commit to user
b. Indikator Responsibilitas
Responsibilitas merupakan indikator yang menunjukkan kesesuaian antara pelaksanaan programkebijakan oleh organisasi publik dengan hukum
dan prosedurperaturan yang ada. Responbilitas disini dilihat dari bagaimana pelaksanan pelestarian Kawasan Cagar Budaya KCB ini dalam
pelaksananya sudah dilakukan sesuai dengan dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar ataupun sesuai dengan kebijakan organisasi,baik
yang eksplisit maupun yang implisit. Dalam pelestarian ini responsibilitas dilihat dari program-program
yang dilakukan oleh Dinas Tata Ruang Kota Surakarta meliputi perlindungan, pengawasan. pemeliharaan dan pemanfaatan dan pengelolaan. Hal ini sesuai
dengan penjelasan yang diberikan oleh bapak Ir. Arif Nurhadi, MM selaku Kabid Konservasi Bangunan Cagar Budaya
“untuk mewujudkan responsibilitas, Dinas Tata Ruang Kota berperan dengan melakukan kegiatan perlindungan, pengawasan, pemeliharaan,
pemanfaatan dan pengelolaan” wawancara 28 Juni 2010
Dari pernyataan di atas, kegiatan yang dilakukan Dinas Tata Ruang Kota Surakarta yaitu kegiatan perlindungan, pengawasan, pemeliharaan,
pemanfaatan dan pengelolaan.
Perlindungan Perlindungan merupakan upaya melindungi Kawasan Cagar Budaya
KCB dari kondisi-kondisi yang mengancam kelestariannya melalui tindakan pencegahan terhadap gangguan, baik yang bersumber dari perilaku manusia,
fauna, flora maupun lingkungan alam. Dalam UU No 25 tahun 1992 pasal 2
commit to user
disebutkan bahwa perlindungan Benda Cagar Budaya BCB dan situs bertujuan melestarikan dan memanfaatkannya untuk memajukan kebudayaan
nasional Indonesia. Selama ini upaya perlindungan yang dilakukan oleh Dinas Tata Ruang
Kota Surakarta adalah dengan menggunakan peraturan undang-undang. Pemerintah telah berusaha melindungi cagar budaya dengan mengeluarkan
UU No 51992. Secara teori UU No 51992 cukup kuat sebagai pelindung cagar budaya yang kita miliki terhadap ancaman kerusakan. Realitas
memperlihatkan kerusakan dan hilangnya banyak cagar budaya yang kita miliki semakin parah. Meskipun Undang-undang tersebut juga menyebutkan
batasan, hak, kewajiban, dan hukumannya bagi orang yang melanggarnya. Namun sampai sekarang masih banyak benda cagar budaya yang dimiliki
oleh bangsa Indonesia hilang dan rusak. Hal ini sesuai dengan penjelasan yang diberikan Ir. Arif Nurhadi, MM selaku Kabid Konservasi Bangunan
Cagar Budaya “perlindungan terhadap kawasan cagar budaya berdasarkan pada
peraturanundang-undang. Di sana sudah komplit bagaimana ketentuannya. Misalnya dalam pemugaran harus memperhatikan
aspek budaya, kalau tidak nanti sudah ada sanksinya sendiri” wawancara tanggal 28 Juni 2010
Kota Surakarta merupakan kota Budaya yang di dalamnya terdapat banyak bangunan cagar budaya. Cagar budaya tersebut tidak hanya dimiliki
oleh pemerintah, tetapi juga masyarakat dan pihak swasta. Hal ini sesuai dengan penjelasan yang diberikan Ir. Arif Nurhadi, MM selaku Kabid
Konservasi Bangunan Cagar Budaya
commit to user
“kepemilikan cagar budaya di Surakarta tidak hanya dimiliki oleh pemerintah saja, tapi banyak juga oleh perorangan. Misalnya rumah-
rumah penduduk yang di permukiman Laweyan dan Baluwarti. Dengan dasar itu sebetulnya upaya untuk melindungi tidak hanya oleh
pemerintah” wawancara tanggal 28 Juni 2010
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa upaya perlindungan terhadap Kawasan Cagar Budaya KCB tidak hanya menjadi tanggung jawab
pemerintah, tetapi juga masyarakat. Hal ini sesuai dengan pasal 13 ayat 1 UU No. 25 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya yang menyebutkan bahwa
setiap orang yang memiliki atau menguasai benda cagar budaya wajib
melindungi dan memeliharanya. Namun yang terjadi di Surakarta menyebutkan bahwa masyarakat masih banyak yang melakukan pelanggaran.
