. Hipotesis Penelitian... 4

1.4.Tujuan Penelitian………. 4

1.5. Manfaat Penelitian……… 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sejarah Rokok……….. 6


(7)

2.2.Cara Menghisap Rokok………... 7

2.3.Jenis Rokok……….. 8

2.4.Kandungan Rokok……… 8

2.5.Efek Merokok Terhadap Mukosa Mulut... 9

2.6 Karakteristik Masa Dewasa Dini ……….. 15

2.7 Kerangka Teori……….. 18

2.8 Kerangka Konsep... 19

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian………. 20

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian……… 20

3.3 Populasi dan Sampel……….………. 20

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi………. 22

3.5 Variabel Penelitian………. 22

3.6 Defenisi Operasional……….. 23

3.7 Sarana Penelitian……… 24

3.8 Cara Pengumpulan Data………. 24

3.9 Pengolahan Data………. 25

3.10.Analisa Data... 25

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1.Gambaran Umum Responden ... 26

4.2.Hubungan Antara Kebiasaan Merokok Terhadap Terjadinya Melanosis Rongga Mulut... 31

BAB 5 PEMBAHASAN...………... 36

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan………. 41

6.2 Saran………... 41

DAFTAR PUSTAKA………. 43


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1 Bahan-bahan berbahaya pada rokok………... 9 2 Smoker’s Melanosis……… 14 3 Lapisan makula coklat pada gingiva anterior mandibula………. 39


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Persentase Responden Perokok Berdasarkan Ada Tidaknya

Melanosis Rongga Mulut... 26

2 Persentase Responden Tidak Perokok Berdasarkan Ada Tidaknya Melanosis Rongga Mulut... 27

3 Persentase Responden Tidak Perokok Berdasarkan Umur ... 27

4 Persentase Responden Perokok Berdasarkan Umur... 28

5 Persentase Responden Perokok Berdasarkan Usia Awal Merokok... 28

6 Persentase Responden Perokok Berdasarkan Jenis Rokok... 29

7 Persentase Responden Perokok Berdasarkan Lama Merokok... 29

8 Persentase Responden Perokok Berdasarkan Jumlah Rokok... 30

9 Persentase Responden Perokok Berdasarkan Cara Merokok... 30

10 Tabulasi Silang Antara Jenis Rokok dan Terjadinya Melanosis... 31

11 Tabulasi Silang Antara Lama Merokok dan Terjadinya Melanosis... 32

12 Tabulasi Silang Antara Jumlah Rokok dan Terjadinya Melanosis... 33

13 Tabulasi Silang Antara Cara Menghisap Rokok dan Terjadinya Melanosis... 34


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Lembaran Penjelasan Kepada Subjek Penelitian... 47

2 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan... 49

3 Lembar Kuesioner Penelitian... 50

4 Lembar Persetujuan Etik Penelitian... 51

5 Lampiran Responden... 53


(11)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Penyakit Mulut Tahun 2010

Lysa Sabrina Sitepu

Hubungan Kebiasaan Merokok terhadap Terjadinya Smoker’s Melanosis di Kalangan Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

x + 45 halaman

Latar belakang : Merokok sudah menjadi kebiasaan yang meluas di masyarakat tetapi kebiasaan merokok ini jarang diakui orang sebagai kebiasaan yang buruk. Merokok dapat merusak kehidupan pribadi bahkan menurunkan kualitas kehidupan pada masa akan datang. Rangsangan asap rokok yang lama pada saat menghisap rokok dengan berbagai cara dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang bersifat merusak bagian mukosa mulut yang terkena yaitu menyebabkan terjadinya smoker’s melanosis.

Metode penelitian : Penelitian ini dilakukan survei analitik menggunakan

cross-sectional dengan menggunakan teknik kuesioner dan pemeriksaan terhadap 82 subjek penelitian merokok dan 82 subjek penelitian tidak merokok pada mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Hasil : Pada penelitian ini terdapat hubungan kebiasaan merokok ( jenis rokok, lama merokok, jumlah rokok dan cara merokok) terhadap terjadinya smoker’s melanosis. Dari 82 responden perokok, 53 responden (64.63%) adalah smoker’s melanosis,


(12)

sedangkan pada 82 responden tidak perokok terdapat 9 responden (10.97%) mengalami melanosis. Semakin lama merokok dan semakin banyak jumlah rokok yang dihisap maka insidens terjadinya smoker’s melanosis semakin tinggi. Perokok yang merokok melalui paru dalam dapat menimbulkan terjadinya smoker’s melanosis.

Kesimpulan : Ada hubungan jenis rokok terhadap terjadinya smoker’s melanosis karena kandungan nikotin yang terdapat di dalam rokok sehingga dapat mengaktivasi produksi melanin. Ada hubungan lama merokok terhadap terjadinya smoker’s melanosis karena semakin lama merokok, semakin tinggi kandungan melanin dalam jaringan konektif . Ada hubungan jumlah rokok yang dihisap terhadap terjadinya smoker’s melanosis karena pigemntasi akan meningkat diantara perokok berat. Ada hubungan cara menghisap rokok terhadap terjadinya smoker’s melanosis karena akan meningkatkan melanin.


(13)

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

World Health Organization telah menetapkan bahwa tanggal 31 Mei sebagai hari bebas tembakau sedunia. Hal ini menunjukkan semakin meningkatnya perhatian dunia terhadap akibat negatif rokok bagi kesehatan dan kesejahteraan manusia.1

Data WHO tahun 2002 menyebutkan bahwa Indonesia mengkonsumsi tembakau (rokok) sebesar 217.000 miliar batang sehingga Indonesia menempati urutan kelima di antara negara-negara dengan tingkat agregat konsumsi tembakau tertinggi dunia setelah Cina (1.697.291 miliar batang), Amerika (463.504 miliar batang), Rusia (375.000 miliar batang), Jepang (299.085 miliar batang).2,13 Konsumsi rokok meningkat terus sebesar 67% pada kurun waktu 1980-1990 dan menurun sebesar 54% selama periode 1990-2000. Pada tahun 2001, konsumsi menurun sampai 199 milyar batang berdasarkan data United State Departement of Agriculture (USDA) 1960-2002.3

Prevalensi merokok pada pria meningkat cepat seiring dengan bertambahnya umur, dari 0,7% (10-14 tahun) menjadi 24,2 % (15-19 tahun), melonjak ke 60,1 % (20-24 tahun) yang umumnya kelompok umur 20-24 tahun adalah mahasiswa. Pada kelompok umur 20-24 tahun memiliki prevalensi merokok paling tinggi disebabkan karena kemudahan dalam mengakses rokok di dalam kampus.3,6

Kebiasaan merokok yang dapat merugikan diri sendiri telah terbukti berhubungan dengan banyak penyakit diantaranya penyakit jantung, penyakit


(14)

pernapasan, kanker paru, bronkhitis kronik, kenaikan tekanan darah, kanker mulut, tenggorok, kerongkongan, serta gangguan pembuluh darah, gangguan kehamilan dan cacat pada janin. Selain itu, dampak merokok pada mahasiswa dapat merusak kehidupan pribadi bahkan menurunkan kualitas kehidupan pada masa akan datang.1,7,8,9

Salah satu akibat dari kebiasaan merokok yang terjadi di rongga mulut adalah smoker’s melanosis, menunjukkan prevalensi sekitar 31% yang terdapat pada gingiva cekat mandibula di bagian labial. Ciri-cirinya adalah makula berwarna kecoklatan, disebabkan karena meningkatnya produksi melanin oleh melanosit dan letaknya dengan lapisan sel basal dan lamina propria, pigmentasinya bersifat reversibel walaupun biasanya hilang setelah betahun-tahun atau setelah berhenti kebiasaan merokok. Gambaran klinik pada melanosis menunjukkan sama dengan pigmentasi dan makula melanotik. 10,11

Di Swedia, dari hasil studi terhadap 31.000 kulit putih, sebanyak 21.5% perokok memperlihatkan smoker's melanosis, sementara hanya 3% of non-smokers yang menderita lesi melanosis. Dalam sebuah studi terhadap subjek penelitian komunitas Thailand dan Malaysia, hampir semua memperlihatkan pigmentasi fisiologis tetapi perokok lebih banyak memperlihatkan pigmentasi di atas permukaan rongga mulut. Studi di Nigeria melaporkan prevalensi 52% pigmentasi pada perokok dan 6% pada tidak perokok. Mukosa bukal adalah tempat yang paling umum terhadap smoker’s melanosis (Norderyd, 1998).12


(15)

Namun sampai saat ini belum diketahui dengan secara pasti apakah kebiasaan merokok yang dapat menimbulkan terjadinya smoker’s melanosis, sehingga perlu dilakukan penelitian khususnya dikalangan mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara (FMIPA USU). Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang dengan usaha memberikan pengetahuan tentang kebiasaan merokok yang dapat menyebabkan timbulnya smoker’s melanosis.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan masalah umum yaitu

Apakah ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan terjadinya smoker’s melanosis di kalangan mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara?

Masalah khusus yang dapat dirumuskan yaitu :

1. Apakah ada hubungan antara jenis rokok yang dihisap dengan smoker’s melanosis rongga mulut pada mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara ?

2. Apakah ada hubungan hubungan antara lama merokok dengan smoker’s melanosis rongga mulut pada mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara ?


(16)

3. Apakah ada hubungan hubungan antara jumlah rokok yang dihisap dengan smoker’s melanosis rongga mulut pada mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara ? 4. Apakah ada hubungan hubungan antara cara menghisap rokok dengan

smoker’s melanosis rongga mulut pada mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara ?

1.3.Hipotesis Penelitian

Ada hubungan kebiasaan merokok terhadap terjadinya smoker’s melanosis di kalangan mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

1.4.Tujuan Penelitian

Tujuan umum dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok dengan smoker’s melanosis rongga mulut pada mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Tujuan khusus dilakukannya penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui hubungan antara jenis rokok yang dihisap dengan smoker’s melanosis rongga mulut pada mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.


