TINGKAT KEMAMPUAN KOMUNIKASI ANTARPROFESI MAHASISWA FARMASI DAN ILMU KEPERAWATAN PADA PEMBELAJARAN INTERPROFESSIONAL EDUCATION(IPE) FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(1)

PEMBELAJARAN INTERPROFESSIONAL EDUCATION(IPE) FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusunoleh : RIMA FATHU NI`MAH

20120350069

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

PEMBELAJARAN INTERPROFESSIONAL EDUCATION(IPE) FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusunoleh : RIMA FATHU NI`MAH

20120350069

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

TINGKAT KEMAMPUAN KOMUNIKASI ANTARPROFESI MAHASISWA FARMASI DAN ILMU KEPERAWATAN PADA PEMBELAJARAN INTERPROFESSIONAL EDUCATION (IPE)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Disusunoleh :

RIMA FATHU NI’MAH 20120350069

Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 20 Juni 2016 Dosen Pembimbing

Dra.Salmah Orbayinah,M.Kes.,Apt NIK : 19680229199409173008

Dosen Penguji 1 Dosen Penguji 2

Nurul Maziyyah, M.Sc., Apt Indriastuti C., M.Sc., Apt NIK : 19881018201410173231NIK : 198505262010044173121

Mengetahui,

Kepala Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Sabtanti Harimurti, Ph.D., Apt NIK : 19730223201310173127


(4)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Rima Fathu Ni’mah

NIM : 20120350069

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis inibenar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentukapapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal ataudikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis laintelah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.Apabila dikemudian hari terbukti atau dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan ini.

Yogyakarta, 20 Juni 2016 Yang membuat pernyataan

Rima Fathu Ni’mah


(5)

iv

HALAMAN MOTTO

Ilmu itu diperoleh dari lidah yang gemar bertanya serta akal yang suka berpikir (Abdullah bin Abbas)

Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). Dan hanya kepada

Tuhanmulah engkau berharap

(QS. Al-Insyirah,6-8)

Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah,

niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha

Mengetahui apa yang kamu kerjakan."


(6)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Segala puji bagi Allah SWT atas berkah, rahmat dan hidayah-Nya yang selama ini tercurahkan, serta shalawat dan salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW atas diberikan nya kemudahan serta kelancaran dalam

penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.

Saya persembahkan karya ini kepada orang-orang terkasih, tersayang dan berarti dalam hidup saya

Abi Suma Jarmaji dan Ummi Ari Yudanti

Terimakasih untuk segala dukungan yang tidak bisa diuraikan satu demi satu. Terimakasih telah menjadi bagian dari indahnya perjuangan dalam penulisan karya ini. Terimakasih untuk tidak pernah lelah memotivasi dan

memberikan doa disetiap langkah perjalanan karya tulis ilmiah ini.

Adikku Munaya Farhana dan Rahma Zidny Taqiya

Terimakasih untuk semua senyum, canda tawa dalan menghibur di setiap langkah. Terimakasih untuk selalu menjadi pendengar yang baik dalam

perjuangan menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Sahabat- sahabat terbaik Piak, Teta, Elin, Icha, Ayda, Intan, Tika, Ziana, Sekar, Niswah dan Imas


(7)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT berkat, rahmat, dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Karya Tulis

Ilmiah yang berjudul “Tingkat Kemampuan Komunikasi Antar Profesi Mahasiswa Farmasi dan Ilmu Keperawatan pada pembelajaran Interprofessional Education(IPE)Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta”. Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW, serta keluarga dan para sahabatnya.

Penulisan Karya Tulis Ilmiah initidak terlepas dari bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Allah SWT atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya dalam memudahkan segala penelitian yang dilakukan.

2. dr. H. Ardi Pramono, Sp.An, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberi izin dalam pelaksanaan Karya Tulis Ilmiah ini.

3. Sabtanti Harimurti, Ph.D., Aptselaku Ketua Program Studi Farmasi.

4. Dra.Salmah Orbayinah,M.Kes.,Apt selaku dosen pembimbing dan Ibu Nurul Maziyyah, M.Sc., Apt serta Ibu Indriastuti C., M.Sc., Apt selaku penguji atas bimbingannya.


(8)

vii

5. Abi Suma Jarmaji dan Ummi Ari Yudanti selaku orang tua atas

jasa-jasanya, kesabaran, do’a dan tidak pernah lelah mendidik serta

memberikan cinta kepada penulisdan memotivasi penuh.

6. Munaya Farhana dan Rahma Zidny Taqiya selaku adik tercinta atas motivasi dan semangat nya.

7. Sahabat-sahabat,Niswah, Imas, Piak, Teta, Elin, Icha, Ayda, Intan, Tika, Ziana dan Sekaratas kebersamaannya selama ini.

8. Kak Laksmi dan Kiki yang telah memberikan banyak dukungan, serta membantu selama pembuatan karya tulis ilmiah ini.

9. Teman-teman satu bimbingan Dwi, Ryan, Cakra, Seftina, Rifa untuk perjuangannya.

10.Teman-teman Farmasi 2012 dan TBO Sedatif FKIK UMY.

Semoga Allah SWT memberikan balasan kepada semua pihak yang telah memberikan kelancaran atas jalannya Karya Tulis Ilmiah ini. Demi perbaikan selanjutnya, saran dan kritik yang membangun akan penulis terima dengan senang hati.Hanya kepada Allah SWT penulis serahkan segalanya agar mendapat kemudahan dan manfaat khususnya bagi penulis dan bagi kita semua, Amin.Wasalamualaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 20 Juni 2016


(9)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... 12

INTISARI ... 13

ABSTRACT ... 14

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Keaslian Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Interprofessional Education(IPE) ... 8

1. DefinisiInterprofessional Education ... 8

2. Tujuan Interprofessional Education ... 9

3. Manfaat Interprofessional Education ... 10

4. Kompetensi dalam Interprofessional Education ... 11

5. Hambatan Pelaksanaan Interprofessional Education ... 11

6. Gambaran Pelaksanaan Interprofessional Education ... 13

7. Metode Pembelajaran Interprofessional Education ... 13

8. Interprofessional Education FKIK UMY ... 13

B. Komunikasi ... 20

1. Definisi Komunikasi ... 20

2. Komponen-Komponen Kemampuan Komunikasi ... 21

3. Prinsip-prinsip Komunikasi ... 27

4. Macam-Macam Kemampuan Komunikasi ... 27

5. Fungsi Kemampuan Komunikasi ... 28

6. Kemampuan Komunikasi Antar Profesi ... 28

7. Mahasiswa Farmasi dan Ilmu Keperawatan FKIK UMY... 30

8. Peran Profesi Kesehatan Farmasi dan Ilmu Keperawatan ... 30

C. Kerangka Konsep ... 35

D. Kerangka Empiris ... 37

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

A. Desain penelitian ... 37


(10)

ix

C. Populasi dan Sampel... 37

D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 38

1. Kriteria Inklusi... 38

2. Kriteria Eksklusi ... 38

E. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 38

1. Variabel Penelitian ... 38

2. Definisi Operasional ... 39

F. Instrumen Penelitian ... 39

G. Uji Validitas dan Realibilitas ... 42

H. Cara kerja ... 45

I. Skema Langkah Kerja ... 46

J. Analisis Data ... 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 49

A. Karakteristik Responden ... 49

B. Tingkat kemampuan komunikasi antar profesi mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan pada pembelajaran IPEFKIK UMY ... 50

C. Kategori komponen komunikasi antar profesi ... 51

D. Tingkat kemampuan komunikasi antar profesi pada masing-masing program studi ... 58

E. Kategori komponen komunikasi antar profesi pada masing-masing program studi 59 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

A. KESIMPULAN ... 61

B. SARAN ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62


(11)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Keaslian Penelitian ... 7

Tabel 2. Kompetensi dalam IPE ... 11

Tabel 3. Komponen kuesioner kemampuan komunikasi sebelum validasi ... 40

Tabel 4. Komponen kuesioner kemampuan komunikasi setelah validasi ... 42

Tabel 5. Tingkat Realibilitas Berdasarkan Nilai Alpha ... 44

Tabel 6. Karakteristik responden mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan FKIK UMY yang mengikuti program pembelajaran IPE ... 44

Tabel 7. Tingkat kemampuan komunikasi antar profesi mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan pada pembelajaran IPE FKIK UMY ... 50

Tabel 8. Distribusi frekuensi komponen kuesioner terhadap tingkat kemampuan komunikasi antar profesi mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan pada pembelajaran IPE FKIK UMY ... 52

Tabel 9. Tingkat kemampuan komunikasi antar profesi masing-masing program studi pada pembelajaran IPE FKIK UMY ... 58

Tabel 10. Komponen pada kuesioner tingkat kemampuan komunikasi antar profesi masing-masing program studi FKIK UMY ... 60


(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Konsep ... 35


(13)

12

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat permohonan untuk bersedia menjadi responden ... 67

Lampiran 2. Pernyataan menjadi responden ... 69

Lampiran 3. Kuesioner penelitian ... 70

Lampiran 4. Uji validitas dan realibilitas kuesioner ... 75


(14)

13 INTISARI

Terwujudnya pelayanan kesehatan yang efektif didasarkan pada adanya praktik kolaborasi profesi kesehatan yang kompeten dan mampu bekerjasama dalam pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang efektif dapat mengurangi tingkat kejadian pada medication error. Salah satu kompetensi yang mendukung diantaranya adalah kemampuan komunikasi antar profesi kesehatan. Interprofessional Education adalah program pembelajaran yang memberikan kesempatan mahasiswa dalam praktek pada tingkat kemampuan komunikasi yang menjadi komponen penting dalam terciptanya pelayanan efektif antar profesi.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan komunikasi antar profesi mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan pada pembelajaran Interprofessional EducationFKIK UMY.

Penelitian ini menggunakan metode descriptive dengan pendekatan

cross-sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik non

probabilitysample secara accidental sampling. Sampel berjumlah 100 orang yang terdiri dari 50 mahasiswa Profesi Ilmu Keperawatan dan 50 orang mahasiswa tingkat strata satu (S1) program studi Farmasi yang telah memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan data melalui kuesioner yang mengacu pada Interpersonal Communication Inventory (ICI). Analisis data yang dilakukan berdasarkan kategori kemampuan komunikasi yang meliputi kategori “sangat baik”,

“baik”,”cukup”, “kurang” dan “sangat kurang”.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kemampuan komunikasi antar profesi mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan pada program pembelajaran Interprofessional Education FKIK UMY memiliki kategori ”baik” yaitu 69%.Komponen komunikasi dalam kuesioner yang perlu ditingkatkan adalah komponen perhatian dan kemampuan menghadapi perbedaan(kategori cukup) serta kekuasaan (kategori kurang).Kesimpulan penelitian ini adalah tingkat kemampuan komunikasi antar profesi mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan pada pembelajaran Interprofessional Education FKIK UMY memiliki kategori

“baik”.

