Analisis dan Karakterisasi Kitosan Bead/Manik dengan Ikatan Silang Glutaraldehida Sebagai Adsorben untuk Menurunkan Kadar Ion Logamcadmium(Cd2+)

(1)

(2)

Lampiran I. Kitosan Bead/Manik


(3)

Lampiran 3. Hasil Adsorbsi Logam Cd dengan Alat Kolom

Lampiran 4. Spektrofotometer Serapan Atom Merk Shimadzu Tipe AA-7000


(4)

(5)

(6)

(7)

DAFTAR PUSTAKA

AksuZ. 2005. Application of Biosorption for The Removal of Organic Pollutants: A review. Process Biochemistry 40: 997-1026.

Altschul, A.M. 1976. New Protein Food. Academic Press Ltd. London

Austin PR. 1988. Chitin Solution and Purification of Chitin. Di dalam Wood WA dan Kellog ST. New York: Biomass Academic Pr.

Bassler. 1986. Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik. Jakarta : Erlangga.

Berger, J., M. Reist, J. M. Mayer, O. Felt, N. A. Peppas, and Gurny, R. 2004. Structure and Interactions in Covalently and Ionically Crosslinked Chitosan Hydrogels for Biomedical Applications. European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics, 57, 19-34.

Connel, D.W. 1995. Kimia Dan Ekotoksilogi Pencemaran . Jakarta: UI-Press. Clark, D.V. 1979. Approach to Atomic Absorption Spectroscopy. Analytic

Chemistry Consultans Pty Ltd. Sidney-Australia

Haswell,S.J. 1991. Atomic Absorption Spectrometry Theory. Design and Application. Amsterdam: Elsevier

Hirano, S. 1986. Chitin and Chitosan. Weinheim. New York.

Indah, L. 2012. Penyediaaan dan Karakterisasi Kitosan Glutaraldehida Sebagai Adsorben Untuk Menentukan Kadar Ion Logam Cu Dengan SSA. Skripsi. Universitas Sumatera Utara: Medan

Johnson, E.L. dan Q.P. Peniston. 1982. Utilization of Shellfish Wastes for Production of Chitin and Chitosan Production. In Chemistry and Biochemistry of Marine Food Product. AVI Publ., Westport Connecticut.

Karthikeyan G, Anbalagan K, Muthulakshmi AN. 2004. Adsorption dynamis and equilibrium studies Antibiotic Delivery. J wiley DOI 10.1002.1260 Khopkar, S.M.2003. Kosep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.


(8)

Kroschwitz, J. 1990. Polymer Characterization and Analysis. Canada : John Wiley & Sons.

Mulja, M, 1995, Water Treatment Principles and Design, New York : John Willey and Sons, Inc.

Martinou, A., Kafetzopoulos, D., Bouriotis, V. 1995. Chitin Deacetylation by Enzymatic Means : Monitoring of Deacetylation Processes. Carbohydrate Research 273 : 235-242

Monteiro, O. A. C., Airoldi, C. 1999. Some Studies of Crosslinking ChitosanGlutaraldehyde Interaction in a Homogeneous System. InternationalJournal of Biological Macromolecules, 26, 119-128.

No HK., and S.P. Meyers. 1989. Isolation and Characterization of Chitin From Crawfish Shell Waste. J Agri Food Chem 37:575-579

Nugroho, A.2006. Bioindikator Kualitas Air. Universitas Trisakti. Jakarta.

Osifo PO ., 2008. The Influence of The Degree of Cross-Linking on The Adsorption Properties of Chitosan Beads. Bioresource Technol 99: 7377-7382

Rao, A. M., van Buren, J. P., Cooley, H. J. 1993. Rheological Changes During Gelation of High-Methoxyl Pectin/Fructosee Disperaions, Effect of Temperature and Ageing. J Food Sci 58(1) : 173-176.

Rohman, A., 2007. Kimia Farmasi Analisis. Jakarta : Pustaka Pelajar

Silverstein, R. M. 1967. Spectrometric Identification of Organic Compounds. New York : John Wiley and Sons.

Shadidi F, Synowiecki J. 1991. Isolation and Characterization of Nutrients and Value Added Products from Snow Crab (Chinoeages opilio) and Shrimp(Pandalus borealis) Processing Discards. J Agric Food Chem 39:1527-1532.

Shu, X.Z. and Zhu, K.J. 2002. Controlled Drug Release Proporties of Ionically Cross-linked Chitosan Beads: The Influence of Anion Structure. International Journal of Pharmaceutcs 233: 217-2245.


(9)

Singh V, Sharma A.K, Tripathi D.N, Sanghi R. 2008. Poly(Methylmetacrylate) Grafted Chitosan : An Efficient Adsorbent For Anionic Azo Dyes. J Hazard Mater doi: 10. 1016/j. Jhatmat. 2008.04.096

Sugita, P. 2009. Kitosan: Sumber Biomaterial Masa Depan. Bogor : IPB Press. Tsigos, I., Martinou, A., Kafetzopoulos, D., Bouriotis, V. 2000. Chitin

Deacetylases : New, Versatile Tools in Biotechnology. TIBTECH 18 : 305-312.

Walsh, A. 2005. Potensi Kitosan dan Sisa Udang Sebagai Koagulan Logam Berat Limbah Cair Industri Tekstil. Jurnal. Surabaya: ITS

Widowati, W, Sastiono, A, Jusuf, R. 2008. Efek Toksik Logam . Yogyakarta Andy Yogyakarta.

Wiyarsi, A, Erfan P, 2008. Pengaruh Konsentrasi Kitosan Dari Cangkang Udang Terhadap Efisiensi Penjerapan Logam Berat. Jurusan Pendidikan Kimia UNY.


(10)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Bahan - Kitosan

- NaOH p.a (E.Merck)

- Glutaraldehida p.a (E.Merck)

- Asam Asetat p.a (E.Merck)

- CdCl2.H2O p.a (E.Merck)

- Akua steril - Aquadest

3.2. Alat

- Atomic Absorbtion Spectrophotometer AA 7000-F - Seperangkat alat spektrofotometer FTIR Shimadzu

- Beaker Glass Pyrex

- Erlenmeyer Pyrex

- Gelas Ukur Pyrex

- Spatula - Corong

- Kertas Saring Whatman no.1/41

- Labu Takar Pyrex

- Neraca Analitik (presisi±0,0001g) Mettler - Spatula Kaca


(11)

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Pembuatan Pereaksi

3.3.1.1.Pembuatan Larutan Asetat 5% (v/v)

Sebanyak 5 mL asam asetat glasial dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, kemudian diencerkan dengan akua steril sampai garis tanda, dan dihomogenkan.

3.3.1.2.Pembuatan Larutan NaOH 2 M (b/v)

Sebanyak 40 g NaOH pelet dimasukkan kedalam beaker glass. Ditambahkan 500mL aquadest. Lalu diaduk sampai homogen sehingga diperoleh larutan NaOH 2 M.

3.3.1.3. Pembuatan Larutan Glutaraldehida 2.5% dari Glutaraldehida 25%

Sebanyak 2,5 ml glutaraldehida dimasukkan kedalam labu takar 100 ml, kemudian diencerkan dengan akua steril sampai garis tanda, dan dihomogenkan.

3.3.2. Pembuatan Kitosan Bead/manik

Sebanyak 2 g dilarutkan kedalam larutan asetat 5% (b/v) dengan ratio 1:40 di dalam beaker glass, lalu diaduk sampai homogen sehingga diperoleh larutan kitosan, kemudian diteteskan kedalam larutan NaOH 2 M, hingga terbentuk gel. Gel dicuci dengan aquades hingga netral dan dikeringkan.

3.3.3. Pembuatan Ikat Silang Kitosan DenganGlutaraldehid

Kitosan bead dimasukkan dalam larutan glutaraldehid 2,5% dengan rasio 1,5 ml tiap gram kitosan bead, dibiarkan pada suhu kamar selama 24 jam. Kitosan yang telah terikat silang kemudian dicuci dengan aquades. Kitosan yang telah dicuci dimasukkan dalam aseton selama 24 jam hingga kering .


(12)

3.3.4 Pembuatan Larutan Standar Kadmium ( Cd2+)

3.3.5. Pembuatan Larutan Standar Kadmium ( Cd2+) 1000 mg/L

Sebanyak 0,1475 g kitosan CdCl2.H2O dimasukkan kedalam beaker glass 250 mL lalu dilarutkan dengan HCl(p) sambil diaduk hingga larut kemudian dimasukkan kedalam labu takar 1000 mL. Setelah itu ditambahkan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.

3.3.6. Pembuatan Larutan Standar Kadmium ( Cd2+) 100 mg/L

Sebanyak 5 mL larutan induk Kadmium ( Cd2+) 1000 mg/L dimasukkan kedalam labu takar 50 mL lalu diencerkan dengan akuades sampai batas garis tanda.

3.3.5.1. Pembuatan Larutan Standar logam Kadmium ( Cd2+ ) 10 mg/L

Sebanyak 5 mL larutan standar 100 mg/L dimasukkan kedalam labu takar 50 mL lalu diencerkan dengan akuades sampai batas garis tanda dan dihomogenkan.

