Pengaruh aplikasi CaCi2 prapanen terhadap kualitas buah tomat (Lycopersicon esculentum Mill.)

PENGARUH APLIKASI CaCl2 PRAPANEN
TERHADAP KUALITAS
BUAH TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.)

Oleh
Helmi Ridho
A34302055

PROGRAM STUDI HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

RINGKASAN
HELMI RIDHO. Pengaruh Aplikasi CaCl2 Prapanen Terhadap Kualitas
Buah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.). (Dibimbing oleh BAMBANG S.
PURWOKO)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi dan
frekuensi aplikasi CaCl2 prapanen melalui penyemprotan terhadap kualitas buah
tomat selama proses penyimpanan. Penelitian dilaksanakan di Unit Lapanagan
Pasir Sarongge, University Farm IPB, Cianjur dengan tingkat elevasi 1 100 m

di atas permukaan laut dengan suhu berkisar 24–26 °C. Kegiatan pengamatan
menggunakan

Laboratorium

Research

Group

on

Crop

Improvement ,

Laboratorium Produksi Tanaman dan Laboratorium Pendidikan Hortikultura.
Penelitian dilaksanakan dari awal bulan Januari sampai Agustus 2006.
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok yang
disusun dalam satu faktor yang terdiri dari tujuh taraf perlakuan yaitu
kontrol (T0), CaCl2 0.2 M satu kali aplikasi (T1), CaCl2 0.2 M dua kali aplikasi

(T2), CaCl2 0.2 M tiga kali aplikasi (T3), CaCl2 0.4 M satu kali aplikasi (T4),
CaCl2 0.4 M dua kali aplikasi (T5) dan CaCl2 0.4 M tiga kali aplikasi (T6).
Setiap perlakuan diulang tiga kali sehingga menghasilkan 21 satuan percobaan.
Setiap unit percobaan terdiri atas 10 tanaman, maka jumlah total tanaman yang
ditanam sebanyak 210 tanaman.
Tanaman mulai memasuki fase generatif pada 4 Minggu Setelah Tanam
(MST) yang ditandai dengan munculnya bunga pertama pada beberapa tanaman.
Pada saat sama diikuti juga dengan munculnya beberapa gejala serangan hama
dan penyakit. Serangan terberat disebabkan oleh Phytophthora infestans atau
disebut juga dengan nama penyakit busuk daun. Beberapa hari setelah
penyemprotan pertama dilakukan, tangkai buah, kelopak dan daun di sekitar buah
berwarna coklat kering akibat penyemprotan yang tidak dilakukan secara hatihati.
Aplikasi CaCl2

melalui penyemprotan pada saat prapanen tidak

memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan kandungan kalsium buah
tomat, namun aplikasi CaCl2 memberikan pengaruh yang nyata untuk warna kulit
buah selama masa penyimpanan pada 3, 6, 12 dan 15 Hari Setelah Panen (HSP).


Skor warna tertinggi terjadi pada kontrol selama masa penyimpanan. Pengamatan
yang dilakukan pada semua buah yang memiliki pengaruh nyata, menunjukkan
bahwa perlakuan CaCl2 dengan konsentrasi dan frekuensi yang lebih tinggi yaitu
CaCl2 0.4 M 15, 20, 25 Hari Setelah Anthesis (HSA) selalu menghasilkan skor
warna yang lebih rendah dibandingkan perlakuan yang lain.
Aplikasi

CaCl2

pada saat prapanen terhadap kelunakan buah

memberikan penga ruh yang nyata pada 21 HSP saja, sedangkan pada kandungan
total asam tertitrasi, pengaruh yang nyata terjadi pada pengamatan 0 dan 3 HSP.
Aplikasi CaCl2 pada saat prapanen tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap laju respirasi selama masa penyimpanan. Pengamatan pada susut bobot
dan padatan total terlarut juga tidak menunjukkan pengaruh yang nyata dari
aplikasi CaCl2 yang diberikan saat prapanen.
Aplikasi CaCl2 prapanen hanya dapat menghambat perubahan warna kulit
buah pada buah tomat. Penyemprotan CaCl2 pada saat prapanen, secara umum
tidak mampu mempertahankan kualitas buah selama masa penyimpanan seperti

kelunakan buah, total asam tertitrasi, laju respirasi, susut bobot dan padatan total
terlarut. Aplikasi CaCl2 juga tidak mampu meningkatkan kandungan kalsium pada
buah.

PENGARUH APLIKASI CaCl2 PRAPANEN
TERHADAP KUALITAS
BUAH TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.)

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh
Helmi Ridho
A34302055

PROGRAM STUDI HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007


Judul

: PENGARUH

APLIKASI

CaCl2

PRAPANEN

TERHADAP KUALITAS BUAH TOMAT (Lycopersicon
esculentum Mill.)
Nama

: Helmi Ridho

NRP

: A34302055


Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. H. Bambang S. Purwoko, MSc
NIP. 131 404 220

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. H. Supiandi Sabiham, MAgr
NIP. 130 422 698

Tanggal Lulus : .....................................

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jeddah, Arab Saudi pada tanggal 14 Februari 1984
dan merupakan anak kedua dari Bapak (Alm.) Bahari Abdullah dan Ibu Elfiaty
Siregar.

Tahun 1996 penulis menyelesaikan pendidikan dari SD SIP Jeddah,
kemudian tahun 1999 penulis lulus dari MTs Pembangunan IAIN Jakarta Selatan
dan menyelesaikan studi di SMU Negeri 29 Kebayoran Lama, Jakarta Selatan
pada tahun 2002.
Tahun 2002 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Program
Studi Hortikultura, Jurusan Budidaya Pertanian yang sekarang berubah nama
menjadi Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Penulis
diterima melalui jalur SPMB.
Selama mengikuti kegiatan kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis
pernah ikut dan aktif dalam kegiatan Himpunan Kemahasiswaan (Himagron) dan
pernah menjadi ketua dalam beberapa agenda kegiatan Himagron, salah satunya
Seminar Nasional Padi Hibrida 2004. Pada periode kepengurusan Himagron
2004/2005 penulis pernah menjadi ketua Divisi Aplikasi Pertanian dan
Kewirausahaan. Tahun 2004/2005 penulis bersama kelompok pernah mengikuti
Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan yang diadakan oleh
Departemen Agronomi dan Hortikultura melalui Program SP4. Tahun 2003/2004
penulis juga pernah menjadi ketua dalam organisasi perkumpulan alumni SMU.

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena dengan

ridho dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik.
Penelitian yang berjudul Pengaruh Aplikasi CaCl2 Prapanen terhadap Kualitas
Buah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) dilatarbelakangi oleh keinginan
penulis untuk mengetahui nilai konsentrasi dan frekuensi yang tepat agar dapat
mempertahankan kualitas buah tomat yang baik selama proses penyimpanan.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. H. Bambang S Purwoko, MSc selaku pembimbing yang selama
kegiatan penelitian telah membimbing dan memberi arahan
2. Dr Ir Anas D. Susila, MSi sebagai dosen penguji
3. Dewi Sukma SP Msi sebagai Wakil Urusan Skripsi dalam ujian skripsi
4. Dr Ir Agus Purwito, MSc sebagai dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan saran dan masukan
5. Unit Lapanagan Pasir Sarongge, University Farm IPB dan Laboratorium
RGCI yang telah memberikan bantuan selama kegiatan penelitian
6. Kedua orang tua yang telah memberikan dorongan yang tulus baik moril
maupun materiil serta doa
Semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi penulis khususnya, dan
pembaca umumnya.