Baik dengan menjualnya ataupun merubah bentuk bangunannya. Faktor ekonomi masih menjadi salah satu faktor yang menyebabkannya. Selain itu
pemahaman masyarakat masih dirasakan kurang. Warga Solo maupun warga Indonesia pada umumnya jika ditanya tentang apa cagar budaya, apa
manfaatnya, apa hak dan kewajiban yang berkaitan dengan cagar budaya itu, bagaimana
hukumannya jika
menghilangkan, merusak
atau memperdagangkannya dengan sengaja. Hanya beberapa pemerhati cagar
budaya yang mungkin mengetahuinya. Hal ini sesuai dengan penjelasan yang diberikan oleh oleh Bapak Supardi, warga Baluwari
“Kalau tentang peraturan cagar budaya tidak tahu. Tahunya kalau ada yang mencuri yang dihukum. Selama ini tidak tidak ada sosialisasi
seperti itu mba” wawancara 12 Juli 2010
Hal senada juga diungkapkan oleh Bapak Dono Warga Kampung Batik Laweyan
commit to user
“wah nd tau, taunya ya laweyan termasuk cagar budaya yang dilestarikan. kalau hal-hal yang lain nd tahu lah. Kerja nyari uang saja
mba buat makan sudah susah” wawancara 12 Juli 2010
Pendapat diatas mendapat tanggapan dari Bapak Dandy, ST selaku Staff Bidang Konservasi bangunan Cagar Budaya
“dalam hal sosialisasi, kami mengakui masih sangat sedikit. Apalagi tentang peraturan cagar budaya. Ini akan menjadi PR kami kedepan
agar masyarakat bisa mengetahuinya” wawancara 14 Juli 2010 Kurangnya sosialisasi mengenai pertauran cagar budaya sangatlah
disayangkan. Hasil minimal dengan tersosialisasikannya tentang keberadaaan Undang-undang cagar budaya itu adalah masyarakat luas akan mengetahui
cagar budaya yang dimilikinya. Dengan begitu masyarakat akan mudah untuk diajak bekerja sama dalam menjaga dan melestarikannya. Masyarakat akan
merasa ikut memiliki dan merasa bertanggungjawab melestarikannya. Selain kurangnya sosialisasi, dalam perlindungan terhadap Kawasan Cagar Budaya
KCB juga diperlukan peraturan daerah. Peraturan daerah perlu untuk segera dibuat dikarenakan jumlah, bentuk,dan macam cagar budaya banyak serta
latar belakang masyarakat yang berbeda, maka di masing-masing daerah diperlukan perundang-undangan lain sebagai pendukung pelaksanaan
Undang-undang tersebut. Hal ini sesuai dengan penjelasan yang diberikan oleh Ir. Arif Nurhadi, MM selaku Kabid Konservasi Bangunan Cagar Budaya
“Memang perda tentang benda cagar budaya di Surakarta belum ada. Sekarang kami masih melakukan pendataan ulang terhadap
bangunanbenda-benda yang usianya di atas 50 tahun. Nanti hasilnya akan dibuat informasi secara elektronik. Jadi siapa saja bisa
melihatnya hanya dengan melihat website. Di web tersebut orang bisa dengan mudah mengetahui informasi-informasi, misalnya alamat dan
denahnya.. Sesudah itu baru disahkan perdanya. Di samping itu pengesahan perda juga menunggu revisi dari UU No. 25 Tahun 1992.
commit to user
Targetnya tahun 2011 perda sudah disahkan” wawancara 28 Juni 2010
Dalam kegiatan perlindungan, responsibilitas Dinas Tata Ruang Kota Surakarta belum optimal. Masih banyaknya bangunan yang tidak terawat dan
berubah fungsinya merupakan bukti bahwa upaya yang dilakukan Dinas Tata Ruang Kota belum optimal. Selain itu, belum adanya peraturan daerah juga
menyebabkan upaya perlindungan yang dilakukan oleh DInas tata Ruang Kota Surakarta belum maksimal..
Pengawasan Dalam hal pengawasan, pemerintah Kota Surakarta juga melakukan
pengawasan perijinan. Pengawasan perijinan dilakukan dengan adanya pengawasan dalam pendirian bangunan baru. Dengan adanya Ijin Mendirikan
Bangunan IMB. Ijin Mendirikan Bangunan IMB diperlukan untuk mendirikan, mengubah, memperbaiki dan atau membongkar bangun-
bangunan di suatu Kawasan Cagar Budaya KCB. Hal ini sesuai dengan penjelasan yang diberikan oleh bapak Ir. Arif Nurhadi, MM selaku Kabid
Konservasi Bangunan Cagar Budaya “Sebelum adanya pembangunan maka pemilik wajib mengurus dan
memperoleh Ijin Mendirikan Bangunan IMB. Apabila tempat tersebut masih termasuk dalam kawasan cagar budaya maka akan
disarankan dalam membangunnya memperhatikan aspek-aspek budaya. Tugas Dinas Tata Ruang Kota sendiri adalah Mengurus
advice PlanningKeterangan rencana Kota” wawancara 28 Juni 2010
Hal senada juga diungkapkan Bapak Supardi, warga Kampung Baluwarti
“iya, IMB memang diperlukan untuk mendirikan, mengubah, memperbaiki dan membongkar bangunan. Dengan memperoleh IMB,
commit to user
maka warga akan mendapatkan kepastian hukum bagi bangunannya.” wawancara 12 Juli 2010
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pengurusan IMB merupakan syarat sebelum mendirikan, mengubah, memperbaiki dan atau
membongkar bangun-bangunan di suatu Kawasan Cagar Budaya KCB. Tujuan dari pengurusan IMB adalah untuk melindungi kepentingan baik
kepentingan pemerintah maupun kepentingan masyarakat yang di tujukan atas kepentingan hak atas tanah. Selain itu dapat menjadi pengontrol
pembangunan kota. Hal ini sesuai dengan penjelasan yang diberikan oleh bapak Dandy ST selaku Staff Bidang Konservasi bangunan Cagar Budaya
“IMB perlu dilakukan ya dengan tujuan agar wilayah Kota Surakarta dapat ditata dengan rapi serta menjamin keterpaduan pelaksanaan
pekerjaan pembangunan perkotaan. Selain itu bagi masyarakat bisa menjadi bukti kepemilikan bangunan yang syah, yang akhirnya akan
mendapatkan keamanan” wawancara 14 Juli 2010
Dari hal di atas, dapat disimpulkan bahwa adanya pengawasan dapat bermanfaat untuk tetap menjaga agar Kota Surakarta dapat tetap rapi dan
sebagai bukti kepemilikan bangunan yang syah. Untuk itulah diperlukan pemahaman masyarakat yang dilakukan dengan cara sosialisasi. Pelaksanaan
sosialisasi yang sangat sedikit mengakibatkan banyak masyarakat yang kurang mengetahuinya.
