Pengembangan Model dan Perangkat Pembelajaran Persamaan Diferensial dengan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemecahan Masalah Mahasiswa (Pengembangan Penelitian Berbasis Lesson Study)

LAPORAN TAHUNAN
PENELITIAN HIBAH BERSAING

PENGEMBANGAN MODEL DAN PERANGKAT PEMBELAJARAN
PERSAMAAN DIFERENSIAL DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN
DAN PEMECAHAN MASALAH MAHASISWA
(Pengembangan Penelitian Berbasis Lesson Study)

Tahun ke-1 dari rencana 2 tahun

Rita Pramujiyanti Khotimah, S.Si, M.Sc. / 0606027601
Masduki, S.Si., M.Si. / 0604057601

Dibiayai oleh Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta Wilayah VI,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian
Nomor: 007/K6/KL/SP/PENELITIAN/2014, tanggal 8 Mei 2014

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
NOVEMBER 2014


i

RINGKASAN
Persamaan Diferensial (PD) merupakan salah satu matakuliah pokok dalam rumpun
matematika terapan. Penerapan PD sangat luas diantaranya pada bidang fisika, biologi,
kimia, ekonomi, sosial dan sebagainya. Dengan demikian matakuliah PD merupakan salah
satu matakuliah penting yang harus dikuasai oleh para mahasiswa. Secara khusus,
penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model dan perangkat pembelajaran
kontekstual pada matakuliah Persamaan Diferensial. Pembelajaran kontekstual merupakan
salah satu metode yang diyakini mampu meningkatkan kemampuan penalaran dan
pemecahan masalah bagi peserta didik (siswa/mahasiswa). Dalam pembelajaran
kontekstual para peserta didik diajak untuk melihat makna dari materi yang dipelajari
dengan cara menghubungkan subjek-subjek materi pembelajaran dengan konteks dalam
kehidupan keseharian mereka, yaitu kehidupan pribadi, sosial, dan budaya.
Tujuan penelitian tahun pertama adalah menyusun perangkat pembelajaran
kontekstual yang meliputi rencana pembelajaran, materi, media berbasis komputer, serta
instrumen penilaian. Selanjutnya melakukan uji coba model secara terbatas untuk
mendapat informasi mengenai model yang dapat diterapkan dalam pembelajaran. Metode
penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan. Pada tahun pertama ini kegiatan

penelitian yang dilakukan adalaah studi literatur dan uji coba model secara terbatas.
Kegiatan yang telah dilaksanakan pada tahun pertama ini adalah mengkaji materi-materi
PD yang akan diajarkan, merumuskan permasalahan-permasalahan kontekstual yang akan
disajikan dalam pembelajaran, serta menyusun perangkat pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual. Hasil yang telah diperoleh dalam penelitian ini adalah terumuskannya materimateri yang akan diajarkan secara kontekstual melalui discovery learning yaitu PD tingkat
satu dan PD linier tingkat satu. Selain itu telah dirumuskan pula permasalahanpermasalahan kontekstual yang akan disajikan dalam pembelajaran. Selanjutnya, telah
disusun pula perangkat pembelajaran berupa rencana mutu pembelajaran; media, lembar
kerja mahasiswa; instrumen pengamatan pelaksanaan pembelajaran untuk kegiatan lesson
study yang terdiri dari pedoman tindak mengajar dosen, pedoman tindak belajar
mahasiswa, serta pedoman catatan lapangan; serta instrumen penilaian yang meliputi
penilaian kemampuan penalaran dan pemecahan masalah.
Langkah-langkah

pembelajaran

Persamaan

Diferensial

melalui


pendekatan

kontekstual dengan discovery learning yang telah dirumuskan adalah sebagai berikut:
iii

1. Stimulation (Pemberian Stimulasi)
Pada tahap ini, mahasiswa mendapatkan ilustrasi penerapan PD dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam hal ini, dosen memberikan contoh penerapan PD Tingkat satu pada
permasalahan pendinginan kopi dan pertumbuhan penduduk.
2. Problem oriented (Orientasi pada Masalah)
Pada tahap ini mahasiswa dibentuk kelompok yang masing-masing beranggotakan 3-4
orang

secara

heterogen

(learning


community).

Setiap

kelompok

diberikan

permasalahan kontekstual dari PD misal masalah pendinginan kopi dalam bentuk
lembar kerja mahasiswa (LKM ).
3. Data Collection (Pengumpulan Data)
Pada tahap ini setiap kelompok berdiskusi, menggali informasi yang sudah diketahui
dari permasalahan nyata yang diberikan dalam LKM (constructivism, inquiring,
questioning, learning community).

Setiap kelompok berdiskusi untuk menggali

informasi-informasi apa saja yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan
dalam LKM (constructivism, inquiring, questioning, learning community).
4. Data Processing (Pengolahan Data)

Pada tahap ini setiap kelompok berdiskusi untuk merumuskan strategi penyelesaian
permasalahan dalam LKM berdasarkan informasi-informasi yang diketahui dan
pengetahuan yang telah diketahui mahasiswa (inquiring, questioning, modelling,
learning community). Setiap kelompok berdiskusi untuk menyelesaikan permasalahan
dengan strategi yang telah dirumuskan (inquiring, questioning, modelling, learning
community). Setiap kelompok menyusun laporan hasil diskusi untuk dipresentasikan di
depan kelas (menemukan).
5. Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini perwakilan kelompok menyampaikan hasil laporan di depan kelas,
kelompok lain memberikan tanggapan (inquiring, questioning, modelling, learning
community). Dosen memberikan konfirmasi terhadap hasil diskusi dan presentasi
mahasiswa.
6. Generalization (Penarikan Kesimpulan)
Pada tahap ini mahasiswa bersama dengan dosen membuat kesimpulan materi yang
dipelajari pada perkuliahan (inquiring, learning community). Mahasiswa bersama
dengan dosen mendiskusikan materi apa yang diperoleh dari pembelajaran, mahasiswa
menyampaikan materi-materi yang sudah dipahami dan yang belum dipahami kepada
iv