Bogor, Januari 2007


Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
PENDAHULUAN ..........................................................................................
Latar Belakang ....................................................................................
Tujuan ..................................................................................................
Hipotesis ..............................................................................................

1
1
3
3

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................
Botani dan Ekologi Tomat ..................................................................
Pasca Panen Buah Tomat ....................................................................
Peran Kalsium pada Buah ...................................................................


4
4
5
6

BAHAN DAN METODE .............................................................................. 9
Tempat dan Waktu .............................................................................. 9
Bahan dan Alat .................................................................................... 9
Metode Penelitian ................................................................................ 10
Pelaksanaan ......................................................................................... 11
Pengamatan ......................................................................................... 12
HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................
Kondisi Umum ....................................................................................
Kualitas Buah ......................................................................................
Kandungan Kalsium ........................................................................
Warna Kulit ......................................................................................
Kelunakan Buah ...............................................................................
Total Asam Tertitrasi .......................................................................
Laju Respirasi ...................................................................................

Susut Bobot ......................................................................................
Padatan Total Terlarut ......................................................................
Pembahasan Umum .............................................................................

16
16
18
18
19
20
21
22
24
24
26

KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 29
Kesimpulan .......................................................................................... 29
Saran .................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 30
LAMPIRAN ................................................................................................... 34

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman
Teks

1. Indeks Skala Warna Buah Tomat (Kader, 1992) ................................. 13
2. Rata-rata Kandungan Kalsium dalam Buah pada Aplikasi CaCl2 ....... 18
3. Rata-rata Nilai Warna Kulit Buah Tomat Hasil Aplikasi CaCl2 .......... 19
4. Rata-rata Nilai Kelunakan Buah Tomat Hasil Aplikasi CaCl2 ............ 20
5. Rata-rata Nilai Total Asam Tertitrasi Buah Tomat
Hasil Aplikasi CaCl2 ............................................................................ 22
6. Rata-rata Nilai Laju Respirasi Buah Tomat Hasil Aplikasi CaCl2 ...... 23
7. Rata-rata Nilai Susut Bobot Buah Tomat Hasil Aplikasi CaCl2 .......... 24
8. Rata-rata Nilai Padatan Total Terlarut Buah Tomat
Hasil Aplikasi CaCl2 ........................................................................... 25

Lampiran
1. Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia tiap 100 gram Bahan
(Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, 1995) .............................. 34
2. Data Produksi Tomat Beberapa Negara di Asia pada
Tahun 2001 – 2005 (FAO, 2005) ........................................................ 34
3. Data Klimatologi Kebun Percobaan Pasir Sarongge IPB
pada Bulan Januari – April 2006 ......................................................... 34
4. Sidik Ragam Kandungan Kalsium pada Buah .................................... 35
5. Sidik Ragam Warna Kulit Buah pada 3 – 24 HSP .............................. 35
6. Sidik Ragam Kelunakan Buah pada 0 – 24 HSP ................................ 36
7. Sidik Ragam Total Asam Tertitrasi Buah pada 0 – 24 HSP ............... 37
8. Sidik Ragam Laju Respirasi Buah pada 0 – 24 HSP ........................... 38
9. Sidik Ragam Susut Bobot Buah pada 3 – 24 HSP .............................. 39
10. Sidik Ragam Padatan Total Terlarut Buah pada 0 – 24 HSP .............. 40

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman
Teks

1. Kondisi Pembibitan Sebelum Penanaman di Lapang ......................... 11
2. Fase Ukuran Buah Saat Penyemprotan ............................................... 12
3. Indeks Skala Warna Buah Tomat (Setijorini, 2000) ............................ 13
4. Kondisi Tanaman (2 MST) ................................................................. 16
5. Rata-rata Nilai Kelunakan Buah Tomat Hasil Aplikasi CaCl2 ........... 21
6. Rata-rata Nilai Laju Respirasi Buah Tomat Hasil Aplikasi CaCl2 ...... 23
7. Rata-rata Nilai Padatan Total Terlarut Buah Tomat
Hasil Aplikasi CaCl2 ............................................................................ 25

Lampiran
1. Deskripsi Tomat Arthaloka (Wiryanta, 2002) ..................................... 41
2. Beberapa Serangan Hama dan Penyakit Tanaman Tomat ................... 41
3. Pengaruh Produksi Etilen terhadap CO2 (Belitz and Grosch, 1999) ... 42
4. Kaitan PTT dan TAT pada Buah Blackberry (Kays, 1991) ................. 42

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tomat merupakan salah satu tanaman sayuran penting. Peranannya dalam
pemenuhan gizi masyarakat sudah lama diketahui. Buah tomat tidak hanya
dimanfaatkan sebagai bahan campuran dalam masakan ataupun bahan olahan
(processing), tetapi juga sering dikonsumsi dalam keadaan segar. Hal tersebut
tergantung pada selera konsumen dan ketersediaan buah tomat yang sesuai dengan
persyaratan yang diinginkan. Tomat sebagai komoditas sayuran mempunyai
beberapa peran, yaitu sebagai sumber gizi dan bahan baku industri, juga dapat
meningkatkan pendapatan dibandingkan komoditas pangan lainnya (Basri, 1991).
Buah tomat mengandung karoten yang berfungsi sebagai pembentuk
provitamin A dan lycopene yang mampu mencegah kanker. Buah tomat juga
dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan vitamin C (Wiryanta, 2002). Kandungan
dan komposisi gizi buah tomat dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1. Buah tomat
memiliki kandungan nutrisi yang paling tinggi sebagai menu makanan, diatas
jeruk dan kentang (Wills et al., 1989). Konsumsi buah tomat untuk memenuhi
asupan gizi merupakan pilihan yang tepat.
Calkins (1979) menyatakan bahwa dalam hal rata-rata produksi tomat
secara nasional, Indonesia pernah menduduki tempat ketiga setelah India dan
Filipina, diatas Malaysia dan Thailand. Pada tahun 2005, tingkat produksi
Indonesia meningkat di atas Filipina dengan produksi sebesar 587 790 ton, namun
nilai produksi tersebut masih jauh tertinggal dari India yaitu 7 600 000 ton (Tabel
Lampiran 2) (FAO, 2006). Rendahnya jumlah produksi tersebut salah satunya
dapat disebabkan oleh penanganan pasacapanen yang kurang tepat. Negara- negara
yang sedang berkembang umumnya mengalami kehilangan hasil 20-50 %
(Hildebolt, 1986; Santoso dan Purwoko, 1995).
Tomat memiliki sifat yang mudah rusak (perishable) sehingga daya
simpannya relatif singkat. Kerusakan pada buah tomat, terjadi akibat adanya
kerusakan: (1) mekanis, memar (bruising), (2) suhu dingin (chilling injury), dan
(3) gangguan fisiologi pada buah (Marpaung, 1997). Produk hortikultura yang
akan dipasarkan harus memiliki tingkat kesegaran dan kualitas yang dapat