Pelaksanaan sosialisasi yang kurang juga mengakibatkan beberapa bangunan bersejarah yang termasuk dalam Kawasan Cagar Budaya KCB
telah mengalami banyak perubahan seiring dengan perkembangan jaman tanpa memperhatikan kekhasan bangunan bersejarah yang telah ada. Secara
fisik, perubahan bangunan tersebut terlihat dari perubahan bentuk bangunan
commit to user
yang lebih mengarah ke bentuk bangunan modern atau penambahan ruang baru dengan memanfaatkan lahan-lahan yang masih kosong. Perubahan
bangunan tersebut tidak bisa dilepaskan dari aspek ekonomi, sehingga memilih mengkomersilkan bangunan tersebut untuk dibuat hal yang lebih
menguntungkan misalnya berdagang daripada untuk mempertahankan ciri khas budaya. Selain itu pertumbuhan penduduk yang sangat pesat juga ikut
memperngaruhi hal tersebut karena semakin memungkinkan untuk melakukan pembangunan.
Dari penjelasan di atas, responsibilitas Dinas Tata Ruang Kota dalam pelaksanaan pengawasan kurang baik. Sebagai instansi yang mempunyai
tugas untuk menerbitkan Ijin Mendirikan Bangunan kepada masyarakat,Dinas tata Ruang Kota masih kecolongan karena masih banyaknya pihak-pihak
yang mendirikan bangunanmerubah fungsi bangunan tanpa diketahui oleh pihak dinas.
Pemeliharaan Pemeliharaan merupakan upaya untuk melestarikan Benda Cagar
Budaya BCB dari kerusakan yang diakibatkan oleh manusia dan alam. Pemeliharaan terhadap Kawasan Cagar Budaya KCB di Surakarta dilakukan
dengan pemugaran. Pemugaran merupakan serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk memperbaiki bangunan yang telah rusak dengan
mempertahankan keasliannya, namun jika diperlukan dapat ditambah dengan perkuatan strukturnya. Keaslian yang harus diperhatikan dalam pemugaran
mencakup keaslian bentuk, bahan, tehnik pengerjaan, dan tata letak. Hal ini
commit to user
sesuai dengan penjelasan yang diberikan oleh Ir. Arif Nurhadi, MM selaku Kabid Konservasi Bangunan Cagar Budaya
“dalam melakukan pemeliharaan Kawasan Cagar Budaya KCB kita lakukan dengan pemugaran. Pemugaran tersebut dilakukan dengan
hati-hati untuk menjaga keasliaanya baik itu keaslian bentuknya, bahannya, tehnik pengerjaannya maupun tata letaknya. Kalau bisa asli
kecara keseluruhan memang sulit, diusahakan semirip mungkin” wawancara 28 Juni 2010
Pernyataan senada juga disampaikan oleh Bapak Alpha selaku pengurus Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan FPKBL
“upaya pelestarian di Laweyan tidak bisa sembarangan. Tidak asal bangun, tapi juga memperhatikan aspek sejarahnya. Perlakuannya
harus hati-hati” wawancara 7 Juli 2010
Dari hasil wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam pemugaran Kawasan Cagar Budaya KCB diperlukan perhatian yang khusus.
Pemugaran tidak dapat dilaksanakan secara semena-mena terkait begitu pentingnya Kawasan Cagar Budaya KCB tersebut untuk mengetahui sejarah
suatu kota dan sebagai ciri khas kota. Karena merupakan bangunan bersejarah, maka dalam pelestariannya harus dijaga keasliaannya, baik
keaslian bentuk, bahan, tehnik pengerjaan maupun tata letaknya dengan memperhatikan nilai sejarah, arsitektur, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Penjelasan tentang keaslian tersebut dapat dijelaskan : 1. Keaslian Bentuk
Keaslian bentuk bangunan harus dikembalikan berdasarkan bukti- bukti yang ditemukan antara lain foto-foto lama, dokumen tertulis, saksi
hidup, atau studi teknis. 2. Keaslian Bahan
commit to user
a. Dalam pemugaran bahan bangunan yang harus digunakan adalah bahan asli dan harus dikembalikan ke tempatnya semula
b. Apabila bahan bangunan mengalami rusak ringan maka harus dilakukan perbaikan dan pengawetan sehingga dapat digunakan
kembali c. Apabila telah rusak berat atau hilang, maka dapat diganti dengan
bahan baru. Bahan pengganti harus sama, baik jenis maupun kualitasnya. Namun bila bahan baru sulit untuk didapatkan taupun
sudah tidak ada lagi maka harus digunakan bahan yang semirip mungkin dengan yang asli.