dosen, mahasiswa dan dosen mendiskusikan hal-hal yang menjadi penyebab belum

dikuasainya materi perkuliahan, mahasiswa menyampaikan kesan dan saran terhadap
pelaksanaan pembelajaran ( reflection).
Pada akhir kegiatan inti pembelajaran, dosen memberikan penilaian yang
sebenarnya (authentic assesment). Pada kegiatan ini mahasiswa melakukan penilaian diri
sendiri (self assessment) dan penilaian sejawat (peer assessment) selama proses
pelaksanaan pembelajaran serta mengerjakan soal evaluasi individu. Penilaian diri dan
sejawat digunakan untuk mengetahui sikap mahasiswa dalam hal rasa ingin tahu dan
percaya diri. Sedang penilaian individu digunakan untuk mengukur kemampuan
pemecahan masalah dan penalaran mahasiswa.
Model dan perangkat pembelajaran yang telah tersusun, sebelum diujicobakan, diuji
validitas modelnya oleh pakar terlebih dahulu. Setelah melalui revisi, model siap
diujicobakan. Pelaksanaan ujicoba model dan perangkat dalam penelitian ini menggunakan
desain lesson study empat siklus, di mana setiap siklusnya ada tahapan plan, do, dan see.
Plan dilaksanakan untuk mendiskusikan perencanaan pembelajaran yang akan
dilaksanakan pada saat do. Do adalah pelaksanaan tindakan berdasarkan perencanaan
terrevisi, di mana pada saat do, peneliti sekaligus sebagai dosen model dibantu oleh rekan
sejawat sebagai observer. See dilaksanakan langsung setelah do untuk mengkaji apa yang
sudah berhasil dan yang belum berhasil dilaksanakan dalam pembelajaran. Dengan adanya
uji coba model melalui tahapan plan, do, see di setiap siklus pembelajaran, model dan
perangkat pembelajaran yang dihasilkan dapat dievaluasi kekurangannya.

Pengembangan model pembelajaran melalui lesson study mampu meningkatkan
kemampuan dosen yaitu kemampuan professional dan pedagogi. Dosen lebih menguasai
materi karena dituntut untuk mendesain materi pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual. Kemampua dosen dalam mempersiapkan pembelajaran seperti RPP, lembar
kerja, materi ajar, serta instrument penilaian juga lebih meningkat. Dengan persiapan
perangkat yang baik, pelaksanaan pembelajaran juga tampak lebih berkualitas yang
ditunjukkan dengan partisipasi aktif mahasiswa dalam pembelajaran.

v

SUMMARY

Differential Equations (DE) is one of the main subjects in a clump of applied
mathematics. Application of DE is very wide including in the fields of physics, biology,
chemistry, economics, social and so on. Thus the course of DE is one of the important
subjects that must be mastered by the students. Specifically, this study aims to desain a
model and the contextual teaching and learning in the course of Differential Equations.
Contextual teaching and learning is one method which is believed to improve the student
reasoning and problem solving ability. In contextual teaching and learning learners are
invited to see the meaning of the material studied by linking subjects with learning material

in the context of their daily lives, namely personal life, social, and cultural.
The aim of the first year research is to develop a contextual learning device that
includes lesson plans, materials, computer-based media, and assessment instruments. The
research method in the first year is the study of literature and try out the model on a limited
class. Activities carried out in the first year are to review the DE material that will be
taught , to formulate issues to be presented in contextual teaching and learning, and to
develop learning tools with contextual approach. The results that have been obtained in this
study is determined the material to be taught contextually through discovery learning is the
first order DE and first order linear DE. In addition it has also formulated the problems
that will be presented in contextual learning.
Furthermore, it has also be designed the

learning quality plan (RMP), media,

student worksheets (LKM); observation instruments for the implementation of learning by
lesson study activity consisting of observation guidance for lecturer and student,

field

notes; as well as an assessment instrument that includes assessment of reasoning and

problem solving abilities.
The stages of DE teaching and learning through contextual approach with discovery
learning which has been formulated as follows:
1. Stimulation
At this stage, students have illustrated the application of DE in daily lives. In this
case, the lecturer gives examples of the application of DE that are the cooling problem
and population growth.

vi

2. Problem Oriented
At this stage, the students formed

heterogeneous groups, each consisting of 3-4

people (learning community). Each group given the contextual problem of DE eg coffee
cooling problem in the form of worksheets students (LKM).
3.DataCollection
At this stage, each group makes a discussion, explores the informations
from the real problems given in


known

LKM (constructivism, inquiring, questioning, learning

community). Each group discusses, explores the

informations

needed to solve the

problems in LKM (constructivism, inquiring, questioning, learning community).
4.DataProcessing
At this stage each group discusses and formulates a strategy to solve the problems
of LKM based on known information and knowledge (inquiring, questioning, modeling,
learning community). Each group make a discussion to resolve the problems with the
strategy that has been formulated (inquiring, questioning, modeling, learning community).
Each group prepared a report of

the discussion results to be presented to the class


(inquiring).
5.Verification
At this stage , one of the group presents the results of the discussion in front of the
class, the other group responded (inquiring, questioning, modeling, learning community).
Lecturer makes a clarrification of the discussion result and student presentations.
6.Generalization
At this stage, the students

with the lecturer makes the conclusion of materials

studied in the course (inquiring, learning community). Students with the lecturer discuss
the materials obtained from the learning, students states the materials that have been
received and have not be. understood to lecturer. Students with lecture then discuss the
things that cause the course material has not mastered. Students give the impressions and
suggestions on the implementation of learning (reflection).
At the end of the core activities of learning, the lecturer gives the real assessment
(authentic assessment). In this activity students conduct a self-assessment / self-assessment
and peer assessment / peer assessment during the implementation process of learning as
well as work on the problems of individual evaluation. Self and peer assessment is used to
determine the attitudes of students in terms of curiosity and confidence. Individual
assessment is being used to measure the ability of the student problem solving and
vii

reasoning.
Models and teaching learning tools that have been arranged, before trialed, tested the
validity of the model by an expert first. After revision / improvement, the model is ready
tested. Implementation trials and devices in this study using four cycles of lesson study
design,

in

which

each

cycle

there

are

stages

of

plan,

do,

and

see.

Plan implemented to discuss the learning plan that will be implemented at the time do. Do
is based on the implementation of the action plan revised, at which time do, researchers as
well as a model lecturer assisted by colleagues as an observer. See undertaken immediately
after do to assess what has been successful and which have not been successfully
implemented in learning.
The development model of learning through lesson study is able to improve the
ability of the professional faculty and pedagogy. Lecturer is required to master the material
for designing learning materials with contextual approach. The lecturer competence in
preparing learning such as lesson plans, worksheets, teaching materials, and assessment
instruments also increased. With good preparation device, the implementation of learning
also appear to be qualified as indicated by the active participation of students in learning.

viii

KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan akhir Penelitian
Hibah Bersaing dengan judul “Pengembangan Model dan Perangkat Pembelajaran
Persamaan Diferensial dengan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah dan Penalaran Mahasiswa” tahun pertama ini dengan lancar.
Kegiatan penelitian tahun pertama ini telah berhasil menyelesaikan perumusan
materi-materi Persamaan Diferensial yang akan diajarkan melalui pendekatan kontekstual
dengan discovery learning beserta

perangkat pembelajarannya yang meliputi rencana

mutu pembelajaran, media,lembar kerja mahasiswa, instrumen pengamatan pelaksanaan
pembelajaran untuk kegiatan lesson study serta instrumen penilaian. Selain itu telah
dilaksanakan uji coba terbatas terhadap model yang dihasilkan melalui lesson study empat
siklus.
Penelitian ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu Peneliti
menyampaikan terimakasih kepada:
1. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) yang telah mendanai penelitian ini.
2.LPPM UMS yang telah berkenan memfasilitasi, membantu kelancaran jalannya
penelitian.
3. Tim Peneliti, rekan-rekan sejawat yang telah memberikan bantuan kerjasama dalam
kegiatan penelitian ini.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan akhir penelitian ini.
Kepada semua pihak yang berkenan membaca dan memberikan masukan laporan ini kami
sampaikan banyak terimakasih.

