FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI PERTANIAN PADI ORGANIK ( STUDI KASUS DI KELOMPOK TANI“MADYA”, DUSUN JAYAN,DESA KEBONAGUNG, KECAMATAN IMOGIRI, KABUPATEN BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA)

(1)

Skripsi

Disusun Oleh : Rival Chandra Saputra

20120220065

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

(3)

(4)

x

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENERAPAN

TEKNOLOGI PERTANIAN PADI ORGANIK

( Studi Kasus di Kelompok Tani “Madya”, Dusun Jayan, Desa Kebonagung, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta)

THE LEVEL OF INFLUENCING FACTORS

ON ORGANIC RICE FARMING TECHNOLOGY APPLICATION

( Case study in Tani “Madya” Group Farming, Jayan, Kebonagung Village, Imogiri Subdistrict, Bantul Regency, DIY )

Rival Chandra Saputra

Dr. Ir. Indardi, M.Si. / Dr. Aris Slamet Widodo, SP., M.Sc Agribussiness Department Faculty of Agriculture

Muhammadiyah Universityof Yogyakarta

ABSTRACT

The aims of this research are to find information about group farming “Madya”’s profile, the level of application technology in cultivate organic rice, and factors which influence the level of application technology in organic rice cultivation at Group Farming “Madya”, Jayan, Kebonagung Village. Respondents in this research are decided by census method, which means all member of the group farming “Madya” who applying organic rice farming became respondent in this research. Location of this research is decided by purposive sampling method and analyzed using descriptive table.

The result of this research shows that organic rice farming application in Group Farming “Madya” is match with SNI, certified by Organic Certification Agency The level of application technology in organic rice farming at Group Farming “Madya” is in appropriate category with total score 82,04 which consist of indicators variety choosing, seeding, land preparation, plantation, caring, and harvesting. Factors that influence enough the level of application technology in organic rice farming are non-formal education, level of cosmopolitan, access to production tools, group values, and price in the market. Positive values is influencing level of application. The more good values to the member, it will influence the level of application technology in organic rice farming.


(5)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat dunia mulai memperhatikan persoalan lingkungan dan ketahanan pangan yang dilanjutkan dengan melaksanakan usaha-usaha yang paling baik untuk menghasilkan pangan tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumber daya tanah, air dan udara. Di Indonesia sendiri ketersediaan komoditas pangan (padi) sangat diperlukan sepanjang tahun terutama sebagai bahan makanan pokok masyarakat Indonesia pada umumnya. Akan tetapi dampak kerawanan pangan yang sering terjadi dibanyak negara yang sedang berkembang pada tahun 1960-an, negara-negara industri berusaha mengembangkan teknologi “revolusi hijau” untuk mencukupi kebutuhan pangan. Sebagai konsekuensi dikembangkannya teknologi “revolusi hijau” maka kearifan atau pengetahuan tradisional yang berkembang sesuai dengan budaya setempat mulai terdesak bahkan mulai dilupakan. Teknologi modern yang mempunyai ketergantungan tinggi terhadap bahan agrokimia, seperti: pupuk kimia, pestisida dan bahan kimia pertanian lainnya lebih diminati petani dari pada melaksanakan pertanian yang akrab lingkungan (Sutanto, 2002).

Revolusi hijau dengan sistem pertanian berbasis high input energy seperti pupuk kimia dan pestisida dapat merusak tanah yang akhirnya dapat menurunkan produktifitas tanah, sehingga berkembang pertanian organik (Mayrowani, 2012). Program pertanian organik memiliki aspek peningkatan mutu, nilai tambah, efisiensi sistem produksi, serta kelestarian sumberdaya alam


(6)

2

dan lingkungan yang merupakan isu dan menjadi sasaran utama. Selain dapat menjaga kelestarian lingkungan, pertanian organik juga dapat meningkatkan perekonomian petani karena harga jual produk organik yang lebih mahal di pasaran yang berdampak pada peningkatan pendapatan petani.

Pertanian organik sebenarnya bukan hal yang baru, termasuk dalam budidaya tanaman padi. Kini beras organik dikatakan sebagai hal baru setelah puluhan tahun belakangan ini padi hanya dibudidayakan secara non-organik. Pengaplikasian pestisida dan pupuk kimia secara berlebihan pada budidaya padi non-organik berdampak pada beras yang mengandung residu pestisida. Residu ini sangat berbahaya bagi kehidupan manusia, bahkan budidaya non-organik dapat mengancam kelestarian lingkungan (Ktnakampar, 2011).Kesadaran akan pentingnya kesehatan dan kelestarian lingkungan sudah mendorong masayarakat pertanian untuk kembali ke sistem pertanian organik karena produk yang diharapkan bebas residu pestisida dan pupuk kimia. Selain ramah lingkungan, biaya untuk pertanian organikpun sangat rendah karena pupuk dan pestisida yang digunakan berasal dari alam sekitar petani, bila terpaksa membeli harganya pun relatife murah (Ktnakampar, 2011).

Kegunaan budidaya organik pada dasarnya ialah meniadakan atau membatasi kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh budidaya kimiawi. Pupuk organik dan pupuk hayati mempunyai berbagai keunggulan nyata dibandingkan dengan pupuk kimia. Pupuk organik melalui proses alami dekomposer merupakan keluaran setiap budidaya pertanian. Pupuk organik dan pupuk hayati berdaya ameliorasi ganda dengan bermacam-macam proses yang


(7)

saling mendukung, bekerja menyuburkan tanah dan sekaligus mengkonservasikan ekosistem tanah serta menghindarkan kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan (Sutanto, 2002).

Pertanian Organik di Indonesia saat ini terus berkembang seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pola hidup sehat dan ramah lingkungan. Hal ini didukung permintaan pasar yang semakin bertambah, serta nilai jual produk yang lebih tinggi.

Tabel 1. Produksi dan Kebutuhan Beras Organik di Indonesia (kuintal) Tahun Produksi Produksi Kebutuhan Pasar

2005 550.300 550.300

2006 557.179 660.360

2007 563.865 792.432

2008 570.519 950.918

2009 577.080 1.141.102

Sumber : Pertanian Sehat Indonesia, 2012

Dari data kebutuhan beras organik dapat dilihat bahwa kebutuhan terhadap beras organik dari tahun ke tahun terus bertambah begitu pula dengan produksi, namun peningkatan produksi tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan akan beras organik. Pada tahun 2005 data produksi dan kebutuhan pasar beras organik seimbang, namun pada tahun-tahun berikutnya permintaan terhadap beras organik terus bertambah bahkan di tahun 2009 permintaan beras organik dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan produksi yang dihasilkan. Dari data tersebut terlihat bahwa konsumsi beras organik semakin diminati oleh masyarakat.

Menurut penuturan Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten BantulIr. Yuni sebanyak 200 ha dari 15.420 ha lahan pertanian yang ada di Kabupaten Bantul menghasilkan padi organik yang berkualitas lebih sehat dan


(8)

4

harganya lebih tinggi dibanding dengan padi biasa. Target pemerintah produksi pangan dari lahan pertanian yang ada Kabupaten Bantul di tahun 2012 sebesar 201.341 ton, terpenuhi 205.000 ton atau dapat terpenuhi 101 persen, dengan hasil 7,85 ton per ha (Pemkab Bantul, 2013).

Salah satu gabungan Kelompok Tani yang menghasilkan padi organik di Kabupaten Bantul adalah di Desa Kebonagung yang mampu menanam padi secara organik pada lahan seluas 15 hektare dari 84 hektare lahan pertanian. Penanam padi secara organik di Desa Kebonagung sudah dikembangkan sejak 2008 mampu menghasilkan produksi panen rata-rata sebanyak 7 ton padi per hektare, dan selama setahun bisa tanam tiga kali yakni padi-padi-padi. Pada tahun 2010 Desa Kebonagung mendapat penghargaan di bidang ketahanan pangan secara nasional. Prestasi tersebut tidak lepas dari pertanian organik yang didukung dengan kandang-kandang ternak milik warga setempat yang jumlahnya sekitar 50 kandang untuk mendapatkan pupuk kompos. (http://Antarayogya.com)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan observasi dilapangan Kelompok Tani“Madya” di Desa Kebonagung yang memiliki anggota 125 petanihanya 46 anggota kelompok yang menerapkanbudidaya padi secara organik. Konsep yang dipertanyakan dalam penerapan budidaya padi organik didalam kelompok adalah faktor internal atau eksternal apa saja yang mempengaruhi tingkat penerapan teknologi pertanian organik oleh petani di Desa Kebonagung, mengingatKelompok

Tani“Madya”merupakan binaan BPTP Yogyakarta sejak tahun 1997 dan mampu


(9)

pada tahun 2008hingga sekarang menurut Penuturan dari Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD) Kebonagung. Oleh karena itu penelitian ini berupaya untuk mengetahui faktor - faktor apa saja yang mempengaruhi petani dan sejauh mana tingkat penerapan budidaya teknologi pertanian padi organik di Desa Kebonagung yang sudah dilakukan oleh petani, khususnya oleh anggotaKelompok Tani“Madya”.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dipaparkan sebelumnya, penelitian ini memiliki tujuan yaitu:

1. Mengetahui profil Kelompok Tani“Madya” Dusun Jayan, Desa Kebonagung, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul.

2. Mengetahui tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik di Kelompok

Tani“Madya” Dusun Jayan, Desa Kebonagung, Kecamatan Imogiri,

Kabupaten Bantul.

3. Mengetahui faktor - faktor yang mempengaruhi tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik di Kelompok Tani“Madya”, Dusun Jayan, Desa Kebonagung, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul.


(10)

6

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kalangan akademisi, petani dan pemerintah atau instansi terkait. Manfaat tersebut antara lain:

1. Bagi Kalangan Akademisi

Tulisan ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai faktor yang mempengaruhi tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik.

2. Bagi Petani dan Pemerintah atau Instansi Terkait

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi yang dapat membantu petani padi dalam mengelola usahataninya, serta memberikan gambaran keuntungan petani jika mengusahakan padi organik. Sedangkan bagi pemerintah atau instansi terkait penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi sehingga dapat membantu di dalam perumusan kebijakan dan perencanaan pembangunan mengenai sejauh mana petani menerapkan teknologi pertanian padi organik dan faktor yang mempengaruhi tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik yang dilakukan oleh petani.


(11)

7

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

A. Landasan Teori

1. Penerapan Inovasi pertanian

Inovasi merupakan istilah yang sering digunakan di berbagai bidang, seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian. Menurut Rogers (1983), inovasi adalah sebuah ide, praktek, atau objek yang dianggap hal baru oleh individu atau unit kelompok yang lain. Selain itu, penerapan inovasi merupakan perubahan perilaku baik berupa pengetahuan (cognitive), sikap (affective), maupun keterampilan (psychomotor) pada diri seseorang sejak ia menerima inovasi sampai memutuskan untuk menerapkan inovasi tersebut. Berdasarkan penjelasan tersebut dalam proses penerapan inovasi didahului oleh adanya pengenalan inovasi kepada masyarakat, yang selanjutnya terjadi proses mental untuk menerima atau menolak inovasi tersebut.

