BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Kanker Serviks 2.1.1. Definisi Kanker Serviks
Kanker serviks adalah penyakit kanker yang terjadi pada daerah leher rahim, yaitu pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk kearah
rahim, letaknya antara rahim uterus dengan liang senggama wanita vagina Wijaya, 2010. Sembilan puluh persen dari kanker serviks berasal dari sel
skuamosa yang melapisi serviks dan 10 sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke dalam rahim. Kanker
serviks terjadi jika sel-sel serviks menjadi abnormal dan membelah secara tak terkendali Rasjidi I, 2008.
2.1.2. Etiologi Kanker Serviks
Kanker Serviks terjadi karena infeksi Human Pavilloma Virus HPV. HPV tipe 16, 18, 31, 33, 35, 45, 51, 52, 56 dan 58 sering ditemukan pada kanker
dan prakanker. Infeksi virus papiloma sering terdapat pada wanita yang aktif secara seksual Rasjidi, 2008.
Lebih dari 50 kanker serviks berhubungan dengan HPV tipe 16 dan tipe 18. Penyebarannya bisa melalui aktivitas seksual terlalu muda, jumlah pasangan
seksual lebih dari satu orang, adanya riwayat infeksi berpapil, dan kanker serviks bisa didapati pada penderita HIV Sarwono, 2006.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Klasifikasi Kanker Serviks
Klasifikasi kanker serviks berdasarkan histologinya yaitu:
Tabel 2.1 Klasifikasi kanker serviks berdasarkan histologi Sumber : WHO 2003
Universitas Sumatera Utara
Klasifikasi kanker serviks menurut TNM dan FIGO:
Tabel 2.2 Klasifikasi kanker serviks menurut TNM dan FIGO Sumber : WHO 2003
2.1.4. Faktor risiko Kanker Serviks
Faktor risiko terjadinya kanker serviks antara lain: 1.
Hubungan seksual Kanker serviks diperkirakan sebagai penyakit yang ditularkan secara
seksual, dimana beberapa bukti menunjukkan adanya hubungan antara riwayat hubungan seksual dan risiko penyakit ini. Sesuai dengan etiologi infeksinya,
wanita dengan pasangan seksual yang banyak dan wanita yang memulai hubungan seksual pada usia muda akan meningkatkan risiko terkena kanker serviks, karena
sel kolumnar serviks lebih peka terhadap metaplasia selama usia dewasa maka wanita yang berhubungan seksual sebelum usia 18 tahun akan berisiko terkena
Universitas Sumatera Utara
kanker serviks lima kali lipat. Keduanya, baik usia saat pertama berhubungan maupun jumlah pasangan seksual adalah faktor risiko kuat untuk terjadinya
kanker serviks Rasjidi, 2008.
2. Karakteristik Pasangan
Sirkumsisi pernah dipertimbangkan menjadi faktor pelindung tetapi sekarang hanya dihubungkan dengan penurunan faktor risiko. Studi kasus kontrol
menunjukkan bahwa pasien dengan kanker serviks lebih sering menjalani seks aktif dengan pasangan yang melakukan seks berulang kali. Selain itu, pasangan
dari pria dengan kanker penis juga akan meningkatkan risiko kanker serviks Rasjidi, 2008.
3. Riwayat Ginekologis
Hamil di usia muda dan jumlah kehamilan atau manajemen persalinan yang tidak tepat dapat pula meningkatkan risiko Rasjidi, 2008. Sedangkan
Paritas jumlah kelahiran yang tinggi juga semakin meningkatkan risiko pada wanita. Dengan seringnya ibu melahirkan, maka akan berdampak pada seringnya
terjadi perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya dampak dari luka tersebut akan memudahkan timbulnya Human Papilloma virus HPV sebagai penyebab
terjadinya penyakit kanker serviks Akram, 2010.
