19 yang mudah untuk mengontrol, tetapi juga waktu makro-konseptual untuk bahan organik
untuk tinggal di reaktor. Dalam rekayasa bio-reaksi, kebalikan dari HRT didefinisikan sebagai tingkat pengenceran, yang jika lebih besar dari laju pertumbuhan sel-sel mikroba
dalam reaktor, mikroba akan dicuci, dan sebaliknya mikroba akan terakumulasi dalam reaktor. Salah satu dari situasi ini dapat mengakibatkan kerusakan biologis dalam
reaktor [41].
2.4.1.6 Alkalinitas
Alkalinitas dalam air limbah dapat dihasilkan dari keberadaan senyawa hidroksida dan karbonat dari kalsium, magnesium, natrium, kalium atau ammonia
memegang peranan penting dalam proses pengkontrolan pH. Tingginya nilai alkalinitas cairan dalam sistem digestasi anaerobik diperlukan untuk meningkatkan kemampuan
netralisasi terhadap asam lemak volatil yang dihasilkan untuk mencegah terjadinya penurunan pH drastis yang dapat bersifat menghambat aktivitas metanogen. Jika
alkalinitas tidak tersedia cukup dalam substrat, maka dapat dilakukan pengurangan laju pembebanan organik atau penambahan bahan kimia. Penambahan senyawa kimia seperti
CaOH
2
dan Na
2
CO
3
dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai pH dan alkalinitas larutan perlu dilakukan pada substrat dengan kadar alkalinitas di bawah 1000 mgL
CaCO
3
. Peningkatan nilai alkalinitas akan menghasilkan peningkatan laju metanogenesis yang selanjutnya berakibat pada perbaikan dalam reduksi COD [42].
2.5 ANALISA EKONOMI
Pada penelitian ini dilakukan analisa ekonomi yang sederhana terhadap proses asidogenesis LCPKS pada temperature 45
o
C dengan produk yang diharapkan berupa VFA yang pada tahapan berikutnya dapat dikonversi menjadi biogas. Maka pada
penelitian ini yang dikaji adalah jumlah VFA yang akan dikonversi menjadi biogas pada proses digestasi anaerobik dua tahap. Beberapa penelitian yang berhasil menghitung
volume biogas dari VFA ditunjukkan pada Tabel 2.6.
20 Tabel 2.6 Volume Biogas dari Jumlah VFA yang Terbentuk
Pada penelitian ini, total pembentukan VFA diperoleh pada variasi HRT 4 hari tanpa Recycle Sludge dengan jumlah 14.984,32 mgL. Melalui Tabel 2.6 dapat
digambarkan grafik linear seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4 berikut.
Gambar 2.4 Konversi Total VFA menjadi Biogas [57, 58, 59] Gambar 2.4 menunjukkan grafik linearisasi pembentukkan biogas dari VFA
dengan persamaan garis lurus: y = 0,0009 x + 0,1043 dengan y merupakan produksi biogas dan x merupakan VFA yang terbentuk. Berdasarkan persamaan tersebut maka
jumlah biogas yang dapat dihasilkan dari total VFA tertinggi pada penelitian ini adalah: y = 0,0009 x + 0,1043
= 0,0009 14.984,32 + 0,1043 = 13,59 liter biogasliter LCPKS hari
= 13,59 m
3
biogasm
3
LCPKS hari
y = 0,0009x + 0,104 2
4 6
8
1000 2000
3000 4000
5000 6000
7000 8000
P ro
du k
si B
io g
a s
lite rlit
er ·ha
ri
Total VFA mgl
Produksi Biogas Linear Produksi
Biogas
Peneliti Total VFA mgL Volume Biogas LL·hari
Ivet Ferrer et al [57] 1.270
0,87 Setiadi et al [13]
19.800 19,8
Ghaly et al [52] 10.250
1,63
21 Ekivalensi 1 m
3
biogas terhadap solar adalah sebesar 0,62 liter [7]. Sehingga =
×
= 8,43 liter solarm
3
LCPKS Harga solar industri adalah Rp 8.200liter [56], sehingga untuk biogas yang dihasilkan
pada proses satu tahap diperoleh keuntungan sebesar: Harga biogas yang dihasilkan =
×
= Rp. 69.126m
3
LCPKS Jika LCPKS yang diolah sebesar 450 m
3
hari, maka keuntungan yang akan diperoleh perhari adalah:
Keuntungan yang diperoleh =
×
= Rp. 31.106.700hari
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Saat ini Indonesia merupakan produsen minyak sawit pertama dunia. Namun demikian, industri pengolahan kelapa sawit menyebabkan permasalahan lingkungan
yang perlu mendapat perhatian, antara lain adalah mesokarp, serat, tempurung, tandan kosong kelapa sawit, dan palm oil mill effluent atau limbah cair pabrik kelapa sawit
LCPKS [1]. LCPKS merupakan limbah cair yang dibuang dari pabrik kelapa sawit sebagai cairan coklat kental pada suhu antara 80
o
C dan 90
o
C dengan pH antara 4 dan 5. Ini merupakan kombinasi dari air limbah yang dihasilkan dan dibuang dari sterilisasi
kondensat 36 dari total LCPKS, air limbah klarifikasi 60 dari total LCPKS dan air limbah hidrosiklon hampir 4 dari total LCPKS [2].
Namun, di sisi lain kandungan organik pada LCPKS sangat tinggi dengan kandungan BOD sebesar 25.000
– 65.714 dan COD sebesar 44.300 – 102.696, sehingga membuat LCPKS menjadi sumber yang baik untuk menghasilkan gas metana melalui
proses anaerobik. Selain itu, LCPKS juga mengandung konstituen biodegradable dengan rasio BOD COD sebesar 0,5 dan ini berarti bahwa LCPKS dapat diurai dengan
mudah menggunakan cara biologis [3]. Perhatian pada menipisnya bahan bakar fosil telah menyebabkan peningkatan kegiatan penelitian pada pengembangan energi
terbarukan seperti produksi biogas. LCPKS sebagai limbah dengan kandungan karbon organik tinggi menjadi sumber yang menjanjikan untuk produksi biogas dan berpotensi
menaikkan sektor energi terbarukan [4]. Berdasarkan Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi ESDM tahun
2012, produksi energi nasional terus mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 4,6 per tahun selama 11 tahun terakhir. Kondisi ini tentunya
perlu menjadi perhatian yang penting, dimana peningkatan produksi energi nasional ternyata tidak diimbangi dengan pertumbuhan konsumsi energi domestik. Sementara itu,