Studi Habitat dan Perilaku Menggigit Nyamuk Aedes serta Kaitannya Dengan Kasus Demam Berdarah Di Kelurahan Utan Kayu Utara Jakarta Timur

(1)

STUDI HABITAT DAN PERILAKU MENGGIGIT

Nyamuk

Aedes

SERTA KAITANNYA DENGAN KASUS

DEMAM BERDARAH DI KELURAHAN UTAN KAYU UTARA

JAKARTA TIMUR

BONITA AYU NOVELANI

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(2)

Pernyataan Mengenai Tesis dan Sumber Informasi

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul

Studi Habitat Dan Perilaku Menggigit Nyamuk Aedes Serta Kaitannya Dengan Kasus Demam Berdarah Di Kelurahan Utan Kayu Utara Jakart Timur

adalah benar-benar karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apapun. Semua informasi yang berasal dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun yang tidak

diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini

Bogor, Juni 2007

Bonita Ayu Novelani


(3)

ABSTRACT

BONITA AYU NOVELANI. Study Habitants and Blood Sucking Behaviour Aedes Mosquito and The Potency of Dengue Haemorraghic Faver at Utan Kayu Utara Village East Jakarta. Supervised by F.X. KOESHARTO dan UPIK KESUMAWATI HADI.

This study was aimed to asses the potency of A.aegypti and A. albopictus as the primary and secondary vectors of dengue fever. The data were gathered through adult and larva collection of mosquitoes and method of interview. The area observation was at Utan Kayu Utara village, Matraman subdistrict, East of Jakarta. Method of research was an observation of larvae and the results showed house index (HI) rate was 11.5%, container index (CI) rate was 6.5%, and Breteau index (BI) rate was 13.3 %. Method of biting rate index (indoor) and house density index of A. aegypti was the highest on May compare to the other months. Peak activity was the highest on 08.00-12.00 am and 04-06 pm. The population of A. aegypti was also dominant

compare to A. albopictus at human dwelling. Method of biting rate index (outdoor) of

A. aegypti was the highest on June and peak activity was the highest on 00.00-02 pm and 02-04 pm .A. albopictus was the highest on April and peak activity was the highest on 08.00-10.00 am and 04-06 pm. The population of A. albopictus was also dominant compare to A. aegypti at school building. The occurrence and the behaviour of A. aegypti was on May at 29.6 -31,5°C and RH 68%-80%. The inhabitants of Utan Kayu are mostly familiar about both A. aegypti and A. albopictus and their biology.


(4)

ABSTRAK

BONITA AYU NOVELANI. Studi Habitat dan Perilaku Menggigit Nyamuk Aedes Serta Kaitannya Dengan Kasus Demam Berdarah di Kelurahan Utan Kayu Utara Jakarta Timur. Dibimbing oleh F.X KOESHARTO dan UPIK KESUMAWATI HADI.

Penelitian A. aegypti sebagai vektor utama dan A. albopictus sebagai vektor sekunder bertujuan untuk mengetahui kemampuannya sebagai penyebab demam berdarah dengue. Data-data di peroleh melalui koleksi larva dan nyamuk dewasa serta kuisioner. Penelitian dilakukan di wilayah pemukiman penduduk Kelurahan Utan Kayu Utara, Kecamatan Matraman Jakarta Timur. Hasil pengamatan larva di perumahan RW.10 untuk indeks rumah (HI) = 11,5%, indeks kontainer (CI) = 6,5% dan indeks breteau (BI) = 13,3. Penangkapan nyamuk melalui metode umpan orang dalam (indoor) dan sedang hinggap A. aegypti, diperoleh hasil tangkapan tertinggi di lokasi perumahan pada bulan Mei dengan puncak aktif menggigit pada jam 08.00-12.00 dan 16.00-18.00. A. albopictus di kedua lokasi ini tidak ditemukan. Dengan metode umpan orang luar (outdoor) diperoleh hasil tangkapan tertinggi

A. aegypti di lokasi sekolah pada bulan Juni dengan puncak aktif menggigit pada jam 12.00-14.00 dan 14.00-16.00. Adapun A. albopictus hasil tangkapan tertinggi juga diperoleh di lokasi sekolah pada bulan April dengan puncak aktif menggigit pada jam 08.00-10.00 dan 16.0.-18.00. Suhu di lokasi penelitian antara 29,6 -31,5°C dan kelembaban 68%-80% dengan kepadatan tertinggi A. aegypti pada bulan Mei sementara A. albopictus pada bulan Juni. Masyarakat di RW.10 Kelurahan Utan Kayu Utara hampir seluruhnya mengetahui mengenai


(5)

@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memberbanyak tanpa ijin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya


(6)

STUDI HABITAT DAN PERILAKU MENGGIGIT

Nyamuk

Aedes

SERTA KAITANNYA DENGAN KASUS

DEMAM BERDARAH DI KELURAHAN UTAN KAYU UTARA

JAKARTA TIMUR

BONITA AYU NOVELANI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Entomologi Kesehatan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(7)

Judul Tesis : Studi Habitat dan Perilaku Menggigit Nyamuk Aedes Serta Kaitannya Dengan Kasus Demam Berdarah Di Kelurahan Utan Kayu Utara Jakarta Timur.

Nama mahasiswa : Bonita Ayu Novelani. Nomor Pokok : B.052040041.

Program Studi : Entomologi Kesehatan.

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. drh. F. X. Koesharto, M.Sc Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, M.S Ketua. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Entomologi Kesehatan

Dr.drh.Upik Kesumawati Hadi, M.S. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.


(8)

PRAKATA

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunianya, sehingga proposal tesis ini dapat terselesaikan. Latar Belakang Penelitian berdasarkan kasus DBD yang terus meningkat. Serta kejadian KLB di DKI Jakarta yang setiap tahun menjadi prosentase tertinggi dalam jumlah kasus. Judul tesis yakni : Studi Habitat Dan Perilaku Menggigit Nyamuk Aedes Serta Kaitannya Dengan Kasus Demam Berdarah Di Kelurahan Utan Kayu Utara, Jakarta Timur.

Selama merencanakan, melaksanakan dan menyusun tesis, penulis banyak dibantu oleh para komisi pembimbing, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak DR. drh. F.X. Koesharto, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu DR. drh. Upik Kesumawati Hadi, M.S sebagai anggota komisi pembimbing, atas saran dan bimbingannya, serta Ibu DR. drh. Susi Soviana, M.Si atas kesediaannya menguji dalam sidang tesis penulis.

Terima kasih kepada Bapak Prof. DR. drh. Singgih H. Sigit, M.S, Ibu DR. drh. Dwi

Jayanti Gunandhini, M.Si, Bapak DR. drh. Ahmad Arif Amin, atas Ilmu Pengetahuan yang saya peroleh selama mengikuti pendidikan. Semua pegawai Entomologi Kesehatan (Ibu Juju, Bapak Yunus, Bapak Heri, drh. Sugiarto, Ibu Een, Bapak Taufik, Bapak Nanang) atas kekeluargaan dan bimbingan praktikumnya selama ini. Teman-temanku Marisa, M.Si, Elita Agustina, M.Si (ENK’04), Nurbariah, M.Si (BRP’04), Yanie P Ritonga, M.Si dan Adnan Albahry, M.Si (TPP’04) atas bantuan dan persahabatannya.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan & Pemberantasan Penyakit Menular. Provinci Healt Project II Departemen Kesehatan RI, yang telah memberikan ijin dan biaya selama mengikuti pendidikan pada program studi Entomologi Kesehatan Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Dinas Kesehatan Jakarta Timur, Puskesmas Prombek Kecamatan Matraman, Kelurahan Utan Kayu Utara Jakarta Timur, Ketua dan warga RW 10, para jumantik dan teman-teman sejawat yang telah memberi ijin dan membantu kelancaran penelitian selama penulis melakukan praktek lapangan dan rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang ikut membantu dalam penyelesaian tesis ini.


(9)

Terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tua Bapak R. Ibnu Pamudjo dan Ibu. R. ngt. Darwati. yang tanpa henti-hentinya berdoa, memberikan dorongan dan pengorbanan moral maupun materil hingga selesainya studi ini.

Mas Agus dan istri (Mbak Yati), Dik Endro dan istri (Dedeh), Dik Pungki dan istri (Lia)) serta ponakan-ponakan tercinta dan terkasih (Mas Arif, Mbak Gusti, Mas Naufal, Mbak Dea, Mas Baron, Mbak Anggi dan Dik Rafa) atas Doa, cinta, semangat, bantuan, dukungan, serta keceriaan dan kegembiraan yang kalian berikan selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2007


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 25 Nopember 1969 dari Bapak bernama R. Ibnu Pamudjo dan Ibu bernama R. ngt. Darwati. Penulis merupakan anak kedua dari enam bersaudara (2 orang telah berpulang ke Rahmatullah).

Pendidikan Sarjana di tempuh di Teknik Lingkungan Universitas Satya Negara Indonesia 1996-2002. Pada tahun 2004, penulis melanjutkan Sekolah Pasca Sarjana Program Studi Entomologi Kesehatan Institut Pertanian Bogor di Bogor dan menamatkannya pada tahun 2007, mendapat bantuan biaya dari Provincial Healt Project II (PHP II), Departemen Kesehatan RI.

Sejak tahun 1998, penulis bekerja di Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BBTKL dan PPM), berlokasi di Jl. Balai Rakyat No. 2 Cakung Timur, Jakarta Timur, merupakan satu unit kerja Pemberantasan Penyakit Menular

dan Penyehatan Lingkungan (PPM dan PL) Departemen Kesehatan RI, berlokasi di Jl Percetakan Negara No. 29, Jakarta Pusat.


(11)

STUDI HABITAT DAN PERILAKU MENGGIGIT

Nyamuk

Aedes

SERTA KAITANNYA DENGAN KASUS

DEMAM BERDARAH DI KELURAHAN UTAN KAYU UTARA

JAKARTA TIMUR

BONITA AYU NOVELANI

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(12)

Pernyataan Mengenai Tesis dan Sumber Informasi

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul

Studi Habitat Dan Perilaku Menggigit Nyamuk Aedes Serta Kaitannya Dengan Kasus Demam Berdarah Di Kelurahan Utan Kayu Utara Jakart Timur

adalah benar-benar karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apapun. Semua informasi yang berasal dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun yang tidak

diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini

Bogor, Juni 2007

Bonita Ayu Novelani


(13)

ABSTRACT

BONITA AYU NOVELANI. Study Habitants and Blood Sucking Behaviour Aedes Mosquito and The Potency of Dengue Haemorraghic Faver at Utan Kayu Utara Village East Jakarta. Supervised by F.X. KOESHARTO dan UPIK KESUMAWATI HADI.

This study was aimed to asses the potency of A.aegypti and A. albopictus as the primary and secondary vectors of dengue fever. The data were gathered through adult and larva collection of mosquitoes and method of interview. The area observation was at Utan Kayu Utara village, Matraman subdistrict, East of Jakarta. Method of research was an observation of larvae and the results showed house index (HI) rate was 11.5%, container index (CI) rate was 6.5%, and Breteau index (BI) rate was 13.3 %. Method of biting rate index (indoor) and house density index of A. aegypti was the highest on May compare to the other months. Peak activity was the highest on 08.00-12.00 am and 04-06 pm. The population of A. aegypti was also dominant

compare to A. albopictus at human dwelling. Method of biting rate index (outdoor) of

A. aegypti was the highest on June and peak activity was the highest on 00.00-02 pm and 02-04 pm .A. albopictus was the highest on April and peak activity was the highest on 08.00-10.00 am and 04-06 pm. The population of A. albopictus was also dominant compare to A. aegypti at school building. The occurrence and the behaviour of A. aegypti was on May at 29.6 -31,5°C and RH 68%-80%. The inhabitants of Utan Kayu are mostly familiar about both A. aegypti and A. albopictus and their biology.


(14)

ABSTRAK

BONITA AYU NOVELANI. Studi Habitat dan Perilaku Menggigit Nyamuk Aedes Serta Kaitannya Dengan Kasus Demam Berdarah di Kelurahan Utan Kayu Utara Jakarta Timur. Dibimbing oleh F.X KOESHARTO dan UPIK KESUMAWATI HADI.