(17)

2. Untuk mengetahui hubungan antara lama merokok dengan smoker’s melanosis rongga mulut pada mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

3. Untuk mengetahui hubungan antara jumlah rokok yang dihisap dengan smoker’s melanosis rongga mulut pada mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

4. Untuk mengetahui hubungan antara cara menghisap rokok dengan smoker’s melanosis rongga mulut pada mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

1.5.Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini dilihat antara lain:

1. Dapat memberikan informasi mengenai efek kebiasaan merokok terhadap perubahan mukosa yang terjadi pada rongga mulut.

2. Dapat menggalakkan usaha preventif dan promotif untuk mencegah terjadinya melanosis rongga mulut.

3. Dapat memberikan informasi bagi dokter gigi maupun tenaga medis lainnya tentang perlunya edukasi pada penderita melanosis rongga mulut.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa.5 Rokok merupakan benda yang sudah tak asing lagi bagi masyarakat. Merokok sudah menjadi kebiasaan yang sangat umum dan meluas di masyarakat tetapi kebiasaan merokok sulit dihilangkan dan jarang diakui orang sebagai suatu kebiasaan buruk.7,9 Sementara, alasan utama merokok adalah cara untuk bisa diterima secara sosial, melihat orang tuanya merokok, menghilangkan rasa jenuh, ketagihan dan untuk menghilangkan stress.5,7

2.1.Sejarah Rokok

Awal mula perkenalan dunia pada tembakau dan kebiasaan merokok tak bisa dilepaskan dari peristiwa penemuan benua Amerika oleh para pelaut Spanyol di bawah pimpinan Christopher Colombus, melihat bangsa Indian mempergunakan daun kering dengan berbagai cara, salah satu diantaranya dengan membakarnya sebagai rokok yang mendatangkan kenikmatan pada tubuh mereka, menciptakan rasa nyaman dan mengurangi kelelahan.13

Sejarah rokok daun tembakau dipopulerkan pada abad XVI di Eropa, jumlah perokok terus meningkat. Bangsa Spanyol dan Portugis bersama menanam tembakau di Hindia Barat dan Brasil. Perancis mengenal tembakau lewat Jean Nicot dijumpai


(19)

istilah Nicotiane untuk menyebut jenis tanaman obat (tembakau) yang dimaksud. Pada abad XVIII orang Rusia mengenal cara baru menikmati tembakau dengan menggunakan pipa air, yang sebelumnya telah populer di kalangan orang Turki. Kemudian kebiasaan merokok mulai muncul di kalangan bangsawan Eropa. Tapi berbeda dengan bangsa Indian yang merokok untuk keperluan ritual dan pengobatan, di Eropa orang merokok hanya untuk kesenangan semata-mata.13,14

Merokok yang semula bertujuan untuk pengobatan akhirnya menjadi penyebab banyak kelainan dan penyakit. Salah satu berhubungan dengan sistem kardiovaskuler, merokok juga berhubungan dengan jaringan lunak dan keras di rongga mulut karena merupakan awal terjadinya penyerapan zat hasil pembakaran rokok, maka mukosa mulut juga mempunyai dampak akibat dari merokok.16

2.2.Cara Menghisap Rokok

Penggunaan daun tembakau yang paling dominan adalah dengan cara dirokok dimana daun tembakau kering digulung dengan pembungkus atau menggunakan pipa. Setiap orang mempunyai cara masing-masing menghisap rokok, ada yang menghisap dari mulut kemudian asap rokok dikeluarkan melalui mulut atau hidung dan dengan berbagai cara yang lain. Secara garis besar dapat dibedakan tiga macam penghisap rokok, yaitu perokok paru mulut yang mana tipe ini hanya menghisap asap rokok sampai rongga mulut saja, perokok yang menghisap asap rokok sampai ke dalam paru-paru disebut perokok paru dalam, perokok yang menghisap rokok sampai ke dalam paru, menahan napas sebentar dan baru menghembuskannya keluar disebut perokok paru. 4


(20)

2.3.Jenis Rokok

Bahan baku rokok hanya tembakau baik menggunakan filter maupun non filter dikenal sebagai rokok putih. Rokok kretek adalah rokok dengan atau tanpa filter yang menggunakan tembakau rajangan dengan cengkeh rajangan digulung dengan kertas sigaret boleh memakai bahan tambahan asalkan diizinkan pemerintah. Rokok campuran adalah rokok yang dihisap oleh seseorang dalam waktu tidak tentu dengan jenis rokok kretek maupun rokok putih. Rokok filter adalah rokok yang bagian pangkalnya terdapat gabus. Rokok non filter adalah rokok yang bagian pangkalnya tidak terdapat gabus. 15

2.4.Kandungan Rokok

Rokok merupakan gabungan dari bahan-bahan kimia. Satu batang rokok yang dibakar akan mengeluarkan 4000 bahan kimia.5,7,13,16 Secara umum bahan-bahan ini dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu komponen gas (92%) dan komponen padat atau partikel (8%).7,8 Asap rokok yang dihisap atau asap rokok yang dihirup melalui dua komponen. Pertama, komponen yang lekas menguap berbentuk gas. Kedua, komponen yang bersama gas terkondensasi menjadi komponen partikulat. Dengan demikian, asap rokok yang dihisap dapat berupa gas sejumlah 85 persen dan sisanya berupa partikel. Asap yang dihasilkan rokok terdiri dari asap utama (main stream smoke) dan asap samping (side stream smoke). Asap utama adalah asap tembakau yang dihisap langsung oleh perokok, sedangkan asap samping adalah asap tembakau yang disebarkan ke udara bebas, sehingga dapat terhirup oleh orang lain yang dikenal sebagai perokok pasif.2


(21)

Komponen gas asap rokok adalah karbonmonoksida, amoniak, asam hidrosianat, nitrogen oksida dan formaldehid. Partikelnya berupa tar, indol, nikotin, karbarzol dan kresol. Zat-zat ini beracun, mengiritasi dan menimbulkan kanker (karsinogen).7 Nikotin paling banyak dijumpai di dalam rokok. Kadar nikotin pada rokok putih adalah 4-5mg, sedangkan pada rokok kretek adalah 5 mg.24 Kandungan kadar karbon monoksida di dalam rokok kretek lebih rendah daripada di dalam rokok putih.14 Kadar tar pada rokok putih adalah 14-15 mg, sedangkan pada rokok kretek adalah 20 mg.24

Gambar 1. Bahan-bahan berbahaya pada rokok

2.5. Efek Merokok Terhadap Mukosa Mulut

Merokok merupakan salah satu faktor etiologi penunjang kelainan mukosa pada rongga mulut karena bahan-bahan yang terdapat dalam rokok bersifat


(22)

merangsang infeksi mukosa. Merokok dapat memperlambat penyembuhan luka. Dry socket terjadi empat kali lebih banyak pada perokok daripada bukan perokok.8

Efek merokok yang timbul dipengaruhi oleh banyaknya jumlah rokok yang dihisap, lamanya merokok, jenis rokok yang dihisap, bahkan berhubungan dengan dalamnya hisapan rokok yang dilakukan.23 Artinya, makin banyak rokok yang dihisap, makin lama kebiasaan merokok, makin tinggi kadar tar dan nikotin yang dihisap, makin dalam seseorang menghisap rokoknya, maka semakin tinggi efek perusakan yang akan diterima orang tersebut.2 Menurut Smet ada tiga tipe perilaku merokok menurut banyaknya rokok yang dihisap yaitu perokok berat menghisap rokok lebih dari 15 batang dalam sehari, perokok sedang menghisap rokok 5-14 batang dalam sehari, dan perokok ringan menghisap rokok 1-4 batang dalam sehari.6

Rongga mulut sangat mudah terpapar efek yang merugikan akibat merokok.7 Rokok yang dihisap dengan tarikan berat dan panjang akan menghasilkan lebih banyak asap rokok dibandingkan dengan rokok yang dihisap dengan tarikan pelan dan tiupan cepat. Temperatur rokok pada bibir adalah 30 0C, sedangkan ujung rokok yang terbakar jauh lebih panas karena ditandai dengan bara api pada ujung yang dibakar. Asap panas yang berhembus terus menerus ke dalam rongga mulut merupakan rangsangan panas yang menyebabkan perubahan aliran darah dan mengurangi pengeluaran ludah. Akibatnya rongga mulut menjadi kering dan lebih anaerob dapat mengakibatkan perokok berisiko lebih besar terinfeksi bakteri


(23)

penyebab penyakit jaringan pendukung gigi dibandingkan mereka yang bukan perokok. 7

Pengaruh asap rokok secara langsung adalah iritasi terhadap gusi dan secara tidak langsung melalui produk-produk rokok seperti nikotin yang sudah masuk melalui aliran darah dan ludah, jaringan pendukung gigi yang sehat seperti gusi, selaput gigi, semen gigi dan tulang tempat tertanamnya gigi menjadi rusak karena terganggunya fungsi normal mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi dan dapat merangsang tubuh untuk menghancurkan jaringan sehat di sekitarnya.7 Gusi seorang perokok juga cenderung mengalami penebalan lapisan tanduk. Daerah yang mengalami penebalan ini terlihat lebih kasar dibandingkan jaringan di sekitarnya dan berkurang kekenyalannya. Penyempitan pembuluh darah yang disebabkan nikotin mengakibatkan berkurangnya aliran darah di gusi sehingga meningkatkan kecenderungan timbulnya penyakit gusi. Nikotin dapat diserap oleh jaringan lunak rongga mulut termasuk gusi melalui aliran darah dan perlekatan gusi pada permukaan gigi dan akar.23

Pada perokok terdapat penurunan zat kekebalan tubuh (antibodi) yang terdapat di dalam ludah yang berguna untuk menetralisir bakteri dalam rongga mulut dan terjadi gangguan fungsi sel-sel pertahanan tubuh. Sel pertahanan tubuh tidak dapat mendekati dan memakan bakteri-bakteri penyerang tubuh sehingga sel pertahanan tubuh tidak peka lagi terhadap perubahan di sekitarnya juga terhadap


(24)

infeksi. 7 Jumlah rokok yang dihisap lebih penting daripada lamanya merokok karena menunjukkan keretanan individu terhadap suatu penyakit. 8

Beberapa dampak negatif merokok terhadap mukosa mulut adalah kanker rongga mulut, leukoplakia, stomatitis nikotin, keratosis rokok, smoker’s melanosis, fibrosis submukosa, dan hairy tongue. 17-20 Salah satunya adalah smoker’s melanosis.