Kata kunci : Komunikasi antar profesimahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan, Interprofessional Education.


(15)

14

ABSTRACT

The realization of an effective health service is based on the practice of collaborative healthcare professionals, which is competent and capable to work in the service. Effective health service can reduce the incidence rate of medication error. One of the competence to support is the communication skills between the health professions. Interprofessional Education is a learning program that provides an opportunitiesin a practice at the level of communication skills which become an important component in the creation of an effective interprofessional healts services.This study aims to determine The Level of Interprofessional Communication Skills of Pharmacy Students and Nursing Students in Interprofessional Education’s Learning of Medicine and Health Sciences Faculty Muhammadiyah Yogyakarta University.

This study used descriptive design with cross-sectional approach. Sampling technique using non-probability sample in accidental sampling. The sample are 100 students consisting from 50 of Nursing Profession, and 50 students of undergraduate Pharmacy major that has fulfilled the inclusion criteria. Collecting data through questionnaires, which refers to the Interpersonal Communication Inventory (ICI). The analysis of data was performed based on the categories in the score of the questionnaire obtained communication skills.

The results of the study showed that the level of interprofessional communication skills of pharmacy students and nursing students in the Interprofessional Education’s learning program of Medicine and Health Sciences Faculty Muhammadiyah Yogyakarta University has a “good” category which is 69%. Communication components in the questionnaire that needs to be improved is component of attention and the capacity to deal with the differences (enough category) and the power (less category). The conclusion from this study is that the level of interprofessional communication skills of pharmacy students and nursing

students in interprofessional education’s learning of Medicine and Health

Sciences Faculty Muhammadiyah Yogyakarta University has a “good” category.

Keywords : Communication skills between the student of pharmacyand nurse, Interprofessional Education.


(16)

(17)

dalam pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang efektif dapat mengurangi tingkat kejadian pada medication error. Salah satu kompetensi yang mendukung diantaranya adalah kemampuan komunikasi antar profesi kesehatan. Interprofessional Education adalah program pembelajaran yang memberikan kesempatan mahasiswa dalam praktek pada tingkat kemampuan komunikasi yang menjadi komponen penting dalam terciptanya pelayanan efektif antar profesi.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan komunikasi antar profesi mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan pada pembelajaran Interprofessional EducationFKIK UMY.

Penelitian ini menggunakan metode descriptive dengan pendekatan

cross-sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik non

probabilitysample secara accidental sampling. Sampel berjumlah 100 orang yang terdiri dari 50 mahasiswa Profesi Ilmu Keperawatan dan 50 orang mahasiswa tingkat strata satu (S1) program studi Farmasi yang telah memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan data melalui kuesioner yang mengacu pada Interpersonal Communication Inventory (ICI). Analisis data yang dilakukan berdasarkan kategori kemampuan komunikasi yang meliputi kategori “sangat baik”,

“baik”,”cukup”, “kurang” dan “sangat kurang”.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kemampuan komunikasi antar profesi mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan pada program pembelajaran Interprofessional Education FKIK UMY memiliki kategori ”baik” yaitu 69%.Komponen komunikasi dalam kuesioner yang perlu ditingkatkan adalah komponen perhatian dan kemampuan menghadapi perbedaan(kategori cukup) serta kekuasaan (kategori kurang).Kesimpulan penelitian ini adalah tingkat kemampuan komunikasi antar profesi mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan pada pembelajaran Interprofessional Education FKIK UMY memiliki kategori

“baik”.

Kata kunci : Komunikasi antar profesimahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan, Interprofessional Education.


(18)

the service. Effective health service can reduce the incidence rate of medication error. One of the competence to support is the communication skills between the health professions. Interprofessional Education is a learning program that provides an opportunitiesin a practice at the level of communication skills which become an important component in the creation of an effective interprofessional healts services.This study aims to determine The Level of Interprofessional Communication Skills of Pharmacy Students and Nursing Students in Interprofessional Education’s Learning of Medicine and Health Sciences Faculty Muhammadiyah Yogyakarta University.

This study used descriptive design with cross-sectional approach. Sampling technique using non-probability sample in accidental sampling. The sample are 100 students consisting from 50 of Nursing Profession, and 50 students of undergraduate Pharmacy major that has fulfilled the inclusion criteria. Collecting data through questionnaires, which refers to the Interpersonal Communication Inventory (ICI). The analysis of data was performed based on the categories in the score of the questionnaire obtained communication skills.

The results of the study showed that the level of interprofessional communication skills of pharmacy students and nursing students in the Interprofessional Education’s learning program of Medicine and Health Sciences Faculty Muhammadiyah Yogyakarta University has a “good” category which is 69%. Communication components in the questionnaire that needs to be improved is component of attention and the capacity to deal with the differences (enough category) and the power (less category). The conclusion from this study is that the level of interprofessional communication skills of pharmacy students and nursing

students in interprofessional education’s learning of Medicine and Health

Sciences Faculty Muhammadiyah Yogyakarta University has a “good” category.

Keywords : Communication skills between the student of pharmacyand nurse, Interprofessional Education.


(19)

BABI

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Profesi kesehatan tidaklah cukup jika hanya menjadi seorang profesi kesehatan yangberjiwa professional.Iklim globalsaat ini menuntut profesi kesehatan untuk menjadi seorang profesi kesehatan yang lebih dariseorang profesi yang berjiwa professional, tetapi diharapkan dapat menjadi profesi kesehatan yang berjiwainterprofessional (World Health Organization, 2010). Pernyataan ini menuntut profesi kesehatan untuk meningkatkan kinerja di bidang kesehatan terutama dalam memberikan pelayanan kesehatan yang efektif terhadap masyarakat. Keith (2008) menyatakan kunci dari sebuah pelayanan kesehatan yang bermutu adalah dengan meningkatkan kolaborasi efektif antar profesi kesehatan dengan adanya hubungan antar profesi kesehatan yang berlandaskan pendidikan interprofessional.

Pelayanan kesehatan yang efektif dapat diciptakan salah satunya dengan menghindari timbulnya serta kemungkinanmedication error. Medication error merupakan kejadian yang merugikan pasien salah satunya akibat pemakaian obat, tindakan, dan perawatan dalam pelayanan kesehatan yang seharusnya dapat dicegah (MENKES, 2004). Salah satu penyebab terjadinya medication error adalah kegagalan komunikasi atau kurangnya kemampuan dalam komunikasi antara penulis resep (prescriber) dengan pembaca resep (Rahmawati dan Oetari, 2002). Pada penelitian yang dilakukan oleh Johns Hopkins University di United States didapatkan bahwa medication error merupakan kejadian dengan peringkat


(20)

ketiga terbesar setelah penyakit jantung dan kanker. Hal ini menyatakan bahwa pentingnya mengurangi kejadian tersebut dengan salah satunya mengurangi sumber penyebab dalam medication error yaitu dalam hal komunikasi.

Angka kejadian medication error di Amerika Serikat yaitu 2-14% dari jumlah pasien dengan 1-2% yang menyebabkan kerugian pasien, umumnya terjadi karena proses peresepan yang salah. Medication error diperkirakan mengakibatkan 7000 pasien meninggal per tahun di AS(Williams, 2007).Sebuah studi di Yogyakarta (2010) terhadap sebuah rumah sakit swastamenunjukkan bahwa dari 229 resep, ditemukan 226 resep yang terdapat medication error. Pada 226 medication error, 99.12% merupakan kesalahan peresepan,3.02% merupakan kesalahan farmasetik dan 3.66% merupakan kesalahan penyerahan. Sebagian besar kesalahan peresepan merupakan akibat dari resep yang tidak lengkap (Perwitasari, 2010). Pencegahan terhadap medication error tentunya dapat dilihat dari fase-fase medication error yang pernah terjadi. Beberapa hal tersebut dapat disebabkan dari kemampuan komunikasi yang buruk, baik secara tulisan maupun secara lisan (Coehan, 1991).

Pada Teori Swiss Cheese Model suatu kegagalan dibedakan menjadi dua, yaitu kesalahan dengan efek langsung dirasakan (active failure) dan kesalahan yang terselubung (latent failure) sehingga efeknya harus diwaspadai.Active failure disebabkan oleh komunikasi, kerusakan fisik, faktor psikologis, dan interaksi manusia dengan peralatan.Sedangkan untuk latent failureterdapat pada organisasi, sistem manajemen, hukum dan peraturan, prosedur, tujuan, serta sasaran.


(21)

Salah satu konsep yang dicetuskan oleh WHO adalah Interprofessional Education (IPE) sebagai program pembelajaran yang melibatkan dua atau lebih profesi kesehatan untuk belajar mengenal antar profesi dengan profesi lainnya. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di masyarakat(Lorente, 2006).Interprofessional Educationmerupakan kegiatan pendidikan yang menggunakan pendekatan dalam pembelajaran interaktif antar professional untuk mengembangkan praktik kolaboratif antar professi(Freeth, 2002).Interprofessional Educationmerupakan praktek kolaborasi dengan memadukan ilmu keterampilan, sikap dan perilaku profesional dalam terciptanya praktek kolaborasi interprofessional yang efektif (Freeth & Reeves, 2004).

Interprofessional Educationmengedepankan komponen-komponen penting dalam pembelajarannya, diantara komponen tersebut adalah komponen pada kemampuan komunikasi.. Area penting dari pendidikan interprofessional dalam menciptakan kolaborasi yang baik adalah dengan memiliki keterampilan dan wawasan tentang kolaborasi yang perlu dikembangkan untuk terciptanya pendidikan yang interprofessional(Gilbert, 2000).

Peraturan Pemerintah no. 51 tahun 2009 menjelaskan bahwa komponen komunikasi pada pekerjaan kefarmasian meliputipengadaan sediaan farmasi, produksi sediaan farmasi, distribusi atau penyaluran sediaan farmasi dan pelayanan sediaan farmasi. Undang-Undang Republik Indonesia no. 38 tahun 2014 mengenai Praktik Keperawatan pada Bab V menyebutkan mengenai pekerjaan pada praktik keperawatan. Hal tersebut berhubungan dengan kemampuan komunikasi diantaranya dalam hal pemberian asuhan keperawatan,


(22)

penyuluh dan konselor bagi pasien, pengelola pelayanan keperawatan dan pekerjaan keperawatan lain dalam UU tersebut.

