Analisis Nilai Ekonomi dan Strategi Pengembangan Wisata Kebun Kina Bukit Unggul Kabupaten Bandung

ANALISIS NILAI EKONOMI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
WISATA KEBUN KINA BUKIT UNGGUL
KABUPATEN BANDUNG

LISTIANA WIDYA WANTI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Nilai Ekonomi
dan Strategi Pengembangan Wisata Kebun Kina Bukit Unggul Kabupaten
Bandung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Listiana Widya Wanti
NIM H351100054

RINGKASAN
LISTIANA WIDYA WANTI. Analisis Nilai Ekonomi dan Strategi
Pengembangan Wisata Kebun Kina Bukit Unggul Kabupaten Bandung.
Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT dan BAMBANG JUANDA.
Lebih dari beberapa dekade, pariwisata tumbuh secara kontinyu dan
menjadi salah satu sektor ekonomi yang paling cepat pertumbuhannya di dunia.
Pariwisata di Indonesia juga menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat.
PT Perkebunan Nusantara VIII (PT PN VIII) berupaya mengembangkan potensi
agrowisata yang ada di setiap unit kebun. Kebun Bukit Unggul adalah salah satu
kebun milik PT PN VIII. Kebun Bukit Unggul mengembangkan Wisata Kebun
Kina Bukit Unggul pada tahun 2009.
Sebagai tujuan wisata objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul memiliki
manfaat intangible dan memiliki sifat barang publik yaitu non-rivalry, nonexcludability, dan congestible. Ciri pokok dari barang publik ditentukan oleh tidak
adanya mekanisme pasar dan harga. Ketidakmampuan pasar dalam menilai wisata
alam secara kuantitatif menyebabkan barang lingkungan sering tidak dihargai atau

sering dinilai dengan nilai yang lebih rendah dari seharusnya (undervalue). Hal ini
membuat alokasi pemanfaatan sumberdaya alam dalam bentuk wisata alam belum
optimal. Sehingga penilaian ekonomi barang publik yang sering dinyatakan
sebagai barang bebas (free goods) ini membutuhkan suatu pendekatan tertentu.
Pendekatan terhadap harga ini kemudian digunakan untuk mengestimasi besarnya
permintaan, manfaat (benefit) atau surplus konsumen. Salah satu teknik untuk
menilai barang-barang non-pasar ini adalah model biaya perjalanan (travel cost
method) Selama ini belum pernah dilakukan penilaian ekonomi terhadap Objek
Wisata Kebun Kina Bukit Unggul, sehingga belum diketahui nilai ekonomi dari
objek wisata ini. Selain itu pergantian pimpinan di unit kebun ini juga
menyebabkan perubahan strategi dan manajemen terhadap wisata kebun.
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi karakteristik
wisatawan dan penilaian wisatawan terhadap keberadaan Wisata Kebun Kina
Bukit Unggul, (2) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan
(frekuensi kunjungan) dan mengestimasi nilai ekonomi Wisata Kebun Kina Bukit
Unggul, dan (3) memformulasi strategi pengembangan wisata di Wisata Kebun
Kina Bukit Unggul. Untuk mengidentifikasi karakteristik pengunjung dan
penilaian pengunjung terhadap Wisata Kebun Kina Bukit Unggul digunakan
analisis deskriptif. Untuk mengestimasi nilai ekonomi wisata digunakan teknik
Travel Cost Method (TCM), sedangkan untuk memformulasikan strategi

pengembangan wisata digunakan teknik Analitical Hierarchy Process (AHP).
Berdasarkan hasil dari penelitian ini, maka diketahui bahwa wisatawan
Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul didominasi oleh kelompok usia muda
(15-24 tahun), dengan tingkat pendidikan SMA/SMK tidak memiliki tanggungan
dan datang ke objek wisata bersama teman dengan tujuan untuk berekreasi.
Wisatawan sebagian besar bekerja sebagai karyawan swasta dengan penghasilan
perbulan Rp 1.500.001-Rp 3.000.000, dan mengetahui objek wisata antara 1-2
tahun yang lalu dengan frekuensi kunjungan dalam satu tahun 1-2 kali. Jarak yang
ditempuh wisatawan untuk menuju lokasi 15-30 km dengan waktu tempuh 1-2
jam. Sebagian besar pengunjung berasal dari Kota Bandung. Penilaian wisatawan