2

diterima sesuai dengan standar yang ditentukan, karena akan mempengaruhi nilai
ekonomi produk tersebut. Oleh karena itu faktor-faktor yang dapat menurunkan
kualitas buah tomat perlu diperhatikan. Kualitas tomat meliputi warna kulit,
kekerasan buah, bentuk dan ukuran buah, rasa serta jumlah kandungan air buah
(Ameriana, 1997).
Penanganan buah tomat meliputi pada saat prapanen, panen dan
pascapanen. Pemberian bahan kimia secara eksogen pada saat prapanen
merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk mempertahankan kualitas buah
tomat. Menurut Kays (1999) kandungan unsur hara seperti nitrogen, fosfor,
kalium dan kalsium memiliki peran dalam mempertahankan kualitas buah.
Kalsium merupakan unsur tanaman yang sangat berkaitan dengan kualitas
buah pada umumnya dan kekerasan khususnya (Sams, 1999). Fungsi kalsium
adalah membentuk dinding sel yang sangat dibutuhkan dalam proses
pembentukan sel baru. Penambahan kalsium sering dilakukan

melalui

penyemprotan, terutama pada tanaman apel, pir dan cherry. Pada prinsipnya,
fungsi penyemprotan kalsium salah satunya adalah mencegah retaknya kulit buah
(Novizan, 2002). Kalsium penting untuk mempertahankan integritas struktur
dinding sel terutama pada buah dan sayuran yang memerlukan penyimpanan lebih
lama (Poovaiah, 1988).
Pemberian kalsium melalui aplikasi CaCl2 dengan cara penyemprotan
diharapkan mampu meningkatkan kualitas pada buah tomat dan ketahanan untuk
waktu yang lama pada saat penyimpanan. Berdasarkan hasil penelitian Normasari
dan Purwoko (2002) bahwa pemberian CaCl2 pada konsentrasi 0.1 M dan 0.2 M
dengan frekuensi aplikasi dua kali, tidak memperlihatkan adanya peningkatan
kualitas pada buah tomat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gerasopoulos et
al. (1996) menunjukkan konsentrasi CaCl2 yang lebih tinggi atau frekuensi
penyemprotan yang lebih sering pada buah kiwi mampu meningkatkan kekerasan
buah. Penambahan tingkat konsentrasi dan frekuensi aplikasi diharapkan dapat
menunjukkan hasil yang diinginkan yaitu peningkatan kualitas buah dan
ketahanannya terhadap penyimpanan untuk jangka waktu yang lama.

3

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi dan
frekuensi aplikasi CaCl2 prapanen melalui penyemprotan terhadap kualitas buah
tomat selama masa penyimpanan.

Hipotesis
1. Terdapat pengaruh konsentrasi dan frekuensi penyemprotan CaCl2 terhadap
kualitas buah tomat.
2. Buah tomat yang diberi penyemprotan CaCl2 meningkat kandungan kalsium
buahnya.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Ekologi Tomat
Tanaman tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) adalah tanaman setahun
berbentuk perdu atau semak dan termasuk ke dalam golongan tanaman berbiji
tertutup (Angiospermae) dan memiliki bentuk daun bercelah menyirip tanpa
stippulae (daun penumpu) dengan jumlah daun ganjil, antara 5 – 7 helai. Di selasela pasangan daun terdapat 1 – 2 pasang daun kecil yang berbentuk delta
(Tugiono, 1999).
Bentuk batang tanaman tomat segi empat sampai bulat dengan warna
batang hijau dan mempunyai banyak cabang. Tanaman tomat memiliki akar
tunggang dengan akar samping yang menjalar di seluruh permukaan tanah bagian
atas. Tanaman tomat termasuk tipe berumah satu. Bunganya mempunyai lima
buah kelopak berwarna hijau berbulu dan lima buah daun mahkota berwarna
kuning. Hampir semua bagian tanaman tomat berbulu halus bahkan ada yang
tajam, kecuali pada akar dan mahkotanya (Wiryanta, 2002).
Dalam

klasifikasi

tumbuhan,

tanaman

tomat

termasuk

Klas

Dicotyledonneae (berkeping dua). Secara lengkap ahli-ahli botani mengklasifikasi
tanaman tomat secara sistematik sebagai berikut: Klas (classis) : Dicotyledonneae
(berkeping dua), Bangsa (ordo): Tubiflorae, Suku (famili): Solanaceae (berbunga
seperti terompet), Marga (genus): Lycopersicon, Jenis (species) : Lycopersicon
esculentum Mill. (Jaya, 1997).
Tanaman tomat berasal dari Amerika Latin (Peru, Equador, Meksiko).
Pada awal abad ke-16 tomat mulai dimasukkan ke Eropa, dan pada pertengahan
abad ke-17 ke Asia yang dimulai dari Filipina, sedangkan orang Amerika Serikat
baru mengenalnya sekitar abad ke-18 (Hidayat, 1997). Saat ini daerah sebaran
tanaman tomat sudah meliputi seluruh dunia, baik di daerah tropika maupun
temperate, dari mulai tepi pantai sampai ketinggian 3 100 m di atas permukaan
laut (Villareal, 1979; Taylor, 1986).
Pertumbuhan tanaman tomat akan menjadi baik jika ditanam di tanah yang
memiliki tekstur lempung dan tata air yang baik. Akar tanaman tomat rentan
terhadap kekurangan oksigen, oleh karena itu air tidak boleh tergenang. Oksigen

5

di sekitar akar akan meningkatkan penyerapan unsur hara fosfat, kalium dan besi
oleh tanaman tomat (Adams, 1986). Derajat kemasaman (pH) tanah yang baik
untuk tanaman tomat adalah kisaran antara 5.5 sampai dengan 6.5. Pengapuran
diperlukan jika pH tanah kurang dari 6 dan sebaliknya jika pH tanah bersifat basa
(alkalis) dapat digunakan belerang (S) untuk menurunkannya (Wiryanta, 2002).
Air merupakan faktor pembatas yang sangat penting untuk mendapatkan
hasil panen tomat yang baik. Status air pada tanaman tergantung pada kombinasi
pengaruh beberapa faktor, yaitu tana h, atmosfir dan tanaman. Air yang dapat
diserap oleh tanaman tidak hanya dipengaruhi oleh kadar air dalam tanah, tetapi
juga oleh sistem perakaran seperti ukuran akar, kerapatan akar, dan aktivitas akar.
Kehilangan air dari tanaman dipengaruhi oleh kelembaban relatif udara, luas
daun, aktivitas stomata, dan kemampuan tanaman dalam menyerap air dari tanah
(Rudich and Luchinsky, 1986).
Kebutuhan air selama pertumbuhan mengikuti Pola Kurva Sigmoid. Pada
tanaman tomat yang masih muda kebutuhan air masih sedikit, meningkat sedikit
waktu tanaman berbunga, kemudian bertambah banyak dan mencapai maksimum
pada waktu mulai kematangan buah, karena pada saat itu luas daunnya
maksimum. Konsumsi air stabil selama pematangan bua h tomat dan sesudah itu
menurun lagi (Rudich and Luchinsky, 1986).