“Melanosis gingiva” pigmentasi melanosis biasanya terjadi pada golongan etnis kulit hitam.12,20 Melanin adalah pigmen yang memberikan warna pada kulit, mata dan rambut. Melanin diproduksi secara khusus oleh melanosomes yang disintesa oleh sel khusus yang tinggi disebut melanocytes. Melanin pada setiap etnik atau ras mempunyai perbedaan. Pada orang kulit putih mempunyai lebih sedikit melanin dan melanosomes dibandingkan dengan orang kulit gelap. Pigmentasi terjadi karena sintesa melanin dan perpindahan melanin dari melanosomes ke keratinocytes.20 Pigmentasi yang terjadi dihubungkan dengan medikasi kemoterapi yang menggunakan obat doxorubicin, busulfan, cyclophosphamide atau 5-fluorouracil. Pada pasien AIDS yang menggunakan zidovudine (AZT), clofazimine atau ketoconazolc dapat meningkatkan pigmentasi melanin.27

Smoker’s melanosis

Para peneliti telah menemukan bahwa adanya peranan pigmentasi melanin

diakumulasi oleh macam-macam obat seperti nikotin (bahan campuran polyacylic) yang terkandung dalam sebatang rokok. Ketika nikotin berperan dalam afinitas melanin di rambut, juga berperan dalam afinitas melanin yang terdapat pada kulit dan


(25)

jaringan lainnya (seperti mukosa mulut). Nikotin yang terdapat dalam sebatang rokok akan menstimulasi secara langsung melanocytes untuk meproduksi melanosomes, dimana akan menghasilkan peningkatan endapan pigmen melanin pada basil melanosis dengan berbagai macam jumlah takaran melanin 12,21

Melanosis rongga mulut terjadi pengendapan melanin dalam lapisan sel basal

pasa lapisan epitelium mukosa mulut . Pigmentasi melanin pada membran mukosa mulut secara normal dilihat mengelilingi daerah mukosa.17 Melanosis rongga mulut adalah suatu lesi yang bersifat reversibel, dapat hilang apabila menghentikan kebiasaan merokok.18,23

Smoker melanosis yang terjadi pada golongan etnis kulit hitam maupun kulit putih, dimana meningkatnya pigmentasi yang berhubungan langsung dengan kebiasaan merokok ( banyaknya jumlah rokok yang dihisap setiap hari, jenis rokok yang dihisap, lama merokok dan cara seseorang menghisap rokok). Pigmentasi gingiva meningkat sebanding dengan konsumsi tembakau. Adanya hipotesis yang didapatkan bahwa kemungkinan nikotin menstimulasi aktivitas melanosit dan produksi melanin atau berhubungan dengan ikatan melanin yang berbahaya pada rokok tembakau.13,20

Gambaran klinis yang terlihat pada smokerr’s melanosis adalah menunjukkan bercak coklat difus yang ukurannya beberapa sentimeter dan biasanya terdapat pada gingiva anterior mandibula dan mukosa pipi.17 Pada perokok pipa menunjukkan pigmentasi pada mukosa bukal. Pada beberapa orang menggunakan rokok seperti rokok putih yang ditempatkan pada kavitas mulut, akan menunjukkan pigmentasi


(26)

pada palatum keras.12,25,26 Lesi ini tidak mempunyai symptom, perubahan yang terjadi tidak menunjukkan premalignat.20 Gigi pada smoker’s melanosis menunjukkan berwarna coklat muda sampai coklat tua dan disertai dengan halitosis menyertai keadaan tersebut disebabkan oleh adanya perubahan aliran darah dan pengurangan pengeluaran ludah mengakibatnya rongga mulut menjadi kering dan lebih anaerob. 19 Smoker’s melanosis biasanya terjadi pada Ras Kaukasian yang menunjukkan prevalensi 31% pada gingiva cekat.10

Diagnosa banding dari Smoker’s melanosis adala

12

Perawatan yang dilakukan adalah menyuruh pasien untuk berhenti merokok karena alasan kesehatan. Berhenti merokok biasanya menunjukkan hilangnya melanosis selama beberapa periode sampai beberapa tahun. Program berhenti merokok dengan konsultasi dan dibantu oleh lingkungan keluarga akan memberikan keuntungan.12


(27)

2.6.Karakteristik Masa Dewasa Dini ( 18-25 Tahun)

Masa dewasa dini adalah masa awal seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap pola-pola kehidupan dan harapan-harapan sosial baru, dikatakan sebagai masa sulit bagi individu karena pada masa ini seseorang dituntut untuk melepaskan ketergantungannya terhadap orang tua dan berusaha untuk bisa mandiri.29 Smet mengatakan bahwa anak usia pertama kali merokok pada umumnya berkisar antara 11-13 tahun dan mereka umumnya merokok sebelum usia 18 tahun.28

Biasanya dimulai sejak usia 18 tahun merupakan masa mendekati kedewasaan yang ditandai dengan pencapaian yaitu minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek, egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan mendapatkan pengalaman baru, terbentuknya identitas seksual yang tidak berubah lagi, egosentrisme digantikan dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiran orang lain, tumbuh dinding pemisah antara masyarakat dan diri sendiri.30 Pada masa ini, individu akan mengalami perubahan fisik dan psikologis tertentu bersamaan dengan masalah-masalah penyesuaian diri dan harapan-harapan terhadap perubahan tersebut.29

Pada masa dewasa ini , individu akan mencari identitas dirinya sehingga dia berperilaku untuk “mencoba-coba” sebelum ia menentukan mana yang sesuai, cocok dan memberi kepuasaan permanen. Ketika ia sudah menemukan pola hidup yang diyakini dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, ia akan mengembangkan pola-pola perilaku, sikap, dan nilai-nilai yang cenderung akan menjadi kekhasannya selama sisa hidupnya. Ketika seseorang berumur dua puluhan, kondisi emosionalnya tidak


(28)

terkendali. Ia cenderung labil, resah dan mudah memberontak. Pada masa ini juga, emosi seseorang sangat bergelora dan mudah tegang. Masa ini berbuat apa yang dinamakan sebagai masa kreatif karena pada masa ini seseorang bebas untuk berbuat apa yang diinginkan. Bahaya fisik yang paling penting dan paling umum dalam masa dewasa ini adalah bentuk fisik dan penampilan yang kurang menarik yang mempersulit penyesuaian diri pribadi dengan kehidupan sosial.29

Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang mempunyai kebiasaan merokok. Secara umum dibagi dalam tiga bagian: 1) Faktor farmokologis, salah satu zat yang terdapat dalam rokok adalah nikotin yang mempengaruhi perasaan atau kebiasaan, 2)Faktor sosial, yaitu salah satu faktor yang membuat seseorang merasa lebih diterima dalam lingkungan teman dan kelihatan dewasa, dan merasa lebih nyaman, 3)Faktor psikologis, yakni dapat digunakan sebagai alat psikologis seperti peningkatan penampilan dan kenyamanan psikologis. Di samping itu faktor lain yang dapat mempengaruhi seseorang merokok adalah iklan yang dilakukan oleh industri rokok.2

Laventhal dan Cleary menyatakan motif seseorang merokok terbagi menjadi dua motif utama yaitu 31,32:

1. Faktor Psikologis

Pada umumnya faktor-faktor tersebut terbagi dalam lima bagian yaitu : a. Kebiasaan


(29)

Perilaku merokok adalah sebuah perilaku yang harus tetap dilakukan tanpa adanya motif yang bersifat positif ataupun negatif. Seseorang merokok hanya untuk meneruskan perilakunya tanpa tujuan tertentu.

b. Reaksi emosi yang positif

Merokok digunakan untuk menghasilkan reaksi yang positif, misalnya rasa senang, relaksasi dan kenikmatan rasa. Merokok juga dapat menunjukkan kejantanan (kebanggaan diri) dan menunjukkan kedewasaan.

c. Reaksi untuk penurunan emosi

Merokok ditunjukkan untuk mengurangi rasa tegang, kecemasan biasa, ataupun kecemasan yang timbul karena adanya interaksi dengan orang lain.

d. Alasan sosial

Merokok ditunjukkan untuk mengikuti kebiasaan merokok, identifikasi perokok lain, dan menentukan image diri seseorang.

e. Kecanduan dan ketagihan

Seseorang merokok karena mengaku telah mengalami kecanduan karena kandungan nikotin dalam rokok. Semula hanya mencoba-coba merokok, tetapi akhirnya tidak dapat menghentikan kebiasaan tersebut karena kebutuhan tubuh akan nikotin.

2. Faktor Biologis

Faktor ini menekankan pada kandungan nikotin yang ada di dalam rokok yang dapat mempengaruhi ketergantungan seseorang pada rokok secara biologis.


(30)

2.7.Kerangka Teori

Smoker’s melanosis

Pendekatan Farmakologis

Pendekatan Sosial

Pendekatan Psikologis

Merokok

Jumlah Rokok Lama Merokok

Jenis rokok Cara Menghisap Rokok


(31)

2.8. Kerangka Konsep

Melanosis Tidak melanosis

Individu

Perokok : - Jenis rokok - Lama merokok - Jumlah rokok - Cara menghisap

rokok

Tidak perokok


(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik yang menggunakan desain cross-sectional, digunakan untuk mengetahui hubungan kebiasaan merokok terhadap terjadinya smoker’s melanosis. 30,31

3.2.Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, dengan alasan populasi mahasiswa berjenis kelamin laki-laki relatif jumlahnya banyak dan tempat penelitian terletak pada satu lokasi sehingga mempermudah dalam pengumpulan data. Lamanya penelitian dilakukan sampai seluruh jumlah sampel terpenuhi.