Penelitian A. aegypti sebagai vektor utama dan A. albopictus sebagai vektor sekunder bertujuan untuk mengetahui kemampuannya sebagai penyebab demam berdarah dengue. Data-data di peroleh melalui koleksi larva dan nyamuk dewasa serta kuisioner. Penelitian dilakukan di wilayah pemukiman penduduk Kelurahan Utan Kayu Utara, Kecamatan Matraman Jakarta Timur. Hasil pengamatan larva di perumahan RW.10 untuk indeks rumah (HI) = 11,5%, indeks kontainer (CI) = 6,5% dan indeks breteau (BI) = 13,3. Penangkapan nyamuk melalui metode umpan orang dalam (indoor) dan sedang hinggap A. aegypti, diperoleh hasil tangkapan tertinggi di lokasi perumahan pada bulan Mei dengan puncak aktif menggigit pada jam 08.00-12.00 dan 16.00-18.00. A. albopictus di kedua lokasi ini tidak ditemukan. Dengan metode umpan orang luar (outdoor) diperoleh hasil tangkapan tertinggi

A. aegypti di lokasi sekolah pada bulan Juni dengan puncak aktif menggigit pada jam 12.00-14.00 dan 14.00-16.00. Adapun A. albopictus hasil tangkapan tertinggi juga diperoleh di lokasi sekolah pada bulan April dengan puncak aktif menggigit pada jam 08.00-10.00 dan 16.0.-18.00. Suhu di lokasi penelitian antara 29,6 -31,5°C dan kelembaban 68%-80% dengan kepadatan tertinggi A. aegypti pada bulan Mei sementara A. albopictus pada bulan Juni. Masyarakat di RW.10 Kelurahan Utan Kayu Utara hampir seluruhnya mengetahui mengenai


(15)

@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memberbanyak tanpa ijin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya


(16)

STUDI HABITAT DAN PERILAKU MENGGIGIT

Nyamuk

Aedes

SERTA KAITANNYA DENGAN KASUS

DEMAM BERDARAH DI KELURAHAN UTAN KAYU UTARA

JAKARTA TIMUR

BONITA AYU NOVELANI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Entomologi Kesehatan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(17)

Judul Tesis : Studi Habitat dan Perilaku Menggigit Nyamuk Aedes Serta Kaitannya Dengan Kasus Demam Berdarah Di Kelurahan Utan Kayu Utara Jakarta Timur.

Nama mahasiswa : Bonita Ayu Novelani. Nomor Pokok : B.052040041.

Program Studi : Entomologi Kesehatan.

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. drh. F. X. Koesharto, M.Sc Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, M.S Ketua. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Entomologi Kesehatan

Dr.drh.Upik Kesumawati Hadi, M.S. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.


(18)

PRAKATA

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunianya, sehingga proposal tesis ini dapat terselesaikan. Latar Belakang Penelitian berdasarkan kasus DBD yang terus meningkat. Serta kejadian KLB di DKI Jakarta yang setiap tahun menjadi prosentase tertinggi dalam jumlah kasus. Judul tesis yakni : Studi Habitat Dan Perilaku Menggigit Nyamuk Aedes Serta Kaitannya Dengan Kasus Demam Berdarah Di Kelurahan Utan Kayu Utara, Jakarta Timur.

Selama merencanakan, melaksanakan dan menyusun tesis, penulis banyak dibantu oleh para komisi pembimbing, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak DR. drh. F.X. Koesharto, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu DR. drh. Upik Kesumawati Hadi, M.S sebagai anggota komisi pembimbing, atas saran dan bimbingannya, serta Ibu DR. drh. Susi Soviana, M.Si atas kesediaannya menguji dalam sidang tesis penulis.

Terima kasih kepada Bapak Prof. DR. drh. Singgih H. Sigit, M.S, Ibu DR. drh. Dwi

Jayanti Gunandhini, M.Si, Bapak DR. drh. Ahmad Arif Amin, atas Ilmu Pengetahuan yang saya peroleh selama mengikuti pendidikan. Semua pegawai Entomologi Kesehatan (Ibu Juju, Bapak Yunus, Bapak Heri, drh. Sugiarto, Ibu Een, Bapak Taufik, Bapak Nanang) atas kekeluargaan dan bimbingan praktikumnya selama ini. Teman-temanku Marisa, M.Si, Elita Agustina, M.Si (ENK’04), Nurbariah, M.Si (BRP’04), Yanie P Ritonga, M.Si dan Adnan Albahry, M.Si (TPP’04) atas bantuan dan persahabatannya.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan & Pemberantasan Penyakit Menular. Provinci Healt Project II Departemen Kesehatan RI, yang telah memberikan ijin dan biaya selama mengikuti pendidikan pada program studi Entomologi Kesehatan Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Dinas Kesehatan Jakarta Timur, Puskesmas Prombek Kecamatan Matraman, Kelurahan Utan Kayu Utara Jakarta Timur, Ketua dan warga RW 10, para jumantik dan teman-teman sejawat yang telah memberi ijin dan membantu kelancaran penelitian selama penulis melakukan praktek lapangan dan rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang ikut membantu dalam penyelesaian tesis ini.


(19)

Terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tua Bapak R. Ibnu Pamudjo dan Ibu. R. ngt. Darwati. yang tanpa henti-hentinya berdoa, memberikan dorongan dan pengorbanan moral maupun materil hingga selesainya studi ini.

Mas Agus dan istri (Mbak Yati), Dik Endro dan istri (Dedeh), Dik Pungki dan istri (Lia)) serta ponakan-ponakan tercinta dan terkasih (Mas Arif, Mbak Gusti, Mas Naufal, Mbak Dea, Mas Baron, Mbak Anggi dan Dik Rafa) atas Doa, cinta, semangat, bantuan, dukungan, serta keceriaan dan kegembiraan yang kalian berikan selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2007


(20)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 25 Nopember 1969 dari Bapak bernama R. Ibnu Pamudjo dan Ibu bernama R. ngt. Darwati. Penulis merupakan anak kedua dari enam bersaudara (2 orang telah berpulang ke Rahmatullah).

Pendidikan Sarjana di tempuh di Teknik Lingkungan Universitas Satya Negara Indonesia 1996-2002. Pada tahun 2004, penulis melanjutkan Sekolah Pasca Sarjana Program Studi Entomologi Kesehatan Institut Pertanian Bogor di Bogor dan menamatkannya pada tahun 2007, mendapat bantuan biaya dari Provincial Healt Project II (PHP II), Departemen Kesehatan RI.

Sejak tahun 1998, penulis bekerja di Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BBTKL dan PPM), berlokasi di Jl. Balai Rakyat No. 2 Cakung Timur, Jakarta Timur, merupakan satu unit kerja Pemberantasan Penyakit Menular

dan Penyehatan Lingkungan (PPM dan PL) Departemen Kesehatan RI, berlokasi di Jl Percetakan Negara No. 29, Jakarta Pusat.


(21)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xv

PENDAHULUAN... 1

TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Demam Berdarah Dengue ... 3

Aktifitas Menghisap Darah ... 11

Pengaruh Lingkungan Fisik ... 12

Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat ... 13

Pengendalian ... 15

BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17

Metode Penelitian ... 17

Pengamatan Tempat Perindukan Larva... 17

Penangkapan Nyamuk Aedes... 18

Penangkapan Nyamuk Aedes Dengan Umpan Badan ... 21

Penangkapan Nyamuk Aedes Sedang Hinggap/ Istirahat... 22

Pengamatan Lingkungan Fisik ... 24

Pengamatan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat ... 24

Analisis Data ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN A Pengamatan Tempat Perindukan Aedes ... 25

B Kepadatan Nyamuk Aedes (Angka hinggapan) ... 30

C Nyamuk Aedes yang Tertangkap Berdasarkan Bulan Penangkapan... .. 30

D Nyamuk Aedes yang Tertangkap Berdasarkan Jam Penangkapan... .. 38

E Pengamatan Lingkungan Fisik ... 45

F Pengamatan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat di Perumahan RW 10 Kelurahan Utan Kayu Utara... 50

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 54

Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56


(22)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Data Kasus dan Kematian Penderita Demam Berdarah Dengue

di DKI Jakarta... 3 2 Jumlah rumah dan wadah yang diperiksa serta prosentase indeks

larva di perumahan RW. 10 Kelurahan Utan Kayu Utara, Jakarta

Timur Tahun 2005 ... 25 3 Prosentase jenis-jenis tempat penampungan air yang positif larva di

perumahan RW. 10 Kelurahan Utan Kayu Utara, Jakarta Timur

Tahun 2006 ... 27 4 Prosentase bahan dasar tempat penampungan air yang positif

larva/pupa di perumahan RW. 10 Kelurahan Utan Kayu Utara,

Jakarta Timur Tahun 2006... 28 5 Prosentase warna tempat penampungan air yang positif larva/pupa

di perumahan RW.10 Kelurahan Utan Kayu Utara, Jakarta Timur

Tahun 2006... 29 6 Rata-rata dan prosentase nyamuk Aedes yang tertangkap dengan

metode umpan orang dalam rumah, sekolah dan kantor (UOD) di Kelurahan Utan Kayu Utara, Jakarta Timur April s/d Agustus 2006...

32 7 Rata-rata dan prosentase nyamuk Aedes yang tertangkap dengan

metode umpan orang luar rumah, sekolah dan kantor (UOL) di Kelurahan Utan Kayu Utara, Jakarta Timur April s/d Agustus 2006...

34 8 Rata-rata dan prosentase nyamuk Aedes yang tertangkap dengan

metode penangkapan nyamuk hinggap di dalam rumah, sekolah dan kantor di Kelurahan Utan Kayu Utara, Jakarta Timur April s/d Agustus 2006...

36 9 Rata-rata dan prosentase nyamuk Aedes tertangkap dengan metode

umpan orang dalam rumah, sekolah dan kantor (UOD) di Kelurahan Utan Kayu Utara, Jakarta Timur pada jam 08.00-20.00 dalam bulan April s/d Agustus 2006...

40 10 Rata-rata dan prosentase nyamuk Aedes tertangkap dengan metode

umpan orang luar rumah, sekolah dan kantor (UOL) di Kelurahan Utan Kayu Utara Jakarta Timur pada jam 08.00-20.00 dalam bulan April s/d Agustus 2006...

42 11 Rata-rata dan prosentase nyamuk Aedes tertangkap dengan metode

penangkapan nyamuk hinggap di dalam rumah, sekolah dan kantor di Kelurahan Utan Kayu Utara Jakarta Timur pada jam 08.00-20.00 dalam Bulan April s/d Agustus 2006...


(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Peta Wilayah Kelurahan Utan Kayu Utara, Jakarta Timur... 19 2 Peta Lokasi Penelitian... 20 3 Metode Penangkapan Umpan Orang Dalam di Lokasi

Perumahan RW.10... 21 4 Metode Penangkapan Umpan Orang Luar di Lokasi Sekolah

RW.10... 21 5 Metode Penangkapan Nyamuk Istirahat di Dalam Kamar pada

Lokasi Perumahan RW.10... 22 6 Metode Penangkapan Nyamuk Istirahat di Dalam Ruangan kantor

pada Lokasi Perkantoran RW.07... 22 7 Pengamatan Suhu dan Kelembaban... 24 8 Grafik rata-rata nyamuk Aedes tertangkap dengan umpan orang

dalam rumah, sekolah dan kantor (UOD) di Kelurahan Utan Kayu

Utara April s/d Agustus 2006... 32 9 Grafik rata-rata nyamuk Aedes tertangkap dengan umpan orang luar

rumah, sekolah dan kantor (UOL) di Kelurahan Utan Kayu Utara

April s/d Agustus 2006... 34 10 Grafik rata-rata nyamuk Aedes tertangkap sedang istirahat di dalam

rumah, sekolah dan kantor di Kelurahan Utan Kayu Utara April s/d

Agustus 2006... 36 11 Grafik rata-rata nyamuk Aedes tertangkap dengan umpan orang

dalam rumah, sekolah dan kantor (UOD) di Kelurahan Utan Kayu

Utara pada jam 08.00-20.00 April s/d Agustus 2006... 40 12 Grafik rata-rata nyamuk Aedes tertangkap dengan umpan orang luar

rumah, sekolah dan kantor (UOL) di Kelurahan Utan Kayu Utara

pada jam 08.00-20.00 April s/d Agustus 2006... 42 13 Grafik rata-rata nyamuk Aedes tertangkap sedang istirahat di dalam

rumah, sekolah dan kantor di Kelurahan Utan Kayu Utara pada jam

08.00-20.00 April s/d Agustus 2006... 44 14 Grafik rata-rata nyamuk Aedes dan suhu di perumahan RW.10

Kelurahan Utan Kayu Utara, Jakarta Timur April s/d Agustus 2006...