3. Keaslian Tata Letak d. Tata letak bangunan harus dipertahankan dengan lebih dahulu
melakukan pemetaan e. Keletakan komponen-komponen bangunan seperti hiasan, arca, dan
lain-lain harus dikembalikan ke tempat semula. 4. Keaslian Teknologi Pengerjaan
Keaslian teknologi pengejaan dengan bahan asli maupun baru harus tetap dipertahankan. keaslian teknologi ini antara :
f. Teknologi pembuatan
g. Teknologi konstruksi 5. Nilai sejarahnya
Setiap bangunan yang terdapat dalam Kawasan Cagar Budaya KCB akan menyimpan nilai sejarah baik yang berkaitan tentang
commit to user
persatuan, cinta tahan air, perjuangan, dll. Sehingga dalam pemugaran harus memperhatikan nilai sejarah tersebut. Berdasarkan prinsip-prinsip
di atas, maka perlu dipahami bahwa pemugaran bukan merupakan pekerjaan pembangunan atau pembuatan bangunan, melainkan pekerjaan
perbaikan dan pengawetan. Dalam melakukan pemugaran, dapat dilakukan dengan cara
preservasi, rehabilitasi, rekonstrukasi dan revitalisasi. Hal ini sesuai dengan lampiran II dalam Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat ii
Surakarta Nomor : 646116I1997 tentang Penetapan Bangunan-Bangunan dan Kawasan Kuno Bersejarah di Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta
yang Dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya. Penjlasan dari keempat hal tersebut adalah sebagai berikut:
Preservasi yaitu : Pelestarian suatu bangunan kunobersejarah seperti keadaan aslinya tanpa
adanya perubahan, termasuk
upaya mencegah dan
menangkal penghancuran. Preservasi biasanya dilakukan pada bangunan yang
mempunyai nilai kultural yang tinggi. Dilakukan dengan cara penggantian elemen bangunan yang rusaklapuk ataupun dengan mengadakan
perawatan secara rutin misalnya pengecetan bangunan secara rutin. Rehabilitasi yaitu :
Pengembalian suatu bangunan kunobersejarah ke keadaan semula, dengan menghilangkan tambahan dan memasang komponen asli semula tanpa
menggunakan bahan lama maupun bahan baru. Rehabilitasi biasanya
commit to user
dilakukan untuk memperbaiki bangunan yang mempunyai tingkat kerusakan kecil.
Rekonstruksi yaitu : Pengembalian suatu bangunan kunobersejarah semirip mungkin dengan
keadaan semula, baik menggunakan bahan lama maupun bahan baru. Rekontruksi dilakukan pada bangunan yang telah rusak atau runtuh untuk
dibangundisusun kembali. Dalam hal ini boleh menggunakan bahan- bahan bangunan yang baru tapi harus disesuaikan dengan bahan aslinya.
Revitalisasi atau adaptasi, yaitu : Merubah fungsi yang lebih sesuai, tanpa melakukan perubahan
menyeluruh atau hanya mengakibatkan dampak sekecil mungkin. Revitalisasi bisa juga diartikan sebagai upaya untuk mendaur ulang
kawasan dengan tujuan untuk memberikan vitalitas baru, meningkatkan vitalitas yang ada, atau menghidupkan kembali vitalitas yang pernah ada
namun telah memudar sehingga mempunyai nilai sosial dan ekonomi yang lebih tinggi.
Hal ini sesuai dengan penjelasan yang diberikan oleh Ir. Arif Nurhadi, MM selaku Kabid Konservasi Bangunan Cagar Budaya
“kegiatan yang dilakukan oleh Dinas Tata Ruang Kota dalam melakukan Konservasi terhadap Kawasan Cagar Budaya sesuai
dengan keadaannya. Bisa dilakukan dengan cara preservasi, rehabilitasi, rekontruksi, dan revitalisasi” wawancara 28 Juni 2010.
Pendapat senada juga diungkapkan oleh Bapak Dandy, ST selaku
Staff Bidang Konservasi bangunan Cagar Budaya
commit to user
“untuk konservasi kegiatan yang dilakukan kita mengacu pada 1 Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surakarta No.
646116I1997 tentang Penetapan Bangunan-Bangunan dan Kawasan Kuno Bersejarah.yaitu dengan preservasi, rehabilitasi, rekonstruksi,
dan revitalisasi” wawancara tanggal 14 Juli 2010 Setiap Kawasan Cagar Budaya KCB diperlukan perlakuan yang
berbeda-beda. Seperti terlihat dalam tabel di bawah ini Tabel 4.1
DAFTAR BANGUNAN KUNO DAN KAWASAN BERSEJARAH DI KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA
YANG DILINDUNGI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA
No Nama Obyek
Jenis Obyek Alamat
Bentuk Konservasi
1 Keraton Kasunanan
Kawasan Tradisional
Baluwarti Surakarta
Preservasi Rehabilitasi
Rekonstruksi Revitalisasi
2 KeratonPura
Mangkunegaran Kawasan
Tradisional Kel. Keprabon
RW I Surakarta Preservasi
Rehabilitasi Rekonstruksi
Revitalisasi 3
Lingkungan Permahan Baluwarti
Kawasan Tradisional
Baluwarti Surakarta
Rekonstruksi Revitalisasi
4 Lingkungan
Perumahan Laweyan Kawasan
Tradisional Barat Laweyan
Surakarta Rekonstruksi
Revitalisasi Sumber : Lampiran 1 Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II
Surakarta No. 646116I1997 tentang Penetapan Bangunan-Bangunan dan Kawasan Kuno Bersejarah.
