besar dari jumlah air yang dibutuhkan pada pintu pengambilan maupun pada tingkat persawahan. Dengan demikian, berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan, secara
keseluruhan dapat disimpulkahn bahwa pada Daerah Irigasi Bandar Sidoras Kanan dengan luas areal irigasi 2016 ha, besar ketersediaan air lebih besar dari pemakaian air berdasarkan
pola tanam yang diterapkan, sehingga, masih memungkinkan dilakukan perluasan.
6.2 Saran
Dari kesimpulan yang diperoleh dan hasil peninjauan dilapangan, maka penulis dapat menyarankan bahwa pengembangan lahan harus diiringi dengan peningkatan kualitas saluran
dan bangunan pendukungnya sehingga efisiensi saluran dapat ditingkatkan. Pengembangan lahan juga dapat diiringi dengan kegiatan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi baik oleh
pemerintah maupun oleh P3A Perkumpulan Petani Pemakai Air Bandar Sidoras Kanan. Dalam menghitung debit andalan dan perencanaan perluasan dengan nilai yang lebih
akurat, maka harus didukung data-data hidrologi yang akurat dan terbaru, sehingga perencanaan perluasan areal irigasi dapat lebih optimal dengan data yang akurat. Dan untuk
meningkatkan perekonomian petani, dalam bercocok tanam sebaiknya mengikuti pola tanam yang telah ditetapkan, beserta dengan palawijanya atau menyusun ulang pola tanam dengan
menambah musim tanam untuk tanaman padi sebagai ganti palawija.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Irigasi
Manusia telah memanfaatkan sistem irigasi sejak awal untuk menumbuhkan bahan pangan di daerah kering. Sistem irigasi amatlah membantu
agar masyarakat tetap terpelihara dan makmur selama berabad-abad. Kebutuhan akan irigasi meningkat dengan cepat seiring dengan petumbuhan populasi dunia.
Untuk memenuhi kebutuhan akan irigasi ini, manusia menggunakan metode- metode modern, dan segala teknologi ilmiah yang diperlukan untuk
mengembangkan irigasi. Irigasi mempunyai ruang lingkup mulai dari pengembangan sumber air,
penyediaannya, penyaluran air dari sumber ke daerah pertanian, pembagian dan penjatahan air pada area pertanian, serta penyaluran kelebihan air irigasi secara
teratur, Partowijoyo, 1984. Besarnya air yang perlu disediakan dengan teknik
irigasi tergantung dari beberapa faktor yakni antara lain: a curah hujan; b kontribusi air tanah; c evapotranspirasi; d seepage; dan e perkolasi. Curah
hujan dan air tanah merupakan input supply air pada daerah pertumbuhan akar tanaman root zone, sedangkan evapotranspirasi, perkolasi dan seepage adalah
merupakan output looses dari zona akar tersebut. Defisit air atau kelebihan air dalam waktu yang lama pada zona akar akan mempengarhi menghambat
pertumbuhan tanaman yang berarti mengurangi produksi yield daripada tanaman yang bersangkutan. Ada kalanya, disebabkan oleh karena jenis tanah pertanian
yang kurang poreus mengakibatkan air hujan tertahan terlalu lama di daerah akar root zone, sedangkan pada musim kemarau tanaman kekurangan air.
Teknik penyaluran atau pendistribusian air kepada tanaman dibedakan atas dua jenis yaitu:
a Teknik irigasi permukaan surface irrigation, b Teknik irigasi bertekanan pressurized irrigation
Masing-masing cara pemberian air tersebut diatas dipengaruhi faktor- faktor antara lain jenis tanaman, jenis tanah, kondisi topografi dan ketersediaan
tenaga kerja.
2.1.1 Irigasi Permukaan
Irigasi permukaan surface irrigation adalah salah satu metode irigasi dimana pemberian air pada tanaman dilakukan dengan cara menggenangi
permukaan tanah dengan ketebalan tertentu dan membiarkannya beberapa waktu untuk mengisi rongga tanah pada root zone melalui proses infiltrasi. Metode
pemberian air dengan irigasi permukaan memiliki tiga cara yakni sistem basin, border, dan furrow.
