HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KESIAPAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA MENGHADAPI INTERPROFESIONAL EDUCATION (IPE)
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA MENGHADAPI INTERPROFESIONAL
EDUCATION (IPE)
Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh
Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh : ERNA SUSANTI
20120320106
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERANDAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
(2)
i
MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA MENGHADAPI
INTERPROFESIONAL EDUCATION (IPE)
Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh
Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh : ERNA SUSANTI
20120320106
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERANDAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
(3)
(4)
iii Saya yang bertanda tangan dibawah ini
Nama : Erna Susanti
NIM : 20120320106
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu kesehatan
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa karya tulis ilmiah yang penulis tulis ini benar-benar merupakan hasil karya penulis sediri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks yang dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka penulis bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Yogyakarta, juni 2016 Yang membuat pernyataan,
(5)
iv mulia
Yang mengajar manusia dengan pena,
Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya (QS: Al-’Alaq 1-5) Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan ? (QS: Ar-Rahman 13) Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang yang beriman diantaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat (QS : Al-Mujadilah 11)
Ya Allah,
Waktu yang sudah kujalani dengan jalan hidup yang sudah menjadi takdirku, sedih, bahagia, dan bertemu orang-orang yang memberiku sejuta pengalaman bagiku, yang telah
memberi warna-warni kehidupanku. Kubersujud dihadapan Mu, Engkau berikan aku kesempatan untuk bisa sampai
Di penghujung awal perjuanganku Segala Puji bagi Mu ya Allah,
Alhamdulillah..Alhamdulillah..Alhamdulillahirobbil’alamin..
Sujud syukurku kusembahkan kepadamu Tuhan yang Maha Agung nan Maha Tinggi nan Maha Adil nan Maha Penyayang, atas takdirmu telah kau jadikan aku manusia yang senantiasa berpikir, berilmu, beriman dan bersabar dalam menjalani kehidupan ini. Semoga keberhasilan ini menjadi satu langkah awal bagiku untuk meraih cita-cita besarku.
Lantunan Al-fatihah beriring Shalawat dalam silahku merintih, menadahkan doa dalam syukur yang tiada terkira, terima kasihku untukmu. Kupersembahkan sebuah karya kecil ini untuk Ayahanda dan Ibundaku tercinta, yang tiada pernah hentinya selama ini memberiku semangat, doa, dorongan, nasehat dan kasih sayang serta pengorbanan yang tak tergantikan hingga aku selalu kuat menjalani setiap rintangan yang ada didepanku, terimaksih buat kakak adik juga dosen dan tak lupa pada sahabat seperjuangan PSIK 2012 & someone yang selalu menemaniku disaat aku butuh bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Untukmu Ayah (daiyo sutrisno,,Ibu (Triyati...Terimakasih....
we always loving you... ( ttd.Anakmu)
(6)
v
Alhamdillahhirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Kesiapan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE)”. ini diajukan guna melengkapi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan ini melibatkan banyak pihak dan tidak akan terlaksana tanpa bantuan, bimbingan dan pengarahan serta do’a mereka. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak dr. H. Ardi Pra,mono Sp.An., M. Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 2. Ibu Sri Sumaryani, M. Kep., Sp.Mat., selaku kepala Program Studi Ilmu
keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
3. Moh Afandi, S.Kep., Ns., MAN selaku Dosen Pembimbing yang banyak memberikan bimbingan dan masukan dengan ikhlas dan sabar dalam penulisan penelitian ini.
4. dr.Galuh Suryandari, M.Med.Ed selaku Dosen penguji yang banyak memberikan bimbingan dan masukan dengan ikhlas dan sabar dalam penulisan penelitian ini.
5. Responden yang telah meluangkan waktu untuk mengikuti jalannya penelitian ini.
6. Keluarga yang senantiasa memberikan dukungan moril, spiritual serta materi sehingga memperlancar tersusunnya Penelitian ini.
Semoga amal baik yang telah diberikan kepada penulis akan mendapat balasan yang sesuai dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mohon maaf dan demi kebaikan ini, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan ini. Semoga dapat berguna bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabaraakatuh
Yogyakarta, Juli 2015
(7)
vi
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
ABSTRACT ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Keaslian Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjaun Teori ... 8
1. Interprofessional Education (IPE) ... 8
2. Kesiapan terhadap IPE ... 15
3. Pengetahuan ... 17
B. Kerangka Teori... 25
C. Kerangka Konsep ... 26
D. Hipotesis ... 26
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 27
B. Populasi dan Sampel Penelitian... 27
C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 30
D. Variabel Penelitian ... 30
E. Definisi Operasional ... 31
F. Alat dan Metode Pengumpulan Data ... 31
G. Cara Pengumpulan Data ... 34
H. Validitas dan Reliabilitas ... 36
I. Pengolahan dan Analisis Data ... 38
J. Etika Penelitian ... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 42
B. Pembahasan ... 45
(8)
vii LAMPIRAN
(9)
viii
Tabel 4.1 Karakteristik mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 43 Tabel 4.2 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan mahasiswa mengenai
Interprofesional Education (IPE) ... 43 Tabel 4.3 Distribusi frekuensi kesiapan mahasiswa Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE) ... 44 Tabel 4.4 Hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kesiapan
mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE) ... 45
(10)
ix
Gambar 2.1. Kerangka Teori Penelitian... 25 Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 26
(11)
x Lampiran 3. Surat keterangan kelayakan etik Lampiran 4. Permohonan ijin penelitian
Lampiran 5. Hasil analisa uji validitas dan reliabilitas Lampiran 6. Surat permohonan menjadi responden Lampiran 7. Lembar persetujuan menjadi responden Lampiran 8. Kuesioner Pengetahuan
Lampiran 9. Kuesioner Kesiapan Lampiran 10. Hasil analisa data
(12)
(13)
ABSTRACT
Background: interprofessional education (IPE) is one of them education integrated to increased capacity collaboration.There are still many student who does not be ready for ipe because knowledge those less about IPE.
Students have having knowledge enough about ipe will have the positive on IPE.
FKIK MuhammadiyahUniversityYogyakartahas started exposed to IPE proven from 2013 model IPE has been applied.But a concrete the application of ipe in fkik muhammadiyah university yogyakarta remains to be seen.
Objective: to know relations between the level of knowledge with readiness students MuhammadiyahUniversityYogyakarta face interprofesional education (IPE).
Methods: the research is research quantitative.This research using design cross sectional.Population in research this is a student fkik 2012 as many as 576 students. The sample of the used is as many as 236 respondents.Analysis the data used was analysis univariat and analysis of bivariat with using formulas chi square.
Result: most students FKIK having a level knowledge nice about ipe with 142 respondents (60,2 %).The majority of respondents having readiness face of IPE at the ready with 182 respondents (77,1 %). Closeness between the level of knowledge with readiness students Muhammadiyah YogyakartaUniversity face interprofesional education (IPE) is located in the and he 0,428.
Conclusion: there are signifikasn relations between between the level of knowledge with readiness university students muhammadiyah yogyakarta face interprofesional education (IPE).
(14)
INTISARI
Latar Belakang: Interprofessional education (IPE) adalah salah satu konsep pendidikan terintegrasi untuk peningkatan kemampuan kolaborasi.Masih banyaknya mahasiswa yang tidak siap menghadapi IPE disebabkan karena pengetahuan mereka yang kurang mengenai IPE. Mahasiswa sudah memiliki pengetahuan yang cukup mengenai IPE akan memiliki kesiapan yang positif terhadap IPE. FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta sudah mulai terpapar dengan IPE terbukti dari tahun 2013 model IPE telah diterapkan. Akan tetapi wujud konkrit penerapan IPE di FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta masih belum terlihat.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kesiapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education(IPE).
Metode penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa FKIK tahun 2012 sebanyak 576 orang mahasiswa. Jumlah sampel yang digunakan adalah sebanyak 236 responden. Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat dan analisa bivariat dengan menggunakan rumus Chi Square.
Hasil penelitian:Sebagian besar mahasiswa FKIK memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang IPE yaitu sebanyak 142 responden (60,2%).Sebagian besar responden memiliki kesiapan menghadapoi IPE pada kategori siap yaitu sebanyak 182 responden (77,1%).Keeratan hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kesiapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE) berada pada kategori sedang (0,428)
Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikasn antara antara tingkat pengetahuan dengan kesiapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE).
(15)
1 A. Latar Belakang
Tuntutan pelayanan kesehatan yang berkualitas semakin meningkat seiring meningkatnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan. Keith (2008) menyatakan kunci dari pelayanan kesehatan yang bermutu dengan biaya yang efisien adalah dengan meningkatkan kolaborasi yang efektif antar tenaga kesehatan. Salah satu upaya untuk mewujudkan kolaborasi antar tenaga kesehatan adalah dengan memperkenalkan sejak dini paktik kolaborasi melalui proses pendidikan (WHO, 2010).
Interprofessional education (IPE) adalah salah satu konsep pendidikan terintegrasi untuk peningkatan kemampuan kolaborasi. IPE dapat terjadi ketika dua atau lebih mahasiswa dari program studi kesehatan yang berbeda belajar bersama yang bertujuan untuk meningkatkan kerja sama dan kualitas pelayanan kesehatan.
