LARUTAN BUFFER Buffer EkstraksiCTAB 100 ml

- Ditimbang NaOH sebanyak 2.0 gram. - Dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 80 ml aquades, diaduk di atas hot plate menggunakan stirrer. - Diatur pH mencapai 8 dengan HCl. - Dimasukkan ke dalam gelas ukur, lalu ditambahkan aquades hingga volume larutan mencapai 100 ml. - Disterilisasi dengan autoklaf. NaCl 5 M pH 7.7 l00 ml - Ditimbang NaCl sebanyak 29.22 gram. - Masukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 80 ml aquades, diaduk di atas hot plate menggunakan stirrer. - Dimasukkan ke dalam gelas ukur, , lalu ditambahkan aquades hingga volume larutan mencapai 100 ml. - Disterilisasi dengan autoklaf.

B. LARUTAN BUFFER Buffer EkstraksiCTAB 100 ml

- Dicampurkan 40 ml CTAB 5, 25.1 ml NaCl 5 M, 4 ml EDTA 0.5 M pH 8.0, 10 ml Tris HCl 1 M pH 8.0 dan 20.8 ml aquades. Buffer TAE 50 X 100 ml - Dicampurkan 24.2 ml Tris HCl 1 M pH 7.4, 5.7 ml Asam Asetat Glasial, 10 ml EDTA 0.5 M PH 8.0, dan aquades hingga volume larutan menjadi 100 ml. Buffer TAE 1X 700 ml - Dilarutkankan 70 ml Buffer TAE 10 X dengan dan 630 ml aquades. Buffer TE 50 ml - Dicampurkan 0.5 ml Tris HCl 1 M pH 8.0, 0.1 ml EDTA 0.5 M pH 8.0 dan 49.4 ml aquades. Universitas Sumatera Utara KIAA Kloroform : Isoamilalkohol = 24 : 1 50 ml - Dicampurkan 48 ml Kloroform dan 2 ml Isoamilalkohol. Etanol 70 100 ml - Dicampurkan 70 ml Etanol dengan 30 ml aquades. Universitas Sumatera Utara Lampiran 2. Alur Penelitian Sampel Daun Bawang Merah Isolasi DNA Uji Kuantitas PCR-RAPD Elektroforesis Analisis Hasil mplifikasi PCR Universitas Sumatera Utara Lampiran 3. Proses Isolasi dan Purifikasi Sterilisasi alat dan bahan dengan autoklaf 121 o C 1 atm Daun dibersihkan dan ditimbang sampel 3 gr Daun digerus ditambahkan 0.1 g PVPP dan 0.5 ml b.e CTAB Dimasukkan ke tabung mikro 2 ml yang diisi 1 ml b.e CTAB Ditambahkan 10 µl β-mercaptoetanol, lalu divortex hingga rata. Tabung diinkubasi dalam waterbath selama 30 menit pada suhu 65 C, setiap 10 menit sekali tabung dibolak balik dengan perlahan Ditambahkan 1 ml larutan KIAA ke dalam tabung dan dikocok hingga homogen. Tabung disentrifugasi selama 10 menit kecepatan 13.000 rpm Fase atas dipindahkan ke tabung lain, ditambahkan 1 ml larutan KIAA. Tabung disentrifugasi selama 10 menit kecepatan 13.000 rpm Fase atas dipindahkan ke tabung lain, ditambahkan 1 ml isopropanol dingin Tabung dikocok perlahan dan diperhatikan adanya benang-benang halus putih yang muncul. Inkubasi suhu 4 o C selama 30 menit. Tabung disentrifugasi selama 10 menit kecepatan 13.000 rpm, lalu cairan isopropanol dibuang Setelah cairan dibuang, kemudian pellet dicuci dengan etanol absolut lalu dikeringanginkan Universitas Sumatera Utara Ditambahkan 30 µl buffer TE dan pellet DNA disuspensikan ke dalam buffer. Stok DNA yang diperoleh disimpan salam freezer pada suhu ± 20 o C bila tidak digunakan. 33 Universitas Sumatera Utara Lampiran 4. Proses PCR-RAPD Komposisi Master Mix volume 25 µl Go Taq PCR 12.5 µl Nuclease free wter 8.0 µl Primer c.p 2.5 µl DNA templak 2.0 µl Tabel 1. Proses Amplifikasi PCR No. Tahapan Suhu Jumlah Siklus Waktu 1 Denaturasi awal 94 o C 1 2 menit 2 Denaturasi 94 o C 45 1 menit 3 Annealing 36 o C 45 1 menit 4 Ekstension 72 o C 45 2 menit 5 Ekstension akhir 72 o C 1 10 menit 6 Kondisi akhir PCR 4 o C 1 Tak terbatas Total waktu ± 3 jam 51 menit Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA AAK. 1998. Pedoman Bertanam Bawang. Kanisius. Yogyakarta. Allard, R.W. 2005. Principles of Plant Breeding. John Wiley and Sons. New York. Azrai, M. 2005. Pemanfaatan Markah Molekuler Dalam Proses Seleksi Pemuliaan Tanaman. Jurnal AgroBiogen 1:26-37. Bardacki, F. 2001. Random Amplified Polymorphic DNA RAPD Markers. Turki Jurnal Biol 25:185-196. Berita Resmi Statistik Provinsi Sumatera Utara BRSPSU. 2015. Produksi Cabai Besar, Cabai Rawit, dan Bawang Merah Tahun 2014. Medan. Brewster. J.L. 2008. Onions and Other Vegetable Allium, 2 nd Edition. CAB International. Oxfordshire. Chen, H.A. 2000. PCR [online]. Chensown protocols: Chen’s protocol list: PCR. http:users. breathe.comhachenprotocolsPCR.html. Ebrahimi, R, Z., Zamani, A. Kashi. 2009. Genetic diversity evaluation of wild persial shallot Allium hirtifolium Boiss. using morphological and RAPD markers. Scientia Horticulturae 119:345-351. Fatchiyah, Arumingtyas, E.L., Widyarti, S., dan Rahayu, S. 2011. Biologi Molecular : Prinsip Dasar Analisis. Erlangga. Jakarta. Ferreira, M.E dan D. Gratapaglia. 1998. Introducao Ao Uso De Marcadores Em Analise Genetic . Embrapa-Cenargen.Brasilia. Hittalmani, S., M.R. Foolad, T. Mew, R.L. Rodriguez, dan N. Huang. 1995. Development of a PCR-Based Marker to Identify Rice Blast Resistance- Gene, Pi-2t in a Segregating Population. Theor. Appl. Gen. 91:9-14. Ishak. 1998. Identifikasi DNA Genom Mutan Padi Atomita-2 dan Tetuanya Menggunakan RAPD Markers. Zuriat 9: 71-83. Lee, G. A., Kwon, S. J., Park, Y. J., Lee, M. C., Kim, H. H., Lee, J. S., Young, S. Y., Gwag, J. G., Kim, C. K., Ma, K. H. 2011. Crossamplification of SSR markers developed from Allium sativum to other Allium species. Scientia Horticulturae 128:401-407. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesi LIPI. 2010. Hasil Identifikasi Bawang Merah. Universitas Sumatera Utara Press. Medan. Ma, K. H., Kwag, J. G., Zhao, W., Dixit, A., Lee, G. A., Kim, H.H., Chung, I. M., Kim, N. S., Lee, J. S., Ji, J. J., Kim, T. S. Park, Y. J. 2009. Isolation and characteristics of eight novel polymorphic microsatellite Universitas Sumatera Utara loci from the genome of garlic Allium sativum L.. Scientia Horticulturae 122:355-361. Maftuchah dan A. Zainuddin. 2013. Studi Pendahuluan Variasi Genetik Jarak Pagar Jatrpha curcas L. Lokal Berdasarkan Random Amplified Polymorphic DNA. Pusat Pengembangan Bioteknologi Universitas Muhammadiyah Malang 123-131. Mahardika, I.G.N.K. 2003. Polymerase Chain Reaction. Laboratorium Virologi. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Udayana. Denpasar. Murray, R.K., Granner, D.K., dan Rodwell, V.W. 2006. Biokimia Harper. Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Mullis, K., Faloona, F., Scharf, S., Saiki, R., Horn, G. and Erlich, H. 1986. Spesific Enzymatic Amplification of DNA Invitro: The Polymerase Chain Reaction . Cold Spring Harbor Symp. Quantit. Biol. 51:263–273. Numba, S. 2010. Analisis Keragaman Genetic Kultivar Kentang Dan Kentang Spesies Liar. J. Agrivigor 9 3:305-316, Mei-Agustus 2010; ISSN1412- 2286. Orozco-Castillo, Chalmers, K.J., Waugh, R., Powell, W. 1994. Detection of genetic diversity and selective gene introgression on coffe using RAPD markers . Theor. Appl. Genest. 