Proses penerapan suatau inovasi menurut Musyafak dan Ibrahim (2005) melalui beberapa tahapan yaitu kesadaran (awarness), perhatian (interest), penaksiran (evaluation), percobaan (trial), adopsi (adopsi) dan konfirmasi (confirmation). Pada tahap kesadaran, suatu pihak mulai sadar bahwa telah muncul suatu jenis inovasi dan mempunyai pemahaman yang terbatas berkaitan inovasi tersebut. Selanjutnya pihak tersebut mulai terdorong untuk menggali informasi yang lebih banyak berkaitan inovasi dan masuk pada tahap perhatian. Setelah adanya ketertarikan selanjutnya akan terjadi penaksiran inovasi tersebut apakah layak diterapkan atau tidak. Pada


(12)

8

tahap percobaan suatu pihak mencoba inovasi tersebut, setelah dilakukan percobaan pihak tersebut memberikan pilihan menerima atau menolak inovasi tersebut. Penerapan terjadi saat suatu pihak menerapkan inovasi. Tahap konfirmasi merupakan penegasan untuk melanjutkan menerapkan inovasi atau berhenti dari menerapkan inovasi karena harapan menerapkan inovasi tidak tercapai.

Musyafak dan Ibrahim (2005) menyebutkan bahwa inovasi teknologi dalam pertanian dapat berupa peralatan pertanian, teknik budidaya, input produksi, pengolahan hasil produksi, dan lainnya. Tujuan dari teknologi adalah mencapai output yang lebih tinggi dari sejumlah lahan, tenaga kerja, dan sumberdaya tertentu. Teknologi mempunyai peranan yang penting untuk mengekonomiskan suatu proses.

Salah satu teknologi dalam bidang pertanian adalah teknik budidaya tanaman. Teknik budidaya tanaman terus dikembangkan oleh para ahli untuk meningkatkan hasil produksi. Inovasi teknik budidaya juga semakin dikembangkan dengan mempertimbangkan keadaan lingkungan. Sehingga diharapkan teknik budidaya tanaman bisa menghasilkan hasil yang tinggi tanpa merusak lingkungan.

2. Pertanian Organik

Pertanian organik menurut Sutanto (2002), merupakan suatu sistem produksi pertanaman yang berasaskan daur ulang hara secara hayati. Daur ulang hara dapat melalui sarana limbah tanaman dan ternak, serta limbah lainnya yang mampu memperbaiki status kesuburan dan struktur tanah. Strategi pertanian


(13)

organik adalah memindahkan hara secepatnya dari sisa tanaman, kompos, dan pupuk kandang menjadi biomassa tanah yang selanjutnya setelah mengalami proses mineralisasi akan menjadi hara dalam larutan tanah. Dengan kata lain, unsur hara didaur ulang melalui satu atau lebih tahapan bentuk senyawa organik sebelum diserap tanaman. Hal ini berbeda dengan pertanian konvensional yang unsur hara secara cepat dan langsung dalam bentuk larutan sehingga segera diserap dengan takaran dan waktu pemberian yang sesuai dengan kebutuhan tanaman.

Menurut Widiarta (2011), pertanian organik merupakan suatu sistem usahatani yang mengelola sumber daya alam secara bijaksana dan holistik untuk memenuhi kebutuhan manusia khususnya pangan, dengan memanfaatkan bahan-bahan organik secara alami sebagai input dalam pertanian tanpa input luar tinggi yang bersifat kimiawi, dan dikembangkan sesuai budaya lokal setempat yang mampu menjaga keseimbangan aspek lingkungan, ekonomi, sosial budaya, serta mendorong terwujudnya fair trade bagi petani secara berkelanjutan. Widiarta menambahkan, filosofi pertanian organik adalah siklus kehidupan menurut hukum alam, kembali ke alam, selaras dengan alam, melayani alam secara ikhlas, utuh, holistik, sehingga alam pun akan memberikan hasil produksi pertanian yang maksimal kepada manusia. Jadi, hubungan ini bersifat timbal balik.

3. Penerapan Pertanian Organik

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991) penerapan adalah suatu proses, cara, atau perbuatan menerapkan. Dalam kaitannya dengan


(14)

10

fokus penelitian ini, yaitu penerapan pertanian organik, beberapa prinsip dalam budidaya pertanian organik dengan pola System Rice Intensification (SRI) diantaranya Widiarta (2011) menjelaskan bahwa praktik pertanian organik secara umum, tidak jauh berbeda dengan praktik pertanian konvensional. Namun, ada beberapa variabel yang menjadi perhatian utama apakah sistem pertanian tersebut dikategorigakan sebagai pertanian organik atau bukan, yaitu:

a. Lahan pertanian harus dikonversi dari lahan non organik menjadi organik tanpa

tercemar bahan kimia sintetik selama ≥ 3 tahun.

b. Menggunakan pupuk organik.

c. Menggunakan bibit padi varietas lokal.

d. Pengendalian hama dan penyakit tanaman dengan menggunakan pestisida organik.

e. Lahan dan sumber air irigasi untuk pertanian organik harus dipisahkan dari pertanian konvensional.

Lebih jauh lagi Widiarta dalam hasil penelitiannya mengungkapkan beberapa variabel diatas merupakan variabel sensitif yang telah banyak disyaratkan dalam pertanian organik dan telah dilaksanakan oleh petani organik di Desa Ketapang.

Sementara itu, Putri (2011) mengemukakan bahwa terdapat beberapa unsur teknologi pada penerapan inovasi pertanian organik, seperti:

a. Penggunaan pupuk organik dengan dosis rata-rata 7.000 kg/ha. b. Keadaan air yang macak-macak.


(15)

c. Media tanam yang menggunakan campuran tanah dan pupuk organik dengan perbandingan 1:1.

d. Benih padi yang bukan hasil rekayasa dan tidak mengandung bahan kimiawi sebanyak 10-15 kg/ha.

e. Umur benih muda (8-10 Hari Setelah Semai/HSS).

f. Jumlah tanam= 1 batang/tunas, jarak tanam yang dianjurkan (20 cm X 20 cm; 22.5 cm X 22.5 cm; atau 25 cm X 25 cm).

g. Sistem tanam legowo (2:1, 3:1, atau 4:1). h. Penggunaan pestistida nabati.

i. Memisahkan hasil produk organik dan non organik.

Dari beberapa prinsip penting di atas, tingkat penerapan pertanian yang dilakukan akan mengarah pada penerapan pertanian organik. Berbagai definisi yang telah diuraikan, maka penerapan pertanian organik dalam penelitian ini adalah cara bercocok tanam dilakukan dengan cara bertahap. Tahap pertama, dalam proses pemupukkan dan pengendalian hama masih dicampur dengan bahan-bahan kimia dalam jumlah yang sedikit. Pada tahap kedua, proses pemupukkan dan pengendalian hama hanya menggunakan bahan-bahan yang berasal dari bahan-bahan organik tanpa dicampur bahan-bahan kimia. Serta, dalam pembibitan hanya menggunakan bibit padi varietas lokal.

4. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Inovasi Pertanian

Salah satu faktor penting yang mempengaruhi penerapan inovasi adalah karakteristik inovasi itu sendiri. Inovasi harus memiliki karakteristik yang bersifat dapat diaplikasikan dengan mudah dan tepat guna. Musyafak dan


(16)

12

Ibrahim (2005) menjelaskan bahwa terdapat beberapa kriteria yang dapat menentukan inovasi yang tepat guna, diantaranya yaitu:

a. Inovasi harus dirasakan sebagai kebutuhan oleh petani kebanyakan.

Inovasi akan dirasakan manfaatnya ketika inovasi tersebut dapat memenuhi kebutuhan petani. Selain itu, inovasi juga harus dapat memecahkan masalah yang sedang dihadapi oleh petani.

b. Inovasi harus memberikan keuntungan yang nyata bagi petani

Salah satu faktor yang mempengaruhi penerapan inovasi ialah peningkatan keuntungan perorangan. Jika teknologi baru akan memberikan keuntungan yang relatif lebih besar dari nilai yang dihasilkan teknologi lama, maka kecepatan adopsi inovasi akan berjalan lebih cepat.

c. Inovasi harus mempunyai kompatibilitas/keselarasan.

Inovasi yang diperkenalkan harus memiliki kesesuaian yang berkaitan dengan teknologi yang telah ada sebelumnya, pola pertanian, nilai sosial, budaya dan kepercayaan petani.

d. Inovasi harus mengatasi faktor-faktor pembatas.

Faktor pembatas seringkali menjadi kendala pada proses produksi, dengan adanya inovasi diharapkan mengatasi faktor pembatas yang ada dalam sistem. Inovasi yang secara nyata dapat mengatasi faktor pembatas akan cenderung lebih mudah diterapkan.

e. Inovasi harus menggunakan sumber daya yang sudah ada.

Adopsi inovasi akan berlangsung lebih cepat jika sumberdaya yang digunakan berasal dari lingkungan sekitar, mudah didapat dan sudah dimiliki


(17)

oleh petani. Selain itu jika sumberdaya dari luar dibutuhkan maka sumberdaya tersebut harus murah, mudah diperolehdan memilki kualitas yang baik.

f. Inovasi harus terjangkau secara finansial petani.

Jika inovasi membutuhkan sarana produksi dengan biaya yang tidak terjangkau oleh finansial petani, maka inovasi tersebut akan sulit diterapkan. Apalagi jika kebanyakan petani relatif miskin, maka inovasi yang dirasakan murah akan lebih cepat diadopsi dibandingkan inovasi yang mahal. g. Inovasi harus sederhana tidak rumit, dan mudah dicoba.

Kesederhanaan suatu inovasi sangat berpengaruh terhadap percepatan inovasi. Semakin mudah teknologi baru untuk dapat dipraktekan, maka semakin semakin cepat juga proses adopsi inovasi yang dilakukan petani. Oleh karena itu, agar proses adopsi dapat berjalan dengan cepat, maka penyajian suatu inovasi harus lebih sederhana

h. Inovasi harus mudah diamati.

Jika suatu inovasi mudah diamati maka banyak petani akan meniru atau menerapkan inovasi tanpa harus bertanya kepada petani yang telah menerapkan inovasi. Dengan demikian petani yang menerapkan inovasi menjadi lebih banyak. Agar inovasi mudah diamati, maka pada tahap awal dilakukan percontohan atau demonstrasi inovasi yang dilakukan disuatu tempat yang mudah diamati, melakukan kunjungan lapangan dan mendiskusikan teknologi yang ada di lapangan secara langsung.


