BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Bahan
- Kitosan - NaOH
p.a E.Merck - Glutaraldehida
p.a E.Merck - Asam Asetat
p.a E.Merck - CdCl
2
.H
2
O p.a E.Merck
- Akua steril - Aquadest
3.2. Alat
- Atomic Absorbtion Spectrophotometer AA 7000-F
- Seperangkat alat spektrofotometer FTIR Shimadzu
- Beaker Glass Pyrex
- Erlenmeyer Pyrex
- Gelas Ukur Pyrex
- Spatula - Corong
- Kertas Saring Whatman no.141
- Labu Takar Pyrex
- Neraca Analitik presisi±0,0001g
Mettler - Spatula Kaca
Universitas Sumatera Utara
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Pembuatan Pereaksi 3.3.1.1.Pembuatan Larutan Asetat 5 vv
Sebanyak 5 mL asam asetat glasial dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL,
kemudian diencerkan dengan akua steril sampai garis tanda, dan dihomogenkan.
3.3.1.2.Pembuatan Larutan NaOH 2 M bv
Sebanyak 40 g NaOH pelet dimasukkan kedalam beaker glass. Ditambahkan 500mL aquadest. Lalu diaduk sampai homogen sehingga diperoleh larutan NaOH
2 M.
3.3.1.3. Pembuatan Larutan Glutaraldehida 2.5 dari Glutaraldehida 25
Sebanyak 2,5 ml glutaraldehida dimasukkan kedalam labu takar 100 ml, kemudian diencerkan dengan akua steril sampai garis tanda, dan dihomogenkan.
3.3.2. Pembuatan Kitosan Beadmanik
Sebanyak 2 g dilarutkan kedalam larutan asetat 5 bv dengan ratio 1:40 di dalam beaker glass, lalu diaduk sampai homogen sehingga diperoleh larutan
kitosan, kemudian diteteskan kedalam larutan NaOH 2 M, hingga terbentuk gel. Gel dicuci dengan aquades hingga netral dan dikeringkan.
3.3.3. Pembuatan Ikat Silang Kitosan Dengan Glutaraldehid
Kitosan bead dimasukkan dalam larutan glutaraldehid 2,5 dengan rasio 1,5 ml tiap gram kitosan bead, dibiarkan pada suhu kamar selama 24 jam. Kitosan yang
telah terikat silang kemudian dicuci dengan aquades. Kitosan yang telah dicuci
dimasukkan dalam aseton selama 24 jam hingga kering .
Universitas Sumatera Utara
3.3.4 Pembuatan Larutan Standar Kadmium Cd
2+
3.3.5. Pembuatan Larutan Standar Kadmium Cd
2+
1000 mgL
Sebanyak 0,1475 g kitosan CdCl
2
.H
2
O dimasukkan kedalam beaker glass 250 mL lalu dilarutkan dengan HCl
p
sambil diaduk hingga larut kemudian dimasukkan kedalam labu takar 1000 mL. Setelah itu ditambahkan akuades hingga garis tanda
dan dihomogenkan.
3.3.6. Pembuatan Larutan Standar Kadmium Cd
2+
100 mgL
Sebanyak 5 mL larutan induk Kadmium Cd
2+
1000 mgL dimasukkan kedalam labu takar 50 mL lalu diencerkan dengan akuades sampai batas garis tanda.
3.3.5.1. Pembuatan Larutan Standar logam Kadmium Cd
2+
10 mgL
Sebanyak 5 mL larutan standar 100 mgL dimasukkan kedalam labu takar 50 mL lalu diencerkan dengan akuades sampai batas garis tanda dan dihomogenkan.
3.3.5.2. Pembuatan larutan Standart logam Kadmium Cd
2+
5 mgL
Sebanyak 25 mL larutan standar 10 mgL dimasukkan kedalam labu takar 50 mL lalu diencerkan dengan aquades sampai batas garis tanda dan dihomogenkan.
3.3.5.3. Pembuatan Larutan Seri Standar Kadmium Cd
2+
; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1,0 mgL
Sebanyak 2; 4; 6; 8; dan 10 mL Larutan Cd
2+
dimasukkan kedalam 5 buah labu takar 50 mL kemudian diencerkan dengan aquades hingga garis batas tanda dan
dihomogenkan sehingga diperoleh larutan seri standar 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 mgL.
Universitas Sumatera Utara
3.3.5.4. Pembuatan Kurva standar
Larutan seri standar 0,2 mgL dibuat dengan pH tidak lebih dari 3 kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometer Serpan Atom pada
panjang gelombang spesifik 228,80 nm. Perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali dan dilakukan hal yang sama dengan larutan standar yang lain 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0
mgL.