87.934-940. Ovesna, J. L., Kucera, J., Hornickova, L., Svobodova, H., Stavelikova, J., Valisek, L., Milella. 2011. Diversity of S-alkennyl cystein sulphoxide content with a collection of garlic Allium sativum L. and its association with the morphological and genetic background assessed by AFLP. Scientia Horticulturae 129:541-547. Perrier, X dan J.P. Jacquemoud-Colled. 2006. DARwin Software. http:darwin.cirad.frdarwin Pitojo, S. 2003. Benih Bawang Merah. Kansius. Yogyakarta. Prana KD, NS Hartati. 2003. Identifikasi Sidik Jari DNA Talas Colocasia esculenta L. Schott Indonesia dengan Teknik RAPD Random Amplified Polymorphic DNA . Skrining Primer dan Optimasi Kondisi PCR. J. Natur Indonesia Vol 5 2: 107-112. Rukmana, R. 1994. Bawang Merah Budidaya Dan Pengolahan Pasca Panen. Kanisius. Jakarta. , R. 1995. Bawang Merah Budidaya Dan Pengolahan Pasca Panen. Kanisius. Jakarta. Samal, S., G. R. Rout and P. C. Lenka. 2003. Analysis of genetic relationship between populations of cashew Anacardium occidentale L. by using Universitas Sumatera Utara morphological characterization and RAPD Markers. Plant Soil Environment 49 4: 176-182. Sambrook, J, Fritsch E.F., Maniatis, T. 1989. Molecular Cloning A Laboratory Manual . Second Edition. New York: Cold Spring Harbor Laboratory Pr. Sianipar, J.F.2015. J. Agronom. 151 : 1962-1972. Desember 2015. E-ISSN No. 2337-6597. Sinclair, P. 1988. The Botany of Onions. Australian Onion Grower. Vol 5:7-10. Siregar,E. 2016. Bawang merah Impor Ada pada Tahun 2013 dan 2014. Antara Sumut. Diakses melalui http:www.antarasumut.comberita154948bps- sumut-belum-ada-impor-bawang-merah pada tanggal 07 Juli 2016. Sitompul, S. M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Sumarni, N. dan Hidayat, A. 2005. Panduan Teknis Budidaya Bawang Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Lembang. Sumarsono. 2000. Keanekaragaman Genetik Lima Populasi Kelapa Dalam Dari Jawa Berdasarkan Penanda RAPD. Tesis. PPS IPB. Bogor, hlm. 12-18. Suparman. 2010. Bercocok Tanam Bawang Merah. Azka Press. Jakarta. Sutarya, R. dan G. Grubben. 1995. Pedoman Bertanam Sayuran Dataran Rendah. Gadjah Mada University Press. Prosea Indonesia – Balai Penel. Hortikultura Lembang. Van Steenis, C.G.G.J. 2003. Flora. PT Pradnya Paramita. Jakarta. Wibowo, S. 2007. Budidaya Bawang Merah. Penebar Swadaya. Jakarta. Williams, J.G.K., Kubaik, A.R., Livak, K.J., Rafalski, J.A., and Tinge,y S.V. 1990. DNA polymorphisms amplified by arbitrary primers are useful as genetic markers . Nucleic Acid Research 18:6531-6535. Wilson, K. dan Walker, J. 2010. Principles and Techniques of Biochemistry and Molecular Biology . Cambridge University Press. Cambridge Wirnas, D. 2005. Analisis Kuantitatif Dan Molekular dalam Rangka Mempercepat Perakitan Varietas Baru Kedelai Toleran Terhadap Intensitas Cahaya Rendah. Falsafah Sains. PPS 702. Yuwono, T. 2006. Teori dan Aplikasi Polymerase Chain Reaction. Andi Offset. Yogyakarta. 28 Universitas Sumatera Utara BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan dimulai pada bulan Maret hingga Mei 2016 Bahan dan Alat Bahan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah daun muda bawang merah dari beberapa aksesi di Samosir, cetyl trimethyl ammonium bromide CTAB 5, polyvinilpolypyrolidone PVPP, buffer ekstraksi CTAB, buffer TAE, buffer TE, kloroform, isoamilalkohol, NaCl, NaOH, ethylenediamine tetraacetic EDTA, HCl, alkohol 70 an absolut, isopropanol, agarose, tris, asam asetat glacial, ethidium bromide EtBr, DNA marker I00bp Ladder, Go Taq Green Master Mix, nitrogen cair, loading dye, aquabidestila, primer OPA-2, OPA-4, OPA-19, dan OPA-20, label, dan tissue. Alat yang akan digunakan pada penelitian ini adalah gunting, timbangan digital, hot plate, mortar, centrifuge, tabung eppendorf 2 ml, freezer, vortex, mikro pipet 1-50 µl, 100-500 µl, dan 200-1000 µl, sarung tangan karet, tips pipet kristal, kuning, biru, autoklaf, kamera, penangas air water bath, oven, pH meter, magnetic stirrer, alat-alat gelas beaker gelas, erlenmeyer, dll, UV Transluminator UV Tec Cambridge 20 UV , elektroforesis Power PAC 3000, Biorad , PCR Therma Cycler, Gel-Doc UV Cambridge, power supply, spektrofotometri, dan alat tulis. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah Metode RAPD Random Amplified Polymorphic DNA berdasarkan PCR Polymerase Chain Reaction yang mengamplifikasi secara acak. Universitas Sumatera Utara Pelaksanaan Penelitian Pengambilan Sampel Daun Daun bawang merah yang digunakan adalah daun dari enam aksesi di Samosir yaitu aksesi Sianjur mula-mula, Harian, Nainggolan, Palipi Simanindo, dan Pangururan. Daun yang dipilih masih mudalembut berwana hijau muda, kemudian dicuci bersih, dilap dengan tissue lalu dibawa ke Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan. Isolasi dan Pemurnian DNA Daun bawang merah dicuci dan dikeringkan dengan tissue kemudian ditimbang masing-masing 0,3 gram. Daun dipotong melintang dengan gunting. Kemudian daun dimasukkan ke dalam mortar lalu digerus searah jarum jam untuk membantu memecah dinding sel secara mekanik. Lalu ditambahkan 0,5 ml buffer ekstraksi CTAB, dan 0,1 g PVPP sebagai antioksidan, lalu digerus lagi hingga benar-benar halus, kemudian sampel dipindahkan ke dalam tabung eppendorf 2 ml yang telah diisi 1 ml buffer ekstraksi CTAB bermuatan positif untuk memisahkan polisakarida dari DNA bermuatan negatif. Kemudian ditambahkan 10 µl β-mercaptoetanol supaya menghambat enzim polifenol oksidase mendegradasi rantai DNA dan senyawa fenol teroksidasi yang ditandai dengan terbentuk warna coklat pada jaringan tanaman. Tabung divortex hingga rata. Setelah itu tabung diinkubasi dalam waterbath selama 30 menit pada suhu 65 C, setiap 10 menit sekali tabung dibolak balik dengan perlahan-lahan. Dimasukkan 1 ml larutan KIAA ke dalam tabung dan dikocok hingga homogen menghilangkan kontaminasi akibat polisakarida. Tabung disentrifugasi dengan kecepatan 13.000 rpm pada suhu ruang selama 10 menit untuk memisahkan molekul- molekul berdasarkan bobot molekulnya. 