3.3.5.2. Pembuatan larutan Standart logam Kadmium ( Cd2+ ) 5 mg/L

Sebanyak 25 mL larutan standar 10 mg/L dimasukkan kedalam labu takar 50 mL lalu diencerkan dengan aquades sampai batas garis tanda dan dihomogenkan.

3.3.5.3. Pembuatan Larutan Seri Standar Kadmium ( Cd2+ ); 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1,0 mg/L

Sebanyak 2; 4; 6; 8; dan 10 mL Larutan Cd2+ dimasukkan kedalam 5 buah labu takar 50 mL kemudian diencerkan dengan aquades hingga garis batas tanda dan dihomogenkan sehingga diperoleh larutan seri standar (0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 mg/L).


(13)

3.3.5.4. Pembuatan Kurva standar

Larutan seri standar 0,2 mg/L dibuat dengan pH tidak lebih dari 3 kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometer Serpan Atom pada panjang gelombang spesifik 228,80 nm. Perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali dan dilakukan hal yang sama dengan larutan standar yang lain (0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 mg/L).

3.3.5.5 Penentuan Waktu Kontak Optimum pada Kitosan Glutaraldehida

Larutan Standar logam Cadmium 5 mg/L dimasukkan kedalam kolom yang telah berisi kitosan glutaraldehida, didiamkan berdasarkan variasi 15, 30, 45, 60 menit, kemudian dibuka tutup kolom dan ditampung dengan botol vial, kemudian diuji absorbansinya dengan menggunakan SSA.


(14)

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1. Pembuatan Pereaksi

3.4.1.1. Larutan asam asetat 5%

3.4.1.2.Larutan NaOH 2 M


(15)

3.4.2 Pembuatan Kitosan Bead/Manik (Agusnar, 2006)


(16)

3.4.4.Pembuatan Kurva Kalibrasi

Catatan : Dilakukan prosedur yang sama untuk larutan seri standar 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 mg/L

3.4.5 Penentuan Waktu Kontak Optimum pada Kitosan Glutaraldehida


(17)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Hasil Penelitian

4.1.1. Data Absorbansi Larutan Standar Cadmium(Cd)

Data absorbansi untuk larutan standar Cadmium (Cd) dapat dilihat pada tabel 4.1 dibawah ini

Tabel 4.1 Data Absorbansi Larutan Standar Cadmium(Cd)

No Konsentrasi (mg/L) Absorbansi Rata-rata

1 2 3 4 5 6 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 0,0022 0,1249 0,2477 0,3660 0,4814 0,5910

Kondisi alat spektrofotometer AA-7000 untuk absorbansi logam Cd dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini:

Tabel 4.2 Kondisi Alat Spektrofotometer AA-7000 pada Absorbansi Cd

No Parameter Logam Cd

1 2 3 4 5 6 7 Comment

Panjang Gelombang (nm) Lebar Celah (nm) Ketinggian Burner (mm)

Tipe nyala

Kecepatan Aliran Gas Pembakar (L/min) Kecepatan Aliran Udara (L/min)

Flame 228,80 0,7 7,0 Udara-C2H2

1,8 15,0


(18)

4.1.1.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Kurva Kalibrasi untuk Larutan Standar Cd2+

Data absorbansi yang diperoleh untuk suatu seri larutan standar Cd diplotkan terhadap konsenterasi larutan standar sehingga diperoleh kurva kalibrasi berupa garis linear seperti pada gambar 4.1 berikut ini:

Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Cd

Persamaan garis regresi ini diturunkan dengan metode Least Square, dimana konsenterasi dari larutan standar dinyatakan sebagai Xi dan absorbansi dinyatakan sebagai Yi seperti pada tabel 4.2 berikut :

Tabel 4.2. Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk Penentuan Konsentrasi Logam Cd Berdasarkan Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Cd

No. Xi Yi ̅ ̅ ̅ ̅ ̅ ̅

1 0 0 -3 -1,8109 9 3,279359 5,4327

2 0,2 0,1249 -2,8 -1,686 7,84 2,842596 4,7208

3 0,4 0,2477 -2,6 -1,5632 6,76 2,443594 4,06432

4 0,6 0,366 -2,4 -1,4449 5,76 2,087736 3,46776

5 0,8 0,4813 -2,2 -1,3296 4,84 1,767836 2,92512

6 1 0,591 -2 -1,2199 4 1,488156 2,4398

 3 1,8109 -15 -9,0545 38,2 13,90928 23,0505

y = 0,5918x + 0,0059 r = 0,9994

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

Konsentrasi Logam Cadmium (Cd)

A b so rb a n si L o g a m C a d mi u m (C d )


(19)

Dari persamaan garis regresi dengan metode Least Square tersebut dapat diperoleh nilai konsentrasi rata-rata ( ̅ dan nilai absorbansi rata-rata ( ̅ dengan persamaan berikut :

̅ ∑

̅ ∑

Penurunan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis :

Dimana a = slope b = intercept

Harga Slope dan intercept dapat ditentukan dengan menggunakan metode least square sebagai berikut :

∑ ̅ ̅∑ ̅

∑ ∑

Maka Persamaan Garis Regresi adalah :

Y = 0,5981X + 0,0059

4.1.1.2 Penentuan Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

∑ ̅ ̅ √∑ ̅ ̅


(20)

4.1.1.3. Persentasi Penurunan Kadar Ion Cadmium (Cd2+) dalam larutan (Penentuan Persen (%) Adsorpsi)

Persentasi penurunan kadar ion Cd2+ dalam larutan sebelum dan setelah di adsorpsi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:

%

Adsorpsi =

Dari data hasil pengukuran yang terdapat pada table 4.3 dan 4.4 maka penentuan waktu kontak dan % adsorpsi pada berbagai perlakuan dapat ditentukan sebagai berikut:

% Adsorpsi =

=

98,472 %

Tabel 4.4. Data penurunan kadar ion Cd dan persentase adsorpsi berdasarkan variasi waktu

Waktu Kontak (Menit)

Konsentrasi (mg/L) Konsentrasi yang terserap (mg/L) Persentase (%) Penurunan Konsentrasi Sebelum Penambahan Setelah Penambahan

15 5,0000 0,2586 4,7414 94,828 30 5,0000 0,0764 4,9236 98,472 45 5,0000 0,1401 4,8599 97,198 60 5,0000 0,2106 4,7894 95,788


(21)

4.2. Reaksi-reaksi

4.2.1. Reaksi Ikat Silang Kitosan dengan Glutaraldehida

Mekanisme reaksi ikat silang kitosan bead dengan glutaraldehida dapat dilihat pada gambar 4.2 dibawah ini:

Gambar 4.2. Reaksi Ikat Silang Kitosan dengan Glutaraldehid (Osifo et al.,2008)


(22)

4.2.2. Reaksi Ikat Silang Kitosan Glutaraldehida dengan Ion Logam Cd2+

Mekanisme reaksi ikat silang kitosan glutaraldehida dengan ion logam Cd2+ dapat dilihat pada gambar 4.3. dibawah ini:

Gambar 4.3. Reaksi Kitosan Glutaraldehid dengan Ion Logam Cd2+ (Osifo et al.,2008)


(23)

4.3. Pembahasan

4.3.1. Analisa Spektrum FT-IR

Analisa dengan spektroskopi FT-IR ini dapat digunakan sebagai informasi mengenai perubahan gugus yang mengindentifikasi adanya interaksi secara kimia

Spektrum FTIR pada kitosan komersial menunjukkan adanya serapan pada daerah bilangan gelombang (cm-1) : 3425,58 yang merupakan daerah (N-H bending dan O-H stretching), pita serapan pada bilangan gelombang 2877,79 untuk daerah puncak gugus (C-H stretching), pita serapan pada bilangan gelombang 1658,78 yang merupakan daerah (C=O).

Spektrum FTIR dari kitosan bead menunjukkan adanya serapan pada daerah bilangan gelombang (cm-1) : 3448,72 yang merupakan daerah (N-H bending dan O-H stertching), pita serapan pada bilangan gelombang 2924,09 merupakan daerah (C-H stretching), pita serapan pada bilangan gelombang 1635.64 yang merupakan daerah (C=O).

Spektrum FTIR ikat silang kitosan dengan glutaraldehida menunjukkan serapan pada daerah bilang gelombang (cm-1) : 2939,52 yang merupakan daerah (C-H yang berikatan dengan C=O), pita serapan bilangan gelombang 1566,20 merupakan (N-H stretching dan N-H .bending).


(24)

4.3.2 Adsorpsi Ion Kadmium(Cd2+)

4.4.2.1. Penentuan Waktu Kontak Optimum Dengan Menggunakan Kitosan Bead Glutaraldehida

Penentuan kadar logam berat cadmium(Cd2+) dalam larutan standar sebelum dan setelah penambahan kitosan bead glutaraldehida dengan menentukan waktu kontak optimum dilakukan dengan mengukur nilai absorbansi dan konsentrasi menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom.