Interprofessional education terjadi ketika beberapa mahasiswa profesi belajar untuk mengefektifkan kolaborasi dan meningkatkan pelayanan kesehatan. Interprofessional education adalah langkah yang diperlukan dalam mempersiapkan tenaga kesehatan yang lebih baik dan siap untuk menghadapi masalah kesehatan. Keberhasilan interprofessional education adalah tergantung pada mahasiswa dengan konsep pembelajaran interprofessional education dan dicampur sebagai pembelajaran yang dipilih. Interproffesional
(16)
education mempunyai tujuan untuk meningkatkan kompetensi kolaborasi tim keperawatan dan juga tindakan kolaborasi perawat dengan profesi lain.
Al Qur’an telah menjelaskan bahwa:
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS Al Maidah: 2)
Aplikasi Interproffesional education telah diterapkan dibeberapa Negara di dunia seperti Amerika serikat, Norwegia, Swedia, dan juga Kanada telah melakukan penelitian tentang interprofessional education di Universitas di negara tersebut misalnya saja di Negara Amerika Serikat yaitu Perkembangan interprofessional education di East Carolina University merupakan Program Pelatihan di Amerika Serikat yang terdiri dari tiga sampai empat jam sesi selama empat bulan. Pendidik belajar bagaimana meningkatkan kenyamanan siswa dengan interproffessional. Pemerintah Norwegia pada tahun 1995 mereka merekomendasikan bahwa semua sarjana kesehatan untuk melakukan interprofessional education dan bersikap kolaborasi antara tim kesehatan. Interprofessional education memuat kurikulum inti umum yang tertutup, teori ilmiah, etika, komunikasi, dan kolaborasi (WHO, 2010).
Di Swedia sudah di implimentsasikan untuk semua mahasiswa ilmu kesehatan. Mahasiswa interprofessional pelatihan bangsal di Fakultas Ilmu Kesehatan di Universitas Linköping interprofessional wajib untuk medis,
(17)
keperawatan, fisioterapi dan pekerjaan siswa terapi disampaikan pada bangsal pelatihan. Pemerintah Kanada telah menyediakan sumber daya untuk pendidikan sarjana antarprofesi inisiatif untuk mendukung akses klien untuk perawatan dan untuk mengembangkan dan mempertahankan sumber daya perawatan kesehatan manusia. Penerapan interproffesional education mendorong mahasiwa dalam mengetahui hubungan interprofessional (WHO, 2010). Di Indonesia pada tahun 2010 yang menyelenggarakan interproffesional education yaitu Universitas Gajah Mada. Fakultas kedokteran Universitas Gajah Mada yang terdiri dari program profesi kedokteran dan ners mempunyai persiapan yang baik terhadap interproffesional education (Fauziah 2010)
Masih banyaknya mahasiswa yang tidak siap menghadapi IPE disebabkan karena pengetahuan mereka yang kurang mengenai IPE. Mahasiswa sudah memiliki pengetahuan yang cukup mengenai IPE akan memiliki kesiapan yang positif terhadap IPE (Kesuma, 2013). Hasil penelitian yang dilakuakn oleh Galuh (2015) manyatakan bahwa masih terdapat mahasiswa kesehatan yang tidak siap dalam menghadapi IPE hal ini disebabkan karena tidak memiliki cukup banyak waktu untuk melakukan kolaborasi IPE.
Penelitian yang dilakukan oleh Sedyowinarso dkk., (2011) menunjukkan mahasiswa kesehatan Indonesia memiliki persepsi yang baik terhadap IPE sebanyak 73,62% dan sebanyak 79,90% mahasiswa memiliki kesiapan yang baik terhadap IPE. Keberhasilan proses pendidikan
(18)
interprofesional di perguruan tinggi tidak dapat terlepas dari peran dosen. Inisiatif mahasiswa untuk belajar bersama dapat terjadi jika terfasilitasi oleh lingkungannya seperti sistem dan juga tenaga dosen.
Variabel dalam penelitian ini menggunakan variabel bebas yaitu tingkat pengetahuan mahasiswa tentang Interprofesional Education (IPE) dan variabel terikat mengenai kesiapan mahasiswa FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE). Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui bagaimana hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap kesiapan mahasiswa FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE).
FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta sudah mulai terpapar dengan IPE terbukti dari tahun 2013 model IPE telah diterapkan. Akan tetapi wujud konkrit penerapan IPE di FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta masih belum terlihat. Hasil studi penduhuluan didapatkan data FKIK tahun 2012 sebanyak 548 orang mahasiswa dengan rincian kedokteran umum sebanyak 200 orang mahasiswa, kedokteran gigi sebanyak 112 orang mahasiswa, keperawatan sebanyak 151 orang mahasiswa dan farmasi sebanyak 85 orang mahasiswa. Hasil wawancara studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan September 2015 terhadap 30 orang mahasiswa FKIK angkatan 2012 didapatkan sekitar 7 orang yang mengetahui mengenai IPE dan 23 orang mengatakan belum memahami mengenai IPE.
Oleh karena itu dibutuhkan riset untuk meneliti pengetahuan dan kesiapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta terhadap IPE
(19)
B. Rumusan Masalah
Masih adanya mahasiswa yang tidak siap dalam menghadap IPE yang
disebabkan oleh pengetahuan yang belum cukup baik, memerlukan perhatian
dari pihak akademik, sehingga pihak akademik bisa mempersiapkan
mahasiswa lebih dini untuk melakukan praktek IPE. Berdasarkan latar
belakang tersebut diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “adakah hubungan antara tingkat pengetahuandengan kesiapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional
Education (IPE)?”
C. Tujuan Penelitian 1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dengan
kesiapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Menghadapi Interprofesional Education (IPE) 2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa mengenai
Interprofesional Education (IPE)
b. Untuk mengetahui kesiapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE)
c. Untuk mengetahui signifikansi antara tingkat pengetahuan dengan
kesiapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
(20)
D. Manfaat Penelitian 1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi ilmu
pngetahuan dan meningkatkan pengetahuan mahasiswa mengenai IPE
sehingga mahasiswa lebih siap dalam menghadapai metode IPE 2 Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman
kepada penulis dan menambah wawasan tentang metode IPE.
b. Bagi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi
perpustakaan universitas Muhammadiyah Yogyakarta sehingga
mahasiswa dan peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian
yang sama akan lebih mudah mendapatkan informasi mengenai IPE.
Selain itu diharapkan pihak akademik memberikan pembelajaran
mengenai IPE lebih awal sehingga mahasiswa akan lebih siap saat
menghadapi IPE.
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan oleh peneliti
selanjutnya dengan menghubungkan terhadap variabel lain yang
(21)
E. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian sebelumnya yang membahas mengenai IPE terlihat
pada tabel 1.1 berikut:
Nama/ Tahun Judul Metode Penelitian Perbedaan Arif Eko Yuniawan
(2013)
Anlisis persepsi dan kesiapan dosen terhadap IPE di FKIK Unsoed
Rancangan cross sectional dipersiapakan untuk meneliti 73 sampel dosen FKIK dari jurusan kedokteran, kesehatan masyarakat, keperawatan, farmasi, kedokteran gigi, dan
ilmu gizi.
Interprofessional Education Perceptions Scale (IEPS) dan Readiness
Interprofessional Learning Scale (RIPLS) dimodifikasi dan dipakai sebagai instrumen pengukuran.
Perbedaan penelitian ini terletak pada metode penelitian yang digunakan, populasi dan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah dosen, dan teknik pengambilan sampel.
Martina (2013) hubungan efikasi diri dengan kesiapan terhadap interprofessional
education (IPE) pada mahasiswa profesi di FK UGM
Metode penelitian ini merupakan metode non eksperimental dengan pendekatan deskriptif analitik korelasional, rancangan cross sectional, teknik quota sampling, pada 76 mahasiswa profesi pendidikan dokter dan ilmu keperawatan FK UGM. The readiness for interprofessional learning scale (RIPLS) dan skala efikasi diri.
Perbedaan penelitian ini terletak pada metode penelitian yang digunakan, jumlah populasi dan sampel yang digunakan, variabel bebas yang digunakan dalam penelitian sebelumnya adalah efikasi diri, dan teknik pengambilan sampel.
Curran, R et al (2010)
A longitudinal study of the
effect of an
interprofessional
education curriculum on student satisfaction and attitudes towards interprofessional
teamwork and education.
Metode penelitian ini menggunakan metode A time series study design.