14 Universitas Sumatera Utara Bila ekstraksi berhasil maka supernatan akan terpisah. Supernatan yang diperoleh dipindahkan pada tabung eppendorf 2 ml yang lain dan ditambahkan lagi dengan KIAA lalu disentrifugasi 13.000 rpm lagi selama 10 menit. Setelah itu, supernatant dipindahkan pada tabung lain dan ditambahkan isopropanol dingin. Tabung dikocok perlahan dan diperhatikan adanya benang-benang halus putih yang muncul. Benang yang muncul tampak jelas, tabung disimpan ke dalam freezer pada suhu 4 o C selama 30 menit. Setelah 30 menit, tabung disentrifugasi dengan kecepatan 13.000 rpm selama 10 menit. Kemudian cairan isopropanol dalam tabung dibuang sedangkan benang-benang halus yang telah mengendap di dasar tabung ditinggalkan dan dikeringanginkan. Setelah kering, DNA dan permukaan dalam tabung dicuci dengan etanol absolut kemudian dikeringanginkan lagi. Setelah itu, dilarutkan dengan 30 µl buffer TE dan dispin manual agar terbentuk suspensi antara pelet dengan buffer TE. Stok DNA yang diperoleh disimpan dalam freezer pada suhu ± 20 o C bila tidak digunakan Orozco-Castillo dkk., 1994. Meskipun demikian, dalam suatu teknik isolasi DNA masih diperlukan suatu tahapan untuk meminimalkan senyawa kontaminan yang dapat mengganggu reaksi PCR seperti polisakarida dan metabolit sekunder. Hal ini disebabkan keberadaan polisakarida dan metabolit sekunder dalam sel tanaman sering menyulitkan dalam isolasi asam nukleat Maftuchah dan Zainuddin, 2013. Uji Kuantitas DNA Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat nanophotometer. Larutan stok DNA diambil sebanyak 2 µl, kemudian alat dijalankan. Absorbansi Å diukur pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Tingkat kemurnian DNA ditentukan dengan nilai perbandingn Å 260 Å 280 . Sampel DNA murni akan 15 Universitas Sumatera Utara menghasilkan rasio Å 260 Å 280 berkisar 1,8-2,0. Nilai kemurnian yang lebih dari 2,0 menunjukkan bahwa sampel mengandung kontaminan RNA, sedangkan nilai kemurnian yang kurang dari 18,0 menunjukkan bahwa sampel mengandung kontaminan protein Wilson dan Walker, 2010. Prinsip dasar pada spektrofotometri adalah sampel harus jernih dan larut sempurna. DNA yang mengandung basa-basa purin dan pirimidin dapat menyerap cahaya UV. Pita ganda DNA dapat menyerap cahaya UV pada 260 nm, sedang kontaminan protein atau phenol dapat menyerap cahaya pada 280 nm. Dengan adanya perbedaan penyerapan cahaya UV ini, sehingga kemurnian DNA dapat diukur dengan menghitung nilai absorbansi 260 nm dibagi dengan nilai absorbansi 280 Å 260 Å 280 Fatchiyah dkk., 2011. Amplifikasi dan Genotyping Persiapan awal PCR adalah mencairkan komponen untuk running PCR yaitu paket PCR produksi Promega dalam kotak berisi pecahan es. Pembuatan larutan master setiap sampel yang akan digunakan terdiri atas: ddH 2 O 8,0 µl, Go tag 12,5, aliquot primer 2,5 µl. Dari tube diambil 21 µl ke tube yang lain sehingga diperoleh 24 tube untuk PCR dan ditambahkan masing-masing DNA sebanyak 4 µl. Kemudian tabung diisi manual. Tabung berisi stok DNA dan campuran master dimasukkan dalam block sampel dimesin PCR dengan suhu annealing 36ºC. Reaksi amplifikasi Gene Amp PCR Applied Biosystem di desain waktu, suhu, dan jumlah siklus termal 45 kali 3 jam 51 menit. Keberhasilan teknik ini ditentukan oleh ada tidaknya situs penempelan primer, kemurnian DNA dan keutuhan DNA cetakan Bardakci, 2001. Konsentrasi DNA genom merupakan faktor terpenting dalam reaksi amplifikasi. Universitas Sumatera Utara Konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat meningkatkan kontaminan yang menggangu reaksi amplifikasi Chen, 2000. Meskipun demikian dalam suatu teknik isolasi DNA masih diperlukan suatu tahapan untuk meminimalkan senyawa kontaminan yang dapat mengganggu reaksi PCR seperti polisakarida dan metabolit sekunder. Hal ini disebabkan keberadaan polisakarida dan metabolit sekunder dalam sel tanaman sering menyulitkan dalam isolasi asam nukleat Maftuchah dan Zainuddin, 2013. Elektroforesis Sebelum dilakukan elektroforesis disiapkan gel agarose konsentrasi 1,5 bv. Agarose ditimbang 1,95 g kemudian dilarutkan dengan menambahkan 130 ml buffer TAE 1x. Larutan tersebut dimasukan ke dalam erlenmeyer, kemudian dipanaskan dan diaduk dengan pengaduk magnetik hingga larutan menjadi bening. Setelah larutan dipanaskan kemudian didingikan dan ditambah larutan etidium bromide 3 µl kemudian dipanaskan kembali lalu didinginkan dengan cara yang sama. Setelah larutan agak dingin suhu ± 60º C larutan dimasukkan dalam cetakan agar yang telah dipasang sisir pembuat lubang well- forming combs dan dibiarkan memadat selama ± 40 menit atau sampai gel mengeras. Well-forming combs dilepas secara perlahan dan gel agarose siap digunakan untuk elektroforesis. Untuk elektroforesis tray yang berisi gel agarose diletakkan dalam tank elektroforesis dan larutan buffer TAE 1x dituang ke dalam tank tersebut ± 670 ml hingga terendam hingga 1 mm diatas permukaan gel atau sampai batas yang telah ditemukan. Contoh DNA yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam sumur pada gel. 17 Universitas Sumatera Utara Setelah semua sampel dimasukkan ke dalam sumur well, tank elektroforesis ditutup dan dihubungkan dengan arus listrik. Kemudian proses elektroforesis siap dijalankan. Running elektroforesis dilakukan pada kondisi 70 volt selama 80 menit. Setelah running elektroforesis selesai arus listrik dimatikan dan tray diambil dengan menggunakan sarung tangan. Visualisasi DNA yang telah dielektroforesis dilakukaan dengan UV transluminator dan jika pitaband molekul DNA kelihatan terang maka didokumentasikan. Analisis Data Penentuan Skoring Marka RAPD Untuk menentukan keragaman genetik, produk PCR-RAPD diskoring berdasarkan muncul tidaknya pita DNA. Pita yang muncul pada gel diasumsikan sebagai alel RAPD. Keragaman alel RAPD ditentukan dari perbedaan migrasi alel pada gel masing-masing individu sampel. Berdasarkan ada atau tidaknya pita, profil pita diterjemahkan ke dalam data biner. Pita yang muncul diberi kode 1 ada dan 0 tidak ada Ferreira dan Grattapaglia, 1994. Penentuan Ukuran Pasangan Basa Ukuran fragmen basa pasangan basa = bp produk PCR ditentukan dengan menggunakan software UVITEC Cambridge Fire Reader. Fragmen DNA yang digunakan yaitu 1000 bp DNA ladder. Dengan menggunakan software UVITEC Cambridge FireReader maka ukuran pita DNA hasil amplifikasi dapat terukur pada gambar. Ukuran pita DNA base pairs ini akan berpacuan dari ladder yang kita gunakan. Program ini akan mengukur pita yang muncul berdasarkan ukuran ladder yang digunakan. Pengukuran pola pita yang terbentuk ini dengan pendar cahaya DNA yang terbentuk saat proses elektroforesis dengan sinar UV. Universitas Sumatera Utara HASIL DAN PEMBAHASAN Data Geografis Enam Aksesi Bawang Merah di Samosir Sampel diambil dari enam aksesi Sianjur mula-mula, Harian, Nainggolan, Palipi Simanindo, dan Pangururan bawang merah Allium ascalonicum L. di Samosir memiliki data nomor, aksesi, ketinggian tempat, dan umur tanaman sebagai berikut pada Table 1. Tabel 1. Data geografis enam aksesi bawang merah di Samosir Nomor Aksesi Ketinggian Tempat mdpl Umur Tanaman MST 1 Sianjur mula-mula 1100 2 2 Harian 1000 4 3 Nainggolan 1100 3 4 Palipi 1200 2 5 Simanindo 1000 