Dari hasil penelitian bahwa persentase (%) penurunan konsentrasi ion (Cd2+) pada larutan standar sebelum penambahan kitosan memiliki konsentrasi 5,0000 mg/L dan setelah penambahan kitosan bead glutaraldehida konsentrasi berkurang menjadi, 0,2586; 0,0764; 0,1401; dan 0,2106 dengan variasi waktu kontak 15; 30; 45; dan 60 menit. Dengan kata lain, persentase penurunan konsentrasi ion (Cd2+) masing- masing 94,828%; 98,472%; 97,198% dan 95,788%.

Dari data tampak bahwa daya serap kitosan yang telah dimodifikasi dengan ikat silang glutaraldehida dapat meningkatkan daya serap terhadap logam berat, Hai ini disebabkan oleh karena adanya asam lemah encer pada matriks kitosan bead yang menyebabkan gugus -NH2 kitosan bead memiliki afinitas lebih tinggi dibandingkan kitosan tanpa modifikasi. Afinitas yang dimiliki kitosan bead menyebabkan kemampuan kitosan bead dalam menyerap logam-logam berat. Agen penautsilang yang digunakan seperti glutaraldehida dapat meningkatkan proses penjerapan berdasarkan mekanisme reaksi basa schif dimana pasangan elektron bebas pada gugus N akan berikatan kuat dengan logam yang bermuatan positif(menyumbang 2 elektron dari Cd) serta kitosan glutaraldehid dapat diregenerasi dengan pencucian menggunakan reagen seperti H2SO4 sehingga kitosan dapat digunakan kembali.


(25)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan :

1. Kitosan limbah kulit udang dapat dimodifikasi menjadi kitosan bead yang diikatsilang dengan glutaraldehida.

2. Pengaruh waktu optimum terhadap penyerapan dengan metode perendaman berdasarkan variasi waktu kontak 15; 30; 45; dan 60 menit dengan penurunan konsentrasi 0,2586; 0,0764; 0,1401; dan 0,2106 Dengan persentase penurunan konsentrasi ion (Cd2+) masing- masing 94,828%; 98,472%; 97,198% dan 95,788%. dimana pada proses perendaman akan terjadi interaksi kimia antar permukaan adsorben (kitosan glutaraldehida) akan membentur adsorbat (ion logam Cd2+), namun waktu yang terlalu lama dapat membuat kinerja penyerapan semakin berkurang.

3. Waktu kontak optimum pada kitosan bead glutaraldehid adalah 30 menit dengan persentase penurunan 98,472%

5.2. Saran

1. Disarankan penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian modifikasi kitosan dengan membuat kitosan nanopartikel yang diikatsilang dengan agen penautsilang untuk penyerapan pestisida terhadap tanaman pangan. 2. Disarankan penelitian selanjutnya dapat mengembangkan modifikasi

kitosan yang kegunaannya untuk bidang farmasi(obat-obatan) seperti untuk penurunan kadar kolesterol.


(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kitin

Kitin merupakan poli (2-asetamido-2-deoksi-β-(1 4)-D-glukopiranosa) dengan rumus molekul (C8H13NO5)n yang tersusun atas 47% C, 6% H, 7% N, dan 40% O. Struktur kitin menyerupai struktur selulosa dan hanya berbeda pada gugus yang terikat diposisi atom C-2. Gugus pada selulosa adalah gugus hidroksil, sedangkan pada C-2 kitin adalah gugus N-asetil(-NHCOCH3asetamida).

Seperti yang tampak pada (gambar 2.1) dibawah ini:

O

R OH

CH2OH

O O

O

R OH

CH2OH

O *

n

Gambar 2.1. Struktur polimer selulosa (R= -OH) dan kitin (R= -NHCOCH3) (Sugita, 2009)

Di alam, kitin dikenal sebagai polisakarida yang paling melimpah setelah selulosa, kitin umumnya banyak dijumpai pada hewan avertebrata laut, darat, dan jamur dari genus mucor, phycomyces, dan saccharomyces (Hirano,1986; Knorr,1991). Keberadaan kitin di alam umumnya terikat dengan protein, mineral, dan berbagai pigmen. sebagai contoh, kulit udang mengandung 25-40% CaCO3, dan 15-20% kitin, tetapi besarnya komponen tersebut masih bergantung pada jenis udangnya(Altschul,1976). Sebagian besar kelompok Crustacea, seperti kepiting, udang, dan lobster merupakan sumber utama kitin komersial. Di dunia, kitin yang diproduksi secara komersial 120 ribu ton pertahun. Kitin yang berasal dari kepiting dan udang sebesar 39 ribu ton (32,5%)dan dari jamur 32 ribu ton(26,7%) (Knorr, 1991)


(27)

Spesifikasi Kitin dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1. Spesifikasi kitin

Parameter Ciri – ciri

Ukuran partikel Serpihan dalam bentuk serbuk

Kadar air (%) ≤ 10,0

Kadar abu (%) ≤ 2,0

N-deasetilasi (%) ≥ 15,0

Kelarutan dalam :

- Air Tidak larut

- Asam encer Tidak larut

- Pelarut organik Tidak larut - LiCl2/ dimetilasetamida Sebagian larut

Enzim pemecah Lisozim dan kitinase

(Sugita, 2009)

2.2. Kitosan

Kitosan adalah poli-(2-amino-2-deoksi-β-(1 4)-D-glukopiranosa) dengan rumus molekul (C6H11NO4)n yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan juga dijumpai secara alamiah di beberapa organisme. Struktur polimer kitosan dapat dilihat pada gambar (Gambar 2.2.) di bawah ini :

O

NH2

OH CH2OH

O O

O

NH2

OH CH2OH

O

n

Gambar 2.2. Struktur polimer kitosan (Sugita, 2009)

Proses deasetilasi kitosan dapat dilakukan dengan cara kimiawi maupun enzimatik. Proses kimiawi menggunakan basa, misalnya NaOH, dan dapat menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi yang tinggi, yaitu mencapai 85-93 % (Tsigos et al., 2000). Namun proses kimiawi menghasilkan kitosan dengan bobot molekul yang beragam dan deasetilasinya juga sangat acak sehingga sifat


(28)

2.3. Transformasi kitin menjadi kitosan secara kimia 2.3.1. penghilangan protein

Deproteinasi kitin merupakan reaksi hidrolisis dalam suasana asam atau basa. Lazimnya, hidrolisis dilakukan dalam suasana basa dengan menggunakan larutan NaOH 2-3% pada suhu 63-65oC selama 1-2 jam (Johnson et al,1982). Efisiensi deproteinasi tidak hanya bergantung pada konsentrasi basa dan suhu, tetapi juga spesies sumber kitin pada tahap deproteinasi, protein diubah menjadi garam natrium proteinat yang larut air

Kerangka luar Crustacea mengandung kitin yang berikatan dengan kalsium karbonat (CaCO3) dan protein (Austin, 1988), terkadang juga dengan lapisan lilin, kadar protein yang terikat dalam matriks kulit sekitar 30-40% dari komponen organik totalnya (Johnson et al, 1982). protein terikat secara fisik dan sebagian lainnya terikat secara kovalen yang kadarnya beragam untuk setiap jenis crustacea. Austin (1988) menyatakan, bahwa dari jumlah protein total dalam udang (34%) dengan kontribusi protein yang terikat secara kovalen dan fisik berturut-turut adalah sekitar 16 dan 18%.

2.3.2. Penghilangan Mineral

Hal yang terpenting dalam tahap penghilangan mineral adalah jumlah asam yang digunakan (Shadidi et al, 1991). Ion mineral ditentukan melalui destruksi dengan asam kuat HCl terhadap abu dari endapan yang diperoleh pada tahap pemisahan mineral, selanjutnya penetapan ion mineral dilakukan menggunakan metode Spektroskopi Serapan Atom (AAS).

2.3.4. Penghilangan gugus asetil (Deasetilasi)

Kandungan gugus asetil pada kitin secara teoretis ialah sebesar 21,2% (No et al.,1989). Deasetilasi secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan basa kuat NaOH atau KOH. Penggunaan KOH ini dapat memutuskan ikatan hidrogen yang kuat antar rantai kitin (Hirano,1986).


(29)

2.4. Sifat Fisika-Kimia pada Kitosan

Kitosan merupakan padatan amorf yang berwarna putih kekuningan dengan rotasi spesifik [ ] -3 ingga -10 pada kon ent a i a am a etat 2 ito an la ut pada kebanyakan larutan asam organik (Tabel 2.2.) pada pH sekitar 4,0, tetapi tidak larut pada pH lebih besar dari 6,5, juga tidak larut dalam pelarut air, alkohol, dan aseton. Dalam asam mineral pekat seperti HCl dan HNO3, kitosan larut pada konsentrasi 0,15-1,1 %, tetapi tidak larut pada konsentrasi 10%. Kitosan tidak larut dalam H2SO4 pada berbagai konsentrasi, sedangkan didalam H3PO4 tidak larut pada konsentrasi 1% sementara pada konsentrasi 0,1% sedikit larut. Perlu untuk kita ketahui,bahwa kelarutan kitosan dipengaruhi oleh bobot molekul, derajat deasetilasi, dan rotasi spesifiknya yang beragam bergantung pada sumber dan metode isolasi serta transformasinya.