Kemampuan komunikasi dalam IPE diharapkan dapat memberikan hal yang positif bagi pelayanan kesehatan di masyarakat, dengan adanya sikap saling menghormati antar profesi kesehatan dan saling menghormati peran profesi masing-masing.Salah satunya dapat dilakukan dengan mengedepankan tingkat kemampuan komunikasi yang baik, bermutu dan efektif.Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY merupakan perguruan tinggi yang melakukan program pembelajaran IPE antar profesi kesehatan sejak bulan September tahun 2013 yang telah melalui proses trial sejak bulan November 2012-Juli 2013. Pada program pembelajaran IPE terdiri dari mahasiswa dengan program studi pendidikan dokter, pendidikan dokter gigi, farmasi dan ilmu keperawatan. Pada penelitian kali ini tingkat kemampuan komunikasi yang diteliti yaitu pada komunikasi antar mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan.

Komunikasi yang terjadi pada tenaga kesehatan farmasi dan ilmu keperawatan diantaranya dalam hal penyaluran obat kepada pasien. Seorang tenaga farmasiakan memberikan penjelasaan terkait obat kepada perawat, kemudian dilanjutkan perawat memberikan informasi tersebut kepada pasien hal ini merupakan salah satu komunikasi yang memiliki peranan penting dalam sebuah tatanan penyembuhan pasien serta pelayanan yang efektif. Peran seorang profesi kesehatan dalam menciptakan kemampuan komunikasi yang baik merupakan peran penting pada lingkup kesehatan. Termasuk komunikasi antar


(23)

mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan. Sesuai dengan firman Allah dalam Al-Quran surah An-Naml ayat 89 :

ْ

نمءاجةنسح لابهلفر يخاه نم مهو نمعزفذئم وينونمآ

"Barangsiapa yang membawa kebaikan, maka ia memperoleh (balasan)yang lebih baik dari padanya, sedang mereka itu adalah orang-orang yang amantentram, dari kejutan yang dahsyat pada hari (kiamat) itu." (QS.27:89).

B.Rumusan Masalah

Bagaimana tingkat kemampuan komunikasi antar profesi mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan pada pembelajaran IPEFakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta?

C.Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui tingkat kemampuan komunikasi antar profesi mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan pada pembelajaran IPEFKIK UMY.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenaitingkat kemampuan komunikasi antar profesi di bidang kesehatan serta diharapkan dapat memberikan pandangan mengenai pentingnya kemampuan komunikasi.Pada umumnya kemampuan komunikasi di bidang kefarmasian, serta ilmu keperawatan dalam mengembangkan IPE pada khususnya serta dalam pelayanan kesehatan di masyarakat.


(24)

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi pengelola institusi pendidikan untuk menerapkan IPE dalam kurikulum sebagai inovasi yang baru.

b.Bagi Institusi Klinik

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penerapan praktek IPE untuk menghasilkan profesi kesehatan yang memiliki tingkatkemampuan komunikasi yang baik antar profesi. Serta dalam mewujudkan kolaborasi antar profesi kesehatan agar dapat memberikan pelayanan kesehatan bermutu terutamadalam bidang kefarmasian dan ilmu keperawatan.

c. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis

mengenaitingkat kemampuan komunikasi antar profesi mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan pada IPE di FKIK UMY.

E. Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian tentang IPE yang pernah dilakukan dan perbedaan dengan penelitian ini dapat dicermati pada Tabel 1.

Tabel 1.Keaslian Penelitian

No. Nama/

Tahun Judul

Metode penelitian dan


(25)

1. Emmy Nirmala sari (2011) Hubungan Kemampuan Komunikasi Interpersonal dengan Kesiapan Interprofessionl Education pada Mahasiswa Pengurus Organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa di FK UGM. Kuantitatif, deskriptif korelatif, non-ekperimental dengan rancangan cross-sectional.

Hasil : kemampuan komunikasi interpersonal mahasiswa pengurus organisasi BEM FK UGM mayoritas sedang yaitu 70 dari 163 responden (42,9%), sedangkan kesiapan IPE mayoritas tinggiyaitu 154 dari 163 responden (94,5%).

Perbedaan terletak pada variabel, sampel, dan tempat pengambilan sampel. Pada penelitian ini akan dilihat tingkat kemampuan antar profesi mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan pada pembelajaran interprofessional education Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 2. Cahyani Budi Lestari (2012) Kemampuan Komunikasi Interpersonal Mahasiswa Fakultas Kedokteran UGM pada Pelaksanaan Kegiatan Interprofessionl Education. Kuantitatif non-ekperimental dengan rancangan penelitian cross-sectional. Hasil : Kemampuan interpersonal mahasiswa FK UGM sebelum

kegiatan IPE mayoritas sedang sebanyak 61,4% dan setelah kegiatan IPE sebesar 63,6% pada mayoritas tinggi. Terdapat perbedaan antara komunikasi interpersonal yang signifikan antara sebelum dan sesudah kegiatan IPE (p=0,000)

Perbedaan terletak pada sampel dan tempat pengambilan sampel. Pada

penelitian

sebelumnyamenggu nakan mahasiswa FK UGM sesudah dan sebelum melakukan IPE sedangkan pada penelitian ini peneliti menggunakan sampel mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan di FKIK UMY.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Interprofessional Education(IPE) 1. DefinisiInterprofessional Education

Interprofessional Education (IPE) merupakan konsep pendidikan yang dicetuskan oleh WHO sebagai pendidikan yang terintegrasi.WHO merancang programpembelajaranIPEdisertaisuatu kerangka sistem pendidikan kesehatan, dimana terdiri dari sekelompok grup kecil yang diikuti oleh mahasiswa program studi ilmukesehatan yang memiliki latar belakang berbeda-beda. Mahasiswa tersebutmelakukan kegiatan secara bersama dalam membangun sebuah hubungan komunikasi,sehingga dapat memberikan perencanaan mengenai perawatan pasien dengan optimal dan menyeluruh, serta pembatasan wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing bidang.Sehingga tidak ada diskriminasi yang akan timbul pada pelaksanaan dalam melakukan komunikasi antar profesi.Menurut UK Centre for the Advancement of Interprofessional Education (CAIPE), pembelajaran interprofesional merupakansuatu pembelajaran dengan memberikan kesempatan bagi profesi kesehatan untuk belajar dengan, dari, dan tentang antar sesama profesi kesehatan dalammenjalinhubungankomunikasi yang baik hingga terciptanya keefektifan komunikasi pada kolaborasi profesi kesehatan. IPE merupakan hal yang potensial sebagai media kolaborasi antar profesi kesehatan dengan menanamkan pengetahuan dan skill dasar antar profesi sejak masa pendidikan (Mendez, 2008).


(27)

Pernyataan ini didukung dengan pendapat Coster(2008) yang memperkuat pendapat Mendez (2008) bahwa IPE merupakan hal penting demimengembangkan konsep komunikasi pada kerja sama antar profesi dengan memperlihatkan sikap dan tingkah laku yang positif antar profesi yang terlibat di dalamnya.

Centre for the Advancement of Interprofessional Education (CAIPE, 2002) mengutarakan bahwa IPE terjadi ketika dua atau lebih profesi kesehatan berkolaborasi bersama, saling belajar dari profesi kesehatan lain, dan mempelajari peran masing-masing antar profesi kesehatan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi agar terciptanya kolaborasi dan kualitas pelayanan kesehatan yang baik di masyarakat. Serta menghindari adanya tumpang tindih pada pelaksaan proses pelayanan kesehatan di masyarakat.

2. Tujuan Interprofessional Education

Tujuan penerapan IPE dalam sistem pembelajaran dengan maksud, diharapkansemenjak tahap awal dalam pembelajaran IPE, setiap mahasiswa dapat belajar untuk saling mengenal profesi kesehatan lain. Sehingga sejak dini, mahasiswa telah mampu melakukan pembelajaran sesuaiprofesi kesehatan masing-masing tanpa adanya tumpang tindih antar profesi. Mahasiswa diharapkan dapat menjalin komunikasi yang seimbang hingga menghasilkan kolaborasi inteprofessional dikemudian hari.Hal ini merupakan tuntutan dari pengembangan yang ada dalam bidang ilmu kesehatan (Sedyowinarso dan Claramita, 2014).


(28)

3. Manfaat Interprofessional Education

Menurut CIHC (2009), manfaat dari IPEadalah penerapan praktek secara langsung dengan dukungankemampuan komunikasi antar profesi yang dapat meningkatkan pelayanan dan menghasilkan kinerja yang positif serta maksimal dalam memberikan pelayanan di masyarakat, meningkatkan pemahaman tentang pengetahuan dan keterampilan yang memerlukan kerja secara kolaborasi, manjadi lebih baik dan merasakan kenyamanan terhadap pengalaman dalam belajar bagi mahasiswa. Serta secara fleksibel dapat diterapkan dalam berbagai kesempatan di kemudian hari. Hal tersebut juga dinyatakan oleh WHO (2010) tentang salah satu manfaat dari pelaksanaan praktek IPE yaitu strategi ini dapat mengubah cara berinteraksi dalam kemampuan berkomunikasi antar profesi kesehatan dengan profesi lain dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat.

Pelayan kesehatan di masyarakat sering kali juga ditemukan kejadian tumpang tindih pada tindakan pelayanan antar profesi, yang diakibatkan kurangnya kemampuan komunikasi antar tenaga kesehatan dalam bekerjasama pada penyelesaian sebuah masalah (Sedyowinarso, 2011). IPE memberikan manfaat terhadap perkembangan profesionalisme yang ada di lingkungan masyarakat, dengan adanya IPE menjadikan mahasiswa lebih memahami tentang peran antar profesi, sehingga tidak akan terjadi tumpang tindih peran yang dilakukan antar profesi kesehatan karena adanya kemampuan komunikasi yang tidak seimbangdalampenyelesaian sebuah kasus. Hal ini jugamenerangkan tentang patutnya penerapan sikap saling menghormati antar profesi kesehatan dengan menjalankan peran sesuai dengan profesinya.


(29)

4. Kompetensi dalam Interprofessional Education

American College of Clinical Pharmacy (ACCP, 2009) membagi kompetensi untuk IPE terdiri atas empat bagian yaitu pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kemampuan bekerjasama dalamtim.