46 15 Grafik rata-rata nyamuk Aedes dan kelembaban di perumahan

RW.10 Kelurahan Utan Kayu Utara, Jakarta Timur April s/d


(24)

16 Grafik rata-rata nyamuk Aedes dan suhu di sekolahan RW.10 Kelurahan Utan Kayu Utara, Jakarta Timur April s/d Agustus 2006...

47 17 Grafik rata-rata nyamuk Aedes dan kelembaban di sekolahan

RW. 10 Kelurahan Utan Kayu Utara, Jakarta Timur April s/d

Agustus 2006... 47 18 Grafik rata-rata nyamuk Aedes dan suhu di perkantoran RW. 07

Kelurahan Utan Kayu Utara, Jakarta Timur April s/d Agustus 2006...

49 19 Grafik rata-rata nyamuk Aedes dan kelembaban di perkantoran

RW. 07 Kelurahan Utan Kayu Utara, Jakarta Timur April s/d


(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Karakteristik Faktor Sosial, Ekonomi, dan Budaya RW. 10 di Kelurahan

Utan Kayu Utara Jakarta Timur... 61 2 Suhu dan Kelembaban di Lokasi Penangkapan Nyamuk Aedes di

Kelurahan Utan Kayu Utara Jakarta Timur... 64 3 Jumlah Sediaan Darah Aedes di Perumahan RW. 10, Sekolah dan

Perkantoran di Kelurahan Utan Kayu Utara Jakarta Timur ... 65 4 Spektrum Klinis Demam Berdarah Dengue... 66 5 Spektrum Klinis Infeksi Dengue... 67 6 Laporan Kasus Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Matraman

Bulan Januari s/d Agustus 2006... 68 7 Data Kasus Demam Berdarah Dengue Per Bulan Tahun 2005... 69 8 Laporan Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan Tanggal 1 Januari

Tahun 2007... 70 9 Kunci Bergambar Nyamuk Aedes Stegomyia dalam Kontainer Domestik

Asia Tenggara... 71 10 Kunci Bergambar Jentik/Larva Nyamuk...

72 11 Larva Aedes Yang Meperlihatkan Perbedaan Sisir Larva A. Aegypti dan

A. Albopictus... 73 12 Perbedaan Pupa Aedes dan Pupa nyamuk lain... 74 13 Perbedaan Nyamuk Betina Dewasa A. Aegypti dan A. Albopictus... 75


(26)

1

PENDAHULUAN

Merebaknya kasus demam berdarah dengue (DBD) yang cenderung meningkat memperlihatkan bahwa penanganan kejadian luar biasa (KLB) sampai saat ini masih menjadi kendala di Asia Tenggara khususnya Indonesia. Semenjak adanya laporan tahun 1968 di Surabaya dan DKI Jakarta tentang kasus DBD, pada saat itu terdapat 58 kasus dengan 24 anak meninggal, kasus ini merupakan awal terjadinya KLB dan terus berkembang serta meluas hampir diseluruh wilayah Indonesia (Prasittisuk et al. 1998).

Demam dengue kini menyerang golongan usia > 15 th sekitar 23,5 % pada tahun 1993 dan meningkat menjadi 54,6 % pada tahun 2000 (DEPKES, 2002). Iklim yang berkaitan dengan

musim/bulan juga ikut berpengaruh, karena iklim tropis yang memiliki suhu optimum 25-32°C merupakan habitat yang cocok untuk perkembangbiakan nyamuk. Penyakit ini

cenderung meningkat di musim hujan karena lingkungan dengan faktor iklim yang panas dan lembab akibat hujan.

Umur nyamuk bisa mencapai satu bulan jika berada dalam kondisi udara optimum dan semakin panjang umur nyamuk akan semakin efektif sebagai vektor penular penyakit. Sekali saja nyamuk ini mengandung virus dengue maka selama hidupnya akan mampu menularkan penyakit demam berdarah. Meningkatnya suhu lingkungan di prediksi pula sebagai faktor yang dapat memperpendek periode dari telur menjadi dewasa, sehingga cenderung meningkatkan populasi vektor (Daryono, 2004).

Kemampuan nyamuk menjadi vektor penular penyakit berkaitan pula dengan populasi dan perilaku waktu menggigit dan menghisap darah nyamuk tersebut. Berdasarkan penelitian,

puncak aktif nyamuk antara pukul 09.00-10.00 pagi dan pukul 16.00-17.00 sore (DEPKES, 2002).

Dalam usaha pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD biasanya pemutusan siklus penularan lebih dititik beratkan pada pengendalian vektor. Metode yang biasa dan lebih disosialisasikan adalah pemberantasan sarang nyamuk (PSN-3M) dan pengendalian fisik lainnya. Pengendalian secara kimia seperti penggunaan larvasida, obat nyamuk bakar dan spray serta foging. Pengendalian biologi misalnya memelihara ikan, mengurangi tanaman atau menanam tanaman pengusir nyamuk, penggunaan bakteri (Bacillus thuringiensis dan Bacillussphaericus) dan cyclopoids (WHO, 2003)


(27)

2

Penelitian ini dilakukan sebagai studi banding terhadap hasil penelitian yang telah ada dengan

bioekologi yang spesifik di daerah endemik dengan tujuan untuk memperoleh informasi (1) mengenai habitat utama larva dan penyebarannya, (2) aktifitas nyamuk Aedes betina dewasa menggigit dalam bulan dan waktu, (3) pengaruh suhu dan kelembaban terhadap kepadatan nyamuk Aedes, (4). pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap nyamuk penular DBD di Kelurahan Utan Kayu Utara.

Manfaat penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran kepada pengambil keputusan kebijakan terhadap pola pengendalian nyamuk Aedes di lokasi penelitian tentang jenis, bahan dasar dan warna tempat penampungan air yang bagaimana yang terdapat larva. Tingginya kepadatan populasi nyamuk Aedes (kecenderungan populasi musiman) dan pada jam berapa puncak aktifitas menggigit tertinggi. Kemungkinannya terjadi kasus demam berdarah dengue karena seringnya nyamuk kontak dengan manusia. Informasi dan data tersebut dapat digunakan sebagai pembanding dengan data yang sudah ada dan dapat digunakan untuk memilih tindakan pengendalian vektor yang tepat ataupun memantau efektivitas dan efisiensinya secara berkala di daerah tersebut.


(28)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit Demam Berdarah Dengue

Demam dengue ini sudah dikenal sejak abad 18 terutama di daerah tropis dan sub tropis. Penyakit Demam Berdarah ditemukan pertama kali di Manila (Filipina) pada tahun 1950 penyakit ini meluas ke beberapa negara di Asia Tenggara. Di Thailand terjadi outbreak pada tahun 1958, kemudian masuk ke India pada tahun 1963, di Indonesia 1968, Myanmar pada tahun 1970, Pada tahun 1971 meluas ke Pasifik Barat seperti Melanesia, Polinesia dan Papua Nugini serta pada tahun 1972-1973 (Prasittisuk et al. 1998).

Kasus demam berdarah dengue mewabah di Indonesia pada tahun 1968 dan pada tahun 2003 total kasus di seluruh propinsi Indonesia mencapai 52.566, tahun 2004 sebanyak (79.408), tahun 2005, 61.988 dan pada tahun 2006, 84.932. Penyakit ini selalu menjadi kasus tertinggi di DKI Jakarta. Perkembangan demam berdarah dengue sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2006 di DKI Jakarta terekam dalam Tabel 1 (DEPKES, 2003-2006).

Tabel 1 Data Kasus dan Kematian Penderita Demam Berdarah Dengue

No Propinsi Tahun Kasus

(orang)

Kematian (orang)

1 DKI Jakarta 2003 14.071 57

2 DKI Jakarta 2004 20.510 89

3 DKI Jakarta 2005 19.321 75

4 DKI Jakarta 2006 23.372 45

Total 77.274 266

Berdasarkan laporan terakhir penderita demam berdarah dengue Januari tahun 2007 kasus lebih rendah namun jumlah kematian lebih tinggi dibandingkan Januari tahun 2006. Dengan jumlah kasus (8.019) dan 144 orang meninggal pada bulan Januari 2007 (CFR 1,8%), sedangkan pada bulan Januari 2006 jumlah kasus mencapai (18.236) dan 192 meninggal (CFR 1%) (DEPKES, 2007)

Kejadian penyakit secara umum ditentukan oleh faktor patogen, vektor, inang dan lingkungan. Faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD adalah pertumbuhan penduduk yang tinggi, perpindahan penduduk yang tidak terencana dan


(29)

4

terkendali, tidak adanya kontrol vektor yang efektif di daerah endemis dan peningkatan sarana transportasi.

Faktor yang berperan dalam menentukan dan meningkatkan angka kesakitan serta kematian akibat DBD adalah status kekebalan inang, kepadatan vektor, virulensi virus dengue dan kondisi geografis. Siklus penularan terjadi apabila nyamuk Aedes betina menggigit inang yang viremia(dua hari sebelun panas sampai lima hari setelah demam timbul) saat memerlukan darah untuk pematangan telurnya. Bila penderita digigit nyamuk maka virus ini akan masuk ke dalam lambung nyamuk dan memperbanyak diri. Setelah melalui periode inkubasi ekstrinsik selama 8-10 hari di dalam tubuh nyamuk, virus akan tersebar keseluruh jaringan tubuh nyamuk dan sampai di kelenjar ludah. Virus yang berada di lokasi inilah yang setiap saat siap dimasukkan ke dalam tubuh manusia untuk ditularkan. Virus yang ditularkan pada manusia setelah masa inkubasi intrinsik selama 3-14 hari (rata-rata empat sampai enam hari) gejala awal timbulnya penyakit secara mendadak, yang ditandai dengan demam, pusing, nyeri otot, hilangnya nafsu makan, mual-mual dan lain-lain. Perjalanan virus di dalam tubuh manusia tidak diketahui secara pasti, namun terdapat dua perubahan patofisiologi secara menyolok (WHO, 2003).

Virus Dengue

Virus ini termasuk kedalam famili Flaviviridae (genus flavivirus) termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) berukuran kecil (50nm) dan memiliki singlestandard

RNA. Virus yang menggunakan RNA sebagai genomnya bermutasi lebih cepat dari virus yang mengandung DNA. Terdapat empat jenis serotipe yakni, 1, 2, 3 dan 4. Keempat serotipe tersebut dapat ditemukan di berbagai daerah Indonesia. Di Indonesia pengamatan virus dangue ini dilakukan sejak tahun 1975 dan di beberapa rumah sakit menunjukan keempat

serotipe ini bersirkulasi sepanjang tahun. Tetapi serotipe yang dominan adalah serotipe 3. Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan gejala klinis yang bervariasi yakni, demam dengue klasik (silent dengue infection), demam berdarah dengue (dengue haemorragic fever) dan dengue dengan rejatan (dengue shock syndrom) (WHO, 1975).


(30)

5

NyamukAedes

Tergolong kedalam filum Arthropoda, kelas Insecta, ordo Diptera dan famili Culicidae. Di Indonesia khususnya di pulau Jawa telah ditemukan 11 sub genera diantara sub genus tersebut yang paling penting adalah sub genus Stegomya, oleh karena pada sub genus tersebut terdapat spesies Aedes aegypti dan Aedes albopictus (vektor sekunder) yang merupakan vektor penyakit demam berdarah (Ramalingan. 1974). Di Bantul, Sleman (Yogyakarta) dan Pontianak A. albopictus berperan sebagai vektor (Gubler et al. 1978).