Tabel 2.2. Kelarutan kitosan pada berbagai pelarut asam organik

Konsentrasi asam organik Konsentrasi asam organik (%)

10 50 >50

Asam asetat + ± -

Asam adipat - - -

Asam sitrat + - -

Asam format + + +

Asam laktat + - -

Asam maleat + - -

Asam malonat + - -

Asam oksalat + - -


(30)

2.5. Keterkaitan Sifat Fisik –Kimia pada Kitosan

Kitosan dalam bentuk terprotonasi menunjukkan kerapatan muatan yang tinggi dan bersifat sebagai polielektrolit kationik, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.3 dan sangat efektif berinteraksi dengan biomolekul bermuatan negatif dan biomolekul permukaan. Sedangkan dalam bentuk netralnya, kitosan mampu mengompleks ion logam berat berbahaya seperti Cu, Cr, Cd, Mn, Co, Ph, Hg, Zn, dan Pd. O NH2 OH CH2OH O O n O NH3+ OH CH2OH O O n H+

Gambar 2.3. Kitosan sebagai polielektrolit kationik (Sugita, 2009) Spesifikasi Kitin dapat dilihat pada tabel 2.3 dibawah ini:

Tabel 2.3. Spesifikasi kitosan

Parameter Ciri – ciri

Ukuran partikel Serpihan sampai bubuk

Kadar air (%) ≤ 10,0

Kadar abu (%) ≤ 2,0

Warna larutan Tidak berwarna

N-deasetilasi (%) ≥ 70,0

Kelas viskositas (cps) :

- Rendah < 200

- Medium 200799

- Tinggi pelarut organik 8002000


(31)

2.6. Modifikasi Kitosan

Kitosan dapat dimodifikasi, kitosan sebagai adsorben dapat berada dalam berbagai bentuk, antara lain bentuk butir, serpih, hidrogel, dan membran (film). Kitosan sebagai adsorben sering dimanfaatkan untuk proses adsorpsi ion logam berat. Besarnya afinitas kitosan dalam mengikat ion logam sangat bergantung pada karakteristik makrostruktur kitosan yang dipengaruhi oleh sumber dan kondisi pada luas permukaannya. Semakin kecil ukuran kitosan akan semakin besar dan proses adsorpsi pun dapat berlangsung dengan baik. Modifikasi kimia kitosan menjadi gel kitosan dapat meningkat kapasitas jerapnya, keunggulan ini disebabkan oleh bentuk butiran gel mempunyai volume pori yang lebih besar dibandingkan dengan bentuk serpihan. Kitosan dengan bobot molekul tinggi akan menghasilkan larutan dengan viskositas yang tinggi pula (Rao, 1993)

2.6.1. Glutaraldehida

Glutaraldehida merupakan agen penaut silang kitosan yang paling banyak digunakan. Glutaraldehida dapat menautsilangkan rantai kitosan melalui reaksi pembentukan basa Schiff (imina tersubstitusi ,-CH=NR) antara gugus aldehida glutaraldehida dan guggus –NH2 kitosan. Jumlah tautan silang tersebut meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah glutaraldehida yang ditambahkan. Tautan silang tersebut telah terbukti dapat menghilangkan stabilitas adsorben kitosan dalam asam. Namun derajat tautan silang yang terlalu tinggi juga akan menurunkan jumlah –NH2, sehingga kapasitas adsorpsi maksimumnya juga menurun. Selain itu reaksi glutaraldehida dan kitosan juga dapat melemahkan ikatan antara atom nitrogen dan ion logam yang akan dijerap (Osifo et al, 2008). Struktur kimia glutaraldehida dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut;

O O

H H


(32)

2.7. Aplikasi Kitosan dalam Bidang Lingkungan

Lingkungan sangat berpotensi tercemar zat organik, anorganik, maupun logam berat. Keberadaan zat-zat pencemar tersebut akan mengganggu ekosistem yang ada, termasuk juga manusia. Oleh sebab itu, kelestarian lingkungan dari zat pencemar harus dijaga dan terus mendapatkan perhatian dari masyarakat sekitar, yang merupakan elemen dari lingkungan hidup itu sendiri. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengurangi zat pencemar pada lingkungan adalah dengan menggunakan kitosan sebagai adsorben.

Kitosan lazimnya disintesis dari deasetilasi kitin yang berasal dari limbah kulit udang atau kepiting. Oleh karena itu, penggunaan kitosan sejak awal telah berperan dalam mengurangi pencemaran lingkungan. Manfaat kitosan dalam bidang lingkungan adalah untuk menjerap logam berat maupun zat warna yang banyak dihasilkan dari industri tekstil atau kertas. Logam berat merupakan limbah yang sangat berbahaya. Hal tersebut dikarenakan logam berat dapat menimbulkan toksisitas akut pada manusia maupun habitat yang ada di lingkungan perairan.

2.7.1. Logam Berat

Logam berat didefinisikan sebagai logam yang memiliki densitas atau kerapatan tinggi dan merupakan pencemar yang banyak dijumpai baik di lingkungan darat maupun di perairan. Keberadaan logam berat akan membawa pengaruh pada kehidupan organisme di lingkungan (termasuk manusia), karena sifatnya yang meracun dan dapat menyebabkan kematian apabila jumlahnya melewati ambang batas yang ditetapkan. Kandungan logam berat di lingkungan dapat dikurangi dengan cara menjerapnya, salah satunya dengan menggunakan kitosan. Beberapa contoh logam berat adalah Hg,Zn,Cd,Cu,Co,Pb dan Cr. Proses penjerapan logam berat pada kitosan dan modifikasinya berlangsung spontan (Karthikeyan et al, 2004).


(33)

2.7.2. Zat Warna

Pada umumnya zat warna yang masuk ke dalam lingkungan berasal dari limbah tekstil dan kertas. Zat warna kedua industri tersebut menimbulkan warna yang sangat pekat walaupun dalam konsentrasi yang rendah,sehingga dampaknya dapat mengurangi estetika lingkungan, selain itu limbah zat warna bersifat karsinogenik jika dikonsumsi dan sulit terdegradasi.

Berdasarkan muatannya, zat warna dapat dibedakan menjadi 2, yaitu zat warna anionik dan kationik. Kedua zat warna tersebut dapat dijerap dengan kitosan dan modifikasinya (Singh et al.,2008). Zat warna anionik dan asam,zat warna anionik sebagian besar merupakan senyawaan azo yang mengandung gugus sulfonat,sebagaimana diketahui,bahwa zat warna tersebut lebih banyak digunakan dalam industri tekstil. zat warna kationik. Berbeda dengan zat warna anionik, muatan positif pada zat warna kationik disebabkan oleh keberadaan garam kuartener sekunder. Karena muatannya yang positif, zat warna kationik akan terjerap dengan baik pada kitosan dengan kitosan dengan kondisi netral atau basa untuk mencegah protonasi pada gugus amino kitosan.

2.7.3. Pestisida

Dua jenis pestisida yang paling penting ialah organoklorin dan organofosforus. Organoklorin stabil secara kimia dan resisten terhadap penguraian mikrob. Beberapa contoh organoklorin yang lazim menjadi polutan ialah diklorofeniltrikloroetana (DDT) dan turunannya, poliklorinasi bifenil (PCB). Mikrokapsul kitosan yang terkompleks perak dan tertaut glutaraldehida dan epiklorohidrin telah digunakan untuk menjerap pestisida metil paration.


(34)

2.7.4. Senyawaan Fenolik

Fenol merupakan polutan organik yang berbahaya bagi organisme perairan dan manusia walaupun dalam konsentrasi yang rendah, bahkan hanya dalam konsentrasi 0,005 mg/L saja sudah dapat merubah rasa dan bau pada air minum,sehingga tidak baik untuk dikonsumsi, manusia yang mengkonsumsi air yang terkontaminasi fenol akan mengalami beberapa nyeri yang memicu kerusakan pembuluh kapiler dan berakibat pada kematian, selain itu proses klorinasi pada air yang tercemar akan berakibatkan pembentukan klorofenol (Aksu,2005).

2.8. Kandungan logam berat

I tila “logam” eca a k a membe ikan un u yang me upakan kondukto li t ik

yang baik dan mempunyai konduktivitas panas, rapatan, kemudahan ditempa, kekerasan dan keelektropositifan yang tinggi. (Connel, 1995) Logam berat (heavy metal) atau logam (toxic metals) adalah bentuk umum yang digunakan untuk menjelaskan sekelompok elemen-elemen logam yang kebanyakan tergolong berbahaya bila masuk ke dalam tubuh mahkluk hidup. Logam berat yang terdapat baik di lingkungan maupun di dalam tubuh manusia dalam konsentrasi yang sangat rendah disebut sebagai trace metals. Trace metals seperti Cadmium(Cd), Timbal (Pb), dan Merkuri (Hg) (Nugroho, 2006).