Tabel 1.Kompetensi dalam IPE No Kompetensi Utama

IPE Komponen Kompetensi

1. Pengetahuan Strategi Asosiasi Penilaian Situasi

Karakteristik Anggota Tim

Pengetahuan akan tugas tim – tanggung jawab yang spesifik

2. Keterampilan Fleksibelitas/adaptasi Pemantauan Kerja Memberi Dukungan

Kepemimpinan Sebuah Tim Pemecahan Masalah

Umpan Balik

Kemampuan Komunikasi

3. Sikap Orientasi Tim

Kebersamaan Saling Berbagi Visi 4. Kemampuan

bekerjasama dalam tim

Kekompakan Tim Rasa Saling Memiliki Saling Percaya

Orientasi Kebersamaan

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa kemampuan komunikasi merupakan salah satu poin komponen yang ada pada komponen utama dalam IPE yaitu pada keterampilan.

5. Hambatan Pelaksanaan Interprofessional Education

Dalam pelaksanaan program pembelajaran IPE, IPE memilikibeberapa hambatan.Hambatan yang ada dapat dilihat dari berbagai segi, yang muncul.Menurut (ACCP, 2009) hambatan tersebut meliputi penanggalan


(30)

akademik, peraturan akademik, tempatkegiatan, evaluasi, pengembangan SDM pengajar, dana, kebutuhan SDM pengajar, tingkat persiapan mahasiswa, logistik, komitmen terhadap waktu.

Pada IPE FKIK UMY hambatan yang dialami yaitu dalam hal waktu dan perbedaan strata pendidikan dalam proses tersebut. Waktu yang diberikan pada mahasiswa prodi ilmu keperawatan lebih diprioritaskan kepada persiapan IPE dikarenakan prodi ilmu keperawatan telah menempuh strata sarjana (S1) sehingga lebih berfokus pada kegiatan dalam strata profesi. Sedangkan pada prodi farmasi dimana masih dalam strata sarjana (S1) persiapan dalam IPE masih belum diberikan secara lengkap. Tahapan IPE yang tidak dilalui oleh prodi farmasi yaitu pada kuliah umum IPE, presentasi kasus, refleksi kasus dan tes sumatif. Hambatan lainyaitu pada ketidakmudahan bagi antar profesi dalam menciptakan serta memadukan cara berkomunikasi yang baik antar profesi dalam melakukan sebuah program pembelajaran IPE.

Menurut Sedyowinarso (2011) hambatan yang terjadi pada penyelenggaraan IPE dapat pula dilihat dari ego masing-masing profesi. Beragamnya kurikulum di tiap institusi pendidikan profesi kesehatan, fasilitas fisik dan konsep pembelajaran yang belum jelas, paradigma terhadap profesi kesehatandan peran masing-masing profesi menjadi hambatan di dalamnya. Diharapkan jika semakin banyak tenaga profesional yang mampu menyelenggarakan program pembelajaran IPE dengan baik dan lebih kompeten secara dini, hambatan ini dapat dilalui dengan adanya manfaat yang lebih efektif dari hambatan pada pembelajaran ini.


(31)

6. Gambaran Pelaksanaan Interprofessional Education

IPE di Indonesia merupakan hal baru bagi dunia institusi pendidikan. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) merupakan salah satu institusi pendidikan yang telah melakukan program pembelajaran IPE sejak tahun 2013, IPE diterapkan di FKIK UMY yang ikut serta di dalamnyaadalah mahasiswa dengan empat program studi yaitu program studi pendidikan dokter, pendidikan dokter gigi, farmasi, dan ilmu keperawatan.

7. Metode Pembelajaran Interprofessional Education

Pembelajaran IPE dapat dilakukan dengan berbagai metode, diantaranya adalah metode pada keterampilan klinik antar profesi kesehatan, menggunakan sistem dokumentasi kesehatan elektronik, pembelajaran berbasis masalah, serta studi kasus yang berfokus terhadap pasien (Barnsteiner, 2007).

8. Interprofessional Education FKIK UMY

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY merupakan perguruan tinggi yang melakukan program pembelajaran antar profesi kesehatan IPE sejak bulan September tahun 2013, dan telah melalui proses trial semenjak bulan November 2012-Juli 2013.Beberapa poin yang ada pada IPE FKIK UMY dapat dilihat sebagai berikut :

a. Karakteristik mahasiswa IPE

Mahasiswa yang ikut serta pembelajaran IPE FKIK UMY adalah mahasiswa dengan empat program studi yang berbeda, yaitu program studi pendidikan dokter, pendidikan dokter gigi, ilmu keperawatan dan farmasi. Mahasiswa prodi ilmu keperawatan, pendidikan dokter, pendidikan dokter gigi yang


(32)

mengikuti IPE kali ini merupakan mahasiswa yang telah mengikuti pembelajaran hingga tingkat pendidikan profesi, sedangkan untuk prodi farmasi yang diikut sertakan pada IPE kali ini merupakan mahasiswa dengan tingkat strata satu (S1) atau tingkat sarjana. Perbedaan tingkat pendidikan ini disebabkan prodi farmasi belum memiliki mahasiswa dengantingkat pendidikan profesi. Mahasiswa yang ikut pada pembelajaran IPE merupakan mahasiswa yang telah memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar terkait kemampuan komunikasi interpersonal, serta mahasiswa yang belum pernah berinteraksi secara langsung dengan pasien.

b. Modul pembelajaran IPE

Modul IPE FKIK UMY merupakan buku panduan dan petunjuk yang digunakan selama pembelajaran IPE.Modul yang ada telah di kelompokkan menjadi berbagai topikmengenai beberapa penyakit.Topik tersebut diantaranya adalah topikmengenaipenyakit diabetes mellitus, HIV/AIDS, stroke, osteo arthritis, TBC, drug abuse, trauma, malaria, abortus kriminalis dan penyakit gondok. Pemilihan topik pada modul IPE didasarkan atas penyakit kronis yang sering muncul di masyarakat.

Kompetensi yang diterapkam melalui modul pembelajaran IPE ini diharapkan mahasiswa dapat melakukan ketrampilan melaksanakan pertemuan efektif, ketrampilan melakukan presentasi efektif, ketrampilan melakukan negosiasi antar profesi dan ketrampilan memberikan serta menerima feedback.


(33)

c. Tahapan pembelajaran IPE

Pada pembelajaran IPE FKIK UMY terdapat alur yang akandilakukan oleh mahasiswa.Pada awal pembelajaran IPE, mahasiswa dengan empat program studi tersebut akan dikelompokkan ke dalam tiap kelompok yang beranggotakan 10-15 mahasiswa dengan empat profesi yang berbeda. Kemudian setiap kelompok tersebut akan membentuk kolaborasi bersama dalam menyelesaikan kasus atau masalah yang akan diberikan sesuai dengan pasien yang ditangani.Tahapan tersebut antara lain adalah:

1) Kuliah pengenalan IPE

Perkuliahan yang dilakukan pada tahapan awal pembelajaran IPE merupakan kuliah mengenai pengenalan dasar IPE yang dimaksudkan agar mahasiswa memiliki gambaran mengenai kegiatan yang akan dilakukan pada saat IPE. Pengenalan tersebut meliputi hal-hal yang harus diperhatikan dan dipersiapkan dalan kegiatan atau proses pembelajaran IPE.

2) Bedside Teaching (BST)

Bedside teaching (BST)adalah tahapan yang dilakukan setelah mahasiswa mengikuti perkuliahan pengenalan IPE, tahapan ini merupakan tahapan dimana mahasiswa dari berbagai prodi yang mengikuti IPE berinteraksi langsung dengan pasien. Dilakukan pendampingan terlebih dahulu oleh dosen pembimbing IPE sebelum melakukan kegiatan.BST dilakukan agarmahasiswa dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang telah di dapat, melaksanakan kemampuan berkomunikasi, menerapkan keterampilan klinik,


(34)

profesionalisme, dan mempelajari bagaimana pendekatan setiap profesi kepada pasien seperti yang telah diajarkan.

Pembelajaran IPE merupakan salah satu metode

pengajaranmahasiswapada komunitas klinik yang memungkinkan dosen pembimbing memilih dan menerapkan cara mendidik yang sesuai dengan tujuan, dan karakteristik individual mahasiswaberdasarkan pembelajaran (Nursalam, 2002). Oleh karena itu pemilihan dan penerapan metode bimbingan klinik dalam kondisi tertentu dengan metodebedside teaching sangat dimungkinkan.

Proses BST dilakukan dengan panduansetiap dosen pembimbing dari masing-masing prodi, diharapkan dengan adanya pengawasan, menghindarkan adanya kekeliuran atau kemungkinan hal yang tidak diingakan pada interaksi antar sesama profesi serta antar profesi dengan pasien.Durasi yang dilakukan selama BST berkisar 20-30 menit untuk seluruh program studi.

Menurut penelitian Williams K (2008) keuntungan BSTdiantaranya adalahmudahnya dilakukan observasi secara langsung, menggunakan kemampuan mahasiswa antar profesi, kesempatan untuk membentuk ketrampilan klinik mahasiswa antar profesi, klarifikasi dari anamnesa dan pemeriksaan fisik.Langkah BST meliputi :

a) Membuat peraturan dasar

Peraturan dasar yang digunakan mencakup etika yang akan dilakukan didepan pasien serta penggunaan kata yang tepat kepada pasien agar


(35)

memberikan kemudahaan pasien dalam menangkap pertanyaan dan penjelasan yang diberikan.

b) Perkenalan

Perkenalan dilakukan oleh seluruh mahasiswa, dalam hal ini empat mahasiswa program studi yang ada. Hal ini dilakukan dengan maksud meminta izin serta kesediaan pasien untuk dilakukan penangan bersama dari empat program studi yang ada.

c) Anamnesa

Anamnesa atau pemberian beberapa pertanyaan yang terkait dengan masalah kesehatan atau penyakit yang diderita oleh pasien yang dilakukan oleh mahasiswa prodi pendidikan dokter atau pendidikan dokter gigi. Anamnesa dilakukan sesuai penyakit yang dikeluhkan oleh pasien.

d) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui secara pasti penyakit yang diderita pasien.

e) Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan setelah pemeriksaan fisik untuk mendukung pemeriksaan sebelumnya. Hal ini dilakukan demi memberikan pemeriksaan yang menyelur kepada pasien.


(36)

f) Diskusi

Penyampaian informasi dan diskusi serta pertanyaan yang dilakukan setelah tahapan awal hingga akhir, dengan memastikan pasien merasa nyaman serta dapat berperan aktif dalam diskusi tersebut.

3) Tutorial Klinik

Hamalik (2004) mengemukakan bahwa tutorial adalah bimbingan pembelajaran dalam bentuk pemberian bimbingan, bantuan, petunjuk, arahan, dan motivasi agar pembelajaran mahasiswa dapat efisien dan efektif. Tutorial klinik dalam pembelajaran IPE dilakukan setelah kegiatan BST dengan berbasis kasus penyakit kronis yang ditemukan di masyarakat sesuai dengan pasien yang didapatkan.