4. Agen infeksius
Terdapat sejumlah bukti yang menunjukkan Human Papilloma Virus HPV sebagai penyebab neoplasia servikal. Ada bukti lain yaitu onkogenitas
virus papiloma hewan; hubungan infeksius HPV serviks dengan kondiloma dan atipik koilositotik yang menunjukkan displasia ringan atau sedang; dan deteksi
antigen HPV dan DNA dengan lesi servikal. HPV tipe 16 dan 11 berhubungan erat dengan displasia ringan yang sering regresi. HPV tipe 16 dan 18
dihubungkan dengan displasia berat yang jarang regresi tapi sering progresif menjadi karsinoma insitu Rasjidi, 2008. Walaupun semua Virus Herpes
Simpleks HSV tipe 2 belum didemonstrasikan pada sel tumor, teknik
Universitas Sumatera Utara
hibridisasi insitu telah mununjukkan bahwa terdapat HSV RNA spesifik pada sampel jaringan wanita dengan displasia serviks. Infeksi Trikomonas, sifilis, dan
gonokokkus ditemukan berhubungan dengan kanker serviks. Namun infeksi ini dipercaya muncul akibat hubungan seksual dengan banyak pasangan dan tidak
dipertimbangkan sebagai faktor risiko kanker serviks secara langsung Rasjidi, 2008.
5. Merokok
Sekarang ini ada data yang mendukung rokok sebagai penyebab kanker serviks dan hubungan antara merokok dengan kanker sel skuamosa pada serviks
bukan adenoskuamosa atau adenokarsinoma. Mekanisme kerja bisa langsung aktivitas mutasi mukus serviks telah ditunjukkan pada perokok atau melalui efek
imunosupresif dari merokok Rasjidi, 2008. Fey 2004 menyatakan wanita yang merokok lebih dari 10 batang per hari memiliki risiko tinggi memperoleh lesi
prakanker tingkat tinggi.
6. Kontrasepsi Hormonal Faktor risiko lain yang diperkirakan untuk terjadinya kanker serviks
adalah pemakaian kontrasepsi hormonal. Kontrasepsi hormonal berperan sebagai alat yang mempertinggi pertumbuhan neoplasma. Hal ini terjadi sejak
diketahuinya peran estrogen yang memiliki efek trophic dalam meningkatkan pertumbuhan sel. Wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal berupa pil
maupun suntikan selama kurang dari lima tahun tidak mengalami peningkatan risiko karsinoma serviks uteri. Namun, peningkatan risiko akan muncul setelah
penggunaannya selama 10 tahun McFarlane-Anderson, 2008. Selain itu, faktor risiko yang lain adalah, diet, etnis dan faktor sosial juga pekerjaan Rasjidi, 2008.
Universitas Sumatera Utara
2.1.5. Patologi Kanker Serviks
Menurut Garcia 2009, skema patologi kanker serviks:
Virus masuk ke dalam tubuh
Epitel skuamosa
Luka mikro pada saat koitus imatur di daerah zona transisional
Tzone
Pro onkogen
Onkogen
TP53 RB
degradasi protein P53 melalui pemeliharaan E6 penginaktivasi
proteinRB oleh E7
Sel mengalami resistensi terhadap apoptosis
Menyebabkan pertumbuhan sel tak terkontrol
Malignansi
Gambar 2.1 Skema Patologi Kanker Serviks Sumber : Garcia 2009
Universitas Sumatera Utara
2.1.6. Gambaran Klinis Kanker Serviks
Gejala kanker serviks biasanya muncul saat sel-sel serviks yang abnormal dan mengganas mulai menginvasi jaringan sekitarnya, saat sudah menjadi kanker
invasif. Biasanya terjadi gejala perdarahan pervaginam yang abnormal, yaitu perdarahan spontan yang terjadi di antara dua siklus menstruasi. Perdarahan ini
bisa juga muncul setelah melakukan hubungan seksual akibat tergesernya tumor pada waktu koitus American Cancer Society, 2007. Keputihan juga merupakan
gejala yang sering ditemukan dengan ciri khas vagina berbau busuk dan mengeluarkan getah berwarna kekuningan akibat infeksi dan nekrosis jaringan
Mardjikoen, 2008. Biasanya pasien juga mengeluhkan nyeri yang berat. Nyeri tersebut dapat
dirasakan saat penderita melakukan hubungan seksual. Pada stadium lanjut dapat timbul rasa nyeri di daerah panggul disebabkan penyebaran tumor ke kelenjar
getah bening dinding panggul Randall, 2005.