(18)

14

Sifat inovasi, sifat inovasi juga akan menentukan kecepatan adopsi inovasi. Dikemukakan oleh Hanafi (1987), ada lima macam kriteria sifat inovasi yang mempengaruhi kecepatan adopsi suatu inovasi, yaitu:

a. Keuntungan relatif, adalah tingkatan yang menunjukkan suatu ide baru dianggap suatu yang lebih baik daripada ide-ide yang ada sebelumnya. Tingkat keuntungan relatif seringkali dinyatakan dengan atau dalam bentuk keuntungan ekonomis.

b. Kompabilitas (keterhubungan inovasi dengan situasi klien), adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu dan kebutuhan penerima. Ide yang tidak kompatibel dengan ciri-ciri sistem sosial yang menonjol akan tidak diadopsi secepat ide yang kompatibel. c. Kompleksitas (kerumitan inovasi), adalah tingkat di mana suatu inovasi

dianggap relatif sulit untuk dimengerti dan digunakan.

d. Triabilitas (dapat dicobanya suatu inovasi), adalah suatu tingkat di mana suatu inovasi dapat dicoba dengan skala kecil.

e. Observabilitas (dapat diamatinya suatu inovasi), adalah tingkat di mana hasil-hasil suatu inovasi dapat dilihat oleh orang lain.

Selain karakteristik inovasi dalam Susanti (2008) yang mempengaruhi adopsi inovasi terdapat juga beberapa faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi yaitu dari faktor internal dan eksternal petani di lapangan.

a. Faktor internal

Umur, makin muda petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui, sehingga dengan demikian mereka berusaha


(19)

untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya mereka masih belum berpengalaman dalam soal adopsi inovasi tersebut (Soekartawi, 1988). Mardikanto (1993) menyampaikan bahwa semakin tua (diatas 50 tahun), biasanya semakin lamban mengadopsi inovasi dan cenderung hanya melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sudah biasa diterapkan oleh warga masyarakat setempat.

Luas usahatani semakin luas biasanya semakin cepat mengadopsi, karena memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik (Mardikanto, 1993). Petani yang menguasai lahan sawah yang luas akan memeperoleh hasil produksi yang besar dan begitu sebaliknya. Dalam hal ini, luas sempitnya lahan sawah yang dikuasai petani akan sangat menentukan besar kecilnya pendapatan usahatani. Luas lahan yang diusahakan relatif sempit seringkali menjadi kendala untuk mengusahakan secara lebih efisien. Dengan keadaan tersebut, petani terpaksa melakukan kegiatan diluar usahataninya untuk memperoleh tambahan pendapatan agar mencukupi kebutuhan keluarganya (Mardikanto, 1993).

Tingkat pendapatan seperti halnya tingkat luas usahatani, petani dengan tingkat pendapatan semakin tinggi biasanya akan semakin cepat mengadopsi inovasi (Mardikanto, 1993). Pendapatan usahatani yang tinggi seringkali ada hubungannya dengan tingkat difusi inovasi pertanian. Kemauan untuk melakukan percobaan atau perubahan dalam difusi inovasi pertanian yang cepat sesuai dengan kondisi pertanian yang dimiliki oleh petani, maka umumnya hal ini yang menyebabkan pendapatan petani yang lebih tinggi (Soekartawi, 1988).

Pendidikan, petani yang berpendidikan tinggi akan relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi inovasi. Begitu pula sebaliknya mereka yang


(20)

16

berpendidikan rendah, mereka agak sulit untuk melaksanakan adopsi inovasi dengan cepat (Soekartawi, 1988). Dalam Suhardiyono (1992) disampaikan bahwa para ahli pendidikan mengenal tiga sumber pengetahuan, yaitu:

1) Pendidikan informal, adalah proses pendidikan yang panjang, diperoleh dan dikumpulkan oleh seseorang, berupa pengetahuan, ketrampilan, sikap hidup dan segala sesuatu yang diperoleh dari pengalaman pribadi sehari-hari dari kehidupannya di dalam masyarakat.

2) Pendidikan formal, adalah struktur dari suatu sistem pengajaran yang kronologis dan berjenjang lembaga pendidikan mulai dari pra sekolah sampai dengan perguruan tinggi.

3) Pendidikan nonformal, adalah pengajaran sistematis yang diorganisir di luar sistem pendidikan formal bagi sekelompok orang untuk memenuhi keperluan khusus. Salah satu contoh pendidikan nonformal ini adalah penyuluhan pertanian.

b. Faktor eksternal

Lingkungan ekonomi merupakan kekuatan ekonomi yang berada di sekitar seseorang. Mardikanto (1993) menyampaikan bahwa kegiatan pertanian tidak dapat lepas dari kekuatan ekonomi yang berkembang di sekitar masyarakatnya. Kekuatan ekonomi tersebut meliputi: 1) tersedianya dana atau kredit usahatani, 2) tersedianya sarana produksi dan peralatan usahatani, 3) perkembangan teknologi pengolahan hasil, 4) pemasaran hasil.

Lingkungan sosial, petani sebagai pelaksana usahatani (baik sebagai juru tani maupun sebagai pengelola) adalah manusia yang di setiap pengambilan


(21)

keputusan untuk usahatani tidak selalu dapat dengan bebas dilakukan sendiri, tetapi sangat ditentukan oleh kekuatan-kekuatan di sekelilingnya. Dengan demikian, jika ia ingin melakukan perubahan-perubahan untuk usahataninya, dia juga harus memperhatikan pertimbangan-pertimbangan yang diberikan oleh lingkungan sosialnya (Mardikanto, 1993). Menurut Soekartawi (1988), lingkungan sosial yang mempengaruhi perubahan-perubahan itu adalah keluarga, tetangga, kelompok sosial dan status sosial.

B. Penelitian Terdahulu

Pemerintah telah menerapkan berbagai teknologi pada budidaya padi di Indonesia untuk dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Salah satu penerapan teknologi pada budidaya padi yang sudah dilakukan oleh pemerintah yaitu teknik budidaya organik. Akan tetapi dalam pelaksanaan penerapan teknologi pada budidaya padi, masih banyak petani yang belum menerapkan teknologi yang diberikan oleh pemerintah karena berbagai faktor.

Penelitian mengenai penerapan teknologi pertanian organik oleh petani padi telah dilakukan diberbagai daerah di Indonesia. Susanti (2008) melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui dan mengkaji tingkat signifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan petani dalam penerapan pertanian padi organik. Susanti (2008) melakukan penelitian di Kabupaten Sragen, menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan petani dalam penerapan padi organik adalah usia, tingkat pendidikan, luas lahan, tingkat keuntungan, lingkungan ekonomi dan sosial. Faktor usia diduga dapat mempengaruhi pengambilan keputusan petani karena, usia akan


(22)

18

mempengaruhi kemampuan fisik dan respon petani terhadap hal baru dalam menjalankan usahataninya. Tingkat pendidikan petani juga diduga mempengaruhi pola pikir petani dalam menghadapi teknologi yang baru sehingga dapatdiduga mempengaruhi keputusan petani. Luas lahan yang diusahakan petani akan mempengaruhi hasil produksi yang berakibat pada tingkat keuntungan petani, semakin besar luas lahan garapan diduga akan semakin besar hasil yang diperoleh dan berdampak pada meningkatnya keuntungan petani. Semakin tinggi tingkat keuntungan petani diduga akan mempengaruhi keputusan petani dalam menerapkan teknologi baru. Selain itu terdapat juga faktor lingkungan ekonomi dan sosial yang diduga berpengaruh terhadap pengambilan keputusan petani dalam penerapan padi organik. Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat pendidikan serta lingkungan sosial dan ekonomi petani memiliki nilai yang signifikan. Hal ini menunjukan bahwa tingkat pendidikan serta lingkungan sosial ekonomi petani berpengaruh nyata terhadap pengambilan keputusan petani dalam menerapkan padi organik.

Dalam penelitian Deby (2014) yang bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi sikap petani terhadap penerapan pertanian organik di Kabupaten Magelang menyatakan bahwa petani di Kabupaten Magelang memiliki sikap yang cenderung positif terhadap penerapan pertanian organik. Faktor yang mempengaruhi sikap petani tersebut yaitu pendidikan, pengalaman, kekosmopolitan¸kepemilikan modal, akses terhadap sarana produksi, dan nilai-nilai kelompok petani diduga mempengaruhi sikap petani terhadap penerapan


(23)

pertanian organik, pengetahuan dan pemahaman petani mengenai penerapan pertanian organik.

Penelitian yang dilakukan oleh Putri (2011) mempunyai tujuan untuk mengidentifikasi penerapan pertanian organik dan persepsi petani tentang karakteristik pertanian organik serta pengaruhnya terhadap penerapan teknologi di Kabupaten Bogor. Putri (2011) menyebutkan bahwa semakin positif persepsi petani terhadap penerapan teknologi, maka budidaya yang dilakukan akan mengarah pada penerapan pertanian organik. Kemudian semakin besar luas lahan yang dikelola maka akan semakin positif persepsi terhadap pertanian organik. Selain itu, semakin petani berani mengambil resiko dan terbuka dengan informasi maka semakin positif persepsi petani terhadap karakteristik inovasi teknologi pertanian organik.

C. Kerangka Pemikiran

Kelompok Tani“Madya” merupakan Kelompok Tani padi organik yang

berada di Desa Kebonagung, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul. Kelompok

Tani“Madya” didukung oleh pemerintah dalam membudidayakan padi organik.

Kelompok Tani“Madya” berdiri sejak 1981 namun untuk penerapan padi organik

didalam kelompok dilaksanakan mulai tahun 2008 sampai saat penelitian ini

berlangsung. Profil Kelompok Tani meliputi sejarah berdirinya kelompok, jumlah


(24)

20

profil anggota kelompok terdiri dari usia, pendidikan, luas usaha tani, pekerjaan

sampingan, alasan pemilihan padi organik, pendapatan usaha tani padi organik.