3.3.5.5 Penentuan Waktu Kontak Optimum pada Kitosan Glutaraldehida
Larutan Standar logam Cadmium 5 mgL dimasukkan kedalam kolom yang telah berisi kitosan glutaraldehida, didiamkan berdasarkan variasi 15, 30, 45, 60 menit,
kemudian dibuka tutup kolom dan ditampung dengan botol vial, kemudian diuji absorbansinya dengan menggunakan SSA.
Universitas Sumatera Utara
3.4. Bagan Penelitian
3.4.1. Pembuatan Pereaksi
3.4.1.1. Larutan asam asetat 5
3.4.1.2.Larutan NaOH 2 M
3..4.1.3.Larutan Glutaraldehida 2,5 dari Glutaraldehida 25
Universitas Sumatera Utara
3.4.2 Pembuatan Kitosan BeadManik Agusnar, 2006
3.4.3 Pembuatan Ikat Silang Kitosan Glutaraldehida Agusnar, 2006
Universitas Sumatera Utara
3.4.4.Pembuatan Kurva Kalibrasi
Catatan
:
Dilakukan prosedur yang sama untuk larutan seri standar 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 mgL
3.4.5 Penentuan Waktu Kontak Optimum pada Kitosan Glutaraldehida
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1. Data Absorbansi Larutan Standar CadmiumCd
Data absorbansi untuk larutan standar Cadmium Cd dapat dilihat pada tabel 4.1 dibawah ini
Tabel 4.1 Data Absorbansi Larutan Standar CadmiumCd No
Konsentrasi mgL Absorbansi Rata-rata
1 2
3 4
5 6
0,2 0,4
0,6 0,8
1,0 0,0022
0,1249 0,2477
0,3660 0,4814
0,5910
Kondisi alat spektrofotometer AA-7000 untuk absorbansi logam Cd dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini:
Tabel 4.2 Kondisi Alat Spektrofotometer AA-7000 pada Absorbansi Cd No
Parameter Logam Cd
1 2
3 4
5 6
7 Comment
Panjang Gelombang nm Lebar Celah nm
Ketinggian Burner mm Tipe nyala
Kecepatan Aliran Gas Pembakar Lmin Kecepatan Aliran Udara Lmin
Flame 228,80
0,7 7,0
Udara-C
2
H
2
1,8 15,0
Universitas Sumatera Utara
4.1.1.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Kurva Kalibrasi untuk Larutan Standar Cd
2+
Data absorbansi yang diperoleh untuk suatu seri larutan standar Cd diplotkan terhadap konsenterasi larutan standar sehingga diperoleh kurva kalibrasi berupa
garis linear seperti pada gambar 4.1 berikut ini:
Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Cd Persamaan garis regresi ini diturunkan dengan metode Least Square,
dimana konsenterasi dari larutan standar dinyatakan sebagai Xi dan absorbansi dinyatakan sebagai Yi seperti pada tabel 4.2 berikut :
Tabel 4.2. Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk Penentuan Konsentrasi Logam Cd Berdasarkan Pengukuran Absorbansi Larutan Standar
Cd
No. Xi
Yi ̅ ̅
̅ ̅
̅ ̅
1
-3 -1,8109
9 3,279359
5,4327
2
0,2 0,1249
-2,8 -1,686
7,84 2,842596
4,7208
3
0,4 0,2477
-2,6 -1,5632
6,76 2,443594
4,06432
4
0,6 0,366
-2,4 -1,4449
5,76 2,087736
3,46776
5
0,8 0,4813
-2,2 -1,3296
4,84 1,767836
2,92512
6
1 0,591
-2 -1,2199
4 1,488156
2,4398
3 1,8109
-15 -9,0545
38,2 13,90928
23,0505
y = 0,5918x + 0,0059 r = 0,9994
0.1 0.2
0.3 0.4
0.5 0.6
0.7
0.2 0.4
0.6 0.8
1 1.2
Konsentrasi Logam Cadmium Cd A
b so
rb a
n si
L o
g a
m C
a d
mi u
m C
d
Universitas Sumatera Utara
Dari persamaan garis regresi dengan metode Least Square tersebut dapat diperoleh nilai konsentrasi rata-rata
̅ dan nilai absorbansi rata-rata ̅ dengan persamaan berikut :
̅ ∑
̅ ∑
Penurunan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis :
Dimana a = slope b = intercept
Harga Slope dan intercept dapat ditentukan dengan menggunakan metode least square sebagai berikut :
∑ ̅ ̅ ∑ ̅
∑ ∑
Maka Persamaan Garis Regresi adalah : Y = 0,5981X + 0,0059
4.1.1.2 Penentuan Koefisien Korelasi