terhadap objek wisata ini, akses menuju lokasi kurang mudah, kondisi fisik objek
wisata cukup baik, pemandangan alamnya indah, objek wisatanya cukup bersih,
cukup aman dan petugasnya cukup ramah. Namun fasilitas yang ada kurang
lengkap.
Hasil analisis permintaan wisata menunjukkan permintaan (frekuensi
kunjungan) ke Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul dipengaruhi positif oleh
faktor pendapatan wisatawan per bulan dan lama mengetahui lokasi objek wisata,
serta dipengaruhi negatif oleh jarak yang ditempuh wisatawan. Faktor biaya
perjalanan tidak responsif terhadap biaya perjalanan. Bagi wisatawan yang

berkunjung ke Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul, biaya perjalanan
bukanlah faktor yang utama, karena biaya perjalanan ke objek wisata ini cukup
murah terutama bagi warga daerah Bandung Raya yang merupakan pengunjung
utama objek wisata ini.
Surplus konsumen yang mengggambarkan manfaat bersih yang diperoleh
wisatawan dari kegiatan rekreasi di Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul per
kunjungan pada model permintaan wisata ini sebesar 333.400. Surplus konsumen
tiap tahun yang menggambarkan nilai ekonomi dari Objek Wisata Kebun Kina
Bukit Unggul adalah sebesar Rp 2.216.109.800 setiap tahunnya.
Strategi yang paling tepat (prioritas pertama) untuk mengembangkan Objek
Wisata Kebun Kina Bukit Unggul adalah meningkatkan promosi wisata. Strategi
lainnya yang dapat menjadi back-up berturut-turut berdasarkan prioritas adalah
memperbaiki sarana dan prasarana wisata, meningkatkan kualitas wisata,
mengembangkan wisata berbasis pendidikan dan mencegah kerusakan dan
kehancuran lokasi wisata. Formulasi tersebut dapat diterima karena memiliki
inconsistency rasio < 0,10, yaitu 0.
Kata kunci: pariwisata, travel cost method, analisis hierarki proses, nilai ekonomi

SUMMARY
LISTIANA WIDYA WANTI. Analysis of Economic Value and Development

Strategy of Quinine Plantation Tourism of Bukit Unggul in Bandung Regency.
Supervised by YUSMAN SYAUKAT and BAMBANG JUANDA.
For the last several decades, tourism has continuously grown and become
one of the economic sectors with the fastest growth in the world. The tourism in
Indonesia also shows an increasing trend, and many potential areas have been
developed into tourist sites. PT Perkebunan Nusantara VIII (PT PN VIII) with its
quinine plantations is no exception, where it has made every effort to develop the
potential of its agrotourism in each unit of the plantations. Bukit Unggul
Plantation--one of PT PN VIII plantations--started developing Quinine Plantation
Tourism of Bukit Unggul in 2009.
As tourist destination, Quinine Plantation Tourism of Bukit Unggul has
intangible benefits and it is public goods, namely non-rivalry, non-excludability,
and non-congestion. The main characteristics of public goods is the absence of
market mechanism and prices. The market inability in estimating natural tourism
quantitatively has resulted in the lack of appreciation for environment properties
(undervalue). This makes the allocation of natural resources utilization in form of
natural tourism still far from optimal. Therefore, the economic estimation for this
public goods often regarded as free good requires a certain approach. This price
approach is then used to estimate the demand, benefit, or consumer surplus. One
of the techniques in estimating these non-market goods is by using travel cost

method. The economic estimation of Quinine Plantation Tourism of Bukit Unggul
has never been conducted before, so that the economic value has not been
revealed. In addition, the change in leadership in the plantation unit has caused the
change in strategy and management of the tourist site.
The objectives of this study were (1) to identify the characteristics of
tourists and their views on Quinine Plantation Tourism of Bukit Unggul, (2) to
identify the factors that influence the demand (visit frequency) and to estimate the
economic value of Quinine Plantation Tourism of Bukit Unggul, and (3) to
formulate a development strategy of Quinine Plantation Tourism of Bukit Unggul.
A descriptive analysis was used to identify the characteristics of visitors and their
views on Quinine Plantation Tourism of Bukit Unggul, and travel cost method
(TCM) was used to estimate the economic value of the tourism, while to
formulate a development strategy, analytical hierarchy process (AHP) was used.
The result of this research showed that the tourists visiting Quinine
Plantation Tourism of Bukit Unggul was dominated by young-aged group (15-24
years old), with education levels of SMA (Senior High School) or SMK
(Vocational High School). They had no dependents, and the purpose of their
coming was to have a recreation with their friends. Most visitors were private
employees with monthly income, ranging from Rp 1,500,000 - Rp 3,000,000.
They had known about the tourist destination for 1-2 years with a visit frequency