Tutorial klinik dilakukan sebanyak dua kali, tutorial pertama dilakukan di saat mahasiswa telah melakukan BST dan tutorial kedua dilakukan pada hari berikutnya untuk membahas masalah serta kasus yang dirasa belum tuntas pada tutorial tahap pertama. Pada tutorial klinik setiap kelompok didampingi oleh seorang dosen pendamping yang disebut dengan tutor.Tutor adalah pengampu diskusi yg memberi pelajaran serta membimbing mahasiswa sebuah kelompok diskusi pembelajaran (Dedy Sugono, 2008).Tugas seorang tutor pada tutorial klinik juga diperlukan dalam membantu atau mengikuti jalannya penyelasaian kasus pada tutorial klinik, serta menghindari adanya kekeliuran pada saat tutorial klinik seperti pembahasan yang diluar dari kasus yang didapatkan.


(37)

Pada tahapan tutorial klinik,ditentukan salah seorang mahasiswa yang akan bertugas menjadi seorang ketua dan salah satu mahasiswa yang bertugas sebagai notulen. Tugas seorang ketua pada tahapan tutorial klinikadalah sebagai pengendali jalannya kegiatan tutorial agar berlangsung dengan efektif. Tugas dari seorang notulen adalahsebagai pencatat hal penting pada saat kegiatan diskusi dilakukan.

Kriteria dari pemilihan kasus tutorial klinik terdiri dari kasus penyakit kronis, kasus pasien rawat inap maupun rawat jalan, dan kasus yang ditentukan bersama oleh dosen pendamping IPE.Terdapat 3 aspek yang dinilai dalam tutorial klinik, yaitu keaktifan diskusi, kerjasama kelompok, dan kualitas. Umpan balik dosen pendamping IPE juga akan diberikan dalam kegiatan tutorial klinik. Bentuk umpan balikadalah tentang pembahasan yang telah dilakukan pada saat diskusi, hal yang harus dikoreksi dan dikembangkan dan EBM, serta penilaian hasil diskusi tiap mahasiswa.

4) Presentasi Kasus

Presentasi kasus adalah kegiatan penyampaiankasus yang dilakukan oleh mahasiswa IPE setelah kegiatan tutorial klinik. Presentasi kasus diharapkan mampu mendorong mahasiswa untuk belajar melaporkan kasus klinik secara lengkap disertai langkah-langkahnya secara bertahap dalam penyelesaian kasus yang didapatkan. Kegiatan presentasi secara tidak langsung melatih mahasiswa untuk belajar berkomunikasi dengan cara menyajikan kasus beserta penyelesaian yang telah diulas di depan umum.


(38)

5) Refleksi Kasus

Refleksi kasus meliputi proses pengungkapan kembali atas observasi, analisis dan evaluasi dari pengalaman klinik yang di terima oleh setiap mahasiswa. Refleksi kasus dilakukan sebanyak satu kali ketika mahasiswa melakukan program pembelajaran IPE.

Pelaksanaan refleksi kasus dilakukan oleh mahasiswa yang melakukan pembelajaran IPE. Tahap ini dimulai dengan mendiskripsikan kasus klinik. Tahap selanjutnya dilanjutkan dengan evaluasi, yaitu menentukan penyelesaian dari kasus tersebut serta mengungkapkan cara berfikir dan solusi alternatif yang dilakukan. Pada tahap terakhir mahasiswa IPE menganalisis atau mengungkapkan pendapat berdasar evidence terhadap kasus dan menyusun kesimpulan yang berisi rencana tindak lanjut.

6) Tes Sumatif

Tes sumatif merupakan tes tulis yang diberikan kepada mahasiswa dalam program pembelajaran IPE dengan tujuan mengevaluasi proses pembelajaran IPE.

B.Komunikasi

1. Definisi Komunikasi

Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari

bahasa Latin communis yang berarti “sama”, communico, communicatio, atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common).Istilah pertama (communis) adalah istilah yang paling sering digunakan sebagai asal usul komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang sama.


(39)

Komunikasi menjelaskan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan yang dipahami secara bersama (Mulyana, 2005).

Secara paradigmatis, komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap, pendapat, perilaku, baik langsung secara lisan maupun non lisan(Uchjana dan Octavia, 2006).

Kemampuan komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan yang dapat berupa pesan informasi, ide, emosi, keterampilan dan sebagainya melalui simbol atau lambang yangdapat menimbulkan efek berupa tingkah laku yang dilakukan dengan media-media tertentu.

2. Komponen-Komponen Kemampuan Komunikasi

Menurut Bienvenue (1987) komponen-komponen dari kemampuan komunikasi secara umum diantaranya adalah:

a. Pengungkapan diri

Pengungkapan diri adalah kemampuan seseorang menyampaikan informasi kepada orang lain yang meliputi pikiran atau pendapat, keinginan, perasaan maupun perhatian (Gainau, 2009). Pengungkapan diri yang baik akan mempengaruhi antar profesi dalam penyelesaian masalah yang akan timbul pada masing-masing antar profesi. Hal ini dilihat dari pendapat dan keinginan yang dengan mudah dikeluarkan dengan adanya pengungkapan diri yang baik.

Gainau (2009) menyebutkan manfaat dari pengungkapan diri diantaranya adalah dapat meningkatkan kesadaran diri pada antar profesi, sehingga masukan atau pendapat dapat dengan mudah diberikan dalam penyelesaian


(40)

kasus yang terjadi. Manfaat lain yaitu dalam membangun hubungan yang lebih dekat sehingga memberikan kenyamanan pada antar profesi dalam berkomunikasi. Keterbukaan dan rasa percaya akan timbul dalam komunikasi yang telah didasari dengan hubungan yang lebih dekat.

Manfaat dalam pengembangan keterampilan berkomunikasi juga didapatkan dari pengungkapan diri, ketika pengungkapan diri dilakukan dengan baik maka antar profesi dapat menginformasikan hal secara jelas dengan memandang situasi yang baik. Rasa tidak percaya diri juga akan berkurang dengan adanya pengungkapan diri serta dapat mempermudah dalam pemecahan berbagai masalah yang ada secara bersama.

Manfaat yang didapatkan dari pengungkapan diri antar profesi tentunya tidak dapat didapatkan secara instan. IPE merupakan salah satu tahapan yang dapat dilakukan untuk membiasakan antar profesi berkomunikasi agar terciptanya kemampuan komunikasi yang sesuai. Mahasiswa merupakan individu yang telah memasuki masa dimana dapat mengekspresikan dan mengungkapkan perasaan yang menyangkut sifat pribadi kepada orang lain seperti minat, kepribadian, sikap, kebutuhan finansial, dan keadaan fisik. Oleh karena itu IPE diberikan sejak dini agar menghasilkan mahasiswa memiliki kemampuan baik dalam berkomunikasi pada antar profesi. Tanpa pengungkapan diri individu cenderung mendapat penerimaan sosial kurang baik sehingga berpengaruh pada perkembangan kepribadiannya dan kemampuan komunikasi antar sesamanya (Gainau, 2009).


(41)

b. Kesadaran diri

Menurut Steven J. Stein, and Book, Howard E (2003) kesadaran diri adalah kemampuan untuk mengenali perasaan dan merasakanpengaruh perilaku seseorang terhadap orang lain. Kemampuan tersebut diantaranya; kemampuan menyampaikan secara jelas pikiran dan perasaan seseorang, membela diri dan mempertahankan pendapat, kemampuan untuk mengarahkan dan mengendalikan diri dan berdiri dengan kaki sendiri (kemandirian), kemampuan untuk mengenali kekuatan dan kelemahan orang dan menyenangi diri sendiri meskipun seseorang memiliki kelemahan (penghargaan diri), serta kemampuan mewujudkan potensi yang seseorangmiliki dan merasa senang (puas) dengan potensi yang seseorang raih di tempat kerja maupun dalam kehidupan pribadi (aktualisasi).

c. Evaluasi dan feedback

Suchman (Arikunto dan Jabar,2010) mengatakan bahwa, “evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai dari beberapa kegiatan yang

direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan”.

Menurut Roger (2011) feedback atau umpan balik bukan merupakan kelemahan dalam pembelajaran. Feedbackakan timbul ketika ada dorongan pada individu dalam penyampaian suatu masalah. Feedback memberikan kesempatan individu untuk melatih kemampuan serta dapat mengarahkan arah pembelajaran yang sedang dilakukan.


(42)

d. Kemampuan mengekspresikan diri

Kemampuan mengekspresikan diri merupakan salah satu kemampuan asertif, sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Steven (2000) bahwa kemampuan asertif meliputi tiga komponen daar diantaranya kemampuan mengekspresikan diri.Didukung oleh Sugiyo (2005) bahwa kemampuan mengekspresikan diri merupakan penegasan yang dilakukanindividu dalam sikap dan perilaku. Hal ini akan mendukung dalam meningkatkan kemampuan komunikasi yang baik antar profesi.

e. Perhatian

Sumadi Suryabrata (2006) mengemukakan pengertian perhatian sebagai pemusatan tenaga psikis yang tertuju kepada suatu objek, dan perhatian terhadap sedikitnya kesadaran yang menyertai sesuatu aktivitas yang dilakukannya. Hal ini menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan dalam kemampuan komunikasi, karena perhatian merupakan proses awal yang dilakukan dalam sebuah komunikasi serta penyampaian suatu hal. Jika masih didapatkan kategori yang cukup, maka perlu dilakukan peningkatan perhatian dalam kemampuan komunikasi antar profesi pada pembelajaran IPE.