Koefisien korelasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
∑ ̅ ̅ √∑ ̅
̅ √
Universitas Sumatera Utara
4.1.1.3. Persentasi Penurunan Kadar Ion Cadmium Cd
2+
dalam larutan Penentuan Persen Adsorpsi
Persentasi penurunan kadar ion Cd
2+
dalam larutan sebelum dan setelah di adsorpsi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:
Adsorpsi =
Dari data hasil pengukuran yang terdapat pada table 4.3 dan 4.4 maka penentuan waktu kontak dan adsorpsi pada berbagai perlakuan dapat ditentukan sebagai
berikut:
Adsorpsi = =
98,472
Tabel 4.4. Data penurunan kadar ion Cd dan persentase adsorpsi berdasarkan variasi waktu
Waktu Kontak
Menit Konsentrasi mgL
Konsentrasi yang terserap
mgL Persentase
Penurunan Konsentrasi
Sebelum Penambahan
Setelah Penambahan
15 5,0000
0,2586 4,7414
94,828 30
5,0000 0,0764
4,9236 98,472
45 5,0000
0,1401 4,8599
97,198 60
5,0000 0,2106
4,7894 95,788
Universitas Sumatera Utara
4.2. Reaksi-reaksi
4.2.1. Reaksi Ikat Silang Kitosan dengan Glutaraldehida
Mekanisme reaksi ikat silang kitosan bead dengan glutaraldehida dapat dilihat pada gambar 4.2 dibawah ini:
Gambar 4.2. Reaksi Ikat Silang Kitosan dengan Glutaraldehid Osifo et al.,2008
Universitas Sumatera Utara
4.2.2. Reaksi Ikat Silang Kitosan Glutaraldehida dengan Ion Logam Cd
2+
Mekanisme reaksi ikat silang kitosan glutaraldehida dengan ion logam Cd
2+
dapat dilihat pada gambar 4.3. dibawah ini:
Gambar 4.3. Reaksi Kitosan Glutaraldehid dengan Ion Logam Cd
2+
Osifo et al.,2008
Universitas Sumatera Utara
4.3. Pembahasan 4.3.1. Analisa Spektrum FT-IR
Analisa dengan spektroskopi FT-IR ini dapat digunakan sebagai informasi mengenai perubahan gugus yang mengindentifikasi adanya interaksi secara kimia
Spektrum FTIR pada kitosan komersial menunjukkan adanya serapan pada daerah bilangan gelombang cm
-1
: 3425,58 yang merupakan daerah N-H bending dan O-H stretching, pita serapan pada bilangan gelombang 2877,79 untuk daerah
puncak gugus C-H stretching, pita serapan pada bilangan gelombang 1658,78 yang merupakan daerah C=O.
Spektrum FTIR dari kitosan bead menunjukkan adanya serapan pada daerah bilangan gelombang cm
-1
: 3448,72 yang merupakan daerah N-H bending dan O-H stertching, pita serapan pada bilangan gelombang 2924,09 merupakan
daerah C-H stretching, pita serapan pada bilangan gelombang 1635.64 yang merupakan daerah C=O.
Spektrum FTIR ikat silang kitosan dengan glutaraldehida menunjukkan serapan pada daerah bilang gelombang cm
-1
: 2939,52 yang merupakan daerah C-H yang berikatan dengan C=O, pita serapan bilangan gelombang 1566,20
merupakan N-H stretching dan N-H .bending.
Universitas Sumatera Utara
4.3.2 Adsorpsi Ion KadmiumCd
2+
4.4.2.1
.
Penentuan Waktu Kontak Optimum Dengan Menggunakan Kitosan Bead Glutaraldehida
Penentuan kadar logam berat cadmiumCd
2+
dalam larutan standar sebelum dan setelah penambahan kitosan bead glutaraldehida dengan menentukan waktu
kontak optimum dilakukan dengan mengukur nilai absorbansi dan konsentrasi menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom.
Dari hasil penelitian bahwa persentase penurunan konsentrasi ion Cd
2+
pada larutan standar sebelum penambahan kitosan memiliki konsentrasi 5,0000 mgL dan setelah penambahan kitosan bead glutaraldehida konsentrasi
berkurang menjadi, 0,2586; 0,0764; 0,1401; dan 0,2106 dengan variasi waktu kontak 15; 30; 45; dan 60 menit. Dengan kata lain, persentase penurunan
konsentrasi ion Cd
2+
masing- masing 94,828; 98,472; 97,198 dan 95,788.