3.3.Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara yang terdaftar aktif pada tahun 2005-2010 .

2. Sampel

Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara yang berusia 18-25 tahun, yang mempunyai riwayat merokok. Untuk mendapatkan besar subjek penelitian yang akan


(33)

diambil dalam penelitian ini, penulis menggunakan persentase insiden smoker’s melanosis dari data yang telah ada yaitu 31%,11,12 diperoleh subjek penelitian dengan menggunakan rumus untuk data kualitatif:32

Z α2 . p .q n =

d2

1,962 . 0,31 . (1-0,31) =

0,102 = 82.17 Dengan ketentuan :

n : jumlah subjek penelitian

Z α : deviasi normal yang distandarisasikan untuk α yang sesuai

α : tingkat kemaknaan α = 0.05 Z α =1.96 P : prevalensi smoker’s melanosis

q : ( 1- p)

d : tingkat penyimpangan yang dapat ditolerir (10%)

Jadi jumlah subjek penelitian adalah 82 orang perokok yang diambil dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Dalam penelitian ini, juga diambil subjek penelitian 82 responden tidak perokok sebagai pengontrol.

Teknik pemilihan subjek penelitian ini adalah teknik purposive non probability sampling, dimana pemilihan subjek penelitian bertitik tolak pada ciri-ciri karakteristik yang telah didapat dari populasi sebelumnya yang ditetapkan dalam dua kriteria yaitu kriteria inklusi dan kriteria eksklusi .33


(34)

3.4.Kriteria Inklusi dan Eksklusi 1. Kriteria Inklusi :

- Memiliki kebiasaan merokok sedikitnya 1 batang per hari selama sekurang-kurangnya 1 tahun sampai pada saat penelitian dilakukan (perokok rutin)

- Bersedia mengikuti penelitian 2. Kriteria Eksklusi :

- Kebiasaan merokok dilakukan hanya sewaktu-waktu (tidak perokok rutin)

- Menolak turut serta dalam penelitian

3.5.Variabel Penelitian

Variabel bebas : Jumlah rokok yang dihisap Lama merokok

Jenis rokok yang dihisap Cara menghisap merokok Variabel terikat : Smoker’s melanosis

Variabel terkendali : Umur mahasiswa : 18-25 tahun

Mahasiswa FMIPA Universitas Sumatera Utara Berjenis kelamin laki-laki


(35)

3.6.Definisi Operasional

a) Smoker’s melanosis merupakan perubahan warna yang khas pada permukaan mukosa yang terpajan, derajat pigmentasi berkisar dari coklat muda sampai coklat tua.

b) Kebiasaan merokok meliputi :

- Perokok adalah seseorang yang merokok sedikitnya 1 batang per hari selama sekurang-kurangnya 1 tahun.

- Kebiasaan merokok adalah kebiasaan yang dilakukan seseorang dengan cara menghisap rokok sedikitnya 1 batang per hari.

- Jumlah rokok adalah banyaknya batang rokok yang dihisap oleh seorang perokok dalam 1 hari.

- Lama merokok adalah lama seseorang melakukan kebiasaan merokok dimulai dari waktu pertama kali sampai penelitian dilakukan (tahun).

- Jenis rokok adalah berbagai bentuk rokok yang biasa digunakan dalam keseharian :

1. Rokok kretek adalah rokok yang menggunakan bahan baku tembakau dan cengkeh.

2. Rokok putih adalah rokok dengan menggunakan bahan baku tembakau.

3. Rokok campuran adalah rokok yang dihisap oleh seseorang dalam waktu tidak tentu dengan jenis rokok kretek maupun rokok putih.


(36)

- Cara menghisap rokok adalah cara kebiasaan seseorang dalam menggunakan rokok dalam keseharian:

1. Perokok paru mulut adalah hanya menghisap asap rokok sampai rongga mulut saja.

2. Perokok paru adalah perokok yang menghisap asap rokok sampai ke dalam paru.

3. Perokok paru dalam adalah perokok yang menghisap asap rokok sampai ke dalam paru, menahan panas sebentar dan baru menghembuskannya keluar.

3.7.Sarana Penelitian 1. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan untuk pemeriksaan rongga mulut adalah kaca mulut, sarung tangan, masker dan lampu senter.

2. Formulir Pencatatan

Formulir Pencatatan terdiri dari :

- Blanko rekam medik yang mencakup data demografi (nama, umur, jenis kelamin, alamat, suku bangsa).

- Blanko kuesioner mengenai kebiasaan merokok.

3.8.Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan pada mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU yang berumur 18-25 tahun, kemudian diberikan informed


(37)

consent dan bagi mahasiswa yang bersedia menjadi subjek penelitian kemudian lakukan pemeriksaann klinis rongga mulut dengan bantuan 2 kaca mulut dan dengan penerangan lampu senter, kemudian subjek penelitian diwawancarai mengenai kebiasaan merokok.

3.9.Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer program software SPSS 17.0 for windows menurut tujuan penelitian.

3.10.Analisa Data 1. Kualitas Data

Dalam penelitian ini validitas item dianalisis dengan menggunakan komputer program SPSS 17.0 for windows. 34

2. Uji Hipotesa

Dilakukan analisa bivariate untuk menguji apakah ada hubungan antara-antara variabel yang diuji, yaitu jumlah rokok yang dihisap, lama merokok, jenis rokok yang dihisap dan cara menghisap rokok, data analisis dengan menggunaka uji statistik Pearson chi-square. Hasil analisa menunjukkan adanya hubungan yang

bermakna apabila nilai p kurang dari 0,005 (α < 0,005).35

Hasil analisa data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi kemudian diintepretasikan untuk menjawab permasalahan dan tujuan penelitian. Data deskriptif mengenai karakteristik, distribusi dan frekuensi dari setiap variabel penelitian yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi dan frekuensi.35


(38)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Responden

Setelah dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner terhadap 82 responden perokok, maka diperolehlah hasil sebagai berikut ;

Tabel 1 Persentase Responden Perokok Berdasarkan Ada Tidaknya Melanosis Rongga Mulut

Perokok Jumlah Persen (%)

Melanosis 53 64.63

Tidak melanosis 29 35.37

Total 82 100.00

Sumber: Data Primer, 2010

Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat dari 82 responden terdapat 53 responden (64.63%) mengalami melanosis rongga mulut dan 29 responden (35.37%) tidak mengalami melanosis rongga mulut. Dengan demikian, mayoritas responden perokok mengalami melanosis.

Dalam penelitian ini responden tidak perokok merupakan pengontrol untuk hasil penelitian perokok terhadap terjadinya smoker’s melanosis. Untuk lebih jelasnya, hasil penelitian responden tidak perokok dapat dilihat sebagai berikut:


(39)

Tabel 2 Persentase Responden Tidak Perokok Berdasarkan Ada Tidaknya Melanosis

Tidak Perokok Jumlah Persen (%)

Melanosis 9 10.97

Tidak Melanosis 73 89.03

Total 82 100.00

Sumber: Data Primer,2010

Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat dari 82 responden tidak perokok terdapat 9 responden (10.97%) mengalami melanosis rongga mulut dan 73 responden (89.03%) tidak mengalami melanosis rongga mulut. Dengan demikian, mayoritas responden tidak perokok tidak mengalami melanosis.

Tabel 3 Persentase Responden Tidak Perokok Berdasarkan Umur

No Kelompok Umur ( Tahun ) Jumlah Persen (%)

1 >20 tahun 21 25.60

2 18-20 tahun 61 74.40

Total 82 100.00

Sumber : Data Primer, 2010

Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa dari 82 responden tidak perokok, 61 responden ( 74.40%) adalah kelompok umur 18-20 tahun dan 21 responden (25.60%) adalah kelompok umur > 20 tahun. Dengan demikian, mayoritas responden adalah berusia 18- 20 tahun.


(40)

Selanjutnya, hasil penelitian pada perokok dapat ditunjukkan berdasarkan : 1. Umur

Tabel 4 Persentase Responden Perokok Berdasarkan Umur

No Kelompok Umur ( Tahun ) Jumlah Persen (%)

1 >20 tahun 61 74.40

2 18-20 tahun 21 25.60

Total 82 100.00

Sumber : Data Primer, 2010

Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat bahwa dari 82 responden, 61 responden ( 74,40%) adalah kelompok umur > 20 tahun dan 21 responden (25.60%) adalah kelompok umur 18-20 tahun. Dengan demikian, mayoritas responden adalah berusia > 20 tahun.

2. Usia Awal Merokok

Tabel 5 Persentase Responden Perokok Berdasarkan Usia Awal Merokok

No Usia Awal Merokok Jumlah Persen (%)

1 >18 tahun 20 24.40

2 15-18 tahun 48 58.50

3 <15 tahun 12 17.10

Total 82 100

Sumber : Data Primer, 2010

Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa dari 82 responden, 48 responden (58.50%) usia awal merokok antara 15-18 tahun, 20 responden (24.40%) usia awal merokok > 18 tahun dan 12 responden (17.10%) usia awal merokok < 15 tahun.


(41)

Dengan demikian, responden usia awal merokok paling tinggi pada kelompok 15-18 tahun (58.50%).

3. Jenis Rokok

Tabel 6 Persentase Responden Perokok Berdasarkan Jenis Rokok

No Jenis Rokok Jumlah Persen (%)

1 Kretek 22 26.80

2 Putih 37 45.10

3 Campuran 23 28.10

Total 82 100.00

Sumber : Data Primer, 2010

Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat bahwa dari 82 responden, 37 responden (45.10%) merokok jenis rokok putih, 23 responden (28.10%) merokok jenis rokok campuran dan 22 responden ( 26.80%) merokok jenis rokok kretek. Dengan demikian, jenis rokok yang paling banyak dikonsumsi oleh responden adalah rokok putih (45.10%).