Nyamuk Aedes tersebar luas di seluruh Indonesia. Meskipun nyamuk ini banyak ditemukan di perkotaan yang padat penduduknya namun juga ditemukan di daerah pedesaan. Nyamuk ini berasal dari Afrika timur dan menyebar kearah timur dan barat ke kawasan tropis dan sub tropis.

Nyamuk A. aegypti selain menularkan penyakit demam berdarah juga sebagai vektor penyakit Chikungunya. Penyakit Chikungunya ini pada tahun 1982 menjadi kasus KLB di beberapa propinsi di Indonesia. Penyakit ini mewabah lagi pada tahun 2001 sampai dengan Februari 2003 mencapai 3. 918 kasus tanpa kematian (Kusriastuti, 2003). Menurut Oda et al. (1983) nyamuk A. aegypti yang di koleksi dari Utan Kayu Utara Jakarta berdasarkan hasil pengamatan ternyata ada yang mengandung virus Chikungunya.

Nyamuk Aedes dapat juga menularkan penyakit yellow fever, meskipun belum pernah dilaporkan adanya kejadian penyakit ini di Indonesia. Karena terbukanya arus komunikasi dan transportasi ke negara yang endemis yellow fever, serta tersedianya nyamuk Aedes sebagai vektor tersebar luas di Indonesia, maka dikhawatirkan akan semakin besar potensi penyebaran penyakit ini.

Penentuan nyamuk Aedes sebagai vektor dapat dilihat dari frekuensi kontak dengan manusia, kepadatan yang tinggi, mobilitas yang tinggi, inang spesifik pada manusia dan umur yang panjang (Pant et al. 1987). Nyamuk Aedes dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya, oleh karenanya nyamuk Aedes yang telah menghisap virus dengue menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya (DEPKES, 2005).

Nyamuk Aedes hampir ditemukan pada semua daerah di perkotaan baik daerah tropis maupun sub tropis di Asia Tenggara, Penyebaran nyamuk A. aegypti belakangan ini di daerah pedesaan lebih dikarenakan adanya kelemahan sistem penyediaan air pedesaan dan sarana transportasi yang lebih baik. Di Singapura A. aegypti paling tinggi di temukan di perumahan


(31)

6

kumuh kemudian rumah toko atau flat bertingkat. Sebaliknya A. albopictus keberadaannya lebih sering ditemukan di daerah terbuka dengan banyak tanaman. Nyamuk A. albopictus ini pada mulanya merupakan nyamuk hutan dan telah beradaptasi dengan lingkungan disekitar manusia. Tempat berkembang biak nyamuk A. albopictus ini sering ditemukan pada tunggul pohon, lubang pohon, ketiak daun di hutan dan pada wadah buatan di lingkungan perkotaan (WHO, 2003).

Perkembangbiakan Aedes

Tempat berkembang biak nyamuk Aedes adalah di tempat-tempat air bersih atau genangan-genangan air yang tidak kontak langsung dengan tanah seperti bak mandi, WC, vas bunga, tatakan pot, tatakan kulkas, talang, tangki air, ketiak daun, lubang pohon, tumpukan ban dan lain-lain. Berdasarkan penelitian yang telah ada nyamuk ini terbukti bisa terdapat pula di air yang kotor seperti septik tank, tempat sampah dan tempat-tempat yang mengandung bahan-bahan organik membusuk (DEPKES, 2004).

Agustina (2006) melaporkan A. aegypti dapat meletakan telurnya di air yang terkontaminasi deterjen 1-10 ppm dengan perolehan telur tertinggi pada konsentrasi 2,7 ppm. Adapun air yang terkontaminasi kaporit dengan konsentrasi antara 1-10 ppm di peroleh telur tertinggi adalah pada konsentrasi 10 ppm. Air yang terkontaminasi feses ayam dengan konsentrasi 10-50 gr/ml perolehan telur tertingi pada konsentrasi 10 gr/ml, sedangkan pada air yang terkontaminasi tanah dengan konsentrasi 10 – 50 gr/ml perolehan tertinggi pada konsentrasi 30 gr/ml.

Telur

Telur yang masih baru berwarna putih tetapi setelah satu atau dua jam berubah menjadi hitam berbentuk oval. Dinding luar telur (exochorion) mempunyai bahan yang lengket (glikoprotein) yang akan mengeras bila kering (Christophers, 1960).

Banyaknya telur yang dihasilkan berdasarkan penelitian di Sam Hughes (Amerika) dengan menggunakan wadah yang telah di cat hitam dan diberi kertas saring yang sebagian menyentuh air untuk peletakkan telur. Selama 4 bulan dengan 300 ekor nyamuk A. aegypti betina mampumenghasilkan telur sebanyak 20.000 butir (Ginley, 2001).


(32)

7

Pengamatan di laboratorium Institut Pertanian Bogor terhadap 200 ekor nyamuk A. aegypti dengan menggunakan beberapa media terpolusi, sebagai perangsang untuk

meletakan telur menunjukkan bahwa, telur A. aegypti terbanyak diperoleh dari wadah yang terpolusi tanah 30 gr/ml sebesar 6001, 0 butir. Kemudian pada wadah yang terpolusi feses ayam 10 gr/ml sebesar 2671,3 butir, pada wadah yang terpolusi deterjen 2,7 ppm sebesar

173,7 butir dan pada wadah yang berisi air sumur sebesar 43,7 butir. Perolehan telur yang paling sedikit terdapat pada air yang terpolusi kaporit 10 ppm sebanyak 34,3 butir (Agustina, 2006).

Rumini (1980) melaporkan bahwa nyamuk A. albopictus rata-rata meletakkan 52 butir,

setiap kali bertelur tiga sampai empat hari sesudah menghisap darah. Nyamuk Aedes dapat menghasilkan 80-125 butir (rata-rata 100 butir) telur, setelah menghisap darah (Hoedojo, 1993). Jumlah telur yang diletakkan oleh A. aegypti lebih banyak dari A. albopictus

pada suatu wadah (Russell et al. 1996). Kualitas dan kuantitas telur yang dihasilkan oleh

seekor nyamuk tergantung dari banyaknya darah yang dan jenis darah dihisap (Bahang, 1978).

Faktor suhu dan kelembaban sekitarnya juga sangat penting dalam penetasan telur. Pada suhu antara 23°C - 30°C dan kelembaban 60-80 % telur akan menetas selama satu sampai tiga hari, sedangkan pada suhu 16°C memerlukan waktu menetas selama 7 hari setelah kontak dengan air selanjutnya menjadi larva. Telur A. aegypti pada kondisi optimum dan dalam keadaan kering dapat bertahan selama enam bulan (Christophers, 1960).

Semakin lama telur yang disimpan dalam keadaan kering maka akan menunjukkan kemampuan daya tetas telur rendah. Telur yang disimpan selama 12 minggu (tiga bulan) masih menunjukan kemampuan untuk menetas walaupun sangat rendah (Soedomo, 1971).

Womack (1993) menyatakan telur dapat bertahan satu bulan dalam keadaan kering dan masih dapat menetas dengan baik pada saat bersentuhan dengan air.Telur akan menetas selama dua sampai tiga hari menjadi larva pada suhu 25-30°C (Mallis, 1997).

Telur dapat bertahan pada keadaan kering dalam waktu lebih dan satu tahun. Kemampuan bertahan memberikan keuntungan bagi kelangsungan hidup spesies tersebut selama kondisi iklim yang tidak menguntungkan (WHO, 2003). Berdasarkan pengamatan di laboratorium Institut Pertanian Bogor telur yang disimpan selama dua minggu sudah mulai mengkerut dan kering. Waktu penetasan telur yang disimpan juga lebih lama dibandingkan dengan


(33)

8

waktu penetasan telur yang masih dalam keadaan segar (baru) dan kondisi juga lebih baik (Agustina, 2006).

Larva

Larva A. aegypti berbentuk silindrik dengan kepala membulat, antena pendek dan halus,

bernafas menggunakan pekten yang berada di ruas ke delapan dari abdomen, sedangkan untuk mengambil makanan menggunakan rambut-rambut yang ada di kepala yang berbentuk

seperti sikat (Christophers, 1960). Morfologi larva A. albopictus mirip dengan larva A.aegypti. Perbedaan yang terlihat adalah pada bentuk sisir yang terdapat di segmen abdomen ke delapan.Pada A. albopictus tidak terdapat adanya pertumbuhan duri. Perbedaan larva A.aegypti dan A. Albopictus dapat dilihat pada lampiran 11 (Hoedojo, 1993). Tahap larva terdiri dari empat instar dan pergantian kulit terjadi empat kali, lama stadium larva ini enam sampai sembilan hari. Pada tahap pertama terjadinya exuviae setelah 24 jam telur menetas (Christophers, 1960). Lamanya larva mengalami molting dan besar kecilnya larva tergantung dari nutrisi atau makanan yang di peroleh (Rumini, 1980).

Kondisi larva saat berkembang dapat mempengaruhi kondisi nyamuk dewasa yang dihasilkan. Untuk larva yang di pelihara makanan yang dibutuhkan biasanya mengandung karbohidrat, protein dan asam amino. Berdasarkan hasil laporan bila kekurangan protein dan asam amino ternyata tidak mencapai instar ke dua (Christophers, 1960). Larva yang dipelihara dengan ekstrak hati, vitamin B dan ragi lamanya pada fase ini antara empat sampai delapan hari (Bahang, 1978).

Pada umumnya di alam makanan larva berupa mikroba dan jasad renik yakni flagelata, ciliata dan rhizophora (zooplankton dan fitoplankton). Pendapat ini di dukung oleh hasil analisa bahwa kandungan pencernaan larva nyamuk, umumnya mengandung mikroorganisme (Rumini, 1980).

Di dalam tempat perindukan nyamuk biasanya terdapat organisme air yang merupakan sumber makanan, predator atau kompetitor dan parasit bagi larva, yang mempengaruhi populasi nyamuk dewasa yang dihasilkan (Russel et al. 1993). Keterbatasan makanan di dalam suatu tempat penampungan air dapat mempengaruhi perkembangan larva. Terjadinya kompetisi dan kemampuan bertahan hidup mempengaruhi populasi nyamuk dewasa (Arrivilaga et al. 2004)


(34)

9

Selain makanan larva juga dipengaruhi oleh suhu, pada suhu air yang optimum 23- 27°C dari instar ini menjadi dewasa hanya membutuhkan waktu kurang lebih dua minggu (WHO, 1982). Larva A. aegypti dapat bertahan hidup pada suhu air dibawah minus -2°C selama 2-10 jam dan akan mati bila terpapar lebih dari 11 jam (Bates, 1970).

Larva A. aegypti yang dipelihara dengan ekstrak hati, ragi dan vitamin B pada suhu 28°C lamanya stadium larva memerlukan waktu empat sampai delapan hari (Bahang, 1978) Perkembangan larva juga di pengaruhi oleh pH yang merupakan faktor dalam menentukan sebaran populasi larva. Larva A. aegypti dapat hidup dalam wadah yang mengandung air

dengan pH 5.8-8.6 dan tahan terhadap air yang mengandung kadar garam dengan konsentrasi 10.0-59.5 g klor/ltr (Hoedojo, 1993).

Menurut Agustina (2006) larva A. aegypti dapat hidup di wadah yang mengandung air dengan pH 5.0-7.0 dan kekeruhan 0.75-75.0 NTU. Dengan air yang mengandung kaporit

1-10 mg/lt, mengandung deterjen 1-10 mg/lt, mengandung feses ayam 10-30 gr/lt dan mengandung tanah 10-50 gr/lt.

Pupa

Pupa Aedes berbentuk koma, dalamfase ini tidak makan. Pupa mula-mula berwarna putih kemudian menjadi coklat dan sebelum menjadi dewasa sudah menjadi hitam. Pupa ini memiliki tabung pernapasan berbentuk seperti segitiga yang merupakan ciri khas alat pernapasan pada nyamuk Aedes. Kepala dan toraksnya tebal, abdomennya melengkung ke bawah dan ke belakang hanya dapat bergerak vertikal setengah lingkaran.