Dari data tampak bahwa daya serap kitosan yang telah dimodifikasi dengan ikat silang glutaraldehida dapat meningkatkan daya serap terhadap logam
berat, Hai ini disebabkan oleh karena adanya asam lemah encer pada matriks kitosan bead yang menyebabkan gugus -NH
2
kitosan bead memiliki afinitas lebih tinggi dibandingkan kitosan tanpa modifikasi. Afinitas yang dimiliki kitosan bead
menyebabkan kemampuan kitosan bead dalam menyerap logam-logam berat. Agen penautsilang yang digunakan seperti glutaraldehida dapat meningkatkan
proses penjerapan berdasarkan mekanisme reaksi basa schif dimana pasangan elektron bebas pada gugus N akan berikatan kuat dengan logam yang bermuatan
positifmenyumbang 2 elektron dari Cd serta kitosan glutaraldehid dapat diregenerasi dengan pencucian menggunakan reagen seperti H
2
SO
4
sehingga kitosan dapat digunakan kembali.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan : 1. Kitosan limbah kulit udang dapat dimodifikasi menjadi kitosan bead yang
diikatsilang dengan glutaraldehida. 2. Pengaruh waktu optimum terhadap penyerapan dengan metode
perendaman berdasarkan variasi waktu kontak 15; 30; 45; dan 60 menit dengan penurunan konsentrasi 0,2586; 0,0764; 0,1401; dan 0,2106
Dengan persentase penurunan konsentrasi ion Cd
2+
masing- masing 94,828; 98,472; 97,198 dan 95,788. dimana pada proses
perendaman akan terjadi interaksi kimia antar permukaan adsorben kitosan glutaraldehida akan membentur adsorbat ion logam Cd
2+
, namun waktu yang terlalu lama dapat membuat kinerja penyerapan
semakin berkurang. 3. Waktu kontak optimum pada kitosan bead glutaraldehid adalah 30 menit
dengan persentase penurunan 98,472
5.2. Saran
1. Disarankan penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian modifikasi kitosan dengan membuat kitosan nanopartikel yang diikatsilang dengan
agen penautsilang untuk penyerapan pestisida terhadap tanaman pangan. 2. Disarankan penelitian selanjutnya dapat mengembangkan modifikasi
kitosan yang kegunaannya untuk bidang farmasiobat-obatan seperti untuk penurunan kadar kolesterol.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kitin
Kitin merupakan poli 2-asetamido-2-deoksi- β-1 4-D-glukopiranosa dengan
rumus molekul C
8
H
13
NO
5 n
yang tersusun atas 47 C, 6 H, 7 N, dan 40 O. Struktur kitin menyerupai struktur selulosa dan hanya berbeda pada gugus yang
terikat diposisi atom C-2. Gugus pada selulosa adalah gugus hidroksil, sedangkan pada C-2 kitin adalah gugus N-asetil-NHCOCH
3
asetamida. Seperti yang tampak pada gambar 2.1 dibawah ini:
O
R OH
CH
2
OH O
O O
R OH
CH
2
OH O
n
Gambar 2.1. Struktur polimer selulosa R= -OH dan kitin R= -NHCOCH
3
Sugita, 2009 Di alam, kitin dikenal sebagai polisakarida yang paling melimpah setelah selulosa,
kitin umumnya banyak dijumpai pada hewan avertebrata laut, darat, dan jamur dari genus mucor, phycomyces, dan saccharomyces Hirano,1986; Knorr,1991.
Keberadaan kitin di alam umumnya terikat dengan protein, mineral, dan berbagai pigmen. sebagai contoh, kulit udang mengandung 25-40 CaCO
3,
dan 15-20 kitin, tetapi besarnya komponen tersebut masih bergantung pada jenis
udangnyaAltschul,1976. Sebagian besar kelompok Crustacea, seperti kepiting, udang, dan lobster merupakan sumber utama kitin komersial. Di dunia, kitin yang
diproduksi secara komersial 120 ribu ton pertahun. Kitin yang berasal dari kepiting dan udang sebesar 39 ribu ton 32,5dan dari jamur 32 ribu ton26,7
Knorr, 1991
Universitas Sumatera Utara
Spesifikasi Kitin dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1.
Spesifikasi kitin Parameter
Ciri – ciri
Ukuran partikel Serpihan dalam bentuk serbuk
Kadar air ≤ 10,0
Kadar abu ≤ 2,0
N-deasetilasi ≥ 15,0
Kelarutan dalam : - Air
Tidak larut - Asam encer
Tidak larut - Pelarut organik
Tidak larut - LiCl
2
dimetilasetamida Sebagian larut
Enzim pemecah Lisozim dan kitinase
Sugita, 2009
2.2. Kitosan