of 1-2 times a year. The distance between the tourist destination and their places
ranged from 15-30 km with 1-2 hours travel time. Most visitors were from
Bandung City. The visitors views on this tourist destination were as followed:
access to the location was not easy, the physical condition of the tourist

destination was good, the views were beautiful, the environment was clean and
safe, and the officers were friendly. However, the existing facilities were not
complete.
The analysis result of tourist demand showed that the demand or the visit
frequency was positively influenced by the visitors’ monthly income and the time
when they first knew about the site, but was negatively influenced by the distance
they had to cover to get to the site. However, the travel cost factor was not
responsive to the travel cost. For the people visiting Quinine Plantation Tourism
of Bukit Unggul, the travel cost was not the main factor since it was relatively
cheap, particularly for the visitors from the Greater Bandung area, who were the
main visitors.
The surplus of consumer per visit based on the model of tourist demand
was 333,400. This means the net benefit obtained by tourists from Quinine
Plantation Tourism of Bukit Unggul was RP 333,400. The yearly surplus of
consumer was Rp 2,216,109.800. The economic value of Quinine Plantation

Tourism of Bukit Unggul was Rp 2,216,109.800 per year.
The most appropriate strategy or the first priority to develop the tourist
destination of Quinine Plantation Tourism of Bukit Unggul was by increasing the
promotion. Another strategy as back up based on the priority are respectively the
improvement of facilities and infrastructure, the improvement of tourism quality,
the development of education-based tourism, and the prevention of the destruction
of tourism site. The formulation was acceptable since it has inconsistency ratio
>0.10, namely 0.
Keywords: tourism, travel cost method, analysis hierarchy process, economic
value

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


ANALISIS NILAI EKONOMI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
WISATA KEBUN KINA BUKIT UNGGUL
KABUPATEN BANDUNG

LISTIANA WIDYA WANTI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis: Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc


Judul Tesis : Analisis Nilai Ekonomi dan Strategi Pengembangan Wisata Kebun
Kina Bukit Unggul Kabupaten Bandung
Nama
: Listiana Widya Wanti
NIM
: H351100054

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec
Ketua

Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ekonomi Sumberdaya dan

Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc,Agr

Tanggal Ujian: 18 September 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2014 ini ialah Analisis Nilai
Ekonomi dan Strategi Pengembangan Wisata Kebun Kina Bukit Unggul
Kabupaten Bandung.
Terimakasih penulis ucapkan kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec, ketua komisi pembimbing yang telah
banyak memberi saran dan arahan.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS, anggota komisi pembimbing yang
telah banyak memberi saran dan arahan.
3. Suami, anak, ibu, bapak, adik dan seluruh keluarga penulis yang telah
membantu penyelesaian tugas akhir ini atas semua doa dan bantuan lainnya.
4. Teman-teman ESL angkatan 2010, 2011 dan 2012.
5. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian tugas akhir ini disadari atau
tidak disadari.
Terakhir, penulis juga mohon maaf jika ada pihak-pihak yang merasa
terbebani dan terganggu dengan proses pembuatan dan hasil tugas akhir ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk kebaikan yang benar, amin.