Surakarta,

Peneliti

ix

November 2014

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

i

HALAMAN PENGESAHAN

ii

RINGKASAN

iii

SUMMARY

vi

KATA PENGANTAR

ix

DAFTAR ISI

x

DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

xv

BAB I. PENDAHULUAN

1

A. Latar Belakang

1

B. Rumusan Masalah

2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

3

A. Pembelajaran Kontekstual

3

B. Penalaran Matematika

5

C. Pemecahan Masalah pada Matematika

7

D. Lesson Study Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Pembelajaran

9

E. Penelitian yang Relevan

11

F. Roadmap Penelitian

12

BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

15

A. Tujuan Penelitian

15

B. Manfaat Penelitian

15

BAB IV. METODE PENELITIAN

16

A. Jenis Penelitian

17

B. Desain Penelitian

17

C. Waktu dan Tempat Penelitian

18

D. Subjek Penelitian

18

E. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data

18

F. Analisis Data

19

G. Keabsahan Data

20

x

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

21

A. Analisis Topik Pembelajaran

21

B. Perancangan Perangkat dan Model Pembelajaran

21

C. Validasi Model oleh Pakar

24

D. Perbaikan Perangkat dan Model Pembelajaran

24

E. Uji Coba Model Melalui Lesson Study

25

F. Pembahasan

61

BAB VI. RENCANA TAHAPANBERIKUTNYA

63

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN

64

A. Kesimpulan

64

B. Saran

64

DAFTAR PUSTAKA

66

LAMPIRAN

69

xi

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Daftar Nilai Mahasiswa 4 Semester

xii

1

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Siklus Lesson Study

10

Gambar 4.1. Alur Penelitian LS

17

Gambar 4.2. Tahapan dan aktivitas penelitian tahun pertama

18

Gambar 4.3. Alur Analisis Data Menurut Miles (1992)

20

Gambar 5.1. Validasi Model dengan Pakar

24

Gambar 5.2. Tahap Stimulasi Siklus I

26

Gambar 5.3. Problem Oriented Siklus I

27

Gambar 5.4. Data Collection Siklus I

27

Gambar 5.5. Data Processisng Siklus I

28

Gambar 5.6.Verification Siklus I

29

Gambar 5.7. Generalization Siklus I

29

Gambar 5.8. Authentic Assesment Siklus I

30

Gambar 5.9. Siklus I Lesson Study

31

Gambar 5.10. Tahap Stimulasi Siklus II

33

Gambar 5.11. Problem Oriented Siklus II

33

Gambar 5.12. Data Collection Siklus II

34

Gambar 5.13. Data Processisng Siklus II

35

Gambar 5.14. Verification Siklus II

36

Gambar 5.15. Generalization Siklus II

37

Gambar 5.16. Authentic Assesment Siklus II

37

Gambar 5.17. Siklus II Lesson Study

39

Gambar 5.18. Tahap Stimulasi Siklus III

41

Gambar 5.19. Problem Oriented Siklus III

41

Gambar 5.20. Data Collection Siklus III

42

Gambar 5.21. Data Processisng Siklus III

43

Gambar 5.22. Verification Siklus III

43

Gambar 5.23. Generalization Siklus III

44

Gambar 5.24. Authentic Assesment Siklus III

45

Gambar 5.25. Siklus III Lesson Study

46

Gambar 5.26. Tahap Stimulasi Siklus IV

47

Gambar 5.27. Problem Oriented Siklus IV

48
xiii

Gambar 5.28. Data Collection Siklus IV

49

Gambar 5.29. Data Processisng Siklus IV

50

Gambar 5.30. Verification Siklus IV

50

Gambar 5.31. Generalization Siklus IV

51

Gambar 5.32. Authentic Assesment Siklus IV

52

Gambar 5.33. Siklus IV Lesson Study

53

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Rencana Mutu Pembelajaran Siklus I

69

Lampiran 2. Materi Ajar Siklus I

74

Lampiran 3. Lembar Kerja Mahasiswa Siklus I

81

Lampiran 4. Instrumen Penilaian Siklus I

83

Lampiran 5. Tugas Kelompok Siklus I

90

Lampiran 6. Rencana Mutu Pembelajaran Siklus II

91

Lampiran 7. Materi Ajar Siklus II

96

Lampiran 8. Lembar Kerja Mahasiswa Siklus II

100

Lampiran 9. Instrumen Penilaian Siklus II

102

Lampiran 10. Tugas Kelompok Siklus II

109

Lampiran 11. Rencana Mutu Pembelajaran Siklus III

110

Lampiran 12. Materi Ajar Siklus III

115

Lampiran 13. Lembar Kerja Mahasiswa Siklus III

118

Lampiran 14. Instrumen Penilaian Siklus III

120

Lampiran 15. Tugas Kelompok Siklus III

127

Lampiran 16. Rencana Mutu Pembelajaran Siklus III

128

Lampiran 17. Materi Ajar Siklus III

133

Lampiran 18. Lembar Kerja Mahasiswa Siklus III

136

Lampiran 19. Instrumen Penilaian Siklus III

138

Lampiran 20. Tugas Kelompok Siklus III

145

Lampiran 21. Lembar Observasi Tindak Mengajar Dosen Siklus I

147

Lampiran 22. Lembar Observasi Tindak Belajar Mahasiswa Siklus I

149

Lampiran 23. Lembar Observasi Tindak Mengajar Dosen Siklus II

151

Lampiran 24. Lembar Observasi Tindak Belajar Mahasiswa Siklus II

153

Lampiran 25. Lembar Observasi Tindak Mengajar Dosen Siklus II

155

Lampiran 26. Lembar Observasi Tindak Belajar Mahasiswa Siklus II

157

Lampiran 27. Lembar Observasi Tindak Mengajar Dosen Siklus II

159

Lampiran 28. Lembar Observasi Tindak Belajar Mahasiswa Siklus II

161

Lampiran 29. Lembar Catatan Lapangan Tindak Mengajar Dosen

163

Lampiran 30. Lembar Catatan Lapangan Tindak Belajar Mahasiswa

164

xv

Lampiran 31. Lembar Penilaian Diri

165

Lampiran 32. Lembar Penilaian Teman Sejawat

166

xvi

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Persamaan Diferensial merupakan salah satu mata kuliah wajib yang harus
ditempuh oleh setiap mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika FKIP UMS dengan bobot 3
SKS.