2 6 Pangururan 1000 3 Terlampir pada tabel 1. umur bawang merah yang dianalisis berkisar 2-4 minggu setelah tanam MST. Karena pada saat pengambilan sampel, bawang merah pada masing-msing aksesi ditanam dengan waktu tanam yang tidak serentak dan petani di Samosir tidak menentukan waktu penanaman yang bersamaan dengan petani lain. Umur tanaman 2-4 MST masih dalam masa vegetatif dan memenuhi kriteria untuk isolasi DNA yaitu masih meristematik dan tingkat polisakarida yang rendah. Ini akan membantu memidahkan isolasi dan purifikasi DNA. Selain umur tanaman, ketinggian tempat asal tanaman sampel bawang merah juga berbeda namun tidak signifikan hanya berkisar 1000-1200 mdpl. Universitas Sumatera Utara Hasil Uji Kuantitas DNA Tabel 2. Hasil uji kuantitatif DNA enam aksesi bawang merah di Samosir Nomor Aksesi Konsentrasi DNA ngµl Kemurnian Å 260 Å 280 1 Sianjur mula-mula 214 2,088 2 Harian 341 1,949 3 Nainggolan 135 2,077 4 Palipi 184 2,061 5 Simanindo 181 2,028 6 Pengururan 152 2,040 Nilai kemurnian dan konsentrasi DNA hasil isolasi diperoleh dengan Uji kuantitatif DNA dilakukan secara spektrofotometri pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Panjang gelombang 260 nm merupakan serapan maksimum untuk asam nukleat sedangkan panjang gelombang 280 nm merupakan serapan maksimum untuk protein. DNA yang berkualitas tinggi dengan tingkat kemurnian yang tepat dibutuhkan untuk mendapatkan hasil amplifikasi yang baik dari reaksi PCR. Stok DNA yang diperoleh dari hasil isolasi daun segar tanaman bawang merah Tabel. 2 rata-rata 2,040 dengan selang 1,949-2,088 menunjukkan tingkat kemurnian yang sesuai dengan Sambrook dkk., 1989 yaitu 1,80-2,00. Apabila tingkat kemurnian di luar batas selang tersebut berarti masih terdapat kontaminan yang berupa fenolik, karbohidrat, protein, dan RNA. Kuantitas DNA yang dihasilkan mempunyai kisaran 135-341 ngul. Jumlah ini relatif cukup banyak dan dapat digunakan untuk reaksi PCR sampai ratusan kali. Rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh hasil isolasi dan purifikasi adalah 197 dengan selang 135-341. Tingkat kemurnian cukup baik dan sesuai, terbukti dari amplifikasi dan genotyping DNA berhasil dilakukan. Salah satu faktor yang mendukung diperoleh kemurnian ini adalah faktor tanaman yang Universitas Sumatera Utara diisolasi masih muda. Penggunaan organ muda tanaman karena masih meristematik dan daun bawang merah sendiri tidak mengandung polisakarida yang tinggi. Sesuai dengan literatur Hittalmani et al. 1995 yang menyatakan bahwa identifikasi dilakukan pada level DNA, tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan dapat dilakukan pada tahap awal pertumbuhan tanaman. Hasil PCR dengan marka RAPD Hasil amplifikasi menggunakan empat primer yang digunakan yaitu OPA-2, OPA-4, OPA-19, dan OPA-20 pada enam aksesi bawang merah yang menghasilkan produk PCR yang dapat dibaca dan diskoring, sehingga hasilnya dapat dianalisis. Gambar 1.Elektroforegram amplifikasi DNA enam aksesi bawang merah dengan primer OPA-2 dan OPA-4. ket; M = marker ladder 100 bp, 1 Sianjur mula-mula, 2 Harian, 3 Nainggolan, 4 Palipi, 5 Simanino, dan 6 Pangururan. Amplifikasi PCR dengan primer OPA-2 dan OPA-4 dari enam DNA sampel menghasilkan 12 pita 100 bp Gambar 1. Gambar 2. Elektroforegram amplifikasi 6 DNA Bawang merah dengan primer OPA-19 dan OPA-20. ket; M = marker ladder 100 bp, 1 Sianjur mula-mula, 2 Harian, 3 Nainggolan, 4Palipi, 5 Simanino, dan 6 Pangururan. M 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1000 bp 900 bp 800 bp 700 bp 600 bp 500 bp 400 bp 300 bp 200 bp 100 bp 1000 bp 900 bp 800 bp 700 bp 600 bp 500 bp 400 bp 300 bp 200 bp 100 bp M 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 Universitas Sumatera Utara Amplifikasi PCR dengan primer OPA-19 dan OPA-20 pada enam DNA sampel menghasilkan 12 pita dengan ukuran 100 bp Gambar 2. Hasil amplifikasi DNA yang dihasilkan dengan teknik RAPD menggunakan mesin PCR menunjukkankan bahwa pola pita yang dihasilkan tidak bervariasi. Keempat primer ini dapat mengenali DNA bawang merah sehingga primer ini dapat melakukan komplemen sekuen DNA. Ukuran pasangan basa yang sama antar aksesi bawang merah menunjukkan sifat monomorfis dari keseluruhan aksesi yang diidentifikasi. Visualisasi DNA yang telah dielektroforesis dengan UV transluminator menampilkan pitaband molekul DNA yang tampak terang. Hal ini membuktikan bahwa kemurnian dan konsentrasi DNA memenuhi syarat dan cukup baik sehingga primer dapat menempel annealing pada untaian DNA bawang merah, akan tetapi intensitas pita hasil visualisasi sedikit berbeda satu sama lain. Williams dkk., 1990 menyatakan bahwa bila pita yang muncul memiliki ukuran basa dan intensitas yang bervariasi dipengaruhi oleh sebaran situs penempelan primer pada genom, kemurnian DNA dan konsentrasi DNA dalam reaksi. Tabel 3. Hasil amplifikasi empat primer yang digunakan Primer Urutan Basa 5-3 Jumlah Aksesi yang Tidak Teramplifikasi OPA-2 TGCCGAGCTG - OPA-4 AATCGGGCTG - OPA-19 CAAACGTCGG - OPA-20 GTTGCGATCC - Pola pita yang dihasilkan oleh empat primer yang digunakan memperlihatkan pola pita yang tidak berbeda. Ukuran pita-pita yang dihasilkan terletak pada 100 bp. Total pola pita dari keempat primer yang tampak sebanyak empat dengan rata-rata satu pita per primer yang monomorfik 100. 22 Universitas Sumatera Utara Penelitian ini menggunakan primer acak random primer lebih dari satu, agar hasil analisis yang dilakukan lebih akurat. Masing-masing primer dengan urutan basa yang berbeda. Sehingga peluang besar untuk mendeteksi perubahan dan perbedaan pada gen tanaman bila ada. Menurut Ishak 1998, penggunaan primer yang lebih dari satu dikarenakan semakin banyak jenis primer yang digunakan akan menambah kemampuan mendeteksi perubahan yang kecil dan pasangan yang kecil dan pasangan basa genom. Kualitas DNA yang diperoleh cukup bagus karena keseluruhan DNA contoh dapat teramplifikasi dengan PCR menggunakan primer acak random primer . Hal ini sesuai dengan pernyataan Numba 2010 bahwa faktor yang mempengaruhi keberhasilan PCR adalah ukuranpanjang primer yang digunakan, tingkat konsentrasi dan kemurnian DNA, komposisi primer acak urutan nukleotida yang digunakan dan enzim Taq DNA polymerase. Tabel 4. Jumlah fragmen DNA dan tingkat keinformatifan masing-masing primer No Primer Ukuran Pita bp Jumlah Total Pita DNA Pola Pita DNA Persentase Pita Monomorfik 1 OPA-2 100 1 Monomorfik 100 2 OPA-4 100 1 Monomorfik 100 3 OPA-19 100 1 Monomorfik 100 4 OPA-20 100 1 Monomorfik 100 TOTAL 400 Rata-rata 100 Pola pita monomorfisme ini menggambarkan tidak adanya tingkat keragaman genetik dari bawang merah yang