Pupa nyamuk A. albopictus mirip A. aegypti akan tetapi pada ruas abdomen kedelapan mempunyai jumbai panjang dan bulu nomor tujuh di ruas abdomen kedelapan tidak bercabang. Lamanya tahap pupa menjadi dewasa membutuhkan 1-2 hari. Perbedaan pupa nyamuk Aedes dengan nyamuk lain dan perbedaan pupa A. aegypti dengan A. albopictus dapat dilihat pada lampiran 12 (Hoedojo, 1993).

Pada tahap ini pupa tidak makan dan tergantungpenyimpanan energi pada saat fase larva. suhu 23-27°C waktu yang diperlukan untuk menjadi nyamuk dewasa adalah selama 45 jam untuk jantan dan 60 jam untuk betina (Christophers, 1960). Pada suhu 22°C lama fase larva antara 72-96 jam, pada suhu 23°C antara 48-72 jam dan pada suhu ruang antara 30-50 jam. (Amdjad, 1984). Pada suhu 47°C beberapa pupa dapat hidup selama 5 menit dan pada suhu 4,5°C dapat hidup selama 24 jam (Bannet, 1997). Berdasarkan penelitian Agustina (2006) di


(35)

10

laboratorium Institut Pertanian Bogor, pupa dapat berkembang dengan baik pada media air yang terkontaminasi feses ayam 30 gr/ml dengan kemampuan ekslosi dari pupa menjadi dewasa 100 %.

Dewasa

Morfologi nyamuk Aedes dewasa berukuran lebih kecil dari nyamuk Cx.quinquefasciatus, ujung abdomennya lancip, berwarna hitam dengan belang-belang putih pada seluruh bagian tubuhnya termasuk kaki-kakinya. Nyamuk A. aegypti pada mesonotumnya terdapat bulu-bulu

halus berwarna putih yang membentuk lire sedangkan pada A. albopictus bulu-bulu halus yang berwarna putih tersebut membentuk garis putih tebal yang lurus/memanjang.

Perbedaan antara nyamuk dewasa A. aegypti dengan A.albopictus dapat dilihat pada lampiran 13 (Hoedojo, 1993).

Nyamuk jantan selalu keluar lebih dulu dari fase pupa, walaupun pada akhirnya perbandingan jantan dan betina (1:1). Nyamuk jantan setelah berumur satu hari siap melakukan kopulasi dengan nyamuk betina. Nyamuk jantan umumnya mempunyai ukuran lebih kecil dari nyamuk betina dan pada antenanya terdapat rambut-rambut tebal yang berbentuk seperti sisir (Womack, 1993).

Nyamuk Aedes jantan menghisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk kebutuhan hidupnya, sedangkan nyamuk betina siap menghisap darah ± setelah 24 jam menjadi dewasa. Nyamuk betina memerlukan darah sebagai sumber protein untuk mematangkan telur agar dapat dibuahi oleh sperma nyamuk jantan (Christophers, I960).

Kemampuan terbang nyamuk Aedes betina rata-rata 50 meter, maksimal 100 meter, namun demikian nyamuk Aedes dapat hidup dan berkembang biak sampai ketinggian daerah ± 1000 m dari permukaan air laut. Penelitian terbaru di Puerto Rico menunjukkan bahwa nyamuk betina dewasa menyebar lebih dari 400 meter untuk mencari tempat bertelur (WHO, 2003).

Lama hidup nyamuk dipengaruhi oleh kemampuannya untuk memilih tempat perindukan, tempat istirahat dan tempat mencari darah. Ketiga lokasi tersebut saling terkait untuk menunjang kelangsungan hidup nyamuk sebagai tempat yang sesuai untuk berkembangbiak (Christophers, 1960). Lama hidup juga merupakan waktu yang diperlukan oleh nyamuk Aedes untuk mengembangkan virus dengue dalam tubuh nyamuk yang selanjutnya dapat disebarkan melalui gigitan (Hoedojo, 1993).


(36)

11

Kelangsungan hidup A. aegypti di laboratorium sangat dipengaruhi jenis makanan,

nyamuk yang tidak diberi makan dapat bertahan hidup selama 7 hari. Di beri larutan gula dapat bertahan hidup selama 20 hari, bila diberi larutan susu dicampur gula dapat bertahan selama 19 hari dan bila diberi makan darah umur nyamuk dapat mencapai 93 hari. (Christophers, 1960). Pengamatan yang dilakukan di laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sebagian nyamuk A. aegypti yang diberi air gula dapat bertahan hidup sampai dua bulan (Hoedojo, 1993).

Aktifitas Menghisap Darah Aedes

Nyamuk Aedes betina menghisap darah di dalam rumah (endofagik) tetapi tidak menutup kemungkinan di luar rumah (eksofagik). Hospes yang dipilih biasanya adalah manusia, bila nyamuk sedang aktif mencari darah akan terbang berkeliling dulu disekitar hospes baru menggigit. Nyamuk ini bersifat diurnal dan penularan penyakit hanya melalui gigitan nyamuk betina pada saat memerlukan darah untuk pematangan dan perkembangan telurnya. Darah secara keseluruhan meliputi sel darah dan plasma darah yang merupakan bahan yang penting untuk menghasilkan telur.

Pada umumnya nyamuk Aedes menggigit pada pukul 9.00-10.00 WIB dan 16.00-17.00 WIB. Keadaan ini dapat berubah oleh pengaruh angin, suhu dan kelembaban udara dalam menambah atau mengurangi aktivitas di dalam menggigit (DEPKES, 2002). Menurut Oda et al. (1983) di Jakarta menyatakan nyamuk Aedes sebenarnya melakukan penghisapan darah di sepanjang hari sejak matahari terbit hingga menjelang matahari terbenam. Seringnya nyamuk kontak memungkinkan semakin mudahnya transmisi virus dengue dapat terjadi. Perilaku menggigit vektor sangat aktif sekali, dalam beberapa menit saja gigitannya berpindah-pindah. Sehingga nyamuk Aedes ini merupakan vektor dengan daya tular yang tinggi (Daryono, 2004). Nyamuk seringkali belum berhasil menghisap darah atau sedikit menghisap darah sehingga nyamuk tersebut berpindah-pindah dari satu orang ke orang lain yang mengakibatkan risiko penularan virus semakin tinggi (Womack, 1993).

Inang yang disukai pada nyamuk spesifik tetapi tidak menutup kemungkinan bila inang yang disukai tidak ada maka dia akan mencari alternatif lain. Di alam bebas nyamuk Aedes menghisap darah hewan vertebrata berdarah panas lainnya, bahkan pernah dilaporkan dapat pula menghisap darah hewan vertebrata berdarah dingin seperti katak dan kadal


(37)

12

(Christophers, 1960). Di Tuckson, Amerika Ginley (2001) melaporkan nyamuk A.aegypti dapat menggigit manusia dan hewan dengan proporsi yang sama.

A. aegypti dan A. albopictus dapat menularkan virus dengue secara transovarial dari nyamuk betina melalui telur hingga turunannya (Rosen et al. 1983). Berdasarkan hasil penelitian pada 10 lokasi pengambilan sampel telur dan larva yang dikoleksi dari alam dan dipelihara di laboratorium, menghasilkan 10.987 ekor nyamuk A. aegypti dewasa yang sebagian besar terinfeksi dengue strain 4. Ini membuktikan bahwa virus dapat ditularkan secara transovarial (Hull et al. 1984). Penelitian yang sama dari Rangoon melaporkan bahwa dua nyamuk A. aegypti jantan terinfeksi virus dengue dari 7.730 nyamuk yang di isolasi dan sebagian besar larva terinfeksi oleh virus dengue strain 2 (Khin et al. 1983).

Pengaruh Lingkungan Fisik

Secara geografis Indonesia merupakan negara yang terdiri dari pulau-pulau dengan teluk dan selat.yang di tumbuhi berbagai tanaman. Topografi ketinggian dan lingkungan fisik berbeda-beda dapat mempengaruhi kehidupan jentik-jentik nyamuk. Menurut Thomas (1940)

suhu rata-rata perkembangan nyamuk optimum antara 25-27°C dengan kelembaban lebih dari 70%. Di Indonesia memiliki dua tipe pola hujan yakni pola munsun dimana curah hujan relatif tinggi biasanya pada bulan Oktober sampai dengan Maret, sedangkan pola equatorial mencapai puncaknya pada bulan Maret sampai dengan

Oktober (Koesmaryono, 1999).

Sejak tahun 1991 pola ini sering menyimpang, hal ini terlihat dan makin meningkat pada abad ini. Periode kurang hujan dan kekeringan makin panjang, sebaliknya pada musim hujan atau basah muncul badai, hujan deras, banjir, tanah longsor dimana-mana (Daryono, 2004). Perubahan curah hujan ini berpengaruh terhadap jumlah habitat tempat perkembangbiakan vektor, sehingga akan mengurangi atau meningkatkan kepadatan populasi vektor. Hal ini merupakan asumsi pengaruh terhadap jumlah kasus DBD yang terjadi. Dengan curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan banjir dan menghanyutkan tempat perindukan nyamuk sehingga tempat perindukan akan berkurang. Curah hujan yang sedang tetapi waktunya panjang akan menambah tempat perindukan dan meningkatnya populasi nyamuk (Suroso, 2001).


(38)

13

Pada suhu 20°C dan kelembaban 70% umur nyamuk jantan kurang lebih 35 hari, nyamuk betina dapat mencapai lebih dari 100 hari bila menghisap darah (Gubler, 1970). Pada suhu 28°C dengan kelembaban 80% dan diberi air gula A. aegypti dapat hidup selama 2 bulan (Hoedojo, 1993). Di Malaysia rata-rata lama hidup nyamuk A. aegypti antara tiga sampai enam minggu pada suhu 28°C dan kelembaban nisbi antara 80-90%. Usia nyamuk A. aegypti akan berkurang pada suhu 35°C. Dengan suhu rendah antara 15-20°C dengan kelembaban 90% akan memperpanjang jangka hidupnya (Gould et al. 1988).

Suhu udara selain berpengaruh pada vektor juga dapat mempengaruhi pertumbuhan patogen dalam tubuh vektor. Pertumbuhan patogen di dalam tubuh nyamuk tidak mungkin pada suhu lebih rendah dari 15°C, sehingga penularan hampir tidak mungkin terjadi walaupun potensi nyamuk sebagai vektor terdapat dalam jumlah banyak (DEPKES, 2001).

Pada suhu 26°C diperlukan waktu 25 hari untuk virus dari saat terinfeksi ke dalam tubuh nyamuk sampai dengan virus tersebut berada dalam kelenjar ludahnya dan siap ditularkan, sedangkan pada suhu 30°C hanya di perlukan waktu 10 hari untuk siap menularkan kembali (Daryono, 2004).

Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Terhadap Nyamuk Penular DBD di Kelurahan Utan Kayu Utara, Kecamatan Matraman Jakarta Timur

Kejadian penyakit bergantung kepada agen (virus dengue), vektor (nyamuk Aedes), host/inang (manusia) serta lingkungannya. Secara alamiah organisme tersebut di atas dalam individu maupun populasi dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, sosial ekonomi dan budaya. serta imunitas pada inang. Pada suatu lokasi ke lokasi yang lain dan sepanjang

tahun berbeda derajat endemisnya.

Program pemberantasan/pengendalian secara kimia, fisik, biologik dan pengelolaan lingkungan serta manajemen penanganan penderita, sudah dilakukan tetapi hingga kini hasilnya belum seperti yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh belum adanya kesadaran masyarakat untuk terlibat secara aktif dengan program yang telah dicanangkan oleh pemerintah, kurangnya penyuluhan serta pemantauan di derah-daerah yang rawan kasus demam berdarah, kurangnya dana untuk melakukan pememeriksaan dan pemantauan secara berkala, sehingga menyebabkan kualitas kegiatan yang kurang sempurna (Soejoeti, 1995).


(39)

14

Kegagalan dalam mencapai atau mempertahankan upaya pemberantasan tidak hanya dipengaruhi oleh tingginya derajat penularan. Tetapi juga oleh perubahan lingkungan yang terjadi selama kegiatan pengendalian berlangsung (Sukana, 1993).