Secara garis besar mata kuliah Persamaan Diferensial (PD)

berisi tentang

pendahuluan / pengantar : definisi, klasifikasi dan solusi; PD Tingkat Satu: PD terpisah,
PD homogen, PD non homogen, PD eksak, PD non eksak ; PD Linear Tingkat satu:
metode Bernouli, metode Lagrange, PD Bernouli; PD Linear Tingkat Tinggi: homogen
koefisien konstan, non homogen koefisien konstan, homogen koefisien variable, non
homogen koefisien variable; dan Beberapa Contoh Penerapan Persamaan Diferensial.
Pembelajaran mata kuliah Persamaan Diferensial

selama ini seringkali masih bersifat

prosedural, yang hanya mengutamakan perhitungan-perhitungan analitis sehingga kurang
memberikan pengalaman belajar yang bermakna pada mahasiswa. Akibatnya banyak dijumpai
mahasiswa yang hanya pasif pada saat mengikuti perkuliahan Persamaan Diferensial, sekedar
duduk mendengarkan penjelasan dan menunggu apa yang disampaikan oleh dosen. Apabila hal ini
dibiarkan terus menerus tentu saja kurang memberikan pengalaman belajar mahasiswa yang
bermakna sehingga dapat berdampak tidak baik bagi mahasiswa itu sendiri.

Berdasarkan data nilai akhir semester mahasiswa yang mengambil matakuliah
Persamaan Diferensial selama 4 tahun terakhir di Program Studi Pendidikan Matematika
FKIP UMS diperoleh sebagai berikut:

Tabel 1. Data Nilai Mahasiswa 4 Semester
Semester

Jumlah

Prosentasi

Siswa

nilai ≥ B

Gasal 2008/2009

334

19,5 %

Gasal 2009/2010

346

29,8 %

Gasal 2010/2011

426

33,6 %

Gasal 2011/2012

328

49,4 %

Dari data pada Tabel 1 tampak bahwa mayoritas mahasiswa yang mengambil matakuliah
Persamaan Diferensial masih belum mendapatkan nilai yang memuaskan (≥ B). Ini
merupakan salah satu indikator bahwa kemampuan mahasiswa dalam penalaran dan
1

menyelesaikan masalah matematis masih lemah, sebab soal-soal yang diberikan
merupakan soal-soal yang memerlukan kemampuan penalaran dan pemecahan masalah
yang baik.
Pembelajaran kontekstual merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan pemecahan masalah matematis
siswa/mahasiswa. Hal ini karena dalam pembelajaran kontekstual, siswa/mahasiswa diajak
untuk melihat makna dari subjek-subjek akademik yang dipelajari (Johnson, 2002). Selain
itu, pembelajaran kontekstual juga mendorong siswa/mahasiswa untuk berpikir kritis dan
kreatif. Berpikir kritis dan kreatif itulah yang mampu mendorong tumbuhnya kemampuan
penalaran dan pemecahan masalah.
Selain model pembelajaran yang digunakan oleh dosen, Lesson Study merupakan
alternatif untuk memperbaiki mindset dosen dalam proses perkuliahan. Menurut Lewis
(2002) ide yang terkandung di dalam Lesson Study sebenarnya singkat dan sederhana,
yakni jika seorang guru / dosen ingin meningkatkan pembelajaran, salah satu cara yang
paling jelas adalah melakukan kolaborasi dengan guru / dosen lain untuk merancang,
mengamati dan melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang dilakukan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah maka dapat dirumuskan
permasalahan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana desain model pembelajaran dengan pendekatan kontekstual yang mampu
mengembangkan kemampuan penalaran dan pemecahan masalah pada matakuliah
Persamaan Diferensial?
2. Bagaimana implementasi lesson study dalam pengembangan model pembelajaran?
3. Apa dampak implementasi model dengan lesson study terhadap kemampuan
professional dan pedagogi dosen?

2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.

Pembelajaran Kontekstual
Definisi pembelajaran kontekstual menurut Johnson (2002) adalah sebuah proses

pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam akademik yang
mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks
dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan
budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini, sistem tersebut meliputi delapan komponen
berikut: membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan yang
berarti, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, melakukan kerjasama, berpikir kritis
dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, mencapai standar yang
tinggi, dan menggunakan penilaian autentik.
Pembelajaran kontekstual didasarkan pada pemikiran bahwa makna akan muncul
jika terdapat hubungan antara isi dan konteksnya. Semakin banyak keterkaitan yang
ditemukan siswa dalam suatu konteks, semakin bermakna pula isinya bagi para siswa.
Semakin banyak siswa mampu mengaitkan materi-materi pembelajaran dengan konteks
yang ada, semakin banyak pula makna yang akan siswa dapatkan dalam pembelajaran
tersebut.
Masnur Muslich (2007) menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual atau
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu pendidik
mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata peserta didik, dan
mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Landasan filosofi dari CTL adalah
konstruktivisme yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar
menghafal, tetapi merekonstruksikan atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru
lewat fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya
Pembelajaran kontekstual memiliki karateristik sebagaimana dijelaskan oleh
Masnur Muslich (2007) adalah: (1) Learning in real life setting, yakni pembelajaran yang
diarahkan ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau dalam
lingkungan yang alamiah. (2) Meaningful learning, yakni pembelajaran yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna. (3) Learning by
doing, yakni pembelajaran yang dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna
3

kepada siswa.(d) Learning in a group, yakni pembelajaran yang dilaksanakan melalui kerja
kelompok. (4) Pembelajaran menciptakan kebersamaan, kerjasama dan saling memahami
satu sama lain secara mendalam (learning to know each other deeply). (5) Learning to ask,
to inquiry, to work together, yakni pembelajaran yang dilaksanakan secara aktif, kreatif,
produktif, dan mementingkan kerjasama. (6)