Kelompok Tani“Madya” memiliki berbagai faktor yang mempengaruhi

tingkat penerapan teknologi padi organik diantaranya yaitu pendidikan non

formal, kekosmopolitan, akses terhadap sarana produksi, nilai-nilai Kelompok

Tani, harga pasar. Sedangkan tingkat penerapan teknologi padi organik sendiri

terdiri dari pemilihan varietas, pembenihan, penyiapan lahan, penanaman,


(25)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Penerapan Teknologi Pertanian Padi Organik Di Kelompok

Tani“Madya”. Profil Anggota Kelompok Tani “Madya” Yang

Menerapkan Budidaya Padi Organik

1. Umur 2. Pendidikan 3. Luas usaha tani 4. Perkerjaan sampingan 5. Pendapatan usaha tani

padi organik

Tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik

1. Pemilihan varietas 2. Pembenihan 3. Penyiapan lahan 4. Penanaman 5. Perawatan

6. Panen

Faktor - faktor yang mempengaruhi tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik

1. Pendidikan Non Formal

2. Kekosmopolitan 3. Akses terhadap sarana

produksi

4. Nilai-Nilai Kelompok Tani

5. Harga pasar Profil Kelompok Tani

“Madya” 1. Sejarah

2. Struktur Organisasi 3. Prestasi kelompok 4. Kegiatan yang


(26)

22

III. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Nazir (1983) metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Metode ini digunakan untuk membuat deskriptif, gambaran, atau lukisan sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta – fakta, sifat – sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki peneliti mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik di Kelompok Tani“Madya”.

A. Penentuan Lokasi

Penelitian akan dilaksanakan di Kelompok Tani“Madya” yang berlokasi di Dusun Jayan, Desa Kebonagung, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul. Terletak sekitar 17 kilometer arah selatan kota Yogyakarta atau sekitar 3 kilometer dari ibukota kecamatan Imogiri. Lokasi penelitian dipilih secara sengajadengan alasan

Kelompok Tani“Madya” merupakan Kelompok Tani yang sudah

mengembangkan pertanian organik sejak 2008 dan mendapatkan prestasi bidang ketahanan pangan secara nasional pada tahun 2010 yang tidak lepas dari pertanian padi organik.

B. Metode Pengambilan Responden

Jumlah anggota Kelompok Tani“Madya” sebanyak 125anggota petaniyang berlokasi di Dusun Jayan, Kebonagung, Imogiri, Bantuldan yang menerapkan teknologi pertanian padi organik hanya 46 anggota. Teknik


(27)

penentuan responden menggunakan metode sensus. Responden secara sensus tersebut hanya mengambil46 responden petani dari anggota kelompok yang menerapkan teknologi pertanian padi organik dari keseluruhan diKelompok Tani“Madya”. Sisa anggota kelompok tidak dijadikan responden karena tidak menerapkan teknologi pertanian padi organik.

C. Asumsi dan Pembatasan Masalah

1. Asumsi

Keadaan tanah, iklim, dan topografi di daerah penelitian dianggap sama. 2. Pembatasan masalah

a. Responden diambil dari Anggota Kelompok Tani“Madya” Dusun Jayan yang mengembangkan teknologi pertanian padi organik. Kelompok Tani tersebut merupakan binaan BPTP Yogyakarta sejak tahun 1997 dan mampu mengembangkan penerapan teknologi pertanian padi organik secara tersertifikasi pada tahun 2010 hingga sekarang.

b. Data yang dijadikan penelitian merupakan data terakhir hasil penerapan budidaya teknologi pertanian padi organik oleh petani.

D. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data

1. Jenis Data

Jenis data yang diambil dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu data primer dan sekunder. Data primer diperoleh secara langsung melalui wawancara, dimana sebelumnya telah disiapkan berupa kuisioner yang didalamnya terdapat daftar-daftar pertanyaan dalam memperoleh informasi secara langsung yang bersumber dari responden.


(28)

24

Data sekunder merupakan data statistik yang diperoleh dari kantor kelurahan desa yang berhubungan dengan profil Desa Kebonagung. Data sekunder juga dapat diperoleh dari data Kelompok Tani“Madya” yang meliputi data profil kleompok tani.

2. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Wawancara yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan komunikasi langsung responden anggota Kelompok Tani berdasarkan pada daftar pertanyaan yang telah disusun dalam bentuk kuesioner.

b. Observasi

Observasi yaitu pengumpulan data dengan melihat atau mengamati secara langsung obyek yang diteliti untuk melengkapi hasil wawancara.

E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Profil Kelompok Tani adalah gambaran keseluruhan mengenai Kelompok Tani“Madya” yang meliputi sejarah berdirinya, struktur organisasi, prestasi kelompok dan kegiatan kelompok.

2. Profil anggota Kelompok Tani adalah gambaran secara umum mengenai anggota Kelompok Tani yang membudidayakan padi secara organik yang meliputi umur, pendidikan, luas usaha tani,pekerjaan sampingan,pendapatan dari usaha tani padi organik.

3. Tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik adalah tingkat penerapan yang dilaksanakan oleh petani yang diukur melalui pelaksanaan penerapan


(29)

pemilihan varietas, pembenihan, penyiapan lahan, penanaman, perawatan, panen.

a. Pemilihan varietas merupakan pemilihan benih yang digunakan dalam tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik yang dibudidayakan oleh petani. Diukur dengan menggunakan skor 3 jika Sesuai (S), 2 Kurang Sesuai (KS), dan 1 jika Tidak Sesuai (TS) dari indikator yang meliputi :

1) Varietas yang digunakan dalam budidaya padi organik merupakan jenis varietas varietas lokal ( mentik, pandan wangi, sintanur, beras merah).

2) Asal varietas yang digunakan dalam budidaya padi organik bukan berasal dari hasil rekayasa dan tidak diperlakukan dengan bahan kimia sintetik ataupun zat pengatur tumbuh dan bahan lain mengandung zat aditif. Asal varietas padi harus berasal dari budidaya padi secara organik.

b. Pembenihan merupakan menyeleksi benih yang digunakan dalam tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik yang dibudidayakan oleh petani. Diukur dengan menggunakan skor 3 jika Sesuai (S), 2 Kurang Sesuai (KS), dan 1 jika Tidak Sesuai (TS) dari indikator yang meliputi : 1) Seleksi benih bermutu bila kriterianya dari varietas yang tidak

terkontaminasi kimia, kering, sehat, bebas dari penyakit, dan bebas dari campuran biji rerumputan yang tidak dikehendaki.


(30)

26

2) Pemilihan benih organik dilakukan dengan merendam benih ke dalam air dan memisahkan benih hampa dan isi serta membuang kotoran dan bahan lain yang dianggap menggangu.

3) Persemaian benih dilakukan pada besek atau kotak atau kayu diberi media tumbuh campuran tanah dan kompos untuk menghindari pembenihan dari gangguan hama dan menghasilkan benih organik yang berkualitas bagus.

4) Perkecambahan benih dilakukan selama 24 jam dari benih yang bagus (tenggelam dalam rendaman air) sampai tumbuh calon tunas. Perkecambahan dilakukan dengan merendam benih yang sudah dikemas karung ke dalam air.

5) Umur persemaian benih 10 - 14 hari setelah semai (HSS). Setelah berumur 10-14 hari benih siap untuk ditanam.

c. Penyiapan lahan adalah pengolahan tanah sawah hingga siap untuk ditanami dalam tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik yang dibudidayakan oleh petani. Diukur dengan menggunakan skor 3 jika Sesuai (S), 2 Kurang Sesuai (KS), dan 1 jika Tidak Sesuai (TS) dari indikator yang meliputi :

1) Lahan untuk budidaya padi organik di anggap hasil produksi padinya adalah organik merupakan lahan yang sudah dipergunakan dan pengolahan budidaya menggunakan teknologi budidaya organik dengan umur penggunaan lahan produksi sudah lebih dari 2 tahun.


(31)

2) Pupuk dasar yang digunakan pada saat pengelolaan lahan yang kedua merupakan pupuk kandang matang sebanyak 5 ton/ha lahan sawah. 3) Pemupukan dasar dilakukan 1 – 2 hari sebelum penanaman padi

dilakukan pada saat pengolahan lahan.

4) Pembajakan akan menghasilkan lahan yang bagus jika dilakukan dengan menggunakan sapi/ kerbau yang dapat mengjangkau kedalaman tanah sangat dalam.

5) Pembajakan tanah pada saat pengolahan lahan dilakukan sempurna dengan melakukan pembajakan sebanyak 2 kali.

6) Sumber irigasi yang dipergunakan dalam budidaya padi organik merupakan sumber irigasi yang berasal langsung dari hulu, pegunungan atau air sumur. Dimana mata air yang dipergunakan dalam budidaya padi organik tidak terkontaminasi bahan kimia.

d. Penanaman adalah pemindahan bibit yang baik ke lahan penanaman dalam tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik yang dibudidayakan oleh petani. Diukur dengan menggunakan skor 3 jika Sesuai (S), 2 Kurang Sesuai (KS), dan 1 jika Tidak Sesuai (TS) dari indikator yang meliputi : 1) Jarak tanam yang digunakan mempengaruhi produktivitas padi. Jarak

tanam yang diadopsi dalam budidaya padi organik menggunakan 25 cm x 25 cm. Jarak antar rumpun dalam baris 12,5 cm dan jarak antar baris/ lorong 50 cm ( 12 x 12,5 x 50 ).


(32)

28

2) Sistem penanaman menggunakan tipe jajar legowo 2 : 1 yang sudah banyak diterapkan dan menghasilkan jumlah produksi yang cukup banyak hingga 2 kali lipat dari sistem tanam biasa.

3) Jumlah bibit yang ditanam ke dalam setiap rumpun adalah 2 – 3, tergantung kondisi bibitnya kokoh dan sehat serta varietasnya berumpun banyak maka setiap rumpun cukup ditanam sebanyak tiga bibit saja. Jika keadaan bibitnya kurang kokoh dan varietasnya merumpun sedikit maka setiap rumpun sebanyak empat bibit.

e. Perawatan merupakan pemeliharaan tanaman setelah ditanam melalui penyulaman, pemupukan susulan dan pengendalian hama dan penyakit dalam tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik yang dibudidayakan oleh petani. Diukur dengan menggunakan skor 3 jika Sesuai (S), 2 Kurang Sesuai (KS), dan 1 jika Tidak Sesuai (TS) dari indikator yang meliputi :

1) Penyulaman merupakan penggantian bibit yang tidak tumbuh sesegera mungkin dengan bibit baru. Penyulaman dilakukan maksimal dua minggu setelah tanam.

2) Penyulaman tanaman setelah berumur 10 hari dilakukan sebanyak 3 – 4 kali untuk memantau perkembangan keadaan tanaman.

3) Penyemprotan MOL ( Mikro organisme Lokal ) dilakukan sehabis penyulaman tanaman sebagai tambahan nutrisi, paling tidak dalam penyemprotan sebanyak 6 kali.