dianalisis. Bila tingkat keragaman genetik diantara aksesi bawang merah tinggi, seharusnya menunjukkan pita polimormik, dimana jumlah dan pola pita yang bervariasi. Maka tidak perlu dilakukan perhitungan dan analisis deskriptif dan martiks jarak antar Universitas Sumatera Utara tanaman yang dianalisis menggunakan software DARwin 5.05 Perrier dan Jacquemoud-Collet, 2006. Hasil analisis pola pita monomorfis 100 menunjukkan bahwa perbedaan warna, panjang, dan ketebalan daun tersebut tidak disebabkan karena adanya keragaman genetik bawang merah. Tetapi karena keadaan lingkungan yang tidak sama di setiap areal pertanaman petani seperti kondisi tanah yang berbatu, air tanah, intensitas cahaya matahari dan sumber air. Hal ini sesuai dengan pernyataan Allard 2010 yang menyatakan bahwa gen dari tanaman tidak dapat menyebabkan berkembangnya suatu karakter terkecuali bila mereka berada dalam kondisi yang sesuai. Jika mereka berada dalam kondisi yang tidak sesuai maka tidak ada pengaruh gen terhadap berkembangnya karakteristik dengan mengubah tingkat keadaan lingkungan. Universitas Sumatera Utara KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil analisis dari enam aksesi Sianjur mula-mula, Harian, Nainggolan, Palipi Simanindo, dan Pangururan bawang merah Allium ascalonicum L. di Samosir berdasarkan empat primer OPA-2, OPA-4, OPA-19, dan OPA-20 menunjukkan fragmen tunggal dengan ukuran sama besar sekitar 100 bp dan persentase pita monomorfik 100. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada keragaman genetik dari enam aksesi bawang merah yang diamati di Samosir. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menganalisis bawang merah dari aksesi di daerah lain dengan cangkupan yang lebih luas dengan menggunakan primer yang berbeda. Universitas Sumatera Utara TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Van Steenis 2003 bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, ordo Liliales, famili Liliaceae, genus Allium, spesies Allium ascalonicum L. Bentuk daun tanaman bawang merah seperti pipa, yakni bulat kecil memanjang antara 50-70 cm, berlubang, bagian ujungnya meruncing, berwarna hijau muda sampai hijau tua, dan letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya relatif pendek Rukmana, 1994. Tanaman bawang merah memiliki batang sejati discus, yang merupakan bagian seperti kayu yang berada pada dasar umbi bawang merah, sebagai tempat melekatnya perakaran dan mata tunas. Pangkal daun akan bersatu dan membentuk batang semu. Yang kelihatan seperti batang pada tanaman bawang merah sebenarnya merupakan batang semu yang akan berubah bentuk dan fungsinya sebagai umbi lapis Sinclair, 1988. Bentuk daun bawang merah memanjang seperti pipa dan berbentuk bulat, tetapi ada juga yang membentuk setengah lingkaran pada penampang melintang daun. Bagian ujung daun meruncing, sedangkan bagiaan bawahnya melebar dan membengkak. Daun berwarna hijau Brewster, 2008. Bunga bawang merah merupakan bunga sempurna, memiliki benang sari dan kepala putik. Tiap kuntum bunga terdiri atas enam daun bunga yang berwarna putih, enam benang sari yang berwarna hijau kekuning-kuningan, dan sebuah putik. Kadang-kadang di antara kuntum bunga bawang merah ditemukan bunga yang memiliki putik sangat kecil dan pendek atau rudimenter. Meskipun kuntum Universitas Sumatera Utara bunga banyak, namun bunga yang berhasil mengadakan persarian relatif sedikit Pitojo, 2003. Buah berbentuk bulat dengan ujungnya tumpul membungkus biji berjumlah 2-3 butir. Bentuk biji pipih, sewaktu masih muda berwarna bening atau putih, tetapi setelah tua menjadi hitam. Biji-biji berwarna merah dapat dipergunakan sebagai bahan perbanyakan tenaman secara generatif Rukmana, 1995. Umbi bawang merah merupakan umbi ganda ini terdapat lapisan tipis yang tampak jelas, dan umbi-umbinya tampak jelas juga sebagai benjolan kekanan dan kekiri, dan mirip siung bawang putih. Lapisan pembungkus siung umbi bawang merah tidak banyak, hanya sekitar 2 sampai 3 lapis dan tipis yang mudah kering. Sedangkan lapisan dari setiap umbi berukuran lebih banyak dan tebal. Maka besar kecilnya siung bawang merah tergantung oleh banyak dan tebalnya lapisan pembungkus umbi Suparman, 2010. Syarat Tumbuh Iklim Tanaman bawang merah lebih optimum tumbuh di daerah beriklim kering. Tanaman bawang merah peka terhadap curah hujan dan intensitas hujan yang tinggi serta cuaca berkabut. Tanaman ini membutuhkan sinar matahari yang maksimal minimal 70 penyinaran, suhu udara 25-32 °C, dan kelembapan nisbi RH 50-70 Sumarni dan Hidayat, 2005. Bawang merah dapat tumbuh dengan baik pada dataran rendah dengan ketinggian tempat 10-250 meter diatas permukaan laut mdpl. Pada ketinggian 800-900 mdpl bawang merah juga dapat tumbuh, namun pada ketinggian tersebut Universitas Sumatera Utara yang berarti suhunya rendah pertumbuhan tanaman terhambat dan umbinya kurang baik Wibowo, 2007. Tanah Bawang merah menghendaki struktur tanah remah. Tanah remah memiliki perbandingan bahan padat dan pori-pori yang seimbang. Bahan padat merupakan tempat berpegang akar. Tanah remah lebih baik daripada tanah bergumpal AAK, 1998 Tanaman bawang merah memerlukan tanah berstruktur remah, tekstur sedang sampai liat, drainaseaerasi baik, mengandung bahan organik yang cukup, dan reaksi tanah tidak masam pH tanah : 5,6-6,5. Tanah yang paling cocok untuk tanaman bawang merah adalah tanah aluvial atau latosol Sutarya dan Grubben, 1995. Keragaman Genetik Untuk mempelajari keanekaragaman genetik pada tanaman dapat dilakukan dengan cara analisis langsung terhadap sifat morfologi agronomi, melalui penggunaan penanda tertentu baik pada tingkat sitologi maupun molekuler, ataupun melalui analisis kimiawi jaringan tanaman. Penanda adalah karakter yang dapat diturunkan dan berasosiasi dengan genotip tertentu. Sedangkan penanda DNA dapat digunakan untuk menganalisis keanekaragaman genetik dengan lebih baik karena penanda DNA mampu menampakkan polimorfisme pola pita DNA dalam jumlah banyak, konsisten, dan tidak dipengaruhi lingkungan Sumarsono, 2000. Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab keragaman penampilan tanaman. Program genetik yang akan diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang Universitas Sumatera Utara menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan susunan genetik selalu mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan berasal dari jenis tanaman yang sama Sitompul dan Guritno, 1995. Lingkungan yang sering mempengaruhi tanaman adalah lingkungan yang terdapat dekat di sekitar tanaman dan disebut lingkungan mikro. Faktor ini tergantung dari gen tanaman menerima respon dari lingkungan tersebut. Gen dari tanaman tidak dapat menyebabkan berkembangnya suatu karakter terkecuali bila mereka berada dalam kondisi yang sesuai. Jika mereka berada dalam kondisi yang tidak sesuai maka tidak ada pengaruh gen terhadap berkembangnya karakteristik dengan mengubah tingkat keadaan lingkungan Allard, 2005. Genetik molekuler memainkan peranan penting pada berbagai aspek konservasi tanaman seperti untuk deteksi, karakterisasi yang dulu dilakukan secara langsung dengan pengamatan fenotipik. Dengan kemajuan dibidang biologi molekuler pengamatan dapat dilakukan dengan lebih teliti pada level DNA yaitu dengan bantuan penanda DNA. Bila dibandingkan pengamatan fenotipik, karakterisasi dengan bantuan penanda molekuler manjanjikan akurasi dan efisiensi yang lebih tinggi. Identifikasi dilakukan pada level DNA, tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan dapat dilakukan pada tahap awal pertumbuhan tanaman Hittalmani et al., 1995. Polymerase Chain Reaction PCR Reaksi berantai polimerase polymerase chain reaction PCR adalah metode amplifikasi suatu sekuen DNA tertentu. PCR merupakan cara yang sensitif, selektif, dan sangat cepat untuk memperbanyak sekuen DNA yang diinginkan Murray et al., 2009. PCR adalah suatu metode enzimatis untuk Universitas Sumatera Utara melipatkgandakan secara eksponensial suatu sekuen nukleotida tertentu dengan cara in vitro. Metode ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1985 oleh Kary B. Mullis. Metode PCR tersebut sangat sensitive. Sensivitas tersebut menjadikan PCR dapat digunakan untuk melipatgandakan satu molekul DNA. Kelebihan lain metode PCR adalah bahwa reaksi ini dapat dilakukan dengan menggunakan komponen dalam jumlah sangat sedikit Yuwono, 2006. Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil PCR adalah: konsentrasi dan kemurnian DNA contoh, ukuranpanjang primer, komposisi primer urutan nukleotida, konsentrasi ion magnesium, dan enzim Taq-DNA polymerase Numba, 2010. Primer adalah suatu sekuen pendek DNA yang menunjukkan adanya polimorfisme antara individu berbeda dalam satu spesies. Penanda molekuler mempunyai tingkat polimorfisme yang sangat tinggi, jumlahnya tidak terbatas, tidak dipengaruhi oleh lingkungan, dan tingkat heritabilitasnya hampir 100. Suatu penanda akan efektif jika dapat membedakan antara dua tetua yang berbeda genotipenya dan dapat dideteksi dengan mudah dalam populasi yang diuji Wirnas, 2005. Primer berupa untai DNA pendek yang menempel pada fragmen DNA target serta sebagai tempat awal terjadinya replikasi. Reaksi PCR membutuhkan suatu buffer yang mengandung MgCl 2 karena aktivitas enzim polimerase dipengaruhi oleh konsentrasi ion Mg 2+ . Ion Mg 2+ akan menstimulasi aktivitas enzim secara maksimal pada konsentrasi 2 mM. Jika konsentrasinya lebih tinggi, maka dapat bersifat sebagai inhibitor Sambrook, 1989. Bila pita yang muncul memiliki ukuran basa dan intensitas yang bervariasi, perbedaan intensitas pita DNA dipengaruhi oleh sebaran situs 9 Universitas Sumatera Utara penempelan primer pada genom, kemurnian DNA, dan konsentrasi DNA dalam reaksi. Banyaknya pita yang dihasilkan pada setiap primer tergantung pada sebaran situs yang homolog pada genom Williams dkk., 1990. Keunggulan PCR yaitu Polimerase-DNA dapat diarahkan untuk sintesis wilayah DNA tertentu. Teknik PCR sebenarnya mengeksploitasi berbagai sifat alami replikasi DNA. Dalam proses tersebut, polimerase DNA menggunakan DNA berserat tunggal sebagai cetakan untuk mensintesis serat baru yang komplementer. Cetakan berserat tunggal dapat diperoleh dengan mudah dilaboratorium melalui pemanasan DNA berserat ganda pendek untuk memulai prime proses sintesis. Posisi awal dan akhir sintesis DNA pada PCR dapat ditentukan dengan menyediakan suatu oligonukleotida sebagai primer yang menempel secara komplementer pada cetakan sesuai dengan keinginan peneliti dan PCR menghasilkan amplifikasi wilayah DNA tertentu. Serat DNA dapat berfungsi sebagai cetakan untuk mensintesis bila primer oligonukleotida disediakan untuk masing-masing serat Mahardika, 2003. Random Amplified Polymorphic DNA RAPD Penanda molekuler dapat dilakukan dengan RLFP Ristriction Fragment Polymorphism , AFLP Amplified Fragment Length Polymorphism, SSR Single Sequence Repeat , dan RAPD Random Amplified Polimorphic DNA. Ebrahimi et al., 2009, Ovesna et.al., 2011, Ma et al., 2009, Lee et al., 2011. Penanda RAPD memiliki kelebihan yaitu lebih sederhana, DNA yang dibutuhkan sedikit, mampu menghasilkan polimorfisme lebih cepat. Kekurangan metoda RAPD adalah tingkat pengulangan yang rendah, tetapi dapat dijaga dengan konsistensi kondisi PCR Prana dan Hartati, 2003. 10 Universitas Sumatera Utara Salah satu pendekatan untuk mengetahui keragaman genetik dan hubungan kekerabatan serta mendeteksi pohon induk yang berproduksi tinggi adalah menggunakan RAPD. RAPD merupakan marka molekuler yang lebih cepat, lebih murah dan lebih mudah dibandingkan AFLP dan RFLP dalam mempelajari keragaman genetik, hubungan kekerabatan antar genotip dan identifikasi varietas. Marka DNA hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai indikator seleksi tanpa dipengaruhi lingkungan, juga dapat digunakan mengidentifikasi aksesi-aksesi, koleksi plasma nutfah baik itu hasil persilangan atau yang berasal dari daerah lain tanpa menunggu tanaman tersebut berproduksi dan materi-materi genetik hasil persilangan diperlukan untuk evaluasi dalam upaya penemuan varietas unggul produksi tinggi Samal et al., 2003. Teknik RAPD hanya digunakan pada satu primer arbitrasi yang dapat menempel pada kedua utas DNA setelah didenaturasi pada situs tertentu yang homolog dengan spesifitas penempelan yang tinggi. Potongan DNA yang teramplifikasi berdasarkan pilihan penempelan yang bersifat acak dan tidak harus berkaitan dengan gen tertentu. Penggunaan penanda RAPD relatif sederhana dan mudah dalam hal preparasi. Teknik RAPD memberikan hasil yang lebih cepat dibandingkan dengan teknik molekuler lainnya. Teknik ini juga mampu menghasilkan jumlah karakter yang relatif tidak terbatas, sehingga sangat membantu untuk keperluan analisis keanekaragaman organisme yang tidak diketahui latar belakang genomnya, baik organisme tingkat tinggi eukariot maupun organisme tingkat rendah prokariot Bardakci, 2001. Keunggulan teknik RAPD antara lain kuantitas DNA yang dibutuhkan sedikit, hemat biaya, mudah dipelajari dan primer yang diperlukan sudah banyak dikomersialisasikan sehingga mudah diperoleh. Tanaman tahunan menggunakan 11 Universitas Sumatera Utara RAPD untuk meningkatkan efisiensi seleksi awal. Teknik RAPD telah banyak diaplikasikan dalam kegiatan pemuliaan tanaman, antara lain analisis keragaman genetik plasma nutfah tanaman padi, kapas, dan jeruk mandarin, dan analisis populasi genetik tanaman kakao dan kelapa Azrai, 2005. Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Latar Belakang Bawang merah Allium ascalonicum L. merupakan satu dari berbagai tanaman hortikultura yang berpotensi untuk dikembangkan baik dari dataran rendah sampai dataran tinggi di Indonesia khususnya Sumatera Utara. Petani di Samosir membudidayakan bawang merah dan menjadikan itu sebagai mata pencaharian mereka. Namun sampai sekarang ini fluktuasi harga bawang merah tergolong tinggi sehingga mempengaruhi perekonomian petani. Hasil penelitian LIPI 2010, ternyata bawang merah mengandung senyawa yang berkhasiat sebagai anti inflamasi dan antioksidan seperti kuersetin untuk antikanker pada regulasi siklus sel. Kandungan lain dari bawang merah diantaranya protein, mineral, sulfur, antosianin, kaemferol, karbohidrat, dan serat. Potensi bawang merah yang berperan penting untuk keperluan medis, kosmetik, dan bumbu yang tidak tergantikan menjadi alasan utama mengapa bawang merah akan semakin diminati di masa mendatang. Maka perlu dilakukan upaya pemuliaan tanaman agar diperoleh sumber bahan tanam yang unggul yang dapat menghasilkan kualitas tinggi. Salah satu dasar pemuliaan tanaman adalah adanya ketersediaan keragaman yang tinggi pada tanaman tersebut, sehingga memungkinkan dapat dilakukan seleksi terhadap bibit yang diinginkan. Prospek dan potensi bawang merah sangat besar, dapat dilihat dari kebutuhan bawang merah yang semakin meningkat berbanding lurus dengan pertambahan penduduk. Oleh karena itu pengusahaan bawang merah Sumatera Utara perlu ditingkatkan dalam kuantitas, kualitas, dan kontinuitas. Data BRSPSU 2015 menyatakan bahwa produksi bawang merah tahun 2014 sebesar 7.810 ton. Produksi menurun sebesar 495 ton 5,96. Penurunan ini disebabkan oleh Universitas Sumatera Utara menurunnya produktivitas sebesar 0,14 ton per hektar 1,74 dan luas panen menurun sebesar 45 hektar 4,29 dibandingkan tahun 2013. Sehingga diperlukan impor bawang merah untuk menutupi kekurangan dari kebutuhan bawang merah tersebut. Beberapa tahun terakhir, pemerintah Sumatera Utara mengimpor bawang merah untuk memenuhi kebutuhan penduduknya. Terbukti dari laporan Siregar 2016 di Antara Sumut, pada tahun 2014 pemerintah Sumatera Utara mengimpor bawang merah 15.684 ton dari Thailand, India, dan Vietnam. Impor bawang merah dapat ditekan dengan pengembangan bawang merah melalui kegiatan pemuliaan seperti karakterisasi dan evaluasi keragaman genetik untuk menghasilkan klon berdaya hasil tinggi. Strategi penelitian dan pengembangan bawang merah di Sumatera Utara diarahkan pada efisiensi usaha tani dan peningkatan produktivitas melalui perbaikan dalam hal budidaya dan genetik tanaman. Dalam pengelolaan plasma nutfah, karakterisasi tanaman diperlukan untuk mengidentifikasi jenis atau varietas bawang merah dalam menyusun deskripsi varietas tetua sebagai substansi sifat keturunan yang diseleksi pada program pemuliaan, dan menentukan kekerabatan atau hubungan genetik diantara aksesi bawang merah tersebut. Informasi ini sebagai data bagi pemulia tanaman seperti: membedakan genotip intra maupun inter spesies, perbaikan produktivitas, ketahanan terhadap hama penyakit, toleran kekeringan, dan sebagainya. Karakterisasi berdasarkan sejumlah karakter yang berbeda dari suatu spesies yang sama dapat berupa analisis keragaman genetik. Tentunya hal ini dapat diterapkan pada bawang merah dari beberapa aksesi di Samosir, Sumatera utara. Universitas Sumatera Utara Namun kendalanya, sampai saat ini gambaran deskripsi bawang merah di Sumatera Utara masih didasarkan pada karakter morfologi dan agronomi. Keragaman secara fenotip morfologi ditunjukkan melalui perbedaan karakter warna, bentuk, panjang jumlah anakan, diameter umbi, bentuk umbi, bobot umbi dan produktivitas. Deskripsi ini dinilai kurang akurat dan tidak sepenuhnya memenuhi syarat sebagai informasi dalam pengembangan bawang merah karena karena sifat-sifat yang kelihatan merupakan interaksi genetik dan kondisi lingkungan. Untuk mendukung pengembangan bawang merah di Sumatera Utara diperlukan kegiatan pemuliaan yang dapat menghasilkan klon bawang merah yang berdaya hasil tinggi, salah satunya adalah mengkarakterisasi dan mengevaluasi keragamana genetik, maka dari itu diperlukan data tingkat molekuler. Identifikasi keragaman genetik dapat dilakukan melalui pendekatan morfologi dan molekuler. Perbedaan karakter morfologi dapat digunakan untuk mengkarakterisasi pola diversitas genetik, namun sifat yang ditunjukkan hanya dalam proporsi kecil dari karakter genetik dan cenderung dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Oleh karena itu identifikasi genetik secara molekuler diperlukan untuk melengkapi keterbatasan data keragaman genetik menggunakan penanda DNA Deoxyribose Nucleid Acid Asam Deoksiribosa Nukleat. Identifikasi genetik lebih akurat karena bersifat stabil, tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Pelaksanaannya juga dapat dilakukan tanpa menunggu tanaman sampai berproduksi dengan bantuan alat penanda molekuler Salah satu teknologi bidang biologi molekuler untuk mendeteksi keragaman genetik adalah penanda RAPD Random Amplified Polimorphic DNA . Metode RAPD merupakan metode yang gampang dilakukan dan memiliki Universitas Sumatera Utara keunggulan antara lain: kuantitas DNA yang dibutuhkan sedikit, hemat biaya, mudah dipelajari dan primer yang diperlukan sudah banyak dikomersialisasikan sehingga mudah diperoleh dan cepat menunjukkan tingkat polimorfis. Lagi pula selain tanaman musiman, analisis keragaman genetik pada tanaman tahunan juga menggunakan teknologi RAPD untuk meningkatkan efisiensi seleksi. Namun metoda RAPD memiliki kurangan yaitu tingkat pengulangan yang rendah, tetapi dapat diatasi dengan konsistensi kondisi PCR Polymerase Chain Reaction. Metode PCR sangat sensitif sehingga digunakan untuk melipatgandakan DNA meskipun dalam jumlah yang sedikit. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk evaluasi keragaman genetik bawang merah Allium ascalonicum L. pada beberapa aksesi di Samosir menggunakan Marka RAPD Random Amplified Polymorphic DNA Hipotesis Penelitian Ada keanekaragaman genetik pada enam aksesi bawang merah Allium ascalonicum L. di Samosir yang diamati. Kegunaan Penelitian Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dan sebagai sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan. 4 Universitas Sumatera Utara ABSTRAK ROSLINA HULU: Analisis Keragaman Genetik Bawang Merah Allium ascalonicum