Demam berdarah di Indonesia merupakan suatu endemi yang sampai saat ini masih

menjadi kasus disetiap tahun, maka untuk mengantisipasinya upaya pemberantasan dan penanggulangan penyakit ini merupakan tugas seluruh lapisan masyarakat secara bersama-sama dan berkesinambungan (Riyadina, 1999).

Menurut Sukana (1993) faktor yang menjadi permasalahannya adalah faktor kesehatan lingkungan. Faktor tersebut sangat berkaitan dengan perilaku masyarakat dan pelaksanaannya. Perubahan lingkungan tersebut dapat berdampak positif atau negatif sesuai dengan peranan faktor masing-masing. Faktor sosial mencakup pendidikan dan pengetahuan seseorang yang berkaitan dengan sumber daya manusia, sehingga pemahaman terhadap pandangan maupun cara hidup dan derajat kesehatan termasuk pemberantasan sarang nyamuk dapat ditingkatkan.

Faktor ekonomi merupakan faktor yang juga menyulut timbulnya kasus penyakit demam berdarah. Di daerah yang untuk memperoleh air sangat sulit. Bahkan harus membeli untuk kebutuhan sehari-hari dan menadah air pada musim hujan, maka pekerjaan menguras tempat penampungan air seminggu sekali sangat memberatkan mereka (Sukana, 1993).

Kemampuan daya beli masyarakat yang tidak memungkinkan, maka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sudah sulit apalagi harus membeli segala sesuatu yang berkaitan dengan pembasmi serangga.

Faktor budaya meliputi kebiasaan sehari-hari dan sifat perilaku individu. Keadaan tidak mengenakan baju, duduk diam berjam-jam karena menganggur tidak ada kerjaan, atau semakin tidak aktif seseorang (lebih banyak dalam posisi diam), maka semakin mudah didatangi nyamuk, terutama pada saat puncak menggigit (Sintorini, 2006).

Perilaku para urbanisasi yang mencari nafkah di ibukota, membuat mereka mencari tempat tinggal sesuai dengan pendapatan mereka. Dengan demikian banyak terdapat lingkungan kumuh yang tatanan maupun sanitasinya jauh dari persyaratan kesehatan. Terjadinya kepadatan penduduk yang memungkinkan terjadinya penularan lebih mudah dan dapat meningkatkan kasus.


(40)

15

Pengendalian

Pengendalian dan pencegahan nyamuk Aedes merupakan cara utama, karena vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi virusnya sampai saat ini belum ditemukan. Oleh karena itu pengendalian nyamuk Aedes baik nyamuk dewasa maupun larva merupakan satu upaya penanggulangan penyakit demam berdarah yang utama.

Pengendalian Larva Aedes

Pengendalian terhadap jentik dengan cara memusnahkan habitat larva ini sering disebut sebagai pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Cara ini dikenal juga dengan 3 M (menguras, menutup dan mengubur), menguras bak mandi dan bak WC atau tempat-tempat penampungan air dalam waktu sekurang-kurangnya satu minggu sekali. Penanggulangan dengan PSN ini merupakan penanggulangan jangka panjang yang apabila dilakukan oleh seluruh masyarakat diharapkan dapat mengendalikan populasi nyamuk Aedes.

PSN ini pada dasarnya untuk memberantas larva sehingga tidak sempat menjadi dewasa atau mencegah agar nyamuk tidak berkembangbiak. Mengingat habitat Aedes tersebar luas, maka pemberantasanya memerlukan peran serta masyarakat, khususnya di rumah dan lingkungannya masing-masing, terutama di dalam menjaga kebersihan lingkungan dan sanitasinya (Sukana, 1993).

Penggunaan larvasida diberikan untuk membunuh larva nyamuk Aedes. Larvasida yang biasa digunakan adalah temephos, dengan takaran 1 ppm (10 gr untuk 100 lt air). Pemanfaatan ikan pemakan jentik (ikan kepala timah dan ikan gupi), Bacillus thuringiensis H-14 (Bti H-14) atau Bacillus sphaericus (Bsi), cyclopoids juga dapat digunakan untuk pengendalian larva.

Pengendalian Nyamuk Aedes.

Penggunakan Insektisida seperti obat nyamuk semprot, obat nyamuk bakar sehari-hari sering di gunakan terutama di lingkungan rumah tangga. Foging dilakukan hanya bila didapati kasus dan kejadian luar biasa demam berdarah dengue. Insektida yang biasa digunakan untuk pengasapan (foging) biasanya dari golongan organophospat, pyretroid sintetik dan karbamat.

Cara ini disebut sementara karena jumlah nyamuk dewasa cepat kembali dalam jumlah yang banyak disebabkan pradewasa dari nyamuk Aedes tidak terpengaruh karena adanya


(41)

16

penyemprotan (tidak menyebabkan kematian pada tahap pradewasa). Tetapi cara ini dapat pula mengakibatkan efek samping, resistensi nyamuk tersebut terhadap zat aktif dari bahan pestisida tersebut. Efek samping lain pada manusia khususnya yang mempunyai penyakit saluran pernapasan dan alergi. Penggunaan cara tersebut akan memperburuk keadaan kesehatannya (Riyadina, 1999).

Menurut Aminah et al. (2000) insektisida sebagai repelen juga telah banyak digunakan

seperti yang telah beredar di pasaran, dan dengan penemuan baru yakni ekstrak tanaman Sapindus rarak De (lerak) dan Elipta protasta (urang-aring) sebagai repelen untuk

nyamuk A. aegypti. Efikasinya setelah pengamatan selama lima jam masing-masing mempunyai kemampuan yang hampir sama dalam menangkal gangguan nyamuk A. aegypti. Upaya lain untuk mencegah gigitan nyamuk dengan menggunakan semacam lotion (cairan) yang mempunyai aroma pengusir nyamuk seperti minyak cengkeh, minyak kayu putih Cairan ini selain aman terutama untuk anak-anak juga bisa didapatkan dengan mudah dan harganyapun terjangkau (Riyadina, 1999).


(42)

17

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan di Kelurahan Utan Kayu Utara Jakarta Timur sebagai studi bioekologi nyamuk di daerah yang endemik DBD. Pelaksanaan penelitian mulai dari bulan April sampai dengan Agustus 2006 (Gambar 1 dan 2).

Metode Penelitian

Pengambilan larva dengan menggunakan 270 sampel rumah di RW. 10, meliputi 20 RT. Penangkapan nyamuk Aedes dilakukan pada empat rumah di RW.10, pada dua sekolah yang berada di RW10 dan dua perkantoran yang berada di RW 7. Pembatasan pada pembagian lokasi penangkapan tersebut disesuaikan dengan adanya dana penelitian yang ada.

Pembagian dan pengisian kuisioner serta pengamatan lingkungan di wilayah Kelurahan Utan Kayu Utara Kecamatan Matraman Jakarta Timur.

Pengamatan Tempat Perindukan Aedes

Pengambilan larva dilakukan satu bulan sekali pada rumah di RW.10 (20 RT) dengan mencatat bentuk, jenis, bahan dan warna wadah tempat ditemukannya larva. Sampel diperoleh dari tempat penampungan air (TPA) yang masih terpakai atau tidak yang berada di dalam maupun di luar rumah. Pencarian di lakukan oleh 10 orang jumantik dibagi dalam lima kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri atas dua orang.

Untuk memeriksa tempat penampungan yang berukuran besar seperti bak mandi, drum dan bak penampungan air lainnya jika pada penglihatan pertama tidak menemukan larva, tunggu kira-kira setengah sampai satu menit untuk memastikankeberadaannya. Koleksi larva dilakukan dengan memeriksa semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes dengan menggunakan senter untuk mengetahui keberadaan larva.

Untuk memeriksa tempat-tempat perkembangbiakan yang kecil vas bunga, botol yang airnya keruh dipindahkan ke tempat yang lain yang bersih. Setiap tempat/wadah yang berisi air perlu diamati bila terdapat larva diambil menggunakan ciduk (gayung) dan pipet. Sampel yang di peroleh dimasukkan ke dalam plastik/botol yang sudah diberi label waktu dan tempat, diidentifikasi dan dihitung.


(43)

18

Perhitungan Metode Single Larva Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik/larva

1. House Index (HI):

Jumlah rumah/bangunan yang ditemukan jentik X 100% Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa

2. Container Index (CI):

Jumlah kontainer dengan jentik X 100% Jumlah kontainer yang diperiksa

3. Breteau Index (BI)

Jumlah kontainer/wadah yang infektif larva per seratus rumah

Penangkapan Nyamuk Aedes

Penangkapan dilakukan oleh empat kolektor masing-masing kolektor satu rumah, kolektor penangkap nyamuk sekaligus sebagai umpan. Penangkapan dilakukan 10 hari sekali selama lima bulan. Penangkapan dibagi atas enam periode mulai dari jam 08.00 sampai jam 20.00 WIB dengan setiap periode penangkapan adalah dua jam.

Setiap periode di bagi atas empat bagian ; 30 menit pertama penangkapan dengan umpan orang dalam rumah (Gambar 3), 30 menit kedua penangkapan dengan umpan orang luar rumah (Gambar 4), 30 menit ketiga penangkapan nyamuk sedang hinggap/istirahat di dalam rumah(Gambar 5 dan 6) dan 30 menit keempat untuk istirahat kolektor.

Penangkapan nyamuk dengan umpan orang di dalam dan di luar rumah/gedung, diperoleh dengan menangkap nyamuk Aedes yang sedang menggigit manusia. Penangkapan nyamuk hinggap/istirahat di peroleh pada tempat yang lembab dan gelap seperti pada gantungan baju, rak piring, tirai, rak buku-buku.

Nyamuk Aedes dengan ketiga metode tersebut diatas ditangkap menggunakan aspirator dan senter. Aspirator yang digunakan terbuat dari pipa karet lentur yang tersambung pada pipa gelas dengan garis tengah lubang bagian dalam pipa 8-12 mm. Panjang pipa karet/selang plastik antara 40-55 cm dan pipa gelas 35-45 cm.


(44)

19

PETA WILAYAH KELURAHAN UTAN KAYU UTARA

JAKARTA TIMUR

Gambar 1 Peta Wilayah Kelurahan Utan Kayu Utara Jakarta Timur

Keterangan : Orange = RW.01 Abu-abu = RW.06

Biru tua = RW.02 Coklat = RW.07

Hijau muda = RW.03 Orange = RW.08

Biru muda = RW.04 Hijau tua = RW.09


(45)

20

Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian

Bagian dalam ujung pipa gelas yang tersambung dengan pipa karet diberi kawat kasa, agar nyamuk yang dihisap tidak masuk kedalam mulut kolektor. Pada ujung pipa karet diberi pipa gelas atau selang plastik yang lebih kecil, untuk mempermudah mulut kolektor untuk menghisap nyamuk yang ditangkap.

Nyamuk yang sudah ditangkap kemudian dimasukkan ke dalam paper cup yang telah diberi label. Pada bagian atas paper cup ini ditutup dengan kain kasa yang sudah dilubangi bagian atasnya dan diberi kapas, untuk memudahkan kolektor membuka dan menutup pada saat memasukan nyamuk. Nyamuk yang sudah tertangkap dimatikan dengan kloroform dan di pin serta diidentifikasi lebih lanjut menggunakan mikroskop. Setelah itu dipisahkan antar spesies dan jenis kelamin jantan atau betina.


(46)

21

Penangkapan Nyamuk Aedes Dengan Umpan Badan

Penangkapan dengan umpan badan ini terdiri dari dua metode yaitu umpan orang dalam rumah, sekolah dan kantor(UOD) dan umpan orang luar rumah, sekolah dan kantor (UOL). Penangkapan ini dilakukan untuk mengamati perilaku nyamuk Aedes menghisap darah.

Pada lokasi perumahan pengambilan sampel dilakukan di dua tempat yaitu 30 menit pertama untuk penangkapan nyamuk Aedes di dalam rumah dan 30 menit kedua untuk penangkapan di luar rumah.

Di lokasi sekolah dilakukan selama 30 menit pertama di ruang kelas, di ruang guru, perpustakaan, dan musolah (umpan orang dalam sekolah) dan 30 menit kedua di beranda dan di kantin(umpan orang luar sekolah).