Perbedaan penelitian ini terletak pada responden meliputi mahasiswa bidan, perawat dan gizi, metode penelitian yang digunakan dan variabel yang membahas mengenai sikap terhadap IPE. Suryandari, G dkk
(2015)
Penelitian analitik pada kesiapan siswa dalam pelaksanaan pendidikan
Penelitian menggunakan metode deskriptif analitik dengan desain
Perbedaan penelitian ini terletak pada metode penelitian
(22)
interprofesional di Fakultas Kedokteran Dan Kesehatan Ilmu Muhamadiyah Jogjakarta
cross sectional. Total subjek penelitian terdiri dari 161 mahasiswa kedokteran dan keperawatan, terdiri dari 71 siswa pada tahap klinis. sampel diambil melalui teknik simple random sampling. Data diperoleh dari kuesioner di versi RIPLS Indonesia divalidasi oleh fakultas kedokteran, universitas Indonesia
yang digunakan, jumlah populasi dan sampel yang digunakan
(23)
9 A. Tinjauan Teori
1 Interprofessional Education (IPE) a. Pengertian IPE
Interprofessional education (IPE) adalah metode
pembelajaran yang interaktif, berbasis kelompok, yang dilakukan
dengan menciptakan suasana belajar berkolaborasi untuk
mewujudkan praktik yang berkolaborasi, dan juga untuk
menyampaikan pemahaman mengenai interpersonal, kelompok,
organisasi dan hubungan antar organisasi sebagai proses
profesionalisasi (Royal College of Nursing, 2006). IPE dapat
terjadi ketika dua atau lebih mahasiswa dari program studi
kesehatan yang berbeda belajar bersama yang bertujuan untuk
meningkatkan kerja sama dan kualitas pelayanan kesehatan
(CAIPE, 2002).
Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan
bahwa di dalam dunia kesehatan, IPE dapat terwujud apabila para
mahasiswa dari berbagai program studi di bidang kesehatan serta
disiplin ilmu terkait berdiskusi bersama mengenai konsep
pelayanan kesehatan dan bagaimana kualitasnya dapat
(24)
IPE dapat dimanfaatkan untuk membahas isu-isu kesehatan
maupun kasus tertentu yang terjadi di masyarakat supaya melalui
diskusi interprofesional tersebut ditemukan solusi-solusi yang
tepat dan dapat diaplikasikan secara efektif dan efisien. Penerapan
IPE diharapkan dapat membuka mata masing-masing profesi,
untuk menyadari bahwa dalam proses pelayanan kesehatan,
seorang pasien menjadi sehat bukan karena jasa dari salah satu
profesi saja, melainkan merupakan konstribusi dari tiap profesi
yang secara terintegrasi melakukan asuhan kesehatan
(HPEQ-Project, 2011).
World Health Organization (WHO) tahun 2010
menyatakan bahwa banyak sistem kesehatan di negara-negara di
dunia yang sangat terfragmentasi pada akhirnya tidak mampu
menyelesaikan masalah kesehatan di negara itu sendiri. Hal ini
kemudian disadari karena permasalahan kesehatan sebenarnya
menyangkut banyak aspek dalam kehidupan, dan untuk dapat
memecahkan satu persatu permasalahan tersebut atau untuk
meningkatkan kualitas kesehatan itu sendiri, tidak dapat
dilakukan hanya dengan sistem uniprofessional. Kontribusi
berbagi disiplin ilmu ternyata memberi dampak positif dalam
(25)
b. Manfaat IPE untuk Perkembangan Dunia Kesehatan
Interprofessional education dalam dunia pendidikan tinggi
di bidang kesehatan bertujuan mengarahkan dosen untuk
membantu mempersiapkan mahasiswa profesi kesehatan untuk
nantinya mampu terlibat dan berkontribusi aktif positif dalam
collaborative practice.
IPE memegang peranan penting yaitu sebagai jembatan
agar di suatu negara collaborative practice dapat dilaksanakan.
IPE berdampak pada peningkatan apresiasi siswa dan pemahaman
tentang peran, tanggung jawab, dan untuk mengarahkan siswa
supaya berpikir kritis dan menumbuhkan sikap profesional (Galle
& Rolelei, 2010).
World Health Organization (2010) menyajikan hasil
penelitian di 42 negara tentang dampak dari penerapan
collaborative practice dalam dunia kesehatan. Hasil dari
penelitian ternyata sangat menjanjikan bukan hanya bagi negara
terkait, namun juga apabila digunakan di negara-negara lain.
Penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa collaborative
practice dapat meningkatkan:
1) Keterjangkauan serta koordinasi layanan kesehatan
2) Penggunaan sumber daya klinis spesifik yang sesuai
3) Outcome kesehatan bagi penyakit kronis, dan 4) pelayanan
(26)
Disamping itu, collaborative practice dapat menurunkan
1) total komplikasi yang dialami pasien, 2) jangka waktu rawat
inap, 3) ketegangan dan konflik di antara pemberi layanan
(caregivers), 4) biaya rumah sakit, 5) rata-rata clinical error, dan
6) rata-rata jumlah kematian pasien (WHO, 2010).
Dosen berperan untuk mengarahkan mahasiswa yang
sedang menempuh pendidikan untuk berkontribusi dalam
pemecahan masalah kesehatan ketika nanti telah menjadi tenaga
kesehatan yang sesungguhnya. Mahasiswa harus mampu
memahami konsep IPE sedini mungkin untuk dapat
bersama-sama memecahkan masalah kesehatan di kemudian hari.
Mahasiswa yang sejak awal mampu bekerja secara interprofesi
diharapkan sudah siap untuk memasuki dunia kerja dan masuk
ke dalam tim collaborative practice. Proses IPE membentuk
proses komunikasi, tukar pikiran, proses belajar, sampai
kemudian menemukan sesuatu yang bermanfaat antar para
pekerja profesi kesehatan yang berbeda dalam rangka
penyelesaian suatu masalah atau untuk peningkatan kualitas
kesehatan (Thistlethwaite & Monica, 2010).
Interprofessional education harus menjadi bagian dari
partisipasi dosen dan mahasiswa terhadap sistem pendidikan
tinggi ilmu kesehatan. Dosen dan mahasiswa merupakan elemen
(27)
collaborative practice di suatu negara. Oleh karena itu, sebagai
sesuatu hal yang baru, IPE haruslah pertama-tama dipahami
konsep dan manfaatnya oleh para dosen yang mengajar
mahasiswa agar termotivasi untuk mewujudkan IPE dalam proses
pendidikannya.
Secara umum IPE mengandung beberapa elemen berikut,
yang setidaknya harus dimiliki agar konsep pembelajaran ini
dapat dilaksanakan dalam pendidikan profesi kesehatan di
Indonesia yaitu kolaborasi, komunikasi yang saling menghormati,
refleksi, penerapan pengetahuan dan keterampilan, dan
pengalaman dalam tim interprofesional. Konsep inilah yang
seharusnya ditanamkan oleh dosen kepada mahasiswa sejak awal
proses pendidikan. Untuk mampu terlibat dalam IPE dalam
pendidikan kesehatan di Indonesia, dosen setidaknya memahami
elemen-elemen yang diperlukan dalam pelaksanaan IPE sehingga
mampu membekali dirinya dengan elemen-elemen tersebut
(HPEQ-Project, 2011).
c. Kompetensi IPE
Proses pembelajaran IPE membutuhkan pengajar (dosen)
yang memiliki kompetensi pembelajaran IPE. Freeth et al.
(2005) mengungkapkan dosen harus mampu untuk memberikan
kesempatan yang sama demi pembelajaran individu yang efektif
(28)
Freeth et al. (2005) mengungkapkan kompetensi dosen
atau fasilitator IPE antara lain adalah 1) sebuah komitmen
terhadap pembelajaran dan praktik interprofesional, 2)
kepercayaan dalam hubungan pada focus tertentu dari
pembelajaran interprofesional di mana staf pendidik
berkontribusi, 3) model peran yang positif, 4) pemahaman yang
dalam terhadap metode pembelajaran interaktif dan percaya diri
dalam menerapkannya, 5) kepercayaan dan fleksibilitas untuk
menggunakan perbedaan profesi secara kreatif dalam kelompok,
6) menghargai perbedaan dan kontribusi unik dari masing-masing
anggota kelompok, 7) menyesuaikan kebutuhan individu dengan
kebutuhan kelompok, dan 8) meyakinkan dan memiliki selera
humor dalam menghadapi kesulitan.
Kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh mahasiswa
dengan metode pembelajaran IPE adalah kemampuan untuk
mengembangkan kompetensi yang diperlukan untuk
berkolaborasi. Barr (1998) menjelaskan kompetensi kolaborasi
yaitu yaitu: 1) memahami peran, tanggung jawab dan
kompetensi profesi lain dengan jelas, 2) bekerja dengan profesi
lain untuk memecahkan konflik dalam memutuskan perawatan
dan pengobatan pasien, 3) bekerja dengan profesi lain untuk
mengkaji, merencanakan, dan memantau perawatan pasien, 4)
(29)
lain, 5) memfasilitasi pertemuan interprofesional, dan 6)
memasuki hubungan saling tergantung dengan profesi kesehatan
lain. American College of Clinical Pharmacy (ACCP) (2009)
membagi kompetensi untuk IPE terdiri atas empat bagian yaitu
pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kemampuan tim. d. Pendekatan Pembelajaran IPE
Tidak ada satu pun metode penerapan IPE yang menjadi
pilihan utama, metode pembelajaran IPE dapat berubah
sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik dan
bagaimana cara dosen untuk menjaga perhatian peserta didik
terhadap pelajaran. Metode-metode balajar yang ada dapat saling
memperkuat, tidak berdiri sendiri. Pendekatan belajar mengajar
yang dapat diterapkan dalam IPE yaitu exchange-based learning,
action-based learning, practice-based learning, simulation-based
learning, observation-based learning, dan e-based learning
(Sedyowinarso dkk., 2011). e. Hambatan IPE
Berbagai penelitian mengenai hambatan IPE sudah banyak
dilakukan. Hambatan ini terdapat dalam berbagai tingkatan dan
terdapat pada pengorganisasian, pelaksanaan, komunikasi, budaya
ataupun sikap. Sangat penting untuk mengatasi
hambatan-hambatan ini sebagai persiapan mahasiswa dan praktisi profesi
(30)
perubahan sistem pelayanan kesehatan (Sedyowinarso, dkk.,
2012).