4. Lama Merokok

Tabel 7 Persentase Responden Perokok Berdasarkan Lama Merokok

No Lama Merokok Jumlah Persen (%)

1 > 5 tahun 40 48.80

2 3 - 5 tahun 19 23.20

3 < 3 tahun 23 28.00

Total 82 100.00

Sumber : Data Primer, 2010

Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat bahwa dari 82 responden, 40 responden (48.80%) sudah merokok diatas 5 tahun, 23 responden (28.00%) sudah merokok


(42)

dibawah 3 tahun dan 19 responden (23.20%) sudah merokok antara 3- 5 tahun. Dengan demikian, sebagian besar responden sudah merokok di atas 5 tahun (48.80%).

5. Jumlah Rokok

Tabel 8 Persentase Responden Perokok Berdasarkan Jumlah Rokok

No Jumlah Rokok Jumlah Persen (%)

1 1-4 batang 15 18.30

2 5-14 batang 38 46.30

3 > 14 batang 29 35.40

Total 82 100.00

Sumber : Data Primer, 2010

Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa dari 82 responden, 38 responden (46.30%) mengkonsumsi rokok antara 5-14 batang per hari, 29 responden (35.40%) mengkonsumsi rokok antara > 14 batang per hari, dan 15 responden ( 18.30%) mengkonsumsi rokok sebanyak lebih dari 14 batang per hari. Dengan demikan, sebagian besar responden mengkonsumsi 5-14 batang per hari (46.30%).

6. Cara Menghisap Rokok

Tabel 9 Persentase Responden Perokok Berdasarkan Cara Menghisap Rokok

No Cara Merokok Jumlah Persen (%)

1 Paru Mulut 32 39.00

2 Paru 25 30.50

3 Paru Dalam 25 30.50

Total 82 100.00


(43)

Berdasarkan tabel 9 dapat dilihat bahwa dari 82 responden, 32 responden (39.00%) merokok melalui paru mulut,25 responden ( 30.50%) merokok melalui paru dan 25 responden (30.50%) merokok melalui paru dalam. Dengan demikian, sebagian besar responden merokok melalui paru mulut ( 39.00%).

4.2. Hubungan Antara Kebiasaan Merokok Terhadap Terjadinya Melanosis Rongga Mulut

Analisis yang dilakukan pada penelitian menggunakan analisis deskriptif dengan melihat tabulasi silang (cross-tab) kebiasaan merokok (jenis rokok, lama merokok, jumlah rokok dan cara menghisap rokok) terhadap terjadinya melanosis rongga mulut.

Tabel 10 Tabulasi Silang Antara Jenis Rokok dan Terjadinya Melanosis Jenis

Rokok

Insiden Perokok

Melanosis Tidak melanosis Total Persen Sig-p

N % N % N % 0.044

Kretek 15 18.29 7 8.54 22 26.83

Putih 19 23.17 18 21.95 37 45.12

Campuran 19 23.17 4 4.88 23 28.05

Total 53 64.60 29 35.37 82 100.00

Sumber: Data Primer, 2010

Dari tabel 10 terlihat bahwa dari 22 responden(26.83%) yang merokok menggunakan jenis rokok kretek, 15 responden (18.29%) yang mengalami melanosis rongga mulut dan 7 responden (8.54%) tidak terjadi melanosis rongga mulut. Dari 37 responden (45.12%) menggunakan jenis rokok putih, 19 responden (23.17%)


(44)

mengalami melanosis rongga mulut dan 18 responden (21.95%) tidak terjadi melanosis rongga mulut. Dari 23 responden (5%), 11 responden (26.19%) mengalami melanosis rongga mulut dan 2 responden (4.76%) tidak terjadi melanosis rongga mulut. Hal ini menunjukkan bahwa perokok yang menggunakan jenis rokok putih yang paling tinggi menimbulkan melanosis.

Hasil uji statistik menggunakan chi-square memperlihatkan bahwa nilai

signifikansi p = 0.044 atau < sig α (0.05). Dengan demikian, Ho ditolak atau H1

diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa jenis rokok berpengaruh signifikan terhadap insiden melanosis karena nilai sig-hitung chi-square (0.044) < 0.05.

Tabel 11 Tabulasi Silang Antara Lama Merokok dan Terjadinya Melanosis Lama

Merokok

Insiden Perokok

Melanosis Tidak melanosis Total Persen Sig-p

N % N % N % 0.000

> 5 tahun 39 47.56 1 1.22 40 48.78

3 – 5 tahun 12 14.63 7 8.54 19 23.17

<3 tahun 2 2.44 21 25.61 23 28.05

Total 53 64.63 29 35.37 82 100.00

Sumber: Data Primer, 2010

Dari tabel 11 terlihat bahwa dari 40 responden(48.78%) yang merokok > 5 tahun, 39 responden (47.56%) yang mengalami melanosis rongga mulut dan 1 responden (1.22%) tidak terjadi melanosis. Dari 19 responden (23.17%) merokok 3-5 tahun, 12 responden (14.63%) mengalami melanosis rongga mulut dan 7 responden (8.54%) tidak terjadi melanosis rongga mulut. Dari 23 responden (28.05%), 2


(45)

responden (2.44%) mengalami melanosis rongga mulut dan 21 responden (25.61%) tidak terjadi melanosis rongga mulut.Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perokok diatas 5 tahun yang dapat menimbulkan melanosis.

Hasil uji statistik menggunakan chi-square memperlihatkan bahwa nilai

signifikansi p = 0.000 atau < sig α (0.05). Dengan demikian, Ho ditolak atau H1

diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa lama merokok berpengaruh signifikan terhadap insiden melanosis karena nilai sig-hitung chi-square (0.000) < 0.05.

Tabel 12 Tabulasi Silang Antara Jumlah Rokok dan Terjadinya Melanosis Jumlah

Rokok

Insiden Perokok

Melanosis Tidak Melanosis Total Persen Sig-p

N % N % N % 0.00

1-4 batang 0 0.00 15 18.29 15 18.29

5-14 batang 25 30.49 13 15.86 38 46.35 >14 batang 28 34.14 1 1.22 29 35.36

Total 53 64.63 29 35.37 82 100.00

Sumber: Data Primer, 2010

Dari tabel 12 terlihat bahwa dari 15 responden(18.29%) dengan jumlah rokok 1-4 batang, 15 responden (18.29%) tidak terjadi melanosis rongga mulut. Dari 38 responden (46.35%) dengan jumlah rokok 5-14 batang, 25 responden (30.49%) mengalami melanosis rongga mulut dan 13 responden (15.86%) tidak terjadi melanosis rongga mulut. Dari 29 responden (35.36%), 28 responden (34.14%) mengalami melanosis rongga mulut dan 1 responden (1.22%) tidak terjadi melanosis.


(46)

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perokok yang merokok lebih dari 14 batang yang dapat menimbulkan melanosis.

Hasil uji statistik menggunakan chi-square memperlihatkan bahwa nilai signifikansi p = 0.000 atau < sig α (0.05). Dengan demikian, Ho ditolak atau H1

diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah rokok yang dihisap berpengaruh signifikan terhadap insiden melanosis karena nilai sig-hitung chi-square (0.000) < 0.05.

Tabel 13 Tabulasi Silang Antara Cara Menghisap Rokok dan Terjadinya Melanosis

Cara Menghisap

Merokok

Insiden Perokok

Melanosis Tidak Melanosis Total Persen Sig-p

N % N % N % 0.001

Paru Mulut 13 15.85 19 23.17 32 39.02

Paru 22 26.83 3 3.66 25 30.49

Paru Dalam 18 21.95 7 8.54 25 30.49

Total 53 64.63 29 35.37 82 100.00

Sumber: Data Primer, 2010

Dari tabel 13 terlihat bahwa dari 32 responden(39.02%) yang merokok melalui paru mulut, 13 responden (15.85%) yang mengalami melanosis rongga mulut dan 19 responden (23.17%) tidak terjadi melanosis rongga mulut. Dari 25 responden (30.49%) merokok melalui paru, 22 responden (26.83%) mengalami melanosis rongga mulut dan 3 responden (3.66%) tidak terjadi melanosis rongga mulut. Dari 25 responden (30.49%), 18 responden (21.95%) mengalami melanosis rongga mulut dan 7 responden (8.54%) tidak terjadi melanosis rongga mulut. Dengan


(47)

demikian, dapat disimpulkan bahwa perokok yang merokok paru dapat menimbulkan melanosis.

Hasil uji statistik menggunakan chi-square memperlihatkan bahwa nilai

signifikansi p = 0.001 atau < sig α (0.05). Dengan demikian, Ho ditolak atau H1

diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa cara menghisap rokok berpengaruh signifikan terhadap insiden melanosis karena nilai sig-hitung chi-square (0.001) < 0.05.