2.1.1.1 Irigasi Permukaan Sistem Basin
Irigasi permukaan sistem basin memiliki petak basin yang rata level dan dibatasi oleh tanggul-tanggul kecil di sekelilingnya. Air bergerak dari pintu
pemasukan air ke ujung basin oleh energi potensial genangan air itu sendiri. Air yang masuk ditahan di kolam dengan kedalaman dan selama waktu yang
dikehendaki. Irigasi sistem basin cocok untuk tanah dengan laju infiltrasi sedang sampai rendah ± 50mmjam. Topografi lahan yang sesuai adalah kemiringan
kecil slope = 0-0,5. Apabila lahan miring atau bergelombang, maka perlu diratakan levelling atau dibuat teras. Pengoperasian irigasi sistem basin dapat
dilakukan oleh tenaga yang tidak ahli. Prosedur desain irigasi genangan:
1. Menentukan layout petak
a Lokasi sumber air sedapat mungkin berada pada posisi yang
memungkinkan seluruh lahan diairi secara gravitasi. b
Bentuk lahan biasanya mengikuti topografi, tetapi bila memungkinkan. c
Bentuk bentuk segi empat merupakan bentuk yang paling menguntungkan.
d Ukuran lahan panjang dan lebar ditentukan berdasarkan kapasitas
infiltrasi dan debit. 2.
Menentukan kebutuhan air irigasi
3. Menentukan waktu infiltrasi opportunity time yaitu waktu yang
diperlukan untuk air untuk meresap ke dalam tanah 4.
Menentukan debit irigasi Debit harus cukup besar untuk memberikan air yang seragam ke seluruh
lahan tetapi tidak terlalu besar sehingga dapat menimbulkan erosi. 5.
Menentukan waktu pemberian air irigasi inflow time yaitu waktu yang diperlukan untuk meresapkan sejumlah air yang diperlukan ke seluruh
lahan.
2.1.1.2 Irigasi Permukaan Sistem Border
Irigasi permukaan sitem border sepintas mirip dengan irigasi permukaan sistem basin. Lahan pertanian dibagi-bagi menjadi petak-petak kecil yang
dikelilingi oleh tanggul kecil dimana air irigasi ditampung untuk memenuhi kebutuhan tanaman didalamnya. Terdapat dua perbedaan dasar antara sistem
border dengan sistem basin, antara lain: a
Border umumnya memiliki kemiringan lahan seragam dari saluran irigasi ke arah saluran petak border. Sedangkan pada petak basin, elevasi adalah
datar level ke segala arah. b
Border umumnya memiliki karakteristik bentuk memanjang dan agak sempit jika dibandingkan dengan basin.
Irigasi sistem border dapat digunakan dan cocok untuk berbagai lapangan, tanaman, jenis tanah dan praktek pertanian.
2.1.1.3 Irigasi Permukaan Sistem Furrow
Irigasi permukaan sistem furrow adalah jenis irigasi yang paling banyak digunakan untuk tanaman yang tersususun baris row crops. Pada sistem furrow,
air tidak lagi membasahi seluruh permukaan tanah tetapi mengalir pada kanal yang kecil furrow diantara baris tanaman. Secara gradual air membasahi tanah
melalui absorbsi air dari furrow melalui dasar dan sisi saluran. Desain irigasi furrow meliputi panjang kanal, jarak antar kanal dan
kedalaman kanal. Panjang kanal berkisar 100-200 m dengan memperhatikan perkolasi dan erosi. Jarak antar alur 1-2 m, tergantung jenis tanaman dan sifat
tanah. Kedalaman alur 20-30 cm untuk memudahkan pengendalian dan penetrasi air.
Kelebihan dari irigasi sistem furrow adalah mengurangi kehilangan akibat evaporasi, mengurangi pelumpuran tanah berat dan mempercepat pengolahan
tanah setelah peberian air. Irigasi furoow cocok digunakan pada tanaman yang mudah rusak bila bagian tanamannya terkena air. Sistem irigasi ini membutuhkan
tenaga kerja yang lebih besar untuk mengoperasikannya bila dibandingkan dengan irigasi sistem basin.