Hambatan-hambatan yang mungkin muncul adalah
penanggalan akademik, peraturan akademik, struktur
penghargaan akademik, lahan praktek klinik, masalah
komunikasi, bagian kedisiplinan, bagian profesional, evaluasi,
pengembangan pengajar, sumber keuangan, jarak geografis,
kekurangan pengajar interdisipliner, kepemimpinan dan dukungan
administrasi, tingkat persiapan peserta didik, logistik, kekuatan
pengaturan, promosi, perhatian dan penghargaan, resistensi
perubahan, beasiswa, sistem penggajian, dan komitmen terhadap
waktu (ACCP, 2009).
2 Kesiapan terhadap IPE
Kesiapan (readiness) merupakan keseluruhan sifat atau
kekuatan yang membuat seseorang beraksi dengan cara tertentu.
Kesiapan dapat dilihat dari antusiasme mahasiswa dan keinginan
mahasiswa terhadap penerimaan sesuatu yang baru. Kesiapan
mahasiswa sangat mempengaruhi pelaksanaan IPE (Parsell & Bligh,
2009).
Mahasiswa yang siap dan mampu untuk menerapkan IPE
adalah syarat mutlak dari penerapan IPE. Kesiapan IPE dapat dilihat
dengan tiga domain umum yaitu: 1) identitas profesional, 2)
(31)
berhubungan dalam membangun kesiapan untuk penerapan IPE (Lee,
2009).
Identitas profesi merupakan suatu hal yang penting karena hal
ini menjadi ciri khas profesi yang akan membedakan dengan profesi
lain. Pullon (2008) dalam Fauziah (2010) menjelaskan identitas
profesi adalah komponen kunci dari sebuah profesionalisme yang
merupakan bagian integral dari filosofi pelayanan kesehatan. Identitas
profesi harus dikembangkan seiring perkembangan zaman. Ini dapat
dilakukan melalui interaksi dengan profesi lain untuk membentuk
dasar pemahaman mengenai interprofesional antar tenaga kesehatan.
Teamwork dalam kolaborasi merupakan salah satu kompetensi
yang harus dimiliki mahasiswa dalam IPE. Kompetensi teamwork
meliputi:
a. Kekompakan tim, yaitu kekuatan tim yang membuat anggotanya
untuk tetap setia menjadi bagian sebuah tim yang merupakan
salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi sebuah tim,
b. Saling percaya, yaitu sebuah sikap positif dari anggota tim
terhadap anggota yang lainnya, meliputi perasaan, mood dan
lingkungan internal kelompok,
c. Berorientasi kolektif, maksudnya sebuah keyakinan bahwa
pendekatan secara tim merupakan cara yang lebih kondusif dari
(32)
d. Mementingkan kerja sama, yaitu sikap positif yang ditunjukkan
anggota tim dengan mengacu pada bekerja sebagai tim (ACCP,
2009).
e. Peran menurut Robbins (2005) dalam Fauziah (2010) merupakan
seperangkat perilaku yang diharapkan pada seseorang dengan
posisi yang diberikan dalam unit sosial. Pemahaman terhadap
peran masing-masing terbentuk jika masing-masing individu
menjalankan perannya secara konsisten. Peran dosen dalam IPE
diharapkan mampu membentuk peserta didik yang dapat
memahami tugas dan kewenangan masing-masing profesi
sehingga akan muncul tanggung jawab yang sesuai dalam
penyelesaian suatu masalah. Peran dan tanggung jawab sebagai
tenaga kesehatan sangat diperlukan untuk kesiapan dan pencapaian kompetensi IPE (A’la, 2010).
3 Pengetahuan
a. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan
dipengaruhi oleh pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat
hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa
dengan pendidikan yang tinggi, maka orang tersebut akan
semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan,
(33)
berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat bahwa
peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh melalui
pendidikan non formal (Wawan & Dewi, 2010).
b. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour).
Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari
oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2010).
Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai
6 tingkatan, yakni: 1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang
telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan
tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu
yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima.
Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan
yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang
tahu tentang apa yang dipelajari, antara lain menyebutkan,
menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
(34)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan
dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus
dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan
yang bergizi.
3) Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau
kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan
sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi
yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik
dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat
menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah di
dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang
diberikan.
4) Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan
(35)
tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan
masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan
kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan
sebagainya.
5) Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam
suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain
sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat
menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat
menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau
rumusan-rumusan yang telah ada. 6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi
atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria
yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada. Misalnya dapat membandingkan antara anak
yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi.
(36)
Terdapat 2 cara untuk memperoleh pengetahuan, yaitu
dengan cara kuno dan cara modern (Wawan & Dewi, 2010):
1) Cara Kuno
a) Cara coba salah (Trial and Error)
Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan,
bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Cara coba
salah ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan
dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan
itu tidak berhasil maka akan dicoba kemungkinan yang
lain sampai masalah tersebut dapat dipecahkan. b) Cara kekuasaan atau otoriter
Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa
pemimpin-pemimpin masyarakat, baik formal atau
informal, ahli agama, pemegang pemerintah, dan
berbagai prinsip oarang lain yang menerima, mempunyai
yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas,
tanpa menguji terlebih dahulu, atau membuktikan
kebenarannya, baik berdasarkan fakta empiris maupun
penalaran sendiri.
c) Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai
(37)
kembali pengalaman yang pernah diperoleh dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi masa lalu.
2) Cara modern
Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih
populer atau disebut dengan metodologi penelitian. Cara ini
mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626),
kemudian dikembangkan oleh Deobold Van Daven. Akhirnya
lahir suatu cara untuk melakukan penelitian yang dewasa ini
kita kenal dengan nama penelitian ilmiah.
d. Cara ukur pengetahuan
Pengetahuan dapat diukur dengan cara melakukan wawancara atau memberikan angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden. Pada pengisian angket pengetahuan yang dinilai hanyalah
pengetahuan pada tingkat dua yaitu memahami (Notoatmodjo, 2010).
Pengukuran pengetahuan dapat diketahui dengan cara orang bersangkutan mengungkapkan apa yang diketahuinya dalam bentuk jawaban lisan maupun tulisan. Menurut Arikunto (2010) pertanyaan tes yang biasa digunakan dalam pengukuran pengetahuan ada dua bentuk yaitu :
(38)
Bentuk ini lazim disebut tes objektif, yaitu tes yang menjawabnya dapat diberi skor nilai secara lugas menurut pedoman yang ditentukan sebelumnya. Ada lima macam tes yang termasuk dalam evaluasi ragam objektif ini yaitu : a) Tes benar-salah
b) Tes pilihan ganda
c) Tes pelengkap melengkapi 2) Bentuk subjektif
Tes subjektif adalah alat pengukur pengetahuan yang menjawabnya tidak ternilai dengan skor atau angka pasti, seperti bentuk objektif. Hal ini disebabkan banyaknya ragam gaya jawaban yang diberikan oleh para responden.
Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan atau penilaian pengetahuan dapat dikategorikan menjadi empat yaitu:
a) Baik : jika pertanyaan di jawab benar oleh responden 76%-100%.
b) Cukup baik : jika pertanyaan di jawab benar oleh responden 56%-75%.
c) Kurang baik : jika pertanyaan di jawab benar oleh responden <55%.
(39)
e. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010) faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain:
1) Tingkat pendidikan
Pendidikan adalah upaya untuk mencari pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku positif, sehingga pendidikan juga mempengaruhi pemahaman dan pengetahuan.
2) Informasi
Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan memperoleh pengetahuan yang lebih luas. 3) Budaya
Tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan yang meliputi sikap dan kepercayaan. 4) Pengalaman
Sesuatu yang dialami seseorang akan menambah pengetahuan.
(40)
B. Kerangka Konsep
Gambar 2 Kerangka Konsep
Keterangan:
--- : Tidak Diteliti
: Diteliti
C. Hipotesis
Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan tentang IPE dengan
kesiapan mahasiswa FKIK UMY dalam menghadapi Interprofesional
Education (IPE).
Tingkat pengetahuan tentang IPE
Kesiapan mahasiswa FKIK UMY dalam menghadapi Interprofesional Education
(IPE).