(48)

BAB V PEMBAHASAN

Indonesia salah satu negara konsumen tembakau terbesar di dunia dimana konsumen rokok meningkat tiap tahunnya. 1,8 Menurut survei WHO (1996) merokok masih didominasi oleh kaum pria sekitar 50-60% sedangkan wanita hanya 10%. 35 Dalam penelitian ini terlihat dari 82 responden yang mengambil bagian dari penelitian ini berusia 18-25 tahun, kelompok yang terbanyak merokok adalah usia diatas 20 tahun. Berdasarkan data WHO Indonesia, prevalensi merokok pada pria meningkat cepat seiring dengan bertambahnya umur.1

Usia saat memulai kebiasaan merokok di kalangan mahasiswa dalam penelitian ini mulai usia 15-18 tahun sebesar 58.50%, hal ini sama bila dibandingkan dengan penelitian Survei Kesehatan Rumah Tangga (1986) merokok dimulai usia 15-19 tahun. 16 Sedangkan pada penelitian oleh WHO Indonesia yang mempunyai usia 15-19 tahun yang memulai kebiasaan merokok sebesar 59,1%, hal ini merupakan usia memulai kebiasaan merokok yang paling tinggi. 1

Di Indonesia semakin meningkat minat masyarakat memilih rokok kretek dibandingkan rokok putih. 37 Jenis rokok yang dikonsumsi masyarakat 80-95% yaitu rokok kretek. Pada kalangan mahasiswa FMIPA USU persentase mengkosumsi jenis rokok paling tinggi adalah rokok putih (45.10%). Hasil tersebut berbeda dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Natamiharja L,dkk (2000), yang


(49)

menemukan sekitar 72% perokok menghisap rokok kretek, diikuti rokok campur sebesar 20% dan rokok putih sebesar 6%. 36

Kebiasan merokok dapat menimbulkan kenikmatan bagi perokok sehingga perokok mengalami ketergantungan dengan penghentian kebiasaan yang sulit disebabkan oleh nikotin. Kadar 4-6 miligram/hari yang dihisap oleh orang dewasa sudah dapat membuat ketagihan.8 Dari hasil penelitian yang dilakukan pada mahasiswa FMIPA USU ditunjukkan dengan lama merokok diatas 5 tahun memiliki persentase sebesar 48.80%. Demikian juga, pada penelitian Tjandra YA., dkk yang menemukan persentase lama merokok diatas 5 tahun (37,83% ) yang paling tinggi. 2

Pada penelitian Tjandra YA., dkk menunjukkan persentase jumlah rokok kurang dari 10 batang per hari sebesar 18,91% dan jumlah rokok lebih dari 10 batang per hari sebesar 48,64%.2 Dari hasil penelitian ini menunjukkan jumlah rokok 1-4 batang sebesar 18.30%, jumlah rokok 5-14 batang sebesar 46.30% dan jumlah rokok >14 batang sebesar 35.40%.

Rokok yang dihisap sampai rongga mulut saja, sampai ke dalam paru-paru, dan menahan napas sebentar kemudian menghembuskannya keluar akan mempengaruhi banyaknya asap rokok yang dihasilkan sehingga dapat mempengaruhi kesehatan dan selain itu dapat memberikan kenikamatan sendiri pada saat rokok dihisap. 4 Pada penelitian ini perokok paru mulut merupakan persentase yang paling tinggi sebesar 39.00%.

Penemuan objektif yang signifikan pada rongga mulut perokok adalah adanya smoker’s melanosis. Agustina (2007) menyatakan bahwa lesi tersebut tampak sebagai


(50)

bercak-bercak pigmentasi berwarna coklat hingga coklat kehitaman teruta pada daerah gingiva, mukosa pipi ataupun bibir pada 5 – 22% perokok berat. Lesi ini dapat hilang sendiri jika kebiasaan merokok dihilangkan. Lesi ini tidak mempunyai potensi menjadi ganas, hanya secara estetik mungkin sangat mengganggu. Menurut Regezi dan Sciubba (1989), patogenesis smoker’s melanosis berhubungan dengan komponen tembakau rokok yang menstimulasi melanosit untuk memproduksi melanin. Jumlah dan intensitas lesi tergantung pada dosis merokok .18,21 Hasil penelitian 82 responden perokok terdapat 53 responden (64.63%) yang mengalami melanosis dan 82 responden tidak perokok terdapat 9 responden (10.97%) yang mengalami melanosis.

Pendapat Hedin C A (1982) bahwa tipe rokok keretek menimbulkan asap rokok yang lebih besar dibandingkan rokok filter atau rokok putih, sehingga, rokok keretek lebih berpotensi menimbulkan terjadinya melanosis rongga mulut. 21 Lebih lanjut Axell (1999) menjelaskan bahwa smoker’s melanosis berhubungan erat dengan dosis yang terkandung di dalam rokok dimana jenis rokok kretek mengandung dosis lebih tinggi dari rokok lainnya. Merokok dapat merangsang melanosit mukosa oral untuk memproduksi melanin secara eksesif, sehingga menciptakan patch pigmentasi coklat di atas mukosa gingival atau bukal diantara 5-22% perokok. Jumlah dan intensitas melanosis pada rongga mulut bergantung kepada dosis, dan penghentian merokok tampaknya menghilangkan kondisi ini sepenuhnya. Penelitian in vitro membuktikan bahwa nikotin mengaktivasi produksi melanin.20,24 Pigmentasi dalam mulut adalah akibat asap rokok yang menyebabkan stimulasi produksi melanin (pigmen coklat pada kulit dan mulut) atau ikatan melanin dengan senyawa


(51)

senyawa asap rokok.24 Pendapat tersebut berbeda dengan hasil penelitian yang didapat bahwa rokok putih (23.17%) dan rokok campuran (23.17%) yang dapat menyebabkan melanosis, diduga hal tersebut karena menggunakan rokok putih non filter sehingga nikotin lebih banyak menstimulasi aktivitas melanosit dan lebih banyak menghisap rokok putih.

Gambar 3. Lapisan makula coklat pada gingiva anterior mandibula

Sapp LR Eversole (1997) menyatakan bahwa semakin lama merokok, semakin tinggi kandungan melanin dalam jaringan konektif, semakin besar kemungkinan terjadinya melanosis rongga mulut.20. Melanosis rongga mulut ditandai oleh hiperpigmentasi tidak teratur pada jaringan konektif yang mendasari mukosa rongga mulut akibat dari merokok tembakau. Sel-sel basal dan makrofage pada jaringan konektif mengandung jumlah melanin yang tidak terhingga, yang menciptakan pigmentasi gelap. 24 Pendapat tersebut sama dengan hasil penelitian


(52)

yang didapat bahwa lama merokok diatas 5 tahun (47.56%) dapat menyebabkan melanosis.

Pada hasil penelitian yang didapat bahwa perokok yang merokok lebih dari 14 batang (34.14%) dapat menyebabkan melanosis. Hal ini sesuai dengan pendapat Axell T (1982) bahwa jumlah pigmentasi meningkat diantara perokok berat. Perokok berat memperlihatkan prevalensi pigmentasi sekitar 30.00% sehingga meningkatkan insiden smoker’s melanosis yang paling prevalent pada gingiva. 24

Pada hasil penelitian yang didapat bahwa perokok yang menghisap rokok dengan cara paru (26.83%) yang paling tinggi menyebabkan melanosis. Hal ini sesuai dengan pendapat Sham AS (2003), yang mengatakan bahwa melanosis adalah bentuk pigmentasi yang berhubungan dengan meningkatnya melanin. Meningkatnya melanin berhubungan dengan erat dengan cara merokok dan lamanya merokok.28


(53)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1.Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan tentang hubungan kebiasaan merokok dengan terjadinya melanosis rongga mulut yang dilakukan terhadap 82 responden yang mempunyai kebiasaan merokok dan 82 responden yang tidak merokok, dapat disimpulkan bahwa:

1. Ada hubungan jenis rokok terhadap terjadinya smoker’s melanosis karena kandungan nikotin yang terdapat di dalam rokok sehingga dapat mengaktivasi produksi melanin.

2. Ada hubungan lama merokok terhadap terjadinya smoker’s melanosis karena semakin lama merokok, semakin tinggi kandungan melanin dalam jaringan konektif .

3. Ada hubungan jumlah rokok yang dihisap terhadap terjadinya smoker’s melanosis karena pigmentasi akan meningkat diantara perokok berat.

4. Ada hubungan cara menghisap rokok terhadap terjadinya smoker’s melanosis karena akan meningkatkan melanin.

6.2.S a r a n

Adapun saran dalam penelitian bagi perokok adalah agar perokok dapat mengurangi jumlah rokok yang dihisap dan dapat mengurangi kebiasaan merokok,


(54)

sehingga dapat mencegah terjadinya smoker’s melanosis. Perokok disarankan agar menghisap rokok dengan cara paru mulut.

Penelitian ini hanya menguraikan secara umum mengenai hubungan antara smoker’s melanosis dengan kebiasaan merokok pada perokok, oleh karena itu diharapkan adanya penelitian lanjutan dengan sampel yang lebih besar, kalangan yang berbeda untuk melakukan evaluasi lebih lanjut.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Konsumsi Tembakau dan Prevalensi Merokok di Indonesia. 2003. <http://www.who.int/ncd/orh/index.html> (27 November 2008).

2. Aditama TY. Proses Berhenti Merokok. Cermin Dunia Kedokteran 1995; 102: 37- 40.

3. Litbang Depkes. Konsumsi Rokok dan Prevalensi Merokok. (Maret 2004).

4. Santoso SS. Perilaku Remaja yang Berkaitan dengan Kebiasaan Merokok. Cermin Dunia Kedokteran 1993; 84: 41-47.

5. Fawzani N. Terapi Berhenti Merokok (Studi Kasus 3 Perokok Berat). Makara Kesehatan 2005; 9 (1):15-22.

6. Smet B. Psikologis Kesehatan. Semarang: PT Gramedia.

7. Anymous. Rokok dan Kesehatan Rongga Mulut.

(21 November 2008).

8. Ruslan G. Efek Merokok terhadap Rongga Mulut. Jurnal Cermin Kedokteran 1996; 113: 41-43.

9. Mulyawati Y. Pengaruh Rokok terhadap Kesehatan Gigi dan Mulut.


(56)

10. Anymous. Smoking and Oral Health.<http://www.adelaide.edulau/scoprev-dent/dperu> (2002).

11. Mirbod S,Ahing S. Tobacco Associated Lesions of The Oral Cavity: Part I Nonmaligmant Lesions. Journal of Canadian Dental Association 2000; 66 (5): 252-256.

12. Carpenter WS. Smoker’s Melanosis. <http://emedicine.medscape.com /article/1077501-overview> ( 6 Oktober 2009)

13. Sukendro S. Filosofi Rokok. Yogyakarta : Pinus Book Publisher, 2007: 31-41, 80-84.

14. BBKPMB. Sejarah Rokok. <http://www.bbkpm bandung.org /artikel.php?id=7> (2007).

15. Sitepoe M. Kekhususan Rokok Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana,2000.

16. Sitepoe M. Usaha Mencegah Bahaya Rokok. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana,1997.

17. Johson W, Bain CA. Tobacco and Oral Disease. British Dental Journal 2000; 189 (4): 200-206.

18. Bouquot J, Schroeder K. Oral Effect of Tobacco Abuse. Journal of the American Dental Institute for Continuing Education 1992; 43:3-17.