Learning as an enjoy activity, yakni

pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan.
Sementara itu, Hamruni (2012) menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual
adalah pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa untuk dapat
menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata.
Dalam pembelajaran kontekstual, siswa terlibat secara penuh dalam proses pembelajaran.
Siswa tidak hanya belajar dengan mendengarkan dan mencatat, namun belajar mengalami
langsung dalam situasi nyata yang ada di sekitar. Melalui proses mengalami secara
langsung, siswa akan mengalami perkembangan secara utuh, tidak hanya aspek kognitif,
tetapi juga aspek psikomotorik dan afektif.
Menurut Hamruni (2012) belajar bukan hanya menghafal tetapi proses
mengkonstruksi pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang mereka miliki. Dengan
demikian semakin banyak pengalaman yang dimiliki oleh siswa, semakin pula banyak
pengetahuan yang diperoleh. Belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan
dengan cara mengumpulkan fakta yang saling lepas, namun mengorganisasi semua yang
dialami.
Terdapat

tujuh

prinsip

dalam

pengembangan

pembelajaran

kontekstual,

sebagaimana dinyatakan oleh Hamruni (2012), yaitu:
1. Konstruktivisme (Constructivism); dalam membangun atau menyusun pengetahuan
siswa didasarkan pada pengalaman-pengalaman yang dialami oleh siswa sendiri.
Pembelajaran diupayakan untuk mendorong siswa untuk dapat mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri melalui pengamatan dan pengalaman nyata.
2. Menemukan (Inquiry); proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan
penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah
sejumlah fakta dari hasil mengingat, namun hasil dari proses menemukan sendiri.
Dengan demikian dalam proses pembelajaran guru tidak mempersiapkan sejumlah
materi yang harus dihafal, namun merancang

kegiatan pembelajaran yang

menungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya.

4

3. Bertanya (Questioning); Belajar hakikatnya adalah bertanya dan menjawab
pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap
individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang
dalam berpikir. Melalui pertanyaan-pertanyaan, guru dapat membimbing dan
mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajari.
4. Masyarakat Belajar (Learning Community); Pengetahuan dan pemahaman
seseorang ditopang oleh banyak komunikasi dengan orang lain. Untuk
memecahkan suatu permasalahan tidak mungkin dipecahkan sendirian, namun
membutuhkan bantuan orang lain. Kerjasama saling memberi dan menerima sangat
dibutuhkan dalam memecahkan permasalahan. Dalam pembelajaran kontekstual
menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang
lain.
5. Pemodelan (Modelling); dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya
model dalam melaksanakan pembelajaran. Model dapat dirancang dengan
melibatkan siswa.
6. Refleksi (Reflection); merupakan proses pengendapan pengalaman yang telah
dipelajari dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa
pembelajaran yang telah dilaluinya. Melalui refleksi, pengalaman belajar akan
dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian
dari pengetahuan yang dimilikinya.
7. Penilaian Autentik (Authentic Assesment); keberhasilan pembelajaran tidak hanya
ditentukan oleh perkembangan kemampuan intelektual saja, namun perkembangan
seluruh aspek harus menjadi bagian dari penilaian keberhasilan pembelajaran. Oleh
karena itu, penilaian keberhasilan belajar tidak hanya ditentukan oleh hasil tes,
namun juga melalui proses pembelajaran dengan penilaian nyata.

B.

Penalaran Matematika
Mullis dkk (2009) membagi tingkatan kognitif matematis kedalam 3 (tiga)

tingkatan, yaitu pengetahuan (knowing), penerapan (applying), dan penalaran (reasoning).
Pengetahuan merupakan kemampuan untuk mengingat fakta, konsep, dan prosedur.
Penerapan merupakan kemampuan untuk menerapkan pengetahuan dan konsep untuk
memecahkan masalah atau menjawab pertanyaan. Namun permasalahan disini adalah
permasalahan yang sifatnya rutin. Sedangkan penalaran merupakan kemampuan untuk
5

berpikir logis dan sistematis. Ini berarti penalaran merupakan tingkatan berpikir tertinggi
dalam tingkatan kognitif.
Copi sebagaimana dikutip oleh Fadjar Shadiq (2007) menyatakan bahwa:
“Reasoning is a special kind of thinking in which inference takes place, in which
conclusions are drawn from premises”. Berdasarkan pengertian tersebut selanjutnya Fajar
Shadiq menyatakan bahwa penalaran merupakan kegiatan, proses atau aktivitas berpikir
untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru berdasar pada
beberapa pernyataan yang diketahui benar ataupun yang dianggap benar yang disebut
premis. Ini berarti kegiatan penalaran terfokus pada upaya merumuskan kesimpulan
berdasarkan beberapa pernyataan yang dianggap benar.
Selain itu, Karin Brodie (2010) menyatakan bahwa, “Mathematical reasoning is
reasoning about and with the object of mathematics.” Pernyataan tersebut dapat diartikan
bahwa penalaran matematis adalah penalaran mengenai dan dengan objek matematika.
Objek matematika dalam hal ini adalah cabang-cabang matematika yang dipelajari seperti
statistika, aljabar, geometri dan sebagainya.
Kemampuan penalaran menurut Mullis dkk (2009) meliputi:
1. Analisis, yaitu kemampuan untuk menentukan hubungan-hubungan antar variable
atau objek dalam situasi matematika, dan membuat kesimpulan yang tepat
berdasarkan informasi yang diberikan.
2. Generalisasi, yaitu kemampuan memperluas domain sehingga hasil pemikiran
matematik atau pemecahan masalah dapat diterapkan secara lebih umum atau lebih
luas.
3. Sintesis, yaitu kemampuan membuat hubungan antar elemen-elemen yang berbeda
dan mengkoneksikan ide-ide matematika yang terkait. Juga mengkombinasikan
fakta, konsep, dan prosedur matematika untuk menentukan hasil serta
mengkombinasikan hasil untuk memperoleh hasil lebih lanjut.
4. Pembuktian, yaitu kemampuan untuk membuktikan dengan berpedoman pada hasil
atau sifat-sifat matematika yang telah diketahui.
5. Penyelesaian Masalah Non-Rutin, yaitu kemampuan untuk menyelesaikan masalah
dalam konteks matematik atau kehidupan sehari-hari dengan tujuan agar terbiasa
untuk menghadapi masalah yang serupa, dan mengaplikasikan fakta, konsep, serta
prosedur dalam konteks yang tidak biasa atau kompleks.

