UJI AKTIVITAS ANTAGONISME SENYAWA 1-(2,5-dihidroksifenil)- (3-piridin-2-il)-propenon PADA RESEPTOR ACh-M3 UTERUS MARMUT TERISOLASI : STUDI IN VITRO DAN IN SILICO

(1)

i

KARYA TULIS ILMIAH

UJI AKTIVITAS ANTAGONISME SENYAWA 1-(2,5-dihidroksifenil)- (3-piridin-2-il)-propenon PADA RESEPTOR ACh-M3 UTERUS MARMUT

TERISOLASI : STUDI IN VITRO DAN IN SILICO

HALAMAN JUDUL

Disusun oleh SARI NAFILA

20120350033

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

i

KARYA TULIS ILMIAH

UJI AKTIVITAS ANTAGONISME SENYAWA 1-(2,5-dihidroksifenil)- (3-piridin-2-il)-propenon PADA RESEPTOR ACh-M3 UTERUS MARMUT

TERISOLASI : STUDI IN VITRO DAN IN SILICO

HALAMAN JUDUL

Disusun oleh SARI NAFILA

20120350033

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

UJI AKTIVITAS ANTAGONISME SENYAWA 1-(2,5-dihidroksifenil)- (3-piridin-2-il)-propenon PADA RESEPTOR ACh-M3 UTERUS MARMUT

TERISOLASI : STUDI IN VITRO DAN IN SILICO

Disusun oleh SARI NAFILA

20120350033

Telah disetujui pada tanggal 31 Oktober 2016 Dosen Pembimbing KTI

Puguh Novi Arsito, M.Sc., Apt. NIK: 19861107201310173224

Dosen Penguji 1 Dosen Penguji 2

Indra Putra Taufani, Msc., Apt. Rifki Febriansah, M.Sc., Apt. NIK: 19830122201504173238 NIK: 19870227201210173188

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Sabtanti Harimurti, Ph.D., Apt. NIK: 19730223201310173127


(4)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Sari Nafila

NIM : 20120350033

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 31 Oktober 2016 Yang membuat pernyataan


(5)

iv

MOTTO

Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (Mengerjakan) Shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.

(QS. Al-Baqarah,153)

“Ilmu itu lebih baik daripada harta. Ilmu akan menjaga engkau dan engkau menjaga harta. Imu itu penghukum (hakim) sedangkan harta terhukum. Kalau harta itu akan berkurang apabila dibelanjakan, tetapi ilmu akan bertambah apabila dibelanjakan.”

(Sayidinia Ali bin Abi Thalib)

Kepuasan terletak pada usaha, bukan pada hasil. Berusaha dengan keras adalah kemenangan yang hakiki


(6)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Alhamdulliah, puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan penulis kesempatan untuk menyelesaikan karya tulis ini. Karya Tulis Ilmiah ini dipersembahkan untuk:

1. Kedua orang tua tercinta, ayahanda A.kusno dan ibunda Ade Asani yang senantiasa mendoakan, berkerja keras, dan memberikan semangat serta nasihat.

2. Kakak Siska Alviyanah yang turut memberikan saran dan dukungan selama ini.

3. Untuk seluruh keluarga besar yang juga selalu mendoakan.

4. Teman-teman Farmasi 2012 yang berjuang bersama dalam mendapatkan gelar Sarjana Farmasi. Serta memberikan banyak pengalaman berkesan dan bermanfaat di masa perkuliahan.


(7)

vi

KATA PENGANTAR .

Alhamdulillahirobbil„alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT karena berkat rahmat, hidayah, dan karunia-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Uji Aktivitas Antagonisme Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon pada Reseptor ACh-M3

Uterus Marmut Terisolasi : Studi In vitro dan In silico”. Meskipun banyak hambatan yang penulis alami dalm proses pengerjaannya, tapi penulis berhasil menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini tepat pada waktunya.

Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada bapak Puguh Novi Arsito, M.Sc., Apt. Selaku dosen pembimbing, bapak Rifki Febriansah, M.Sc., Apt. dan bapak Indra Putra Taufani, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji yang telah membantu dan membimbing dalam mengerjakan Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.

Yogyakarta, Oktober 2016 Penulis


(8)

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR SINGKATAN ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

INTISARI ... xiii

ABSTRACT ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Keaslian Penelitian ... 4

D. Tujuan Penelitian ... 4

E. Manfaat Penilitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. Tinjauan Pustaka ... 6

1. Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenone ... 6

2. Uterus ... 7

3. Reseptor Asetilkolin ... 9

4. Uji Organ Terisolasi ... 10

5. Uji in silico dengan Docking ... 11

B. Kerangka Konsep ... 12

C. Hipotesis ... 13

BAB III METODE PENELITIAN ... 14

A. Desain Penelitian ... 14

B. Tempat dan Waktu ... 14

C. Populasi dan Sampel (Subyek Peneltian) ... 14

D. Identifikasi Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 14

E. Instrumen Penelitian ... 15

F. Cara Kerja ... 16

G. Skema Langkah Kerja ... 23

H. Analisis Data ... 24

I. Statistika ... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

A. Hasil penlitian dan pembahasan ... 26

1. Uji pelarut DMSO terhadap kontraksi otot polos uterus ... 26

2. Uji Senyawa Atropin ... 28

3. Pengaruh senyawa obat terhadap reseptor asetilkolin ... 32


(9)

viii

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN ... 49

A. KESIMPULAN ... 50

B. SARAN ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 50


(10)

ix

DAFTAR SINGKATAN

ACh-M3 Asetilkolin Muskarinik 3


(11)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi buffer tyrode……… 16 Tabel 2. Nilai rata-rata pD2 asetilkolin karena pengaruh DMSO 100µL…… 28

Tabel 3. Pergeseran nilai pD2 asetilkolin karena pengaruh atropin 10 dan

50µM………. 30

Tabel 4. Pergeseran nilai pD2 asetilkolin reversibilitas karena pengaruh

atropin 10 dan 50µM………. 32

Tabel 5. Skor docking senyawa

1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon……… 35

Tabel 6. Pergeseran nilai pD2 asetilkolin karena pengaruh senyawa

1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon 10 dan 20 µM…………. 39 Tabel 7. Pergeseran nilai pD2 asetilkolin reversibilitas karena pengaruh

senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon 10 dan


(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon... 7

Gambar 2. Uterus Marmut………... 7

Gambar 3. Struktur Kimia Asetilkolin……… 9

Gambar 4. Langkah Kerja………... 23

Gambar 5. Pengaruh DMSO terhadap Respon Kontraksi Otot Polos Uterus yang diinduksi Asetilkolin………... 27

Gambar 6. Kurva hubungan logaritma konsentrasi asetilkolin terhadap % respon kontraksi otot polos uterus terisolasi, baik tanpa atau dengan pemberian atropin 10 dan 50 μM………. 30

Gambar 7. Kurva hubungan logaritma konsentrasi asetilkolin terhadap % responkontraksi otot polos uterus terisolasi pada uji reversibilitas atropin 10 dan 50 μM terhadap reseptor ACh- M3………. 31

Gambar 8. Visualisasi validasi docking molekuler tiotropium (4DAJ) pada reseptor ACh-M3……….. 33

Gambar 9. Stuktur sekunder molekul reseptor ACh-M3………. 34

Gambar 10. Posisi senyawa 1-(2,5- dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)- propenon ketika terikat ke reseptor ACh-M3…………... 35

Gambar 11. Posisi senyawa 1-(2,5- dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il) propenon ketika terikat ke reseptor ACh-M3…………... 36

Gambar 12. Kurva hubungan logaritma konsentrasi asetilkolin terhadap % respon kontraksi otot polos uterus terisolasi, baik tanpa atau dengan pemberian senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon 10 dan 20 μM……… 38

Gambar 13. Kurva Schild-Plot perhitungan parameter antagonis (pA2) senyawa1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon terhadap reseptorACh-M3………... 40

Gambar 14. Kurva hubungan logaritma konsentrasi asetilkolin terhadap % respon kontraksi otot polos uterus terisolasi pada uji reversibilitas senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon 10 dan 20 μM terhadap reseptor ACh-M3…………. 41


(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Pengaruh Pelarut DMSO terhadap Kontraksi Otot

Polos Uterus………. 54

Lampiran 2. Data Pengaruh senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon terhadap Reseptor ACh-M3Otot polos

uterus……… 56

Lampiran 3. Data Uji Reversibilitas Pemberian Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon 10µM dan 20µM terhadap Reseptor ACh-M3 Otot Polos

Uterus………... 59

Lampiran 4. Perhitungan Parameter Antagonis (pA2) Senyawa

1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon pada Reseptor

ACh-M3……… 62

Lampiran 5. Hasil Uji Statistik pada Uji Pengaruh DMSO terhadap Kontraksi Otot Polos Uterus……… 63 Lampiran 6. Hasil Uji Reversibilitas Kontraksi Otot Polos Uterus……. 68 Lampiran 7. Hasil Skor Docking pada Reseptor ACh-M3………... 71


(14)

xiii

INTISARI

Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon adalah turunan senyawa kalkon yang tersubtitusi oleh dua gugus hidroksi pada cincin A dan memiliki gugus 2-piridil pada cincin B. Analisis diskoneksi menunjukkan bahwa senyawa ini dapat disintesis dari starting material 2,5-dihidroksiasetofenon dan piridin-2-karbaldehid. Sintesis senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon menggunakan metode microwave dilakukan dengan cara mereaksikan senyawa piridin-2-karbaldehid dan 2,5-dihidroksiasetofenon tanpa pelarut dengan katalis K2CO3 dalam microwave.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efek farmakodinamik senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon terhadap reseptor asetilkolin yang diinduksikan pada uterus marmut terisolasi. Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon diberikan dengan dosis 10 μM dan 20 μM. Sementara, agonis diberikan dengan seri kadar 10-8 - 10-2 M. Pada uji in vitro ini juga akan dipelajari tipe antagonisme dari senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon dan sifat reversibilitasnya pada reseptor. Selain uji in vitro, pada penelitian ini juga dilakukan uji in silico dengan menggunakan program docking dengan menggunakan Autodock.

Hasil penelitian menujukkan bahwa senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon dapat menghambat kontraksi otot polos uterus terisolasi yang diinduksikan asetilkolin. Pada reseptor ACh-M3 terjadi pergeseran nilai pD2

yang signifikan (p<0,05) hanya terjadi pada kelompok senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon 20 μM. Nilai pD2 kelompok kontrol,

senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon 10 μM dan 20 μM berturut-turut adalah sebesar 6,13; 5,54 dan 5,49. Dari hasil analisis Schild-plot diketahui tipe antagonismenya bersifat kompetitif (slope: 0,853, pA2:1,728).