19. Langlais RP, Miller CS. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang Lazim. Alih Bahasa : Budi Susetyo. Jakarta: Hipokrates. 1998: 70


(57)

20. Yerger VB, Malone RE. Melanin and nicotine : A Review of Literatur. Nicotine and Tobacco Research 2006; 8 (4): 487-498.

21. Diana D. Pengaruh Kebiasaan Merokok terhadap Mukosa Mulut. Dentika J Dent 2005; 10(2):5-132.

22. Vellapaly S, Vialla Z. Smoking Related Systemic and Oral Disease. Acta Medica 2007; 50 (3): 161-166.

23. Persatuan Dokter Gigi Indonesia. Bahaya Merokok. 15 Februari 2007.< http:// www.pdgi-online.com/v2/index.php?option=com_content&task= view&id= 310&Itemid=1 > ( 7 Mei 2010).

24. Axell T. Disappearance Of Smoker’s Melanosis After Reducing Smoking. J Oral Pathol Med 1993; 22:30-228.

25. Machuca G, Rosales I, Lacalle JR, Machuca C, Bullon P. Effect of cigarette smoking on periodontal status of healthy young adults. J Periodontal. 2000; 71(1): 8-73.

26. Sham AS, Cheung LK, Jin LJ, Corbet EF. The Effects Of Tobacco Use On Oral Health. Hong Kong Med J. 2003; 9(4): 271-7.

27. Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE, Oral Maxillofacial Pathology ed 2. Saunders ; Philadelphia : 2004 : 274-5.

28. Alamsyah RM, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Merokok dan Hubungannya dengan Status Penyakit Periodontal Remaja di Kota Medan tahun 2007. USU Repository; Medan: 2009.


(58)

29. Tafany. Masa Dewasa Dini. 2007).

30. Komala S, Helmi AF. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Merokok Pada Remaja. 31. Kemala I. Perilaku Merokok Pada Remaja. USU Repository; Medan: 2007 32. Dahlan MS. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel. Jakarta : Salemba

Medika, 2009: 34-39.

33. Chandra B. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: EGC, 2008: 66- 75. 34. Trihendradi C.7 Langkah Mudah Melakukan Analisis Statistik Menggunakan

SPSS 17. Yogyakarta : Andi, 2009.

35. Sugiarto, Siagian D. Teknik Sampling. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003, 36.

36. Natamiharja L, Butarbutar L.Kebiasaan Merokok dan Karies Gigi Spesifik pada Sopir-sopir di Medan.Dentika J Dent.2001; 6(2):284-9.

37. Soetiarto F. Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dengan Kerusakan Gigi pada Sopir Bis di Jakarta Tahun 1992.Proceeding Asean Meeting On Dental Public Health. Bandung: Fakultas Kedokteran Gigi Padjajaran.1994:82-6.


(59)

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN Selamat pagi Saudara,

Saya Lysa Sabrina Sitepu mahasiswi yang sedang menjalani pendidikan dokter gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Saya akan mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Kebiasaan Merokok Terhadap Terjadinya

Smoker’s melanosis di Kalangan Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara ” yang bertujuan untuk mengetahui hubungan jumlah rokok yang dihisap, lama rokoknya dihisap,jenis rokok yang dihisap dan gaya merokok terhadap terjadinya perubahan warna menjadi hitam pada rongga mulut dapat terlihat pada gusi di kalangan mahasiswa. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan masukan bagi peneliti mengenai jumlah rokok yang dihisap, lama rokoknya dihisap, jenis rokok yang dihisap dan gaya merokok terhadap mencegah terjadinya perubahan warna menjadi hitam pada rongga mulut dapat terlihat pada gusi.

Saudara sekalian, merokok merupakan salah satu faktor penyebab penunjang kelainan permukaan pada rongga mulut karena bahan-bahan yang terdapat dalam rokok bersifat merangsang infeksi mukosa, dapat juga menyebabkan perubahan pigmen pada rongga mulut. Merokok dapat memperlambat penyembuhan luka. Pengaruh asap rokok secara langsung adalah iritasi terhadap gusi dan secara tidak langsung melalui produk-produk rokok seperti nikotin yang sudah masuk melalui aliran darah dan ludah, jaringan pendukung gigi yang sehat seperti gusi, selaput gigi, semen gigi dan tulang tempat tertanamnya gigi menjadi rusak karena terganggunya fungsi normal mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi dan dapat merangsang tubuh untuk menghancurkan jaringan sehat di sekitarnya.

Adapun penelitian yang akan saya lakukan menggunakan kuesioner. Dalam penelitian ini, saya akan meminta Saudara untuk menjawab pertanyaan mengenai kebiasaan merokok Saudara sehari-hari.

Partisipasi Saudara dalam penelitian ini bersifat sukarela. Penelitian ini tidak akan mengubah kondisi kesehatan rongga mulut Saudara. Adapun manfaat penelitian


(60)

ini bagi Saudara adalah agar Saudara mengetahui bahaya merokok bagi kesehatan gigi dan rongga mulut.

Pada penelitian ini identitas Saudara akan disamarkan. Hanya dokter peneliti, anggota peneliti dan anggota komisi etik yang bisa melihat datanya. Kerahasiaan data Saudara akan dijamin sepenuhnya. Bila data Saudara dipublikasikan kerahasiaan tetap dijaga.

Jika selama menjalankan penelitian ini terjadi keluhan pada Saudara, silahkan menghubungi saya Lysa Sabrina Sitepu (Hp: 081265997524).

Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas bantuan, partisipasi dan kesediaan waktu Saudara sekalian, saya ucapkan terima kasih.

Peneliti,


(61)

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Umur :

Alamat :

Setelah mendapatkan keterangan dan penjelasan secara lengkap, maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan saya menandatangani dan menyatakan bersedia berpartisipasi pada penelitian ini.

Medan,....Mei 2010

Mahasiswa peneliti Peserta penelitian


(62)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

BAGIAN KEDOKTERAN ILMU PENYAKIT MULUT

HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP TERJADINYA SMOKER’S MELANOSIS DI KALANGAN MAHASISWA

A. DEMOGRAFI :

Nama : ……….

Umur : ……….

Alamat : ………..……….

Suku Bangsa : ………

B.ANAMNESIS 1. Keluhan Subyektif :

a. Sakit : ………...

b.Rasa Terbakar :………

c. Mulut Kering : ………...

d. Gangguan Rasa : ………...

e.Lain-lain :………

2.Riwayat Penyakit Sistemik


(63)

b………... C.PEMERIKSAAN FISIK :

1.Pemeriksaan Luar Mulut

a……….. b………..

2.Pemeriksaan Dalam Mulut :

a.Gingiva : ……….

b. Mukosa Bukal :………

c. Mukosa Labial :………

d. Permukaan gigi :………

1. Sejak kapan anda mulai merokok... (usia)

<15 tahun 15-18 tahun >18 tahun

2. Jenis rokok anda apa………..

Rokok kretek Rokok putih Rokok campuran

3. Sudah berapa lamakah anda merokok...(tahun) < 3 tahun 3-5 tahun > 5 tahun

4. Berapa batang per hari saudara merokok...(batang) 1-4 batang 5-14 batang >15 batang

5. Bagaimana cara anda merokok ? :


(64)

Lampiran 1 : Responden Perokok

Sampel Umur Usia awal merokok Jenis rokok Lama merokok Jumlah rokok Cara merokok Insiden Perokok

1 1 2 2 1 3 2 1

2 1 3 2 1 3 2 1

3 1 3 3 1 3 3 1

4 2 3 2 1 3 2 1

5 1 3 2 1 2 1 1

6 1 2 1 1 2 3 1

7 1 1 3 3 2 2 2

8 1 2 2 3 2 1 2

9 2 2 2 2 2 2 1

10 1 1 3 2 3 3 1

11 2 3 2 1 3 3 1

12 1 1 2 3 1 1 2

13 1 3 3 1 3 2 1

14 2 3 3 1 3 2 1

15 1 2 1 1 3 2 1

16 1 2 3 1 3 1 1

17 2 2 1 1 2 1 1

18 1 2 3 2 2 3 1

19 2 2 2 3 1 1 2

20 1 1 1 3 1 1 2

21 1 2 2 1 2 2 1

22 1 1 1 3 2 3 2

23 1 3 1 1 3 1 1

24 1 2 2 1 2 1 1

25 2 3 2 2 2 1 2

26 1 1 1 3 1 1 2

27 2 2 2 3 1 2

28 2 2 1 3 2 2 1

29 1 2 2 1 3 1 1

30 1 2 3 1 3 2 1

31 1 2 1 1 2 1 1

32 1 1 3 2 3 3 1

33 1 1 3 2 3 3 1

34 1 2 3 1 2 1 1

35 1 2 1 1 3 2 1

36 1 2 2 1 3 3 1

37 1 2 2 1 2 2 1

38 2 2 2 3 1 1 2

39 1 1 3 3 1 1 2

40 1 1 2 2 2 3 1


(65)

Keterangan :

Umur kelompok : 1: > 20 tahun, 2: 18-20 tahun

Usia awal merokok, 1:>18 tahun,2: 15-18 tahun,3: <15 tahun Jenis rokok, 1: Kretek, 2: Putih, 3: campuran

Lama merokok , 1: >5 tahun,2: 3-5 tahun, 3: <3 tahun, Jumlah rokok,1: 1-4 btg, 2: 5-14 btg, 3 : >14 btg

Cara menghisap rokok 43

,1 : paru mulut,2: paru, 3: paru dalam Insiden, 1: melanosisi, 2: tidak melanosis