6

Berdasarkan penjelasan teknis Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor
506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004 sebagaimana dikutip oleh Wardhani
(2008) memberikan penjelasan bahwa seorang siswa dikatakan memiliki kemampuan
penalaran apabila mempunyai indikator-indikator sebagai berikut:
1. Mampu mengajukan dugaan
2. Mamp melakukan manipulasi matematika
3. Mampu menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti
terhadap kebenaran solusi
4. Menarik kesimpulan dari pernyataan
Sementara itu, NCTM (National Council of Teacher Mathematics) telah merumuskan
kemampuan penalaran siswa yang meliputi:
1. Menganalisis Permasalahan (Analyzing a Problem); dengan aktivitas antara lain:
a. Mengidentifikasi konsep atau prosedur yang relevan dengan matematika
b. Mendefinisikan variabel dan kondisi yang relevan
c. Mencari pola dan hubungan
d. Mencari struktur yang tersembunyi
e. Menerapkan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya
f. Membuat dugaan awal dan konjektur
2. Menerapkan strategy (Implementing Strategy); dengan aktivitas antara lain:
a. Mengorganisasi pemecahan masalah
b. Membuat dugaan yang logis
3. Mencari dan menggunakan koneksi-koneksi matematis (Seeking and Using
Connections);
4. Melakukan refleksi terhadap penyelesaian yang diperoleh (Reflecting on a Solution
to a Problem); yang antara lain:
a. Menginterpretasikan penyelesaian
b. Validasi penyelesaian
c. Generalisasi terhadap penyelesaian

C. Pemecahan Masalah pada Matematika
Terdapat banyak interpretasi tentang pemecahan masalah dalam matematika. Di
antaranya pendapat Polya (dalam Firdaus, 2009) yang banyak dirujuk pemerhati
matematika. Polya mengartikan pemecahan masalah sebagai suatu usaha mencari jalan
7

keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak begitu segera dapat
dicapai. Menurut Lenchner (dalam Wardhani, 2010), memecahkan masalah matematika
adalah proses menerapkan pengetahuan matematika yang telah diperoleh sebelumnya ke
dalam situasi baru yang belum di kenal. Sementara menurut Robert Harris (dalam
Wardhani, 2010) menyatakan bahwa memecahkan masalah adalah pengelolan suatu
masalah sehingga berhasil memenuhi tujuan yang di tetapkan untuk melakukannya.
Holmes (dalam Wardhani, 2010) mengemukakan pula bahwa menurut Charles R,
masalah rutin memiliki aspek penting dalam kurikulum, karena hidup ini penuh dengan
masalah rutin. Oleh karena itu, tujuan pembelajaran matematika yang diprioritaskan
terlebih dahulu adalah siswa dapat memecahkan masalah rutin. Kuoba dkk. (Wardhani,
2010) menyatakan bahwa masalah nonrutin kadang mengarah kepada masalah prosedur.
Masalah nonrutin membutuhkan lebih dari sekedar menerjemahkan masalah menjadi
kalimat matematika dan penggunaan prosedur yang sudah diketahui. Masalah
mengharuskan pemecah masalah untuk membuat sendiri strategi pemecahan. Dia harus
merencanakan dengan seksama bagaimana memecahkan masalah tersebut. Strategi-strategi
seperti menggambar, menebak dan melakukan cek, membuat tabel atau urutan kadang
perlu dilakukan. Masalah nonrutin kadang memiliki lebih dari satu solusi nonrutin atau
pemecahan. Menurut Holmes, masalah nonrutin kadangkala dapat memilki lebih dari saru
penyelesaian. Masalah tersebut kadang melibatkan situasi kehidupan atau melibatkan
berbagai hubungan subjek.
Gagne (dalam Martinus Yamin dan Bansu, 2009) menyatakan bahwa pemecahan
masalah merupakan tipe belajar yang paling tinggi dan kompleks dibandingkan dengan
tipe belajar lainnya karena aspek-aspek dalam kemampuan matematis seperti penerapan
aturan pada masalah yang sifatnya tidak rutin, penemuan pola, dan penggeneralisasian
dapat dikembangkan secara lebih baik dengan pemecahan masalah. John Dewey (dalam
Wina Sanjaya, 2008) menjelaskan empat langkah metode pemecahan masalah, yaitu:
1. Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang akan
dipecahkan.
2. Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari
berbagai sudut pandang.
3. Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan
pemecahan masalah sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.

8

4. Merumuskan

rekomendasi

pemecahan

masalah,

yaitu

langkah

siswa

menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian
hipotesis dan rumusan kesimpulan.

D.

Lesson Study Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Pembelajaran
Lesson Study pertama kali dikembangkan oleh para guru pendidikan dasar di

Jepang, yang dalam bahasa Jepang-nya disebut kenkyuu jugyo. Makoto Yoshida adalah
orang yang dianggap berjasa dalam mengembangkan kenkyuu jugyo di Jepang.
Keberhasilan Jepang dalam mengembangkan Lesson Study mulai diikuti oleh beberapa
negara lain, termasuk di Amerika Serikat yang secara gigih dikembangkan dan
dipopulerkan oleh Catherine Lewis. Dia melakukan penelitian tentang Lesson Study di
Jepang sejak tahun 1993. Sementara di Indonesia pun saat ini mulai gencar disosialisasikan
untuk dijadikan sebagai sebuah model dalam rangka meningkatkan proses pembelajaran
siswa, bahkan pada beberapa sekolah sudah mulai dipraktekkan. Meski pada awalnya,
Lesson Study dikembangkan pada pendidikan dasar, namun saat ini ada kecenderungan
untuk diterapkan pula pada pendidikan menengah dan bahkan pendidikan tinggi.
Lesson Study bukanlah strategi atau metode dalam pembelajaran, tetapi merupakan
salah satu upaya pembinaan untuk meningkatkan proses pembelajaran yang dilakukan oleh
sekelompok guru secara kolaboratif dan berkesinambungan, dalam merencanakan,
melaksanakan, mengobservasi dan melaporkan hasil pembelajaran. Lesson Study bukan
sebuah proyek sesaat, tetapi merupakan kegiatan terus menerus yang tiada henti dan
merupakan sebuah upaya untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip dalam Total Quality
Management, yakni memperbaiki proses dan hasil pembelajaran siswa secara terusmenerus, berdasarkan data.
Lesson Study merupakan kegiatan yang dapat mendorong terbentuknya sebuah
komunitas belajar (learning society) yang secara konsisten dan sistematis melakukan
perbaikan diri, baik pada tataran individual maupun manajerial. Slamet Mulyana (2007)
memberikan rumusan tentang Lesson Study sebagai salah satu model pembinaan profesi
pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan
berlandaskan pada prinsip-psrinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun
komunitas belajar.

9

Pada awalnya, Lesson Study hanya dilaksanakan pada pendidikan dasar, namun
dalam perkembangannya, Lesson Study juga banyak diterapkan di Perguruan Tinggi.
Sukirman (2010) menyebutkan bahwa Lesson Study mempunyai beberapa manfaat: (1).
Mengurangi keterasingan dosen dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran dan
perbaikannya.