(33)

4) Pemupukan susulan pada budidaya padi organik dilakukan tiga kali selama satu musim tanam.

a) Tahap pertama pemupukan umur tanaman 10 - 25 hari dengan jenis pupuk organik. Baik pupuk granul atau kandang matang dianjurkan sebanyak 1 ton/ha atau kompos fermentasi 0,5 ton/ha. Cara pemberian cukup dengan disebarkan merata ke seluruh areal persawahan di sela-sela tanaman padi

b) Tahap kedua pemupukan umur tanaman sebelum 60 hari dengan frekuensi seminggu sekali. Jenis pupuk yang diberikan berupa pupuk organik . pupuk orgnaik cair buatan sendiri yang kandungan unsur N-nya tinggi juga dapat dipergunakan dengan dosis 1 liter pupuk yang dilarutkan dalam 17 liter air dengan cara pemberian disemprotkan. Jika masih diperlukan saat tanaman memasuki fase generatif atau pembentukan buah, tanaman berumur 60 hari pupuk organik cair buatan sendiri mengandung unsur P dan K tinggi dengan dosis yang diberikan 2 – 3 sendok makan pupuk P organik dicampur dalam 15 liter atau satu tangki kecil pupuk K organik. 5) Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara terpadu antara

teknik budidaya, biologis, fisik (perangkap atau umpan), dan kimia (pestisida organik) yang meliputi :

a) Cara pengendalian hama Wereng : rotasi tanaman, melepas predator alami hama, pemasangan perangkap. Walang sangit : rotasi tanaman, penyemprotan larutan entomopatogen, pemasangan


(34)

30

perangkap. Penggerek batang : pemotongan tunggul jerami, penyemprotan larutan entomopatogen, pemasangan perangkap. Ganjur : pembersihan rumput inang, melepas predator alami, pemasangan perangkap. Tikus: penanaman padi secara serentak, melepas predator alami, pemasangan perangkap, membongkar sarang tikus dengan asap. Burung pemakan biji-bijian : pemasangan orang-orangan sawah dilengkapi bunyi dan tali. Jenis pestisida yang digunakan dalam penyemprotan untuk memberantas hama dan penyakit harus jenis organik.

b) Cara pengendalian penyakit Bercak coklat dengan memperbaiki kesuburan tanah. Blast dengan menghindari pupuk berkadar N yang terlalu tinggi. Tungro dengan memberantas rumput liar. Jenis fungisida yang digunakan dalam penyemprotan untuk memberantas hama dan penyakit harus jenis organik.

c) Cara pengendalian gulma yang diterapkan dalam budidaya padi organik dilakukan penyiangan dengan mencabut gulma disekitar tanaman dan sela-sela tanaman.

6) Pengairan dan kualitas air yang digunakan untuk menggenangi lahan dalam proses budidaya padi organik sangat menentukan hasil yang didapatkan. Pengairan pada lahan padi organik dapat dilihat sesuai apabila:

a) Kualitas air yang digunakan dalam budidaya padi organik harus bersih, tidak tercemar bahan kimia (plastik) dan sampah.


(35)

b) Penggenangan air di lahan untuk mempertahankan struktur tanah setelah umur 55 hari dilakukan dengan menggenangi petakan sawah dengan air secukupnya saja atau macak – macak.

f. Panen merupakan kegiatan pemetikan hasil budidaya padi di lahan dalam tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik yang dibudidayakan oleh petani. Diukur dengan menggunakan skor 3 jika Sesuai (S), 2 Kurang Sesuai (KS), dan 1 jika Tidak Sesuai (TS) dari indikator yang meliputi : 1) Umur panen merupakan tanda untuk padi yang sudah siap untuk

dipanen. Secara umum padi dikatakan sudah siap panen bila butir gabah yang menguning sudah mencapai 90 %, tangkainya sudah menunduk dan butiran padi sudah keras berisi.

2) Memisahkan dari produk non organik merupakan salah satu kegiatan dalam pemanenan padi organik untuk menghindari bercampurnya dengan padi non organik.

3) Menangani hasil panen padi organik dengan menggunakan peralatan panen yang tidak pernah dipakai untuk padi non organik merupakan kegiatan dalam pemanenan padi organik untuk menghindari terkontaminasinaya padi organik dengan padi non organik.

a) Kondisi wadah kemasan karung yang digunakan untuk padi organik hanya dipakai untuk padi organik saja.

b) Kondisi alat terpal yang dipergunakan untuk menjemur padi harus dalam keadaaan bersih dari kotoran, sisa padi dan dalam kondisi kering


(36)

32

c) Tempat yang digunakan untuk ruang penyimpanan padi organik harus bersih, terhindar dari hama dan penyakit, tidak lembab, dialasi pile kayu dan dipisahkan dari padi non organik.

Penerapan budidaya padi organik kemudian dikategorikan dalam tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik keseluruh tahap untuk mengukur tingkat penerapan total dari seluruh tahap yang terdapat dalam indikator penerapan.

Kategori tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Kategori Tingkat Penerapan Teknologi Pertanian Padi Organik Kategori Pengukuran Tingkat

Penerapan

Keterangan Presentase Tidak Sesuai (TS) 32 – 53,33 0 – 33,3 % Kurang Sesuai (KS) 53,34 – 74,66 33,4 – 66,6%

Sesuai (S) 74,67 – 96 66,7 – 100%

a. Tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik Sesuai (S) jika anggota Kelompok Tani sebagai pelaksana penerapan pertanian padi organik menerapkan 66,7 – 100% pada tahap pemilihan varietas, pembenihan, penyiapan lahan, penanaman, perawatan, dan panen selama penerapan teknologi pertanian padi organik.

b. Tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik Kurang Sesuai (KS) jika anggota Kelompok Tani sebagai pelaksana penerapan pertanian padi organik menerapkan 33,4 – 66,6% pada tahap pemilihan varietas, pembenihan, penyiapan lahan, penanaman, perawatan, dan panen selama penerapan teknologi pertanian padi organik.


(37)

c. Tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik Tidak Sesuai (TS) jika anggota Kelompok Tani sebagai pelaksana penerapan pertanian padi organik menerapkan 0 – 33,3% pada tahap pemilihan varietas, pembenihan, penyiapan lahan, penanaman, perawatan dan panen selama penerapan teknologi pertanian padi organik.

Setelah diketahui indikator dan sub indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat peneparan teknologi pertanian padi organik kemudian indikator dikelompokkan dalam beberapa kategori tingkat penerapan. Untuk menghitung skor rata-rata pada masing indikator, perlu dihitung kategori dari masing-masing indikator, yaitu pemilihan varietas, pembenihan, penyiapan lahan, penanaman, perawatan, pengendalian hama dan penyakit, panen untuk penerapan teknologi pertanian padi organik. Berikut adalah penghitungan untuk mengukur kategori tingkat penerapan pada masing-masing indikator.

a. Pemilihan varietas

Pemilihan varietas merupakan kegiatan pemilihan benih yang digunakan dalam tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik yang dibudidayakan oleh petani. Pada tahap pemilihan varietas terdapat 2 kegiatan yang dilakukan oleh petani, kegiatan tersebut adalahpemilihan varietas yang digunakan dan asal varietas yang digunakan. Untuk mengetahui kategori tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik yang dilakukan petani terhadap pemilihan varietas maka digunakan penghitungan sebagai berikut:


(38)

34

= � ( � )

= 3x2 (1x2)

3 =

6 2

3 = 1,33

Tabel 3. Kategori Tingkat Penerapan Teknologi Pertanian Padi Organik Pada Tahap Pemilihan Varietas

Kategori Kisaran Skor

Tidak Sesuai (TS) 2 – 3,33 Kurang Sesuai (KS) 3,34 – 4,66

Sesuai (S) 4,67 – 6

b. Pembenihan

Pembenihan merupakan kegiatan menyeleksi benih yang digunakan dalam tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik yang dibudidayakan oleh petani.Pada tahap pembenihan terdapat 5 kegiatan yang dilakukan oleh petani , kegiatan tersebut adalah seleksi benih, pemilihan benih organik, tempat persemaian, waktu perkecambahan, umur penanaman benih. Untuk mengetahui kategori tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik yang dilakukan petani terhadap pembenihan maka digunakan penghitungan sebagai berikut:

= � ( � )

= 3x5 (1x5)

3 =

15 5


(39)

Tabel 4. Kategori Tingkat Penerapan Teknologi Pertanian Padi Organik Pada Tahap Pembenihan

Kategori Kisaran Skor

Tidak Sesuai (TS) 5 – 8,33 Kurang Sesuai (KS) 8,34 – 11,66

Sesuai (S) 11,67 – 15

c. Penyiapan lahan

Penyiapan lahan merupakan kegiatan pengolahan tanah sawah hingga siap untuk ditanami dalam tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik yang dibudidayakan oleh petani. Pada tahap penyiapan lahan terdapat 6 kegiatan yang dilakukan oleh petani , kegiatan tersebut adalah lama lahan yang digunakan, pupuk dasar yang digunakan, waktu pemupukan dasar, peralatan untuk pembajakan lahan, berapa kali pembajakan lahan, sumber irigasi yang digunakan. Untuk mengetahui kategori tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik yang dilakukan petani terhadap penyiapan lahan maka digunakan penghitungan sebagai berikut:

= � ( � )

= 3x6 (1x6)

3 =

18 6 3 = 4

Tabel 5. Kategori Tingkat Penerapan Teknologi Pertanian Padi Organik Pada Tahap Penyiapan Lahan

Kategori Kisaran Skor

Tidak Sesuai (TS) 6 – 10 Kurang Sesuai (KS) 10,1 – 14


(40)

36

d. Penanaman

Penanaman merupakan kegiatan pemindahan bibit yang baik ke lahan penanaman dalam tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik yang dibudidayakan oleh petani. Pada tahap penanaman terdapat 3 kegiatan yang dilakukan oleh petani, kegiatan tersebut jarak tanam yang digunakan, sistem tanam yang digunakan dan jumlah bibit yang ditanam setiap rumpunnya. Untuk mengetahui kategori tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik yang dilakukan petani terhadap kegiatan penanaman maka digunakan penghitungan sebagai berikut:

= � ( � )

= 3x3 (1x3)

3 =

9 3 3 = 2

Tabel 6. Kategori Tingkat Penerapan Teknologi Pertanian Padi Organik Pada Tahap Penanaman

Kategori Kisaran Skor

Tidak Sesuai (TS) 3 – 5 Kurang Sesuai (KS) 5,1 – 7

Sesuai (S) 7,1 – 9

e. Perawatan

Perawatan merupakan kegiatan pemeliharaan tanaman setelah ditanamdalam tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik yang dibudidayakan oleh petani. Pada tahap perawatan terdapat 11 kegiatan yang dilakukan oleh petani, kegiatan tersebut mulai dari waktu penyulaman, intensitas penyulaman, intensitas penyemprotan mikro organisme lokal, ketinggian air di


(41)

lahan, pupuk yang digunakan pada pemupukan susulan pertama dan kedua, cara mengendalikan hama, penyakit, gulma, kualitas air, keadaan air di lahan umur 55 hari. Untuk mengetahui kategori tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik yang dilakukan petani terhadap kegiatan perawatan maka digunakan penghitungan sebagai berikut:

= � ( � )

= 3x11 (1x11)

3 =

33 11

3 = 7,33

Tabel 7. Kategori Tingkat Penerapan Teknologi Pertanian Padi Organik Pada Tahap Perawatan

Kategori Kisaran Skor

Tidak Sesuai (TS) 11 – 18,33 Kurang Sesuai (KS) 18,34 – 25,66

Sesuai (S) 25,67 – 33

f. Panen

Panen merupakan kegiatan pemetikan hasil budidaya padi di lahan dalam tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik yang dibudidayakan oleh petani. Pada tahap panen terdapat 5 kegiatan yang dilakukan oleh petani, kegiatan tersebut adalah waktu pemanenan, pemisahan dari padi non organik, kondisi karung, kondisi alas pengeringan, ruang penyimpanan. Untuk mengetahui kategori tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik yang dilakukan petani terhadap kegiatan panen maka digunakan penghitungan sebagai berikut:


(42)

38

= � ( � )

= 3x5 (1x5)

3 =

15 5

3 = 3,33

Tabel 8. Kategori Tingkat Penerapan Teknologi Pertanian Padi Organik Pada Tahap Panen

Kategori Kisaran Skor

Tidak Sesuai (TS) 5 – 8,33 Kurang Sesuai (KS) 8,34 – 11,66

Sesuai (S) 11,67 – 15

4. Penerapan teknologi pertanian organik dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor tersebut mulai pendidikan non formal, kekosmopolitan, akses terhadap sarana produksi, nilai-nilai kelompok, harga pasar. Faktor tersebut yang diduga menjadi kendala petani untuk menerapkan budidaya teknologi pertanian padi organik.

a. Pendidikan non formal yang diperoleh seseorang sangat mempengaruhi cara berfikir dan perilaku dalam mengevaluasi suatu keadaan. Pendidikan Non Formal dalam penelitian ini merupakan frekuensi, atau banyaknya kursus/ pelatihan yang pernah diikuti oleh responden, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah, swasta, maupun lembaga swadaya masyarakat mengenai teknologi pertanian padi organik. Oleh karena itu diduga semakin sering pendidikan non formal yang diperoleh seseorang akan semakin positif sikap yang diterapkan terhadap penerapan pertanian organik yang kemudian


(43)

dikelompokkan kedalam kategori (3) jika sering, kategori (2) jika kadang-kadang, kategori (1) jika tidak pernah.

b. Kekosmopolitan adalah sifat keterbukaan petani yang selalu berusaha mencari informasi baru mengenai budidaya padi organik untuk meningkatkan motivasi mereka dalam hal menerapkan teknologi pertanian padi organik. Petani yang aktif mencari informasi memungkinkan petani memperbaharui dan menambah pengetahuannya. Sifat keterbukaan petani dalam mencari sumber informasi baru mengenai teknologi pertanian padi organik untuk mendapatkan informasi dapat bersumber dari dalam sistem sosial petani (ke sesama petani dari Kelompok Tani lain yang masih dalam satu desa dan penyuluh) maupun dari luar sistem sosial petani (ke sesama petani dari Kelompok Tani lain di luar desa dan lembaga pertanian), serta media massa (koran, majalah, radio, televisi). Sehingga, diduga semakin tinggi kekosmopolitan petani, semakin positif sikapnya terhadap penerapan pertanian organik yang kemudian dikelompokkan dalam kategori(3) jika aktif,kategori (2) jika kurang aktif, kategori (1) jika tidak aktif.

c. Akses terhadap sarana produksi adalah kemudahan dalam mendapatkan dan mengolah sarana produksi pertanian organik. Sarana produksi tersebut merupakan bahan – bahan dasar yang digunakan dalam membuat pupuk organik ( kotoran ternak, tumbuhan sebagai bahan dasar pupuk kompos), pengendali hama dan


(44)

40

penyakit,serta jarak yang ditempuh untuk mendapatkan dan mnegolah sarana produski dari tempat tinggal responden ke tempat sarana produksi tersedia dan jumlah yang didapatkan. Semakin petani merasakan adanya kemudahan dalam mendapatkan dan mengolah sarana produksi, diduga semakin positif sikapnya terhadap penerapan pertanian organik yang kemudian dikelompokkan kedalam kategori (3) jika mudah, kategori (2) jika agak sulit, kategori (1) jika sulit.

d. Nilai-nilai kelompok dalam peneilitian ini merupakan keyakinan, yang dimiliki oleh petani dalam menentukan pilihan penerapan teknologi pertanian padi organik yang dipengaruhi oleh kelompok. Diduga jika tingkat pendidikan non formal, kekosmopolitan, akses terhadap sarana produksi semakin tinggi maka nilai-nilai kelompok petani semakin tinggi sikapnya yang kemudian dikelompokkan kedalam kategori (3) jika yakin, kategori (2) kurang yakin, kategori (1) jika tidak yakin.

e. Harga pasar merupakan harga yang diperoleh petani dari penjualan hasil budidaya padi organik dengan hitungan angka yang stabil dan menguntungkan petani. Diduga semakin baik harga pasar, semakin tinggi sikap petani yang kemudian dikelompokkan kedalam kategori (3) jika baik, kategori (2) jika kurang baik, kategori (1) jika tidak baik. Penerapan teknologi pertanian organik yang dipengaruhi pendidikan non formal, kekosmopolitan, akses terhadap sarana produksi, nilai-nilai kelompok,


(45)

harga pasar tersebut dikelompokan kedalamtabel indikator skor dengan penghitungan setiap itemnya sebagai berikut:

Tabel 9. Skor Indikator Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Budidaya Padi Organik Dalam Penelitian

No Item Skor

1 2 3

1 Pendidikan non formal Tidak pernah memperoleh pendidikan non formal Kadang - kadang memperoleh pendidikan non formal Sering memperoleh pendidikan non formal

2 Kekosmopolitan Tidak aktif dalam mencari informasi Kurang aktif dalam mencari informasi Aktif dalam mencari informasi 3 Akses terhadap

sarana produksi Sulit dalam mengakses dan medapatkan sarana produksi Agak sulit dalam mengakses dan medapatkan sarana produksi Mudah dalam mengakses dan medapatkan sarana produksi

4 Nilai-nilai kelompok dalam budidaya padi organik Tidak yakin dengan cara pandang yang diberikan kelompok Kurang yakin dengan cara pandang yang diberikan kelompok

Yakin dengan cara pandang yang diberikan kelompok 5 Harga pasar Tidak baik

dalam harga pasar penjualan padi organik Kurang baik dalam harga pasar penjualan padi organik

Baik dalam harga pasar penjualan padi organik


(46)

42

F. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan setelah data dikumpulkan dari seluruh responden dan kemudian dilakukan tabulasi data. Berikut teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini:

1. Untuk mengetahui profil kelompok dan profil anggota di Kelompok

Tani“Madya” yang menerapkan teknologi pertanian padi organik

menggunakan analisis deskriptif yaitu memaparkan keseluruhan yang terkait dengan profil kelompok dan profil anggota kelompok.

2. Untuk mengetahui tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik di Kelompok Tani“Madya” di analisis menggunakan analisis deskriptif tabel. Analisis deskriptif tabel dipilih karena mampu mendeskripsikan dan menggambarkan tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik di

Kelompok Tani“Madya”. Hasil jawaban kuesioner dari responden diukur dan

dikelompokkan dalam beberapa kategori sesuai variabel dengan rumus penghitungan menggunakan interval sebagai berikut:

=

= 3 � 32 (1 � 32)

3 =

96 32

3 = 21,33

Tabel 10. Tingkat Penerapan Teknologi Pertanian Padi Organik Kategori Tingkat Penerapan Teknologi

Pertanian Padi Organik

Kisaran Skor

Tidak Sesuai 32 – 53,33

Kurang Sesuai 53,34 – 74,66

Sesuai Kisaran Skor

74,67 – 96,00 32,00 – 96,00


(47)

Untuk mengetahui kategori tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik setiap indikatornya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 11. Tingkat Penerapan Teknologi Pertanian Padi Organik Setiap Indikator

No Indikator Kisaran skor

Kategori Tidak

Sesuai

Kurang

Sesuai Sesuai 1 Pemilihan Varietas 2 - 6 2 - 3,33 3,34 - 4,66 4,67 – 6

2 Pembenihan 5 - 15 5 - 8,33 8,34 - 11,66 11,67 – 15

3 Penyiapan Lahan 6 – 18 6 - 10 10,1 - 14 14,1 – 18

4 Penanaman 3 - 9 3 – 5 5,1 - 7 7,1 – 9

5 Perawatan 11 – 33 11 - 18,33 18,34 - 25,66 25,67 – 33

6 Panen 5 – 15 5 - 8,33 8,34 - 11,66 11,67-15

Jumlah Total 32 – 96 32 - 53,33 53,34 - 74,66 74,67 – 96

3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik di Kelompok Tani“Madya” menggunakan penyajian data dengan metode analis deskriptif tabel. Analisis deskriptif tabel dipilih karena mampu memberi menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik di Kelompok Tani “Madya”.


(48)

44

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Lokasi dan Kondisi Fisik Desa Kebonagung

1. Lokasi Desa Kebonagung

Desa Kebonagung merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Terletak sekitar 8 kilometer dari Pusat Pemerintahan (Ibukota) Kabupaten Bantul atau sekitar 2 kilometer dari Ibukota Kecamatan Imogiri. Batas administrasi Desa Kebonagung dengan desa-desa yang ada di sekitarnya adalah sebagai berikut.

i. Sebelah Utara : Desa Karang Talun ii. Sebelah Selatan : Desa Sriharjo iii. Sebelah Barat : Desa Canden

iv. Sebelah Timur : Desa Karang Tengah

Secara administrasi Desa Kebonagung memiliki luas wilayah 183,1105 Ha dan terbagi dalam 5 perdukuhan dan 23 RT (Rukun Tetangga). Perdukuhan-perdukuhan tersebut yaitu Pedukuhan Mandingan, Pedukuhan Kanten, Pedukuhan Jayan, Pedukuhan Kalangan dan Pedukuhan Tlogo.

2. Kondisi fisik wilayah Desa Kebonagung

a. Secara Topografi

Wilayah Desa Kebonagung membujur arah utara-selatan, di wilayah timur terdapat jalan provinsi, jalur wisata menuju pantai Parangtritis Bantul dan pantai Renehan Gunung Kidul. Desa Kebonagung memiliki kondisi wilayah yang datar


(49)

dan dilalui sungai Opak di sebelah barat desa. Topografi Desa Kebonagung berupa dataran rendah dengan curah hujan 1.930 mm/tahun dan berada pada ketinggian 120 m diatas permukaan laut yang berdampak pada kondisi tanah yang cukup subur.

b. Secara hidrologi

Desa Kebonagung dilalui sungai Opak, sehingga untuk perairan lahan pertanian berbasan dari Bendungan Tegal. Adapun bendungan Tegal selain untuk mengairi lahan pertanian juga mempunyai keindahan alam sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata dan berpotensi untuk budidaya perikanan air tawar.

c. Secara Geologi

Wilayah Desa Kebonagung memiliki keadaan geologinya berupa dataran Alucium yang terbentang mulai dari kerucut Gunung Api hingga dataran fluvial gunung api yang meliputi daerah Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan sebagian Kabupaten Bantul termasuk bentang lahan vulkanik.