Ikatan senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon ke reseptor ACh-M3 tersebut bersifat lebih lemah jika dibandingkan dengan native ligand

(tiotropium, skor docking: -115,107). Kesimpulan dari penelitian ini adalah senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon memiliki aktivitas antagonis kompetitif pada reseptor ACh-M3.

Kata kunci: Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon, uterus marmut terisolasi, reseptor ACh-M3, antagonis kompetitif.


(15)

xiv

ABSTRACT

The compound 1-(2,5-dihidroxyphenyl)-(3-pyridine-2-yl)-propenon calchone compound is a derivative that is substituted by two hydroxy groups on the A ring and has a 2-pyridyl group on the ring B. The analysis showed that the compound disconnection this can be synthesized from the starting material 2,5-dihidroxyacetophenon and pyridine-2-carbaldehid. Synthesis of the compound 1-(2,5-dihidroxyphenyl)-(3-pyridine-2-yl)-propenon using microwave method performed by reacting the compound pyridine-2-carbaldehid and 2,5-dihidroxyacetophenon without solvent with a catalyst K2CO3 in microwave.

This research aims to study the pharmacodynamic effects of the compound 1-(2,5-dihidroxyphenyl)-(3-pyridine-2-yl)-propenon against acetylcholine receptors that induced in the isolated guinea pig uterine. The compound 1- (2,5-dihidroxyphenyl) - (3-pyridine-2-yl) -propenon given at a dose of 10 μM and 20 μM. Then, agonis given the rate series 10-8 – 10-2 M. In vitro tests have also examined the type of antagonism of the compound 1-(2,5-dihidroxyphenyl)-(3-pyridine-2-yl)-propenon and nature reversibility‟s receptor. In addition to in vitro assays, in this study also tested in silico using a docking program Autodock.

The results showed that the compound 1-(2,5-dihidroxyphenyl)-(3-pyridine-2-yl)-propenon can inhibit uterine smooth muscle contraction induced isolated acetylkolin. In receptors ACh-M3 shifts the value of pD2 significant (p <0.05)

only in the group of compounds 1(2,5dihidroxyphenyl)(3pyridine2yl) -propenon 20μM. Value pD2 control group, the compound

1-(2,5-dihidroxyphenyl)-(3-pyridine-2-yl)-propenon 10 μM and 20 μM respectively of 6.13; 5.54 and 5.49. From the analysis of Schild-plot known type of antagonism is competitive (slope: 0.853, pA2: 1,728). Bonding compound

1-(2,5-dihidroxyphenyl)-(3-pyridine-2-yl)-propenon to the ACh-M3 receptors are weaker

than the native ligand (tiotropium, docking score: -115.107). The conclusion of this study is the compound 1-(2,5-dihidroxyphenyl)-(3-pyridine-2-yl)-propenon have a competitive antagonist activity at the receptor ACh-M3.

Keywords: Compound 1- (2,5-dihidroxyphenyl) - (3-pyridine-2-yl)-propenon, isolated guinea pig uterine ACh-M3 receptor, competitive antagonist.


(16)

(17)

xiii

INTISARI

Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon adalah turunan senyawa kalkon yang tersubtitusi oleh dua gugus hidroksi pada cincin A dan memiliki gugus 2-piridil pada cincin B. Analisis diskoneksi menunjukkan bahwa senyawa ini dapat disintesis dari starting material 2,5-dihidroksiasetofenon dan piridin-2-karbaldehid. Sintesis senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon menggunakan metode microwave dilakukan dengan cara mereaksikan senyawa piridin-2-karbaldehid dan 2,5-dihidroksiasetofenon tanpa pelarut dengan katalis K2CO3 dalam microwave.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efek farmakodinamik senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon terhadap reseptor asetilkolin yang diinduksikan pada uterus marmut terisolasi. Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon diberikan dengan dosis 10 μM dan 20 μM. Sementara, agonis diberikan dengan seri kadar 10-8 - 10-2 M. Pada uji in vitro ini juga akan dipelajari tipe antagonisme dari senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon dan sifat reversibilitasnya pada reseptor. Selain uji in vitro, pada penelitian ini juga dilakukan uji in silico dengan menggunakan program docking dengan menggunakan Autodock.

Hasil penelitian menujukkan bahwa senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon dapat menghambat kontraksi otot polos uterus terisolasi yang diinduksikan asetilkolin. Pada reseptor ACh-M3 terjadi pergeseran nilai pD2

yang signifikan (p<0,05) hanya terjadi pada kelompok senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon 20 μM. Nilai pD2 kelompok kontrol,

senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon 10 μM dan 20 μM berturut-turut adalah sebesar 6,13; 5,54 dan 5,49. Dari hasil analisis Schild-plot diketahui tipe antagonismenya bersifat kompetitif (slope: 0,853, pA2:1,728).

Ikatan senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon ke reseptor ACh-M3 tersebut bersifat lebih lemah jika dibandingkan dengan native ligand

(tiotropium, skor docking: -115,107). Kesimpulan dari penelitian ini adalah senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon memiliki aktivitas antagonis kompetitif pada reseptor ACh-M3.

Kata kunci: Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon, uterus marmut terisolasi, reseptor ACh-M3, antagonis kompetitif.


(18)

xiv

ABSTRACT

The compound 1-(2,5-dihidroxyphenyl)-(3-pyridine-2-yl)-propenon calchone compound is a derivative that is substituted by two hydroxy groups on the A ring and has a 2-pyridyl group on the ring B. The analysis showed that the compound disconnection this can be synthesized from the starting material 2,5-dihidroxyacetophenon and pyridine-2-carbaldehid. Synthesis of the compound 1-(2,5-dihidroxyphenyl)-(3-pyridine-2-yl)-propenon using microwave method performed by reacting the compound pyridine-2-carbaldehid and 2,5-dihidroxyacetophenon without solvent with a catalyst K2CO3 in microwave.

This research aims to study the pharmacodynamic effects of the compound 1-(2,5-dihidroxyphenyl)-(3-pyridine-2-yl)-propenon against acetylcholine receptors that induced in the isolated guinea pig uterine. The compound 1- (2,5-dihidroxyphenyl) - (3-pyridine-2-yl) -propenon given at a dose of 10 μM and 20 μM. Then, agonis given the rate series 10-8 – 10-2 M. In vitro tests have also examined the type of antagonism of the compound 1-(2,5-dihidroxyphenyl)-(3-pyridine-2-yl)-propenon and nature reversibility‟s receptor. In addition to in vitro assays, in this study also tested in silico using a docking program Autodock.

The results showed that the compound 1-(2,5-dihidroxyphenyl)-(3-pyridine-2-yl)-propenon can inhibit uterine smooth muscle contraction induced isolated acetylkolin. In receptors ACh-M3 shifts the value of pD2 significant (p <0.05)

only in the group of compounds 1(2,5dihidroxyphenyl)(3pyridine2yl) -propenon 20μM. Value pD2 control group, the compound

1-(2,5-dihidroxyphenyl)-(3-pyridine-2-yl)-propenon 10 μM and 20 μM respectively of 6.13; 5.54 and 5.49. From the analysis of Schild-plot known type of antagonism is competitive (slope: 0.853, pA2: 1,728). Bonding compound

1-(2,5-dihidroxyphenyl)-(3-pyridine-2-yl)-propenon to the ACh-M3 receptors are weaker

than the native ligand (tiotropium, docking score: -115.107). The conclusion of this study is the compound 1-(2,5-dihidroxyphenyl)-(3-pyridine-2-yl)-propenon have a competitive antagonist activity at the receptor ACh-M3.

Keywords: Compound 1- (2,5-dihidroxyphenyl) - (3-pyridine-2-yl)-propenon, isolated guinea pig uterine ACh-M3 receptor, competitive antagonist.


(19)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Seiring dengan berkembangnya zaman, banyak penelitan yang mengulas tentang manfaat dari suatu senyawa yang sebelumnya belum banyak diketahui, baik itu untuk pencegahan maupun penyembuhan, diolah secara tradisional ataupun secara modern. Salah satunya senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon yang merupakan senyawa sintetis turunan kalkon yang memiliki beberapa manfaat.

Penyebaran senyawa kalkon di alam sangat terbatas dan hanya ditemukan pada beberapa golongan tumbuhan dalam jumlah yang sedikit. Hal ini disebabkan kalkon memiliki peranan penting dalam pembuatan turunan flavonoid karena berfungsi sebagai zat antara. Kalkon biasanya langsung berubah menjadi flavanon maupun turunan flavonoid yang lain. Kalkon dan turunannya juga memegang peranan penting di dalam bahan alam dan telah ditelitiberbagai aktivitas farmakologi dan aktivitas biologi. Kalkon dan turunannya mempunyai beberapa aktivitas seperti: antibakteri, antiplatelet, antiulceratif, antimalaria, antikanker, antiviral, antileismanial, antioksidan, antihiperglikemik, immunomodulator, antiinflamasi (Kishor, et al., 2009). Oleh karena itu, aktivitas biologi dan potensi senyawa ini sangat bermanfaat bagi pengembangan obat, maka perlu adanya upaya pengembangan sintesis senyawa kalkon dan derivatnya (Diedrich, 1962). Salah satu contoh tanaman yang mengandung kalkon adalah tanaman ashitaba, tanaman ashitaba juga


(20)

mengandung senyawa alkaloid yang dapat digunakan untuk terapi spasme uterus, tetapi hal tersebut belum diuji efektifitasnya (Akihisa et al. 2003).

Penelitian terdahulu melaporkan bahwa kandungan senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon memiliki prospek yang cerah untuk dikembangkan sebagai agen anti-inflamasi, sehingga dapat digunakan untuk mengurangi berbagai gejala inflamasi. Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon dilaporkan memiliki efek spasmolitik pada ileum marmut yang dikontraksi menggunakan histamin dan asetilkolin (Setiyani, 2016).