Upaya pemeliharaan yang telah dilakukan Dinas Tata Ruang Kota Surakarta dalam kurun waktu 2006-2009 antara lain revitalisasi Kampung
commit to user
Baluwarti. Revitalisasi kampung Baluwarti dilakukan untuk menambah vitalitas sebagai kampung wisata budaya. Revitalisasi tersebut antara lain
dengan perbaikan taman, dan gapura untuk menambah ke khasan sebagai tempat wisata budaya. Hal ini sesuai dengan penjelasan yang diberikan oleh
bapak Ir. Arif Nurhadi, MM selaku Kabid Konservasi Bangunan Cagar Budaya
“untuk Baluwarti kita melakukan revitalisasi. Revitalisasi tersebut antara lain dengan pembuatan taman, perbaikan jalan, garura. Hal
tersebut dilakukan mengingat Baluwarti sebagai kampung Wisata Budaya. Dengan tersedianya vasilitas publik seperti itu, maka akan
meningkatkan vitalitas kampung tersebut” wawancara 28 Juni 2010 Hal senada juga diungkapkan oleh bapak Supardi, warga Kanpung
Baluwarti “memang benar di Baluwarti telah dilakukan beberapa perbaikan
vasilitas misalnya saja dengan pembuatan taman, penambahan penulisan jawa hal tersebut dilakukan untuk mengangkat seni budaya
dan meningkatkan ekonomi masyarakatnya” wawancara 12 Juli 2010
Selain di Baluwarti hal yang sama juga dilakukan di Kampung Batik Laweyan. Pada revitalisasi Laweyan tahap pertama dibangun berbagai
fasilitas seperti shelter, ornament, lampu hias, papan informasi, pagar tanaman di berbagai penjuru Laweyan. Hal tersebut dilakukan untuk
memperindah dan menghijaukan Laweyan menuju terbentuknya wisata batik yang asri dan elok. Selain itu juga dilakukan rekonstruksi terhadap 30 rumah
kuno. Namun sayang dalam pelaksanaannya tidak berjalan sesuai dengan harapan. Hal ini sesuai dengan penjelasan yang diberikan oleh bapak Alpha
selaku pengurus Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan FPKBL
commit to user
“dalam renovasi terhadap 30 rumah tersebut terdapat perbedaan orientasi antara pihak pemerintah dan masyarakat. Pemerintah
melakukan upaya pelestarian tersebut dengan manajemen hasil. Seharusnya ya harus memperhatikan prosesnya juga. Tidak selalu
berorientasi dengan hasil. Pengerjaannya terkesan sak-sak’e. masyarakat ada yang tidak puas, karena tidak seperti apa yang
diharapkan hasilnya” wawancara 7 Juli 2010
Menanggapi hal tersebut, bapak Dandy ST selaku Staff Bidang Konservasi bangunan Cagar Budaya mengatakan
“untuk revitalisai laweyan tahap pertama tersebut dianggarkan dari APBD 2007. Dalam pengerjaannya kita tetap melakukan pengawasan
dan evaluasi tapi kalau hasilnya kurang memuaskan karena dana yang ada tersebut dicukup-cukupkan” wawancara 14 Juli 2010
Selain Baluwarti dan Laweyan, Kawasan Keraton Kasunanan juga mengalami perbaikan. Bangunan yang diperbaiki adalah masjid Agung
Surakarta. Masjid agung Surakarta merupakan masjid kerajaan Kasunanan yang termasuk dalam benda cagar budaya. Perbaikanrekonstruksi tahap
pertama tahun 2006 dilakukan untuk merenovasi bangunan induk yang masing-masing berada pada empat konstruksi fondasi saka yang sudah rusak
berat. Sementara konstruksi atap di bangunan utama juga rusak dan sudah melengkung, balok bangunan rusak, kuda-kuda patah. Untuk bagian
Pawastren, kondisi atap dan tiang rusak. Hal ini sesuai dengan penjelasan yang diberikan oleh bapak Ir. Arif
Nurhadi, MM selaku Kabid Konservasi Bangunan Cagar Budaya “di keratonnya sendiri sudah lama kami tidak ada perbaikan. Terakhir
kalau tidak salah perbaikan bangunan yang terbakar. Untuk yang baru- baru ini perbaikannya di Masjid Agung dan di alkidnya” wawancara
tanggal 28 Juni 2010”
Pendapat senada juga disampaikan oleh KGPH Puger selaku pengurus Keraton Kasunanan Surakarta
commit to user
“untuk bantuan perbaikan dari pemerintah kepada kawasan keraton yang baru-baru saja adalah perbaikan bangunan utama di masjid
agung. Perbaikan tersebut tahun 2006. Kalau untuk bangunan keratonnya juga pernah tapi sudah lama. Pemerintah juga memberikan
subsidi tiap bulannya, tapi jumlahnya jauh dari cukup untuk pemeliharaan. Pemeliharaan kan bukan hanya bangunannya saja tapi
juga sumber daya manusianya juga”wawancara 14 Juni 2010
Selain perbaikan Masjid Agung Surakarta, Kawasan alun-alun selatan juga mengalami perbaikan antara lain dengan pemasangan lampu dan
pemasangan paving yang bermotif keraton. Hal ini sesuai dengan penjelasan yang diberikan oleh bapak Rudi Prasetyo
“pemasangan lampu dan paving bermotif keraton itu baru-baru saja dilakukan. Tahun 2009an. Dananya berasal dari pemerintah.
wawancara 5 Agustus 2010
Hal berbeda dialami oleh Pura Mangkunegaran. Renovasi terhadap salah satu Kawasan Cagar Budaya KCB ini baru dilakukan tahun 2010. Hal
ini sesuai dengan penjelasan yang diberikan oleh bapak Ir. Arif Nurhadi, MM selaku Kabid Konservasi Bangunan Cagar Budaya
“untuk wilayah mangkunegaran pemugaran baru dilaksanakan tahun 2010. Pemugaran tersebut dilakukan di bagian inti yang telah
mengalami kerusakan. Selain itu, juga perbaikan di bagian pamedannya. ” wawancara 28 Juni 2010
Pendapat senada juga diungkapkan oleh bapak Rully selaku abdi dalem Pura Mangkunegaran
“Mangkunegaran baru tahun ini mengalami perbaikan makanya banyak bangunan yang rusak kaya atap-atapnya ada yang bocor.