Pasca Panen Buah Tomat
Kualitas produk hortikultura merupakan kombinasi dari karakteristik, sifat
dan nilai untuk makanan (buah dan sayuran) dan kesenangan (tanaman hias).
Kualitas yang diinginkan konsumen dalam menilai buah dan sayuran didasarkan
pada penampilan, tingkat kekerasan yang baik, nilai rasa dan gizi (Kader, 1992).
Kualitas dapat juga dinilai dari warna, kilap, ukuran, bentuk, bau, rasa, serta nilai
gizinya. Menurut Kader (1992) faktor yang mempengaruhi komposisi dan kualitas
tanaman hortikultura segar, yaitu: (1) faktor genetik, (2) lingkungan prapanen, (3)
pemanenan, (4) perlakuan pascapanen, dan (5) interaksi keempat faktor tersebut.
Tomat perlu dipanen pada waktu yang tepat, karena tomat yang lewat
masak lebih mudah rusak dibandingkan bila dipanen saat warna breaker
(semburat kuning) (Villareal, 1980). Menurut Hildebolt (1986), tomat mudah

6

mengalami kerusakan akibat berbagai faktor fisik, kimiawi dan hayati. Kehilangan
hasil tomat di negara sedang berkembang mencapai 50%. Kehilangan hasil dapat
terjadi sejak panen, penanganan yang kurang baik, keterlambatan hasil untuk
mencapai konsumen, cara bongkar/muat yang kasar dan penggunaan kemasan
yang tidak memadai, serta keadaan yang tidak menguntungkan selama
pengangkutan. Kehilangan hasil tersebut akibat adanya penurunan kualitas
sehingga tidak dapat diterima lagi oleh konsumen. Faktor-faktor yang berperan
dalam mempertahankan kualitas daya simpan buah tomat perlu diperhatikan.
Faktor yang mempengaruhi perkembangan buah dan kualitas buah
terutama tekstur buah adalah faktor lingkungan dan budidaya. Faktor lingkungan
memiliki pengaruh terhadap kualitas buah antara lain iklim, cuaca, keadaan tanah,
ketersediaan air dan intensitas cahaya (Kays, 1999). Faktor budidaya yaitu berupa
pemberian kandungan unsur hara yang dibutuhkan tanaman tomat meliputi unsur
N, P, K, Ca dan Mg (Nurtika dan Abidin, 1997).

Peranan Kalsium pada Buah
Menurut Novizan (2002), kekurangan unsur hara yang diperlukan oleh
tanaman akan menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu. Salah satu unsur
yang mempengaruhi terhadap perkembangan dan pembentukan kualitas buah
adalah kalsium. Kekurangan kalsium pada buah akan menunjukkan buah gugur
prematur, warna buah yang tidak merata dan buah retak-retak.
Kalsium merupakan unsur utama pengendali proses fisiologi tanaman
termasuk pada dinding sel, membran dan kromosom (Rigney dan Wills, 1981).
Kalsium berikatan dengan pektat dalam lamela tengah dan dapat mencegah
kerusakan karena struktur yang kuat pada sel. Pektat merupakan bahan utama
penyusun dinding sel. Pektat banyak disimpan dalam dinding sel dan lamela
tengah (Salunkhe et al., 1991). Kalsium dapat mempertahankan rigiditas dinding
sel dengan ikatan pektat. Kekurangan kalsium dalam dinding sel dapat
menurunkan rigiditas sel yang mengakibatkan sel-sel tersebut mudah pecah bila
mengalami pembesaran (Susila, 1995).
Peningkatan

kandungan

kalsium

pada

buah

dapat

menghambat

pematangan serta meningkatkan kualitas buah (Kalloo, 1986). Kalsium

7

berperanan dalam mengurangi laju penuaan dan pemasakan buah (Ferguson dan
Drobak, 1988). Faktor- faktor yang mempengaruhi ketersediaan kalsium pada
tanaman antara lain: status kalsium dalam tanah, kemampuan penyerapan oleh
akar, transportasi serta translokasi pada tanaman, dan kalsium yang terdapat
dalam sel, jaringan serta distribusinya (Ferguson, 1990).
Kekurangan kalsium pada jaringan buah masih dijumpai meskipun
kandungan kalsium dalam tanah dan jaringan lain cukup (McLaurin, 1998).
Kekurangan tersebut disebabkan Ca2+ yang tidak ditranslokasikan dalam tanaman
(Salisbury dan Ross, 1995) serta terbatasnya translokasi kalsium dalam buah
sehingga perlu penyemprotan kalsium pada permukaan buah. Kekurangan kalsium
pada buah dapat dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, dan pemupukan nitrogen.
Kalsium merupakan unsur yang dapat larut dalam air. Unsur ini diambil dari
dalam tanah dan ditranslokasikan bersama air ke bagian tumbuhan yang lain.
Pada suhu yang tinggi, air yang mengandung kalsium dan mineral lain
bergerak cepat ke daun. Kebanyakan air ditranspirasikan melalui daun, sehingga
banyak kalsium ditemukan dalam daun setelah proses transpirasi. Bagian buah
tidak banyak melakukan transpirasi sebanyak daun, sehingga hanya sedikit
kalsium yang tersimpan dalam buah (McLaurin, 1998). Kelembaban tanah juga
memiliki peranan penting dalam pergerakan kalsium di dalam tanah serta
penyerapan kalsium oleh akar. Tanah yang terlalu lembab akan menyebabkan
kalsium tidak terserap oleh akar karena kekurangan oksigen (Swift, 1999).
Pemberian kalsium pada buah yang dapat cepat tersedia sangat dibutuhkan
karena translokasi kalsium yang terbatas. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan Gerasopoulos et al. (1996) pada buah kiwi, penyemprotan dengan
konsentrasi CaCl2 yang tinggi dan frekuensi sering dapat menyebabkan
peningkatan kekerasan buah, asam tertitrasi dan menurunkan padatan terlarut.
Pemberian kalsium juga dapat membuat masa penyimpanan buah menjadi
semakin lama (Wills dan Tirmazi, 1981). Kalsium dapat diberikan pada saat
prapanen maupun pascapanen dan menurut Abbot et al. (1989) buah yang diberi
kalsium akan lebih keras dan mempunyai daya simpan yang lebih lama.

8

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Damayanti (2002) menunjukkan
aplikasi prapanen CaCl2 0.1 M pada 18 ± 2 HSA dan 25 ± 2 HSA pada tomat
kultivar Intan dapat menekan peningkatan susut bobot, sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh Pujiarti (2001) tomat kultivar Ratna dan Permata yang diberi
kalsium dapat menunda perubahan warna.

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University
Farm IPB dengan elevasi 1 100 m di atas permukaan laut dengan suhu berkisar
24–26 °C (Tabel Lampiran 3). Kegiatan pengamatan selama penelitian
menggunakan

laboratorium Research Group on Crop Improvement (RGCI),

laboratorium Produksi Tanaman dan laboratorium Pendidikan Hortikultura.
Pengamatan yang dilakukan terdiri dari dua jenis, yaitu pengamatan nondestruksi
dan destruksi.
Laboratorium Produksi Tanaman digunakan untuk penyimpanan dan
pengamatan

nondestruksi

buah,

sedangkan

untuk pengamatan

destruksi

menggunakan Laboratorium RGCI dan Laboratorium Pendidikan Hortikultura.
Analisis kandungan kalsium dilakukan di Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pasca Panen, Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari
sampai Agustus 2006.

Bahan dan Alat
Bahan tanam yang digunakan pada penelitian ini adalah benih tomat
kultivar Arthaloka (Gambar Lampiran 1), pupuk kandang, Urea, SP-36, KCl,
NPK, fungisida berbahan aktif mankozeb 80% (Dithane M-45) dan benomil 50%
(Benlate). Bahan kimia yang digunakan, yaitu CaCl2 0.2 M dan 0.4 M, indikator
phenolphtalein, NaOH, aquades, dan Agristick. Buah tomat yang diamati dalam
penelitian ini adalah buah yang dipanen pada tingkat kematangan breaker
(semburat merah) dengan ukuran buah yang sama.
Alat yang digunakan meliputi seperangkat alat budidaya pertanian,
penetrometer,

hand

refractometer,

cosmotector,

Spectrophotometer (AAS), alat-alat titrasi dan timbangan.