2.8.1 Efek Toksik Kadmium

Kadmium (Cd) belum diketahui fungsinya secara biologis dan dipandang sebagai xenobiotik dengan toksisitas yang tinggi dan merupakan unsur lingkungan yang persisten.Keracunan yang disebabkan oleh Cd bisa bersifat akut dan kronis, keracunan akut Cd sering terjadi pada pekerja di industri yang berkaitan dengan Cd. Gejala keracunan akut Cd adalah timbulnya rasa sakit dan panas di dada. Paparan Cd secara akut bisa menyebabkan nekrosis pada ginjal dan iritasi alat pencernaan, batu ginjal bahkan kematian (Widowati et al, 2008)


(35)

2.9. Spektrofotometri Serapan Atom

Spektrofotometri serapan atom adalah metoda pengukuran kuantitatif suatu unsur yang terdapat dalam suatu cuplikan berdasarkan penerapan cahaya pada panjang gelombang tertentu oleh atom – atom bentuk gas dalam keadaan dasar. telah lama ahli kimia menggunakan pancaran radiasi oleh atom yang dieksitasikan dalam suatu nyala sebagai alat analisi. fraksi atom – atom yang tereksitasi berubah secara eksponensial dengan temperatur. tekni ini digunakan untuk penetapan sejumlah unsur, kebanyakan logam dan sampel yang sangat beraneka ragam (Walsh , 1955).

2.9.1 Prinsip dan Teori

Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada bahwa atom – atom pada suatu unsur dapat mengabsropsi energi sinar pada panjang gelombang tertentu. banyak energi sinar yang di absropsi berbanding lurus dengan jumlah atom – atom unsur yang mengabsropsi. Atom terdiri atas inti atom yang mengandung proton bermuatan positif dan neutron berupa pertikel netral, dimana inti atom dikelilingi oleh elektron –elektron bermuatan negatif pada tingkat energi yang berbeda – beda. Jika energi diabsropsi oleh atom, maka elektron yang berada di kulit terluar ( electron valensi ) akan tereksitasi dan bergerak dari keadaan dasar atau tingkat energi yang terendah kekeadan tereksitasi dengan tingkat energi yang terendah. Jumlah energi yang dibutuhkan untuk memindahkan elektron ke tingkat energi tertentu dikenal sebagai potensial eksitasi untuk tingkat energi tersebut (Clark, 1979).

2.9.2 Instrumentasi

Untuk keperluan analisis kuantitatif dengan spektrofotometer serapan atom, maka sampel harus dalam bentuk larutan. Untuk menyiapkan larutan, sampel harus diperlukan sedemikian rupa yang pelaksanaannya tergantung dari macam dan jenis sampel. Yang penting untuk diingat adalah bahwa larutan yang akan dianalisis haruslah sangat encer.


(36)

Ada beberapa cara untuk melarutkan sampel, yaitu:

 Langsung dilarutkan dengan pelarut yang sesuai

 Sampel dilarutkan dalam suatu asam

 Sampel dilarutkan dalam suatu basa atau dilebur dahulu dengan basa kemudian hasil leburan dilarutkan dengan pelarut yang sesuai

Metode pelarutan apapun yang akan dipilih untuk dilakukan analisis dengan spektrofotometer serapan atom, yang terpenting adalah bahwa larutan yang dihasilkan harus jernih, stabil dan tidak mengganggu zat-zat yang akan dianalisis. Pelarutan juga dimaksudkan untuk destruksi sampel dimana sampel dimana biasanya digunakan asam-asam seperti asam nitrat pekat (Rohman, 2007)

Komponen penting yang membentuk spektrofotomter serapan atom diperlihatkan pada gambar 2.5 dibawah ini.

2.9.3 Rangkaian Spektrofotometer Serapan Atom

A

B

C

D E

F

Gambar 2.5. Rangkaian ringkas Spektrofotometer Serapan Atom

Keterangan Gambar :

A = Lampu Katoda Berongga

B = Nyala

C = Monokromator

D = Detektor

E = Amplifier

F = Recorder ( Sony.2009)

a. Sumber sinar

Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga. Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda (Mulja, 1992)


(37)

b. Tempat sampel

Dalam analisis dengan spektofotometri serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan asas. Ada berbagai macam yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu dengan nyala dan tanpa nyala.

1. Nyala (flameless)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi.

2. Tanpa nyala(flameless)

Pengatoman dapat dilakukan dalam tungku dari grafit. Sampel diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik grafit. Akibat pemanasan ini,maka gas yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral (Rohman, 2007).

c. Monokromator

Monokromator memisahkan,mengisolasi dan mengontrol intensitas dari radiasi energi yang mencapai detektor (Haswell, 1991).

d. Detektor

Detektor dapat diatur sedemikian rupa pada nilai frekuensi tertentu, sehingga tidak memberikan respon terhadap nilai emisi yang berasal dari eksitasi termal.(Khopkar, 2007).

e. Read Out

Merupakan suatu alat petunjuk atau dapat juga diartikan sebagai sistem beberapa pencatat hasil (Khopkar, 2007).


(38)

2.9.4 Gangguan pada SSA dan cara mengatasinya

Gangguan nyata pada SSA adalah seringkali didapatkan suatu harga yang tidak sesuai dengan konsentrasi sampel yang ditentukan. Penyebab dari gangguan ini adalah faktor matriks sampel dan faktor kimia karena adanya gangguan molekuler yang bersifat radiasi.

Sampel dalam bentuk molekul karena disosiasi yang tidak sempurna akan cenderung mengabsorpsi radiasi dari sumber radiasi. Demikian juga terjadinya ionisasi atom akan menjadi kesalahan pada SSA oleh karena spektrum radiasi oleh ion jauh berbeda denga spektrum absorpsi atom netral yang memang akan ditentukan. Ada beberapa usaha untuk mengurangi gangguan kimia pada SSA yaitu dengan cara:

1. Menaikkan temperatur nyala agar mempermudah penguraian untuk itu dipakai gas pembakar campuran C2H2 + N2O yang memberikan nyala dengan temperatur yang tinggi.

2. Menambahkan elemen pengikat gugus atom penyangga, sehingga terikat kuat akan tetapi atom yang ditentukan bebas sebagai atom netral. Misalnya penentuan logam yang terikat sebagai garam, dengan penambahan logam yang lainnya akan terjadi ikatan lebih kuat dengan anion pengganggu. 3. Pengeluaran unsur pengganggu dari matriks sampel dengan cara eksitasi

(Mulja, 1995).

2.10. FTIR (Fourier Transform Infra Red)

Pancaran infra merah pada umumnya mengacu pada bagian spektrum elektromagnetik yang terletak di antara daerah tampak dan daerah gelombang mikro. Sebagian besar kegunaannya terbatas di daerah antara 4000 cm-1 dan 666 cm-1 (2,5-15,0 µm). Akhir-akhir ini muncul perhatian pada daerah infra merah dekat, 14290-4000 cm-1 (0,7-2,5 µm) dan daerah infra merah jauh, 700-200 cm-1 (14,3-50 µm) (Silverstein, 1967).


(39)

Salah satu hasil kemajuan instrumentasi IR adalah pemrosesan data seperti Fourier Transform Infra Red (FTIR). Teknik ini memberikan informasi dalam hal kimia, seperti struktur dan konformasional pada polimer dan polipaduan, perubahan induksi tekanan dan reaksi kimia. Dalam teknik ini padatan diuji dengan cara merefleksikan sinar infra merah yang melalui tempat kristal sehingga terjadi kontak dengan permukaan cuplikan. Sensitivitas FTIR adalah 80-200 kali lebih tinggi dari instrumentasi dispersi standar karena resolusinya lebih tinggi (Kroschwitz, 1990).

Teknik pengoperasian FTIR berbeda dengan spektrofotometer infra merah. Pada FTIR digunakan suatu interferometer Michelson sebagai pengganti monokromator yang terletak di depan monokromator. Interferometer ini akan memberikan sinyal ke detektor sesuai dengan intensitas frekuensi vibrasi molekul yang berupa interferogram (Bassler, 1986).

Interferogram juga memberikan informasi yang berdasarkan pada intensitas spektrum dari setiap frekuensi. Informasi yang keluar dari detektor diubah secara digital dalam komputer dan ditransformasikan sebagai domain, tiap-tiap satuan frekuensi dipilih dari interferogram yang lengkap (fourier transform). Kemudian sinyal itu diubah menjadi spektrum IR sederhana. Spektrofotometer FTIR digunakan untuk :

1. Mendeteksi sinyal lemah.

2. Menganalisis sampel dengan konsentrasi rendah. 3. Analisis getaran (Silverstein, 1967).


(40)

2.11 Reaksi Ikat Silang

Ikatan silang merupakan ikatan yang menghubungkan rantai polimer yang satu dengan rantai polimer yang lain di mana ikatan tersebut berupa ikatan kovalen atau ionik. Reaksi ikat silang memberikan pengaruh yang besar baik dalam sifat kimia maupun sifat mekanik dari polimer (Nicholson, 2006). Pembentukan ikat silang dilakukan dengan penambahan suatu agen pengikat silang ke dalam larutan bahan yang akan dimodifikasi (Berger et al, 2004).

Ikatan silang dapat terjadi dengan dua cara, yaitu dengan membentuk ikatan kovalen dan dengan membentuk ikatan ionik. Dalam reaksi pembentukan ikatan silang kovalen, agen pengikat silang yang umum digunakan adalah dialdehid, contohnya glioksal dan glutaraldehid (Monteiro et al, 1999).

