Data dan informasi pembinaan habitat, populasi dan konservasi spesies
berlindung dan ke luar permukaan gua untuk mencari makan; dan 4 aksidental terestrial atau aksidensen akuatik, yang berkunjung ke dalam gua tetapi tidak dapat hidup di dalam gua.
Karena kekhasan ekosistem karst berserta biotanya yang spesifik, maka diperlukan kajian mendalam mengenai kehadiran jenis-jenis biota karst, dan biota karst penting dan berperan di dalam penyerbukan, pemencaran biji,
perombakan, pemangsaan, dan penyeimbangan ekosistem. a.1.1.7. Savana
Ekosistem savana merupakan penampilan fisiognomi tropik yang dicirikan oleh kehadiran pepohonan dan semak belukar dalam berbagai pola dengan kerapatan rendah dan berasosiasi dengan berbagai jenis tumbuhan bawah yang
didominasi oleh rerumputan. Pendapat lain mengemukakan savana merupakan tipe vegetasi peralihan antara padang rumput dan hutan yang berkembang di daerah tropik hingga sub-tropik. Di beberapa lokasi perkembangan ekosistem
savana sering menyatu dengan hutan luruh dan padang rumput yang tidak ada tegakan pohon sehingga sulit mencari batas yang jelas dari tipe vegetasi tersebut.
Pohon-pohon dalam ekosistem savana umumnya kecil dan pendek dengan tinggi sekitar 10 meter dan diameter batang tidak lebih dari 40 cm. Fisiognomi pohon dalam komunitas savana sangat berbeda dengan pohon pada komunitas
hutan sekalipun dari jenis yang sama, tajuk pohon cenderung melebar dengan sistem percabangan horizontal dan batang membengkok karena beradaptasi dengan lingkungan yang terbuka. Beberapa jenis pohon yang umumnya
dijumpai di padang savana antara lain kesambi Schleichera oleosa, asam jawa Tamarindus indica, malaka
a.1.2. Ekosistem Hutan Pegunungan 1.000 – 4.000 m dpl
Batas antara hutan pamah dengan hutan pegunungan terletak mulai 1.000 sampai 1.500 meter dpl. van Steenis Krusseman, 1950 atau antara 800 sampai 1.300 meter dpl. Ashton, 2003, yang ditandai denga n bergantinya
komunitas hutan dari jenis-jenis pohon tinggi dengan jenis-jenis pohon yang lebih rendah dengan batang ramping, termasuk juga perubahan kehidupan jenis satwa di dalam komunitas tumbuhan tersebut. Secara umum ekositem hutan
pegunungan ini dapat dikelompokan menjadi zona ekosistem hutan pegunungan bawah, zona ekosistem pegunungan atas, dan zona ekosistem alpin sub Alpin dan Alpin.
a.1.2.1. Hutan Pegunungan Bawah 1.000 – 1.300 m dpl
Hutan pegunungan bawah ini juga dikenal sebagai hutan Fago-Lauraceous karena didominasi daru suku Fagaceae dan suku Lauraceae. Jenis-jenis dari suku Fagaceae antar lain Lithocarpus, Quercus, dan Castanopsis, dan jenis-jenis dari
suku Lauraceae antara lain Litsea, Neolitsea, dan Phoebe. Jenis-jenis penyusun komunitas tumbuhan hutan pegunungan bawah ini berbeda antar satu pulau dengan pulau yang lain.
a.1.2.2. Hutan Pegunungan Atas 1.300 – 2.400 m dpl
Hutan pegunungan atas ini biasanya hanya mmemiliki satu lapisan kanopi, sehingga mudah membedakannya dengan hutan pegunungan bawah yang memiliki lebih dari satu lapisan kanopi. Tajuk pohonnya lebih rendah, batang
pohonnya lebih ramping, berkurangnya liana dan melimpahnya epiphyt, lumut dan paku-pakuan merupakan karakteristik hutan pegunungan atas. Jumlah jenis tumbuhan di hutan pegunungan atas lebih sedikit dibandingkan
dengan hutan di bawahnya, serta umumnya didominasi oleh jenis-jenis dari suku Ericaceae seperti Rhododendron, Vaccinium, Gaultheria dan jenis lain Aristatus piperata dan Phyllocladus hypophyllus.
Di dalam ekosistem hutan pegunungan atas kadang-kadang dijumpai adanya mozaik rawa lumut, yaitu suatu tipe lahan yang dicirikan dengan adanya endapan spon gambut, air asam dan lantai hutan yang ditumbuhiditutupi oleh
lumut Sphagnum yang tebal menyerupai karpet.
a.1.2.3. Hutan Sub Alpin 2.400 – 3.000 m dpl
Merupakan hutan pada ketinggian 2.400 sampai 3.000 meter dpl., dengan kondisi habitat yang miskin hara dan tanah berbatu litosol. Kondisi habitat seperti itu mempengaruhi pertumbuhan dan keberadaan vegetasi hutan dari jenis-
jenis pohon yang tumbuh kerdil berukuran kecil, dengan tinggi pohon yang hanya mencapai 15 meter dengan tajuk tidak lebih dari dua lapisan kanopi hutan, dengan lantai hutan yang jarang ditumbuhi oleh jenis-jenis tumbuhan herba.
Kondisi ekstrem tersebut menyebabkan hanya sedikit jumlah jenis tumbuhan yang mampu hidup dan bertahan, serta umumnya didominasi oleh jenis-jenis yang telah beradaptasi seperti cantingi Vaccinium varingiaefolium, Eldewis
Anaphalis sp., Rapanea sp., Dacrycarpus compactus dan Papuacedrus papuan.
a.1.2.4. Hutan Alpin 3.000 m dpl Hutan alpin di Indonesia hanya dijumpai pada ketinggian antara 3.000 sampai 4.600 meter dpl., yang dijumpai di
pegunungan Jayawijaya TN Loretz Papua. Vegetasinya merupakan komunitas dari jenis-jenis semak dengan tipe vegetasi padang rumput, semak kerangas, dan tundra. Vegetasi padang rumput pada ketinggian sampai 2.400 meter
dpl. didominasi jenis rumput Agrostis infirma, Calamagrostis brassii, Anthosanthum horsfieldii, dan Rytidosperma areoboloides. Lantai hutan tertutup lumut terutama dari jenis Racomitrium crispuluh, Frullania reimersii dan Cetraria