Atomic

Absorbtion

10

Metode Penelitian
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan satu faktor
yang terdiri atas tujuh taraf perlakuan. Faktor perlakuannya adalah:

T0 : Kontrol

(tidak diberi CaCl2 /CaCl2 0 M)

T1 : 0.2 M 1x aplikasi

(15 Hari Setelah Anthesis/HSA)

T2 : 0.2 M 2x aplikasi

(15 dan 20 HSA)

T3 : 0.2 M 3x aplikasi

(15, 20 dan 25 HSA)

T4 : 0.4 M 1x aplikasi

(15 HSA)

T5 : 0.4 M 2x aplikasi

(15 dan 20 HSA)

T6 : 0.4 M 3x aplikasi

(15, 20 dan 25 HSA)

Percobaan diulang tiga kali sehingga terdapat 21 satuan percobaan. Setiap
unit percobaan terdiri atas 10 tanaman, maka jumlah total tanaman yang ditanam
sebanyak 210 tanaman. Pengamatan yang digunakan lima sampel setiap ulangan
sehingga total tanaman yang diamati sebanyak 105 tanaman.
Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yi j = µ + a i + ßj + ei j
Keterangan :
Yij

= nilai pengamatan dari perlakuan ke- i, dan ulangan ke-j

µ

= nilai tengah populasi

ai

= pengaruh perlakuan ke- i

ßj

= pengaruh ulangan ke-j

eij

= pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i, dan ulangan ke-j

Pengaruh dari seluruh perlakuan diketahui dengan menggunakan uji F
pada taraf 5%. Apabila terdapat pengaruh nyata terhadap peubah yang diamati
maka setiap perlakuan dibandingkan dengan menggunakan uji lanjut Duncan
Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5%.

11

Pelaksanaan
Penyemaian benih tomat Arthaloka dengan menggunakan media berupa
campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1 yang telah
dipastuerisasikan. Benih ditebar dan ditaburi tanah halus, kemudian ditutup
dengan kain agar terjaga kelembabannya serta sebelumnya disiram dengan
menggunakan fungisida berbahan aktif mankozeb 80% (Dithane) dengan
konsentrasi 5 g/l (Gambar 1). Satu minggu kemudian benih yang telah
berkecambah dibumbung dengan menggunakan daun pinang (Gambar 1). Bibit
dipindah ke lapangan pada 15 hari setelah penyemaian atau tanaman sudah
mempunyai 4 – 5 helai daun.

(a)

(b)

Gambar 1. Kondisi Pembibitan Sebelum Penanaman di Lapang
Keterangan : (a) Bak Persemaian Sebelum Ditutup Kain
(b) Bumbungan

Tanah diolah lalu dibuat guludan selebar 80 – 100 cm kemudian dibuat
lubang tanam dengan jarak 50 cm x 60 cm sebelum penanaman. Pupuk yang
diberikan terdiri atas pupuk kandang dengan dosis 1 kg/tanaman, pupuk Urea
30 g/tanaman, SP-36 20 g/tanaman, dan KCl 20 g/tanaman. Pupuk kandang
diberikan pada saat pengolahan lahan. Pupuk SP-36 dan KCl diberikan saat
tanam, sedangkan pupuk Urea diberikan dua kali, yaitu setengah dosis pada saat
tanam dan sisanya diberikan setelah tanaman berumur 4 MST.
Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyiraman, pewiwilan, pengajiran,
penjarangan buah, serta pengendalian hama dan penyakit. Pewiwilan dilakukan
dengan membuang tunas air, sedangkan penjarangan buah dilakukan pada umur

12

14 HSA. Setiap bunga yang muncul ditandai dan diberi label. Tandan buah yang
digunakan sebanyak tiga buah dan setiap tandan diambil tiga buah.
Aplikasi penyemprotan CaCl2 dilakukan dengan frekuensi dan konsentarsi
yang berbeda sesuai dengan contoh tanaman yang telah diberi tanda label. CaCl2
dilarutkan dalam aquades dengan konsentrasi 0.2 M dan 0.4 M, kemudian
ditambahkan

Surfaktan

Agristic

dengan

konsentrasi

0.5

ml/l

larutan.

Penyemprotan dilakukan pada seluruh permukaan buah sampai basah atau
± 1 ml (Gambar 2).

(a)

(b)

(c)

Gambar 2. Fase Ukuran Buah saat Penyemprotan
Keterangan : (a) aplikasi pertama (15 HSA)
(b) aplikasi kedua (20 HSA)
(c) aplikasi ketiga (25 HSA)

Pemanenan dilakukan saat buah mencapai tahap breaker (berwarna
semburat kuning). Buah yang telah dipanen dilapisi dengan kertas kemudian
dimasukkan dalam kotak kardus, selanjutnya buah tersebut dibawa ke
Laboratorium Produksi Tanaman untuk penyimpanan dan pengamatan. Buah
terpilih dicuci dan dicelupkan ke dalam fungisida berbahan aktif benomil 50%
(Benlate) dengan konsentrasi 500 ppm selama 30 detik untuk mencegah
kerusakan akibat mikroorganisme. Setelah itu buah dikeringanginkan, kemudian
buah tomat disimpan di atas piring kertas pada suhu 26-28 °C.

Pengamatan
Pengamatan dilakukan tiga hari sekali dimulai dengan hari ke-0, 3, 6, 9,
12, 15, 18, 21, 24 HSP. Beberapa peubah yang diamati pada penelitian ini adalah
peubah fisik dan kimia.

13

Kekerasan pada buah diukur dengan menggunakan alat penetrometer dan
dilakukan sebanyak tiga kali yaitu pada bagian ujung, tengah dan pangkal buah.
Perubahan warna pada kulit buah diukur berdasarkan indeks warna kulit buah
(Tabel 1 dan Gambar 3).

Tabel 1. Indeks Skala Warna Buah Tomat
Skor

Indeks skala warna kulit buah tomat

1

Hijau tidak ada warna kuning (6 – 10 hari sebelum semburat, breaker), fase
matang hijau

2

Semburat kuning atau pink awal pada bagian luar ujung buah, fase breaker.

3

10 – 30% warna buah yang nyata kombinasi hijau, kuning, pink, merah,
fase turning.

4

30 – 60% warna permukaan menunjukkan pink atau merah, fase pink.

5

60 – 90% menunjukkan warna pink- merah, fase light red.

6

Lebih dari 90% permukaan menunjukkan warna merah, fase red.

7

Warna merah tua, kulit buah mengkerut, fase lewat masak.