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam kurangnya perhatian dapat dilihat dari kemampuan antar profesi dalam memposisikan suatu masalah sesama antar profesi. Perhatian lebih akan didapatkan jika antar profesi memiliki minat yang tinggi serta ketertarikan pada masalah yang akan dihadapi antar profesi. Faktor tersebut diantaranya adalah faktor pengetahuan dan pengalaman seperti pendapat (Astuti, 2008). Pada program IPE antar profesi faktor ini memiliki


(43)

pengaruh besar, penyebab dapat dilihat dari jenjang berbeda yang dimiliki antar profesi dalam IPE kali ini. Farmasi pada tingkat pendidikan strata satu (S1) sedangkan program studi ilmu keperawatan pada tingkat pendidikan profesi.

f. Kemampuan mengatasi perasaan

Kemampuan mengatasi perasaan adalah kemampuan dimana seseorang dapat mengendalikan perasaan nya dengan baik. Pendapat Steven (2000) yang mengatakan pengatasan perasaan yang dimiliki individu akan membuat kepercayaan diri meningkat dalam mengungkapkan pendapat.

g. Klarifikasi

Klarifikasi merupakan tahapan dalam penjernihan atau penegasan suatu hal. Klarifikasi dapat dilakukan untuk mempertegas sesuatu hal atau masalah yang sedang diselesaikan. Diharapkan dengan adanya klarifikasi kasus atau masalah yang sedang dihadapi menemukan kejelasan dan dapat mempermudah proses pengerjaan masalah yang dikaji.

h. Penghindaran

Penghindaran yang dimaksud dalam merupakan penghindaran dari konflik yang dapat timbul dalam suatu pembelajaran atau masalah. Sehingga dapat dikatakan dengan adanya penghindaran, potensi konflik kecil maupun besar kemungkinan tidak akan timbul dari suatu pembelajaran atau masalah yang ada.

Menurut Hocker dan Wilmot (2001) penghindaran merupakan strategi yang dilakukan dengan penolakan sederhana terhadap pernyataan-pernyataan


(44)

yang dirasa tidak dikehendaki. Salah satunya adalah penghindaran terhadap konflik.

i. Kekuasaan

Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan sesuai dengan kewenangan yang diberikan,dan kekuasaan memiliki kemampuan mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari individu (Miriam Budiardjo,2002). Salah satu contoh kewenangan dalam bidang kesehatan adalah kewenangan setiap profesi dalam memegang peran profesinya sesuai dengan kompetensi yang dimiliki.

j. Kemampuan menghadapi perbedaan

Kemampuan menghadapi perbedaan adalah kemampuan dimana antar profesi mampu menghadapi perbedaan yang didapatkan dalam berkomunikasi. Perbedaan tersebut meliputi perbedaan strata pendidikan dari komunikasi antar profesi tersebut dan perbedaan dalam kesiapan IPE. Perbedaan strata pendidikan menurut Wardhani (2004) dapat menjadi faktor dari adanya sikap yang lebih dominan dari masing-masing individu.

k. Penerimaan dukungan

Penerimaan dukungan adalah dimana antar profesi mampu memberikan dukungan pada antar profesi dalam hal penyelesaian sebuah masalah yang ada. Salah satunya dalam dukungan komunikasi yang dilakukan dengan baik serta terarah sesuai dengan tujuan yangingin dicapai.


(45)

1. Prinsip-prinsip Komunikasi

Menurut Taibi-Kahler atau Kahler Communication Washington, D.C. (Courses Process Communication Model, 2003) tujuan praktis komunikasi dalam sebuah pelayanan kesehatan adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pelatihan dan pendidikan agar mampu memahami dan menerapkan tujuan praktis sebagai berikut dalam prinsip-prinsip dalam komunikasi kesehatan yaitu :

a. Menjadi komunikator yang dapat berinteraksi dengan baik. b. Merangkai pesan dalam bentuk verbal maupun non-verbal dalam

bidang kesehatan.

c. Mampu menentukan media yang digunakan dan sesuai dalam konteks kesehatan.

d. Menemukan segmen komunikan yang sesuai dengan konteks dalam komunikasi kesehatan.

e. Mengelola feedback atau dampak pesan kesehatan yang sesuai dengan kehendak komunikator dan komunikan.

f. Mengatasi berbagai hambatan dalam komunikasi kesehatan. g. Memegang teguh prinsip-prinsip dalam riset yang ada dalam hal

kesehatan.

2. Macam-Macam Kemampuan Komunikasi

Menurut Potter and Perry (2005) kemampuan komunikasi dibagi menjadi tiga macam yakni,kemampuan komunikasi (1) intrapersonal yaitu kemampuan komunikasi yang terjadi pada individu itu sendiri dan membantu individu sadar


(46)

akan kejadian yang terjadi disekitarnya. (2) Kemampuan komunikasi publik, yaitu merupakan interaksi yang terjadi dalam sebuah diskusi besar.Memberikan materi, pertanyaan atau mempresentasikan sebuah kasus pada sebuah diskusi merupakan contoh dari sebuah komunikasi publik. (3) Kemampuan komunikasi interpersonal, yaitu interaksi antara dua orang atau lebih. Komunikasi ini akan menjadi komunikasi yang efektif jika komunikasi tersebut mampumenciptakan efek atau dampak berupa pemecahan masalah, berbagai ide pengambilan keputusan dan pengembangan pribadi.

3. Fungsi Kemampuan Komunikasi

Menurut Onong Uchiana Effendi (2006) bahwa fungsi komunikasi diantaranya sebagai public information, public education, public persuation dan sebagaipublic entertainment.

4. Kemampuan Komunikasi Antar Profesi

Kemampuan komunikasi merupakan suatu kemampuan dalam proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya (Nursalam, 2007).Terutama kemampuan komunikasi antar profesi di bidang kesehatan.Seorang mahasiswa perawat diharuskan mempunyai kemampuan berkomunikasi yang efektif terutama dalam berkolaborasi dengan tenaga kesehatan yang lain dan pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pelayanan pasien(Poore, Cullen, Schaar, 2014).

Kemampuan komunikasi yang terjadi antar profesi kesehatan memberikan dampak yang penting dalam kesehatan di masyarakat, baik secara individual maupun kelompok profesi kesehatan. Komunikasi yang buruk atau tidak terjalin


(47)

dengan baik akanmemberikan dampak pada buruknya hubungan antar individu sertaantar profesi. Tatanan klinik seperti rumah sakit pada sebuah unit pelayanan kesehatan yang dinyatakan sebagai salah satu sistem yang mempunyai kepentingan yang tinggi di dalamnya dalam unsur kemampuan komunikasi.

Kemampuan komunikasi di lingkungan rumah sakit salah satunya diyakini sebagai modal utama untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang akan diberikan kepada masyarakat. Seringkali hubungan buruk yang terjadi pada suatu rumah sakit, diprediksi penyebabnya adalah buruknya sistem kemampuan komunikasi antar individu yang terlibat dalam sistem tersebut.Hal ini sesuai dengan pendapat Ellis (2000) yang menyatakan jika hubungan terputus atau menjadi sumber stres, pada umumnya yang ditunjuk sebagai penyebabnya adalah kemampuan komunikasi yang buruk.

Berdasarkan penguraian di atas maka pentingnya sebuah kemampuan komunikasi antar profesi sangatlah berpengaruh dalam lingkungan pelayanan kesehatan. Dimulai dari kemampuan komunikasi yang baik antar profesi maka didapatkan pula hasil yang akan memberikan dampak positif bagi penerima jasa kesehatan atau masyarakat tersebut. Salah satu contoh kemampuan komunikasi antar profesi yang baik,dapat dilihat ketika seorang profesi kesehatan melakukan kesalahan dalam suatu pekerjaannya, maka sebagai profesi kesehatan lain yang mengetahui hal tersebut dapat saling mengingatkan dan memberikan penjelasan yang tepat atas kesalahanprofesi lain dalam melakukan suatu pekerjaannya. Hal ini menunjukkan pentingnya sebuah komunikasi dalam kolaborasi antar profesi kesehatan agar menciptakan pelayanan kesehatan yang baik.


(48)

Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Cahyani (2011) yang berjudul

“Kemampuan Komunikasi Interpersonal Mahasiswa Fakultas Kedokteran UGM pada pelaksanaan kegiatan IPE” didapatkan hasil bahwa kemampuan interpersonal mahasiswa sebelum mengikuti kegiatan IPE mayoritas sedang dan setelah kegiatan IPE mayoritas tinggi. Sehingga dapat dilihat bahwa dengan kegiatan IPE mampu berpengaruh pada kemampuan komunikasi secara signifikan dalam pembelajaran IPE tersebut. Serta mendapatkan mayoritas tinggi untuk kemampuan komunikasi pada mahasiswa yang telah melakukan kegiatan IPE.

7. Mahasiswa Farmasi dan Ilmu Keperawatan FKIK UMY

Mahasiswa prodi farmasi dan prodi ilmu keperawatan FKIK UMY merupakan dua dari empat prodi yang ada dalam FKIK UMY.Mahasiswa prodi farmasi dan prodi ilmu keperawatan merupakan mahasiswa yang ikut serta dalam pembelajaran IPE FKIK UMY.Mahasiswa farmasi yang berpartisipasi dalam program ini adalah mahasiswa farmasi dengan tingkat strata satu(S1) sedangkan mahasiswa prodi ilmu keperawatan yang ikut serta dalam pembelajaran ini adalah mahasiswa dengan tingkat pendidikan profesi. Keikutsertaaan mahasiswa farmasi dengan tingkat strata satu(S1) pada pembelajaran ini berasalan karena prodi farmasi FKIK UMY belum memiliki mahasiswa pada tingkat pendidikan profesi. Program IPE di FKIK UMY diharapkan dapat mewujudkan atau menghasilkan profesi kesehatan yang mampumenguasai di setiap bidangnya masing-masing didukung dengan kompetensi komunikasi yang dimiliki antar profesi tersebut.


(49)

WHO (1997) mencetuskan sebuah pernyataan yang bisa menjelaskan mengenai peran profesi kesehatan dalam hal ini farmasi sebagai contoh. Istilah tersebut disebut Nine Stars of Pharmacist yang di dalamnya mencakup :

a. Care-Giver

Seorang farmasis merupakan profesional kesehatan yang memberikan pelayanan kefarmasian kepada pasien, berinteraksi secara langsung, meliputi pelayanan klinik, analitik, teknik, sesuai dengan peraturan yang berlaku (PP no. 51, 2009), dalam hal peracikan obat, memberi konseling, konsultasi, monitoring, visit, dan kegiatan lainnya.

b. Decision-Maker

Seorang farmasi merupakan seorang yang mampu menetapkan/ menentukan keputusan terkait pekerjaan kefarmasian, misalnya memutuskan dispensing, penggantian jenis sediaan, penyesuaian dosis, yang bertujuan agar pengobatan lebih aman, efektif dan rasional.

c. Communicator

Seorang farmasi diharuskan mempunyai keterampilan berkomunikasi yang baik, sehingga pelayanan kefarmasian dan interaksi antar profesi kesehatan berjalan dengan baik, dalam hal konseling dan konsultasi obat kepada pasien, dan melakukan visit ke bangsal/ruang perawatan pasien.

d. Manager

Seorang farmasi merupakan seorang pengelola dalam berbagai aspek kefarmasian, sehingga kemampuan ini harus ditunjang kemampuan manajemen yang baik.