Spasmolitik adalah zat yang dapat mengatasi kejang otot disekitar perut yang mengakibatkan nyeri kronis. Kejang atau spasme otot secara umum adalah kontraksi otot yang terjadi secara tiba-tiba yang dapat terjadi karena penggunaan otot yang terus-menerus atau pada saat kondisi udara yang dingin sehingga mengganggu aliran darah terganggu. Prevalensi spasme otot ini belum pasti karena banyak penderita yang tidak melaporkan gejala mereka. Apabila spasme tersebut terjadi di uterus maka hal tersebut dinamakan Disminorhea. Disminorhea adalah nyeri selama menstruasi yang disebabkan oleh kejang otot uterus. Nyeri tersebut terasa diperut bagian bawah. Nyeri dapat terasa sebelum atau sesudah haid, dapat bersifat kolik atau terus menerus. Hal ini disebabkan oleh kontraksi miometrium yang diinduksi oleh prostaglandin tanpa adanya kelainan patologis pelvis (Tortora, et al. 2006)

Penelitian terdahulu menjelaskan bahwa senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon memiliki kemampuan untuk


(21)

menghambat peningkatan konsentrasi Ca2+ intraseluler melalui penghambatan influks Ca2+ ekstraseluler dan menghambat pelepasan Ca2+ dari calcium-store sehingga mampu mengurangi respon kontraksi otot polos ileum (Setiyani, 2016)

Penelitian ini memusatkan pada uji farmakodinamik interaksi senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon terhadap reseptor asetilkolin pada otot polos uterus. Seperti yang dijelaskan pada penelitian terdahulu, pada organ uterus terdapat pula reseptor ACh-M3. Untuk lebih mengetaui lebih

dalam mengenai kekuatan senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon terhadap reseptor ACh-M3, penelitian ini dilanjutkan dengan uji in silico yaitu docking dengan menggunakan program Autodock.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalahsebagai berikut:

a. Apakah 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon memiliki efek antagonisme pada reseptor ACh-M3 uterus marmut terisolasi ?

b. Berapakah dosis optimal untuk memberikan efek antagonisme pada reseptor ACh-M3 uterus marmut terisolasi?

c. Berapakah skor docking 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon pada reseptor ACh-M3 ?


(22)

C. Keaslian Penelitian

1. Seperti pada penelitian terdahulu (Arsito, 2013), salah satu tanaman herbal yaitu Aegle Marmelos mengandung senyawa marmin yang memiliki aktivitas antagonisme reseptor ACh-M3 pada ileum marmut terisolasi uji in vitro dan in silico. Penelitian tersebut mengulas mengenai pengaruh suatu senyawa yang dapat mengantagonis reseptor ACh-M3 sehingga

penelitian tersebut memiliki korelasi dengan penelitian ini yaitu uji aktivitas senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon pada reseptor ACh-M3 uterus marmut terisolasi studi in vitro dan in silico.

2. Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)- propenon adalah senyawa hasil sintesis yang dilakukan oleh Wibowo, A.E pada tahun 2013, senyawa ini memiliki aktivitas antiinflamasi setelah diuji dengan menggunakan beberapa metode salah satunya adalah metode microwave.

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efek farmakodinamik senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon terhadap reseptor ACh-M3 uterus marmut terisolasi.

2. Tujuan khusus

a. Meneliti pengaruh senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon dalam menghambat kontraksi otot polos uterus marmut terisolasi akibat induksi agonis reseptor asetilkolin secara in vitro.


(23)

b. Mengetahui dosis optimal yang digunakan untuk mengantagonis reseptor asetilkolin.

c. Mengetahui skor docking senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon terhadap antagonis reseptor asetilkolin.

E. Manfaat Penilitian

Hasil akhir dari penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan baru, terutama dalam pemanfaatan senyawa baru sebagai agen anti spasmolitik khususnya pada terapi dismenorhea. Dan dapat menjadi dasar ilmiah pada penelitian senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon ke tahap selanjutnya.


(24)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TEORI

1. Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenone

Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon adalah turunan senyawa kalkon yang tersubtitusi oleh dua gugus hidroksi pada cincin A dan memiliki gugus 2-piridil pada cincin B. Sintesis senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon menggunakan metode microwave dilakukan dengan cara mereaksikan senyawa piridin-2-karbaldehid dan 2,5-dihidroksiasetofenon tanpa pelarut dengan katalis K2CO3 dalam microwave. Metode radiasi microwave merupakan salah satu

pengembangan sintesis secara green chemistry. Keuntungan dari metode ini adalah waktu reaksi lebih singkat,mudah penangannya, dan tanpa pelarut (Ravichandran et al., 2011). Katalis K2CO3 juga merupakan katalis

yang non-toxic, tidak mahal, dan mudah penanganannya.

Metode lain yang dapat digunakan untuk mensintesis turunan kalkon adalah metode proteksi gugus hidroksi, tetapi metode tersebut memerlukan pelarut dan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan metode microwave (Srivastava, 2006).


(25)

2. Uterus

Uterus merupakan organ reproduksi utama pada sebagian besar mammalia. Fungsi utama uterus adalah untuk fertilisasi ovum yang kemudian akan mengalami implantasi pada endometrium, dan menerima nutrisi dari pembuluh darah (Eurell and Brian, 2006). Tipe uterus tikus, kelinci, marmot dan mamalia kecil lainnya adalah dupleks, dimana uterusnya terdiri dari dua kornu dan saluran serviks yang terpisah dengan ujung membuka ke arah vagina (Bearden et al., 2004)

Gambar 2. Uterus Marmut (Isnaeni, W. 2006)


(26)

Otot uterus merupakan tipe otot polos unit tunggal. Miometrium merupakan bagian otot uterus yang tersusun oleh otot polos tipe viseral atau unit tunggal. Otot polos bekerja secara tidak sadar. Disebut otot polos unit tunggal karena serat-serat otot yang membentuk jenis otot ini tereksitasi dan berkontraksi sebagai suatu kesatuan, membentuk jaringan yang mengakibatkan potensial aksi dapat tersebar yang kemudian berkontraksi sebagai satu unit terkoordinasi (Tortora and Derrickson, 2006; Sherwood, 1996).

Serangkaian proses kontraksi dan relaksasi yang terjadi pada uterus dapat diringkas sebagai berikut: ikatan antara asetilkolin pada reseptor muskarinik. Peningkatan masuknya Calcium ke dalam sel aktivasi calmodulin-dependent myosin light kinase (enzim miosin kinase rantai ringan yang tergantung pada kalmodulin). Fosforilasi miosin dan peningkatan aktivitas miosin ATP-ase. Kemudian miosin berikatan dengan aktin, sehingga terjadi kontraksi dan defosforilasi miosin oleh enzim miosin fosfatase rantai ringan. Terjadi relaksasi, atau kontraksi yang berkelanjutan berbuhungan dengan adanya mekanisme ‘latch bridge’ (mekanisme ini dapat mempertahankan kontraksi tonik yang lama pada otot polos selama berjam-jam dengan menggunakan sedikit energi dan sedikit sinyal eksitatorik yang berasal dari serat saraf ataupun sumber hormonal) (Ganong, 2005).


(27)

3. Reseptor Asetilkolin

Asetilkolin adalah neurotransmitter yang dilepaskan oleh ujung akhir syaraf parasimpatis dan merupakan salah satu senyawa endogen yang mengatur fungsi homeostatis saluran pernafasan. Syaraf parasimpatis merupakan syaraf utama yang mengatur sistem pernafasan. Semua aktivitas rangsangan syaraf parasimpatis berawal dari aktivasi reseptor muskarinik yang terletak pada otot polos saluran pernafasan, saluran cerna, kelenjar submukosa, pembuluh darah dan sel syaraf (Eurell, et al. 2006). Asetilkolin (gambar 3)

Pelepasan asetilkolin dari ujung syaraf parasimpatis diatur oleh reseptor ACh-M3 (muscarinic auto-receptor) yang berada pada membran

sel syaraf. Asetilkolin dapat mengaktivasi reseptor muskarinik dan nikotinik. Efek pelepasan asetilkolin adalah terjadinya hiperaktifitas saluran pernafasan, kontraksi otot polos, bronkokontriksi, peningkatan sintesis dan sekresi mukus selama reaaksi inflamasi, seperti yang dialami oleh para penderita asmadan COPD (Sanders, K.M., 2001)


(28)

Reseptor asetilkolin muskarinik dibagi menjadi lima subtipe (ACh-M1 – ACh-M5). Kelima reseptor M tersebut terdapat dalam neuron,

ACh-M1 – ACh-M3 merupakan reseptor asetilkolin muskarinik yang memiliki

efek langsung terhadap saluran pernafasan, reseptor M2 dapat ditemukan di

dalam otot jantung dan otot polos sedangkan reseptor M3 dapat ditemukan

didalam kelenjar eksokrin dan otot polos salah satunya yaitu pada organ uterus. Pada penelitian ini mengacu pada reseptor asetilkolin ACh-M3.

Aktivasi reseptor ACh-M3 oleh asetilkolin akan memicu kontraksi otot

polos. Jalur utama dari efek kontraksi otot polos saluran pernafasan oleh asetilkolin terhadap reseptor ACh-M3 adalah dengan cara aktivasi

fosfolipase C (PLC) melalui intermediate heteridimetric protein G dan akan merangsang pergerakan ion kalsium (Ehlert, 2003).

4. Uji Organ Terisolasi

Pengujian khusus organ terisolasi dapat menggunakan bagian gastro-intestinal atau potongan spiral dari jaringan vaskuler yang umumnya menggunakan metode organ bath pada organ yang terisolasi dan dapat digunakan untuk meneliti efek kontraksi atau penghambatan kontraksi dan efek vasodilatasi (Vlientinck dan Apres, 2001).

Penggunaan organ uterus cukup populer sebagai subyek uji karena reprodusibilitas, biaya relatif murah, mudah digunakan, dan mempunyai korelasi yang baik dengan studi secara in vitro.

Keuntungan lain menggunakan organ terisolasi adalah :


(29)

b. Mengurangi kompleksitas hubungan antara respon dan organisme bagian tubuh atau reseptor lain

c. Memungkinkan untuk mengurangi respon lain sebagai pengganti yang mungkin terjadi dari respon utama

d. Kemampuan pengujian efek obat dengan intensitas yang lebih besar Sedangkan kerugiannya adalah:

a. Hewan uji harus dikorbankan untuk memperoleh jaringan atau organnya

b. Hilangnya fungsi regulasi fisiologi

c. Lingkungan yang digunakan merupakan tiruan dari keadaan aslinya. (Lullman et al., 2000)

5. Uji in silico dengan Docking

Uji in silico dikenal sebagai penapisan virtual. Untuk melakukan penapisan senyawa biologis terhadap milyaran senyawa masih sangat sulit, oleh karena itu pendekatan secara virtual menjadi alternatif (shoichet, 2004).

Molecular docking merupakan suatu metode komputasi yang digunakan untuk menggambarkan interkasi antara suatu molekul sebagai ligan suatu reseptor atau protein. Molecular docking sebagai salah satu metodelogi dalam structure-based virtual screening, dimulai pada awal tahun 1980-an. Tujuan dari studi docking ini ialah untuk membuat pemodelan struktur yang akurat dan prediksi aktivitas yang tepat (Kitchen, 2004).


(30)

Terdapat dua aspek dalam molecular docking, yaitu fungsi scoring dan penggunaan algoritma. Algoritma docking berfungsi untuk mengidentifikasi energi yang dihasilkan dari konformasi molekular dan kemudian mencari konformasi yang meiliki energi bebas paling rendah dalam sistem.

Autodock merupakan salah satu software untuk docking ligan baik rigid ataupun fleksibel yang menggunakan grid-based force field untuk mengevaluasi interaksi suatu kompleks (Krane dan Raymer, 2003).

B. Kerangka Konsep

senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon Asetilkolin

Uterus Reseptor ACh-M3

Ca2+ naik Ca2+ turun

Antagonis terhadap resptor

ACh-M3

Kontraksi

Gambar 4. Kerangka Berfikir Record

Docking Autodock4


(31)

C. Hipotesis

Berdasarkan kerangka konsep di atas dihipotesiskan bahwa :

1. Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon dapat menjadi antagonis reseptor ACh-M3 pada otot polos uterus marmut terisolasi.

2. Dengan dosis 10 μM dan 20 μM senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon mampu memberikan efek antagonisme terhadap reseptor ACh-M3 uterus marmut terisolasi.

3. Skor docking Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon dapat menujukan ikatan kuat terhadap reseptor ACh-M3.


(32)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TEORI

1. Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenone

Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon adalah turunan senyawa kalkon yang tersubtitusi oleh dua gugus hidroksi pada cincin A dan memiliki gugus 2-piridil pada cincin B. Sintesis senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon menggunakan metode microwave dilakukan dengan cara mereaksikan senyawa piridin-2-karbaldehid dan 2,5-dihidroksiasetofenon tanpa pelarut dengan katalis K2CO3 dalam microwave. Metode radiasi microwave merupakan salah satu

pengembangan sintesis secara green chemistry. Keuntungan dari metode ini adalah waktu reaksi lebih singkat,mudah penangannya, dan tanpa pelarut (Ravichandran et al., 2011). Katalis K2CO3 juga merupakan katalis

yang non-toxic, tidak mahal, dan mudah penanganannya.

Metode lain yang dapat digunakan untuk mensintesis turunan kalkon adalah metode proteksi gugus hidroksi, tetapi metode tersebut memerlukan pelarut dan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan metode microwave (Srivastava, 2006).


(33)

2. Uterus

Uterus merupakan organ reproduksi utama pada sebagian besar mammalia. Fungsi utama uterus adalah untuk fertilisasi ovum yang kemudian akan mengalami implantasi pada endometrium, dan menerima nutrisi dari pembuluh darah (Eurell and Brian, 2006). Tipe uterus tikus, kelinci, marmot dan mamalia kecil lainnya adalah dupleks, dimana uterusnya terdiri dari dua kornu dan saluran serviks yang terpisah dengan ujung membuka ke arah vagina (Bearden et al., 2004)

Gambar 2. Uterus Marmut (Isnaeni, W. 2006)


(34)

Otot uterus merupakan tipe otot polos unit tunggal. Miometrium merupakan bagian otot uterus yang tersusun oleh otot polos tipe viseral atau unit tunggal. Otot polos bekerja secara tidak sadar. Disebut otot polos unit tunggal karena serat-serat otot yang membentuk jenis otot ini tereksitasi dan berkontraksi sebagai suatu kesatuan, membentuk jaringan yang mengakibatkan potensial aksi dapat tersebar yang kemudian berkontraksi sebagai satu unit terkoordinasi (Tortora and Derrickson, 2006; Sherwood, 1996).

Serangkaian proses kontraksi dan relaksasi yang terjadi pada uterus dapat diringkas sebagai berikut: ikatan antara asetilkolin pada reseptor muskarinik. Peningkatan masuknya Calcium ke dalam sel aktivasi calmodulin-dependent myosin light kinase (enzim miosin kinase rantai ringan yang tergantung pada kalmodulin). Fosforilasi miosin dan peningkatan aktivitas miosin ATP-ase. Kemudian miosin berikatan dengan aktin, sehingga terjadi kontraksi dan defosforilasi miosin oleh enzim miosin fosfatase rantai ringan. Terjadi relaksasi, atau kontraksi yang berkelanjutan berbuhungan dengan adanya mekanisme ‘latch bridge’ (mekanisme ini dapat mempertahankan kontraksi tonik yang lama pada otot polos selama berjam-jam dengan menggunakan sedikit energi dan sedikit sinyal eksitatorik yang berasal dari serat saraf ataupun sumber hormonal) (Ganong, 2005).


(35)

3. Reseptor Asetilkolin

Asetilkolin adalah neurotransmitter yang dilepaskan oleh ujung akhir syaraf parasimpatis dan merupakan salah satu senyawa endogen yang mengatur fungsi homeostatis saluran pernafasan. Syaraf parasimpatis merupakan syaraf utama yang mengatur sistem pernafasan. Semua aktivitas rangsangan syaraf parasimpatis berawal dari aktivasi reseptor muskarinik yang terletak pada otot polos saluran pernafasan, saluran cerna, kelenjar submukosa, pembuluh darah dan sel syaraf (Eurell, et al. 2006). Asetilkolin (gambar 3)

Pelepasan asetilkolin dari ujung syaraf parasimpatis diatur oleh reseptor ACh-M3 (muscarinic auto-receptor) yang berada pada membran

sel syaraf. Asetilkolin dapat mengaktivasi reseptor muskarinik dan nikotinik. Efek pelepasan asetilkolin adalah terjadinya hiperaktifitas saluran pernafasan, kontraksi otot polos, bronkokontriksi, peningkatan sintesis dan sekresi mukus selama reaaksi inflamasi, seperti yang dialami oleh para penderita asmadan COPD (Sanders, K.M., 2001)


(36)

Reseptor asetilkolin muskarinik dibagi menjadi lima subtipe (ACh-M1 – ACh-M5). Kelima reseptor M tersebut terdapat dalam neuron,

ACh-M1 – ACh-M3 merupakan reseptor asetilkolin muskarinik yang memiliki

efek langsung terhadap saluran pernafasan, reseptor M2 dapat ditemukan di

dalam otot jantung dan otot polos sedangkan reseptor M3 dapat ditemukan

didalam kelenjar eksokrin dan otot polos salah satunya yaitu pada organ uterus. Pada penelitian ini mengacu pada reseptor asetilkolin ACh-M3.

Aktivasi reseptor ACh-M3 oleh asetilkolin akan memicu kontraksi otot

polos. Jalur utama dari efek kontraksi otot polos saluran pernafasan oleh asetilkolin terhadap reseptor ACh-M3 adalah dengan cara aktivasi

fosfolipase C (PLC) melalui intermediate heteridimetric protein G dan akan merangsang pergerakan ion kalsium (Ehlert, 2003).

4. Uji Organ Terisolasi

Pengujian khusus organ terisolasi dapat menggunakan bagian gastro-intestinal atau potongan spiral dari jaringan vaskuler yang umumnya menggunakan metode organ bath pada organ yang terisolasi dan dapat digunakan untuk meneliti efek kontraksi atau penghambatan kontraksi dan efek vasodilatasi (Vlientinck dan Apres, 2001).

Penggunaan organ uterus cukup populer sebagai subyek uji karena reprodusibilitas, biaya relatif murah, mudah digunakan, dan mempunyai korelasi yang baik dengan studi secara in vitro.

Keuntungan lain menggunakan organ terisolasi adalah :


(37)

b. Mengurangi kompleksitas hubungan antara respon dan organisme bagian tubuh atau reseptor lain

c. Memungkinkan untuk mengurangi respon lain sebagai pengganti yang mungkin terjadi dari respon utama

d. Kemampuan pengujian efek obat dengan intensitas yang lebih besar Sedangkan kerugiannya adalah:

a. Hewan uji harus dikorbankan untuk memperoleh jaringan atau organnya

b. Hilangnya fungsi regulasi fisiologi

c. Lingkungan yang digunakan merupakan tiruan dari keadaan aslinya. (Lullman et al., 2000)

5. Uji in silico dengan Docking

Uji in silico dikenal sebagai penapisan virtual. Untuk melakukan penapisan senyawa biologis terhadap milyaran senyawa masih sangat sulit, oleh karena itu pendekatan secara virtual menjadi alternatif (shoichet, 2004).

Molecular docking merupakan suatu metode komputasi yang digunakan untuk menggambarkan interkasi antara suatu molekul sebagai ligan suatu reseptor atau protein. Molecular docking sebagai salah satu metodelogi dalam structure-based virtual screening, dimulai pada awal tahun 1980-an. Tujuan dari studi docking ini ialah untuk membuat pemodelan struktur yang akurat dan prediksi aktivitas yang tepat (Kitchen, 2004).


(38)

Terdapat dua aspek dalam molecular docking, yaitu fungsi scoring dan penggunaan algoritma. Algoritma docking berfungsi untuk mengidentifikasi energi yang dihasilkan dari konformasi molekular dan kemudian mencari konformasi yang meiliki energi bebas paling rendah dalam sistem.

Autodock merupakan salah satu software untuk docking ligan baik rigid ataupun fleksibel yang menggunakan grid-based force field untuk mengevaluasi interaksi suatu kompleks (Krane dan Raymer, 2003).

B. Kerangka Konsep

senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon Asetilkolin

Uterus Reseptor ACh-M3

Ca2+ naik Ca2+ turun

Antagonis terhadap resptor

ACh-M3

Kontraksi

Gambar 4. Kerangka Berfikir Record

Docking Autodock4


(39)

C. Hipotesis

Berdasarkan kerangka konsep di atas dihipotesiskan bahwa :

1. Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon dapat menjadi antagonis reseptor ACh-M3 pada otot polos uterus marmut terisolasi.

2. Dengan dosis 10 μM dan 20 μM senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon mampu memberikan efek antagonisme terhadap reseptor ACh-M3 uterus marmut terisolasi.

3. Skor docking Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon dapat menujukan ikatan kuat terhadap reseptor ACh-M3.


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimental laboratorium dengan studi in vitro dan in silico

B. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Laboratorium Penelitian Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Dilaksanakan dalam waktu kurang lebih 1 bulan masa penelitian.

C. Populasi dan Sampel (Subyek Peneltian)

Subyek penelitian yang akan digunakan berupa marmut betina yang tidak sedang hamil dengan berat badan antara 400 – 500 gram. Dan umur diatas 3 bulan. Dalam penelitian ini subjek dikorbankan dengan cara dislokasi tulang belakang kepala (cervix), kemudian dilakukan isolasi organ uterus. Selanjutnya organ uterus diletakkan di dalam alat organ bath, lalu diinduksi asetilkolin. Selanjutnya, dilakukan penentuan aktivitas antagonisme.

D. Identifikasi Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

a. Variabel bebas

1) Dosis senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon dan asetilkolin yang diberikan.


(41)

b. Variabel perancu

1) Dapat dikendalikan: berat badan, umur, dan jenis kelamin, perangkat system molecular docking.

2) Tidak dapat dikendalikan: Variasi kepekaan marmut terhadap suatu zat.

c. Variabel tergantung

Nilai EC50, pD2,dan pA2 senyawa

1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon.

E. Instrumen Penelitian 1. Bahan penelitian :

a. Marmut betina yang sedang tidak hamil dengan berat badan antara 400 – 500 gram

b. Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon c. Buffer tyrode dengan kualitas farmasetis (Merch®)

d. Gas karbogen (mengandung 95% oksigen dan 5% karbondioksida) (Samator®)

e. Agonis reseptor asetilkolin (ACh-M3) (Sigma Aldrich®)

f. Akuades 2. Alat penelitian :

a. Satu set alat untuk preparasi organ (scalpel, pinset, cawan petri, pipet tetes, jarum, benang, gunting bedah)

b. Vortex


(42)

d. Transduser (Ugo basille®) e. Rekorder (Ugo basille®)

f. Dua set organ bath volume 20 ml g. Bridge amplifier (Ugo basille®)

h. Pipet mikro 100 μl, 1000 μl (Eppendorf®)

F. Cara Kerja

1. Penyiapan Larutan Buffer tyrode

Larutan buffer tyrode terdiri atas dua macam larutan, yaitu larutan A dan B. Komposisi larutan dapat dilihat dalam tabel 1 berikut.

Bahan-bahan pada tabel larutan A masing-masing ditimbang, lalu dimasukkan ke dalam labu takar, kemudian dilarutkan dengan akuades hingga volume 1L. Bahan pada tabel larutan B ditimbang, kemudian dimasukkan ke labu takar, dan dilarutkan dengan akuades hingga volume 1L. Untuk membuat larutan buffer tyrode, dibuat campuran antara 100 ml larutan A, 100 ml larutan B, 1,00 g glukosa, kemudian ditambahkan 800 ml akuades (Anonim, 1986).

Tabel 1. Komposisi Buffer tyrode

Komposisi larutan A Komposisi larutan B

Bahan Jumlah Bahan Jumlah

NaCl KCl MgCl2.6H2O

CaCl2.2H2O

NaH2PO4.2H2O

80 g 2,00 g 2,14 g 2,64 g 0,65 g


(43)

2. Penyiapan Larutan Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon 10 µM dan 20 µM

Penelitian ini menggunakan sebagai senyawa1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon. Larutan stok senyawa obat dibuat dalam konsentrasi 2 x 10-3M. Sebagai senyawa uji, diberikan dalam konsentrasi 10 dan 20 µM. Larutan stok konsentrasi 2 x 10-3M ditambahkan sebanyak 100 atau 1000 µL ke dalam organ bath yang telah berisi organ uterus dan larutan buffer tyrode 20,0 mL untuk mencapai senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon konsentrasi 10 µM dan 20 µM.

3. Pembuatan Larutan Asetilkolin Bromida

Asetilkolin bromida memiliki bobot molekul 240,1 g/mol. Digunakan asetilkolin dengan konsentrasi 2 x 10-1 M dalam akuades sebagai larutan stok asetilkolin. Pengenceran larutan stok asetilkolin dilakukan dengan cara bertingkat dari larutan stok asetlkolin 2 x 10-1 M sehingga diperoleh larutan asetilkolin konsentrasi (2 x 10-2 ; 2 x 10-3 ; 2 x 10-4 dan 2 x 10-5) M.

4. Preparasi organ Uterus

Digunakan marmut betina yang tidak sedang hamil dengan rentang bobot 400 – 500 g. Marmut dikorbankan dengan cara dislokasi tulang belakang kepala (cervix) dan selanjutnya, dilakukan pembedahan pada bagian perut. Kemudian diambil bagian uterusdari perut marmut tersebut sepanjang 2 cm. Uterus yang telah diambil diletakan ke dalam cawan fiksasi yang telah diisi larutan buffer tyrode, kemudian uterus dibersihkan


(44)

dari isi yang ada di dalamnya. Selain itu dibersihkan juga dari jaringan-jaringan lain yang masih menempel (jaringan-jaringan lemak). Pada kedua ujung uterus ini selanjutnya diikat dengan benang. Kemudian ujung benang bagian bawah diikatkan pada bagian tuas organ bath dan ujung bagian atas diikatkan pada bagian yang terhubung dengan transduser. sebelumnya Organ bath telah dikondisikan sehingga suhunya mencapai 37o C.

5. Uji aktivitas alkaloid terhadap agonis reseptor fisiologis (asetilkolin)

Uji aktivitas terhadap agonis reseptor dilakukan untuk mengukur kontraksi uterus marmut dengan alat organ terisolasi setelah pengenalan agonis reseptor. Pengukuran kontraksi dilakukan secara bertingkat dengan pemberian seri konsentrasi agonis. Organ bath diisi dengan 20,0 mL larutan buffer tyrode, kemudian organ direndam dalam organ bath tersebut dan dilakukan ekuilibrasi sampai diperoleh kondisi stabil (30 menit). Selanjutnya, dilakukan pemberian agonis ke dalam organ bath dan respon kontraksi yang terjadi akan tercatat pada rekorder. Pemberian agonis dilakukan sampai dicapai kontraksi maksimum (100%).

Pengukuran kontraksi dilakukan dua kali, dimana antara pengukuran pertama dan kedua dilakukan pencucian organ selama 30 menit dengan penggantian larutan buffer tyrode setiap lima menit. Pada kontraksi kedua, setelah dilakukan pencucian organ dan kondisi organ telah stabil, dilakukan pemberian senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon dengan konsentrasi 20 dan 10 µM. Selanjutnya, diberikan agonis ke dalam organ bath dengan konsentrasi bertingkat dan respon


(45)

kontraksi yang terjadi akan tercatat pada rekorder. Kurva hubungan konsentrasi dan % respon kontraksi agonis dengan atau tanpa pengaruh obat yang terjadi kemudian dibandingkan.

6. Uji Reversibilitas

Uji reversibilitas dilakukan untuk melihat kemampuan organ untuk kembali pada kondisi semula, atau pada kondisi sebelum dilakukannya pengenalan agonis reseptor. Uji reversibilitas ini dilakukan pada setiap uji aktivitas agonis reseptor asetilkolin. Uji reversibilitas terhadap uterus dilakukan setelah kontraksi dan pencucian organ akibat pemberian agonis dan senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon. Uterus dicuci selama 30 menit dengan penggantian larutan buffer tyrode setiap lima menit. Setelah uterus mencapai kondisi stabil, dilakukan pengukuran kontraksi kembali karena pemberian agonis reseptor dengan konsentrasi yang sama dengan pengukuran kontraksi pengenalan agonis reseptor. Kurva hubungan konsentrasi agonis reseptor yang dihasilkan kemudian dibandingkan antara pengukuran pertama dan kedua.

7. Uji pelarut dimetil sulfoksida (DMSO)

Waktu yang tepat untuk melakukan uji pengaruh DMSO adalah setelah pengenalan agonis reseptor. Uterus dicuci selama 45 menit dengan penggantian larutan buffer tyrode setiap lima belas menit. Jumlah DMSO yang diberikan adalah sebanyak 100 µL dan kemudian dilanjutkan dengan pemberian seri konsentrasi agonis. Kemudian dibandingkan antara kurva


(46)

hubungan konsentrasi agonis terhadap % respon sebelum dan sesudah perlakuan DMSO.

8. Docking menggunakan Autodock4

a. Persiapan ligan

Pada tahap persiapan ligan dengan tahapan sebagai berikut: Menggambar struktur 2D senyawa menggunakan program ChemDraw 2D. Kemudian diubah menjadi bentuk 3D dengan menggunakan software ChemDraw 3D, save ke dalam format *.mol. Buka softwareOpenBabeIGUI. (download http://OpenBabel.sourforge.net). Ubah format *.mol ke dalam bentuk format *.pdb.

Dibuka program Autodock Tools. Klik Ligand, lalu Input. Open, pilih file *.pdb (misal nama ligan A.pdb). Klik Edit, Hydrogen, add, Polar Only, noBonderOrder (for pdb file) pada Methods dan pilih yes pada Renumber atoms to include hydrogens. Klik Ok. Klik Ligand, Torsion Tree, Chose Torsion. Done. Klik Ligand, klik Torsion Tree, Set Number of Torsion kemudian Klik Dismiss. Klik Ligand, Output, Save as PDBQT.

b. Persiapan makromolekul

Pada tahap persiapan makromolekul dilakukan menggunakan program Autodock Tools. Protein yang digunakan diperoleh dari hasil pemodelan pada tahap penelitian sebelumnya.

Tahapan persiapan makromolekul dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:


(47)

Klik File, pilih Read Molecule, pilih file pdb struktur protein dari hasil pemodelan pada penelitian sebelumnya. Klik Edit, pilih Hydrogens Add kemudian All Hydrogens, no BondOrder pada Method dan Yes pada Renumber atoms to include, Klik OK. Klik Edit, Hydrogens, Merge Nonpolar. Klik Grid, Macromolecule, Choose dipilih protein yang akan di docking. Kemudian program akan menginstruksikan untuk menyimpan file pdbqt struktur protein.

c. Autogrid

Tahap autogrid merupakan tahapan penentuan parameter yang digunakan untuk docking yang meliputi ukuran grid box dan posisi grid box. Tahapan autogrid dilakukan sebagai berikut :

Klik Grid, pilih Grid Box kemudian dipilih number of point in X, Y dan Z sesuai dengan ukuran sisi aktif protein, Spacing (angstrom) 1.000, dan diletakkan Center Grid Box untuk x centre, y centre, dan z centre pada sisi aktif makromolekul. Klik File, Close Saving Current. Klik Grid, pilih Output, Save GPF. Klik Grid, Edit GPF, pilih OK. Klik Run (pada start program), ketik cmd.exe, OK.

Dituliskan pada layar script yang bertujuan untuk masuk ke folder yang berisi file bentuk GPF, ligan dan makromolekul dalam bentuk pdbqt dengan script :cd (spasi)[nama file][enter]dir [enter]. Kemudian tahap autogrid dilakukan dengan script sebagai berikut:Autogrid4(spasi)p(spasi)[namafile].gpf(spasi)l(spasi)[namafile] .glg(spasi)&[enter]


(48)

d. Autodock

Pada tahap autodock merupakan proses docking yang dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

Klik Docking, Macromolecule, pilih Set Rigid File Name dipilih file macromolecule. Klik Docking, pilih Ligand, Choose, dipilih ligan. Klik Docking, Search Parameters, klik Genetic Algorithm, Accept. Klik Docking, pilih Docking Parameters, kemudian Accept. Selanjutnya, Klik Docking, Output, pilih Lamarckian GA (42) kemudian save file DPF. Klik Edit DPF, pilih Ok.

Tahap running docking dilakukan dengan menulis script sebagai berikut :Autodock4(spasi)–p(spasi)[nama file].dpf(spasi)–l(spasi)[nama file].dlg(spasi)&[enter]


(49)

G. Skema Langkah Kerja

Uji aktivitas senyawa 1-(2,5- dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon pada reseptor ACh-M3

uterus marmut terisolasi 3. Uji in silico

1. Uji in vitro Uji in silico senyawa

1-(2,5- dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon pada reseptor ACh-M3

a. Uji pelarut  Pengaruh DMSO terhadap kontraksi otot polos uterus yang di induksi asetilkolin

Analisis data

Pengaruh senyawa 1-(2,5- dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon terhadap kontraksi uterus yang di induksi asetilkolin

Uji reversibilitas pada reseptor ACh-M3

Penentuan antagonisme b. Preparasi Organ


(50)

H. Analisis Data

1. Data

Data yang diperoleh dalam penelitian in vitro berupa data kontraksi atau relaksasi otot polos uterus yang terekam pada rekorder akibat pemberian agonis reseptor. Data tersebut diubah menjadi data persentase (%) respon terhadap respon maksimum yang dicapai oleh agonis. Selanjutnya, data tersebut dibuat dalam bentuk kurva hubungan antara logaritma konsentrasi agonis reseptor terhadap % respon (asetilkolin). Data yang diperoleh dalam penelitian in silico adalah nilai RMSD validasi dan skor docking.

2. Analisis data

Nilai EC50 (konsentrasi agonis yang dapat menghasilkan respon

sebesar 50% dari respon maksimum) agonis reseptor, dengan atau tanpa pengaruh senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon dihitung berdasarkan kurva hubungan konsentrasi terhadap % respon. EC50 dihitung berdasarkan (persamaan 1). Nilai EC50 ini selanjutnya

ditransformasi ke dalam bentuk pD2, dimana pD2 adalah nilai dari

–Log.EC50 (persamaan 2) dan selanjutnya data disajikan dalam bentuk

tabel kelompok perlakuan agonis (dengan atau tanpa pengaruh senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon) dan nilai rata-rata pD2

agonis ± Standard Error (pD2 ± SE).


(51)

Pergeseran nilai pD2 dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji t

berpasangan. Keterangan :

X1 : Log. konsentrasi dengan respon tepat di bawah 50% X2 : Log. konsentrasi dengan respon tepat di atas 50% Y1 : % respon tepat di bawah 50%

Y2 : % respon tepat di atas 50% pD2= -Log. EC50……… (2) I. Statistika

Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon ditetapkan sebagai antagonis reseptor ACh-M3, apabila inkubasi otot polos uterus marmut

terisolasi dengan senyawa tersebut mengakibatkan penurunan nilai pD2

asetilkolin. Semua data pD2 asetilkolin terdistribusi normal dan memiliki

varian yang homogen (p > 0,05). Distribusi data pD2 asetilkolin dianalisis

dengan menggunakan uji normalitas (metode Shapiro-wilk). Penurunan nilai pD2 Selanjutnya dianalisis dengan metode statistik parametrik, yaitu

menggunakan uji ANOVA satu jalan yang dilanjutkan dengan uji LSD pada taraf kepercayaan 95%.


(52)

26

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil penlitian dan pembahasan

1. Uji pelarut DMSO terhadap kontraksi otot polos uterus

Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon adalah senyawa sintetis yang memiliki aktivitas antiinflamasi. Untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon telah diuji secara invivo dengan metode pengukuran volume edema kaki tikus terinduksi karagenin. Metode ini sering digunakan untuk pengujian antiinflamasi secara akut. Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon juga diduga memiliki aktivitas antagonisme terhadap reseptor ACh-M3 sehingga penelitian ini ditujukan untuk

mengamati pengaruh senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon konsentrasi 10 μM dan 20 μM terhadap kontraksi otot polos uterus marmut terisolasi yang diinduksi oleh asetilkolin. Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon dilarutkan dalam dimetil sulfoksida (DMSO), sehingga penelitian ini memerlukan uji pelarut untuk menjamin bahwa pengaruh senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon terhadap kontraksi otot polos uterus hanya disebabkan oleh senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon saja. Sebagai uji pendahuluan dilakukan uji pengaruh DMSO terhadap kontraksi otot polos uterus yang diinduksi oleh asetilkolin. Jumlah DMSO yang digunakan adalah sebanyak 100 μL yang disesuaikan dengan volume maksimal


(53)

pemberian senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon ke dalam organ bath. Pengaruh DMSO terhadap otot polos uterus yang diinduksi oleh asetilkolin, dan berikut pergeseran nilai pD2 tersaji pada

tabel 2.

Pemberian DMSO menggeser kurva hubungan seri konsentrasi asetilkolin terhadap % respon kontraksi otot polos uterus dan menurunkan nilai rata-rata pD2 asetilkolin dari 6,12 menjadi 6,09.

Meskipun demikian, berdasarkan uji t berpasangan (n=5) penurunan nilai pD2 asetilkolin tidak bermakna secara statistik (p > 0,05), sehingga

disimpulkan pelarut DMSO 100 μL tidak mempengaruhi kontraksi otot polos uterus yang diinduksi oleh asetilkolin.

Gambar 5. Pengaruh DMSO terhadap Respon Kontraksi Otot Polos Uterus yang diinduksi Asetilkolin. Kurva hubungan konsentrasi asetilkolin terhadap respon kontraksi otot polos uterus, dengan atau tanpa pengaruh DMSO 100μM (n=5, rata-rata ± SEM)


(54)

2. Uji Senyawa Atropin

Atropin memiliki afinitas kuat terhadap reseptor muskarinik, dimana obat ini terikat secara kompetitif, sehingga mengantagonis asetilkolin terikat pada tempatnya di reseptor muskarinik. Atropin menyekat reseptor muskarinik baik di sentral maupun di saraf tepi. Kerja obat ini berlangsung sekitar 4 jam kecuali bila diteteskan ke dalam mata, dapat bekerja sampai berhari-hari.

Hambatan oleh atropin bersifat reversible dan dapat diatasi dengan pemberian asetilkolin dalam jumlah berlebihan atau pemberian antikolinesterase. Atropin memblok asetilkolin endogen maupun eksogen, tetapi hambatannya jauh lebih kuat terhadap yang eksogen. Pada uterus yang inervasi otonomnya berbeda dari otot polos lainnya, tidak terlihat relaksasi, sehingga atropin hampir tidak bermanfaat untuk pengobatan nyeri haid.

Uji atropin ini bertujuan untuk membandingkan antara atropin dengan senyawa uji yaitu senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon, apakah memiliki aktifitas yang sama dalam menghambat asetilkolin pada resptor ACh-M3.

No Kelompok

perlakuan

pD2 Emaks (%)

1. Kontrol Asetilkolin 6,09 ± 0,05 100 ± 0,00 2. DMSO 100 μM 6,12 ± 0,04 100 ± 0,00

Tabel 2. Nilai rata-rata pD2asetilkolin karena pengaruh DMSO 100μL (n=5, rata-rata ± SEM).

Berdasarkan uji signifikansi dengan ANOVA satu jalan, dilanjutkan dengan uji LSD pada taraf kepercayaan 95 %, tidak menunjukkan adanya perbedaan bermakna (p>0,05) antara pD2 kontrol dan DMSO


(55)

a. Aktivitas Atropin

Pada uji kali ini digunakan atropin dengan konsentrasi sebesar 10 μM dan 50 μM. Atropin tersebut diberikan 10 menit sebelum pemberian seri kadar asetilkolin. Dari uji ini akan didapat data berupa kurva hubungan antara seri konsentrasi asetilkolin dengan % respon kontraksi otot polos yang terdapat pada uterus yang terisolasi dalam media larutan berupa buffer tyrode. Apabila terjadi pergeseran % respon kontraksi otot polos uterus akibat pemberian Atropin, maka diduga atropin memiliki aktivitas antagonisme pada reseptor ACh-M3.

Aktivitas antagonisme tersebut dapat diukur dengan membandingkan nilai pD2 asetilkolin dengan dan tanpa praperlakuan Atropin.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa atropin dengan kadar 10 μM dan 50 μM dapat menggeser kurva hubungan konsentrasi agonis dengan % respon kontraksi ke kanan. Pergerseran kurva ke kanan menandakan bahwa atropin dapat menghambat atau bersifat antagonis. Pergeseran kurva hubungan seri konsentrasi asetilkolin terhadap rata-rata % respon kontraksi otot polos uterus tersaji pada gambar 6. Besar nilai pD2 kelompok kontrol, atropin 10 μM, atropin 50 μM tersebut

berturut-turut adalah sebesar 6,19; 5,6 dan 4,71. Apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol, Penurunan nilai pD2 kelompok atropin

50μM dan10μM bermakna secara statistik (p<0,05) yaitu berbeda signifikan bila dibandingkan dengan kontrol. Data penurunan nilai pD2


(56)

bahwa atropin memiliki aktivitas antagonisme pada reseptor ACh-M3.

Sedangkan berdasarkan uji docking molekuler dengan menggunakan Autodock, atropin ditopang oleh beberapa ikatan asam amino THR 170, TYR 166, PHE 167, ARG 171.

Tabel 3.Pergeseran nilai pD2 asetilkolin karena pengaruh atropin 10 dan 50μM. Nilai pD2 disajikan dalam bentuk rata-rata ± SEM (n = 4 – 10). (*) menunjukkan adanya perbedaan bermakna (p<0,05) terhadap nilai pD2 asetilkolin/kontrol, setelah diuji dengan ANOVA satu jalan, dilanjutkan dengan uji LSD pada taraf kepercayaan 95%

No Kelompok perlakuan pD2 Emaks

1 Kontrol asetilkolin 6,19 100 ± 0,00

2 Atropin 10 μM 5,6* 100 ± 0,00

3 Atropin 50 μM 4,71* 100 ± 0,00

Gambar 6.Kurva hubungan logaritma konsentrasi asetilkolin terhadap % respon kontraksi otot polos uterus terisolasi, baik tanpa atau dengan pemberian atropin 10 μM dan 50

μM. Persentase respon kontraksi 100 % diukur berdasarkan kontraksi maksimal yang dicapai oleh seri konsentrasi asetilkolin (kontrol). Persentase respon kontraksi disajikan dalam bentuk rata-rata ± SEM (n = 5 – 8).


(57)

b. Uji Reversibilitas Atropin

Uji reversibilitas atropin terhadap reseptor ACh-M3 dilakukan

untuk mengetahui kemampuan disosiasi ikatan atropin dengan reseptor ACh-M3 otot polos uterus. Untuk melepaskan ikatan atropin, dilakukan

pencucian otot polos uterus dengan penggantian larutan buffer tyrode setiap lima menit selama 30 menit. Data yang diperoleh dari tahapan ini adalah kurva % respon kontraksi uji reversibilitas atropin 10 dan 50 μM (gambar 7).

Pada gambar 7, terlihat profil kurva respon kontraksi kelompok atropin 10 dan 50 μM relatif sama. Kurva kelompok atropin 10 μM jika dibandingkan dengan kurva kelompok kontrol juga relatif sama.

Gambar 7.Kurva hubungan logaritma konsentrasi asetilkolin reversibilitas terhadap % respon kontraksi otot polos uterus terisolasi pada uji reversibilitas

atropin 10 dan 50 μM terhadap reseptor ACh M3.Persentase respon

kontraksi 100 % diukur berdasarkan kontraksi maksimal yang dicapai oleh seri konsentrasi asetilkolin(kontrol). Persentase respon kontraksi disajikan dalam bentuk rata-rata ± SEM (n = 4 - 8).


(58)

Besar nilai pD2 kelompok kontrol, atropin 10 μM, atropin 50μM

tersebut berturut-turut adalah sebesar 6,08; 5,6 dan 4,71. Apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol, Penurunan nilai pD2

kelompok atropin 50μM bermakna secara statistik (p<0,05) Nilai pD2

asetilkolin mengalami penurunan yang signifikan pada saat uji reversibilitas senyawa atropin. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa, dengan pencucian setiap 10 menit selama 30 menit ikatan atropin dengan reseptor ACh- M3 masih belum terlepas total.

3. Pengaruh senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon terhadap reseptor asetilkolin

Reseptor ACh-M3 diketahui berperan dalam mekanisme kontraksi

otot polos, dan reseptor ini dapat ditemukan pada uterus marmut betina. a. Docking molekuler senyawa

1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon pada reseptor ACh-M3

Tahapan pertama yang harus dipenuhi pada docking molecular senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon ke reseptor

Tabel 4. Pergeseran nilai pD2 asetilkolin reversibilitas karena pengaruh atropin 10 dan 50μM.

Nilai pD2 disajikan dalam bentuk rata-rata ± SEM (n = 4 – 10). (*) menunjukkan

adanya perbedaan bermakna (p<0,05) terhadap nilai pD2 asetilkolin/kontrol, setelah

diuji dengan ANOVA satu jalan, dilanjutkan dengan uji LSD pada taraf kepercayaan 95%

No Kelompok perlakuan pD2 Emaks

1 Kontrol asetilkolin 6,08 100 ± 0,00

2 Atropin 50 μM 4,71* 100 ± 0,00


(59)

ACh-M3 adalah validasi protocol docking yang akan digunakan. Pada

validasi ini dilakukan proses redocking Native ligand (Tiotropium) terhadap reseptor ACh-M3. Dari hasil validasi diperoleh nilai RMSD

1,5000 dengan skor docking -9,49. Sehingga dapat diketahui protokol docking pada reseptor ACh-M3 ini bersifat valid. Visualisasi hasil

validasi docking molekuler pada reseptor ACh-M3 berikut skor

RMSDnya dapat dilihat pada gambar 8. Protokol docking ini selanjutnya dapat digunakan untuk melakukan docking ligan ACh-M3

lainnya terhadap reseptor ACh-M3.

Gambar 8. Visualisasi validasi docking molekuler tiotropium (4DAJ) pada reseptor ACh-M3.Struktur molekul tiotropium yang saling berhimpitan

(nicely aligned) menggambarkan protocol docking yang digunakan valid (RMSD: 1,5000 ; skor docking: -9,49


(60)

Untuk melihat perbandingan kekuatan ikatan masing-masing ligan terhadap reseptor ACh-M3, dapat dilakukan dengan membandingkan skor docking. Gambar 10 merupakan visualisasi docking senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon ke reseptor ACh-M3. Rekapan

skor docking ligan-ligan ACh- M3 tersaji pada tabel 5. Nilai skor docking

yang semakin negatif dari suatu ligan menandakan ikatannya terhadap reseptor ACh-M3 semakin kuat. Dari data energi ikatan diketahui bahwa

energi ikatan senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon ke reseptor agonis ACh-M3 adalah kuat. Begitu pula apabila dibandingkan

dengan atropin energi ikatan senyawa dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon lebih kuat. Dapat dilihat pada gambar 11 senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon berdasarkan uji docking molekuler dengan menggunakan Autodock, senyawa tersebut ditopang oleh beberapa ikatan asam amino VAL 1075, LYS 259, GLU 256, GLU 258, TYR 254, TYR 1088. Sedangkan Native ligand ditopang oleh beberapa asam amino ARG 1096, ALA 1093, GLU 258, THR 257, TYR 254, LYS 255.


(61)

Tabel 5. Skor docking senyawa 1-(2,5- dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)- propenon dan beberapa antagonis reseptor ACh-M3. Terlihat energi ikatan senyawa 1-(2,5-

dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)- propenon ( -7,35) relatif lebih lemah dibandingkannative ligan (-9,49), namun lebih kuat jika dibandingkan dengan atropin (-5,36).

No Ligan Keterangan Energi ikatan ligan

padareseptor ACh--M3

1 Asetilkolin Agonis ACh--M3 -2,44

2 Senyawa1-(2,5

dihidroksifenil)-(3-piridin -2-il) propenon

Senyawa uji -7,35

3 Tiotropium Native ligand -9,49

4 Atropin Antagonis

ACh--M3

-5,36

Gambar 10. Posisi senyawa 1-(2,5- dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)- propenonketika terikat ke reseptor ACh-M3


(62)

Gambar 11. Posisi senyawa 1-(2,5- dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il) propenon ketika terikat ke reseptor ACh-M3.Visualisasi menggunakan software VMD. Ikatan senyawa 1-(2,5-

dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon (warna abu) ke reseptor ACh-M3

ditopangoleh asam amino Val 1075, Tyr 254, Tyr 1088, Glu 256, Glu 258 dan Lys 259.

b. Pengaruh Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenonterhadap Kontraksi Otot Polos Uterus Akibat Pemberian Seri Konsentrasi Asetilkolin

Digunakan senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon dengan konsentrasi sebesar 10 dan 20 μM. Senyawa tersebut diberikan 10 menit sebelum pemberian seri kadar asetilkolin. Dari uji ini akan didapat data berupa kurva hubungan antara seri konsentrasi asetilkolin dengan % responkontraksi otot polos yang terdapat pada uterus yang terisolasi dalam media larutan berupa buffer tyrode. Apabila terjadi pergeseran % respon kontraksi otot polos uterus akibat pemberian senyawa1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon, maka diduga senyawa tersebut memiliki aktivitas antagonisme pada reseptor ACh-M3. Aktivitas antagonisme tersebut dapat diukur dengan


(63)

membandingkan nilai pD2 asetilkolin dengan dan tanpa praperlakuan

dari senyawa 1-(2,5dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon. Berdasarkan jenis antagonisme dan nilai parameter antagonis (pA2)

senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon terhadap reseptor asetilkolin dapat di ukur dan diidentifikasi dengan menggunakan analisa Schild-Plot. Berdasarkan hasil penilitian diketahui bahwa senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon dengan kadar 10 dan 20 μM dapat menggeser kurva hubungan konsentrasi agonis dengan % respon kontraksi ke kanan. Pergerseran kurva ke kanan menandakan bahwa senyawa yangdiujikan dapat menghambat atau bersifat antagonis. Respon kontraksi otot polos uterus 100% masih dapat tercapai dalam konsentrasi 3 x 10-4 M . Pergeseran kurva hubungan seri konsentrasi asetilkolin terhadap rata-rata % respon kontraksi otot polos uterus tersaji pada gambar 12. Pada praperlakuan senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon 10 μM, respon kontraksi bahkan belum terlihat sampai pada pemberian asetilkolin kadar 3 x 10-6 M. Hal ini berbeda dengan praperlakuan senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon 20 μM, respon kontraksi mulai terlihat pada kadar asetilkolin lebih rendah yaitu 3 x 10-5 M.


(64)

Besar nilai pD2 kelompok kontrol, senyawa

1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon 10μM, senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon 20μM tersebut berturut-turut adalah sebesar 6,13; 5,54 dan 5,49. Apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol, Penurunan nilai pD2 kelompok senyawa

1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon 20μM bermakna signifikan secara statistik (p<0,05). Sedangkan nilai pD2 untuk perlakuan senyawa

1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon 10μM tidak berbeda signifikan bila dibandingkan dengan kontrol. Data penurunan nilai pD2 tersebut tersaji pada tabel 6.

Penurunan nilai pD2 ini menunjukkan bahwa senyawa 1-(2,5-Gambar 12. Kurva hubungan logaritma konsentrasi asetilkolin terhadap % respon kontraksi otot

polos uterus terisolasi, baik tanpa atau dengan pemberian senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon 10 dan 20 μM.Persentase respon kontraksi 100 % diukur berdasarkan kontraksi maksimal yang dicapai oleh seri konsentrasi asetilkolin (kontrol). Persentase respon kontraksi disajikan dalam bentuk rata-rata ± SEM (n = 5 – 8).


(65)

dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon memiliki aktivitas antagonisme pada reseptor ACh-M3.

Kemudian, dilakukan penetapan tipe antagonisme senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon dengan menggunakan analisis Schild-Plot. Dari analisis ini didapatkan persamaan Schild-Plot y = 0,853x + 1,728. Berdasarkan nilai slope dari persamaan Schild-Plot (0,853) nilainya mendekati angka 1,00, sehingga diketahui aktivitas antagonisme dari senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon pada reseptor ACh-M3 bersifat kompetitif. Nilai pA2 senyawa

1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon sebagai antagonis kompetitif dapat ditentukan dari nilai intersep persamaan Schild-plot, yaitu sebesar 1,728. Untuk memastikan kekuatan interaksi antara senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon dengan reseptor ACh-M3 sebagai

antagonis kompetitif dilakukan docking molekuler menggunakan program Autodock.

Tabel 6. Pergeseran nilai pD2 asetilkolin karena pengaruh senyawa

1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon 10 dan 20 μM. Nilai pD2 disajikan dalam bentuk rata-rata ± SEM (n = 4 – 10). (*) menunjukkan adanya perbedaan bermakna (p<0,05) terhadap nilai pD2 asetilkolin atau control, setelah diuji dengan ANOVA satu jalan, dilanjutkan

dengan uji LSD pada taraf kepercayaan 95%.

No Kelompok perlakuan pD2 Emaks

1 Kontrol asetilkolin 6,13 100 ± 0,00

2 Senyawa

1-(2,5- dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon 100 μM

5,54 100 ± 0,00

3 Senyawa

1-(2,5- dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon 200 μM


(1)

senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon dengan konsentrasi sebesar 10 μM dan 20 μM. Membandingkan nilai pD2 asetilkolin dengan dan tanpa praperlakuan dari senyawa1- (2,5dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon. Nilai parameter antagonis (pA2) senyawa 1-(2,5- dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon terhadap reseptor asetilkolin dapat di ukur dan diidentifikasi dengan menggunakan analisa Schild-Plot.

HASIL

Pemberian DMSO menggeser kurva hubungan seri konsentrasi asetilkolin terhadap % respon kontraksi otot polos uterus dan menurunkan nilai rata-rata pD2 asetilkolin dari 6,12 menjadi 6,09. Meskipun demikian, berdasarkan uji t berpasangan (n=5) penurunan nilai

pD2 asetilkolin tidak bermakna secara statistik (p > 0,05), sehingga disimpulkan pelarut DMSO 100 μL tidak mempengaruhi kontraksi otot polos uterus yang diinduksi oleh asetilkolin.

Hasil uji atropin menunjukkan pergerseran kurva ke kanan menandakan bahwa atropin dapat menghambat atau bersifat antagonis. Pergeseran kurva hubungan seri konsentrasi asetilkolin terhadap rata-rata % respon kontraksi otot polos uterus tersaji pada gambar 6. Besar nilai pD2 kelompok kontrol, atropin 10 μM, atropin 50 μM tersebut berturut-turut adalah sebesar 6,19; 5,6 dan 4,71. Apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol, Penurunan nilai pD2 kelompok atropin 50μM dan10μM bermakna secara statistik (p<0,05) yaitu berbeda signifikan bila dibandingkan


(2)

dengan kontrol. Penurunan nilai pD2 ini menunjukkan bahwa atropin memiliki aktivitas antagonisme pada reseptor ACh-M3.

Hasil docking molekuler senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon pada reseptor ACh-M3. menghasilkan skor docking -7,35. Pada validasi ini dilakukan proses redocking Native ligand

(Tiotropin) terhadap reseptor ACh-M3. Dari hasil validasi diperoleh nilai RMSD 1,5000 dengan skor

docking -9,49. Sehingga dapat

diketahui protokol docking pada reseptor ACh-M3 ini bersifat valid.

Berdasarkan hasil penilitian diketahui bahwa senyawa 1-(2,5- dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon dengan kadar 10 dan 20 μM dapat menggeser kurva hubungan konsentrasi agonis dengan % respon kontraksi ke kanan.

Pergerseran kurva ke kanan menandakan bahwa senyawa yangdiujikan dapat menghambat atau bersifat antagonis. Respon kontraksi otot polos uterus 100% masih dapat tercapai dalam konsentrasi 3 x 10-4 M . Pergeseran kurva hubungan seri konsentrasi asetilkolin terhadap rata-rata % respon kontraksi otot polos uterus tersaji pada gambar 12. Pada praperlakuan senyawa 1-(2,5- dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon 10 μM, respon kontraksi bahkan belum terlihat sampai pada pemberian asetilkolin kadar 3 x 10-6 M. Hal ini berbeda dengan praperlakuan senyawa1-(2,5- dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon 20 μM, respon kontraksi mulai terlihat pada kadar asetilkolin lebih rendah yaitu 3 x 10-5M.


(3)

DISKUSI

Penelitian aktivitas senyawa 1- (2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon sebagai antagonis reseptor ACh-M3 ini dilakukan dengan menggunakan otot polos uterus dalam media larutan buffer tyrode

pada alat organ terisolasi. Metode organ terisolasi adalah suatu metode dalam percobaan farmakologi yang dapat digunakan untuk menganalisis hubungan konsentrasi dengan respon suatu senyawa obat. Dengan metode ini, konsentrasi agonis dan antagonis reseptor pada tingkat jaringan dapat diketahui secara pasti. Metode ini mempunyai kemampuan untuk mengukur efek sampai pada efek dengan intensitas maksimum. Hal ini tidak sepenuhnya dapat dilakukan ketika menggunakan organisme utuh (pengujian secara in vivo). Selain memiliki beberapa kelebihan,

metode ini memiliki beberapa kelemahan. Larutan buffer tyrode

yang digunakan tidak sepenuhnya sesuai dengan larutan fisiologis tubuh, sehingga apabila terlalu lama maka akan mematikan jaringan. Selain itu, isolasi organ dalam alat ini akan mengakibatkan hilangnya fungsi regulasi fisiologis pada organ tersebut (Lullmann et al., 2000). Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon dikatakan memiliki aktivitas sebagai antagonis reseptor ACh-M3 apabila mampu mengurangi potensi asetilkolin dalam menginduksi respon kontraksi otot polos uterus marmut terisolasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon 10μM dan 20 μM mampu menghambat respon kontraksi otot polos uterus marmut terisolasi yang diinduksi oleh seri


(4)

konsentrasi asetilkolin. Hal ini ditandai dengan terjadinya pergeseran asetilkolin kurva respon kontraksi otot polos uterus terisolasi ke arah kanan dengan pola tergantung dosis. Selain itu juga terjadi penurunan harga pD2 senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon dengan dosis 10μM dan 20μM secara berturut-turut dari 6,13 menjadi 5,54 dan 5,49. Pada kurva hubungan logaritma konsentrasi asetilkolin terhadap % respon kontraksi otot polos uterus, respon kontraksi maksimum masih dapat tercapai pada pemberian asetilkolin konsentrasi tinggi. meskipun ada pengaruh antagonis, pemberian agonis dengan konsentrasi yang lebih besar akan tetap mampu memicu respon maksimum.

respon maksimum kembali setelah sebelumnya diturunkan oleh

senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon. Hal ini merupakan salah satu ciri khas dari antagonis kompetitif. Aktivitas senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon sebagai antagonis kompetitif diperkuat oleh hasil analisa Schild-Plot, dimana nilai slope kurva Schild-Plot yang dihasilkan mendekati angka satu (0,853). Berdasarkan percobaan dengan organ terisolasi ini juga diketahui afinitas senyawa 1-(2,5- dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon bersifat relatif lemah terhadap reseptor asetilkolin dengan nilai pA2 sebesar 1,728, sehingga diperkirakan potensi senyawa 1-(2,5- dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon sebagai antagonis reseptor ACh-M3 tidak terlalu tinggi. Kemudian dari hasil uji reversibilitas diketahui bahwa ikatan senyawa


(5)

1- (2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon terhadap reseptor ACh-M3 masih belum terdisosiasi total apabila dilakukan pencucian menggunakan buffer tyrode setiap 10menit selama 30 menit. Untuk mengetahui gambaran kekuatan ikatan senyawa 1-(2,5- dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon pada reseptor ACh-M3 secara lebih jelas, maka dilakukan perbandingan skor docking terhadap beberapa antagonis ACh-M3. Antagonis ACh-M3 yang digunakan pada penelitian ini diantaranya adalah atropin. Atropin adalah antagonis ACh-M3 yang sering digunakan untuk menimbulkan efek midriasis pada otot mata, sedangkansenyawa 1-(2,5- dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon memilki aktivitas antagonis reseptor ACh-M3 pada otot

polos uterus. Apabila dibandingkan skor docking dengan atropin, ternyata ikatan senyawa 1-(2,5- dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon dengan reseptor ACh-M3 bersifat lebih kuat (skor senyawa 1- (2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon:-7,35). Skor docking

atropin adalah -5,36. SIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Senyawa 1-(2,5- dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon memiliki aktivitas antagonisme terhadap reseptor ACh-M3 dengan nilai pA2 adalah 1,728. Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon dapat memberikan efek antagonis terhadap reseptor ACh-M3 dengan dosis sebesar 10μM dan 20μM. Berdasarkan uji in silico senyawa 1-


(6)

(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon diketahui dapat terikat pada reseptor ACh-M3 dengan skor

Docking sebesar -7,35, namun

ikatannya lebih lemah apabila dibandingkan dengan native ligandnya yaitu tiotropium.

DAFTAR PUSTAKA

Akihisa T., H. Tokuda, M. Ukiya, M. Iizuka, S. Schneider, K. Ogasawara, T.Mukainaka, K. Iwatsuki, T. Suzuki dan H. Nishino. 2003. Chalcones, coumarines, and flavonones from the exudate of Angelica

keiskei and their

chemopreventive effects.

CancerLetters. 201 : 133-137. Diedrich, D. F. 1962. Some New Synthetic Flavanoid Glycosides Related in Structure to Phlorizin. J. Med. Pharm. Chem, 1054-1062 Kishor V.G., Sandip V.G., Satish

B.J., andShantilal D.R., 2010, Synthesis of SomeNovel

Chalcones of

Phthalimidoester possessing good antiinflamatory and antimicrobial activity, Indian Journal of Chemistry, 49B : 131-136.

Lullmann, H., Mohr, K., Ziegler, A., Dan Bieger, D., 2000, Color Atlas Of Pharmacology. New

York: Second Edition Thieme.

Setiyani, A.R., 2016, Uji Aktivitas Antagonisme Senyawa 1- (2,5-Dihidroksifenil)-(3-Piridin-2-Il)-Propenon pada Reseptor ACh-M3 Ileum Marmut Terisolasi : Studi In Vitro Dan In Silico.

Tortora, G.J., and B. Derrickson. 2006. Principles of Anatomy and Physiology. 11th ed. John Wiley and Sons, Inc., Unitd States.