(2).

Membantu

pendidik

untuk

mengobservasi

dan

mengkritisi

pembelajarannya. (3) Memperdalam pemahaman pendidik tentang materi pelajaran,
cakupan dan urutan kurikulum. (4) Membantu pendidik memfokuskan bantuannya pada
seluruh aktivitas belajar mahasiswa. (5) Meningkatkan akuntabilitas kinerja dosen. (6)
Menciptakan terjadinya pertukaran pemahaman tentang cara berfikir dan belajar
mahasiswa. (7) Meningkatkan kolaborasi pada sesama pendidik dalam pembelajaran. (8)
Meningkatkan mutu pendidik dan mutu pembelajaran yang pada gilirannya berakibat pada
peningkatan mutu lulusan. (9) Pendidik memilik banyak kesempatan untuk membuat
bermakna ide-ide pendidikan dalam praktek pembelajarannya sehingga dapat mengubah
perspektif tentang pembelajaran, dan belajar praktek pembelajaran dari perspektif
mahasiswa. (10) Memperbaiki praktek pembelajaran di kelas. (11) Meningkatkan
ketrampilan menulis karya ilmiah atau buku ajar.
Pelaksanaan Lesson Study menggunakan sistem siklus, di mana setiap siklus
dilaksanakan dalam 3 tahap yaitu (1) perencanaan (plan), (2) pelaksanaan (do), (3)
Refleksi (See). Ketiga tahapan ini dapat diilustrasikan dalam bagan berikut:

Gambar 2.1. Siklus Lesson Study

10

E.

Penelitian yang Relevan
1. Kamaruddin dan Amin (2010) dalam penelitiannya berjudul “Impact of Contextual
Video in Learning Engineering Statistics” menyimpulkan bahwa pemanfaatan
video kontekstual dalam pembelajaran dapat membantu mahasiswa kelas statistik
pada fakultas teknik untuk memahami materi statistik. Dalam penelitian ini
Kamaruddin dan Amin melakukan perbandingan pada kelas statistik antara
mahasiswa teknik elektro yang menggunakan video kontekstual dan mahasiswa
teknik mesin yang menggunakan video non-kontekstual. Berdasarkan hasil
wawancara, mahasiswa yang menggunakan video non-kontekstual menyatakan
lebih menyukai perkuliahan daripada melihat video pembelajaran.
2. Kamaruddin, Nafisah K., Jaafar, Norzilaila., dan Amin, Zulkarnain (2012) dalam
penelitiannya berjudul “A Study of the Effectiveness of the Contextual Lab Activity
in the Teaching and Learning Statistics at the UTHM (Universiti Tun Hussein Onn
Malaysia)” menyimpulkan bahwa pemanfaatan aktivitas lab kontekstual dapat
membantu mahasiswa dalam memahami materi statistik. Dalam penelitian ini
digunakan metode quasi eksperimen, yaitu dengan membagi mahasiswa menjadi
dua kelompok. Kelompok pertama diberi perlakuan dengan mengikuti aktivitas lab
kontekstual, sedangkan kelompok kedua mengikuti aktivitas lab non-kontekstual.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap
pemahaman dan motivasi belajar mahasiswa. Namun, terdapat perbedaan yang
signifikan antara kedua kelompok dalam kecepatan memahami materi dan rata-rata
skor postes. Kelompok yang mengikuti aktivitas lab kontekstual mendapatkan ratarata skor yang lebih tinggi dalam postes daripada kelompok

yang mengikuti

aktivitas lab non-kontekstual.
3. Kwon (2002) dalam penelitiannya berjudul “Conceptualizing the Realistic
Mathematics Education Approach in the Teaching and Learning of Ordinary
Differential Equations” menyimpulkan bahwa pembelajaran matematika realistik
(Realistic Mathematics Education) dapat diaplikasikan dalam pembelajaran
persamaan differensial. Dalam penelitian ini Kwon, menyusun materi persamaan
diferensial dengan pendekatan RME untuk memfasilitasi mahasiswa melakukan
kegiatan penemuan. Mahasiswa didorong untuk menyelesaikan permasalahan
matematika yang diberikan dengan menggunakan cara mereka sendiri.

11

4. Crozer dan Baker (2010) dalam penelitiannya berjudul “Contextual Learning in
Math Education for Engineers” menyimpulkan perlu dilakukan kritik terhadap
struktur buku-buku persamaan diferensial yang digunakan di fakultas teknik. Bukubuku yang digunakan lebih banyak bersifat abstrak dan procedural. Hal ini tidak
sesuai dengan penelitian-penelitian pembelajaran matematika yang berkembang
yang mengedepankan konteks nyata sebagai media untuk mengkonstruksi
pengetahuan.
5. Czocher (2011) dalam penelitiannya berjudul “Examining the Relationship between
Contextual Mathematics Instruction and Performance of Engineering Students”
menyimpulkan

bahwa

penerapan

kurikulum

berbasis

kontekstual

dalam

pembelajaran persamaan diferensial pada mahasiswa teknik memberikan hasil
belajar yang lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa yang diberikan
pembelajaran secara tradisional. Dalam pembelajaran secara tradisional, mahasiswa
menyelesaikan persamaan diferensial dengan menggunakan teknik analitik.
Sedangkan pada mahasiswa yang menggunakan kurikulum berbasis kontekstual,
diorientasikan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan kontekstual yang
bersifat aplikatif.

F.

Roadmap Penelitian
1. Penelitian Slamet Hw & Rita P. Khotimah (2010) dengan judul “ Peningkatan
Kompetensi Guru Matematika Sekolah Dasar dalam Implementasi Pendidikan
Matematika Realistik (PMR) Melalui Lesson Study (Hiber Tahun Pertama)”
menyatakan bahwa hasil sosialisasi Lesson Study, simulasi Pendidikan Matematika
Realistik (PMR) dan Pendampingan Penyusunan RPP terhadap guru-guru SD
Negeri 1,2 Gentan mendapatkan kesimpulan bahwa: (1) Guru-guru antusias dan
aktif selama mengikuti sosialisasi, simulasi dan pendampingan penyusunan RPP,
(2) Ditinjau dari penguasaaan materi, guru-guru mengalami peningkatan
pemahaman konsep terutama pada operasi bilangan pecahan dan luas bangunbangun datar yang semula dipandang sebagai kesulitan untuk mengajarkannya
kepada siswa, (3) Guru-guru mengalami peningkatan kompetensi profesional
terutama dalam hal menyusun RPP, (4) Sebagian besar guru berkeyakinan bahwa
menerapkan PMR lewat pendekatan Lesson Study akan membantu meningkatkan