Gambar 3 Metode Penangkapan Umpan Orang Dalam Rumah di lokasi perumahan RW.10

Gambar 4 Metode penangkapan umpan orang luar sekolah di lokasi sekolah RW.10


(47)

22

Di lokasi perkantoran dilakukan selama 30 menit pertama di ruang kerja, di ruang tamu, perpustakaan, dapur dan di musolah (umpan orang dalam kantor) dan 30 menit kedua di beranda (umpan orang luar kantor).

Penangkapan Nyamuk Aedes Sedang Hinggap (istirahat)

Penangkapan nyamuk sedang istirahat di dalam rumah, sekolah dan kantor ini dilakukan pada 30 menit ketiga pada setiap periode penangkapan, di setiap lokasi. Tempat yang biasa di peroleh nyamuk hinggap (istirahat) adalah tempat baju-baju tergantung, buku-buku, tanaman, peralatan dapur dan tirai.

Gambar 5 Metode penangkapan nyamuk istirahat dalam kamar di lokasi Perumahan RW.10.

Gambar 6 Metode penangkapan nyamuk istirahat dalam kantor di lokasi perkantoran RW.07.


(48)

23

Perhitungan Aedes dewasa betina (perolehan basil tangkapan dalam bulan) Rata-rata nyamuk mengigit umpan orang dalam (UOD)

Jumlah Aedes betina tertangkap umpan orang

Jumlah penangkapan x Jumlah jam penangkapan x Jumlah kolektor

Rata-rata nyamuk mengigit umpan orang luar (UOL)

Jumlah Aedes betina tertangkap umpan orang

Jumlah penangkapan x Jumlah jam penangkapan x Jumlah kolektor

Rata-rata nyamuk hinggap/istirahat dalam per 100 rumah/bangunan (HD)

Jumlah Aedes betina tertangkap pada penangkapan nyamuk hinggap Jumlah penangkapan x Jumlah jam penangkapan x Jumlah rumah/gedung

Perhitungan Aedes dewasa betina (perolehan hasil tangkapan periode dua jam) Rata-rata nyamuk menggigit umpan orang dalam (UOD)

Jumlah Aedes betina tertangkap umpan orang

Jumlah penangkapan x Bulan penangkapan x Jam penangkapan x Jumlah kolektor

Rata-rata nyamuk mengigit umpan orang luar (UOL)

Jumlah Aedes betina tertangkap umpan orang

Jumlah penangkapan x Bulan penangkapan x Jam penangkapan x Jumlah kolektor

Rata-rata nyamuk hinggap istirahat per rumah/bangunan (HD)

Jumlah Aedes betina tertangkap pada penangkapan nyamuk hinggap


(49)

24

Pengamatan Lingkungan Fisik

Pengamatan dilakukan dengan menggunakan alat thermohygrometer untuk mengetahui suhu dan kelembaban di lokasi selama penelitian berlangsung. Gambar ini menunjukan cara peletakkan dan pemasangan alat. Alat termohygrometer yang digunakan adalah yang ditunjukkan oleh tanda lingkaran merah dibawah ini (Gambar 7)

Gambar 7 Pengamatan Suhu dan Kelembaban di Lokasi Penelitian.

Pengamatan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat

Pengamatan dilakukan dengan membagikan kuisioner untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat di lokasi penelitian terhadap vektor penyebab penyakit demam berdarah.

Analisis Data

Analisis dilakukan secara deskriptif kemudian dianalisa dengan menggunakan tabel distribusi, prosentase dan grafik. Adapun pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat di lokasi penelitian yang diperoleh berdasarkan kuisioner disajikan dalam bentuk tabel.


(50)

25

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengamatan Tempat Perindukan Aedes

Hasil pengamatan tempat perindukan Aedes pada 20 RT di perumahan RW. 10. Kelurahan Utan Kayu Utara Jakarta Timur ditemukan 31 rumah positif larva Aedes dari 270 jumlah rumah yang di kunjungi (HI = 11,5%). Dari 556 jumlah kontainer yang diperiksa ditemukan 36 kontainer positif larva (CI = 6,5%) dan (BI= 13,3), (Tabel 2).

Tabel 2 Jumlah rumah dan wadah yang di periksa serta prosentase indeks larva di perumahan RW. 10 Kelurahan Utan Kayu Utara - Jakarta Timur, tahun 2006

No Komponen Jumlah

1 Rumah yang diperiksa 270

2 Rumah Positif 31 (+)

3 House indeks (HI) 11,5%

4 Kontainer yang diperiksa 556

5 Kontainer positif 36 (+)

6 Container indeks (CI) 6,5%

7 Breteau indeks (BI) 13,3

Keterangan : (+) = rumah tangga dan TPA positif ditemukan larva/pupa

Bila dibandingkan dengan pengamatan jentik di Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur pada kasus kejadian luar biasa (KLB) pada tahun 2003 menunjukkan angka jentik/larva HI = 22,6%, CI = 11,4%, BI = 30,3 (Hasyimi et al. 2003). Di Kelurahan Papanggo RW.04, Kecamatan Tanjung Priok Jakarta Utara pada tahun 2001 menunjukkan angka jentik/larva HI = 100%, CI = 55% dan BI = 319,3. Pada lokasi, tahun dan waktu yang sama di RW.05, angka jentik/larva yang diperoleh lebih rendah dari RW.05 HI = 27,3% , CI = 17,9% dan BI = 33,7 (Hasyimi & Soekirno, 2001). Di desa Cikarawang Bogor HI = 7,6%, CI = 13,4% dan BI = 14,8 (Agustina, 2006). Hasil pengamatan di lokasi penelitian termasuk ke dalam risiko rendah.

Menurut indikator WHO angka indeks larva termasuk dalam risiko rendah karena berada pada skala 3 yaitu yang mempunyai ambang batas untuk indeks rumah antara 8-17%, indeks kontainer 6-9% dan indeks breteau 10-19. Dari ketiga indeks larva tersebut diatas breteau indeks merupakan prioritas terbaik yang digunakan untuk memperkirakan densitas karena


(51)

26

sudah mengkombinasikan keduanya baik rumah dan wadah (Chan, 1985). Suatu wilayah dengan BI = 2 atau kurang termasuk dalam risiko aman, bila BI = 5-20 (risiko rendah), bila BI = 20-35 (risiko sedang) dan bila BI = 35-50 atau lebih (risiko tinggi) (WHO, 1994).

Rendahnya risiko di lokasi penelitian diasumsikan berhubungan dengan adanya perilaku masyarakat di lokasi penelitian yang rutin melakukan PSN setiap jumat, sehingga vektor tidak sempat berkembangbiak. Hampir semua masyarakat di lokasi penelitian menggunakan air olahan (PAM), sehingga tidak memerlukan penyimpanan air dalam tempat yang besar dan dalam waktu yang lama.

Focks dan Cladee (1997) mengatakan bila persediaan air terjamin dan sanitasinya lebih baik dengan demikian wadah yang positif larva Aedes berkurang sehingga dapat

meminimalkan nyamuk Aedes dewasa. Walaupun kepadatan larva tidak dapat

menggambarkan kepadatan nyamuk Aedes dewasa karena ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk perkembangan dari fase larva menjadi dewasa. Perkembangan larva dipengaruhi oleh kondisi air seperti salinitas, suhu air, oksigen, pH dan zat-zat kimia maupun mikroorganisme yang terkandung di dalamnya.

Namun demikian diharapkan dengan mengetahui keberadaan dan penyebaran larva kita bisa memprediksi kemungkinan adanya kasus dan cara pengendaliannya sebelum terjadi wabah.

Pemilihan nyamuk betina pada media untuk bertelur di pengaruhi oleh faktor suhu, kelembaban, cahaya, jarak terbang, indera penglihatan, penciuman (aroma) dan fisik media tempat meletakan telur (Tilak et al. 2005). Seperti yang telah dikatakan oleh Fock dan Cladee (1997) bahwa untuk keperluan pemberantasan penyakit demam berdarah, di Vietnam survei entomologi sudah diorientasikan pada identifikasi tempat penampungan air dan surveilans kepadatan nyamuk dewasa, ternyata lebih bermanfaat dari pada data angka larva.

Jenis-jenis wadah yang paling banyak terdapat larva di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 3. Dari tabel tersebut diketahui perolehan larva tertinggi pada jenis bak mandi sebesar (50%), kemudian tempayan (19,4%), dan yang terendah pada saluran air buangan lain (2,8%). Untuk jenis wadah drum dan dispenser perolehan larva sama yaitu (8,3%) demikian pula dengan jenis wadah ember dan vas bunga keduanya memperoleh hasil yang sama yaitu (5,6%).

Angka-angka tersebut diatas menunjukan jenis wadah bak mandi mempunyai prosentasi paling tinggi karena sebagian besar masyarakat di lokasi penelitian menggunakan bak mandi,


(52)

27

kemudian tempayan, kedua jenis wadah tersebut biasanya mempunyai volume air yang besar. Paling sedikit pada saluran air lain karena hanya beberapa rumah saja yang mempunyai saluran air lain di rumahnya. Prosentase yang sama antara drum dan dispenser juga antara ember dan vas bunga disebabkan larva yang ditemukan di masing-masing jenis wadah tersebut mempunyai prosentasi yang sama dalam memfasilitasi adanya larva di lokasi penelitian.

Tabel 3 Prosentase jenis-jenis tempat penampungan air yang positif larva/pupa di perumahan RW. 10 Kelurahan Utan Kayu Utara - Jakarta Timur, tahun 2006

No Jenis Kontainer Jumlah (+) (%)

1 Bak mandi 18 50

2 Tempayan 7 19,4

3 Drum 3 8,3

4 Ember 2 5,6

5 Vas Bunga 2 5,6

6 Dispenser 3 8,3

7 Saluran Air Lain 1 2,8

Total 36 100

Keterangan : Jumlah (+) = Jumlah TPA positif ditemukan larva/pupa

Bila dibandingkan dengan hasil penelitian di Bogor jenis wadah tempat penampungan air yang paling tinggi ditemukan positif larva A aegypti adalah pada wadah jenis drum 27,5% (Sigit & Koesharto, 1998). Hasil studi di Kelurahan Papanggo RW.04 Kecamatan Tanjung Priok paling banyak ditemukan larva Aedes adalah pada wadah jenis bak mandi 65,4%, sedangkan di RW.05 pada wadah jenis tempayan 66,7% (Hasyimi & Soekirno, 2001). Di Kecamatan Pasar Rebo tempat penampungan air yang paling banyak ditemukan larva adalah pada wadah jenis bak mandi 31,8% (Hasyimi et al. 2003) dan Agustina (2006) di desa Cikarawang, Bogor jenis wadah yang paling banyak ditemukan larva A. aegypti yaitu pada tangki air 33,3%. Perbedaan hasil penentuan jenis wadah yang memfasilitasi larva Aedes tertinggi pada lokasi penelitian dan pembanding, disebabkan masing-masing wilayah tertentu mempunyai kesenangan akan pemilihan jenis tempat penampungan air yang digunakan. Tetapi dari pengamatan di lokasi penelitian dan pembanding dari angka-angka yang diperoleh


(1)

50

hujan, ada tidaknya tanaman dan kekhususan lain dari suatu wilayah sebagai lokasi pengamatan.

Menurut pengamatan Hasan (1995) suhu berpengaruh terhadap umur nyamuk. Dengan suhu 21°C umur nyamuk betina mencapai umur 100 hari dan jantan 79 hari, pada suhu 27°C nyamuk betina mencapai umur 67 hari dan jantan 55 hari, sedangkan pada 33°C nyamuk betina mencapai umur 37 hari dan jantan 22 hari. Semakin rendah suhu semakin panjang umur nyamuk, sedangkan semakin tinggi suhu semakin pendek.

Keadaan demikian sesuai dengan pernyataan bahwa aktifitas menghisap darah akan berkurang pada suhu diatas 35°C dan dibawah 17°C (Christopher, 1960). Menurut Gould et al. (1988) pada suhu antara 15°C -20°C dan kelembaban 80%-90% akan memperpanjang umur nyamuk, sedangkan pada suhu 30°C -35°C akan mengurangi umur nyamuk. Bila umur nyamuk panjang maka kemungkinannya sebagai vektor akan lebih lama, karena sekali saja virus dengue ini berada di tubuh nyamuk maka sepanjang hidupnya dapat menjadi penular yang infektif.

