Uji Reversibilitas Senyawa 1-2,5-dihidroksifenil-3-piridin-2-il-

μM berbeda jika dengan kurva kelompok kontrol. Oleh karena itu diketahui bahwa, Respon kontraksi maksimal otot polos uterus semua kelompok masih dapat dicapai pada konsentrasi asetilkolin 3x10 4 M. Pergeseran nilai pD 2 asetilkolin pada uji reversibilitas senyawa 1-2,5- dihidroksifenil-3-piridin-2-il-propenon tersaji tabel 7. Nilai pD 2 asetilkolin mengalami penurunan yang signifikan pada saat uji reversibilitas senyawa 1-2,5-dihidroksifenil-3-piridin-2-il- propenon. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa, dengan pencucian setiap 10 menit selama 30 menit ikatan senyawa 1-2,5- dihidroksifenil-3-piridin-2-il-propenon dengan reseptor ACh-M 3 masih belum terlepas total. Gambar 14. Kurva hubungan logaritma konsentrasi asetilkolin reversibilitas terhadap respon kontraksi otot polos uterus terisolasi pada uji reversibilitas senyawa 1-2,5- dihidroksifenil-3-piridin-2-il- propenon 10 dan 20 μM terhadap reseptor ACh M3. Persentase respon kontraksi 100 diukur berdasarkan kontraksi maksimal yangdicapai oleh seri konsentrasi asetilkolinkontrol. Persentase respon kontraksidisajikan dalam bentuk rata-rata ± SEM n = 4 - 8 Tabel 7. Pergeseran nilai pD 2 asetilkolin reversibilitas karena pengaruh senyawa 1-2,5- dihidroksifenil-3-piridin-2-il- propenon 10 dan 20 μM. Nilai pD2 disajikan dalam bentuk rata-rata ± SEM n = 4 – 10. menunjukkan adanya perbedaan bermakna p0,05 terhadap nilai pD 2 asetilkolin atau control, setelah diuji dengan ANOVA satu jalan, dilanjutkan dengan uji LSD pada taraf kepercayaan 95. No Kelompok perlakuan pD 2 Emaks 1 Kontrol asetilkolin 6,14 100 ± 0,00 2 Senyawa 1-2,5- dihidroksifenil-3-piridin- 2-il-propenon 100 μM 5,87 100 ± 0,00 3 Senyawa 1-2,5- dihidroksifenil-3-piridin- 2-il-propenon 200 μM 5,71 100 ± 0,00

B. Pembahasan

Senyawa 1-2,5-dihidroksifenil-3-piridin-2-il-propenon termasuk senyawa sintesis turunan kalkon. Penelitian ini menguji tentang aktivitas farmakologi senyawa 1-2,5-dihidroksifenil-3-piridin-2-il-propenon sebagai antikolinergik dengan membuktikan aktivitas antagonis senyawa 1-2,5- dihidroksifenil-3-piridin-2-il-propenon pada reseptor ACh-M 3 . Reseptor tersebut diketahui banyak terdistribusi pada uterus, dan berfungsi mengatur proses kontraksi dan relaksasi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan memperluas informasi mengenai target reseptor untuk mengetahui aktifitas antagonisme terhadap reseptor ACh-M 3 pada otot polos uterus terisolasi dengan metode in vitro dan in silico. Penelitian aktivitas senyawa 1-2,5-dihidroksifenil-3-piridin-2-il- propenon sebagai antagonis reseptor ACh-M 3 ini dilakukan dengan menggunakan otot polos uterus dalam media larutan buffer tyrode pada alat organ terisolasi. Metode organ terisolasi adalah suatu metode dalam percobaan farmakologi yang dapat digunakan untuk menganalisis hubungan konsentrasi dengan respon suatu senyawa obat. Dengan metode ini, konsentrasi agonis dan antagonis reseptor pada tingkat jaringan dapat diketahui secara pasti. Metode ini mempunyai kemampuan untuk mengukur efek sampai pada efek dengan intensitas maksimum. Hal ini tidak sepenuhnya dapat dilakukan ketika menggunakan organisme utuh pengujian secara in vivo. Selain memiliki beberapa kelebihan, metode ini memiliki beberapa kelemahan. Larutan buffer tyrode yang digunakan tidak sepenuhnya sesuai dengan larutan fisiologis tubuh, sehingga apabila terlalu lama maka akan mematikan jaringan. Selain itu, isolasi organ dalam alat ini akan mengakibatkan hilangnya fungsi regulasi fisiologis pada organ tersebut Lullmann et al., 2000. Ketika asetilkolin berinteraksi dengan reseptor ACh-M 3 uterus, maka akan terjadi kontraksi otot polos uterus. Mekanisme molekuler terjadinya Kontraksi otot polos diakibatkan oleh pelepasan Ca 2+ dari retrikulum sarkoplasmaendoplasma calcium-store. Apabila terjadi rangsangan suatu agonis terhadap reseptor terhubung protein G, maka akan terjadi Pelepasan Ca 2+ dari calcium-store terjadi melalui melalui jalur fosfolipase C PLC. Pelepasan Ca 2+ dari calcium-store mengakibatkan peningkatan kadar Ca 2+ intraseluler dan akhirnya akan menginduksi terjadinya kontraksi otot polos. Dilakukan uji pembanding. Obat pembanding yang digunakan adalah atropin. Atropin adalah senyawa alam yang bersifat antagonis reseptor kolinergik antikolinergik. Salah satu indikasinya adalah meringankan gejala gangguan pada gastrointestinal yang ditandai dengan spasme otot antispasmodic. Uji pembanding ini bertujuan untuk mengetahui apakah metode yang digunakan valid, sesuai dengan teori bahwa dengan metode ini atropin menunjukan aktivitas sebagai antikolinergik khususnya pada uterus antispasmodik. Pada penelitian kali ini dilakukan optimasi dosis untuk mendapatkan dosis optimal yaitu dosis 10 µM dan 50 µM mampu menghambat respon kontraksi otot polos ileum marmut terisolasi yang diinduksi oleh seri konsentrasi asetilkolin. Dari hasil penelitian diketahui besar nilai pD 2 kelompok kontrol sebesar 6,19; Atropin 10 μM sebesar