2.1.2 Irigasi Bertekanan
Sistem irigasi bertekanan adalah sistem pemberian air ke lahan pertanian dengan menggunakan tekanan pressure. Irigasi curah sprinkle irrigation dan
irigasi tetes trickle irrigation adalah jenis-jenis sistem irigasi bertekanan. Irigasi bertekanan merupakan salah satu alternatif teknologi aplikasi
irigasi, yang secara teoritis mempunyai efisiensi irigasi lebih tinggi dibanding irigasi permukaan. Oleh karena itu teknologi irigasi bertekanan lebih tepat
diterapkan pada daerah-daerah yang relatif kering, yang memerlukan teknologi irigasi hemat air. Teknologi irigasi ini juga diperlukan untuk usaha tani dengan
teknik budidaya tanaman tertentu. Dalam penerapannya di lapangan, efisiensi irigasi bertekanan yang tinggi hanya dapat dicapai apabila jaringan irigasi
dirancang dengan benar dan dioperasikan secara tepat Gatot, 2006.
2.1.2.1 Irigasi Curah
Irigasi curah sprinkle irrigation disebut juga overhead irrigation adalah salah satu metode pemberian air yang dilakukan dengan menyemprotkan air ke
udara kemudian jatuh ke permukaan tanah seperti air hujan Keller and Bliesner, 2000.
Sistem irigasi curah dibagi menjadi dua yaitu set system alat pencurah memiliki posisi yang tepat, serta continius system alat pencurah dapat dipindah-
pindahkan. Pada set system termasuk hand move, wheel line lateral, perforated pipe, sprinkle untuk tanaman buah-buahan dan gun sprinkle. Sprinkle jenis ini
ada yang dipindahkan secara periodic dan ada yang disebut fixed system atau tetap main line lateral dan nozel tetap tidak dipindah-pindahkan. Yang
termasuk continius move system adalah center pivot, linear moving
lateral dan traveling sprinkle Keller dan Bliesner, 1990. Kinerja performance irigasi curah sprinkler Larry, 1988 dapat
dinyatakan dengan lima parameter, yaitu debit spinkler spinkler discharger,
jarak pancaran distance of throw, pola sebaran air distribution pattern, nilai pemberian air application rate dan ukuran rintikan droplet size.
Beberapa kelebihan irigasi curah dibandingkan dengan irigasi konvensional atau irigasi gravitasi antara lain adalah Keller dan Bliesner, 1990 :
1 Sesuai untuk darah-daerah dengna keadaan topografi yang kurang teratur
dan profil tanah yang relatif dangkal. 2
Tidak memerlukan jaringan saluran sehingga secara tidak langsung akan menambah luas lahan produktif serta terhindar dari masalah gulma air
aquatic weed. 3
Cocok untuk lahan pertanian dengan jenis tanah bertekstur pasir tanpa menimbulkan masalah erosi yang berlebihan melalui proses perkolasi.
4 Sesuai untuk daerah-daerah dengan sumber air atau persediaan air yang
terbatas, mengingat kebutuhan air pada irigasi curah relatif sedikit. 5
Sesuai untuk lahan berlereng tanpa menimbulkan masalah erosi yang dapat mengurangi tingkat kesuburan tanah.
6 Dapat dipergunakan untuk keperluan lain disamping memenuhi kebutuhan
air tanaman, antara lain untuk pemupukan dan pemberantasan hama penyakit tanaman.
Beberapa kelemahan dari sistem irigasi curah adalah: 1
Memerlukan biaya investasi dan biaya operasional yang cukup tinggi, antara lain untuk operasi pompa air dan tenaga pelaksana yang terampil.
2 Memerlukan rancangan dan tata letak yang cukup teliti untuk memperoleh
tingkat efisiensi yang tinggi.