12

pemahaman siswa tentang materi yang ujung-ujungnya akan dapat meningkatkan
prestasi belajar.
2. Penelitian Slamet Hw & Rita P. Khotimah (2011) dengan judul “ Peningkatan
Kompetensi Guru Matematika Sekolah Dasar dalam Implementasi Pendidikan
Matematika Realistik (PMR) Melalui Lesson Study (Hiber Tahun Kedua)”
menyatakan bahwa hasil penelitian ini menunjukkan ada peningkatan kompetensi
profesional guru dalam hal : (1) pembuatan RPP, (2) pengembangan materi ajar, (3)
pemilihan strategi pembelajaran dan (4) pemilihan media dan sumber belajar.
Selain itu implementasi Lesson Study mampu merubah paradigma pembelajaran
bagi guru dari pendekatan yang bersifat mekanistik ke pendekatan yang realistik.
3. Tjipto Subadi, Rita P.Khotimah dan Sri Sutarni (2012) dalam penelitian berjudul:
“A Lesson Study as A Development Model of Professional Teachers”
menyimpulkan bahwa: (1) Terdapat empat masalah dalam upaya meningkatkan
profesionalitas pendidik dengan pendekatan lesson study pada guru-guru Sekolah
Muhammadiyah di Kabupaten Sukoharjo yaitu masalah internal (permasalahan
yang bersumber dari guru), masalah eksternal (permasalahan berasal dari siswa,
Kepala Sekolah, Pengawas, Kurikulum, sarana dan prasarana), masalah komitmen
guru dalam melaksanakan lesson study, dan masalah kemauan guru/semangat guru
dalam melaksanakan lesson study, (2) Langkah-langkah lesson study yang efektif
adalah lesson study berbasis research PTK (Penelitian Tindakan Kelas); dengan
tahapan plan-do-see; dioordinasikan melalui MKKS (Musyawarah Kerja Kepala
Sekolah), implentasi lesson study berbasis MGMP (Musyawarah Guru Mata
Pelajaran), (3) Validasi lesson study sebagai model berkaitan dengan banyak
validasi antara lain; validasi tim lesson study, jadwal pelaksanaan, konsistensi dan
kontinuitas, dokumentasi, peningkatan mutu pembelajaran, tanggapan kepala
sekolah dan siswa, dan validasi pakar sebagai pendamping, dan (4) Model
pembelajaran aktif inovatif kreatif efektif dan menyenangkan dalam lesson study
adalah “model pembelajaran berbasis kolaboratif dan kooperatif" sedangkan
efektifitas lesson study sebagai model pembinaan guru adalah lesson study berbasis
MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) yang implementasinya oleh guru
model di sekolah masing-masing.
4. Rita P Khotimah dan Masduki (2013) dalam penelitian berjudul:” Implementasi
Model Cooperatif Learning untuk Meningkatkan Kemandirian dan Prestasi Belajar
13

Mahasiswa” menyimpulkan bahwa: 1) Implementasi Lesson Study melalui
Cooperatif Learning dengan berbantuan Lembar Kerja Mahasiswa

dapat

meningkatkan kemandirian belajar pada mata kuliah Persamaan Diferensial di kelas
VA Prodi Pendidikan Matematika FKIP UMS Tahun 2012/2013. 2). Implementasi
Lesson Study melalui Cooperatif Learning dengan berbantuan Lembar Kerja
Mahasiswa

dapat meningkatkan prestasi belajar pada mata kuliah Persamaan

Diferensial di kelas

VA Prodi Pendidikan Matematika FKIP UMS Tahun

2012/2013.

Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian-penelitian sebelumnya yaitu
untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan pemecahan masalah mahasiswa khususnya
pada matakuliah persamaan diferensial dengan menggunakan model dan perangkat
pembelajaran kontekstual. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan dengan pendekatan lesson
study.

14

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian telah diperoleh:
1. Desain perangkat pembelajaran yang terdiri dari RPP, lembar kerja, intrumen
penilaian, serta instrument pengamatan aktivitas pembelajaran. Perangkat
pembelajaran yang diperoleh dirancang dengan menggunakan pendekatan
kontekstual. Sedangkan model yang digunakan adalah Discovery Learning. Telah
dilakukan pula uji coba model sehingga diperoleh informasi mengenai kekurangan
dalam implementasi model. Selanjutnya model yang telah diujicoba dilakukan
revisi sehingga diperoleh model terevisi.
2. Lesson study dengan tahapan Plan-Do-See dapat digunakan untuk pengembangan
model pembelajaran. Hal ini dikarenakan pada kegiatan lesson study, proses
pembelajaran senantiasa dilakukan perencanaan secara matang bersama rekan
sejawat sehingga perbaikan-perbaikan dilakukan secara terus menerus.
3. Kemampuan professional dan pedagogi dosen model lebih berkembang terutama
dalam pengembangan materi, penyusunan perangkat pembelajaran, pelaksanaan
pembelajaran dengan metode yang lebih bervariasi sehingga menarik bagi
mahasiswa dan memberikan makna karena model yang dikembangkan dengan
pendekatan kontekstual

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian tersebut dapat diberikan saran-saran sebagai
berikut:
1. Perlu dilakukan pengembangan model-model pembelajaran matematika yang
mampu meningkatkan partisipasi mahasiswa dalam belajar serta mampu
mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti penalaran, pemecahan
masalah, kreatifitas, berpikir kritis, serta analisis. Para dosen di lingkungan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) sudah seharusnya memiliki ide-ide
inovatif

dalam

pengembangan

pembelajaran,

khususnya

model-model

pembelajaran. Oleh karena itu, bagi para dosen khususnya di lingkungan FKIP
harus memacu diri untuk be

Dokumen yang terkait

Pengembangan Perangkat dan Model Pembelajaran Berbasis Konstruktivis Mata Kuliah Statistika melalui Pendekatan Lesson Study

0 6 13

Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika dengan Model Pembelajaran Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis

0 2 9

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PADA MATERI DINAMIKA ROTASI.

1 6 31

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDEKATAN REALISTIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN SELF-EFFICACY SISWA SMPN 3 LANGSA.

0 3 39

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERDASARKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA SMP NEGERI 1 SIMANINDO.

0 1 45

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATERI PERBANDINGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA.

0 4 45

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMP NEGERI 27 MEDAN.

0 4 54

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA SMP NEGERI 3 SUNGGAL.

0 14 42

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA SMU MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 1 40

Pengembangan Perangkat Pembelajaran Lembar Kerja Siswa Dengan Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa

0 0 8