Untuk yang tahun ini saya sudah melihat desainnya” wawancara tanggal 18 Agustus 2010
Pemugaran Mangkunegaran yang semula merupakan proyek pemerintah kota Surakarta, kemudian dialihkan menjadi tanggung Jawab
Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala BP3 Jateng.
commit to user
Pemanfaatan dan pengelolaan Pemanfaatan Kawasan Cagar Budaya KCB merupakan suatu upaya
memberdayakan kawasan sebagai asset budaya untuk berbagai kepentingan. Pemanfaatan termasuk salah satu dari kegiatan pelestarian yang dilakukan
oleh Dinas Tata Ruang Kota Surakarta. Hal ini sesuai dengan penjelasan yang diberikan oleh bapak Dandy, ST selaku Staff Bidang Konservasi bangunan
Cagar Budaya “pemanfaatan Kawasan Cagar Budaya perlu untuk dilakukan.
Percuma saja kalau renovasi dan pemugaran yang dilakukan tapi tanpa ada pemanfaatannya. Nanti bisa-bisa tidak terawat lagi” wawancara
14 Juli 2010
Sebelumnya, pernyataan yang sama disampaikan oleh KGPH Puger selaku pengurus Keraton Kasunanan Surakarta
“harusnya kan keraton ini dirawat dengan baik, kerusakan-kerusakan diperbaiki lagi. Kalau Keratonnya terawat kan minat wisatawan untuk
datang kan lebih tinggi. Pendapatan Asli Daerah PAD juga lebih tinggi” wawancara 14 Juni 2010
Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan, bahwa pemanfaatan Kawasan Cagar Budaya KCB diperlukan karena akan sia-sia suatu obyek
KCB dilestarikan apabila tidak dimanfaatkan untuk kepentingan umum. Dengan demikian suatu program kerja harus dapat mewujudkan out put, out
come, benefit, dan impactnya, sehingga kinerja suatu lembaga dapat diukur keberhasilannya.
Pemanfaatan yang paling nyata dalam pelestarian Kawasan Cagar Budaya KCB adalah digunakan untuk tempat pariwisata atau yang lebih
dikenal dengan wisata budaya. Peninggalan masa lalu yang terdapat di kawasan Keraton Kasunanan, Pura Mangkunegaran, Baluwarti dan Kampung
commit to user
Batik Laweyan merupakan fenomena yang unik, menarik, dan berharga untuk dijadikan sebagai salah satu tempat tujuan wisata. Hal ini sesuai dengan
penjelasan yang diberikan oleh bapak Dandy, ST selaku Staff Bidang Konservasi bangunan Cagar Budaya
“bangunan kuno-kuno yang terdapat di Kawasan Cagar Budaya sangat menarik untuk dikunjungi, bangunannya unik-unik. bisa juga
diabadikan lewat foto atau yang lain. Ya selain banyak memori sejarah bisa juga menginspirasi seniman buat berkarya dan
berkretifitas” wawancara 14 Juli 2010
Sebelumnya, KGPH Puger selaku pengurus Keraton Kasunanan Surakarta juga menyampaikan hal yang senada
“iya, ada masyarakat yang kekeraton Kasunanan dengan membawa kamera. Tujuannya refresing dan mencari bangunan bersejarah yang
bagus untuk difoto” wawancara 14 Juni 2010
Obyek wisata budaya apabila dikelola dan dirawat secara baik, dari segi ekonomi juga sangat menguntungkan yaitu dengan adanya peningkatan
pendapatan daerah dari sektor pariwisata. Pendapatan masyarakat di sekitar obyek Kawasan Cagar Budaya KCB juga meningkat. Sehingga pada
akhirnya pemberdayaan masyarakat juga semakin baik. Hal ini sesuai dengan penjelasan yang diberikan oleh Ir. Arif Nurhadi, MM selaku Kabid
Konservasi Bangunan Cagar Budaya “kita bekerjasama dengan pihak lain untuk promosi pariwisata di
Surakarta. Tujuannya biar banyak masyarakat yang tahu dan tertarik untuk berkunjung di Solo. Dengan begitu sama-sama menguntungkan.
Pemerintah Pendapatan Asli Daerah PAD nya meningkat, masyarakat ekonominya juga meningkat” wawancara 28 Juni 2010
Pendapat di atas dibenarkan oleh bapak Alpha selaku pengurs Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan FPKBL
commit to user
“dulu industri batik di Laweyan sempat mengalami kevakuman. Kamudian berkat kesadaran dari masyarakat, industri ini bangkit lagi.
Kemudian ditambah beberapa fasilitas penunjang lain ya sehingga bias terkenal lagi seperti sekarang. Produksi batik bisa meningkat.