Akan tetapi, kedua agen pengikat silang tersebut bersifat toksik. Glutaraldehid bersifat neurotoksik, sedangkan glioksal bersifat mutagenik. Meskipun hasil modifikasi tersebut dimurnikan sebelum pemberian, keberadaan dialdehid bebas yang tidak ikut bereaksi tidak seluruhnya dapat dihilangkan dan dapat memberikan efek toksik.

Agen pengikat silang kovalen lainnya yang dapat digunakan untuk membentuk reaksi ikat silang dengan kitosan telah banyak diteliti sebagai alternatif pilihan. Di samping dialdehid, asam oksalat dan genipin terbukti dapat digunakan sebagai agen pengikat silang. Akan tetapi, sampai saat ini belum ada data yang lengkap mengenai biokompatibilitas dari senyawa-senyawa tersebut.

Kebanyakan agen pengikat silang yang membentuk ikatan kovalen dapat menginduksi toksisitas jika sebelum pemberian masih terdapat sisa dari pereaksi. Untuk mengatasi masalah toksisitas yang terjadi tersebut, dapat dilakukan reaksi ikat silang ionik. Kitosan bersifat polikationik dalam lingkungan asam. Sifat ini menyebabkan terjadinya interaksi dengan komponen bermuatan negatif (anionik), baik berupa ion-ion maupun molekul (Shu et al, 2002).


(41)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dewasa ini aplikasi kitin dan kitosan sangat banyak dan meluas. Dibidang industri kitin dan kitosan berperan antara lain sebagai koagulan polielektrolit pengolahan limbah cair ,pengikat dan penjerap ion logam, mikroorganisme, mikroalga, pewarna residu pestisida, lemak, tanin, dan lain sebagainya, sementara dibidang pertanian dan pangan kitin dan kitosan digunakan antara lain untuk pencampuran ransum pakan ternak, antimikrob, anti jamur serat bahan pangan, penstabilisasi pembentuk gel, pembentuk tekstur, pengental, pengemulsi produk olahan pangan, pembawa zat aditif makanan. Sedangkan dalam bidang farmasi dan kedokteran kitosan dapat digunakan sebagai bahan pembuat obat-obatan, anti tumor, anti virus, pembuluh darah kulit dan ginjal sintetik, aditif kosmetik, anti infeksi, pembalut luka dan benang bedah yang mudah diserap (Sugita, 2009)

Modifikasi kitosan sebagai adsorben dapat berada dalam berbagai bentuk, antara lain bentuk butir, serpih, hidrogel, membran(film). Kitosan sebagai adsorben sering dimanfaatkan untuk proses adsorpsi ion logam berat. . Kemampuan kitin dan kitosan dalam mengadsorpsi logam berat dipengaruhi oleh jumlah gugus – NH2 yang ditunjukkan oleh derajat deasetilasi. Kitosan dapat disintesis menjadi kitosan bead yang tidak larut dalam asam sehingga dapat dimanfaatkan lebih luas. Adanya asam lemah encer dalam matriks kitosan bead menyebabkan gugus –NH2 kitosan bead memiliki afinitas lebih tinggi dibanding kitosan. Afinitas yang dimiliki kitosan bead menyebabkan meningkatnya kemampuan kitosan bead dalam mengadsorpsi logam berat. Kemampuan penjerapan dapat ditingkatkan dengan penambahan agen pengikat silang seperti glutaraldehida (Rao et al, 2008)


(42)

Berbagai modifikasi kitosan telah dimanfaatkan dalam berbagai bidang salah satunya sebagai adsorben logam-logam berat seperti penelitian oleh Antuni, dkk

melakukan penelitian mengenai “Penggunaan kitosan dari cangkang udang untuk penjerapan berbagai logam berat dan diperoleh hasil efesiensi penjerapan kitosan yang optimum berturut-turut untuk logam Cr, Fe, Cu, Ni dan Zn adalah 98,44% untuk berat kitosan 0,375 gram), 99,21% (0,5 gram); 58,62% (0,375 gram); 99,65% (0,375); 56% (0,5 gram) dan pada tahun 2012 Indah, L melakukan Modifikasi kitosan menjadi kitosan glutaraldehid untuk meningkatkan daya serap terhadap ion logam (Cu2+) mengalami penurunan konsentrasi sebesar 73%.

Berdasarkan latar belakang ini peneliti tertarik untuk memodifikasi kitosan dengan mengikatsilangkannya dengan Glutaraldehida untuk penyerapan logam Cadmium (Cd2+) berdasarkan variasi waktu.

1.2. Permasalahan

1. Bagaimana modifikasi kitosan menjadi kitosan bead yang terikatsilang dengan Glutaraldehida?

2. Bagaimana pengaruh daya serap kitosan terhadap logam berat Cd2+? 3. Berapakah waktu kontak optimum penyerapan ion Cd2+ menggunakan

kitosan bead yang diikatsilang dengan Glutaraldehida

1.3. Pembatasan Masalah

1. Sampel yang digunakan adalah kitosan dari limbah kulit udang 2. Modifikasi kitosan dibuat menjadi kitosan bentuk bead/manik 3. Kitosan bead diikatsilangkan dengan menggunakan Glutaraldehida 4. Konsentrasi ion Cd2+ yang digunakan dalam percobaan adalah

5 mg/L sebanyak 50 mL


(43)

1.4. Tujuan Penelitian

1 Untuk mengetahui modifikasi kitosan menjadi kitosan bead yang terikatsilang dengan Glutaraldehida.

2 Untuk mengetahui pengaruh daya serap kitosan bead Glutaraldehid terhadap logam berat Cd2+ .

3 Untuk mengetahui waktu kontak optimum penyerapan ion Cd2+ menggunakan kitosan bead Glutaraldehida.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu informasi ilmiah bahwa modifikasi kitosan bead/manik yang diikatsilangkan hlutaraldehida untuk penanggulangan pencemaran logam berat seperti logam Cd2+ berdasarkan waktu kontak optimum.

1.6. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Analisis gugus fungsi menggunakan spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR) di Laboratorium Kimia Organik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gajah Mada. Analisa logam Cadmium dilakukan di Badan Riset Nasional dan Standarisasi(BARISTAND) Medan.


(44)

1.7. Metodologi Penelitian

1. Penelitian ini dilakukan secara eksperimen laboratorium.

2. Pembuatan kitosan bead/manik dengan cara menimbang kitosan dan dilarutkan dalam asam asetat 5% dengan ratio perbandingan 1:40 dan selanjutnya diteteskan dalam larutan NaOH 2 M hingga terbentuk bead. kemudian dicuci dengan aquades dan dikeringkan. Kitosan bead diikatsilangkan dengan glutaraldehida dan perendaman selama 24 jam dengan perbandingan 1,5 ml/g kitosan bead. Hasil dikarakterisasi dengan spektrofotometer FTIR.

3. Analisa logam Cd2+ sebelum dan sesudah penyerapan dengan kitosan dianalisa dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom

Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1. Variabel terikat meliputi:

a) Konsentrasi ion Cd2+ yang digunakan adalah 5 mg/L

b) Volume ion Cd2+ yang digunakan pada penyerapan adalah 50 mL c) Metode penyerapan dengan menggunakan alat kolom berdasarkan

perendaman variasi waktu kontak 2. Variabel bebas meliputi

a) Waktu kontak yang digunakan pada proses penyerapan adalah 15, 30, 45,dan 60 menit.


(45)

ANALISIS DAN KARAKTERISASI, KITOSAN BEAD/MANIK DENGAN IKAT SILANG GLUTARALDEHIDA SEBAGAI

ADSORBEN UNTUK MENURUNKAN KADAR IONLOGAM KADMIUM (Cd2+)

ABSTRAK

Penelitian mengenai analisis dan karakterisasi kitosan bead/manik dengan ikat silang glutaraldehida sebagai adsorben untuk menurunkan kadar ion logam kadmium(Cd2+) telah dilakukan. Pada penelitian ini, didahului dengan pembuatan kitosan bead/manik dengan mencampurkan kitosan dan asam asetat 5% dan diteteskan kedalam larutan NaOH 2M yang kemudian membentuk gel (bead). Kitosan bead yang telah dikeringkan direndam selama 24 jam dalam larutan Glutaraldehida 2,5% dengan perbandingan 1,5 mL tiap gram kitosan, dicuci dan dikeringkan, sebanyak 2 gram kitosan ikat silang glutaraldehida dimasukkan ke dalam kolom, lalu ditambahkan dengan 50 mL larutan standar kadmium 5mg/L.didiamkan berdasarkan variasi waktu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses adsorpsi diperoleh persentase penyerapan 98,472% pada waktu kontak optimum 30 menit.