(50)

e. Leader

Seorang farmasi diharuskan menjadi pemimpin dalam memastikan terapi berjalan dengan aman, efektif dan rasional, misalnya sebagai direktur industri farmasi, direktur marketing, dan sebagainya.

f. Life-Long Learner

Seorang farmasi diharuskan memiliki semangat belajar sepanjang waktu, karena informasi/ilmu kesehatan terutama farmasi berkembang dengan pesat, sehingga perlu meng-update pengetahuan dan kemampuan.

g. Teacher

Seorang farmasi dituntut dalam mendidik generasi selanjutnya, yang mendidik dan menyampaikan informasi kepada masyarakat dan profesi kesehatan lainnya yang membutuhkan informasi.

h. Research

Seorang farmasi merupakan seorang peneliti terutama dalam penemuan dan pengembangan obat-obatan yang lebih baik, disamping itu farmasi juga bisa meneliti aspek lainnya misal data konsumsi obat, kerasionalan obat, pengembangan formula, penemuan sediaan baru.

i. Entrepreneur

Seorang farmasi diharapkan terjun menjadi wirausaha dalam mengembangkan kemandirian serta membantu mensejahterakan masyarakat, misalnya dengan mendirikan perusahaan obat, kosmetik, makanan, minuman, alat kesehatan, dan sebagainya, baik skala kecil maupun skala besar.


(51)

Pada penjabaran istilah Nine Stars of Pharmacist dapat terlihat bahwa pentingnya kemampuan komunikasi dalam terciptanya praktik pelayanan farmasi yang efektif di masyarakat. Terutama dalam communicator yang dengan jelas menggambarkan bahwa peran farmasi dalam mengembangkan kemampuan komunikasi antar profesi memiliki andil yang besar.

Perawat memiliki beberapa hal yang sama dalam peran yang melibatkan kemampuan komunikasi, menurut Konsorsium Ilmu Kesehatan (1989) adalah : a. Care Giver

Peran sebagai care giver pada keperawatan ini dapat dilakukan dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar pasien yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar pasien, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya.Dalam melaksanakan peran ini perawat bertindak sebagai comforter, protector, advocate, communicator serta rehabilitator.


(52)

b. Teacher

Peran ini dilakukan dengan membantu pasien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.

c. Manager

Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuan pasien.

d. Research

Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.

e. Consultant

Peran consultantadalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan.Peran ini dilakukan atas permintaan pasien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.

f. Collaborator

Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, farmasis, fisioterapis, ahli gizi dan lainnya dengan


(53)

berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.

C.Kerangka Konsep

= area yang diteliti

= area yang tidak diteliti

Gambar 1.Kerangka konsep Mahasiswa

program studi Farmasi dan Ilmu Keperawatan FKIK UMY

Interprofessional Education (IPE)

Kemampuan komunikasi

Komponen komunikasi: 1. Pengungkapan diri 2. Kesadaran diri 3. Evaluasi &feedback 4. Kemampuan

mengekspresikan diri 5. Perhatian

6. Kemampuan mengatasi perasaan 7. Klarifikasi 8. Penghindaran 9. Kekuasaan 10.Kemampuan menghadapi perbedaan 11.Penerimaan dukungan

Pengetahuan Keterampilan Sikap Kemampuan

bekerja sama dalam tim 1. Adaptasi 2. Pemantauan kerja 3. Memberi dukungan 4. Kepemimpinan tim 5. Pemecahan masalah 6. Umpan balik


(54)

D.Kerangka Empiris

Pada penelitian ini akan dikaji mengenai tingkat kemampuan komunikasi antar profesi mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan pada pembelajaran Interprofessional Education(IPE) FKIK UMY.


(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Desain penelitian

Pada penelitian ini jenis atau rancangan penelitian yang digunakan adalah descriptive yaitu penelitian yang bertujuan untuk menganalisa gambaran atau deskripsi mengenai suatu masalah secara obyektif dengan menggunakan pendekatan cross-sectional.Metode penelitian dengan pendekatan cross-sectional yaitu rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan atau sekali waktu antara variabel independen dan variabel dependen (Nursalam, 2011).

B.Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-September 2015. Peneliti memilih FKIK UMY sebagai tempat penelitian dengan alasan sejak tahun 2013 FKIK UMY telah menerapkan pembelajaran IPE yang merupakan program pembelajaran dengan inovasi baru pada kurikulum pembelajaran yang ada di Indonesia.

C.Populasi dan Sampel

Populasi penelitian dalam penelitian ini adalah mahasiswa dengan program studi ilmu keperawatan pada tingkat profesi dan mahasiswa program studi farmasi pada tingkat strata satu(S1) FKIK UMY. Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah non probality sample secara accidental sampling, yaitu


(56)

teknik pengambilan sampel dengan didasarkan pada kenyataan bahwa sampel tersebut kebetulan muncul dan sampel tersebut merupakan sampel yang sesuai dengan sampel yang diinginkan oleh peneliti yaitu 100 responden yang berasal dari 50 orang responden prodi farmasi dan 50 orang responden dengan prodi ilmu keperawatan.

D.Kriteria Inklusi dan Eksklusi

1. Kriteria Inklusi

Mahasiswa FKIK UMY prodi ilmu keperawatan tingkat pendidikan profesi dan prodi farmasi tingkat strata satu (S1)dengan kriteria :

a. Telah mengikuti program pembelajaran IPE dan saling berkolaborasi antar profesi.

a. Menetap di Yogyakarta.

b. Bersedia menjadi responden penelitian. 2. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah mahasiswa yang pada saat penelitian dilakukan,sedang dalam keadaan tidak berada dalam lingkungan institusi pendidikan yaitu Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

E.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

Variabel bebas : IPE


(57)

2. Definisi Operasional

Definisi operasional pada penelitian ini meliputi program pembelajaran IPE dan kemampuan komunikasi antar profesi terhadap mahasiswa prodi ilmu keperawatan tingkat pendidikan profesi dan prodi farmasi tingkat strata satu (S1).

a. Program pembelajaran IPE yang dilakukan terhadap antar profesi kesehatan FKIK UMY prodi ilmu keperawatan tingkat pendidikan profesi dan prodi farmasi tingkat strata satu (S1) yang memberikan pembelajaran dengan konsep kerjasama antar profesi kesehatan dengan tujuan menghasilkan mahasiswa yang mampu berkomunikasi antar profesi kesehatan dalam menyelasaikan kasus dalam masyarakat dan mampu memberikan pelayanan kesehatan yang efektif bagi masyarakat.

b. Tingkat kemampuan komunikasi dalam IPE adalah

kemampuankomunikasi respondenyang mencakup komponen pengungkapan diri, kesadaran diri, evaluasi dan feedback, kemampuan mengekspresikan diri, perhatian, kemampuan mengatasi masalah, klarifikasi, penghindaran, kekuasaan serta kemampuan menghadapi perbedaan.

F. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan instrumen penelitian yang berupa kuesioner.InterpersonalCommunication Inventory (ICI) merupakan kuesioner untuk mengukur komunikasi interpersonal yang dimiliki oleh responden


(58)

penelitian. Kuesioner ini telah dimodifikasi sehingga menghasilkan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan.

ICI awal mulanya dibuat oleh Bienvenue (1987) yang terdiri dari 40 item pertanyaan namun telah dimodifikasi menjadi 33 pertanyaan oleh peneliti dikarenakan ada 7 pertanyaan yang tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Pada kuesioner tersebuthasil yang didapatkan akan dikategorikan dalam kategori“sangat baik”, “baik”, “cukup”, “kurang” dan “sangat kurang” (Syah, 1995)

Kuesioner ini mencakup 11 komponen yang ada, yaitu komponen pengungkapan diri, kesadaran diri, evaluasi dan feedback, kemampuan mengekspresikan diri, perhatian, kemampuan mengatasi perasaan, klarifikasi, penghindaran, kekuasaan, kemampuan menghadapi perbedaan dan penerimaan dukungan.Adapun komponen pada kuesioner dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 1.Komponen kuesioner kemampuan komunikasi sebelumuji validasi dan realibilitas

No. Komponen Item Pertanyaan

1. Pengungkapan diri 23, 24, 26, 27, 28, 32 2. Kesadaran diri 9, 11, 31, 35, 36, 39, 22 3. Evaluasi dan feedback 13, 14, 33, 40, 16 4. Kemampuan mengekspresikan diri 1, 3, 6, 8, 19

5. Perhatian 34, 30

6. Kemampuan mengatasi perasaan 12, 17, 40, 25

7. Klarifikasi 2, 4, 5, 18

8. Penghindaran 7, 15, 18

9. Kekuasaan 10, 29

10. Kemampuan menghadapi perbedaan 20, 21

11. Penerimaan dukungan 37, 38


(1)

R i m a F a t h u N i ’ m a h [ F a r m a s i F K I K U M Y ] 8 kategori “sangat baik” yaitu 63%. Hal

ini menjelaskan bahwa antar profesi sudah mampu menentukan proses dalam mencapai tujuan dan hasil bersama yang ingin dicapai serta mampu saling mengarahkan dalam sebuah diskusi13.

4. Kemampuan mengekspresikan diri

Komponen dalam kemampuan

mengekspresikan diri pada antar profesi memiliki persentase tertinggi pada kategori “baik” yaitu 62%. Hal ini menjelaskan bahwa penyampaian komunikasi antar profesi sesuai dengan gestur yang seharusnya disampaikan ketika berhadapan dengan antar profesi. Kemampuan mengekspresikan diri yang baik maka akan dilihat dan dikagumi orang lain

karena mampu memberikan

penegasan terhadap apa yang ingin disampaikan14. Salah satunya dalam

penegasan ketika melakukan

komunikasi antar profesi. 5. Perhatian

Komponen perhatian memiliki persentase tertinggi pada kategori “cukup” yaitu 40%. Hal ini menjadi salah satu komponen yang harus diperhatikan dalam komunikasi, karena perhatian merupakan proses awal yang dilakukan dalam sebuah komunikasi serta penyampaian suatu hal. Jika masih didapatkan kategori “cukup”, maka perlu dilakukan peningkatan perhatian dalam kemampuan komunikasi antar profesi pada pembelajaran IPE. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya antar profesi menguasai kasus yang didapatkan sehingga tidak terjalin

perhatian yang baik dalam

pembelajaran IPE.

6. Kemampuan mengatasi perasaan Komponen mengatasi perasaan memiliki persentase tertinggi pada kategori “baik” yaitu 36%. Hal ini menjelaskan bahwa kemampuan mengatasi perasaan pada antar profesi mampu diatasi dengan baik dalam


(2)

R i m a F a t h u N i ’ m a h [ F a r m a s i F K I K U M Y ] 9

komunikasi serta kolaborasi IPE. Kemampuan mengatasi perasaan akan meningkatkan kepercayaan diri15. Tentunya dengan hal tersebut dapat membantu antar profesi dalam melakukan komunikasi efektif.

7. Klarifikasi

Komponen klarifikasi memiliki persentase tertinggi pada kategori “baik” yaitu 37%. Sehingga

menjelaskan bahwa dalam

pembelajaran IPE didukung dengan proses diskusi, komponen ini mampu diatasi dengan pengalaman masing-masing profesi.

8. Penghindaran

Komponen penghindaran memiliki persentase tertinggi pada kategori “baik” yaitu 31%. Sehingga menjelaskan bahwaantar profesi telah mampu menghidari konflik kecil maupun besar yang memungkinkan mengganggu proses jalan nya pembelajaran IPE.

9. Kekuasaan

Komponen kekuasaan memiliki persentase tertinggi pada kategori “kurang” yaitu 36%. Hal ini menjelaskan bahwa antar profesi

belum mampu memanfaatkan

kemampuan individu dalam hal kekuasaan yang dimiliki dalam pembelajaran IPE.

10. Menghadapi perbedaan

Komponen menghadapi perbedaan memiliki persentase tertinggi pada kategori “cukup” yaitu 29%. Menghadapi perbedaan memiliki kesinambungan dengan komponen

penghindaran. Jika dalam

penghindaran masalah antar profesi memiliki kategori baik seharusnya komponen menghadapi perbedaan juga memiliki kategori baik. Hal ini dapat disebabkan dari strata pendidikan pada masing-masing antar profesi. Perbedaan strata pendidikan mampu memberikan pengaruh besar

dalam menghadapi perbedan.


(3)

R i m a F a t h u N i ’ m a h [ F a r m a s i F K I K U M Y ] 10

oleh prodi ilmu keperawatan tentunya menjelaskan bahwa prodi tersebut lebih mampu untuk mengendalikan perbedaan.

Berdasarkan Tingkat Kemampuan Komunikasi Antar Profesi pada Masing-Masing Program Studi

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa dari total 100 responden yang mengikuti penelitian ini terdapat 50 responden program studi farmasi dan 50 responden ilmu keperawatan. Pada kategori dalam Tabel 3 untuk kategori dengan persentase tertinggi pada masing-masing program studi adalah pada kategori baik dengan mahasiswa farmasi (35%) sebanyak 35 dari 50 orang yang mendapatkan hasil kategori “baik” dan mahasiswa ilmu keperawatan (34%) sebanyak 34 dari 50 orang yang mendapatkan kategori “baik”. Tingginya persentase kategori baik yang ada pada masing-masing prodi menggambarkan bahwa sebagian besar mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan FKIK UMY

memiliki kemampuan komunikasi yang baik pada IPE.

Tabel 3. Tingkat kemampuan komunikasi antar profesi masing-masing program studi pada pembelajaran IPE FKIK UMY

No. Kategori Frekuensi

(f) Persentase (%) Program Studi Farmasi

1 Sangat

Baik 15 15%

2 Baik 35 35%

3 Cukup 0 0%

4 Kurang 0 0%

5 Sangat

Kurang 0 0%

TOTAL 50 50%

Program Studi Ilmu Keperawatan 1 Sangat

Baik 15 15%

2 Baik 34 34%

3 Cukup 1 1%

4 Kurang 0 0%

5 Sangat

Kurang 0 0%

TOTAL 50 50%

Berdasarkan Kategori Komponen Komunikasi Antar Profesi pada Masing-Masing Program Studi

Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa dari kategori yang ada pada komponen komunikasi tersebut menggambarkan bahwa dari masing-masing program studi skor tertinggi pada mahasiswa prodi farmasi (38) untuk komponen kesadaran diri dan perhatian, sedangkan mahasiswa


(4)

R i m a F a t h u N i ’ m a h [ F a r m a s i F K I K U M Y ] 11

ilmu keperawatan skor tertinggi (38) untuk komponen perhatian.

Masing-masing memiliki skor tertinggi untuk komponen perhatian, pada mahasiswa farmasi komponen perhatian memiliki nilai tertinggi (38) pada kategori “sangat baik” dan komponen kesadaran diri memiliki nilai tertinggi (38) pada kategori “baik”. Sementara pada mahasiswa ilmu keperawatan skor tertinggi (38) untuk komponen perhatian dengan kategori “cukup”.

Komponen yang masih perlu ditingkatkan pada masing-masing prodi dapat dilihat pada Tabel 4 yaitu komponen perhatian dan kemampuan menghadapi perbedaan dengan kategori “cukup” serta komponen kekuasaan dengan kategori “kurang”.

Tabel 4. Komponen pada kuesioner tingkat kemampuan komunikasi antar profesi masing-masing program studi FKIK UMY

Komponen SB B C K SK

Program Studi Farmasi

1 20 26 4 0 0

2 9 38 3 0 0

3 33 13 4 0 0

4 8 36 6 0 0

5 38 9 2 1 0

6 26 16 8 0 0

7 4 30 8 8 0

8 19 31 0 0 0

9 10 35 5 0 0

10 28 21 1 0 0

Program Studi Ilmu Keperawatan

1 16 32 2 0 0

2 11 32 7 0 0

3 30 19 0 1 0

4 14 26 10 0 0

5 0 0 38 11 1

6 0 20 27 3 0

7 4 7 11 23 5

8 0 0 24 25 1

9 0 0 14 36 0

10 0 0 28 22 0

Ket : Sangat baik (SB); Baik (B); Cukup (C); Kurang (K); Sangat kurang (SK)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai tingkatkemampuan komunikasi antar profesi mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan pada pembelajaran IPE FKIK UMY, dapat ditarik kesimpulan yaitu

tingkat kemampuan komunikasi

mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan pada pembelajaran Interprofessional Education FKIK UMY memiliki kategori “baik” (69%).

Saran

Saran yang didapatkan dari hasil yang telah dilakukan pada penelitian


(5)

R i m a F a t h u N i ’ m a h [ F a r m a s i F K I K U M Y ] 12

tentang tingkat kemampuan komunikasi mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan pada pembelajaran IPE FKIK UMY adalah

1. Perlunya dilakukan penelitian dengan menggunakan parameter lain selain tingkat kemampuan komunikasi antar profesi.

2. Perlunya dilakukan peningkatan mengenai kemampuan komunikasi dalam komponen perhatian,

kekuasaan dan kemampuan

menghadapi perbedaan.

3. Perlunya pengembangan

pembelajaran IPE sejak dini demi menghasilkan profesi-profesi

kesehatan yang mampu

berkolaborasi dengan baik selain dalam kemampuan komunikasi.

DAFTAR PUSTAKA

1

Depkes RI. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI tentang Standar pelayanan Kefarmasian di Apotek. Kepmenkes Nomor 1027. 2

Rahmawati, Fita & Oetari, R.A. 2002. Kajian Penulisan Resep: Tinjauan Aspek Legalitas dan

Kelengkapan Resep di Apotek-apotek Kotamadya Yogyakarta.

3

Williams, D. J. P. 2007.Medication errors.

Department of Clinical

Pharmacology,Uk. 4

World Health Organization.2010.World Health Organization Study Group on

Interprofessional Education and Collaborative Practice.

5

Lorente M., Hogg G. Ker J. 2006. The challenges of initiating a multi professional clinical skills project, Journal of Interprofessional Care, June; 20(3): 290 – 301.

6

Freeth D. 2002.A Critical Review of Evaluations of Interprofessional Education Learning and Teaching Support Network for Health Sciences and Practice London. 7

Freeth, D. Reeves, S. 2004.Learning to work together: using the presage, process, product (3P) model to highlight decisions and possibilities . Journal of Interprofessional Care.

8

Centre for the Advancement of Interprofessional Education. 2002.Interprofessional education- A definition. London:CAIPE. 9

Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi PendidikanSuatuPendekatan Baru. Bandung : Remaja Rosdakarya. 10

Jalaluddin Rakhmat. 2008. Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya.

11

Gainau, M. B. 2009. KeterbukaanDiri ( Self Disclosure )Siswadalam

Perspektif Budaya dan

ImplikasinyaBagiKonseling.

JurnalIlmiahWidyawarta, vol. 33 ( 1 ) : 1-17.

12

Steven J. Stein, and Book, Howard E.2003.LedakanEQ : 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional MeraihSukses, terj. Trinanda Rainy Januarsari danYudhi Murtanto.Kaifa. Bandung.hlm.39. 13

Arikunto, S. Jabar, C.2010. Evaluasi Program Pendidikan.Jakarta : Bumi Aksara.


(6)

R i m a F a t h u N i ’ m a h [ F a r m a s i F K I K U M Y ] 13 14

Sugiyo. 2005. Komunikasi Antar Pribadi. Semarang: UNNES Press.

15

Steven. 2002. Ilmu Keperawatan. Ed.2. Jakarta: ECG.


Dokumen yang terkait

Hubungan Efikasi Diri dengan Kesiapan Interprofessional Education (IPE) Mahasiswa Ilmu Keperawatan dan Pendidikan Dokter USU

25 306 112

Analisis Persepsi, Motivasi, dan Kesiapan Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sumatera Utara pada Interprofessional Education (IPE)

7 80 93

Persepsi Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap Interprofessional Education

9 134 137

Tingkat Kemampuan Komunikasi Mahasiswa Setelah Terpapar Interprofessional Education (IPE) di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

0 5 20

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KESIAPAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA MENGHADAPI INTERPROFESIONAL EDUCATION (IPE)

5 28 116

TINGKAT KEMAMPUAN KOMUNIKASI ANTAR PROFESI PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER DAN FARMASI YANG TERPAPAR INTERPROFESSIONAL EDUCATION(IPE) DI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

8 28 94

PERSEPSI MAHASISWA TENTANG INTERPROFESSIONAL EDUCATION (IPE) DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA Persepsi Mahasiswa Tentang Interprofessional Education (Ipe) Di Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 5 19

Analisis Persepsi, Motivasi, dan Kesiapan Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sumatera Utara pada Interprofessional Education (IPE)

1 2 28

2. IPE 2.1 Definisi IPE - Analisis Persepsi, Motivasi, dan Kesiapan Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sumatera Utara pada Interprofessional Education (IPE)

0 6 16

Analisis Persepsi, Motivasi, dan Kesiapan Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sumatera Utara pada Interprofessional Education (IPE)

0 1 14