1 3 2 1 3 2 1

44 2 3 3 1 3 2 1

45 1 2 1 1 2 3 1

46 2 3 2 3 1 1 2

47 1 1 2 3 2 1 2

48 1 1 2 2 2 3 2

49 2 2 2 3 2 1 2

50 1 1 3 2 3 3 1

51 1 1 2 3 1 1 2

52 2 3 3 1 3 2 1

53 1 2 3 1 3 1 1

54 2 2 2 3 3 3 2

55 1 2 1 2 2 1 2

56 2 2 2 1 1 1 2

57 1 2 3 2 2 3 1

58 1 1 1 3 1 1 2

59 1 1 1 3 2 3 2

60 1 2 2 1 2 1 1

61 1 1 1 3 1 1 2

62 1 2 3 1 3 2 1

63 1 1 3 2 3 3 1

64 2 2 1 3 2 2 1

65 1 2 2 1 3 3 1

66 1 1 2 2 2 3 1

67 1 2 3 1 2 1 1

68 2 2 2 3 1 1 2

69 1 2 1 1 2 3 1

70 1 2 3 2 2 3 2

71 1 2 2 2 2 3 2

72 2 2 2 2 2 3 2

73 1 2 2 2 1 1 2

74 1 2 1 2 2 2 1

75 1 2 2 1 2 2 1

76 1 2 1 1 2 1 1

77 1 2 2 1 3 1 1

78 1 1 3 3 2 2 2

79 2 3 2 1 3 3 1

80 1 2 1 1 3 2 1

81 2 2 2 3 1 1 2


(66)

Lampiran 2 : Responden Tidak Perokok

No. Umur Insiden

1 2 2

2 2 1

3 2 2

4 2 2

5 2 2

6 1 2

7 1 2

8 2 2

9 1 2

10 1 2

11 1 2

12 2 2

13 2 2

14 2 2

15 2 2

16 2 2

17 2 2

18 2 2

19 2 2

20 2 1

21 2 2

22 2 2

23 2 2

24 2 1

25 2 2

26 2 2

27 2 2

28 2 1

29 1 2

30 2 2

31 2 2

32 2 2

33 1 1

34 1 2

35 2 1

36 2 2

37 2 1

38 1 2

39 1 2

40 1 2

41 2 2

42 2 2

43 2 2

44 2 2

45 2 2

46 1 2

47 2 2

48 1 2

49 2 2

50 2 2

51 2 2

52 2 2

53 1 2

54 2 2

55 2 1

56 2 2

57 2 2

58 2 2

59 2 2

60 1 2

61 2 2

62 1 2

63 1 2

64 2 2

65 2 2

66 2 1

67 2 2

68 2 2

69 1 2

70 1 2

71 2 2

72 1 2

73 2 2

74 1 2

75 2 2

76 2 2

77 2 2

78 2 2

79 2 2

80 2 2

81 2 2

82 2 2


(67)

Frequencies Statistics

Umur kelompok

N Valid 82

Missing 0

Umur kelompok

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid >20 tahun 61 74.4 74.4 74.4

18-20 tahun 21 25.6 25.6 100.0

Total 82 100.0 100.0

Frequencies Statistics

Usia awal merokok

N Valid 82

Missing 0

Usia awal merokok

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid >18 tahun 20 24.4 24.4 24.4

15-18 tahun 48 58.5 58.5 82.9

<15 tahun 14 17.1 17.1 100.0


(68)

Frequencies Statistics

Jenis rokok

N Valid 82

Missing 0

Jenis rokok

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kretek 22 26.8 26.8 26.8

Putih 39 47.6 47.6 74.4

Campuran 21 25.6 25.6 100.0

Total 82 100.0 100.0

Frequencies Statistics

Lama merokok

N Valid 82

Missing 0

Lama merokok

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid > 5tahun 40 48.8 48.8 48.8

3-5 tahun 19 23.2 23.2 72.0

<3 tahun 23 28.0 28.0 100.0


(69)

Frequencies Statistics

Jumlah rokok

N Valid 82

Missing 0

Jumlah rokok

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1-4 batang 15 18.3 18.3 18.3

5-14 batang 38 46.3 46.3 64.6

> 14 batang 29 35.4 35.4 100.0

Total 82 100.0 100.0

Frequencies Statistics

Cara menghisap rokok

N Valid 82

Missing 0

Cara menghisap rokok

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Paru mulut 32 39.0 39.0 39.0

Paru 25 30.5 30.5 69.5

Paru dalam 25 30.5 30.5 100.0


(70)

Frequencies Statistics

Insiden merokok

N Valid 82

Missing 0

Insiden merokok

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid melanosis 53 64.6 64.6 64.6

tidak terjadi melanosis 29 35.4 35.4 100.0

Total 82 100.0 100.0

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Jenis rokok * Insiden merokok 82 100.0% 0 .0% 82 100.0%

Jenis rokok * Insiden merokok Crosstabulation

Count

Insiden merokok

Total melanosis

tidak terjadi melanosis

Jenis rokok kretek 15 7 22

Putih 19 18 37

Campuran 19 4 23


(71)

chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 6.228a 2 .044

Likelihood Ratio 6.507 2 .039

Linear-by-Linear Association 1.080 1 .299

N of Valid Cases 82

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.78.

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Lama merokok * Insiden merokok

82 100.0% 0 .0% 82 100.0%

Lama merokok * Insiden merokok Crosstabulation

Count

Insiden merokok

Total melanosis

tidak terjadi melanosis

Lama merokok > 5tahun 39 1 40

3-5 tahun 12 7 19

<3 tahun 2 21 23

Total 53 29 82


(72)

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 50.405a 2 .000

Likelihood Ratio 58.597 2 .000

Linear-by-Linear Association 49.163 1 .000

N of Valid Cases 82

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.72.

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Jumlah rokok * Insiden merokok

82 100.0% 0 .0% 82 100.0%

Jumlah rokok * Insiden merokok Crosstabulation

Count

Insiden merokok

Total melanosis

tidak terjadi melanosis

Jumlah rokok 1-4 batang 0 15 15

5-14 batang 25 13 38

> 14 batang 28 1 29

Total 53 29 82

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)


(73)

Pearson Chi-Square 40.360a 2 .000

Likelihood Ratio 49.024 2 .000

Linear-by-Linear Association 37.300 1 .000

N of Valid Cases 82

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.30.

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Cara menghisap rokok * Insiden merokok

82 100.0% 0 .0% 82 100.0%

Cara menghisap rokok * Insiden merokok Crosstabulation

Count

Insiden merokok

Total melanosis

tidak terjadi melanosis

Cara menghisap rokok Paru mulut 13 19 32

Paru 22 3 25

Paru dalam 18 7 25

Total 53 29 82


(74)

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 14.634a 2 .001

Likelihood Ratio 15.324 2 .000

Linear-by-Linear Association 6.950 1 .008

N of Valid Cases 82

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.84.

Frequencies Statistics

Umur

N Valid 82

Missing 0

Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid >20 tahun 21 25.6 25.6 25.6

18-20 tahun 61 74.4 74.4 100.0

Total 82 100.0 100.0

Frequencies Statistics

Insiden

N Valid 82

Missing 0


(75)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid melanosis 9 11.0 11.0 11.0

tidak terjadi melanosis 73 89.0 89.0 100.0


(1)

Frequencies

Statistics

Insiden merokok

N Valid 82

Missing 0

Insiden merokok

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid melanosis 53 64.6 64.6 64.6

tidak terjadi melanosis 29 35.4 35.4 100.0

Total 82 100.0 100.0

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Jenis rokok * Insiden merokok 82 100.0% 0 .0% 82 100.0%

Jenis rokok * Insiden merokok Crosstabulation

Count

Insiden merokok

Total melanosis

tidak terjadi melanosis

Jenis rokok kretek 15 7 22

Putih 19 18 37

Campuran 19 4 23


(2)

Value df sided)

Pearson Chi-Square 6.228a 2 .044

Likelihood Ratio 6.507 2 .039

Linear-by-Linear Association 1.080 1 .299

N of Valid Cases 82

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.78.

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Lama merokok * Insiden merokok

82 100.0% 0 .0% 82 100.0%

Lama merokok * Insiden merokok Crosstabulation

Count

Insiden merokok

Total melanosis

tidak terjadi melanosis

Lama merokok > 5tahun 39 1 40

3-5 tahun 12 7 19

<3 tahun 2 21 23

Total 53 29 82


(3)

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 50.405a 2 .000

Likelihood Ratio 58.597 2 .000

Linear-by-Linear Association 49.163 1 .000

N of Valid Cases 82

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.72.

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Jumlah rokok * Insiden merokok

82 100.0% 0 .0% 82 100.0%

Jumlah rokok * Insiden merokok Crosstabulation Count

Insiden merokok

Total melanosis

tidak terjadi melanosis

Jumlah rokok 1-4 batang 0 15 15

5-14 batang 25 13 38

> 14 batang 28 1 29

Total 53 29 82

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)


(4)

Linear-by-Linear Association 37.300 1 .000

N of Valid Cases 82

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.30.

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Cara menghisap rokok * Insiden merokok

82 100.0% 0 .0% 82 100.0%

Cara menghisap rokok * Insiden merokok Crosstabulation

Count

Insiden merokok

Total melanosis

tidak terjadi melanosis

Cara menghisap rokok Paru mulut 13 19 32

Paru 22 3 25

Paru dalam 18 7 25

Total 53 29 82


(5)

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 14.634a 2 .001

Likelihood Ratio 15.324 2 .000

Linear-by-Linear Association 6.950 1 .008

N of Valid Cases 82

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.84.

Frequencies

Statistics

Umur

N Valid 82

Missing 0

Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid >20 tahun 21 25.6 25.6 25.6

18-20 tahun 61 74.4 74.4 100.0

Total 82 100.0 100.0

Frequencies

Statistics

Insiden

N Valid 82

Missing 0


(6)

Valid melanosis 9 11.0 11.0 11.0

tidak terjadi melanosis 73 89.0 89.0 100.0