Ekonomi masyarakt otomatis juga semakin baik” wawancara 7 Juli 2010
Pendapat senada juga disampaikan oleh bapak Supardi warga Baluwarti
“Baluwarti kan merupakan kota wisata budaya. Sebagai wisata budaya, beberapa fasilitas publik mengalami perbaikan. Disini
wisatawan dapat melinat kesenian-kesenian khas solo. Banyak sanggar-sanggar yang ada, sanggar tari, gamelan.” wawancara 12 Juli
2010
Selain dimanfaatkan sebagai tempat wisata, Kawasan Cagar Budaya KCB juga dimanfaatkan untuk pendidikan khususnya bagi pelajargenerasi
muda. Dengan berkunjung ke tempat wisata budaya, pelajar bisa mengetahui sejarahnya, sehingga akan menimbulkan rasa bangga terhadap kebersaran
budaya bangsa. Hal ini sesuai dengan penjelasan yang diberikan oleh bapak Ir. Arif Nurhadi, MM selaku Kabid Konservasi Bangunan Cagar Budaya
“dengan berwisata ke wisata budaya, para generasi muda bisa mengetahui tentang sejarah, misalnya saja tentang sejarah perjuangan.
Kalau tau sejarahnya kan, bisa bangga sehingga juga akan ikut menjaga kebudayaannya itu sendiri. wawancara 28 Juni 2010
Pendapat senada juga disampaikan oleh bapak Alpha selaku pengurus Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan FPKBL
“Kampung Batik pada saat-saat tertentu juga dikunjungi oleh rombongan masyarakatpelajar. Tidak hanya wilayah Surakarta saja,
tapi juga luar Surakarta. Di sini juga ada pemandunya yang akan menjelaskan tentang sejarahnya dan dilanjutkan proses membatik.
Masyarakatpelajar bisa belajar langsung membatik. Jadi masyarakat bisa mengerti dan bangga sehingga diharapkan juga ikut
melestarikannya” wawancara 7 Juli 2010
commit to user
Dari berbagai pendapat di atas, pemanfaatan terhadap Kawasan Cagar Budaya KCB mempunyai arti yang penting bagi kelestariannya di masa
yang akan datang. Pemanfaatan dilakukan dengan menjadikannya sebagai obyek wisata budaya yang pada akhirnya akan meningkatkan Pendapatan
Asli Daerah PAD, meningkatkan pemberdayaan masyarakat, dan dapat dimanfaatkan untuk pendidikan. Tugas Dinas Tata Ruang Kota dalam
pemanfaatan Kawasan Cagar Budaya dengan berperan aktif dalam fasilitasi. Fasilitasi dilakukan dengan pembangunan sarana publik. Hal ini sesuai
dengan penjelasan yang diberikan oleh bapak Ir. Arif Nurhadi, MM selaku Kabid Konservasi Bangunan Cagar Budaya
“DTRK memfasilitasi dengan pembangunan sarana publik. Seperti yang di Laweyan, dengan pembangunan jalan, papan pengumuman,
gazebo. Biar masyarakat yang berkunjung merasa nyaman. Selain itu,pemerintah juga membantu dalam promosinya.” wawancara
tanggal 28 Juni 2010
Sedangkan untuk pengelolaan Kawasan Cagar Budaya dikelola oleh pemilik. Hal ini sesuai dengan penjelasan yang diberikan oleh Ir. Arif
Nurhadi, MM selaku Kabid Konservasi Bangunan Cagar Budaya “untuk pengelolaan, biasanya dikelola sendiri. Misalnya Keraton
Kasunanan, udah ada pengurusnya. Yang mengelola secagar keseluruhan ya pengurusnya tersebut. Di Mangkunegaran juga seperti
itu” wawancara 28 Juni 2010
Sebelumnya, KGPH Puger selaku pengurus Keraton Kasunanan Surakarta juga menyampaikan
“keraton kan seperti negara, jadi mempunyai abdi dalem-abdi dalem. Yang mengelola ya abdi dalem tersebut. Setiap abdi dalem sudah
mempunyai tugas masing-masing.” wawancara 14 Juni 2010
commit to user
Dari hasil penjelasan di atas, dapat Dalam hal pemanfaatan terhadap Kawasan Cagar Budaya KCB ,responsibilitas Dinas Tata Ruang Kota
Surakarta dinilai cukup baik. Pemanfaatan yang paling terlihat adalah dengan digunakan sebagai tempat pariwisata. Peran Dinas Tata Ruang Kota dalam
hal pariwisata yaitu dengan memfasilitasi tempat wisata tersebut. Usaha untuk mempromosikannya, Dinas Tata Ruang Kota bekerjasama dengan
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Promosi Kawasan Cagar Budaya tersebut dilakukan dengan pembuatan liflet dan juga dibuat dalam bentuk video.