(46)

ANALYSIS AND CHARACTERIZATION OF BEAD CHITOSAN WITH GLUTARALDEHYDE CROSSLINKING AS REDUCING

ADSORBENT CADMIUM METAL CONTENT

ABSTRACT

Research on the analysis and characterization of chitosan beads with glutaraldehyde crosslink has been done as an adsorbent to reduce concentration of Cd metal. In this research, preceded by making chitosan beads by mixing chitosan and 5% acetic acid and dropped into a solution of NaOH 2M which then forms gel (bead). Chitosan beads were dried soaked for 24 hours in a solution of Glutaraldehyde 2.5% with a ratio of 1.5 mL per gram of chitosan, washed and dried, 2 grams of glutaraldehyde crosslink chitosan included in the column, then was added with 50 ml of standard solution of cadmium 5mg / L was alllowed by variations in time. The results showed that the adsorption process was gained 98.472% in the percentage of absorption optimum contact time of 30 minutes.


(47)

ANALISIS DAN KARAKTERISASI,KITOSAN BEAD/MANIK

DENGAN IKAT SILANG GLUTARALDEHIDASEBAGAI

ADSORBEN UNTUK MENURUNKAN KADAR

ION LOGAM KADMIUM (Cd

2+

)

SKRIPSI

AYU MANJA

120802022

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2016


(48)

ANALISIS DAN KARAKTERISASI,KITOSAN BEAD/MANIK

DENGAN IKAT SILANG GLUTARALDEHIDA SEBAGAI

ADSORBEN UNTUK MENURUNKAN KADAR ION

LOGAM KADMIUM (Cd

2+

)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar sarjana sains

AYU MANJA 120802022

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2016


(49)

PERSETUJUAN

Judul : Analisis Dan Karakterisasi Kitosan Bead/Manik Dengan Ikatan Silang Glutaraldehida Sebagai Adsorben Untuk Menurunkan Kadar Ion Logamcadmium(Cd2+)

Kategori : Skripsi Nama : Ayu Manja NIM : 120802022

Program Studi : Sarjana (S1) Kimia Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di,

Medan, Mei 2016

Komisi Pembimbing

Dosen Pembimbing 2, Dosen Pembimbing 1,

Prof. Dr. Zul Alfian,M.Sc. Prof. Dr. Harry Agusnar,M.Sc. NIP.195504051983031002 NIP.195308171983031002

Disetujui Oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan,MS NIP 195408301985032001


(50)

PERNYATAAN

ANALISIS DAN KARAKTERISASI, KITOSAN BEAD/MANIK DENGAN IKAT SILANG GLUTARALDEHIDA SEBAGAI

ADSORBEN UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM KADMIUM (Cd2+)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.

Medan, Mei 2016

AYU MANJA 120802022


(51)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena dengan limpahan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini sebagai salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapat gelar Sarjana Sains di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu tercinta Fatmawati dan ayah tercinta Alm Zurli,Sk yang telah memberikan doa cinta dan kasih sayang nya serta perjuangan buat kami anak-anaknya, serta kepada keluarga abang dan kakak tersayang,bg Ali, bg Hendrik,bg ijol, kak mery, kk iip, kk maya serta semua keponakan tercinta, dan sanak keluarga yang selama ini memberikan bantuan dan dorongan yang diperlukan.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc. selaku pembimbing I yang telah memberikan topik dan tunjuk ajar hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini dan Prof. Dr. Zul Alfian, M.Sc. selaku pembimbing II yang pada penyelesaian skripsi ini yang telah memberikan panduan dan penuh kepercayaan kepada penulis untuk menyempurnakannya.

Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada ketua dan sekretaris Departemen Kimia, Dr. Rumondang Bulan, MS. dan Drs. Albert Pasaribu, M.Sc., kepala dan laboran Laboratorium Kimia Analitik FMIPA USU, Prof. Dr. Harlem Marpaung dan laboran analitik Sri Pratiwi Aritonang, M,Si serta seluruh staff dosen kimia analitik, abang kakak asisten stambuk 09,010,011.serta terima kasih buat semua asisten analitik teman seperjuangan, Nori, Nany, Ruben, Raniko,Crystina juni,dan Dessy darman yang telah menjadi keluarga kedua dalam hidup saya,terima kasih juga atas bantuan doa dan semangatnya buat adik-adik fitri, Rianda, Jojo, Davi, Dewi dan Ester yang sudah seperti adik kandung bagi saya, serta buat teman-teman stambuk 012, dan kakak abang 09, 010, 011 buat semua pihak yang telah membantu.


(52)

ANALISIS DAN KARAKTERISASI, KITOSAN BEAD/MANIK DENGAN IKAT SILANG GLUTARALDEHIDA SEBAGAI

ADSORBEN UNTUK MENURUNKAN KADAR IONLOGAM KADMIUM (Cd2+)

ABSTRAK

Penelitian mengenai analisis dan karakterisasi kitosan bead/manik dengan ikat silang glutaraldehida sebagai adsorben untuk menurunkan kadar ion logam kadmium(Cd2+) telah dilakukan. Pada penelitian ini, didahului dengan pembuatan kitosan bead/manik dengan mencampurkan kitosan dan asam asetat 5% dan diteteskan kedalam larutan NaOH 2M yang kemudian membentuk gel (bead). Kitosan bead yang telah dikeringkan direndam selama 24 jam dalam larutan Glutaraldehida 2,5% dengan perbandingan 1,5 mL tiap gram kitosan, dicuci dan dikeringkan, sebanyak 2 gram kitosan ikat silang glutaraldehida dimasukkan ke dalam kolom, lalu ditambahkan dengan 50 mL larutan standar kadmium 5mg/L.didiamkan berdasarkan variasi waktu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses adsorpsi diperoleh persentase penyerapan 98,472% pada waktu kontak optimum 30 menit.


(53)

ANALYSIS AND CHARACTERIZATION OF BEAD CHITOSAN WITH GLUTARALDEHYDE CROSSLINKING AS REDUCING

ADSORBENT CADMIUM METAL CONTENT

ABSTRACT

Research on the analysis and characterization of chitosan beads with glutaraldehyde crosslink has been done as an adsorbent to reduce concentration of Cd metal. In this research, preceded by making chitosan beads by mixing chitosan and 5% acetic acid and dropped into a solution of NaOH 2M which then forms gel (bead). Chitosan beads were dried soaked for 24 hours in a solution of Glutaraldehyde 2.5% with a ratio of 1.5 mL per gram of chitosan, washed and dried, 2 grams of glutaraldehyde crosslink chitosan included in the column, then was added with 50 ml of standard solution of cadmium 5mg / L was alllowed by variations in time. The results showed that the adsorption process was gained 98.472% in the percentage of absorption optimum contact time of 30 minutes.


(54)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar Lampiran xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 2

1.3. Pembatasan Masalah 3

1.4. Tujuan Penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 3

1.6. Lokasi Penelitian 4

1.7. Metodologi Penelitian 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kitin 5

2.2. Kitosan 6

2.3. Transformasi Kitin menjadi Kitosan Secara Kimia 7

2.3.1. Penghilangan Protein 7

2.3.2. Penghilangan Mineral 7

2.3.3. Penghilangan Gugus Asetil (Deasetilasi) 7

2.4. Sifat Fisika-Kimia pada Kitosan 8

2.5. Keterkaitan Sifat Fisik-Kimia pada Kitosan 9

2.6. Modifikasi Kitosan 10

2.6.1. Glutaraldehida 10

2.7. Aplikasi Kitosan Dalam Bidang Lingkungan 11

2.7.1. Logam Berat 11

2.7.2. Zat Warna 12

2.7.3. Pestisida 12

2.7.4. Senyawa Fenolik 13

2.8. Kandungan Logam Berat 13

2.8.1. Kadmium 13

2.9. Spektrofotometri Serapan Atom 14

2.9.1. Prinsip dan Teori 14

2.9.2. Instrumentasi 14

2.9.3. Rangkaian Spektrofotometer Serapan Atom 15

2.9.4. Gangguan pada SSA dan Cara Mengatasinya 17


(55)

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Alat 20

3.2. Bahan 20

3.3. Prosedur Penelitian 21

3.3.1. Pembuatan Pereaksi 21

3.3.1.1. Pembuatan Larutan Asetat 5% 21

3.3.1.2. Pembuatan Larutan NaOH 2M 21

3.3.1.3. Pembuatan Larutan Glutaraldehida 2,5% 21

3.3.2. Pembuatan Kitosan Bead/Manik 21

3.3.3. Pembuatan Ikat Silang Kitosan dengan Glutaraldehida 22

3.3.4. Pembuatan Larutan Standar Kadmium (Cd2+) 22

3.3.4.1. Pembuatan Larutan Standar Kadmium (Cd2+) 1000 mg/L 22

3.3.4.2. Pembuatan Larutan Standar Kadmium (Cd2+) 100 mg/L 22

3.3.4.3. Pembuatan Larutan Standar Kadmium (Cd2+) 10 mg/L 22

3.3.4.4. Pembuatan Larutan Standar Kadmium (Cd2+) 5 mg/L 22

3.3.5. Pembuatan Larutan Seri Standar Kadmium (Cd2+) 23

3.3.6. Pembuatan Kurva Standar 23

3.3.7. Penentuan Waktu Kontak Optimum pada Kitosan Glutaraldehida 23

3.4. Bagan Penelitian 24

3.4.1. Pembuatan Pereaksi 24

3.4.1.1. Pembuatan Larutan Asetat 5% 24

3.4.1.2. Pembuatan Larutan NaOH 2M 24

3.4.1.3. Pembuatan Larutan Glutaraldehida 2,5% 24

3.4.2. Pembuatan Kitosan Bead/Manik 25

3.4.3. Pembuatan Ikat Silang Kitosan dengan Glutaraldehida 25

3.4.4. Pembuatan Kurva Kalibrasi 26

3.4.5. Penentuan Waktu Kontak Optimum pada Kitosan Glutaraldehida 26


(56)