L. pada Beberapa Aksesi di Samosir Menggunakan Marka RAPD

Dokumen yang terkait

Produksi Bunga dan Biji Bawang Merah Lokal Samosir (Allium ascalonicum) Pada Beberapa Konsentrasi GA3 dan Dosis Boron

1 43 96

Radiosensitivitas Beberapa Aksessi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Varietas Lokal Samosir Terhadap Dosis Iradiasi Sinar Gamma

0 50 81

Analisis Keragaman Genetik Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium Dc.) Sumatera Utara Menggunakan Marka RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

4 29 82

ANALISIS KEKERABATAN BAWANG MERAH (ALLIUM CEPA L. AGGREGATUM GROUP) BERDASARKAN MARKA MOLEKULAR RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD).

3 4 20

Analisis Keragaman Genetik Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Beberapa Aksesi di Samosir Menggunakan Marka RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

0 0 11

Analisis Keragaman Genetik Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Beberapa Aksesi di Samosir Menggunakan Marka RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

0 0 2

Analisis Keragaman Genetik Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Beberapa Aksesi di Samosir Menggunakan Marka RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

0 0 4

Analisis Keragaman Genetik Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Beberapa Aksesi di Samosir Menggunakan Marka RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

0 0 8

Analisis Keragaman Genetik Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Beberapa Aksesi di Samosir Menggunakan Marka RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

0 0 3

Analisis Keragaman Genetik Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Beberapa Aksesi di Samosir Menggunakan Marka RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

0 0 7