Secara teoritis, efisiensi irigasi curah lebih tinggi dibandingkan dengan irigassi permukaan, hal ini dikarenakan irigasi curah dapat mengurangi kehilangan
air berupa perkolasi dan limpasan run-off. Menurut Keller 1990, efisiensi irigasi curah dapat diukur berdasarkan keseragaman penyebaran air dari sprinkle.
Apabila penyebaran air tidak seragam keseragaman rendah maka dikatakan efisiensi irigasi curah rendah. Parameter yang umum digunakan untuk
mengevaluasi keseragaman penyebaran air adalah coefficient of uniformity CU. Efisiensi irigasi curah yang tergolong tinggi keseragaman tergolong baik adalah
bila nilai CU lebih besar dari 85.
2.1.2.2 Irigasi Tetes
Irigasi tetes trickle irrigation adalah cara pemberian air pada tanaman secara langsung, baik pada permukaan tanah maupun di dalam tanah melalui
tetesan secara berkesinambungan dan perlahan pada tanah dekat tumbuhan. Setelah keluar dari penetes emiter, air menyebar ke dalam profil tanah secara
horizontal maupun vertikal akibat gaya kapilaritas dan gravitasi. Luas daerah yang dibasahi emiter tergantung dari besarnya debit keluaran, jenis tanah struktur dan
tekstur, kelembaban tanah dan permeabilitas tanah Hansen et al, 1979. Beberapa kelebihan sistem irigasi tetes antara lain Keller dan Bliesner,
1990: 1
Efisiensi dalam pemakaian air relatif paling tinggi dibandingkan dengan sistem irigasi lain, karena pemberian air dengan kecepatan lambat dan
hanya pada daerah perakaran, sehingga mengurangi penetrasi air yang berlebihan, evaporasi permukaan tanah dan aliran permukaan.
2 Pada beberapa jenis tanaman tertentu, kondisi tanaman yang tidak
terbasahi akan mencegah penyakit leaf burn daun terbakar, selain itu, kegiatan budidaya secara manual maupun mekanis dapat terus berjalan
walaupun kegiatan irigasi sedang berlangsung. 3
Dapat menekan aktivitas organisme pengganggu tanaman karena daerah yang terbasahi hanya di sekitar daerah perakaran saja.
4 Dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pemberian pupuk dan
pestisida, karena pemberiannya dapat diberikan bersamaan dengan air irigasi dan hanya diberikan di daerah perakaran.
5 Pada sistem irigasi tetes dapat menghemat kebutuhan tenaga kerja untuk
kegiatan pemberian irigasi maupun kegiatan pemupukan, karena sistem dapat dioperasikan secara otomatis.
6 Pemberian air yang berkesinambungan dapat mengurangi resiko
penumpukan garam dan unsur-unsur beracun lainnya di daerah perakaran tanaman.
7 Mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi topografi dan sifat media
tumbuh tanaman. 8
Dengan dukungan tenaga kerja berkemampuan tinggi, sistem ini mempunyai akurasi yang tinggi dalam menentukan waktu dan jumlah air
yang harus diberikan pada tanaman. Walaupun memliki beberapa keuntungan operasional, namun sistem
irigasi tetes memiliki beberapa kelemahan, terutama jika akan diterapkan secara luas di Indonesia, antara lain:
1 Investasi yang dikeluarkan cukup tinggi dan dibutuhkan teknik yang relatif
tinggi dalam desain, instalasi dan pengoperasian sistem. 2
Penyumbatan emiter yang disebabkan oleh faktor fisik , kimia dan biologi air yang dapat mengurangi efisiensi kinerja sistem.
3 Adanya potensi penumpukan garam pada daerah yang tidak terbasahi.
2.2 Jaringan Irigasi
Jaringan irigasi merupakan prasarana irigasi yang terdiri atas bangunan dan saluran air beserta pelengkapnya. Sistem jaringan irigasi dapat
dibedakan antara jaringan irigasi utama, dan jaringan irigasi tersier. Jaringan irigasi utama meliputi – bangunan utama yang dilengkapi saluran pembawa,
saluran pembuang dan bangunan pengukur.Adapun klasifikasi jaringan irigasi bila ditinjau dari cara pengaturan, cara pengukuran aliran air dan fasilitasnya,
dibedakan atas 3 tingkatan, yaitu: jaringan irigasi sederhana, jaringan irigasi semi teknis, dan jaringan irigasi teknis.