Variabel Bebas Variabel Terikat
Variabel Pengganggu:
1. Informasi 2. Budaya 3. Pengalaman
(41)
28 A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, jenis penelitian yang
digunakan adalah deskriptif analitik yaitu metode penelitian yang menggali
bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi. Kemudian
melakukan analisis dinamika korelasi antara fenomena atau faktor resiko
dengan faktor efek (Notoatmodjo, 2011).
Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional dimana data
dikumpulkan sekaligus pada waktu yang sama (Machfoedz, 2011).
Penelitian ini mempelajari dinamika korelasi antara hubungan tingkat
pengetahuan dengan kesiapan mahasiswa FKIK Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education
(IPE).
B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa FKIK tahun
2012 sebanyak 576 orang mahasiswa, jumlah mahasiswa didapatkan
peneliti dari Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan dengan
rincian kedokteran umum sebanyak 241 orang mahasiswa,
(42)
sebanyak 157 orang mahasiswa dan farmasi sebanyak 70 orang
mahasiswa.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini kemudian dimasukkan kedalam
rumus penghitungan sampel menggunakan rumus slovin diatas,
maka perhitungan sampel adalah:
Berdasarkan penghitungan sampel mengunakan rumus slovin
diatas, maka jumlah sampel yang digunakan adalah sebanyak 236
responden. Sampel yang telah ditentukan kemudian dipadukan
dengan kriteria inklusi dan eksklusi a. Kriteria Inklusi
1) Mahasiswa yang bersedia menjadi responden
2) Mahasiswa yang berada di fakultas kedokteran dan ilmu
kesehatan (FKIK)
b. Kriteria Eksklusi
(43)
3. Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan jumlah sampel dilakukan dengan cara sistem
pengundian (untung-untungan). Peneliti melakukan pengundian
terhadap seluruh mahasiswa FKIK melalui pengocokan nama,
sehingga nama yang keluar adalah merupakan sampel yang akan
digunakan dalam penelitian selanjutnya.
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di FKIK Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta. Pelaksanaan penelitian ini pada bulan September 2015.
D. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel Independen (Bebas) : tingkat pengetahuan tentang
Interprofesional Education (IPE)
2. Variabel Dependen (Terikat) : kesiapan mahasiswa menghadapi
Interprofesional Education (IPE)
3. Variabel Pengganggu : variabel pengganggu dalam
(44)
E. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional bertujuan untuk membatasi ruang lingkup atau
pengertian variabel-variabel yang diamati/ diteliti serta mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan
(Notoatmodjo, 2010).
Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel
No Variabel Definisi Operasional
Alat Ukur Parameter Skala 1 Tingkat
pengetahuan tentang
Interprofesional Education (IPE)
Pemahaman tentang metode pembelajaran yang interaktif, berbasis
kelompok, yang dilakukan dengan menciptakan suasana belajar berkolaborasi.
Kuesioner Pengetahuan IPE
1. Baik : Bila jawaban benar 76%-100% 2. Cukup: bila
jawaban benar 56%-75% 3. Kurang : bila
jawaban benar ≤
55%
(Handayani dan Riyadi, 2011)
Ordinal
2 Kesiapan mahasiswa menghadapi Interprofesional Education (IPE)
Keseluruhan sifat atau kekuatan yang membuat seseorang beraksi dengan cara tertentu. Kuesioner Readiness Interprofessi onal Learning Scale (
1. Siap: apabila nilai skor yang
diperoleh responden dari kuesioner ≥ nilai i median
2. Tidak Siap: apabila nilai skor yang diperoleh responden dari kuesioner < nilai i median
(Handayani dan Riyadi, 2011)
(45)
F. Instrumen Penelitian
1. Instrumen Pengumpulan Data
a. Kuesioner Pengetahuan Tentang IPE
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah kuesioner. Jenis pertanyaan yang digunakan berupa
kuesioner tertutup. Kuesioner pengetahuan dibuat sendiri oleh
peneliti dengan mengambil teori dari HPEQ-Project (2011)
sehingga perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas untuk
mengetahui apakah kuesioner yang telah disusun layak
digunakan atau tidak. Instrumen pengetahuan dikelompokkan
sebagai pernyataan favourable dan pernyataan unfavourable.
Pertanyaan favourable adalah pernyataan yang mendukung
secara teknis atau memihak pengetahuan yang akan diukur,
skala ukur untuk pengetahuan menggunakan skala Gutman yaitu
jika menjawab “Benar”= 1 dan “Salah”= 0. Pertanyaan Unfavourable: jika menjawab “Benar”= 0 dan “Salah”= 1. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka pengetahuan
(46)
b. Kueisoner Kesiapan Interprofessional Education
Kuesioner kesiapan menggunakan kuesioner baku
Readiness Interprofessional Learning Scale yang diambil dari
Latrobe Community Health Service and Social Care Interprofessional Network, Victoria- Agustus 2009. Instrumen
kesiapan dikelompokkan sebagai pernyataan favourable dan
pernyataan unfavourable. Pertanyaan favourable adalah
pernyataan yang mendukung secara teknis atau memihak
kesiapan yang akan diukur, skala ukur menggunakan skala
Likert yaitu jika menjawab Sangat Setuju (SS)= 5, Setuju (S)= 4,
Ragu-ragu (RR)= 3 Tidak Setuju (TS)= 2, Sangat Tidak Setuju
(STS)= 1. Pertanyaan Unfavourable: Sangat Setuju (SS)= 1,
Setuju (S)= 2, Ragu-ragu (RR)= 3 Tidak Setuju (TS)= 4, Sangat
Tidak Setuju (STS)= 5. Semakin tinggi skor yang diperoleh
maka kesiapan mahasiswa menghadapi IPE semakin baik
demikian pula sebaliknya.
G. Cara dan Pengumpulan Data 1. Jenis Data yang Dikumpulkan
a. Data Primer
Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer. Data
primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang
langsung diambil di responden dengan menggunakan metode
(47)
cara pengumpulan data melalui pengajuan item pertanyaan -pertanyaan tertulis kepada subjek penelitian, responden atau
sumber dan jawabannya diberikan secara tertulis. Dalam
penelitian ini metode angket atau kuesioner digunakan untuk
mengumpulkan data yang berhubungan dengan penelitian yang
dilakukan. b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh
pihak lain dan data sudah ada. Dalam penelitian ini data
sekunder didapat dari bagian akademik data berupa profil lokasi
penelitian.
2. Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan alat
pengumpulan data berupa kuesioner, responden penelitian
diminta mengisi kuesioner yang telah disiapkan oleh peneliti,
responden diberitahukan cara pengisian kuesioner yang benar. 3. Tahap Pengumpulan Data
a. Tahap Persiapan
1) Melakukan pengamatan terhadap masalah
2) Mengurus surat perijinan untuk melakukan studi
pendahuluan untuk mendapatkan informasi serta data yang
dibutuhkan dalam menyusun proposal penelitian.
(48)
4) Menyusun proposal penelitian
5) Melaksanakan konsultasi proposal penelitian.
6) Melaksanakan seminar proposal.
7) Mengurus surat ijin uji validitas.
8) Penyebaran kuesioner untuk uji validitas. Setelah data
terkumpul kemudian hasilnya diolah dengan menggunakan
program komputer untuk mengetahui valid atau tidaknya
kuesioner tersebut, butir kuesioner yang tidak valid dihapus
dan tidak diikutsertakan dalam penelitian selanjutnya.
b. Tahap Pelaksanaan
1) Mengurus surat ijin penelitian setelah kuesioner dinyatakan
valid dan reliabel.Melaksanakan pengambilan data dengan
kuesioner pada bulan Januari 2016.
2) Penelitian dilaksanakan oleh peneliti dengan bantuan
asisten.
3) Memberikan responden surat pernyataan kesediaan menjadi
responden, setelah responden mengisi surat pernyataan,
penulis memberikan kuesioner dan responden penelitian
diminta untuk mengisi kuesioner yang telah disiapkan oleh
penulis, responden diajarkan cara pengisian kuesioner yang
benar, kemudian kuesioner yang sudah diisi dikembalikan
(49)
4) Setelah data terkumpul penulis mulai mengolah data dari
editing, coding, input data hingga tabulating, selanjutnya
dilakukan analisis univariat dan bivariat. c. Tahap Akhir
Menyimpulkan hasil penelitian dengan membuat BAB IV
dan BAB V kemudian menyusun hasil laporan, selanjutnya
mengkonsultasikan kepada pembimbing dan apabila telah
disetujui maka peneliti melakukan persiapan untuk melakukan
seminar hasil penelitian.
H. Uji Validitas dan Reliabilitas
Kuesioner dibuat sendiri oleh peneliti, sehingga perlu dilakukan uji
validitas dan reliabilitas.
1. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
a. Validitas Kuesioner
Untuk menentukan sahih atau tidaknya suatu item atau
pertanyaan pada penelitian ini menggunakan bantuan komputer,
program komputer yang dilakukan dengan membandingkan
angka korelasi product moment dengan tabel r. Jika didapatkan rxy lebih besar dari r tabel, maka item tersebut sahih dan apabila rxy lebih kecil dari r tabel, maka item tersebut dikatakan gugur. Taraf kesalahan yang digunakan adalah 5% (Arikunto,
2010). Hasil analisa uji validitas yang dilakukan di Universitas
(50)
kuesioner tentang pengetahuan dan 19 kuesioner tentang
kesiapan diketahui bahwa seluruh kuesioner dinyatakan valid
dan layak digunakan untuk penelitian selanjutnya. b. Reliabilitas Kuesioner
Untuk memperoleh keakuratan setelah pertanyaan
dinyatakan valid semua, analisis dilanjutkan dengan uji
reliabilitas. Pertanyaan dikatakan reliabel jika jawaban
seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil
hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain. Teknik untuk
menguji reliabilitas alat ukur menggunakan rumus alpha
croanbach (Arikunto, 2006).
Dengan metode Internal Consistency ini, semakin tinggi
koefisien Alpha, maka kuesioner semakin reliabel. Reliabilitas
suatu konstruk variabel dikatakan baik jika nilai Cronbach’s Alpha > 0,60 (Nugroho, 2005). Hasil analisa reliabilitas
diketahui bahwa kuesioner dinyatakan reliabel karena
berdasarkan hasi penghitungan didapatkan nilai reliabilitas >
0,6.
I. Analisis Data
1. Teknik Pengolahan Data
a. Editing (pemeriksaan data)
Dalam tahap ini dilakukan pemeriksaan antara lain
(51)
jawaban. Pada editing tidak dilakukan penggantian atau
penafsiran jawaban responden.
b. Scoring
Skorimg dalam penelitian ini yaitu dengan cara
memberikan skor pada setiap kategori hasil penelitian. Dalam
penelitian ini responden yang menjawab pertanyaan mengenai
pengetahuan dengan benar diberikan skor 1, sedangkan
responden yang salah menjawab pertanyaan kuesioner diberi
skor 0. Sedangkan untuk kesiapan responden yang menjawab
benar pada pertanyaan favourable adalah sebagai berikut: 1) SS diberikan skor 5
2) S diberikan skor 4
3) RR diberikan skor 3
4) TS diberikan skor 2
5) STS diberikan skor 1
Sedangkan untuk pernyataan unfavourable adalah sebagai
berikut:
1) SS diberikan skor 1
2) S diberikan skor 2
3) RR diberikan skor 3
4) TS diberikan skor 4
(52)
c. Coding (pemberian kode)
Koding dalam penelitian ini yaitu data dirubah dalam
bentuk kode yaitu dengan cara merubah data yang berbentuk
kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan untuk
mempermudah proses entri. Dalam penelitian ini responden
yang memiliki pengetahuan baik diberikan kode 1, cukup diberi
kode 2 dan kurang diberi kode 3. Sedangkan untuk kesiapan
responden yang siap diberikan kode 1 dan yang tidak siap diberi
kode 2.
d. Input data (pemasukan data)
Memasukkan data yang telah diberi kode ke dalam
program untuk diolah lebih lanjut. Proses input data dalam
penelitian ini adalah dengan cara memasukan data yang sudah
dilakukan penskoran kemudian dilakukan analisa dalam SPSS.
e. Tabulating (tabulasi)
Data disusun dalam bentuk tabel kemudian dianalisa yaitu
proses penyederhanaan data dalam bentuk yang lebih mudah
dibaca dan diinterpretasikan. Proses tabulasi dalam penelitian ini
adalah memasukan tabel hasil analisa kedalam pembahasan.
2. Teknik Analisis Data
Untuk mencapai hasil yang menuju sasaran maka dalam
(53)
a. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari
hasil penelitian, pada umumnya hanya menghasilkan distribusi
dan persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2007).
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengukur korelasi
terhadap 2 variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi.
Dilakukan pengujian statistik dengan menggunakan Chi-Square
(χ2) (Sugiyono, 2013).
Untuk menguji hipotesis dilakukan dengan menetapkan
taraf signifikansi yang akan digunakan nilai p<0,05 dimana bila
hitung lebih besar dari tabel maka ditolak. Begitu pula
sebaliknya bila hitung lebih kecil dari tabel maka
diterima.
c. Uji koefisien kontingensi
Untuk mengetahui keeratan hubungan antar variabel,
digunakan perhitungan koefisien kontingensi yang dapat dicari
(54)
Interpretasi koefisien kontingensi:
0,00 – 0,199 : Sangat rendah 0,20 – 0,399 : Rendah
0,40 – 0,599 : Cukup berarti/sedang 0,60 – 0,799 : Kuat
0,80 – 1, 000 : Sangat kuat J. Etika Penelitian
Menurut Arikunto (2010) etika penelitian terdiri dari: 1. Hak peneliti
Bila responden bersedia diminta informasinya (menyetujui
Inform Concent), peneliti mempunyai hak memperoleh informasi
yang diperlukan sejujur-jujurnya dan selengkap-lengkapnya dari
responden atau informan. Apabila hak ini tidak diterima dari
responden, dalam arti responden menyembunyikan informasi yang
diperlukan, maka responden perlu diingatkan kembali terhadap
Inform Concent yang telah diberikan. 2. Kewajiban peneliti
a. Menjaga privacy
Dalam melakukan wawancara atau memperolah informasi dari
responden harus menjaga privacy mereka. Peneliti harus
menyesuaikan diri dengan responden tentang waktu dan tempat
dilakukannya wawancara atau pengambilan data, sehingga
(55)
kuesioner diadakan diluar jam kuliah sehingga tidak akan
mengganggu kuliah responden.
b. Menjaga kerahasiaan responden
Informasi atau hal-hal yang terkait dengan responden harus
dijaga kerahasiaannya. Peneliti tidak dibenarkan untuk
menyampaikan kepada orang lain tentang apapun yang diketahui
oleh peneliti tentang responden diluar untuk kepentingan atau
mencapai tujuan penelitian. Peneliti tidak mencantumkan nama
subyek penelitian, namun hanya diberi simbol atau kode guna
(56)
43 A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta mulai mengimplementasikan pembelajaran
antar profesi kesehatan (IPE) pada bulan September 2013 setelah melalui
proses trial sejak November 2012 sampai Juli 2013. Dari awal perintisan
IPE hingga saat ini, IPE FKIK UMY terus melakukan perbaikan. Untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran IPE di FKIK UMY, pada bulan
Agustus 2013 melakukan study banding ke Griffith University dan
Queensland University, Australia yang telah lebih dulu menerapkan IPE.
Saat ini IPE menjadi salah satu stase yang harus diikuti oleh seluruh
Mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan tahap profesi dari semua
program studi (Kedokteran Umum, Kedokteran Gigi, Keperawatan dan
Farmasi). IPE FKIK UMY saat ini sedang dikembangkan untuk
(57)
2. Analisa Univariat
a. Karakteristik mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Tabel 4.1 Karakteristik mahasiswa Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta (n=236)
Karakteristik F %
Umur
20 25 10,6
21 112 47,5
22 81 34,3
23 13 5,5
24 5 2,1
Jenis Kelamin
Perempuan 165 69,9
Laki-laki 71 30,1
Jurusan
Dokter Umum 96 40,7
Dokter Gigi 57 24,2
Perawat 68 28,8
Farmasi 15 6,4
Total 236 100,0
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden
didominasi oleh mahasiswa yang berusia 21 tahun yaitu sebanyak 112
responden (47,5%) dan sebagian besar responden didominasi oleh
perempuan yaitu sebanyak 165 responden (69,9%) dan jurusan yang
terbanyak didominasi oleh kedokteran umum yaitu sebanyak 96
(58)
b. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan mahasiswa mengenai Interprofesional Education (IPE)
1) Dokter Umum
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan mahasiswa mengenai Interprofesional Education (IPE) (n=96)
Pengetahuan F %
Baik 59 61,4
Cukup 23 24
Kurang 2 14,6
Total 96 100
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa
FKIK memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang IPE yaitu
sebanyak 59 responden (61,4%) dan sebagian kecil responden
memiliki pengetahuan kurang tentang IPE yaitu sebanyak 2
responden (14,6%). 2) Dokter Gigi
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan mahasiswa mengenai Interprofesional Education (IPE) (n=57)
Pengetahuan F %
Baik 35 61,4
Cukup 19 33,3
Kurang 3 5,3
Total 57 100
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa
FKIK memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang IPE yaitu
sebanyak 142 responden (61,4%) dan sebagian kecil responden
memiliki pengetahuan kurang tentang IPE yaitu sebanyak 3
(59)
3) Perawat
Tabel 4.4 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan mahasiswa mengenai Interprofesional Education (IPE) (n=68)
Pengetahuan F %
Baik 40 58,8
Cukup 22 32,4
Kurang 6 8,8
Total 68 100
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa
FKIK memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang IPE yaitu
sebanyak 142 responden (58,8%) dan sebagian kecil responden
memiliki pengetahuan kurang tentang IPE yaitu sebanyak 6
responden (8,8%).