B. Keadaan Penduduk

Data kependudukan tahun 2009 yang didapatkan penulis dari Kantor Desa Kebonagung menunjukkan bahwa jumlah penduduk Desa Kebonagung sebanyak 3.710 jiwa. Dari jumlah tersebut, terdapat 1.211 kepala keluarga.


(50)

46

Tabel 12. Jumlah Penduduk dan Kepala Keluarga Desa Kebonagung

No. Pedukuhan Jumlah Penduduk (orang) Kepala Keluarga (orang)

1. Madingan 562 206

2. Kanten 712 230

3. Kalangan 808 260

4. Jayan 903 281

5. Tlogo 725 234

Jumlah 3.710 1.211

Jumlah tersebut merupakan total keseluruhan yang meliputi lima pedukuhan (Madingan, Kanten, Kalangan, Jayan, dan Tlogo.) Keadaan penduduk Desa Kebonagung dalam penelitian ini dilihat menurut. Keadaan penduduk Desa Kebonagung dalam penelitian ini dilihat menurut jenis kelamin, usia, pendidikan dan mata pencaharian.

1. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Jumlah penduduk perempuan lebih besar dari pada penduduk laki-laki dengan selisih 130 jiwa. Jenis kelamin berpengaruh dengan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh masyarakat. Keadaan penduduk Desa Kebonagung menurut jenis kelamin dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 13. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin

No. Pedukuhan Laki-laki Perempuan Total

1. Madingan 281 294 562

2. Kanten 331 378 712

3. Kalangan 403 415 808

4. Jayan 416 467 903

5. Tlogo 359 366 725

Jumlah 1.790 1.920 3.710


(51)

Melihat struktur penduduk seperti pada dalam tabel 13,diketahui bahwa pedukuhan Jayan memiliki jumlah penduduk yang lebih banyak dibandingkan dengan pedukuhan lain. Hal ini juga menunjukkan pedukuhan Jayan mempunyai daerah yang lebih luas. Luas lahan yang terdapat dipedukuhan ini kemudian dapat mendukung berkembangnya pengelolaan lahan pertanian.

2. Keadaan Penduduk Menurut Pendidikan

Pendidikan merupakan penunjang kemajuan dan kesejahteraan masyarakat suatu daerah. Semakin banyak jumlah penduduk yang berpendidikan, maka dapat diiringi oleh semakin tingginya kreatifitas masyarakat didaerah tersebut. Desa Kebonagung memiliki penduduk dengan tingkat pendidikan yang berbeda-beda. Struktur pendidikan di desa tersebut meliputi penduduk yang belum sekolah, telah memiliki ijazah PAUD/TK, SD, SMP, SMU/K, Akademisi/Perguruan tinggi pun tidak sekolah. Keadaan penduduk Desa Kebonagung menurut pendidikan dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 14. Keadaan Penduduk Menurut Pendidikan

No. Tingkat

Pendidikan Mandingan Kanten Kalangan Jayan Tlogo

Jumlah Presentase (%)

1 Belum

Sekolah 41 62 59 62 48 272 7,3

2 Ijazah PAUD

dan TK 26 60 54 66 31 237 6,4

3 Ijazah SD 168 151 150 276 245

990 26,7 4 Ijazah SMP 109 123 119 207 93

651 17,5 5 Ijazah

SMU/K 80 152 182 152 140 706 19,0

6 Ijazah

Akademi/PT 12 53 47 24 43 179 4,8

7 Tidak

Sekolah 126 111 197 115 120 675 18,2 Jumlah 562 712 808 912 720 3.710 100


(52)

48

Keadaan penduduk yang terlihat pada tabel 14,menunjukkan adanya variasi tingkat pendidikan yang ditempuh masyarakat. Pengembangan pertanian budidaya padi organik Desa Kebonagung membutuhkan sumber daya manusia yang memiliki keterampilan dan kreatifitas yang mencukupi. Hal ini salah satunya bisa didapatkan dari pendidikan formal. Jika ukurannya adalah wajib belajar sembilan tahun, maka hanya bisa dilihat dari jumlah penduduk yang menempuh pendidikan SMU dan perguruan tinggi.

Jumlah penduduk yang menempuh pendidikan SMU dan perguruan tinggi sebanyak 23,8%. Jumlah tersebut belum dapat melebihi jumlah penduduk yang berpendidikan SD dan tidak bersekolah. Kecenderungan penduduk yang berpendidikan rendah akan bekerja di sektor pertanian, peternakan dan sektor ekonomi tradisional lainnya. Oleh karena itu, kemajuan teknologi budidaya padi organik di Desa Kebonagung bertujuan untuk memberikan hasil budidaya padi yang berkualitas lebih baik untuk peningkatan hasil ekonomi masyarakat.

3. Keadaan Penduduk Menurut Struktur Pekerjaan

Penduduk Desa Kebonagung yang berada di kategori usia produktif, yaitu 15-49 tahun berjumlah 1.923 orang ( pada tabel 14). Namun, jumlah penduduk yang bekerja hanya 1.265 orang. Hal ini membuat kesejahteraan masyarakat yang kurang. Jumlah penduduk berusia produktif seharusnya diikuti dengan jumlah penduduk bekerja yang setara.


(53)

Tabel 15. Keadaan Penduduk Menurut Struktur Pekerjaan

No. Tingkat

Pendidikan Mandingan Kanten Kalangan Jayan Tlogo

Jumlah Presentase (%)

1 Petani 27 67 27 70 52 243

19,2 2

Buruh Tani 70 75 70 89 62 266

21,0

3 Laden

Tukang/Buruh Bangunan

35 44 35 90 53 257 20,3

4 Pedagang 26 15 26 14 15 96

7,6 5 Pegawai

Negeri 10 22 10 13 15 70 5,5

6 Pegawai

Swasta 26 63 26 12 70 197 15,6

7 Industri RT 8 1 8 2 15 34

2,7

Jumlah 204 287 202 290 282 1.265 100

Dari jumlah penduduk bekerja sebesar 1.265 orang, pekerjaan sebagai petani, buruh tani dan buruh bangunan menjadi mayoritas dari masyarakat, yaitu sebesar 40,5%. Hal ini sesuai dengan kecenderungan penduduk berdasarkan tingkat pendidikan yang dijelaskan sebelumnya. Oleh karena itu, teknologi budidaya pertanian padi organik mendorong petani untuk meningkatkan kualitas hasil pertanian di daerahnya.

4. Keadaan Penduduk Menurut Sektor Perokonomian

Penduduk Desa Kebonagung memiliki beberapa sektor yang menjadi suatu penggerak perekonomian. Sektor perekonomian tersebut diantaranya sektor pertanian, pariwisata, perikanan, peternakan dan industri kecil. Adapun keterangan jenis usaha yang termasuk pada sektor-sektor perekonomian di desa ini sebagai berikut :


(54)

50

Tabel 16. Sektor Ekonomi dan Jenis Usaha Penduduk Desa Kebonagung

No Sektor Ekonomi Jenis Usaha

1 Pertanian Padi, polo wijo, buah-buahan

2 Pariwisata Wisata pertanian, pendidikan, kultur budaya, kesenian

3 Perikanan Budidaya ikan air tawar

4 Peternakan Unggas, kambing, sapi, kerbau 5 Industri Kecil Jamur, tempe, peyek, kripik, emping

melinjo, jenang, bakpia dll

Sektor ekonomi di Desa Kebonagung kecamatan Imogiri terdapat beberapa macam jenis usaha yang beraneka ragam. Mayoritas penduduk Desa Kebonagung bergerak di sektor pertanian yang diantaranya yaitu usaha padi dan polo wijo. Sektor pariwisata di Desa Kebonagung juga menjadi andalan dalam hal penunjang kesejahteraan penduduk desa tersebut. Pariwisata yang dimaksud ialah Desa Wisata Kebonagung yang dikelola langsung oleh POKDARWIS (Kelompok Sadar Wisata) meliputi wisata pertanian, pendidikan, kultur budaya dan kesenian setempat.

Desa wisata Kebonagung tersebut dirintis pada tahun 1998 yang berlokasi tepatnya berada di Dusun Jayan. Terbentuknya desa wisata dipelopori oleh Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS) yang memiliki semangat dalam membangun desa dan memberdayakan masyarakat sekitar. Pokdarwis bekerjasama dengan Pemuda Karang Taruna dan warga sekitar telah mewujudkan desa tersebut sebagai desa wisata Kebonagung.

Sektor pertanian, seni budaya, kerajinan, sanggar batik hingga kuliner lokal merupakan poternsi yang dimiliki Desa Kebonagung untuk dijadikan modal utama dalam memperkenalkan desa wisata. Dari semua potensi tersebut,


(55)

pertanian merupakan sektor utama yang diandalakan untuk dijadikan objek desa wisata. Hal tersebut dikarenakan Desa Kebonagung memiliki luas lahan pertanian 118 Ha yang mayoritas masyarakatnya juga berprofesi sebagai buruh tani. Objek pertanian dengan penerapan budidaya padi organik inilah yang melatar belakangi anggota Kelompok Tani“Madya” dilibatkan dan memiliki peranan penting dalam mengembangkan desa wisata. Ketertibatan anggota dalam pengembangan Desa Wisata lewat pemanduan wisatawan yang berkunjungan dan melakukan cocok tanam padi dengan penerapan organik.

C. Keadaan Lembaga

Lembaga yang berperan penting dalam kemajuan teknologi pertanian pada tingkat Kabupaten di Bantul ada 2, yang pertama ada Dinas Pertanian dan Kehutanan. Dinas Pertanian dan Kehutanan di tingkat Kabupaten Bantul yang tugas pokonya adalah melaksanakan sebagian kewenangan Kabupaten di bidang pertanian yang meliputi meliputi pertanian tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura, peternakan, kesehatan hewan dan kehutanan. Dimana tugas pokok Dinas Pertanian dan Kehutanan berfungsi untuk

1. Perumusan kebijaksanaan teknis pelaksanaan di bidang bidang pertanian, perkebunan, peternakan dan kehutanan.

2. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan tugas pembantuan di bidang bidang pertanian, perkebunan, peternakan dan kehutanan.

3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas bidang bidang pertanian, perkebunan, peternakan dan kehutanan.