Jaringan irigasi teknis mempunyai bangunan sadap yang permanen serta bangunan bagi mampu mengatur dan mengukur. Disamping itu terdapat
pemisahan antara saluran pembawa dan pembuang. Ditinjau dari jenis dan fungsinya saluran irigasi pembawa dapat dibedakan menjadi saluran primer,
sekunder, tersier serta kuarter. Ditinjau dari letaknya saluran irigasi pembawa dapat pula dibedakan menjadi saluran irigasi garis tinggikontur dan saluran
irigasi punggung. Saluran garis tinggi adalah saluran yang ditempatkan sejurusan
dengan garis tinggikontur. Saluran garis punggung yaitu saluran yang ditempatkan pada punggung medan.
Pengaturan dan pengukuran dilakukan dari bangunan sadap sampai ke petak tersier. Untuk memudahkan sistem pelayanan irigasi kepada lahan
pertanian, disusun suatu organisasi petak yang terdiri dari petak primer, petak sekunder, petak tersier, petak kuarter dan petak sawah sebagai satuan terkecil.
2.2.1 Bangunan Irigasi
Bangunan-bangunan hidraulis irigasi digunakan untuk mengatur pembagian distribusi air irigasi dari satu sumber tertentu seperti sungai atau sumur
bor ke unit-unit atau petak-petak irigasi sesuai dengan kebutuhan. Bangunan- bangunan hidraulis seperti bangunan sadap utama head work, bangunan bagi,
bangunan terjun, bangunan sadap pada saluran irigasi, bangunan pengukur debit, jembatan air, shypon dan bangunan penguras endapan adalah merupakan sarana
pendukung pendistribusian air. Bangunan irigasi pada jaringan irigasi teknis mulai dari awal sampai akhir
dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu: 1.
Bangunan untuk pengambilanpenyadapan, pengukuran dan pembagian air.
2. Bangunan pelengkap untuk mengatasi halanganrintangan sepanjang
saluran dan bangunan lain.
Bangunan yang termasuk dalam kelompok pertama antara lain yaitu:
1. Bangunan penyadappengambilan pada saluran induk yang
mempergunakan atau tidak mempergunakan bangunan bendung. Jika diperlukan maka dibangun bangunan bendung dan jika tidak memerlukan
pebendungan maka dapat dibangun bangunan pengambilan bebas free intake. Dari bangunan pengambilan, air disalurkan ke saluran primer,
sekunder, tersier dan kuarter. 2.
Bangunan penyadap yaitu bangunan untuk keperluan penyadapan air dari saluran primer ke saluran sekunder maupun dari saluran sekunder ke
saluran tersier. 3.
Bangunan pembagi untuk membagi-bagikan air dari satu saluran ke saluran-saluran yang lebih keil.
4. Bangunan pengukur yaitu bangunan untuk mengukur banyaknya debitair
yang melalui saluran tersebut.
Bangunan yang termasuk pada kelompok yang kedua antara lain yaitu: 1.
Bangunan pembilas untuk membilas endapan angkutan sedimen di kantong sedimeninduk.
2. Bangunan peluappelimpah samping yaitu untuk melimpahkan debit air
yang kelebihan ke saluran keluar. 3.
Bangunan persilangan antara saluran dengan jalan, selokan, bukit dan sebagainya. Bangunan ini antara lain meliputi jembatan, shypon, gorong-
gorong, talang, terowongan dan sebagainya. 4.
Bangunan untuk mengurangi kemiringan dasar saluran yaitu bangunan terjun dan got miring.
5. Disamping itu terdapat bangunan pelengkap lainnya seperti bangunan
cuci, minum hewan dan sebagainya.
2.3 Analisa Hidrologi