4) Farmasi
Tabel 4.5 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan mahasiswa mengenai Interprofesional Education (IPE) (n=15)
Pengetahuan F %
Baik 8 53,3
Cukup 5 33,3
Kurang 2 13,4
Total 15 100
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa
FKIK memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang IPE yaitu
sebanyak 8 responden (53,3%) dan sebagian kecil responden
memiliki pengetahuan kurang tentang IPE yaitu sebanyak 2
(60)
c. Distribusi frekuensi kesiapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE)
1) Dokter Umum
Tabel 4.6 Distribusi frekuensi kesiapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE) (n=96)
Kesiapan F %
Siap 72 75
Tidak Siap 24 25
Total 96 100
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden
memiliki kesiapan menghadapoi IPE pada kategori siap yaitu
sebanyak 72 responden (75%).
2) Dokter Gigi
Tabel 4.7 Distribusi frekuensi kesiapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE) (n=57)
Kesiapan F %
Siap 45 78,9
Tidak Siap 12 21,1
Total 57 100
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden
memiliki kesiapan menghadapoi IPE pada kategori siap yaitu
(61)
3) Perawat
Tabel 4.8 Distribusi frekuensi kesiapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE) (n=68)
Kesiapan F %
Siap 53 77,9
Tidak Siap 15 2,1
Total 68 100
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden
memiliki kesiapan menghadapoi IPE pada kategori siap yaitu
sebanyak 53 responden (77,9%).
4) Farmasi
Tabel 4.9 Distribusi frekuensi kesiapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE) (n=15)
Kesiapan F %
Siap 12 80
Tidak Siap 3 0
Total 15 100
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden
memiliki kesiapan menghadapoi IPE pada kategori siap yaitu
(62)
3. Analisa Bivariat
a. Hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kesiapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE)
1) Dokter Umum
Tabel 4.10 Hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kesiapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE) (n=96)
Kesiapan
Pengetahuan
Total x2 p.value Baik Cukup Kurang
n % N % n % n %
34,027 0.000 Siap 48 50,0 22 22,9 2 2,1 72 75,0
Tidak Siap 11 11,5 1 1,0 12 12,5 24 25,0 Total 59 61,5 23 24,0 14 14,6 96 100,0
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang
memiliki pengetahuan baik adalah responden yang siap
menghadapi IPE yaitu sebanyak 48 responden (50%). Hasil analisa
dengan menggunakan rumus korelasi chi square didapatkan nilai p
value sebesar 0.000 dengan taraf signifikan sebesar 0,05.
2) Dokter Gigi
Tabel 4.11 Hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kesiapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE) (n=57)
Kesiapan
Pengetahuan
Total x2 p.value Baik Cukup Kurang
n % N % n % n %
11,889 0.003 Siap 29 50,9 16 28,1 0 0 45 79,9
Tidak Siap 6 10,5 3 5,3 3 5,3 12 21,1 Total 35 61,4 19 33,3 3 5,3 57 100,0
(1)
xi
seseorang erat kaitannya dengan pengetahuan. Usia semakin cukup umur seseorang, tingkat pengetahuannya akan lebih matang dalam berfikir dan bertindak. Budiarto (2009) dalam Cahyani (2012) menyatakan bahwa semakin manusia mencapai kedewasaan semakin bertambah pula pengetahuan yang diperoleh sehingga akan mempengaruhi persepsi dan perilaku yang dimilikinya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Martina (2013) dengan judul hubungan efikasi diri dengan kesiapan terhadap interprofessional education (IPE) pada mahasiswa profesi di FK UGM. Hasil penelitian menyatakan bahwa sebagain besar responden memiliki usia > 20 tahun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden didominasi oleh perempuan yaitu sebanyak 165 responden (69,9%). Praktik keperawatan memiliki hubungan yang sangat erat dengan gender dan didalam dunia keperawatan persepsi mengenai gender memang didominasi oleh perempuan (Prananingrum, 2011)
Hasil penelitian ini sejalan degan penelitian yang dilakukan oleh Suryandari, G dkk (2015). Penelitian analitik pada kesiapan siswa dalam pelaksanaan pendidikan interprofesional di Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Muhamadiyah Jogjakarta. Hasil penelitian menyatakan bahwa sebagian besar mahasiswa adalah berjenis kelamin perempuan.
b. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan mahasiswa mengenai Interprofesional Education (IPE)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa FKIK Kedokteran umu memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang IPE yaitu sebanyak 59 responden (61,4%) dan sebagian kecil responden memiliki pengetahuan kurang tentang IPE yaitu sebanyak 2 responden (14,6%). Sebagian besar mahasiswa FKIK kedokteran gigi memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang IPE yaitu sebanyak 142 responden (61,4%) dan sebagian kecil responden memiliki pengetahuan kurang tentang IPE yaitu sebanyak 3 responden (5,3%). Sebagian besar mahasiswa FKIK keperawatan memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang IPE yaitu sebanyak 142 responden (58,8%) dan sebagian kecil responden memiliki pengetahuan kurang tentang IPE yaitu sebanyak 6 responden (8,8%). Sebagian besar mahasiswa FKIK Farmasi memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang IPE yaitu sebanyak 8 responden (53,3%) dan sebagian kecil responden memiliki pengetahuan kurang tentang IPE yaitu sebanyak 2 responden (13,4%)
Menurut Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2010) sebelum seseorang berperilaku baru, ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau keluarganya. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif
(2)
xii
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).
Secara umum IPE mengandung beberapa elemen berikut, yang setidaknya harus dimiliki agar konsep pembelajaran ini dapat dilaksanakan dalam pendidikan profesi kesehatan di Indonesia yaitu kolaborasi, komunikasi yang saling menghormati, refleksi, penerapan pengetahuan dan keterampilan, dan pengalaman dalam tim interprofesional. Konsep inilah yang seharusnya ditanamkan oleh dosen kepada mahasiswa sejak awal proses pendidikan. Untuk mampu terlibat dalam IPE dalam pendidikan kesehatan di Indonesia, dosen setidaknya memahami elemen-elemen yang diperlukan dalam pelaksanaan IPE sehingga mampu membekali dirinya dengan elemen-elemen tersebut (HPEQ-Project, 2011).
Kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh mahasiswa dengan metode pembelajaran IPE adalah kemampuan untuk mengembangkan kompetensi yang diperlukan untuk berkolaborasi. Barr (1998) menjelaskan kompetensi kolaborasi yaitu: 1) memahami peran, tanggung jawab dan kompetensi profesi lain dengan jelas, 2) bekerja dengan profesi lain untuk memecahkan konflik dalam memutuskan perawatan dan pengobatan pasien, 3) bekerja dengan profesi lain untuk mengkaji, merencanakan, dan memantau perawatan pasien, 4) menoleransi perbedaan, kesalahpahaman dan kekurangan profesi lain, 5) memfasilitasi pertemuan interprofesional, dan 6) memasuki hubungan saling tergantung dengan profesi kesehatan lain. American College of Clinical Pharmacy (ACCP) (2009) membagi kompetensi untuk IPE terdiri atas empat bagian yaitu pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kemampuan tim.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Curran, R et al (2010) A longitudinal study of the effect of an interprofessional education curriculum on student satisfaction and attitudes towards interprofessional teamwork and education. Metode penelitian ini menggunakan metode A time series study design. Penelitian ini menyatakan bahwa untuk menerapkan sikap terhadap IPE salah satu faktor yang mempengaruhinya dalah pengetahuan mahasiswa itu sendiri mengenai IPE, sehingga pengetahuan mahasiswa akan mempengaruhi sikap siswa terhadap IPE.
c. Distribusi frekuensi kesiapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden kedokteran umum memiliki kesiapan menghadapoi IPE pada kategori siap yaitu sebanyak 72 responden (75%). Sebagian besar responden kedokteran gigi memiliki kesiapan menghadapoi IPE pada kategori siap yaitu sebanyak 45 responden (78,9%). Sebagian besar responden kperawatan memiliki kesiapan menghadapi IPE pada kategori siap yaitu sebanyak 53 responden (77,9%). Sebagian besar responden farmasi
(3)
xiii
memiliki kesiapan menghadapoi IPE pada kategori siap yaitu sebanyak 1 responden (80%)
Kesiapan (readiness) merupakan keseluruhan sifat atau kekuatan yang membuat seseorang beraksi dengan cara tertentu. Kesiapan dapat dilihat dari antusiasme mahasiswa dan keinginan mahasiswa terhadap penerimaan sesuatu yang baru. Kesiapan mahasiswa sangat mempengaruhi pelaksanaan IPE (Parsell & Bligh, 2009).
Mahasiswa yang siap dan mampu untuk menerapkan IPE adalah syarat mutlak dari penerapan IPE. Kesiapan IPE dapat dilihat dengan tiga domain umum yaitu: 1) identitas profesional, 2) teamwork, 3) peran dan tanggung jawab. Ketiga domain ini saling berhubungan dalam membangun kesiapan untuk penerapan IPE (Lee, 2009).