Bogor, September 2014
Listiana Widya Wanti

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

xiii

1  PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian







2  TINJAUAN PUSTAKA
Ekonomi Wisata
Objek Wisata Sebagai Barang Publik
Penawaran dan Permintaan Wisata
Nilai Ekonomi Wisata
Willingness to Pay
Teknik Penilaian Non-Pasar Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Travel Cost Method
Pendekatan Analisis Hirarki Proses
Penelitian Terdahulu

9


11 
12 
12 
13 
14 
16 
18 

3  METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Waktu dan Tempat Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengambilan Sampel
Metode Analisis Data

20 
20
23 
23 
24 
25

4  GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
Sejarah
Kondisi Alam
Manajemen Kebun dan Karyawan
Potensi Wisata Kebun

32 
32 
32 
33 
33

5  KARAKTERISTIK DAN PENILAIAN WISATAWAN TERHADAP
WISATA KEBUN KINA BUKIT UNGGUL
Karakteristik Wisatawan Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul
Usia
Tingkat Pendidikan
Jenis Pekerjaan
Pendapatan Per Bulan
Status Pernikahan
Jumlah Tanggungan
Daerah Asal
Lama Mengetahui Lokasi
Frekuensi Kunjungan dalam Waktu 1 Tahun
Jarak Tempuh Menuju Lokasi

35 
35 
35 
35 
36 
37 
37 
38 
38 
39 
39 
40 

Waktu Tempuh Menuju Lokasi
Tujuan Kunjungan
Cara Kedatangan
Kendaraan yang Digunakan
Jumlah Rombongan
Informasi Objek Wisata
Penilaian Wisatawan terhadap Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul
Daya Tarik Objek Wisata
Kemudahan Mencapai Lokasi
Kondisi Fisik Objek Wisata
Pemandangan Alam
Kebersihan
Keamanan
Keramahan
Kelengkapan Fasilitas

41 
41 
42 
43 
43 
44 
45 
45 
46  
47 
47 
48 
48 
49 
49

6  FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN
(FREKUENSI KUNJUNGAN) DAN NILAI EKONOMI WISATA KEBUN
KINA BUKIT UNGGUL
51 
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan (Frekuensi Kunjungan) 51 
Uji Statistik
51 
Faktor-Faktor Penentu Frekuensi Kunjungan
52 
Nilai Ekonomi Wisata Kebun Kina Kina Bukit Unggul
54
7  STRATEGI PENGEMBANGAN OBJEK WISATA KEBUN KINA BUKIT
UNGGUL
56 
Hierarki Strategi Pengembangan Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul 56 
Hasil Pengolahan AHP
58 
Pengolahan Horizontal
58 
Unsur Faktor terhadap Tujuan
58 
Unsur Strategi terhadap Faktor
60 
Pengolahan Vertikal
61 
Unsur Strategi terhadap Tujuan
61 
8  SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

64 
64 
65 

DAFTAR PUSTAKA

66 

DAFTAR TABEL
1 Perkembangan wisatawan mancanegara tahun 2008 – 2012
2 Perkembangan wisatawan nusantara tahun 2008 – 2012
3 Frekuensi kunjungan wisatawan ke Objek Wisata di Jawa Barat
menurut kabupaten/kota tahun 2011
4 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian
5 Nilai skala perbandingan berpasangan
6 Contoh matriks perbandingan berpasangan
7 Nilai RI (random index)
8 Karakteristik wisatawan Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul
berdasarkan usia
9 Karakteristik wisatawan Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul
berdasarkan tingkat pendidikan
10 Karakteristik wisatawan Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul
berdasarkan jenis pekerjaan
11 Karakteristik wisatawan Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul
berdasarkan pendapatan per bulan
12 Karakteristik wisatawan Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul
berdasarkan status pernikahan
13 Karakteristik wisatawan Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul
berdasarkan jumlah tanggungan keluarga
14 Karakteristik wisatawan Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul
berdasarkan daerah asal
15 Karakteristik wisatawan Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul
berdasarkan lama mengetahui lokasi
16 Karakteristik wisatawan Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul
berdasarkan frekuensi kunjungan dalam waktu 1 tahun
17 Karakteristik wisatawan Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul
berdasarkan jarak tempuh menuju lokasi
18 Karakteristik wisatawan Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul
berdasarkan jarak tempuh dan frekuensi kunjungan dalam 1 tahun
19 Karakteristik wisatawan Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul
berdasarkan waktu tempuh menuju lokasi
20 Karakteristik wisatawan Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul
berdasarkan tujuan kunjungan
21 Karakteristik wisatawan Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul
berdasarkan tujuan kunjungan dan frekuensi kunjungan dalam 1 tahun
22 Karakteristik wisatawan Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul
berdasarkan cara kedatangan
23 Karakteristik wisatawan Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul
berdasarkan kendaraan yang digunakan
24 Karakteristik wisatawan Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul
berdasarkan jumlah rombongan
25 Karakteristik wisatawan Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul
berdasarkan informasi objek wisata
26 Penilaian wisatawan Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul terhadap
daya tarik objek wisata