2.1.7. Deteksi Dini Kanker Serviks
Kanker serviks dapat dicegah dan diobati bila terdeteksi sedini mungkin. Deteksi dini kanker serviks direkomendasikan bagi seluruh wanita yang telah
aktif secara seksual dan dapat dimulai dalam tiga tahun setelah koitus pertama Zeller, 2007. Rasjidi, 2008 menyebutkan beberapa cara deteksi dini kanker
serviks adalah melalui:
a. Pemeriksaan IVA Inspeksi Visual dengan Asam Asetat, merupakan
metode inspeksi yang sangat sederhana, murah, nyaman, praktis, dan mudah Depkes, 2008. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengoleskan larutan
asam asetat 3-5 pada serviks sebelum melakukan inspeksi visual. Penilaian serviks dilakukan setelah beberapa menit pasca pengolesan larutan asam asetat
dengan menggunakan penerangan.
Universitas Sumatera Utara
Serviks yang normal akan terlihat merah muda pada bagian ektoserviks dan kemerahan di bagian endoserviks, sedangkan serviks yang mengalami lesi
prakanker akan terlihat putih acetowhite. Pemeriksaan dikatakan positif jika hasil terdapat area putih di sekitar porsio serviks Carr, 2004.
b. Pemeriksaan Papsmear, merupakan pemeriksaan sitologi untuk
mendeteksi kanker serviks. Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil contoh sel epitel serviks melalui kerokan dengan spatula khusus, kemudian hasil
kerokan diapuskan pada kaca objek. Apusan sel pada kaca objek tersebut selanjutnya diamati di bawah mikroskop oleh ahli patologi American Cancer
Society, 2008.
Pembacaan hasil papsmear menggunakan kriteria Bethesda 2001. Hasil papsmear yang didapat berupa :
Tabel 2.3 Kriteria Bethesda 2001 dalam Pemeriksaan Papsmear Hasil pembacaan
Deskripsi Normal negatif
Tidak terdapat tanda-tanda kanker atau lesi prakanker
Atypical Squamous Cells of Undertemined Significance
ASC-US Terdapat perubahan padaa sel-sel serviks.
Perubahan umumnya disebabkan infeksi HPV, dan menunjukkan adanya lesi
prakanker. ASC-US merupakan hasil papsmear yang paling umum ditemukan
Squamous Intraepithelial Lesion SIL
Perubahan abnormal sel-sel serviks, dan dapat merupakan gejala prrakanker. SIL
terbagi atass 2 kategori, yaitu : 1.Low Grade Squamous Intraepithelial
Lesion LSIL : displasia ringan atau sedang CIN1 CIN2. LSIL sering ditemukan
Universitas Sumatera Utara
dan tidak perlu diterapi. 2.High Grade Squamous Intraepithelial
Lesion HSIL : displasia tingkat lanjut CIN3. HSIL dapat berubah menjadi
kanker dalam waktu singkat. Atypical Squamous Cell ASC-H Terdapat perubahan pada sel-sel serviks,
tetapi diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk penegakkan diagnosa.
Atypical Glandular Cell AGC Perubahan sel menjurus pada lesi prakanker
pada daerah serviks atas, atau uterus Cancer
Sel-sel serviks telah menyebar secara luas.
Sumber : Bethesda 2
Teknik pengambilan papsmear menurut Manuaba, 2005 yaitu: 1.
Bahan yang diambil – Cairan vagina, serviks, endometrium, dan cairan yang terkumpul di forniks posterior.
2. Tidur dalam posisi ginekologi – Spekulum kering dimasukkan
sehingga tampak dengan jelas vagina bagian atas forniks posterior, serviks uteri, dan kanalis servikalis.
3. Alat pengambil – Berbagai bentuk sspatula, sikat sitologi, pipet
pengisap, dan kapas lidi. 4.
Fiksasi apusan objek glas – Dapat kering langsung direndam dengan alkohol 95 selama 30 menit, selanjutnya dikeringkan di
udara atau dengan alat pengering. 5.
Kegagalan pemeriksaan papsmear – Dapat terjadi karena penderita menstruasi, obat vaginal, pascapersalinan abortus kurang dari 6
minggu, klinisi lokasi pengambilan tidak tepat, terlalu tipis atau terlalu tebal, objek glass kotor berminyak, terlambat melakukan
pengeringan setelah fiksasi.
Universitas Sumatera Utara
Langkah yang harus dilakukan untuk mendapatkan sampel dan hasil yang bagus Morgan, 2009:
1. Sekret vagina harus berasal dari dinding lateral vagina sepertiga
bagian atas. 2.