Sumber : Kader, 1992

Gambar 3. Indeks Skala Warna Buah Tomat (Setijorini, 2000)

Susut bobot dihitung sebagai persentase dan dihitung berdasarkan
perbedaan antara bobot awal dengan bobot setelah penyimpanan. Satuan susut
bobot dinyatakan dalam persen (%). Susut bobot dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Bobot awal – Bobot akhir
Susut bobot =

x 100%
Bobot awal

14

Kandungan padatan terlarut total (PTT) diukur dengan menggunakan hand
refractometer. Tomat diblender terlebih dahulu, disaring kemudian cairannya
diteteskan pada prisma refractometer. Skala padatan terlarut total dibaca dalam
satuan °Brix.
Kandungan total asam tertitrasi (TAT) diukur dengan melakukan titrasi.
Cara pengukurannya adalah tomat diblender hingga hancur. Sebanyak 25 g
hancuran tomat disaring dengan kain bersih dan filtratnya dimasukkan ke dalam
gelas piala 100 ml dan diberi aquades secukupnya. Filtrat yang telah diencerkan
disaring kembali menggunakan kertas saring dan filtratnya dimasukkan ke dalam
labu takar 100 ml kemudian diberi air aquades sampai tanda tera. Sebanyak 25 ml
filtrat diambil dengan menggunakan pipet kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 100 ml, diberi indikator phenolphtalein sebanyak dua tetes. Setelah itu
filtrat dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 N sampai terjadi perubahan warna
menjadi merah muda. Kandungan TAT dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:

ml NaOH x N NaOH x fp x BE
Total Asam (mg/100g) =

x 100
Bobot contoh

Keterangan:
fp

: faktor pengencer (100/25)

BE

: bobot ekivalen asam sitrat (64)

Laju respirasi diukur dengan menggunakan cosmotector tipe XP-314.
Sampel buah ditimbang terlebih dahulu kemudian dimasukkan ke dalam wadah
tertutup dengan volume yang sudah diketahui. Buah diinkubasi selama ± 5 jam
untuk mengukur kadar CO2 nya. Laju respirasi dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:

VxK:W
L =

x 1.76
B

15

Keterangan:
L

: Laju respirasi (mg CO2 /kg/jam)

V

: Volume bebas wadah (ml)

K

: Kadar CO2 (%)

W

: Waktu inkubasi (jam)

B

: Bobot bahan (kg)

1.76 : Faktor koreksi untuk konversi ml CO2 ke mg CO2
(suhu 26-28 °C)

Analisis kandungan kalsium dilakukan setelah panen fase breaker pada
bagian daging luar buah tomat dengan menggunakan alat Atomic Absorption
Spectrofotometer. Buah yang digunakan setiap satu satuan percobaan terdiri dari
tiga buah. Bahan tanaman didestruksi dengan campuran asam yaitu HClO 4 , HNO3
dan H2 SO4 dengan perbandingan 6:6:1 sampai larutan jernih dan volume
berkurang setengahnya dan kemudian diangkat serta didinginkan. Selanjutnya
larutan bahan diencerkan ke dalam labu ukur 25 ml dan dikocok. Kadar kalsium
kemudian diukur dengan AAS dengan panjang gelombang ? = 422.7 nm.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Kegiatan penanaman tomat dilakukan pada bulan Januari sampai
April 2006. Penanaman dilaksanakan di dalam rumah plastik pada saat musim
hujan dengan curah hujan bulanan 14 – 21 mm (Tabel Lampiran 3). Curah hujan
tertinggi terjadi pada saat awal penanaman yaitu pada bulan Januari, sedangkan
curah hujan terendah pada bulan Maret. Suhu di dalam rumah plastik berkisar
antara 24 – 25 °C pada siang hari sedangkan malam hari berkisar 16 – 18 °C.
Kelembaban relatif yang terjadi selama penanaman antara 83 – 87 %. Selama
kegiatan penyemaian hingga pemindahan di lapang, tanaman tumbuh dengan baik
dan tidak mengalami gejala serangan hama dan penyakit. Pertumbuhan tanaman
di dalam rumah plastik lebih cenderung tumbuh ke atas (terminal) dibanding
mengalami pembesaran batang (lateral), sehingga keragaan tanaman pada
0 – 2 Minggu Setelah Tanam (MST) terlihat tinggi dan kurus (Gambar 4).
Tanaman tersebut mengalami etiolasi dikarenakan cuaca pada saat 0 – 2 MST
terus mengalami hujan sehingga sinar matahari yang masuk ke dalam rumah
plastik sedikit, namun pertumbuhan tanaman mulai kembali normal pada 4 MST
karena sudah mulai memasuki musim kemarau.

Gambar 4. Kondisi Tanaman (2 MST)
Tanaman mulai memasuki fase generatif pada 4 MST ditandai dengan
munculnya bunga pertama pada beberapa tanaman. Pada saat sama diikuti juga
dengan munculnya beberapa serangan hama dan penyakit. Serangan hama dan
penyakit yang ditemukan masih belum mengganggu pertumbuhan tanaman,

17

namun tetap dilakukan penyemprotan pestisida pada minggu berikutnya agar
serangannya tidak bertambah. Serangan hama yang ditemukan antara lain
Spodoptera litura, Liriomyza huidobrensis (Gambar Lampiran 2) dan belalang,
sedangkan gejala yang ditimbulkan berupa serangan pada daun dalam bentuk
gerekan atau korokan. Gejala hama tersebut menyebabkan aktifitas fotosintesis
pada tanaman berkurang sehingga pertumbuhannya menjadi terganggu.
Serangan penyakit yang terjadi meliputi layu fusarium (Fusarium
oxysporum), Phytopht hora infestans (Gambar Lampiran 2) dan busuk batang.
Gejala yang ditimbulkan pada layu fusarium berupa layunya tangkai daun, dan
selain itu juga pada pangkal batang jika dipotong terdapat warna coklat berbentuk
cincin (Wiryanta, 2002). Penanganan pada tanaman yang terkena gejala layu
fusarium dilakukan dengan cara eradikasi agar tanaman yang terkena penyakit ini
tidak menyebar dan mengenai tanaman di sekitarnya. Pada saat tanaman telah
berbuah dan mendekati umur panen, muncul beberapa serangan hama yaitu
Helicoverpa armigera yang menyerang buah dan Meloidogyne sp. yang
menyerang akar tanaman (Gambar Lampiran 2).
Kerusakan terbesar yang pernah terjadi selama penanaman di dalam
rumah plastik adalah serangan Phytophthora infestans atau disebut juga dengan
nama penyakit busuk daun. Gejala yang ditimbulkan berupa bercak kecil pada
daun berwarna coklat sampai hitam namun bercaknya dapat meluas pada seluruh
daun (Semangun, 1989). Serangan ini juga mengakibatkan beberapa tanaman
contoh mati. Penyakit ini mudah menyerang tanaman dan cepat menularkan pada
tanaman sekitar karena kondisi pada saat penanaman yaitu sering turun kabut dan
angin kencang walaupun berada dalam rumah plastik. Pengendalian yang
dilakukan terhadap gejala serangan Phytophthora infestans dilakukan dengan cara
pembuangan daun yang terserang busuk daun dan selain itu juga dilakukan
penyemprotan fungisida dengan bahan aktif benomil 50% (Benlate) yang lebih
intensif.
Pemberian perlakuan berupa aplikasi CaCl2 pertama dilakukan pada
15 Hari Setelah Anthesis (HSA) atau 7 MST. Beberapa hari setelah penyemprotan
pertama, tangkai, kelopak buah serta daun di sekitar buah menjadi kering
kecoklatan. Perubahan warna tersebut disebabkan oleh pengaruh penyemprotan

18

CaCl2 yang dilakukan, sehingga sel-sel dalam jaringan yang terkena selain buah
mengalami

plasmolisis.