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 27

4.1. Hasil Penelitian 27

4.1.1. Data Absorbansi Larutan Standar Kadmium (Cd2+) 27

4.1.1.1 Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Kurva Kalibrasi 28

4.1.1.2 Penentuan Koefisien Korelasi 29

4.1.1.3 Persentase Penurunan Kadar ion Cadmium (Cd2+) 30

4.2. Reaksi-Reaksi 31

4.2.1. Reaksi Ikat Silang Kitosan dengan Glutaraldehida 31

4.2.2. Reaksi Ikat Silang Kitosan Glutaraldehida dengan Ion Logam Cd2+ 32

4.3. Pembahasan 33

4.3.1. Analisa Spektrum FT-IR 33

4.3.2. Adsorpsi Ion Kadmium (Cd2+) 34

4.3.2.1. Penentuan Waktu Kontak Optimum dengan Menggunakan Kitosan Bead Glutaraldehida 34

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 35

5.2. Saran 35

Daftar Pustaka 36


(1)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena dengan limpahan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini sebagai salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapat gelar Sarjana Sains di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu tercinta Fatmawati dan ayah tercinta Alm Zurli,Sk yang telah memberikan doa cinta dan kasih sayang nya serta perjuangan buat kami anak-anaknya, serta kepada keluarga abang dan kakak tersayang,bg Ali, bg Hendrik,bg ijol, kak mery, kk iip, kk maya serta semua keponakan tercinta, dan sanak keluarga yang selama ini memberikan bantuan dan dorongan yang diperlukan.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc. selaku pembimbing I yang telah memberikan topik dan tunjuk ajar hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini dan Prof. Dr. Zul Alfian, M.Sc. selaku pembimbing II yang pada penyelesaian skripsi ini yang telah memberikan panduan dan penuh kepercayaan kepada penulis untuk menyempurnakannya.

Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada ketua dan sekretaris Departemen Kimia, Dr. Rumondang Bulan, MS. dan Drs. Albert Pasaribu, M.Sc., kepala dan laboran Laboratorium Kimia Analitik FMIPA USU, Prof. Dr. Harlem Marpaung dan laboran analitik Sri Pratiwi Aritonang, M,Si serta seluruh staff dosen kimia analitik, abang kakak asisten stambuk 09,010,011.serta terima kasih buat semua asisten analitik teman seperjuangan, Nori, Nany, Ruben, Raniko,Crystina juni,dan Dessy darman yang telah menjadi keluarga kedua dalam hidup saya,terima kasih juga atas bantuan doa dan semangatnya buat adik-adik fitri, Rianda, Jojo, Davi, Dewi dan Ester yang sudah seperti adik kandung bagi saya, serta buat teman-teman stambuk 012, dan kakak abang 09, 010, 011 buat semua pihak yang telah membantu.


(2)

ANALISIS DAN KARAKTERISASI, KITOSAN BEAD/MANIK DENGAN IKAT SILANG GLUTARALDEHIDA SEBAGAI

ADSORBEN UNTUK MENURUNKAN KADAR IONLOGAM KADMIUM (Cd2+)

ABSTRAK

Penelitian mengenai analisis dan karakterisasi kitosan bead/manik dengan ikat silang glutaraldehida sebagai adsorben untuk menurunkan kadar ion logam kadmium(Cd2+) telah dilakukan. Pada penelitian ini, didahului dengan pembuatan kitosan bead/manik dengan mencampurkan kitosan dan asam asetat 5% dan diteteskan kedalam larutan NaOH 2M yang kemudian membentuk gel (bead). Kitosan bead yang telah dikeringkan direndam selama 24 jam dalam larutan Glutaraldehida 2,5% dengan perbandingan 1,5 mL tiap gram kitosan, dicuci dan dikeringkan, sebanyak 2 gram kitosan ikat silang glutaraldehida dimasukkan ke dalam kolom, lalu ditambahkan dengan 50 mL larutan standar kadmium 5mg/L.didiamkan berdasarkan variasi waktu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses adsorpsi diperoleh persentase penyerapan 98,472% pada waktu kontak optimum 30 menit.


(3)

ANALYSIS AND CHARACTERIZATION OF BEAD CHITOSAN WITH GLUTARALDEHYDE CROSSLINKING AS REDUCING

ADSORBENT CADMIUM METAL CONTENT

ABSTRACT

Research on the analysis and characterization of chitosan beads with glutaraldehyde crosslink has been done as an adsorbent to reduce concentration of Cd metal. In this research, preceded by making chitosan beads by mixing chitosan and 5% acetic acid and dropped into a solution of NaOH 2M which then forms gel (bead). Chitosan beads were dried soaked for 24 hours in a solution of Glutaraldehyde 2.5% with a ratio of 1.5 mL per gram of chitosan, washed and dried, 2 grams of glutaraldehyde crosslink chitosan included in the column, then was added with 50 ml of standard solution of cadmium 5mg / L was alllowed by variations in time. The results showed that the adsorption process was gained 98.472% in the percentage of absorption optimum contact time of 30 minutes.


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar Lampiran xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 2

1.3. Pembatasan Masalah 3

1.4. Tujuan Penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 3

1.6. Lokasi Penelitian 4

1.7. Metodologi Penelitian 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kitin 5

2.2. Kitosan 6

2.3. Transformasi Kitin menjadi Kitosan Secara Kimia 7

2.3.1. Penghilangan Protein 7

2.3.2. Penghilangan Mineral 7

2.3.3. Penghilangan Gugus Asetil (Deasetilasi) 7

2.4. Sifat Fisika-Kimia pada Kitosan 8

2.5. Keterkaitan Sifat Fisik-Kimia pada Kitosan 9

2.6. Modifikasi Kitosan 10

2.6.1. Glutaraldehida 10

2.7. Aplikasi Kitosan Dalam Bidang Lingkungan 11

2.7.1. Logam Berat 11


(5)

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Alat 20

3.2. Bahan 20

3.3. Prosedur Penelitian 21

3.3.1. Pembuatan Pereaksi 21

3.3.1.1. Pembuatan Larutan Asetat 5% 21

3.3.1.2. Pembuatan Larutan NaOH 2M 21

3.3.1.3. Pembuatan Larutan Glutaraldehida 2,5% 21

3.3.2. Pembuatan Kitosan Bead/Manik 21

3.3.3. Pembuatan Ikat Silang Kitosan dengan Glutaraldehida 22

3.3.4. Pembuatan Larutan Standar Kadmium (Cd2+) 22

3.3.4.1. Pembuatan Larutan Standar Kadmium (Cd2+) 1000 mg/L 22

3.3.4.2. Pembuatan Larutan Standar Kadmium (Cd2+) 100 mg/L 22

3.3.4.3. Pembuatan Larutan Standar Kadmium (Cd2+) 10 mg/L 22

3.3.4.4. Pembuatan Larutan Standar Kadmium (Cd2+) 5 mg/L 22

3.3.5. Pembuatan Larutan Seri Standar Kadmium (Cd2+) 23

3.3.6. Pembuatan Kurva Standar 23

3.3.7. Penentuan Waktu Kontak Optimum pada Kitosan Glutaraldehida 23

3.4. Bagan Penelitian 24

3.4.1. Pembuatan Pereaksi 24

3.4.1.1. Pembuatan Larutan Asetat 5% 24

3.4.1.2. Pembuatan Larutan NaOH 2M 24

3.4.1.3. Pembuatan Larutan Glutaraldehida 2,5% 24

3.4.2. Pembuatan Kitosan Bead/Manik 25

3.4.3. Pembuatan Ikat Silang Kitosan dengan Glutaraldehida 25

3.4.4. Pembuatan Kurva Kalibrasi 26

3.4.5. Penentuan Waktu Kontak Optimum pada Kitosan Glutaraldehida 26


(6)

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 27

4.1. Hasil Penelitian 27

4.1.1. Data Absorbansi Larutan Standar Kadmium (Cd2+) 27

4.1.1.1 Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Kurva Kalibrasi 28

4.1.1.2 Penentuan Koefisien Korelasi 29

4.1.1.3 Persentase Penurunan Kadar ion Cadmium (Cd2+) 30

4.2. Reaksi-Reaksi 31

4.2.1. Reaksi Ikat Silang Kitosan dengan Glutaraldehida 31

4.2.2. Reaksi Ikat Silang Kitosan Glutaraldehida dengan Ion Logam Cd2+ 32

4.3. Pembahasan 33

4.3.1. Analisa Spektrum FT-IR 33

4.3.2. Adsorpsi Ion Kadmium (Cd2+) 34

4.3.2.1. Penentuan Waktu Kontak Optimum dengan Menggunakan Kitosan Bead Glutaraldehida 34

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 35

5.2. Saran 35

Daftar Pustaka 36