Selain itu suhu juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan virus di dalam tubuh nyamuk. Dengan suhu 26°C diperlukan waktu 25 hari sedangkan dengan suhu 30°C hanya diperlukan waktu 10 hari sampai nyamuk dapat menularkan pada saat menggigit berikutnya (Daryono, 2004).

Dengan suhu lebih rendah dari 15°C hampir tidak mungkin terjadi penularan. Walaupun potensi nyamuk yang bisa menjadi vektor terdapat dalam jumlah yang besar. Pada kelembaban dibawah 60% umur nyamuk juga akan menjadi pendek, sehingga tidak cukup untuk siklus pertumbuhan virus dalam tubuh nyamuk.

Kelembaban udara merupakan banyaknya kandungan uap air dalam udara yang diperlukan oleh nyamuk untuk mencegah keringnya cairan dalam tubuhnya. Nyamuk selalu mencari tempat yang lembab dan basah sebagai tempat perindukannya untuk menjaga mekanisme penguapan air yang tinggi (DEPKES, 2001).

C. Pengamatan Pengetahuan Sikap dan Perilaku Masyarakat di Perumahan RW.10 Kelurahan Utan Kayu Utara

Penelitian meliputi pengamatan pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan pengendalian/ pencegahan masyarakat di lokasi perumahan RW. 10 Kelurahan Utan Kayu Utara Jakarta Timur, karakteristik responden berdasarkan hasil jawaban dari kuisioner yang dibagikan.


(2)

51

Dari hasil pengamatan diperoleh prosentase pendidikan di perumahan RW.10 paling tinggi adalah mereka yang berpendidikan SMU (64%), kemudian SD (20%), SMP (8%), berpendidikan Akademi (4%), Sarjana sebesar (4%) dan yang terendah adalah mereka yang yang tidak menamatkan SD (0,00%). Kasus di Kelurahan Utan Kayu Utara ini

Responden di lokasi penelitian berdasarkan jawaban dari kuisioner yang diberikan kepada mereka, umumnya telah mengetahui ciri-ciri nyamuk penular demam berdarah dengue.Hasil pengamatan di lokasi penelitian menunjukan 100% dari 25 orang responden yang di berikan pertanyaan-pertanyaan. Mengetahui nyamuk penular DBD, warna nyamuk, tempat perindukan dan pemberantasan sarang nyamuk.

Bila dibandingkan dengan hasil penelitian di Kelurahan Ancol, Jakarta Utara dengan 63 responden. Diketahui karakteristik responden yang tidak menamatkan SD 11,10%, tamat SD 60,30%, tamat SMP 22,20%, tamat SMA 0,04%, Akademi dan Sarjana 0,00%. Adapun masyarakatnya hanya 76,4 % yang mengetahui mengenai nyamuk penyebab penyakit DBD ini. Dapat dikatakan bahwa pendidikan di lokasi penelitian lebih tinggi bila dibandingkan dengan daerah pembanding, sehingga lebih mudah untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman terhadap kesehatan. Terutama mempengaruhi persepsi atau cara pandang dan upaya seseorang untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan dan kesadaran akan peran sertanya di dalam pemutusan rantai penularan DBD. Sebagai upaya untuk menyehatkan diri dan lingkungannya sehingga pemberantasan Aedes dirasakan sebagai suatu kebutuhan.

Pengamatan PSP merupakan aspek tambahan dalam mengevaluasi densitas dan penyebaran vektor yang perlu diukur dan dipantau secara periodik. Parameter tersebut meliputi keadaan masyarakat, penyebaran dan kepadatan penduduk, keadaan tempat tinggal, model perumahan, pekerjaan dan pendidikan penduduk. Pemantauan parameter ini sangat terkait dan penting untuk proses perencanaan dan menduga resiko munculnya kasus DBD (WHO, 2003).

Pekerjaan responden di lokasi penelitian mayoritas ibu rumah tangga tidak bekerja (56%), sebagai wiraswasta (12%), PNS (12%), pegawai swasta (16%), buruh (4%). Penghasilan responden dan suami mereka, yang berpenghasilan rata-rata lebih kecil Rp.500.000,- dan sama dengan Rp.500.000,- sebesar 24%. Berpenghasilan rata-rata lebih besar dari Rp.500.000,- dan lebih kecil Rp. 1.000.000,- sebesar 44%. Berpenghasilan rata-rata sama dengan Rp. 1.000.000,- dan lebih besar Rp. 1.000.000,- sebesar 32%.


(3)

52

Di daerah yang sulit akan air, dimana kebutuhan sehari-hari akan air bersih untuk minum dan masak harus membeli atau menampung air hujan, maka pekerjaan menguras tempat penampungan air seminggu sekali sangat memberatkan kehidupan mereka.

Selama peneliti melakukan pengamatan di lokasi penelitian terdapat kasus penderita DBD di RT. 02 (2 orang), RT. 09 (1 orang), RT 13 (1 orang), RT. 16 (3 orang), RT 17 (1 orang) dan RT. 20 (1 orang). Penderita di lokasi penelitian adalah anak-anak usia sekolah dan masih bersekolah, setelah dilakukan pemeriksaan entomologi ternyata di rumah mereka tidak ditemukan larva. Namun demikian rata-rata masyarakat di lokasi penelitian yang tertular penyakit ini mempunyai tanaman-tanaman di pekarangan (halaman).

Berdasarkan pengamatan hasil tangkapan nyamuk di lokasi perumahan RW. 10 selama lima bulan, jumlah naik maupun turunnya hasil tangkapan pada setiap bulannya selalu diikuti dengan naik turunya kasus yang ada di lokasi tersebut. Namun tidak menutup kemungkinan mereka tertular dimana saja selama berada diluar rumah.

Masih adanya kasus penderita di lokasi tersebut diasumsikan lebih karena rapatnya antara rumah yang satu dengan yang lain. Adanya lebih dari 5 orang atau lebih dalam satu keluarga di dalam satu rumah. Semakin rapat populasi manusia semakin memudahkan vektor menggigit berpindah-pindah dari inang satu ke inang lainnya.

Responden sebagian besar melakukan pengendalian dengan obat nyamuk semprot sebesar (80%), kemudian repelen sebesar (72%), lalu obat nyamuk bakar sebesar (56%), dengan kelambu dan lain-lain sebesar (3%). Dibandingkan hasil pengamatan di Kelurahan Ancol sebagian besar masyarakat memakai obat nyamuk bakar 81,2% (Hasyimi, 1993). Banyaknya yang menggunakan obat nyamuk semprot karena penghasilan di lokasi penelitian rata-rata lebih tinggi dari pada lokasi pembanding.

Seperti telah diketahui perilaku manusia di dalam peran sertanya memutus rantai penularan yakni dengan PSN. Pencegahan gigitan nyamuk dengan cara kimiawi, cara biologi, penataan lingkungan dan sanitasi yang baik serta penyediaan akan air bersih yang cukup. Diharapkan mampu mengurangi perilaku nyamuk untuk menjadi vektor, karena tidak tersedianya tempat perindukan yang cocok untuk nyamuk Aedes berkembangbiak di lingkungan tersebut, sehingga dapat meminimalkan populasinya. Bila populasi nyamuk tersebut rendah maka akan mengurangi adanya kontak dengan manusia, sehingga diasumsikan akan mengurangi penularan penyakit dan jumlah penderita.


(4)

53

Perilaku manusia di dalam pengamatan pengetahuan, sikap dan perilaku (PSP) di lokasi penelitian dipengaruhi juga oleh pendidikan dan penghasilan. Pendidikan mempengaruhi cara dan pola pikir sehingga lebih cepat bagi mereka untuk memahami dan mengenal mengenai penyebab, gejala, juga cara pengendalian dan pencegahan penyakit ini serta kesadaran untuk meningkatkan derajat kesehatan. Penghasilan mempengaruhi daya beli anti nyamuk, memilih tempat tinggal, ke rumah sakit dan lain-lain sebagai upaya pencegahan tertularnya penyakit.

Pengamatan perilaku nyamuk dewasa menggigit dalam bulan dan waktu penting untuk dilakukan, dengan mengetahui pada bulan apa populasi terpadat dan pada jam berapa puncak aktifitas nyamuk Aedes menggigigit. Diharapkan masyarakat pada lokasi penelitian dapat melakukan pencegahan atau pengendalian sedini mungkin sebelum terjadinya wabah. Berkurangnya jumlah nyamuk dan berkurangnya jumlah penderita yang tertular penyakit sebagai indikator berhasilnya suatu cara pengendalian (WHO, 1975).


(5)

54

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Studi habitat di perumahan RW. 10 Kelurahan Utan Kayu Utara Jakarta Timur menemukan tempat penampungan air (TPA) rumah tangga dengan bahan dasar yang paling banyak dipergunakan adalah dari plastik, dan pada bahan dasar inilah banyak ditemukan larva Aedes (55,6%) paling sedikit semen (19,4%). Jenis tempat penampungan air yang paling banyak ditemukan larva adalah bak mandi (50%) dan paling sedikit yakni saluran air lain (2,8%). Warna yang paling banyak ditemukan larva/pupa yakni warna biru (41,75%) dan paling sedikit warna hijau(2,8%).

Ragam spesies nyamuk Aedes yang ditemukan adalah A aegypti dan A. albopictus. Pengamatan Aedes menghisap darah menunjukkan belum adanya perubahan perilaku menggigit nyamuk Aedes. Sebagian besar A. aegypti bersifat endofagik atau menghisap darah di dalam rumah/gedung, meskipun dari hasil pengamatan selama penelitian spesies ini juga menggigit di luar, sedangkan A. albopictus bersifat eksofagik atau menghisap darah di luar.

Berdasarkan hasil pengamatan dengan metode penangkapan umpan orang dalam rumah dan nyamuk hinggap/istirahat di dalam rumah merupakan lokasi perolehan tertinggi dibandingkan lokasi sekolah dan kantor. Kepadatan A. aegypti tertinggi terjadi pada bulan Mei. Adapun hasil tangkapan A. aegypti dengan umpan orang luar rumah kepadatan tertinggi

terdapat pada bulan Juni, dengan puncak aktif menggigit di sepanjang hari dari jam 08.00-18.00 di dalam maupun di luar. Kepadatan nyamuk. A. albopictus tertinggi ditemukan

di bulan April hanya pada metode umpan orang luar sekolah, sedangkan puncak aktif menggigit terdapat pada jam 08.00-10.00 dan 16.00-18.00 dengan penangkapan diluar rumah, sekolah dan kantor.

Di lokasi penelitian dengan suhu antara 29,6°C-31,5°C dan kelembaban antara 68%-80% hasil pengamatan ini memperlihatkan bahwa bulan yang memiliki kelembaban tinggi, maka nyamuk yang diperoleh juga lebih banyak dibandingkan dengan bulan yang memiliki kelembaban rendah.

Dari hasil pengamatan di lokasi penelitian dengan kesadaran masyarakat akan peran sertanya di dalam pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan pengendalian nyamuk dewasa dengan berbagai cara telah menjadikan lokasi tersebut sebagai wilayah dengan risiko rendah.


(6)

55

Saran

Pengamatan lebih lanjut mengenai infestasi larva dan sebarannya serta aktivitas nyamuk dewasa mencari darah dan berkembang biak perlu di lakukan secara berkala. Untuk menentukan strategi pengendalian yang tepat sebelum terjadinya wabah terutama di wilayah yang masih endemik.

Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh tinggi rendahnya kelembaban terhadap kepadatan Aedes dan hubungan antara kepadatan Aedes dengan adanya kasus.

Penelitian ini perlu di lakukan di beberapa tempat yang berbeda dengan membandingkan beberapa lokasi dalam waktu yang sama dan menggunakan metode yang sama. Agar data dan informasi yang di dapat lebih lengkap dan akurat.

Untuk mengurangi kemungkinan kontak dengan nyamuk dan kembali menjadi wilayah endemik. Masyarakat di lokasi penelitian disarankan selalu melakukan pencegahan gigitan nyamuk sedini mungkin dan melakukan PSN seperti yang mereka lakukan selama ini.