Penye mprotan

berikutnya,

pemberian

perlakuan

dilakukan secara hati- hati dan terarah pada buah agar tid ak terkena jaringan selain
buah, seperti kelopak buah atau daun yang berada di sekitar buah.
Buah dipanen kemudian disimpan dalam ruangan dengan suhu berkisar
24 – 27 °C dengan kelembaban 80 – 90 %. Selama proses penyimpanan,
buah yang terkena serangan penyakit tidak banyak dan selain itu juga dapat
langsung dikendalikan dengan cara disortir kemudian dibuang. Gejala serangan
penyakit selama proses penyimpanan tersebut antara lain busuk buah dan
cendawan. Proses penyortiran juga dilakukan pada saat awal penyimpanan, buah
yang mengalami kerusakan mekanis pada waktu dibawa dari lapang menuju
laboratorium tidak digunakan dalam proses pengamatan.

Kualitas Buah
Kandungan Kalsium
Tabel 2 menunjukkan bahwa kandungan kalsium akibat perlakuan yang
diberikan hanya bertambah sekitar 0.12 hingga 0.73 mg/100g atau 10 sampai 60%
terhadap kontrol. Aplikasi CaCl2 melalui penyemprotan pada saat prapanen tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan kandungan kalsium
(Tabel Lampiran 4), hal ini bisa disebabkan faktor lingkungan seperti waktu
pemberian pestisida yang penyemprotannya berdekatan dengan waktu aplikasi
perlakuan, sehingga CaCl2 tercuci sebelum mamp u diserap oleh buah.
Tabel 2. Rata-rata Kandungan Kalsium dalam Buah pada Aplikasi CaCl2
Perlakuan

Kontrol
CaCl2 0.2M 15 HSA
CaCl2 0.2M 15, 20 HSA
CaCl2 0.2M 15, 20, 25 HSA
CaCl2 0.4M 15 HSA
CaCl2 0.4M 15, 20 HSA
CaCl2 0.4M 15, 20, 25 HSA
Keterangan : HSA = Hari Setelah Anthesis
%
= Persen Terhadap Kontrol

Ca
(mg/100g)

(%)

1.21
1.61
1.33
1.43
1.40
1.63
1.94

33.11
10.30
18.46
16.01
34.85
60.30

19

Warna Kulit
Aplikasi CaCl2 memberikan pengaruh yang nyata untuk warna kulit
buah pada 3, 6, 12 dan 15 HSP, sedangkan pada 9, 18, 21 dan 24 HSP aplikasi
CaCl2 tidak memberikan pengaruh yang nyata (Tabel Lampiran 5). Berdasarkan
pada Tabel 3, pengamatan yang dilakukan pada semua buah yang memiliki
pengaruh nyata, menunjukkan bahwa perlakuan CaCl2 dengan konsentrasi dan
frekuensi yang lebih tinggi yaitu CaCl2 0.4 M 15, 20, 25 HSA selalu
menghasilkan skor warna yang lebih rendah dibandingkan perlakuan yang lain.
Skor warna yang rendah tersebut menunjukkan bahwa aplikasi CaCl2 mampu
menghambat perubahan warna yang terjadi selama masa penyimpanan, dan selain
itu juga memperlihatkan bahwa buah tersebut memiliki umur simpan yang lebih
lama.
Tabel 3. Rata-rata Nilai Warna Kulit Buah Tomat Hasil Aplikasi CaCl2

Perlakuan
Kontrol
CaCl2 0.2 M
15 HSA
CaCl2 0.2 M
15, 20 HSA
CaCl2 0.2 M
15, 20, 25 HSA
CaCl2 0.4 M
15HSA
CaCl2 0.4 M
15, 20 HSA
CaCl2 0.4 M
15, 20, 25 HSA

HSP
12
15
Skor Warna

3

6

9

18

21

24

4.0a

4.9a

5.1

5.4a

5.7a

5.7

5.8

6.0

3.7ab

4.4b

4.7

5.1b

5.2b

5.5

5.6

5.9

3.5abc

4.2b

4.7

4.9c

5.3b

5.4

5.7

5.8

3.3bc

3.9b

4.5

5.0bc

5.2b

5.5

5.6

5.8

3.2c

3.9b

4.5

5.0bc

5.2b

5.4

5.5

5.8

3.4bc

4.2b

4.5

5.1b

5.3b

5.4

5.5

5.7

3.1c

3.8b

4.2

4.8c

4.9c

5.2

5.5

5.7

Keterangan : HSA = Hari Setelah Anthesis
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji Duncan pada taraf 5 %

Proses penyimpanan buah pada 24 HSP menunjukkan bahwa skor
warna paling tinggi adalah pada kontrol yaitu 6 (fase red), sedangkan buah dengan
aplikasi CaCl2 0.2 M berkisar antara 5.8 – 5.9 (fase light red) dan CaCl2 0.4 M
antara 5.7 – 5.8 (fase light red) (Tabel 3). Menurut Kader (1992), buah tomat
dikatakan lewat masak jika memiliki skor warna lebih dari 6 dan mulai

20

mengkerut, hal ini menunjukkan bahwa penyimpanan yang dilakukan pada
penelitian ini masih dapat dilakukan lebih dari 24 HSP terutama buah dengan
aplikasi CaCl2 .
Kelunakan Buah
Kelunakan buah yang tinggi mengindikasikan bahwa buah tersebut
memiliki kualitas yang rendah. Aplikasi CaCl2 pada saat prapanen terhadap
kelunakan buah hanya memberikan pengaruh yang nyata pada 21 HSP (Tabel
Lampiran 6). Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai kelunakan buah paling tinggi
terjadi pada aplikasi CaCl2 0.2 M dengan tiga kali penyemprotan yaitu
7.9 mm/102 g/5 detik. Hasil keseluruhan dari pengamatan menunjukkan
kelunakan buah umumnya mengalami peningkatan, akan tetapi pada 12 hingga
24 HSP nilai kelunakan buah menjadi bersifat fluktuatif (Gambar 5).

Tabel 4. Rata-rata Nilai Kelunakan Buah Tomat Hasil Aplikasi CaCl2
Perlakuan
Kontrol
CaCl2 0.2 M
15 HSA
CaCl2 0.2 M
15, 20 HSA
CaCl2 0.2 M
15, 20, 25 HSA
CaCl2 0.4 M
15HSA
CaCl2 0.4 M
15, 20 HSA
CaCl2 0.4 M
15, 20, 25 HSA

0

3

6

Hari Setelah Panen
9
12
15

18

21

24

5.98

5.65cd

6.15

2.48

3.77

4.95

(mm/102 g/5 detik)
5.93
5.97
6.26

2.64

3.46

4.63

4.98

7.00

5.57

6.95

5.58d

6.63

2.14

2.95

4.68

5.44

5.14

5.84

5.56

7.45ab

5.74

2.28

3.66

4.62

5.95

5.98

5.37

6.38

7.90a

6.29

2.30

3.97

4.92

5.75

5.78

5.99

6.50

6.45bcd

6.80

2.68

3.86

4.98

6.20

6.65

6.56

7.21

7.00abc

6.71

2.88

4.05

4.62

5.93

6.48

5.28

4.94

7.83ab

6.77

Keterangan : HSA = Hari Setelah Anthesis
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji Duncan pada taraf 5 %