Papsmear tidak dilakukan pada saat masa menstruasi dan masa kehamilan.
3. Pengambilan sekret harus dilaksakan pada vagina normal tanpa
infeksi dan tanpa pengobatan lokal paling sedikit dalam waktu 48 jam terakhir.
4. Klinisi harus menyingkirkan vaginal discharge yang berlebihan
sebelum melakukan pemeriksaan. 5.
Klinisi harus menggunakan cytobrush atau spatula kayu untuk memperoleh sampel dari endoserviks dan dari dinding vagina.
6. Untuk memindahkan sampel ke objek glass dari spatula kayu,
klinisi harus menghapuskan sampel dengan sekali hapusan.
Gambar 2.2 Cara pengambilan papsmear Sumber : American College of Obstetricians and Gynecologists 2009
Universitas Sumatera Utara
c. Kolposkopi merupakan pemeriksaan dengan menggunakan
mikroskop binokuler dengan sumber cahaya yang terang untuk memperbesar gambaran visual serviks, sehingga dapat membantu diagnosa neoplasia serviks
Rasjidi, 2008.
d. Pemeriksaan DNA HPV dilakukan berupa pengambilan sampel
untuk mengetahui adanya infeksi HPV dengan menggunakan lidi kapas atau sikat. Tes ini lebih berguna bila dikombinasikan dengan pemeriksaan sitologi
Rasjidi, 2008.
2.1.8. Diagnosis Kanker Serviks
Prosedur penentuan diagnosis menurut Rasjidi 2007 yaitu: 1.Anamnese, untuk mencari faktor predisposisi dan keluhan penderita.
2.Pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan ginekologis dan pemeriksaan kelenjar inguinal.
3.Pemeriksaaan penunjang seperti foto thoraks, BNO-IVP, sistoskopi, rektoskopi, CT-scan optional, MRI, serta bone survey, terutama jika
menentukan jauhnya metastase. 4.Biopsi serviks untuk menentukan jenis histopatologi.
5.Untuk deteksi kanker serviks stadium dini dapat dilakukan beberapa cara mulai dari papsmear, uji HPV, dan kolposkopi.
2.1.9. Pencegahan Kanker Serviks
Pencegahan kanker serviks terdiri atas pencegahan primer, dan sekunder. Pencegahan primer berupa menunda onset aktivitas seksual sampai usia 20 tahun
dan berhubungan secara monogami akan mengurangi risiko kanker serviks secara signnifikan; penggunaan kontrasepsi barier kondom, diafragma, dan spermisida
yang berperan untuk proteksi terhadap agen virus. Penggunaan lateks lebih dianjurkan daripada kondom yang dibuat dari kulit kambing; penggunaan
vaksinasi HPV yang diberikan kepada pasien dapat mengurangi infeksi HPV karena mempunyai kemampuan proteksi 90 Rasjidi, 2008. Vaksinasi ini
Universitas Sumatera Utara
hanyadiberikan pada wanita yang belum pernah terinfeksi HPV Mayrand, 2007. Kemudian Stanley 2008 mengatakan bahwa sekarang ini telah tersedia dua
vaksin terbaru HPV L1, yaitu produk kuadrivalen HPV 6111618 dan bivalen HPV 1618. Proteksi vaksin ini bertahan sampai 5 tahun.
Pencegahan sekunder terdiri untuk pasien dengan risiko sedang dan pasien risiko tinggi. Hasil tes Pap’s yang negatif sebanyak tiga kali berturut-turut dengan
selisih waktu antar pemeriksaan satu tahun dan atas petunjuk dokter sangat dianjurkan. Untuk pasien pasangan hubungan seksual yang level aktivitasnya
tidak diketahui, dianjurkan untuk melakukan tes Pap setiap tahun pada pasien dengan risiko sedang. Sedangkan pada pasien risiko tinggi yaitu pasien yang
memulai hubungan seksual pada usia18 tahun dan wanita yang mempunyai banyak pasangan seksual seharusnya melakukan tes Pap tiap tahun, dimulai dari
onset seksual intercourse aktif. Interval sekarang ini dapat diturunkan menjadi setiap 6 bulan untuk pasien dengan risiko khusus, seperti mereka yang
mempunyai riwayat penyakit seksual berulang Rasjidi, 2008.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL