UJI AKTIVITAS ANTAGONISME ISOLAT ALKALOID LADA (Piper nigrum Linn.) PADA RESEPTOR ASETILKOLIN OTOT POLOS ILEUM MARMUT TERISOLASI: STUDI IN VITRO DAN IN SILICO

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

UJI AKTIVITAS ANTAGONISME ISOLAT ALKALOID LADA

(Piper nigrum Linn.) PADA RESEPTOR ASETILKOLIN OTOT POLOS

ILEUM MARMUT TERISOLASI: STUDI IN VITRO DAN IN SILICO

Disusun untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh INDAH MUTIARA

2012 035 0005

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

(3)

KARYA TULIS ILMIAH

UJI AKTIVITAS ANTAGONISME ISOLAT ALKALOID LADA

(Piper nigrum Linn.) PADA RESEPTOR ASETILKOLIN OTOT POLOS

ILEUM MARMUT TERISOLASI: STUDI IN VITRO DAN IN SILICO

Disusun untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh INDAH MUTIARA

2012 035 0005

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(4)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

UJI AKTIVITAS ANTAGONISME ISOLAT ALKALOID LADA (Piper nigrum Linn.) PADA RESEPTOR ASETILKOLIN OTOT POLOS ILEUM MARMUT

TERISOLASI: STUDI IN VITRO DAN IN SILICO Disusun Oleh

Indah Mutiara 20120350005

Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 29 Agustus 2016 Dosen Pembimbing

Puguh Novi Arsito, M.Sc. Apt NIK. 1986 1107 201310 173 224

Dosen Penguji 1 Dosen Penguji 2

Sri Tasminatun, M.Si., Apt. Dra. Salmah Orbayinah, M.Kes., Apt. NIK. 1971 1106 199904 173 036 NIK. 1968 0229 199409 173 008

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Sabtanti Harimurti, S.Si., M.Sc., Ph.D., Apt. NIK. 1973 0223 201310 173 127


(5)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Indah Mutiara

NIM : 2012 035 0005

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 29 Agustus 2016 Yang membuat pernyataan

Indah Mutiara NIM: 2012 035 0005


(6)

iv

MOTTO

“Hari ini saya tidak merasa takut, tidak mau gagal, tidak mau takut berbahagia untuk menikmati yang indah, untuk dicintai, dan meyakini bahwa yang saya cintai

juga mencintai saya.”

(Sibyl F Patridge)

“Berusaha menjadi yang terbaik dan memberi yang terbaik dari diri kita untuk orang lain adalah “INVESTASI” yang paling menguntungkan”.

(Do. Mahardika).

“Kesabaran adalah tunggakan yang tak akan terperosok” (Ali bin Abi Thalib)


(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya tulis ilmiah ini penulis persembahkan kepada Ibunda Desmiwati dan Ayahanda H. Asyaral beserta kakak dan adikku tersayang, Dita Lestari dan Arif Muhammad Akbar yang selama ini menjadi panutan sekaligus menjadi inspirasiku untuk segera menyelesaikan tugas akhir


(8)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil„alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat, hidayah, dan karunia-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul “Uji aktivitas antagonisme isolat alkaloid Piper nigrum Linn. pada reseptor asetilkolin otot polos ileum marmut terisolasi: studi in vitro dan in silico”.

Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini dibuat atas bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu sudah sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. Ardi Pramono Sp.An., M.Kes. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Sabtanti Harimurti, S.Si., M.Sc., Ph.D., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Dra. Sri Kadarinah., Apt. Selaku Dosen Pembimbing Akademik. Terimakasih untuk bimbingan selama penulis menempuh pendidikan. 4. Puguh Novi Arsito, M.Sc.,Apt selaku dosen pembimbing penulis.

Terimakasih untuk kesabaran dalam memberikan bimbingan, ilmu, saran serta kepercayaan selama penelitian dan penulisan karya tulis ini.

5. Sri Tasminatun,M.Sc., Apt dan Dra. Salmah Orbayinah, M.Kes., Apt selaku dosen penguji yang telah bersedia memberikan saran dan bimbingan sehingga Karya Tulis ilmiah ini dapat menjadi lebih baik lagi.


(9)

6. Bapak/Ibu dosen pengajar yang telah mendidik penulis selama masa perkuliahan.

7. Mas Satria dan Mbak Zelmi yang selalu bersedia membantu selama proses penelitian.

8. Sepupuku tersayang, Dwi Kurnia Putri yang selalu mengingatkan dan memotivasi untuk terus bersemangat dan pantang menyerah.

9. Kepada teman sekaligus sahabat yang selalu ada dan sama-sama berjuang Risang Setyobudi, Afnalya Sari dan Chakra Haadi Saputro.

10.Teman seperjuangan penelitian Ratih Dwi Amaliah dan Tamam Wahyudi, yang saling dan selalu membantu selama penelitian.

11.Saidatun Nurjihani dan Dwi Wahyu M. yang menjadi soulmate selama kuliah.

12.Teman sepembimbingan, Aditya Rizqy AS, Annisa Rizky, Sari N dan Hengky W, dan Apriadis beserta teman-teman “ASPARTIC” terima kasih bantuan dan dukungannya.

13.Lembaga Penelitian Publikasi dan Pengabdian Masyarakat Universitas Muhamadiyah Yogyakarta yang telah memberikan dana penelitian melalui Program Penelitian Unggulan Program Studi Farmasi.

Yogyakarta, 29 Agutus 2016 Penulis


(10)

viii

DAFTAR ISI

KARYA TULIS ILMIAH ... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... ii

MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

INTISARI ... xv

ABSTRACT ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Keaslian Penelitian ... 3

D. Tujuan Penelitian ... 4

E. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Tanaman Lada (Piper nigrum Linn.) ... 5

1. Uraian Tanaman ... 5

2. Kandungan dan Manfaat Piper nigrum Linn. ... 7

B. Analisis Kandungan Alkaloid Lada Piper nigrum Linn ... 7

C. Reseptor Asetilkolin ... 11

D. Interaksi Obat Dengan Reseptor ... 12

1. Obat Agonis dan Antagonis ... 12

2. Hubungan Konsentrasi Obat dengan Respon ... 13

E. Percobaan Dengan Organ Terisolasi ... 13

F. Metode In silico Menggunakan MolecularDocking ... 15


(11)

ix

H. Kerangka Konsep ... 17

N. Hipotesis... 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 18

A. Desain Penelitian ... 18

B. Tempat dan Waktu ... Error! Bookmark not defined. C. Bahan Uji ... 18

D. Identifikasi Variabel ... 18

1. Variabel Bebas ... 18

2. Variabel Kendali ... 18

3. Variabel Tergantung ... 18

E. ALAT DAN BAHAN ... 19

1. Bahan ... 19

2. Alat ... 19

F. PROSEDUR KERJA DAN ALUR PENELITIAN ... 20

1. Identifikasi Kristal Alkaloid Lada Piper nigrum Linn. Menggunakan KLT ... 20

2. Identifikasi Kristal Alkaloid Lada Piper nigrum Linn. Menggunakan FTIR ... 20

3. Identifikasi Alkaloid Lada Piper nigrum Linn. Dengan Spektrofotometri UV . 20 4. Identifikasi Alkaloid Lada Piper nigrum Linn. Dengan Uji Titik Lebur ... 20

5. Penyiapan Larutan Buffer Tyrode ... 21

6. Penyiapan Larutan Piper nigrum Linn. (1000 µM dan 5000 µM)………21

8. Pembuatan Larutan Atropin 10-6 (1 µM) ... 22

9. Preparasi Organ Ileum (Lee, et.al., 1997) ... 22

10. Uji Aktivitas Alkaloid Lada Terhadap Agonis Reseptor Fisiologis ... 23

11.Uji Reversibilitas ... 24

12. Uji Pelarut DMSO (Dimetil Sulfoksida) ... 25

13. Uji In silico ... 25

H. DATA DAN ANALISA DATA ... 29

1. Identifikasi Kristal Alkaloid Lada Piper nigrum Linn. Dengan KLT ... 29

2. Identifikasi Kristal Alkaloid Lada Piper nigrum Linn. Dengan FTIR ... Error! Bookmark not defined. 3. Identifikasi Kristal Piper nigrum Linn. Dengan Spktrofotometri UV ... 30

4. Identifikasi Kristal Alkaloid Lada Piper nigrum Linn. Dengan Titik Lebur ... 30


(12)

x

6. Uji In silico ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

A. Isolasi Kristal Alkaloid Lada Piper nigrum Linn. ... 33

1. Uji KLT Kandungan Alkaloid Lada Piper nigrum Linn. ... 34

2. Uji FTIR Kristal Alkaloid Lada Piper nigrum Linn. ... 35

3. Uji Spektrofotometer UV Kristal Alkaloid Lada Piper nigrum Linn. ... 37

4. Uji Titik Lebur ... 37

B. Uji In vitro Aktivitas Alkaloid Lada Piper nigrum Linn. ... 38

1. Uji Pendahuluan Pengaruh DMSO Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum... 38

2. Pengaruh Alkaloid Lada Piper nigrum Linn.Terhadap Reseptor ACh M3 Otot Polos Ileum………..………..40

3. Uji Pembanding Menggunakan Atropin (Kontrol Positif) ... 46

C. Uji In silico Senyawa Alkaloid Lada Piper nigrum Linn. Pada Reseptor ACh ... 47

1. Validasi protokol docking ... 47

2. Hasil Molecular Docking ... 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52


(13)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi Buffer Tyrode………..…... 21 Tabel 2. Cara Pemberian Dosis Agonis Asetilkolin ………... 24 Tabel 3. Perbandingan Nilai Serapan IR Gugus Ikatan Senyawa

Alkaloid Lada Piper nigrumLinn………. 36 Tabel 4. Nilai Rata-Rata pD2 Asetilkolin Karena Pengaruh DMSO

100μL... 39 Tabel 5. Pergeseran Nilai pD2 Asetilkolin Karena Pengaruh Alkaloid

Lada Piper nigrum Linn. 1000 μM dan 5000 μM…….……… 42 Tabel 6. Pergeseran Nilai pD2 Asetilkolin Pada Uji Reversibilitas

Alkaloid Lada Piper nigrum Linn. 1000 μM dan 5000 μM

Terhadap Reseptor ACh.………... 45

Tabel 7. Pergeseran nilai pD2 asetilkolin karena pengaruh atropin

1000 μM dan 5000


(14)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tanaman Lada (Piper nigrumLinn.)……..…...……..……… 5

Gambar 2. Struktur Kimia Piperin……….……… 7

Gambar 3. Struktur Kimia Asetilkolin ………..……… 12

Gambar 4. Kerangka Konsep ………...…... 17

Gambar 5. Skema Langkah Kerja………..… 29

Gambar 6. Kristal Piperin ………..……... 33

Gambar 7. Uji Pendahuluan KLT Senyawa Alkaloid Lada Piper nigrum Linn..……….... 34

Gambar 8. Reaksi antara Alkaloid Lada Piper nigrum Linn. dan Dragendorf... 35

Gambar 9. FTIR Kristal Alkaloid Lada Piper nigrum Linn……… 36

Gambar 10. Hasil Uji Spektrofotometri UV ……… 37

Gambar 11. Pengaruh DMSO terhadap Respon Kontraksi Otot Polos Ileum Diinduksi Asetilkolin………..……… 43

Gambar 12. Kurva Hubungan Logaritma Konsentrasi Piperin terhadap % Respon Kontraksi Otot Polos………... Gambar 13. Kurva Schild-Plot Perhitungan Parameter Antagonis (pA2) Alkaloid Lada Piper nigrum Linn. terhadap Reseptor ACh M3…………..……….. 47

Gambar 14. Kurva Hubungan Logaritma Konsentrasi Asetilkolin terhadap % Respon Kontraksi Otot Polos………... 49 Gambar 15. Kurva Hubungan Logaritma Konsentrasi Atropin terhadap % Respon Kontraksi Otot Polos………... 49

Gambar 16. Posisi Senyawa Tipropium Ketika Terikat ke Reseptor ACh M3……….…... 50 Gambar 17. Posisi senyawa Atropin ketika terikat ke reseptor ACh M3… Gambar 18. Posisi senyawa alkaloid lada Piper nigrum L. ketika terikat


(15)

xiii

Lampiran 3. Hasil Uji Titik Lebur Kristal Alkaloid Lada Piper nigrum

Linn………. 58

Lampiran 4. Data Rekorder pada Uji In Vitro………….……… 59 Lampiran 5. Data Pengaruh DMSO terhadap Kontraksi Otot Polos ileum 62 Lampiran 6 Data Pengaruh Alkaloid Lada Piper nigrum Linn. terhadap

Reseptor ACh Otot Polos

Ileum………...…………...

64

Lampiran 7. Data Uji Reversibilitas Alkaloid Lada Piper nigrum Linn. 1000 μM dan 5000 μM terhadap Reseptor ACh Otot Polos

ileum………... 67

Lampiran 8. Data Pengaruh Atropin terhadap Reseptor ACh Otot Polos Ileum... 70 Lampiran 9. Perhitungan Parameter Antagonis (pA2) Alkaloid Lada

Piper nigrumLinn. terhadap Reseptor ACh……… 73 Lampiran 10. Hasil Uji Statistik pada Uji Pengaruh Pelarut DMSO

terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum……… 74 Lampiran 11. Hasil Uji Statistik Reversibilitas Kontraksi Otot Polos

Ileum.

76

Lampiran 12. Hasil Uji Statistik pada Uji Pengaruh Alkaloid Lada Piper nigrum Linn. Dan Asetilkolin Terhadap Kontraksi Otot

Polos Ileum Yang Diinduksi Atropine

………...

78

Lampiran 13. Hasil Skor Docking Pada Reseptor ACh M3………...


(16)

(17)

xv terhadap reseptor asetilkolin. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh alkaloid lada (Piper nigrum Linn.) secara in vitro terhadap kontraksi otot polos ileum dan untuk mengetahui afinitas senyawa piperin terhadap reseptor asetilkolin secara in silico.

Biji Piper nigrum Linn. di sokhletasi menggunakan pelarut etil asetat. Hasil ekstraksi diidentifikasi menggunakan KLT, uji titik lebur, FTIR dan spektrofotometri UV-Vis. Alkaloid lada Piper nigrum Linn. diuji in vitro dosis 1000 µM dan 5000 µM untuk melihat respon kontraksi dan relaksasi organ ileum marmut terisolasi. Uji in silico dilakukan untuk melihat skor Piper nigrum Linn. terhadap reseptor ACh menggunakan perangkat lunak AutoDock. Data hasil pengujian in vitro dianalisis menggunakan one way ANOVA dan LSD dengan taraf kepercayaan 95%.

Hasil identifikasi pada uji KLT menunjukkan adanya bercak coklat muda sampai kuning (positif mengandung alkaloid). Titik lebur senyawa alkaloid Piper nigrum Linn. adalah 122-1320C (kurang murni) dan hasil uji spektrofotometri menunjukkan bahwa senyawa tersebut memiliki gugus fungsi C-H aromatik (3008,95), C=C asimetrik dan simetrik (1635,4), C=C aromatik (1581,63), -C-0-N- (1635,4), C-O (925,83), =C-O-C (1249,87) serta memiliki panjang gelombang maksimum 342,5 nm. Nilai pD2 Piper nigrum Linn. dosis 1000 µM dan 5000 µM adalah berturut-turut 3,89 dan 3,94. Nilai pD2 tersebut tidak beda signifikan (p<0,05) dalam menghambat kontraksi otot polos ileum. Alkaloid lada Piper nigrum Linn. mampu menghambat kontraksi ileum marmut yang diinduksi agonis asetilkolin dan memiliki skor docking pada reseptor ACh sebesar -6,6.

Kata kunci: alkaloid lada, ileum, in silico, piperin, Piper nigrum Linn., reseptor ACh


(18)

xvi ABSTRACT

White pepper (Piper nigrum L.) containing piperine. Piperine inhibits release of histamine from mast cells (inhibiting the signaling pathway mediated by IgE) and alleged to have action an antagonism of acetylcholine receptor. The aim of this research was to know the effect of alkaloids pepper (Piper nigrum Linn.) against ileum smooth muscle contraction with in vitro study and to determine the affinity of piperine against the acetylcholine receptor with in silico study.

Seeds of Piper nigrum Linn. was extracted by soxhletation method using ethyl acetate as solvent. The results of extraction were identified by TLC, melting point test, FTIR and UV-Vis spectrophotometry. Alkaloids pepper Piper nigrum Linn. 1000 μM and 5000 μM were tested with in vitro study to see the response of contraction and relaxation of isolated guinea pig ileum organ and in silico study was be done to see the scores of Piper nigrum Linn. on ACh receptors using Autodock software. Data from in vitro study were analyzed using one-way ANOVA and LSD with confidence level at 95%.

The results of the identification of the TLC test showed a brown to yellow spot (positive alkaloid). The melting point of alkaloid Piper nigrum Linn. was 122-1320C (less pure) and the result of spectrophotometric assay indicated that the compound has an aromatic CH functional group (3008.95), C = C asymmetric and symmetric (1635.4), C = C aromatic (1581.63), - C-0-N- (1635.4), CO (925.83), = COC (1249.87) and has a maximum wavelength at 342.5 nm. The value pD2 of Piper nigrumLinn. dosage 1000 μM and 5000 μM are respectively 3.89 and 3.94. The pD2 value did not differ significantly (p<0.05) in inhibiting contraction of ileum smooth muscle. An alkaloid pepper Piper nigrum Linn. can inhibit the contraction of guinea pig ileum which was induced by acetylcholine agonists and this alkaloid has a score of docking on ACh receptors at -6.6.

Keywords: ACh receptors, alkaloid pepper, ileum, in silico, piperine, Piper nigrum L,


(19)

(20)

INTISARI

Lada putih (Piper nigrum L.) mengandung Piperin. Piperin dapat menghambat pelepasan histamin dari sel mast dengan jalan menghambat jalur signal yang dimediasi oleh IgE. Piperin diduga memiliki aksi antagonisme terhadap reseptor asetilkolin. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh alkaloid lada (Piper nigrum Linn.) secara in vitro terhadap kontraksi otot polos ileum dan untuk mengetahui afinitas senyawa piperin terhadap reseptor asetilkolin secara in silico.

Biji Piper nigrum Linn. di sokhletasi menggunakan pelarut etil asetat. Hasil ekstraksi diidentifikasi menggunakan KLT, uji titik lebur, FTIR dan spektrofotometri UV-Vis. Alkaloid lada Piper nigrum Linn. diuji in vitro dosis 1000 µM dan 5000 µM untuk melihat respon kontraksi dan relaksasi organ ileum marmut terisolasi. Uji in silico dilakukan untuk melihat skor Piper nigrum Linn. terhadap reseptor ACh menggunakan perangkat lunak AutoDock. Data hasil pengujian in vitro dianalisis menggunakan one way ANOVA dan LSD dengan taraf kepercayaan 95%.

Hasil identifikasi pada uji KLT menunjukkan adanya bercak coklat muda sampai kuning (positif mengandung alkaloid). Titik lebur senyawa alkaloid Piper nigrum Linn. adalah 122-1320C (kurang murni) dan hasil uji spektrofotometri menunjukkan bahwa senyawa tersebut memiliki gugus fungsi C-H aromatik (3008,95), C=C asimetrik dan simetrik (1635,4), C=C aromatik (1581,63), -C-0-N- (1635,4), C-O (925,83), =C-O-C (1249,87) serta memiliki panjang gelombang maksimum 342,5 nm. Nilai pD2 Piper nigrum Linn. dosis 1000 µM dan 5000 µM adalah berturut-turut 3,89 dan 3,94. Nilai pD2 tersebut tidak beda signifikan (p<0,05) dalam menghambat kontraksi otot polos ileum. Alkaloid lada Piper nigrum Linn. mampu menghambat kontraksi ileum marmut yang diinduksi agonis asetilkolin dan memiliki skor docking pada reseptor ACh sebesar -6,6.


(21)

ABSTRACT

White pepper (Piper nigrum L.) containing piperine. Piperine inhibits release of histamine from mast cells (inhibiting the signaling pathway mediated by IgE) and alleged to have action an antagonism of acetylcholine receptor. The aim of this research was to know the effect of alkaloids pepper (Piper nigrum Linn.) against ileum smooth muscle contraction with in vitro study and to determine the affinity of piperine against the acetylcholine receptor with in silico study.

Seeds of Piper nigrum Linn. was extracted by soxhletation method using ethyl acetate as solvent. The results of extraction were identified by TLC, melting point test, FTIR and UV-Vis spectrophotometry. Alkaloids pepper Piper nigrum Linn. 1000 μM and 5000 μM were tested with in vitro study to see the response of contraction and relaxation of isolated guinea pig ileum organ and in silico study was be done to see the scores of Piper nigrum Linn. on ACh receptors using Autodock software. Data from in vitro study were analyzed using one-way ANOVA and LSD with confidence level at 95%.

The results of the identification of the TLC test showed a brown to yellow spot (positive alkaloid). The melting point of alkaloid Piper nigrum Linn. was 122-1320C (less pure) and the result of spectrophotometric assay indicated that the compound has an aromatic CH functional group (3008.95), C = C asymmetric and symmetric (1635.4), C = C aromatic (1581.63), - C-0-N- (1635.4), CO (925.83), = COC (1249.87) and has a maximum wavelength at 342.5 nm. The value pD2 of Piper nigrum Linn. dosage 1000 μM and 5000 μM are respectively 3.89 and 3.94. The pD2 value did not differ significantly (p<0.05) in inhibiting contraction of ileum smooth muscle. An alkaloid pepper Piper nigrum Linn. can inhibit the contraction of guinea pig ileum which was induced by acetylcholine agonists and this alkaloid has a score of docking on ACh receptors at -6.6.

Keywords: ACh receptors, alkaloid pepper, ileum, in silico, piperine, Piper nigrum L,


(22)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Indonesia termasuk negara dengan kekayaan hayati terbesar kedua sedunia setelah Brasil. Indonesia memiliki kira-kira 30.000 jenis tumbuhan dan 1000 diantaranya telah dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat (Anonim, 2000). Seperti rempah-rempah khas Indonesia selain dijadikan bumbu masak, juga digunakan sebagai obat tradisonal oleh masyarakat untuk mengobati berbagai macam penyakit. Rempah ini berpotensi untuk diteliti kandungannya dan dijadikan senyawa penuntun (lead compound) ataupun penemuan obat baru. Al-Qur’an menjelaskan dalam surat An-Nahl ayat 11 yang berbunyi:

Artinya: “Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kamu yang memikirkan. “ (Q.S An-Nahl: 11)

Salah satu tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat adalah lada (Piper nigrum Linn). Lada termasuk ke dalam famili piperaceae atau dikenal dengan sebutan merica yang memiliki potensi besar untuk dijadikan tanaman obat. Tanaman lada ini secara tradisional digunakan sebagai obat analgesik, antipiretik, penekan sistem saraf pusat, antiinflamasi, antioksidan, antikonvulsan, anti bakteri, anti tumor, dan memiliki aktivitas hepatoprotektif ( YQ., 1983).

Kandungan yang terdapat pada lada antara lain alkaloid piperin (5-9 %), minyak volatil (1-2,5%), resin (6,0%), piperidin dan pati (sekitar 30%) (Madhavi,


(23)

et al., 2009). Biji Piper nigrum Linn. mengandung karbohidrat, protein, tannin, fenol, kumarin, alkaloid dan antrakuinon (Kadam et al, 2013). Isolasi piperin dari Piper nigrum Linn. pernah diteliti dengan cara menginduksi karagenin untuk mengevaluasi efek antiinflamasi pada tikus (Mujumdar, 1990). Senyawa alkaloid lada juga pernah diteliti secara in vivo memiliki efek antiinflamasi, antinosiseptif, antiatritis dengan jalan menghambat beberapa mediator inflamasi (Bang, et al., 2009). Pengujian pada ekstrak biji Piper nigrum L. secara in vivo terbukti memiliki efek bronkodilatasi dengan cara menginduksi ovalbumin pada tikus (Antony, 2010). Selain itu, Piper nigrum L. dapat menghambat pelepasan histamin dari sel mast dengan jalan menghambat jalur signal yang dimediasi oleh IgE.

Asetilkolin merupakan neurotransmitter saraf parasimpatis dan banyak dilepaskan oleh sel non-neuron seperti sel epitel bronkus dan sel inflamasi (Wessler dan Kirkpatrick, 2001). Aktivitas rangsangan saraf parasimpatis berawal dari aktivasi reseptor muskarinik yang terletak pada otot polos saluran pernafasan, saluran cerna, kelenjar submukosa, pembuluh darah dan sel saraf (Mak dan Barnes, 1990). Efek dari rangsangan dari asetilkolin adalah terjadinya hiperaktivitas saluran pernafasan, saluran cerna dan kontraksi otot polos (Sonardan Renz, 2009).

Hewan uji yang digunakan untuk mengamati kontraksi dan relaksasi otot polos organ isolasi ileum adalah marmut. Reseptor asetilkolin juga terlibat dalam mekanisme tersebut sehingga pada penelitian ini bisa menggunakan asetilkolin sebagai penginduksi terjadinya kontraksi otot polos ileum marmut.


(24)

3

Uraian diatas mendorong peneliti untuk meneliti aktivitas antagonisme alkaloid lada Piper nigrum Linn. pada reseptor asetilkolin otot polos ileum marmut terisolasi : studi in vitro dan in silico. Alkaloid lada akan menduduki reseptor ACh, yang kemudian mampu menghambat pengeluaran ion Ca2+ yang menginduksi terjadinya kontraksi otot polos. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan data-data yang dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya. B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah isolate alkaloid lada Piper nigrum Linn. mampu menghambat kontraksi otot polos ileum marmut terisolasi yang diinduksi agonis reseptor asetilkolin?

2. Dosis manakah yang lebih efektif antara 1000 µM dan 5000 µM pada isolate alkaloid lada Piper nigrum Linn. terhadap reseptor asetilkolin yang digunakan untuk menghambat kontraksi otot polos ileum marmut terisolasi yang diinduksi agonis reseptor asetilkolin ?

3. Berdasarkan analisis molecular docking, berapa skor isolate alkaloid lada Piper nigrum Linn. terhadap reseptor asetilkolin ?

C. Keaslian Penelitian

Penelitian terkait Piper nigrum L. dan senyawa alkaloidnya pernah dilakukan secara in vivo memiliki efek antiinflamasi, antinosiseftif, antiatritis dengan jalan menghambat beberapa mediator inflamasi (Bang, et al., 2009). Selain itu pengujian secara in vivo ekstrak biji Piper nigrum L. terbukti


(25)

memiliki efek bronkodilatasi pada tikus yang diinduksi ovalbumin (Antony, 2010). Piperin juga terbukti dapat menghambat degranulasi sel mast melalui mekanisme penghambatan phosphatidylinositol 4-kinase(s) yang terlibat dalam proses degranulasi sel mast (Bojjireddy et al., 2014). Sejauh ini belum pernah dilakukan penelitian menggunakan senyawa piperin ataupun isolat alkaloid lada Piper nigrum Linn. untuk mengetahui aktivitasnya terhadap reseptor asetilkolin dengan metode organ ileum marmut terisolasi.

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui efek isolate alkaloid lada Piper nigrum Linn.terhadap kontraksi otot polos ileum marmut terisolasi yang diinduksi agonis reseptor asetilkolin.

2. Mengetahui dosis yang efektif antara 1000 µM dan 5000 µM pada isolate alkaloid lada Piper nigrum Linn. dalam menghambat kontraksi otot polos ileum marmut terisolasi yang diinduksi agonis reseptor asetilkolin.

3. Mengetahui skor senyawa isolate alkaloid lada Piper nigrum Linn. terhadap ikatan pada reseptor asetilkolin.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan obat antagonisme reseptor asetilkolin baru yang berasal dari tumbuhan atau bahan alam. Selain itu, hasil penelitian ini dapat menjadi dasar ilmiah pada penelitian Piper nigrum Linn. tahap selanjutnya.


(26)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A.Tanaman Lada (Piper nigrum Linn.)

1. Uraian Tanaman

Klasifikasi tanaman lada (Ditjenbun, 2013) : Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionata (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)

Divisi : Magnoliopsida (berkepimg dua/dikotil) Kelas : Magnoliidae

Sub-kelas : Monocotyledonae Ordo : Piperales

Famili : Piperaceae (Suku sirih-sirihan) Genus : Piper

Spesies : Piper nigrum L

Gambar 1. Tanaman Lada (Piper nigrum Linn.)

(Vasavirama et al., 2014)

Tanaman ini adalah batang pokok berkayu, beruas-ruas dan tumbuh merambat dengan menggunakan akar pelekat pada tiang panjat atau menjalar


(27)

di atas permukaan tanah. Tanaman lada merupakan akar tunggang dan memiliki daun tunggal, berseling dan tersebar (Tjitrosoepomo, 2004).

Daun berbentuk bulat telur sampai memanjang dengan ujung meruncing (Rismunandar, 2007). Buah merupakan produksi pokok daripada hasil tanaman lada. Buah lada berbentuk bulat, berbiji keras dan berkulit buah yang lunak. Kulit buah yang masih muda berwarna hijau, sedangkan yang tua berwarna kuning. Buah yang sudah masak berwarna merah, berlendir dengan rasa manis. Sesudah dikeringkan lada berwarna hitam. buah lada merupakan buah duduk, yang melekat pada malai. Besar kulit dan bijinya 4-6 mm, sedangkan besarnya biji 3-4 mm. Berat 100 biji kurang lebih 38 gram atau rata-rata 4,5 gram. Kulit buah atau pericarp terdiri dari 3 bagian, yaitu epicarp (kulit luar), mesocarp (kulit tengah), endocarp (kulit dalam) (Rismunandar, 2007).

Kulit ini terdapat biji-biji yang merupakan produk dari lada, biji-biji ini juga mempunyai lapisan kulit yang keras (Sutarno dan Agus Andoko, 2005). Buah lada umumnya dikenal dalam dua jenis, yaitu lada hitam dan lada puith. Yang membedakan kedua jenis ini adalah proses pembuatannya. Proses pembuatan lada hitam adalah dengan mengambil buah yang masih hijau, diperam, kemudian dijemur sampai kering. Dari penjemuran diperoleh buah lada yang keriput dan berwarna kehitam-hitaman. Sedangkan lada putih diambil dari buah yang hampir masak, direndam, dan dikupas kulitnya yang kemudian dijemur hingga berwarna putih (Rismunandar, 2007).


(28)

7

2. Kandungan dan Manfaat Piper nigrum Linn.

Piper nigrum Linn. dalam ekstrak aquoeous, ekstrak metanol dan ekstrak etanol positif mengandung karbohidrat, protein, tannin, fenol, kumarin, alkaloid dan antrakuinon. Kandungan alkaloid Piper nigrum Linn. sebanyak 5-9% mengandung senyawa utama piperin, piperidin, piperetin, dan piperenin (Kadam et al, 2013). Penelitian mengenai alkaloid mendapat perhatian khusus karena memberikan aktivitas yang menjanjikan seperti antiinflamasi, antibakteri, anti-asma, dll. (Khusbhu et al, 2011).

Gambar 2. Struktur Kimia Piperin (Sumber : Pubchem)

Rumus kimia piperin adalah C179NO3. Sruktur kimia piperin dapat

dilihat pada Gambar 2. Kristal piperin berwarna kuning, larut dalam eter, etanol, metanol, klorofom, sedikit larut dalam air (Kolhe, 2011). Rentang titik lebur piperin adalah 128-130oC (Adosraku, 2013) sedangkan larutan piperin dalam etanol menyerap panjang gelombang maksimal pada 360 nm (Kolhe, 2011).

B.Analisis Kandungan Alkaloid Lada Piper nigrum Linn. 1. Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan menarik kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dilakukan dengan pelarut


(29)

cair (Depkes RI, 2000). Pemisahan tersebut didasarkan pada kemampuan larutan yang berbeda tiap komponennya sehingga diperlukan metode ekstraksi dengan pelarut tertentu dalam mengekstraksinya. Ekstraksi didasarkan pada prinsip perpindahan massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (Harbone, 1987; Dirjen POM, 1986).

Sokhletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan pelarut yang jumlahnya relatif konstan dan selalu baru dilengkapi dengan pendingin balik. (Ditjen POM, 2000).

2. Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Zat penjerat (fase diam) pada KLT berupa lapisan tipis serbuk halus yang dilapiskan pada lempeng kaca, pelat plastik atau logam secara merata. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending) atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending) (Farmakope Herbal Indonesia Edisi Pertama, 2009; Abdul Rohman, 2007). Uji alkaloid dengan metode KLT dapat diamati dengan menggunakan pereaksi dragendorf.


(30)

9

3. Spektrofotometri UV-Vis

Panjang gelombang Ultraviolet maupun cahaya tampak jauh lebih pendek dari pada inframerah namun memiliki energi yang lebih tinggi. Spektrum cahaya tampak berada pada rentang 400-750 nm sedangkan UV berada pada rentang 100-400 nm. Absorpsi cahaya UV atau tampak akan mengakibatkan transisi elektronik (Fessenden, 1982). Absorpsi cahaya pada daerah uv-vis hanya akan menghasilkan transisi elektron pada transisi n 

π* dan transisi π  π* (Royal Society of Chemistry, 2009). Hal tersebut disebabkan karena energi yang diperlukan untuk transisi n π* dan transisi π π* sesuai dengan energi sinar yang terletak diantara panjang gelombang 200-700 nm yang merupakan panjang gelombang pada spektrofotometer UV-Vis (Gandjar dan Rohman, 2007).

Spektra UV-vis dapat digunakan sebagai informasi kualitiatif maupun kuantitatif. Data yang diperoleh dari spektroskopi UV dan Vis adalah panjang gelombang maksimal, intensitas, efek pH, dan pelarut yang dapat dibandingkan dengan data acuan. Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang dengan absorbansi maksimal (Gandjar dan Rohman, 2007).

4. Fourier Transform Infrared Spectrometer (FTIR)

Instrumen Fourier Transform Infrared Spectrometer (FTIR) berdasarkan pada interferometer yang terdiri dari beam splitter, cermin diam, dan cermin bergerak. Sinar radiasi yang berasal dari sumber melewati beam splitter dan terbagi menjadi dua berkas yang direfleksikan pada cermin


(31)

yang diam dan berkas lainnya direfleksikan pada cermin yang bergerak tegak lurus. Cermin merefleksikan kembali radiasi pada beam splitter berulng kali menghasilkan satu berkas sampai pada detektor dan berkas yang lain kembali ke sumber (Stuart, 2004).

Spektrofotometer inframerah merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur resapan radiasi infra merah pada berbagai panjang gelombang (Fessenden, 1982). Radiasi inframerah terletak pada spektrum ektromagnetik antara daerah visibel dan daerah microwave (gelombang mikro). Penggunaanya paling banyak untuk kimia organik pada batas panjang gelombang antara 4000 dan 400 cm-1. Spektrum vibrasi tampak berupa pita. Ada dua tipe vibrasi molekuler yaitu stretching dan bending. Hanya vibrasi yang menghasilkan perubahan secara ritmik pada momen dipol yang diobservasi dalam IR (Silverstein, 2005).

Daerah antara 1400-4000 cm-1 pada bagian kiri spectrum inframerah merupakan daerah khusus untuk identifikasi gugus-gugus fungsional dimana daerah absorpsi diakibatkan oleh streching. Daerah disebelah kanan 1400 cm-1 seringkali rumit karena absorpsi disebabkan oleh adanya streching dan bending. Dalam daerah ini biasanya hubungan antara pita serapan dan gugus fungsional spesifik tidak dapat diamati dengan cermat. Namun, suatu senyawa pasti memiliki resapan tertentu yang unik di daerah ini sehingga disebut dengan fingerprint region/daerah sidik jari(Fessenden, 1982).


(32)

11

5. Uji Titik Lebur

Titik lebur senyawa murni organik solid merupakan jarak temperatur ketika bentuk padat setimbang dengan bentuk cairnya. Titik lebur merupakan salah satu karakteristik untuk menentukan kemurnian substansi solid. Titik lebur menunjukkan rentang temperatur dari pertama kali kristal dari substansi solid meleleh hingga kristal tersebut meleleh seluruhnya. Kristal solid yang murni memiliki rentang titik lebur yang sempit yaitu 1-2oC (Hart H, et a.l, 2012).

C.Reseptor Asetilkolin

Asetilkolin merupakan neurotransmiter utama saraf parasimpatis yang mengatur saluran pernafasan. Asetilkolin juga banyak dilepaskan oleh sel non-neuron, seperti sel epitel bronkus dan sel inflamasi (Wessler dan Kirkpatrick, 2001). Sistem pernapasan diatur oleh saraf parasimpatis. Semua aktivitas rangsangan saraf parasimpatis berawal dari aktivasi reseptor muskarinik yang terletak pada otot polos saluran pernafasan, saluran cerna, kelenjar submukosa, pembuluh darah dan sel saraf (Mak dan Barnes, 1990).

Asetilkolin bertanggung jawab terhadap kontraksi otot polos, bronkokontriksi dan sekresi mukus. Asetilkolin dapat mengaktivasi reseptor muskarinik dan nikotinik. Efek pelepasan asetilkolin adalah terjadinya hiperaktivitas saluran pernafasan, saluran cerna, kontraksi otot polos, peningkatan sintesis dan sekresi mukus selama reaksi inflamasi, seperti penderita asma dan PPOK (Sonar dan Renz, 2009).


(33)

Gambar 3. Struktur Kimia Asetilkolin

(Sumber : Pubchem) D. Interaksi Obat Dengan Reseptor

1. Obat Agonis dan Antagonis

Obat agonis berikatan dengan suatu cara untuk memacu reseptor secara langsung atau tidak hingga memberikan efek. Pada beberapa reseptor, mekanisme yang terjadi melalui satu molekul yang berikatan pada reseptor sehingga memberikan efek langsung. Untuk reseptor lain harus berikatan dengan satu atau lebih molekul pasangan (coupling molecule) yang terpisah dengan molekul yang memberikan efek.

Obat antagonis bekerja dengan cara menghambat reseptor berikatan dengan molekul lain. Misalnya, antikolinergik bekerja dengan cara menyekat reseptor asetilkolin sehingga tidak dapat berikatan dengan asetilkolin atau agonis serupa yang dapat berikatan pada reseptor tersebut. Zat-zat antagonis seperti ini mengurangi efek dari asetilkolin. (Katzung et al.,2000).


(34)

13

2. Hubungan Konsentrasi Obat dengan Respon

Dalam pengontrolan sistem in vitro, hubungan antara konsentrasi obat dan efeknya dapat dijelaskan secara matematik. Hubungan antara konsentrasi dan efek obat dijelaskan oleh suatu kurva hiperbola dengan persamaan sebagai berikut

Dimana E merupakan efek yang dihasilkan pada konsentrasi C, Emax

merupakan respon maksimal yang dihasilkan obat dan EC50 merupakan

konsentrasi obat yang menghasilkan 50% efek maksimal. Nilai EC50 dapat

digunakan untuk mencari parameter afinitas agonis terhadap reseptor (pD2).

Nilai pD2 adalah minus logaritma dari EC50. Semakin besar nilai pD2

semakin besar afinitas agonis terhadap reseptor (Janković et al.,1999). E. Percobaan Dengan Organ Terisolasi

Percobaan menggunakan organ terisolasi digunakan untuk menganalisa hubungan dosis-respon suatu senyawa obat. Walaupun beberapa metode tingkat molekuler telah tersedia untuk mempelajari respon seluler suatu obat, namun metode organ terisolasi masih dianggap sebagai metode yang baik untuk menelusuri aktivitas farmakologi suatu obat (Lullmann et.al., 2000).

Perubahan-perubahan yang terjadi pada tingkat jaringan atau organ karena pengaruh suatu senyawa kimia dapat dipelajari lebih mendalam dan akurat dengan cara mengisolasi suatu organ atau jaringan dari suatu sistem fisiologis. Sebagai contoh, senyawa vasokontriktor dapat diukur aktivitasnya


(35)

dengan menggunakan beberapa bagian pembuluh darah terisolasi, seperti vena portal atau vena saphenous, mesentric, arteri koroner dan arteri basiler. Organ atau bagian organ yang diisolasi akan mampu tetap bertahan hidup selama beberapa jam di luar tubuh jika ogan dikondisikan tetap berada dalam lingkungan fisiologisnya, yaitu dengan cara pemberian cairan fisiologis dalam temperatur yang sesuai, asupan oksigen dan nutrien yang tepat dari luar (Lullmann et.al., 2000).

Rangsangan fisiologis dan farmakologis terhadap organ terisolasi selanjutnya dapat tercatat dengan menggunakan alat perekam yang tepat. Efek kontraksi pembuluh darah akan tercatat dengan mengkondisikan pembuluh darah dengan bantuan dua penjepit atau penahan sedemikian rupa dalam alat organ terisolasi dengan sedikit diberi tekanan (Lullmann et.al., 2000).

Percobaan dengan menggunakan organ terisolasi memiliki beberapa keuntungan, diantaranya adalah sebagai berikut (Lullman et al., 2000) :

a. Konsentrasi obat pada jaringan bisa diketahui dengan pasti

b. Sistem obat terisolasi bersifat lebih sederhana, sehingga adanya kemudahan dalam mengamati hubungan rangsangan dan respon

c. Jika dibandingkan dengan efek yang terjadi ketika menggunakan organisme utuh, metode organ terisolasi sangat memungkinkan untuk menghindari efek kompensasi yang akan mengurangi efek mencapai separuhnya.

d. Metode organ terisolasi mempunyai kemampuan untuk mengukur efek sampai pada efek dengan intensitas maksimum. Hal ini tidak sepenuhnya dapat dilakukan ketika menggunakan organisme utuh, seperti efek


(36)

15

konotropik negatif dari suatu obat tidak bisa dilanjutkan sampai pada efek maksimumnya, karena akan mengakibatkan berhentinya denyut jantung (cardiac arrest) pada organisme hidup sehingga hal ini tidak bisa dilakukan. Beberapa kelemahan percobaan dengan organ terisolasi (Lullmann, et.al., 2000; Niemeyer dan Bingham, 1972 ) :

a. Kerusakan jaringan selama pembedahan tidak dapat dihindarkan b. Hilangnya regulasi fisiologis dari fungsi organ terisolasi,

c. Lingkungan fisiologis buatan tidak sepenuhnya sama dengan cairan fisiologis dalam tubuh, sehingga lama kelamaan akan berpengaruh buruk terhadap jaringan.

d. Tidak dapat digunakan pada penelitian yang membutuhkan waktu terisolasi hanya mampu bertahan hidup selama 4 jam.

F. Metode In silico Menggunakan MolecularDocking

Molecular docking merupakan suatu teknik yang bisa digunakan untuk mempelajari interaksi yang terjadi dari suatu kompleks molekul antara biomolekul dengan molekul kecil atau ligan. Interaksi kompleks molekul tersebut berorientasi untuk mencapai kestabilan. Tujuan dari Molecular docking ini adalah ini adalah pemodelan struktur dan memprediksi aktivitasnya secara akurat (Kitchan, 2004). Proses pengikatan molekul terhadap molekul target tidak sederhana, entropi dan enthalpy adalah faktor yang mempengaruhi antara molekul kecil dan molekul target tersebut (Alonso et al, 2006).


(37)

Terdapat dua aspek dalam molecular docking, yaitu fungsi scoring dan penggunaan algoritma. Algoritma docking berfungsi untuk mengidentifikasi energi yang dihasilkan dari konformasi molekular dan kemudian mencari konformasi yang memiliki energy bebas paling rendah dalam sistem. AutoDock merupakan salah satu software untuk docking ligan baik rigid ataupun fleksibel yang menggunakan grid-based force field untuk mengevaluasi interaksi suatu kompleks (Krane dan Raymer, 2003).

G. Landasan Teori

Reseptor asetilkolin muskarinik dibagi menjadi lima subtipe (M1-M5) yang berikatan dengan protein G. Respon terhadap aktivasi reseptor muskarinik oleh asetilkolin tergantung pada subtipe reseptor tersebut serta lokasinya. Subtipe yang terdistribusi pada otot polos adalah M2 dan M3 (Ikawati, 2008).

Reseptor M3 merupakan reseptor muskarinik yang paling luas distribusinya dalam berbagai organ, terutama pada otot polos dan kelenjar eksokrin. Reseptor ini memperantarai berbagai efek biologis seperti kontraksi bronkus, kontraksi kandung kemih, kontraksi saluran cerna, salivasi dan lakrimasi. Aktivasi reseptor M3 akan mengaktifkan sistem fosfolipase C yang akan memobilisasi kalsium (Ca) sehingga berperan dalam kontraksi otot (Ikawati, 2008).

Piperin (Piper nigrum Linn.) berdasarkan penelitian terkait tanaman ini dilaporkan memiliki efek antiinflamasi, antinosiseftif antiatritis dengan jalan menghambat beberapa mediator inflamasi (Bang, et al., 2009). Selain itu


(38)

17

pengujian secara in vivo ekstrak biji Piper nigrum L. terbukti memiliki efek bronkodilatasi pada tikus yang diinduksi ovalbumin (Antony, 2010). Piperin juga terbukti dapat menghambat degranulasi sel mast melalui mekanisme penghambatan phosphatidylinositol 4-kinase(s) yang terlibat dalam proses degranulasi sel mast (Bojjireddy et al., 2014).

H. Kerangka Konsep

Gambar 4. Kerangka Konsep N. Hipotesis

a. Isolat alkaloid lada Piper nigrum Linn. mampu menghambat kontraksi otot polos ileum marmut terisolasi yang diinduksi agonis reseptor asetilkolin.

Antigen masuk ke dalam tubuh

Sistem Saraf perifer

Pelepasan neurotransmitter asetilkoin

Alkaloid lada Piper nigrum Linn.

berikatan pada reseptor muskarinik

Asetilkolin berikatan pada reseptor muskarinik

Otot polos


(39)

b. Dosis 5000 µM alkaloid lada Piper nigrum Linn. lebih efektif menghambat kontraksi otot polos ileum marmut terisolasi yang diinduksi agonis reseptor asetilkolin.

c. Skor yang dihasilkan dari isolate alkaloid lada Piper nigrum Linn. mampu berikatan dengan reseptor ACh berdasarkan analisis molecular docking


(40)

19

BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimental laboratorium dan In silico.

B. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium FMIPA Universitas Gadjah Mada pada bulan Februari sampai Maret 2016.

C. Bahan Uji

Piper nigrum Linn. diperoleh dari Herbal Anugrah Alam. D. Identifikasi Variabel

1. Variabel Bebas

Konsentrasi piperin 1000 µM dan 5000 µM. 2. Variabel Kendali

Jenis kelamin, berat badan, pakan, dan kondisi fisik marmut. 3. Variabel Tergantung

Respon kontraksi otot polos ileum terisolasi didapatkan dari pembacaaan rekorder pada organ bath uji in vitro yang diinterpretasikan ke dalam nilai pD2.


(41)

E. ALAT DAN BAHAN 1. Bahan

a. Buffer Tyrode b. Marmut jantan

c. Gas karbogen mengandung 95% oksigen dan 5% karbon dioksida d. Agonis fisiologis (asetilkolin) dan larutan atropine

e. Aquadest

f. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkaloid lada Piper nigrum Linn. yang didapatkan dari hasil isolasi sokhletasi menggunakan pelarut etil asetat dengan perbandingan (1:3) sehingga menghasilkan filtrat. Kemudian dievaporator hingga mengental dan menghasilkan kristal setelah didiamkan dalam suhu ruang yang terhindar dari cahaya matahari. Kristal yang terbentuk tersebut kemudian dicuci dengan menggunakan etanol 96%.

2. Alat

a. Satu set alat untuk preparasi organ b. Vortex

c. Pengaduk magnet thermostat tipe 1419 (B. Brawn, W. Germany), d. Tranduser isonik (Level Tranduser Tipe 368, HSE, W. Germany) e. Rekorder

f. Dua set organ bath volume 20 mL g. Bridge amplifier tipe 336


(42)

21

F. PROSEDUR KERJA DAN ALUR PENELITIAN

1. Identifikasi Kristal Alkaloid Lada Piper nigrum Linn. Menggunakan KLT

Sampel sebanyak 1 mg dilarutkan dengan etil asetat kemudian ditotolkan menggunakan pipa kapiler pada plat silika. Fase gerak yang digunakan etil asetat : heksana (4:1) dan disemprot dengan pereaksi dragendorf. Kemudian diamati dengan sinar UV 254 nm.

2. Identifikasi Kristal Alkaloid Lada Piper nigrum Linn. Menggunakan FTIR

Sampel sebanyak 1 mg dicampurkan dengan KBr sebanyak 200 mg kemudian dimasukkan ke dalam wadah uji dan rekam spektra serapannya pada bilangan gelombang 500-4000 cm-1.Hasil yang terbentuk berupa spektra serapan yang ada pada kristal piperin dari masing-masing gugus fungsional.

3. Identifikasi Alkaloid Lada Piper nigrum Linn. dengan Spektrofotometri UV

Sampel sebanyak 10 mg dilarutkan dalam 10 ml metanol kemudian diencerkan hingga konsentrasi 10µg/ml. Selanjutnya dimasukan ke dalam kuvet dan dianalisis menggunakan spektrofotometer UV dan diamati panjang gelombang maksimumnya.

4. Identifikasi Alkaloid Lada Piper nigrum Linn. dengan Uji Titik Lebur Sampel secukupnya dimasukkan ke dalam pipa kapiler dan masukkan ke dalam alat Melting Point Apparatus hingga sampel tampak jelas yang sudah dilengkapi dengan termometer. Alat pengontrol kenaikan temperatur mula-mula menggunakan kecepatan 5oC/menit, ketika


(43)

mendekati titik lebur senyawa uji kecepatan diturunkan menjadi 2oC. Temperatur dicatat saat kristal mulai meleleh hingga semua kristal meleleh.

5. Penyiapan Larutan Buffer Tyrode

Larutan buffer tyrode terdiri atas dua macam larutan, yaitu larutan A dan B. Komposisi larutan dapat dilihat dalam tabel 1 berikut. Bahan – bahan pada tabel larutan A dan B masing-masing ditimbang, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar, dan dilarutkan dengan akuades hingga volume 1L. Untuk membuat larutan buffer tyrode, dibuat campuran antara 100 ml larutan A, 100 ml larutan B, 1 g glukosa, kemudian ditambahkan 800 ml akuades (Anonim, 1986).

Tabel 1. Komposisi Buffer Tyrode

Komposisi Larutan A Komposis Larutan B

Bahan Jumlah Bahan Jumlah

NaCl 80 g NaHCO3 10 g

KCl 2,00 g

MgCl2.6H2O 2,14 g

CaCl2.2H2O 2,64 g

NaH2PO4.2H2O 0,65 g

6. Penyiapan Larutan Alkaloid Lada Piper nigrum Linn. (1000 µM dan 5000 µM)

Larutan stok dibuat dalam konsentrasi 2x10-1 M. Piperin (BM piperin 285,34 g/mol) ditimbang seksama seberat 285 mg dan dilarutkan ke dalam 5,0 mL DMSO. Kemudian larutan alkaloid lada Piper nigrum Linn. 2x10-1 M ditambahkan sebanyak 100 µL dan 500 µL ke dalam organ

bath yang telah berisi organ ileum dan larutan buffer tyrode 20,0 mL untuk mencapai seyawa alkaloid lada konsentrasi 1000 µM dan 5000 µM.


(44)

23

7. Pembuatan Larutan Asetilkolin

Larutan asetilkolin dibuat dalam bentuk stok asetilkolin konsentrasi 2x10-1 M dalam akuades (BM Asetilkolin : 240,1 g/mol). Pengenceran larutan stok asetilkolin dilakukan dengan cara pengenceran bertingkat dari larutan stok asetilkolin 2x10-1 M, sehingga diperoleh larutan asetilkolin konsentrasi 2x10-2, 2x10-3, 2x10-4, 2x10-5, 2x10-6, 2x10

-7 dan 2x10-8 M. Konsentrasi asetilkolin sebesar 10-8 M diperoleh dengan

cara menginjeksikan 100 μL larutan stok asetilkolin 2x10-6 M ke dalam organ bath yang berisi larutan buffer tyrode 20,0 mL.

[asetilkolin] =

M [asetilkolin] = M

8. Pembuatan Larutan Atropin 10-6 (1 µM)

Larutan stok atropin (BM : 289,3694) dibuat pada konsentrasi 2x10-2 M. Pengenceran bertingkat dilakukan hingga konsentrasi larutan atropin 2x10-6 M. Larutan dengan konsentrasi 10-6 M (1µM) didapatkan dengan mengambil larutan atropin 2x10-4 M sebanyak 100 µL dan 500 µL kemudian dimasukkan ke dalam organ bath yang berisi 20 mL larutan buffer tyrode dan mencapai konsentrasi atropin 1000 µM dan 5000 µM. 9. Preparasi Organ Ileum (Lee, et.al., 1997)

Marmut jantan dianestesi menggunakan dietil eter sampai mencapai kondisi kesadaran tingkat III. Kemudian, marmut dikorbankan dengan cara dislokasi tulang belakang kepala (cervix) dan dilakukan


(45)

pembedahan. Ileum diambil pada bagian perut sepanjang 2 cm dan diletakkan di cawan fiksasi yang telah diisi dengan larutan buffer tyrode, kemudian dibersihkan dari isi usus dan jaringan-jaringan (lemak) yang masih menempel. Otot polos ileum kemudian diikat dengan benang, ujung bagian bawah diikatkan pada bagian tuas organ bath dan pada bagian atas diikatkan pada bagian yang terhubung dengan tranduser.

10. Uji Aktivitas Alkaloid Lada Piper nigrum Linn. terhadap Agonis Reseptor Fisiologis

Uji aktivitas alkaloid lada Piper nigrum Linn. terhadap agonis reseptor dilakukan untuk mengukur kontraksi ileum marmut dengan alat organ terisolasi setelah pengenalan agonis reseptor. Pengukuran kontraksi dilakukan secara bertingkat dengan pemberian seri konsentrasi agonis. Organ bath diisi dengan 20,0 mL larutan buffer tyrode, kemudian organ direndam dalam organ bath tersebut dan dilakukan ekuilibrasi sampai diperoleh kondisi stabil (30 menit). Selanjutnya, dilakukan pemberian agonis ke dalam organ bath dan respon kontraksi yang terjadi akan tercatat pada rekorder (kertas polygraph).

Pemberian agonis dilakukan sampai dicapai kontraksi maksimum (100%). Pengukuran kontraksi dilakukan dua kali, antara pengukuran pertama dan kedua dilakukan pencucian organ selama 30 menit dengan penggantian larutan buffer tyrode setiap 10 menit. Kontraksi kedua, setelah dilakukan pencucian organ dan kondisi organ telah stabil, dilakukan pemberian alkaloid lada konsentrasi 1000 µM dan 5000 µM.


(46)

25

Agonis dimasukkan ke dalam organ bath dengan konsentrasi bertingkat (Tabel 2) dan respon kontraksi yang terjadi akan tercatat pada rekorder. Tabel 2. Cara Pemberian Dosis Agonis Asetilkolin

Volume larutan obat yang ditambahkan dalam organbath (ml)

Konsenrasi larutan agonis yang ditambahkan

Konsentrasi agonis dalam organ bath (faktor kumulatif ½ log 10) (M) 0,100 0,200 0,070 0,200 0,070 0,200 0,070 0,200 0,070 0,200 0,070 0,200 0,070 0,200 2.10-8 2.10-8 2.10-7 2.10-7 2.10-6 2.10-6 2.10-5 2.10-5 2.10-4 2.10-4 2.10-3 2.10-3 2.10-2 2.10-2 10-10 3.10-10 10-9 3.10-9 10-8 3.10-8 10-7 3.10-7 10-6 3.10-6 10-5 3.10-5 10-4 3.10-4

11.Uji Reversibilitas

Uji reversibilitas dilakukan untuk melihat kemampuan organ untuk kembali pada kondisi semula, atau pada kondisi sebelum dilakukannya pengenalan agonis reseptor. Uji reversibilitas ini dilakukan pada setiap uji aktivitas agonis reseptor asetilkolin. Uji reversibilitas terhadap ileum dilakukan setelah kontraksi dan pencucian organ akibat pemberian agonis dan lada. Ileum dicuci selama 30 menit dengan penggantian larutan buffer tyrode setiap 10 menit.

Setelah ileum mencapai kondisi stabil, dilakukan pengukuran kontraksi kembali karena pemberian agonis reseptor dengan konsentrasi yang sama dengan pengukuran kontraksi pengenalan agonis reseptor.


(47)

Kurva hubungan konsentrasi agonis reseptor yang dihasilkan kemudian dibandingkan antara pengukuran pertama dan kedua.

12.Uji Pelarut DMSO (Dimetil Sulfoksida)

Uji pengaruh DMSO dilakukan untuk menjamin bahwa aktivitas kontraksi otot polos ileum hanya disebabkan oleh alkaloid lada Piper nigrum Linn saja. DMSO digunakan sebagai pelarut dari alkaloid lada Piper nigrum Linn. Jumlah DMSO yang diberikan adalah sebanyak 100 µL disesuaikan dengan volume maksimal pemberian alkaloid lada ke dalam organ bath. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian seri konsentrasi agonis. Kurva hubungan konsentrasi agonis terhadap % respon sebelum dan sesudah perlakuan DMSO kemudian dibandingkan.

13.Uji In Silico

a. Instalasi Sistem Operasi Linux dan Aplikasi Pendukung

Instalasi sistem operasi Linux dilakukan karena aplikasi yang dibutuhkan untuk melakukan penambatan molekul pada umumnya hanya dapat dioperasikan pada Linux. Sistem operasi yang diinstal adalah Linux Ubuntu 12.04 LTS 64-bit. Setelah instalasi Linux, dilakukan instalasi aplikasi pendukung seperti Marvin Sketch untuk preparasi ligan atau yang akan diuji, AutoDockTools 4.2 untuk melakukan penambatan molekul, Molegro Molecular Viewe runtuk preparasi protein dan visualisasi hasil penambatan (docking) dalam bentuk virtual 2D dan DS Visualizer untuk preparasi protein dan visualisasi hasil penambatan (docking) dalam bentuk virtual 3D.


(48)

27

b.Penyiapan Senyawa Marker

Senyawa marker tumbuhan obat dikoleksi dari Farmakope Herbal Indonesia. Senyawa marker dibuat dalambentuk berkas (file) dengan menggunakan aplikasi ChemDraw 2010 pada sistem operasi Windows.

c. Penyiapan Protein Target dalam format PDBQT

Protein yang akan digunakan sebagai reseptor uji diunduh dari situs resmi protein data bank (www.rscb.org) dalam format “.pdb”. Berkas protein / reseptor yang digunakan adalah reseptor asetilkolin muskarinikdengan kode 4DAJ.

d. Preparasi Ligan dalam Format PDBQT

Ligan yang digunakan dalam uji ini adalah senyawa-senyawa marker dari alkaloid yang akan diteliti sebagai agen spasmolitik. Data ligan diunduh melalui major ligand data base seperti Pub Chem (http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/) dan dipilih dalam bentuk 3D SDF. File ligan tersebut dibuka melalui aplikasi Discovery Studio Visualizer dan disimpan dalam format PDB (*.pdb).

e. Preparasi Ligan dan Protein Target dalam Format PDBQT

Langkah ini berfungsi untuk mempersiapkan kebutuhan docking yang meliputi ligand dan protein target dalam format PDBQT. Hasil preparasi protein dilakukan preparasi lebih lanjut dengan aplikasi AutoDock Tools dengan menambahkan atom hidrogen polar yang berfungsi untuk memberikan muatan parsial (partial charges) dalam


(49)

protein target tersebut. Selain itu target protein perlu ditambahkan muatan melalui pilihan Kollman Charges dan disimpan dalam format *.pdbqt.

Setelah dilakukan preparasi protein target selanjutnya dilakukan input ligan melalui perintah Open Ligand pada aplikasi AutoDock Tools. Ligan yang telah masuk kedalam protein target kemudian dilakukan preparasi dalam hal Torsion Freedan Aromatic Carbons dan disimpan dalam format *.pdbqt.

f. Preparasi Grid Parameter File

Proses ini merupakan proses lanjutan dari langkah sebelumnya. Aplikasi AutoDock Tools yang masih terbuka kemudian dipilih bagian Grid dan dipilih ligan melalui fungsi Set Map Types dan dilanjutkan penyiapan Grid Box. Grid Box merupakan penentuan area untuk simulasi docking. Kemudian hasil grid disimpan dalam format grid parameter file (*.gpf).

g. Preparasi Docking Parameter File

Proses ini diawali dengan memilih protein target dan ligan melalui pilihan docking pada aplikasi AutoDock Tools. Proses docking dapat dilakukan pengaturan melalui perintah Search Parameters dan Docking Parameters. Selanjutnya pada bagian output dipilih Lamarckian Genetic Algorithm dan disimpan dalam format docking parameter file (*.dpf).


(50)

29

h.Simulasi Docking

Proses docking dilakukan dengan menggunakan Auto Grid 4.2 dan AutoDock 4.2 melalui Cygwin Terminal. File hasil preparasi sebelumnya yang meliputi Target.pdbqt, Ligand.pdbqt, parameter file (*.gpf), dan docking parameter file (*.dpf) disimpan dalam 1 folder pada Cygwin Terminal. Hasil simulasi docking ini berupa file dengan format *.dlg yang berisi informasi 10 konformasi dan file complex.pdb untuk kebutuhan visualisasi hasil.


(51)

G. SKEMA LANGKAH KERJA

Gambar 1. Skema Langkah Kerja H. DATA DAN ANALISA DATA

1. Identifikasi Kristal Alkaloid Lada Piper nigrum Linn. dengan KLT Hasil KLT yang diperoleh dilihat dibawah sinar UV 254 dan disemprot dengan pereaksi dragendorf. Hasil positif mengandung alkaloid jika terdapat bercak berwarna bercak coklat muda sampai kuning.

2. Identifikasi Kristal Alkaloid Lada Piper nigrum Linn. dengan FTIR Hasil yang diperoleh adalah berupa spektra serapan. Spektra

serapan yang diperoleh kemudian dianalisis dengan melihat pada data daerah gugus fungsi piperin dengan standar serapan IR pada penelitian (Shingate, et al., 2013).

Uji aktifitas alkaloid lada pada reseptor asetilkolin

Uji In vitro alkaloid lada

pada reseptor asetilkolin

Uji In silico alkaloid lada Pada Reseptor asetilkolin Pengaruh alkaloid lada terhadap kontraksi otot polos ileum yang diinduksi asetilkolin

Uji pada reseptor asetilkolin Analisis data

Uji In vitro menentuan Uji aktifitas alkaloid lada pada reseptor asetilkolin Uji reversibilitas pada reseptor asetilkolin


(52)

31

3. Identifikasi Kristal Alkaloid Lada Piper nigrum Linn. dengan Spektrofotometri UV

Hasil yang diperoleh adalah berupa spektra panjang gelombang maksimum. Panjang gelombang yang diperoleh dibandingkan dengan spektra panjang gelombang maksimum pada penelitian (Vishnath G, et al., 2011) yaitu 342,5.

4. Identifikasi Kristal Alkaloid Lada Piper nigrum Linn. dengan Titik Lebur

Hasil yang diperoleh adalah berupa rentang temperatur dari pertama kali kristal dari meleleh hingga kristal tersebut meleleh seluruhnya. Kristal solid yang murni memiliki rentang titik lebur yang sempit yaitu 1-20 (Hart H, et al., 2012) sedangkan pada penelitian ini didapatkan rentang titik lebur yang kurang murni dengan temperatur 122-1320C.

5. Uji In Vitro

a. Data

Data yang diperoleh dalam penelitian in vitro berupa data kontraksi atau relaksasi otot polos ileum pada rekorder. Data tersebut diubah menjadi data persentase (%) respon terhadap respon maksimum yang dicapai oleh agonis. Selanjutnya, data % respon dibuat kurva hubungan antara logaritma konsentrasi agonis terhadap % respon. b. Analisis Data

Nilai EC50 (konsentrasi agonis yang dapat menghasilkan respon


(53)

tanpa pengaruh alkaloid lada Piper nigrum Linn. dihitung berdasarkan kurva hubungan konsentrasi terhadap % respon. EC50 dihitung

berdasarkan persamaan 1. Nilai EC50 ini selanjutnya ditransformasi ke

dalam bentuk pD2, dimana pD2 adalah nilai dari –Log.EC50

(persamaan 2) dan selanjutnya data disajikan dalam bentuk tabel kelompok perlakuan agonis (dengan atau tanpa pengaruh Piperin) dan nilai rata-rata pD2 agonis ± Standard Error (pD2 ± SE).

Pergeseran nilai pD2 dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji t berpasangan.

[ ]+ ……….. (1) Keterangan :

X1 : Log. konsentrasi dengan respon tepat di bawah 50% X2 : Log. konsentrasi dengan respon tepat di atas 50% Y1 : % respon tepat di bawah 50%

Y2 : % respon tepat di atas 50% pD2 = -Log. EC50………. (2)

Alkaloid lada Piper nigrum Linn.ditetapkan sebagai antagonis reseptor ACh apabila inkubasi otot polos ilum marmut terisolasi dengan alkaloid lada Piper nigrum Linn. mengakibatkan penurunan nilai pD2 asetilkolin. Distribusi data pD2 asetilkolin dianalisis dengan menggunakan uji normalitas (metode Shapiro-Wilk). Penurunan nilai pD2 selanjutnya dianalisis dengan metode statistik parametrik, yaitu


(54)

33

menggunakan uji one-way ANOVA yang dilanjutkan dengan uji LSD pada taraf kepercayaan 95%.

Determinasi tipe antagonis ditunjukkan menggunakan analisis Schild-plot dalam bentuk analisis regresi. Tipe antagonis ditentukan berdasarkan nilai slope yang dihasilkan oleh persamaan Schild-Plot. Jika nilai slope mendekati satu, maka tipe antagonis piperin terhadap reseptor adalah sebagai antagonis kompetitif. Sedangkan jika nilai slope menjauhi angka satu, maka tipe antagonis piperin adalah sebagai antagonis non-kompetitif. Harga pA2 (afinitas piperin sebagai

antagonis reseptor) merupakan nilai intersep dari persamaan Schild-Plot yang terbentuk (Janković et al., 1999).

6. Uji In silico

Data yang diperoleh dari uji dengan Molecular Docking senyawa alkaloid lada Piper nigrum Linn. dan senyawa pembanding (ligan asli, asetilkolin, atropin) adalah skor ikatan (Binding Score). Jika skor ikatan lebih rendah dibandingkan dengan skor ikatan ligan pembanding maka piperin berpotensi sebagai agen antagonis asetilkolin.


(55)

34

Lada diekstraksi menggunakan metode sokhletasi dengan pelarut etil asetat. Keuntungan metode ini salah satunya karena pelarut yang digunakan sedikit. Pelarut etil asetat merupakan pelarut semi polar dengan indeks polaritas 4,4 sehingga piperin yang merupakan senyawa alkaloid semi polar dapat ditarik. Nilai indeks polaritas etil asetat tidak jauh berbeda dengan nilai indeks polaritas 3 pelarut yang digunakan dalam penelitian Shingate et al (2013) sehingga etil asetat dapat digunakan sebagai pelarut untuk mengekstraksi piperin dari lada putih.

Proses ekstraksi dilakukan terhadap 100 g serbuk simplisia dengan 300 ml etil asetat (1:3). Ekstrak cair yang diperoleh kemudian dipekatkan menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak yang lebih kental. Ekstrak kental disimpan dalam wadah tertutup dan didiamkan selama 7 hari sampai terbentuk kristal alkaloid lada Piper nigrum Linn.

Gambar 1. Kristal Alkaloid Lada Piper nigrum Linn.


(56)

35

Kristal yang terbentuk dicuci dengan etanol 96% untuk menghilangkan zat-zat pengotor yang ada di permukaan kristal. Pencucian dilakukan 3 kali dengan 20 ml etanol hingga diperoleh kristal berwarna kuning keputihan. Hasil pencucian kristal dapat dilihat pada Gambar 6.

1. Uji KLT Kandungan Alkaloid Lada Piper nigrum Linn.

Analisis dengan KLT digunakan untuk mengetahui kandungan piperin dalam kristal yang diperoleh. Fase gerak yang digunakan adalah heksana:etilasetat (4:1) dan fase diam yang digunakan adalah silika gel. Plat KLT dibuat dengan panjang 10 cm dengan jarak elusidasi 8 cm. Deteksi bercak dilakukan dengan sinar UV 254, lempeng akan berfluoresensi dan bercak sampel akan tampak berwarna gelap gambar 7 (a)).

Gambar 7, nomor 1 diduga bercak senyawa piperin sedangkan nomor 2 menunjukan bercak pengotor. Kemudian dilakukan Penampakan bercak menggunakan pereaksi dragendorf. Hasil penampakan bercak pada cahaya tampak dapat dilihat pada Gambar 7 (b).

1


(57)

(a) (b)

Uji dengan pereaksi dragendorf memberikan hasil yang positif jika terbentuk endapan coklat muda sampai kuning (jingga) (Marliana et al, 2005). Hasil pada Gambar 7 menunjukkan bahwa kristal yang diperoleh merupakan alkaloid. Hasil penampakan bercak pada analisis KLT dengan eluen heksana:etil asetat (4:1) menunjukan bahwa pengotor yang terdapat dalam kristal piperin bukan golongan alkaloid ditunjukkan dengan penampakan bercak pereaksi dragendorf bercak pengotor yang terlihat pada sinar UV 254 tidak tampak.

Pada uji alkaloid dengan pereaksi dragendorf, nitrogen membentuk ikatan kovalen koordinat dengan K+ yang merupakan ion logam sehingga terbentuk endapan coklat muda sampai kuning (Marliana et al, 2005) sedangkan pada plat KLT terbentuk bercak coklat muda sampai kuning. Reaksi antara piperin dengan pereaksi dragendorf dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 3. Reaksi Antara Piperin Dan Dragendorf

Gambar 2. Uji Pendahuluan KLT Senyawa Alkaloid Lada Piper nigrum Linn diamati dengan (a) Sinar UV 254 (b) Pereaksi Dragendorf.


(58)

37

2. Uji FTIR Kristal Alkaloid Lada Piper nigrum Linn.

Uji FTIR bertujuan untuk mengidentifikasi kristal piperin berdasarkan serapan infra red gugus fungsinya. Hasil FTIR dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. FTIR Kristal Alkaloid Lada Piper nigrum Linn.

Tabel 1. Perbandingan Nilai Serapan IR Gugus Ikatan Senyawa Alkaloid Lada Piper nigrum Linn.

Tipe ikatan Nilai standar IR

Nilai IR Isolasi Alkaloid Lada Piper

nigrum Linn.

C-H aromatic 3000 3008,95

C=C asimetrik dan simetrik (diene)

1635 1635,4

C=C aromatik (cincin

benzen) 1580 1581.63

-C-O-N- 1635 1635,4

C-O (karakteristik

terbanyak) 930 925,83

=C-O-C 1250 1249.87


(59)

Spektra serapan yang diperoleh selanjutnya dibandingkan dengan nilai standar serapan IR oleh gugus tertentu pada penelitian Shingate et al (2013). Seperti yang ditunjukkan Tabel 3, spektra serapan gugus yang ada pada kristal piperin mendekati nilai standar IR dari masing-masing gugus fungsional.

3. Uji Spektrofotometer UV Kristal Alkaloid Lada Piper nigrum Linn. Uji spektrofotometer UV dilakukan untuk mengidentifikasi spektra panjang gelombang maksimum kristal yang diperoleh. Spektra panjang gelombang maksimum yang diperoleh dibandingkan dengan spektra panjang gelombang maksimum pada penelitian (Vishnath G, et al., 2011) yaitu 342,5 nm. Hasil uji spektrofotometer UV dapat dilihat pada Gambar 10.

Hasil uji spektrofotometer menunjukkan hasil panjang gelombang maksimal kristal alkaloid lada Piper nigrum Linn. berada pada = 342,5 nm. Hasil tersebut sama dengan panjang gelombang maksimal pada penelitian (Vishnath G, et al., 2011) yaitu 342,5 nm.

.

Gambar 5. Hasil Uji Spektrofotometri UV (kiri) Peak : (kanan) Nilai


(1)

INDAH MUTIARA 20120350005 FARMASI UMY Page 3

sebanyak 10 mg dilarutkan dalam 10 ml

metanol kemudian diencerkan hingga

konsentrasi 10 µg/ml. Selanjutnya dimasukan ke dalam kuvet dan dianalisis menggunakan spektrofotometer UV

Identifikasi Piperin Dengan Uji Titik Lebur

Identifikasi piperin dengan uji titik lebur dengan cara sampel diletakkan pada gelas objek pada thermometer dan kemudian atur mikroskop hingga sampel tampak jelas. Catat temperatur saat kristal mulai meleleh hingga semua kristal meleleh.

Preparasi Organ Ileum

Marmut jantan dianestesi

menggunakan dietil eter dan dilakukan pembedahan. Ileum diambil pada bagian perut sepanjang 2 cm dan diletakkan di cawan fiksasi yang telah diisi dengan larutan buffer tyrode. Otot polos ileum kemudian diikat

dengan benang, ujung bagian bawah diikatkan pada bagian tuas organ bath dan pada bagian

atas diikatkan pada bagian yang terhubung dengan tranduser.

Uji Aktivitas Alkaloid Lada Terhadap Agonis Reseptor Fisiologis

Uji aktivitas alkaloid lada terhadap agonis reseptor dilakukan untuk mengukur kontraksi ileum marmut menggunakan alat organ bath menggunakan kosnentrasi 1000 µM dan 5000 µM. Pemberian agonis ke dalam organ bath dan respon kontraksi yang

terjadi akan tercatat pada rekorder (kertas

polygraph). Uji Reversibilitas

Uji reversibilitas dilakukan untuk melihat kemampuan organ untuk kembali pada kondisi semula, atau pada kondisi sebelum dilakukannya pengenalan agonis reseptor. Uji reversibilitas ini dilakukan pada setiap uji aktivitas agonis reseptor asetilkolin. Pemberian agonis ke dalam organ bath dan

respon kontraksi yang terjadi akan tercatat pada rekorder (kertas polygraph).

Uji Pelarut DMSO (Dimetil Sulfoksida)

Uji pengaruh DMSO dilakukan untuk menjamin bahwa aktivitas kontraksi otot polos ileum hanya disebabkan oleh alkaloid lada saja. DMSO digunakan sebagai pelarut dari alkaloid lada. Jumlah DMSO yang

diberikan adalah sebanyak 100 µL

disesuaikan dengan volume maksimal pemberian alkaloid lada ke dalam organ bath.

Kurva hubungan konsentrasi agonis terhadap % respon sebelum dan sesudah perlakuan DMSO kemudian dibandingkan.

Uji In silico

Protein yang digunakan sebagai reseptor uji diunduh dari situs resmi protein data bank (www.rscb.org) dalam format “.pdb”. Berkas protein / reseptor yang

digunakan adalah reseptor Asetilkolin Muskarinik dengan kode 4DAJ.


(2)

INDAH MUTIARA 20120350005 FARMASI UMY Page 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi Kristal Piperin

Gambar 1. Kristal piperin

Kristal yang terbentuk dicuci dengan etanol 96% . Pencucian dilakukan 3 kali dengan 20 ml etanol hingga diperoleh kristal berwarna kuning keputihan.

Uji KLT Kandungan Piperin

Gambar 2. Uji pendahuluan KLT senyawa alkaloid piperin diamati dengan (a) sinar UV 254 (b) pereaksi dragendorf.

Uji dengan pereaksi dragendorf

memberikan hasil yang positif. Hasil KLT menunjukkan endapan coklat muda sampai kuning (jingga).7 Kristal yang diperoleh merupakan alkaloid dilihat dari penampakan bercak pereaksi dragendorf.

Uji FTIR Kristal Piperin

Gambar 3. FTIR kristal piperin

Spektra serapan yang diperoleh dibandingkan dengan nilai standar serapan IR oleh gugus tertentu). Spektra serapan gugus yang ada pada kristal piperin mendekati nilai standar IR dari masing-masing gugus fungsional.

Tabel I. Perbandingan nilai serapan IR gugus ikatan senyawa piperin

Tipe ikatan Nilai standar IR Nilai IR Isolasi piperin

C-H aromatic 3000 3008,95

C=C asimetrik dan

simetrik (diene) 1635 1635,4

C=C aromatik (cincin

benzen) 1580 1581.63

-C-O-N- 1635 1635,4

C-O (karakteristik

terbanyak) 930 925,83

=C-O-C 1250 1249.87

Uji Spektrofotometer UV Kristal Piperin

Gambar 41. Hasil Uji Spektrofotometri UV (kiri) Peak (b) Nilai absorbansi

Hasil uji spektrofotometer

menunjukkan hasil panjang gelombang

maksimal kristal piperin berada pada = 342,5

nm. Hasil tersebut sama dengan panjang

gelombang maksimal pada penelitian

Vishnath G et al ( 2011) yaitu 342,5 nm. Uji Titik Lebur

Kristal yang murni memiliki rentang temperatur sempit yaitu 1-2 oC,8 sedangkan kristal yang diperoleh pada penelitian ini memiliki rentang yang lebar, yaitu 122-1320C. Pelebaran rentang temperatur di atas 5oC mengindikasikan kristal kurang murni.


(3)

INDAH MUTIARA 20120350005 FARMASI UMY Page 5 Uji Aktivitas Alkaloid Lada Terhadap

Agonis Reseptor Fisiologis

Tabel II. Pergeseran nilai pD2 asetilkolin karena pengaruh piperin 1000 M dan 5000 M

No Kelompok Perlakuan

pD2 ± SEM Cmaks (%) ± SEM 1 Kontrol ACh 4,74 ± 0,17b,c 100 ± 0,00

2 Piperin 1000

µM 3,89 ± 0,24

a 100 ± 0,00

3 Piperin 5000

µM 3,94 ± 0,15

a 100 ± 0,00

Keterangan :

a. berbeda bermakna dengan kelompok kontrol ACh (p<0,05) b.berbeda bermakna dengan kelompok piperin 1000 µM

(p<0,05)

c.berbeda bermakna dengan kelompok piperin 5000 µM (p<0,05)

Pengaruh DMSO Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum

Tabel III. Nilai rata-rata pD2 asetilkolin karena pengaruh

DMSO 100 L (n=6, rata-rata ± SEM)

Keterangan: Berdasarkan uji signifikansi menggunakan paired t-test dengan kepercayaan 95 %, tidak menunjukkan adanya perbedaan bermakna (p>0,05) antara perlakuan pD2 kontrol dan DMSO.

Tabel ini menunjukkan pada pemberian agonis didapatkan nilai pD2 kontrol asetilkolin. Nilai pD2 kontrol asetilkolin adalah 4,28 dan DMSO 4,22. Hasil ini menunjukkan bahwa DMSO dapat digunakan sebagai pelarut piperin.

Pada gambar kurva dibawah ini menunjukkan penurunan kurva antara DMSO terhadap kontrol hampir sama. Uji statistik dengan menggunakan paired t-test penurunan

tersebut tidak berbeda secara signifikan (p>0,005). Hal ini dapat disimpulkan bahwa DMSO tidak memiliki efek menurunkan

kontraksi secara signifikan sehingga dapat digunakan sebagai pelarut piperin.

Gambar 5. Pengaruh DMSO terhadap respon kontraksi otot polos ileum yang diinduksi asetilkolin.

Uji Reversibilitas

Tabel IV. Pergeseran nilai pD2 asetilkolin pada uji

reversibilitas alkaloid lada 1000 dan 5000 M

terhadap reseptor ACh. No Kelompok

perlakuan pD2 Emaks (%) 1 Kontrol

Asetilkolin

6,74 ± 0,17 100 ± 0,00 2 Recovery alkaloid

lada 1000 µM

6,84 ± 0,21 100 ± 0,00 3 Recovery alkaloid

lada 5000 µM 6,46 ± 0,30 100 ± 0,00 Tabel IV menunjukkan nilai pD2 tidak jauh berbeda dan secara statistik tidak beda signifikan antara kontrol dan kelompok uji reversibilitas alkaloid lada 1000 dan 5000 µM (p<0,005). Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa ikatan alkaloid lada dapat terlepas setelah pencucian menggunakan buffer Tyrode. Ikatan alkaloid lada dengan reseptor

ACh M3 bersifat reversibel.

Gambar 6. Kurva hubungan logaritma konsentrasi asetilkolin (M) terhadap % respon kontraksi otot polos ileum terisolasi, baik tanpa atau dengan pemberian piperin 1000 dan 5000

M.

Kelompok Perlakuan

pD2 Emaks (%)

1 Kontrol Asetilkolin 4,28 ± 0,45 100 ± 0,00 2 DMSO 1000 µM 4,22 ± 0,45 100 ± 0,00


(4)

INDAH MUTIARA 20120350005 FARMASI UMY Page 6

Hasil kurva menunjukkan bahwa pergeseran antar kurva tidak berbeda secara signifikan. Uji statistik menggunakan ANOVA (p>0,05).

Uji In silico

Validasi Native Ligand (tiotropium)

terhadap reseptor ACh M3 dan diperoleh nilai RMSD sebesar 0,913 pada konformasi 2 (<2,00 Å). Protokol docking pada reseptor

ACh M3 ini bersifat valid. Gambar 7 menunjukkan hasil visualisasi tiopropium

menggunakan DS Visualizer dan

menghasilkanskor docking yang terbaik yaitu

sebesar -9,1. Senyawa tiopropium diketahui terikat pada beberapa residu dari protein, yaitu tyrosine 529 (TYR529), tyrosine ke 148 (TYR148), tyrosine ke 506 (TYR506), valine ke 155 (VAL155), alanine ke 238 (ALA238), cysteine ke 532 (CYS532) dan tryptopan ke 503 (TRP503).

Gambar 7. Posisi senyawa Tiopropium ketika terikat ke reseptor ACh M3

Hasil visualisasi menggunakan

aplikasi DS Visualizer, skor docking dari

senyawa Atropine Sulfate pada reseptor ACh

M3 yang paling baik yaitu -5,7 yang terletak

pada konformasi ke 5. Pada hasil visualisasi

(Gambar 8) menunjukkan bahwa senyawa

Atropine Sulfate mengikat pada beberapa

residu dari protein target yaitu GLY1020, LYS1124, ILE1009, dan ASP1092.

Gambar 82. Posisi senyawa Atropin ketika terikat ke reseptor ACh M3

Dari hasil visualisasi menggunakan aplikasi DS Visualizer, skor docking dari

senyawa piperin pada reseptor ACh M3 yg

paling baik yaitu -6,6 sebesar 1,997 yang terletak pada konformasi ke 9. Pada hasil visualisasi menunjukkan bahwa senyawa

piperin mengikat pada beberapa residu dari

protein target (Gambar 9) yaitu ARG1145, ASP1010, GLU1011, GLN11105, DAN ASP 1020.

Gambar 93. Posisi senyawa Piperin ketika terikat ke reseptor ACh M3

Kesimpulan

Isolat alkaloid memiliki aktivitas antagonisme secara kompetitif setelah dilakukan uji in vitro dan in silico, dosis 1000


(5)

INDAH MUTIARA 20120350005 FARMASI UMY Page 7

µM (pD2 = 3,89) dan 5000 µM (pD2 = 3,94) sama-sama efektif dalam menghambat kontraksi otot polos ileum marmut terisolasi yang diinduksi agonis reseptor asetilkolin (p > 0,05) dan berdasarkan analisis molecular docking skor isolat alkaloid (Piper nigrum

Linn.) memiliki skor (-6,6).

Saran

1. Untuk menghasilkan piperin murni, perlu dilakukannya metode yang lebih baik dan efektif lagi.

2. Untuk mengetahui efektifitas lanjutan dari penelitian ini, bisa dilakukan uji in-vivo

pada hewan uji untuk melengkapi data

terkait mengenai efektifitas

antikoninergik.

3. Terimakasih kepada Lembaga Penelitian, Publikasi dan Pengabdian Masyarakat Fakultas Universitas Muhammadiyah Yogyakarta atas dana penelitian unggulan Prodi Farmasi yang mendanai penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, (2000), Acuan sediaan herbal,

Cetakan I, Departemen Kesehatan

Republik Indonesia,Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, dan Direktorat Pengawasan Obat Tradisional, Jakarta, 2.

2. Madhavi, B. B., Nath, A. R., Banji, D.,

Madhu, M. N., Ramalingam, R., & Swetha,

D., (2009), Extraction, identification, formulation and evaluation of alkaloid ladae in alginate beads, International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 1(2), 156-161.

3. Kadam, p. V., Yadav, k. N., Karjikar, f. A., Patel, f. A., Patidar, m. K., & Patil, m. J., (2013), Pharmacognostic, phytochemical and physicochemical studies of allium

sativum linn. Bulb (liliaceae),

International journal of pharmaceutical sciences and research, 4(9), 3524.

4. Bang, J. S., Choi, H. M., Sur, B. J., Lim, S.

J., Kim, J. Y., Yang, H. I., & Kim, K. S., (2009), Anti-inflammatory and antiarthritic effects of alkaloid ladae in human

interleukin 1β-stimulated fibroblast-like

synoviocytes and in rat arthritis

models, Arthritis research &

therapy, 11(2), R49.

5. Antony, A. S., JayaSankar, K., Roy, P. D.,

Vadivelan, R., Satish Kumar, M. N., & Elango, K., (2010), Pharmacological and biomolecular investigations of a polyherbal formulation (AAF-6) for its antiasthmatic activity, International Journal of Green Pharmacy, 4(4), 257.

6. Bojjireddy, N., Sinha, R. K., & Subrahmanyam, G., (2014), Alkaloid ladae inhibits type II phosphatidylinositol


(6)

INDAH MUTIARA 20120350005 FARMASI UMY Page 8

phosphoinositides turnover, Molecular and cellular biochemistry, 393(1-2), 9.

7. Marliana, Soerya Dewi,. Venty, S,. Suyono, (2005), Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium edule Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol, Biofarmasi 3 (1): 26-31,

Februari 2005, ISSN: 1693-2242.

8. Hart, H., Craine, L. E., & Hart, D. J., (1999), Organic chemistry: A short course, Boston: Houghton Mifflin Co.