Selain itu promosi juga dilakukan melalui website Surakarta.go.id. Untuk pengelolaan terhadap Kawasan Cagar Budaya KCB, dikelola oleh
penguruspemilik dengan tetap memperhatikan peraturan yang ada. Dari kegiatan perlindungan, pengawasan, pemeliharaan,pemanfaatan
dan pengelolaan yang dilakukan oleh Dinas Tata Ruang Kota Surakarta dalam pelestarian Kawasan Cagar Budaya KCB selalu beredoman pada UU
No 25 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 063U1995 tentang
Perlindungan dan pemeliharaan BCB dan Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surakarta No. 646116I1997 tentang Penetapan
Bangunan-Bangunan dan Kawasan Kuno Bersejarah. Hal ini sesuai dengan penjelasan yang diberikan oleh bapak Ir. Arif Nurhadi, MM selaku Kabid
Konservasi Bangunan Cagar Budaya
commit to user
“dalam bertindak ya kita sesuai dengan peraturan yang sudah ada. Misalnya, dalam melakukan pemugaran kita mengacu pada peraturan
pemerintah dengan tetap memperhatikan bentuk, bahan, tata letak, pengerjaan, dan nilai
sejarahnya. Bentuk pemugaran
juga memperhatikan bangunannya juga” wawancara tanggal 28 Juni 2010
Pendapat senada juga diungkapkan oleh bapak Dandy ST selaku Staff Bidang Konservasi bangunan Cagar Budaya
“dalam melaksanakan pelestarian, kami mengacu pada peraturan. Disana kan sudah disebutkan bagaimana tentang pemeliharaannya,
pemanfaatannya, pengawetan, perlindungannya. wawancara 14 Juli 2010.
Dari hasil wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan kegiatan pelestarian Kawasan Cagar Budaya Dinas Tata Ruang
Kota tetap berpedonam pada peraturan. Dalam PP No. 101993 tentang penjelasan UU No. 51992 pasal 27 ayat 2 dijelaskan Pemugaran
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dengan memperhatikan keaslian bentuk, bahan, pengerjaan dan tata letak, serta nilai sejarahnya.
Dalam hal pemanfaatan, Dinas Tata Ruang juga mengacu pada peraturan yang berlaku. Dalam Undang-Undang no 5 Tahun 1992 pasal 19
sudah disebutkan bahwa Benda cagar budaya tertentu dapat dimanfaatkan untuk kepentingan agama, sosial, pariwisata, pendidikan, ilmu pengetahuan,
dan kebudayaan. Dan dalam ayat 2 disebutkan Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tidak dapat dilakukan dengan cara atau apabila: a.
bertentangan dengan upaya perlindungan benda cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat 2; b. semata-mata untuk mencari keuntungan
pribadi danatau golongan.
commit to user
Kendala-kendala yang dihadapi dalam proses pelestarian Kawasan Cagar Budaya dapat diselesaikan dengan baik karena hal tersebut sudah
dijelaskan dalam peraturan yang ada. Hal ini sesuai dengan penjelasan yang diberikan oleh bapak Ir. Arif Nurhadi, MM selaku Kabid Konservasi
Bangunan Cagar Budaya. “kendala dalam pelestarian kebanyakan dalam pencarian bahan
bangunan yang sama persis. Tapi hal tersebut bisa diatasi dengan mencarikan bahan yang mirip. Sudah ada pedomannya untuk hal
tersebut.” wawancara tanggal 28 Juni 2010
Selain pencarian bahan bangunan yang persis, kendalan juga ditemui pada saat perencanaan pembangunan. Kurang diketahuinya bentuk asli dari
suatu bangunan membuat Dinas Tata Ruang Kota kesulitan dalam menggambar desainnya. Hal ini sesuai dengan penjelasan bapak Dandy ST
selaku Staff Bidang Konservasi bangunan Cagar Budaya “untuk menggambar desainnya kami mempunyai kesulitan. Untuk
bentuk bangunan yang asli, lokasinya yang tepat dimana kan kami kurang tahu. Yaa, kami cari tahu dulu lewat internet dan kerjasama
dengan warga. Seperti saat di Laweyan dulu, kita kerjasama dengan FPKB” wawancara tanggal 14 Juli 2010
Dari pernyataan di atas,dapat disimpulkan bahwa dalam pelestarian Kawasan Cagar terdapat berbagai macam kendala. Kendala-kendalan tersebut
dapat ditasai dengan berpedoman pada peraturan yang sudah ada dan menyesuaikan dengan kebutuhan.
Dari berbagai hasil wawancara di atas, dalam melestarikan Kawasan Cagar Budaya KCB Dinas Tata Ruang Kota Surakarta selalu berpedoman
pada peraturan yang ada. Namun, secara keseluruhan, responsibilitas Dinas Tata Ruang Kota Surakarta dalam Pelestarian Kawasan Cagar Budaya KCB
commit to user
dinilai belum cukup baik. Hal tersebut ditunjukkan dalam hal perlindungan, pihak Dinas Tata Ruang Kota belum bisa melindungi Kawasan Cagar Budaya
KCB yang ada di Surakarta, dalam hal pengawasan Dinas Tata Ruang Kota masih kecolongan dengan adanya perubahan fungsi bangunan, penambahan
bangunan di Kawasan Cagar Budaya KCB walaupun sudah memberikan pengawasan melalui Ijin Mendirikan Bangunan IMB, dalam hal
pemeliharaan Dinas Tata Ruang Kota sudah melakukan pemugaran di Kawasan Cagar Budaya kecuali di Mangkunegaran. Upaya tersebut belum
mencakup seluruh bangunan dikarenakan pendanaan yang kurang. Dalam hal pemanfaatan dan pengelolaan, responsibilitas Dinas Tata Ruang Kota cukup
baik. Dinas Tata Ruang Kota memenfaatkan Kawasan Cagar Budaya KCB untuk
pariwisata, pendidikan,
kebudayaan, bidang
social yang
pengelolaannya diserahkan kepada pemilik atau pengurus dari masing-masing Kawasan Cagar Budaya KCB.
c. Indikator Akuntabilitas