21

9
8
T0

mm/102g/5s

7

T1

6

T2

5

T3
4
T4
3

T5

2

T6

1
0
0

3

6

9

12

15

18

21

24

Hari Setelah Panen

Gambar 5. Rata-rata Nilai Kelunakan Buah Tomat Hasil Aplikasi CaCl2
Keterangan : T0 = Kontrol
T1 = 0.2 M 1x aplikasi
T2 = 0.2 M 2x aplikasi
T3 = 0.2 M 3x aplikasi

T4 = 0.4 M 1x aplikasi
T5 = 0.4 M 2x aplikasi
T6 = 0.4 M 3x aplikasi

Total Asam Tertitrasi
Aplikasi CaCl2 terhadap total asam tertitrasi memberikan pengaruh yang
nyata pada pengamatan 0 dan 3 HSP. Tabel 5 menunjukkan nilai total asam
tertitrasi

tertinggi

terjadi

pada

kontrol,

masing- masing

dengan

nilai

315.04 mg/100g dan 327.53 mg/100g. Pengamatan berikutnya pada aplikasi
CaCl2 terhadap kandungan total asam tertitrasi tidak memberikan pengaruh yang
nyata hingga 24 HSP (Tabel Lampiran 7). Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Retnawan (2004), aplikasi CaCl2 0.15 M dan 0.30 M dengan frekuensi satu
hingga tiga kali pada saat prapanen juga tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap nilai kandungan total asam tertitrasi buah tomat.

22

Tabel 5. Rata-rata Nilai Total Asam Tertitrasi Buah Tomat Hasil Aplikasi CaCl2
Perlakuan
Kontrol
CaCl2 0.2 M
15 HSA
CaCl2 0.2 M
15, 20 HSA
CaCl2 0.2 M
15, 20, 25 HSA
CaCl2 0.4 M
15HSA
CaCl2 0.4 M
15, 20 HSA
CaCl2 0.4 M
15, 20, 25 HSA

Hari Setelah Panen
9
12
15

0

3

6

18

21

24

315.04a

327.53a

258.04

(mg/100 g)
266.74 235.08

210.15

247.94

210.21

246.32

303.22a

296.75ab

269.14

210.81

215.47

214.31

240.28

177.02

217.92

241.78c

234.17c

207.31

210.65

183.53

194.52

212.55

202.03

241.01

256.75bc

276.58abc

241.15

237.49

195.72

216.44

203.93

202.76

236.30

289.34ab

251.02bc

217.26

224.15

248.86

238.74

228.64

212.31

240.34

307.25a

304.73ab

251.35

270.51

182.54

195.24

219.04

208.05

211.04

244.99c

260.34bc

223.00

216.41

217.61

211.14

248.11

216.24

217.58

Keterangan : HSA = Hari Setelah Anthesis
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji Duncan pada taraf 5 %

Laju Respirasi
Pengaruh aplikasi CaCl2 terhadap laju respirasi ditunjukkan pada
Tabel 6. Berdasarkan Tabel tersebut dapat diketahui bahwa aplikasi CaCl2 saat
prapanen tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap laju respirasi selama
proses penyimpanan (Tabel Lampiran 8). Buah pada saat awal penyimpanan atau
breaker memiliki nilai laju respirasi rata-rata yang tinggi dan kemudian akan terus
menurun, tetapi pada waktu tertentu yaitu 12 hingga 21 HSP, nilai laju respirasi
meningkat dan akan turun kembali pada saat buah mendekati senescen
(Gambar 6). Tomat merupakan buah klimakterik yang kematangan buahnya
ditunjukkan dengan nilai laju repirasinya pada waktu tertentu meningkat
kemudian menurun. Salah satu faktor kenaikan laju respirasi pada buah yang
terlibat yaitu dipengaruhi oleh produksi etilen (Gambar Lampiran 3) (Belitz and
Grosch, 1999).
Penelitian yang dilakukan oleh Retnawan (2004) menunjukkan bahwa
aplikasi CaCl2 0.15 M dan 0.30 M dengan frekuensi satu hingga tiga kali pada
saat prapanen tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap laju respirasi
selama penyimanan. Pengaruh tidak nyata pada laju respirasi juga dilaporkan pada

23

penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2002) dengan CaCl2 0.1 M dengan
frekue nsi satu hingga tiga kali.
Tabel 6. Rata-rata Nilai Laju Respirasi Buah Tomat Hasil Aplikasi CaCl2
Perlakuan
Kontrol
CaCl2 0.2 M
15 HSA
CaCl2 0.2 M
15, 20 HSA
CaCl2 0.2 M
15, 20, 25 HSA
CaCl2 0.4 M
15HSA
CaCl2 0.4 M
15, 20 HAS
CaCl2 0.4 M
15, 20, 25 HSA

0

3

6

56.70

39.02

39.66

33.19

35.80

37.27

Hari Setelah Panen
9
12
15

18

21

24

(mg CO2 /kg/jam)
21.97
19.33 16.80

10.80

11.10

12.59

20.79

14.26

16.91

18.98

13.41

14.12

15.14

32.48

27.44

16.74

19.18

17.41

16.07

13.61

17.06

33.29

26.37

24.70

14.35

14.32

11.13

18.03

15.04

12.23

40.33

32.54

31.66

21.37

19.01

13.16

16.69

14.64

16.53

33.47

36.63

26.22

22.68

16.47

17.82

10.03

20.77

7.94

36.64

28.53

28.13

20.81

20.80

28.68

20.59

10.58

20.36

Keterangan : HSA = Hari Setelah Anthesis

60

mg CO2/kg/jam

50

T0
T1

40

T2
30

T3
T4

20

T5
T6

10
0
0

3

6

9

12

15

18

21

24

Hari Setelah Panen

Gambar 6. Rata-rata Nilai Laju Respirasi Buah Tomat Hasil Aplikasi CaCl2
Keterangan : T0 = Kontrol
T1 = 0.2 M 1x aplikasi
T2 = 0.2 M 2x aplikasi
T3 = 0.2 M 3x aplikasi

T4 = 0.4 M 1x aplikasi
T5 = 0.4 M 2x aplikasi
T6 = 0.4 M 3x aplikasi

24

Susut Bobot
Pengaruh aplikasi CaCl2 terhadap susut bobot buah ditunjukkan pada
Tabel 7. Aplikasi CaCl2 pada saat prapanen tidak berpengaruh nyata terhadap
susut pada seluruh pengamatan (Tabel Lampiran 9). Nilai susut bobot pada
penelitian ini terus mengalami kenaikan pada semua taraf perlakuan, dan hal
tersebut

menunjukkan

bahwa

CaCl2

yang

diaplikasikan

tidak

mampu

mempertahankan kehilangan bobot selama masa penyimpanan. Buah yang
mengalami kehilangan bobot yang cepat mengindikasikan buah tersebut tidak
mampu disimpan untuk waktu yang relatif lama. Penelitian yang dilakukan
Retnawan (2004) juga menunjukkan bahwa aplikasi CaCl2 prapanen 0.15 M dan
0.30 M dengan frekuensi yang sama tidak menunjukkan pengaruh yang nyata
terhadap susut bobot.
Tabel 7. Rata-rata Nilai Susut Bobot Buah Tomat Hasil Aplikasi CaCl2
Perlakuan

3

Hari Setelah Panen
9
12
15
18

6

21

24

(%)
Kontrol
CaCl2 0.2 M
15 HSA
CaCl2 0.2 M
15, 20 HSA
CaCl2 0.2 M
15, 20, 25 HSA
CaCl2 0.4 M
15 HSA
CaC