Identitas profesi merupakan suatu hal yang penting karena hal ini menjadi ciri khas profesi yang akan membedakan dengan profesi lain. Pullon (2008) dalam Fauziah (2010) menjelaskan identitas profesi adalah komponen kunci dari sebuah profesionalisme yang merupakan bagian integral dari filosofi pelayanan kesehatan. Identitas profesi harus dikembangkan seiring perkembangan zaman. Ini dapat dilakukan melalui interaksi dengan profesi lain untuk membentuk dasar pemahaman mengenai interprofesional antar tenaga kesehatan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Martina (2013) dengan judul hubungan efikasi diri dengan kesiapan terhadap interprofessional education (IPE) pada mahasiswa profesi di FK UGM. Menyatakan bahwa sebagian besar siswa memiliki kesiapan dalam menghadapi IPE, hal tersebut terjadi karena adanya dukungan dan motivasi yang diberikan oleh dosen.
Kesiapan mahasiswa dalam menghadapi IPE tidak lepas dari peran Dosen. Peran menurut Robbins (2005) dalam Fauziah (2010) merupakan seperangkat perilaku yang diharapkan pada seseorang dengan posisi yang diberikan dalam unit sosial. Pemahaman terhadap peran masing-masing terbentuk jika masing-masing individu menjalankan perannya secara konsisten. Peran dosen dalam IPE diharapkan mampu membentuk peserta didik yang dapat memahami tugas dan kewenangan masing-masing profesi sehingga akan muncul tanggung jawab yang sesuai dalam penyelesaian suatu masalah. Peran dan tanggung jawab sebagai tenaga kesehatan sangat diperlukan untuk kesiapan dan pencapaian kompetensi IPE (A’la, 2010).
2. Analisa Bivariat
a. Hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kesiapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden kedokteran umum yang memiliki pengetahuan baik adalah responden yang siap menghadapi IPE yaitu sebanyak 48 responden (50%). Hasil analisa dengan menggunakan rumus korelasi chi square didapatkan
(4)
xiv
nilai p value sebesar 0.000 dengan taraf signifikan sebesar 0,05. Sebagian besar responden kedokteran gigi yang memiliki pengetahuan baik adalah responden yang siap menghadapi IPE yaitu sebanyak 9 responden (50,9%). Hasil analisa dengan menggunakan rumus korelasi chi square didapatkan nilai p value sebesar 0.003 dengan taraf signifikan sebesar 0,05. Sebagian besar responden keperawatan yang memiliki pengetahuan baik adalah responden yang siap menghadapi IPE yaitu sebanyak 32 responden (47,1%). Hasil analisa dengan menggunakan rumus korelasi chi square didapatkan nilai p value sebesar 0.21 dengan taraf signifikan sebesar 0,05. Sebagian besar responden farmasi yang memiliki pengetahuan baik adalah responden yang siap menghadapi IPE yaitu sebanyak 7 responden (46,7%). Hasil analisa dengan menggunakan rumus korelasi chi square didapatkan nilai p value sebesar 0.009 dengan taraf signifikan sebesar 0,05
Interprofessional education terjadi ketika beberapa mahasiswa profesi belajar untuk mengefektifkan kolaborasi dan meningkatkan pelayanan kesehatan. Interprofessional education adalah langkah yang diperlukan dalam mempersiapkan tenaga kesehatan yang lebih baik dan siap untuk menghadapi masalah kesehatan. Keberhasilan interprofessional education adalah tergantung pada mahasiswa dengan konsep pembelajaran interprofessional education dan dicampur sebagai pembelajaran yang dipilih. Interproffesional education mempunyai tujuan untuk meningkatkan kompetensi kolaborasi tim keperawatan dan juga tindakan kolaborasi perawat dengan profesi lain.
Hasil analisa dengan menggunakan rumus korelasi chi square didapatkan nilai p value < 0,05. Berdasarkan analisa tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikasn antara antara tingkat pengetahuan dengan kesiapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE).
Masih adanya mahasiswa yang tidak siap menghadapi IPE disebabkan karena pengetahuan mereka yang kurang mengenai IPE. Mahasiswa sudah memiliki pengetahuan yang cukup mengenai IPE akan memiliki kesiapan yang positif terhadap IPE (Kesuma, 2013). Hasil penelitian yang dilakuakan oleh Galuh (2015) manyatakan bahwa masih terdapat mahasiswa kesehatan yang tidak siap dalam menghadapi IPE hal ini disebabkan karena tidak memiliki cukup banyak waktu untuk melakukan kolaborasi IPE.
Interprofessional education dalam dunia pendidikan tinggi di bidang kesehatan bertujuan mengarahkan dosen untuk membantu mempersiapkan mahasiswa profesi kesehatan untuk nantinya mampu terlibat dan berkontribusi aktif positif dalam collaborative practice. IPE memegang peranan penting yaitu sebagai jembatan agar di suatu negara collaborative practice dapat dilaksanakan. IPE berdampak pada peningkatan apresiasi siswa dan pemahaman tentang peran, tanggung
(5)
xv
jawab, dan untuk mengarahkan siswa supaya berpikir kritis dan menumbuhkan sikap profesional (Galle & Rolelei, 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Sedyowinarso dkk., (2011) menunjukkan mahasiswa kesehatan Indonesia memiliki persepsi yang baik terhadap IPE sebanyak 73,62% dan sebanyak 79,90% mahasiswa memiliki kesiapan yang baik terhadap IPE. Keberhasilan proses pendidikan interprofesional di perguruan tinggi tidak dapat terlepas dari peran dosen. Inisiatif mahasiswa untuk belajar bersama dapat terjadi jika terfasilitasi oleh lingkungannya seperti sistem dan juga tenaga dosen.
Kesimpulan
Sebagian besar mahasiswa FKIK memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang IPE. Sebagian besar responden memiliki kesiapan menghadapoi IPE pada kategori siap. Terdapat hubungan yang signifikasn antara antara tingkat pengetahuan dengan kesiapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE). Keeratan hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kesiapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menghadapi Interprofesional Education (IPE) berada pada kategori sedang.
Datar Pustaka
A’la, MZ. 2010. Gambaran Persepsi dan Kesiapan Mahasiswa Tahap Akademik terhadap Interprofesional Education di Fakultas Kedokteran UGM. Skripsi. Universitas Gadjah Mada
American College of Clinical Pharmacy. 2009. Interprofessional Education: Principles and Application, A Framework for Clinical Pharmacy. Pharmacotherapy, 29(3): 145-164
Arif Eko Yuniawan. 2013. Anlisis persepsi dan kesiapan dosen terhadap IPE di FKIK Unsoed. Skripsi Mahasiswa Unsoed
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi revisi V. Yogyakarta: Pustaka Pelajar)
CAIPE. 2002. Interprofessional Education: A Definition. London: CAIPE
Curran, R et al. 2010. A longitudinal study of the effect of an interprofessional education curriculum on student satisfaction and attitudes towards interprofessional teamwork and education.
Fauziah F A. 2010. Analisa Gambaran Persepsi dan Kesiapan Mahasiswa Profesi FK UGM Terhadap Interprofesional Education di Tatanan Pendidikan Klinik. Skripsi. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Freeth, D., Hammick, M., Reeves, S., Koppel, I., Barr, H., 2005. Effective interprofessional education: development, delivery and evaluation. Oxford: Blackwell Publishing
Handayani dan Riyadi, 2011. Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah Bidang Kesehatan. Yogyakarta. SIP
HPEQ-Project, 2011). Draf Naskah Akademik Sistem Pendidikan Keperawatan. Tersedia di
(6)
http://hpeq.dikti.go.id/v2/images/Produk/DRAF-NASKAH-xvi
AKADEMIK-SISTEM-PENDIDIKAN-KEPERAWATAN.pdf. Diakses
pada 04 Juni 2015
Lee, R. 2009. Interprofesionsl Education: Priciples dan aplication. Pharmacotherapy, 29 (3): 145e-164e
Martina. 2013. Hubungan efikasi diri dengan kesiapan terhadap interprofessional education (IPE) pada mahasiswa profesi di FK UGM. Skripsi Mahasiswa UGM.
Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Parsell, G. & Bligh, J. (2009). The development of questionnaire to assess the
readiness of health care students for interprofessional learning (RIPLS). Medical Education, 33: 95-100.
Royal College of Nursing. (2006). E-Health: Putting Information at the Heart of Nursing Care. London: Published by Royal College of Nursing. Tersedia di http://www.rcn.org.uk/__data/assets/pdf_file/0004/78700/003039.pdf. Diakses pada 04 Juni 2015
Sanjaya, W. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana Prenada.
Sedyowinarso, M., Fauziah, F. A., Aryakhiyati, N., Julica, M. P., Sulistyowati, E., Masriati, F. N., Olam, S. J., Dini, C., Afifah, M., Meisudi, R., Piscesa, S. (2012). Persepsi dan kesiapan mahasiswa dan dosen profesi kesehatan terhadap model pembelajaran pendidikan interprofesi. Proyek HPEQ-Dikti. Sugiyono. 2011. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabetes
Sopiyudin, D. (2011). Ststistik Umtuk Kedokteran dan Kesehatan.
Thistlethwaite &, 2010. Thistlethwaite J., Monica Johnson N., 2010. Developing Medical Professionalism in Future Doctors: A Systematic Review. Int. J. Of Medical Education,
Wawan, A. dan M, Dewi. 2011. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika
World Health Organization. 2010. Framework for Action on Interprofessional Education and Collaborative Practice. Geneva, Switzerland: WHO