(1)

20 3. Akses Terhadap Sarana Produksi

Akses terhadap sarana produksi merupakan kemudahan yang dirasakan oleh petani dalam mendapatkan dan mengolah sarana produksi berupa pupuk organik, pengendali hama alami, dan tanaman-tanaman sekitar untuk mendukung petani dalam penerapan teknologi pertanian padi organik. Untuk mengetahui pengaruh akses sarana produksi terhadap tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik dapat dilihat pada tabel 19.

Tabel 19. Akses Sarana Produksi Terhadap Tingkat Penerapan Teknologi Pertanian Padi Organik

No

Akses Terhadap

Sarana Produksi

Jumlah (orang)

Tingkat Penerapan

Teknologi

Presentase (%)

Kriteria

1 Mudah 29 84,38 81,84 Tinggi

2 Agak sulit 17 78,35 72,43 Tinggi

3 Sulit 0 0 0 0

Jumlah 46

Pada tabel 19, dapat diketahui bahwa akses terhadap sarana produksi berpengaruh terhadap tingkat penerapan teknologi padi organik karena tingkat penerapan teknologi. Akses terhadap sarana produksi yang agak sulit oleh responden dipengaruhi oleh masih kurangnya pupuk kandang letong sapi yang tersedia sehingga responden harus membeli sendiri tanpa adanya koordinasi dari kelompok untuk membeli secara bersama meskipun kelompok mendapatkan bantuan pupuk granul dari dinas menurut penuturan responden jumlahnya masih kurang. Dengan tidak adanya koordinasi satu kelompok untuk membeli pupuk secara bersama berakibat beberapa responden mencampur pupuk organik mereka dengan pupuk kimia. Serta pembuatan fungisida herbisida yang sedikit di dalam kelompok mengakibatkan responden yang meyatakan agak sulit dalam mendapatkan fungisida herbisida alami dan membeli fungisida herbisida kimia di toko pertanian.

4. Nilai Kelompok

Nilai kelompok merupakan keyakinan yang dimilki oleh petani dalam menentukan pilihan penerapan budi daya padi organik yang dipengaruhi oleh kelompok. Diduga jika tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik petani tinggi maka akan menghasilkan nilai kelompok yang tinggi. Untuk mengetahui pengaruh nilai kelompok terhadap tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik dapat dilihat pada tabel 20.


(2)

21 Tabel 20. Pengaruh Nilai Kelompok Terhadap Tingkat Penerapan Teknologi Pertanian Padi

Organik No Pengaruh Nilai Kelompok Jumlah (orang) Tingkat penerapan Teknologi Presentase (%) Kriteria

1 Yakin 38 83,05 79,77 Tinggi

2 Kurang yakin 8 77,88 71,68 Tinggi

3 Tidak yakin 0 0 0 0

Jumlah 46

Pada tabel 20, dapat diketahui bahwa nilai kelompok berpengaruh terhadap tingkat penerapan padi organik. Responden yang meyakini nilai kelompok merupakan reponden aktif yang mempunyai pandangan yang sama terhadap budi daya padi organik dan mengikuti teknik yang diterapkan oleh kelompok namun responden yang kurang yakin merupakan responden yang kurang aktif dan kurang disiplin dalam menerapkan teknik penerapan teknologi padi organik yang sudah di anjurkan oleh kelompok.

5. Harga pasar

Harga pasar merupakan harga yang diperoleh petani dari penjualan hasil budi daya padi organik dengan hitungan angka yang stabil dan menguntungkan. Semakin baiknya harga pasar dapat berpengaruh terhadap motivasi petani untuk menerapkan teknologi pertanian padi organik. Untuk mengetahui pengaruh harga pasar terhadap tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik dapat dilihat pada tabel 21.

Tabel 21. Pengaruh Harga pasar Terhadap Tingkat Penerapan Teknologi Pertanian Padi Organik No Harga pasar Jumlah (orang) Tingkat penerapan

teknologi Presentase (%) Kriteria

1 Baik 13 82,69 79,21 Tinggi

2 Kurang

baik 28 82,14 78,35 Tinggi

3 Tidak baik 5 80,8 76,25 Tinggi

Jumlah 46

Pada tabel 21, diketahui bahwa harga pasar berpengaruh terhadap tingkat penerapan padi organik sebab dalam prosess penjualan padi organik kelompok tidak mencarikan pembeli padi hasil panen milik anggota kelompok melainkan mencari sendiri-sendiri. Jadi padi organik yang seharusnya mendapat harga lebih tinggi dari padi konvesional hanya


(3)

22 selisih sedikit dan juga pembeli biasanya kurang mengetahui mana padi organik yang benar-benar organik dan bukan. Dimana dalam proses penjualan responden padi yang benar-benar-benar-benar menerapkan budidaya padi mereka secara organik hasil panennya dihargai sama dengan responden yang masih mencapur pupuk kimia ke budi daya padi mereka. Hal tersebut yang seharusnya pemerintah dapat melindungi namun belum ada tindakan yang akhirnya berdampak terhadap pola pemikiran responden bahwa padi yang benar-benar dibudidayakan dengan penerapan teknologi pertanian padi organik harga jual disamakan dengan padi yang dibudidayakan dengan mencampur sedikit bahan kimia.

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik di Dusun Jayan, Desa Kebonagung, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul dapat diperoleh kesimpulan, diantaranya:

1. Kelompok Tani Madya sudah berdiri sejak tahun 1981. Anggota kelompok tani Madya yang menerapkan padi organik sejak tahun 2008 hingga 2016 berjumlah 46 anggota. Penerapan budi daya padi organik kelompok tani Madya telah tersertifikat organik sesuai dengan SNI oleh Lembaga Sertifikasi Organik pada tahun 2010. Kelompok tani Madya juga pernah mendapatkan piagam penghargaan dari Menteri Pertanian Republik Indonesia dalam Penerapan Jaminan Mutu Tanaman Pangan.

2. Tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik di Kelompok Tani Madya dalam kategori sesuai yang terdiri dari beberapa indikator yaitu pemilihan varietas, pembenihan, penyiapan lahan, penanaman, perawatan, panen. Namun jika dilihat per item dalam beberapa indikator ada item yang kurang sesuai dengan tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik yaitu item lama perkecambahan, alat bajak, waktu penyulaman, berapa kali penyulaman, berapa kali penyemprotan, pemupukan susulan I, pengendalian hama, pengendalian penyakit, kualitas air dan kondisi karung. Item yang dilihat tidak sesuai dengan tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik dalam indikator juga ditemukan pada item tempat penyemaian dan sumber irigasi.

3. Faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik dalam Kelompok Tani Madya mulai dari pendidikan non formal, kekosmopolitan, akses terhadap sarana produksi, nilai-nilai kelompok, harga pasar mempengaruhi dalam tingkat


(4)

23 penerapan teknologi pertanian padi organik. Dimana semakin tinggi skor yang diperoleh oleh anggota Kelompok Tani Madya cukup berpengaruh dalam tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik.

B. Saran

Berdasarkan pemaparan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat penerapan teknologi pertanian padi organik di Dusun Jayan, Desa Kebonagung, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul dapat diberikan saran, diantaranya:

1. Pertemuan rutin antara petani dan penyuluh semakin ditingkatkan lagi untuk mempertahankan pola pikir positif anggota kelompok tani yang menerapkan budi daya padi organik.

2. Kekompakan dan ketegasan dalam penerapan budi daya padi organik semakin ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang maksimal kembali sesuai dengan prosedur yang telah diterapkan dalam standart budi daya padi organik oleh pada awal – awal penerapan.

3. Pemerintah menambah informasi melalui media cetak dan elektronik mengenai teknologi pertanian padi organik serta melindungi harga padi organik di pasar untuk memotivasi petani dalam menerapkan budi daya padi organik.


(5)

24 DAFTAR PUSTAKA

Andoko, Agus. 2002. Budi daya Padi Secara Organik. Penebar Swadaya. Jakarta.

Antarayogya. 2012. Gapoktan Kebonagung Tanam Padi Organik 15 Hektar. [Online] Avaible at: http://yogya.antaranews.com [Diakses 5 Januari 2016].

Balai Besar Pelatihan Pertanian Batangkaluku. 2013. Pupuk Organik Solusi Peningkatan Produksi Padi Nasional. [Online] Avaible at: http://www.bbpp-batangkaluku.com [Diakses 4 Januari 2016].

Deby, C. A. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap Petani Padi Sawah Terhadap Penerapan Pertanian Organik. Sains Komunikasi Dan Pengembangan Masyarakat. Bogor.

Hanafi, A. 1987. Memasyarakatkan Ide-ide Baru. Usaha Nasional. Surabaya.

Hasan, Iqbal. 2001. Pokok-pokok Materi Statistik 1 (Statistik Deskriptif). Bumi Aksara. Jakarta.

Ktnakampar. 2011. Budidaya Padi Secara Organik. [Online] Avaible at: https://ktnakampar.wordpress.com [ Diakses 4 Januari 2016].

Mardikanto, T dan Sutarni, S. 1993. Pengantar Penyuluhan Pertanian. Sebelas Maret University Press. Surakarta.

Mayrowani, H. 2012. Pengembangan Pertanian Organik di Indonesia. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.

Musyafak, A & Ibrahim, T. 2005. Strategi Percepatan Adopsi dan Difusi Inovasi Pertanian Mendukung Prima Tani dalam Analisis kebijakan Pertanian Vol 3 no 1 2005 :20-37. Pontianak : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat.

Nazir, Moh. 1983. Metode Penelitian. Galia Indonesia. Bogor.

Pemkab Bantul. 2013. 200 Hektar Lahan Padi di Bantul Sudah Resmi Organik. [Online] Avaible at: http://www.bantulkab.go.id [Diakses 5 Januari 2016].

Putri, N. I. 2011. Penerapan Teknologi Pertanian Padi Organik Di Kampung Ciburuy, Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Sains Komunikasi Dan Pengembangan Masyarakat. Bogor.

Rukka, H. 2003. Motivasi Petani Dalam Menerapkan Usahatani Organik Pada Padi Sawah. Program Pasca Sarjana. Bogor.

Soekartawi. 1988. Pripnsip Dasar Komunikasi Pertanian. UI-Press. Jakarta.


(6)

25 Supyandi, et al. Beras Organik Upaya Meningkatkan Daya Saing Produk Pertanian (Studi Kasus Di Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat). Departemen Sosial Ekonomi Pertanian. Bandung.

Susanti, L. W. 2008. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Petani Dalam Penerapan Pertanian Padi Organik Di Desa Sukorejo Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen. Penyuluhan Dan Komuniasi Pertanian.Surakarta.

Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik Pemasyarakatan Dan Pengembangannya. Kanisius. Yogyakarta.