1
2
4
24
28
29
30
35 
36 
36 
37 
38 
38 
39 
39 
40 
40 
41 
41 
42 
42 
43 
43 
44 
44
45 

27 Penilaian wisatawan Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul terhadap
daya tarik objek wisata berdasarkan frekuensi kunjungan dalam 1 tahun
28 Penilaian wisatawan Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul terhadap
kemudahan mencapai lokasi
29 Penilaian wisatawan Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul terhadap
kondisi fisik objek wisata
30 Penilaian wisatawan Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul terhadap
pemandangan alam
31 Penilaian wisatawan Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul terhadap
kebersihan
32 Penilaian wisatawan Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul terhadap
keamanan
33 Penilaian wisatawan Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul terhadap
keramahan
34 Penilaian wisatawan Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul terhadap
kelengkapan fasilitas
35 Penilaian wisatawan terhadap Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul
36 Koefisien regresi untuk masing-masing variabel
37 Bobot dan prioritas unsur faktor terhadap tujuan
38 Bobot unsur strategi terhadap setiap faktor
39 Bobot dan prioritas unsur strategi terhadap tujuan

46 
46 
47 
48 
48 
49 
49 
50 
50
52
59
60
62

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Klasifikasi valuasi non-market
Diagram alir kerangka pemikiran
Denah lokasi Wisata Kebun Kina Bukit Unggul
Model hierarki strategi pengembangan Wisata Kebun Kina Bukit
Unggul
5 Bobot hasil pengolahan AHP

14 
22 
23 
28 
61 

 

DAFTAR LAMPIRAN
1 Grafik sebaran poisson jumlah kunjungan ke Objek Wisata Kebun Kina
Bukit Unggul
2 Matrik Plot antara peubah tak bebas (jumlah kunjungan) dengan peubah
bebas (biaya perjalanan, jarak, pendapatan per bulan, usia, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, persepsi kondisi fisik, persepsi
pemandangan alam, persepsi keamanan, jumlah rombonga, jumlah
tanggungan dan lama mengetahui lokasi)
3 Perhitungan nilai ekonomi Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul
4 Penghitungan dengan metode Analisis Hirarki Proses
5 Foto-foto Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul

68 

69 
71 
72 
77 

1
1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Menurut World Tourism Organization (2014) selama beberapa dekade,
pariwisata tumbuh secara kontinyu dan menjadi salah satu sektor ekonomi yang
paling cepat pertumbuhannya di dunia. Kecenderungan ini juga tampak di
Indonesia sebagai salah satu tujuan wisata dunia. Neraca Satelit Pariwisata
Nasional (Nesparnas) (2011) menunjukkan total transaksi ekonomi yang
dihasilkan kegiatan pariwisata mencapai Rp. 296,97 triliun. Kontribusi pariwisata
pada produk domestik bruto (PDB) adalah 4,00 persen, dan pada tenaga kerja
sebesar 7,75 persen.
Pariwisata di Indonesia telah dianggap sebagai salah satu sektor ekonomi
penting. Bahkan sektor ini diharapkan akan dapat menjadi penghasil devisa nomor
satu. Industri pariwisata sering dianggap sebagai jawaban untuk menghadapi
berbagai masalah ekonomi Indonesia. Kesulitan ekonomi yang diakibatkan oleh
sektor non-migas yang menurun, impor yang naik, dan pembangunan ekonomi
yang timpang, dipandang akan dapat diatasi dengan industri pariwisata karena
industri pariwisata dapat menciptakan lapangan kerja baru yang jelas akan dapat
memberikan lebih banyak peluang ekonomi, di samping juga dapat menjadi
sarana untuk menjaga dan memperbaiki lingkungan dan mendorong pembangunan
ekonomi regional (Suwantoro, 2004).
Pada dekade terakhir, pembangunan pariwisata di Indonesia maupun di
mancanegara menunjukkan kecenderungan terus meningkat. Tabel 1
menunjukkan perkembangan wisatawan mancanegara dari tahun 2008 sampai
tahun 2012. Berdasarkan data yang disampaikan oleh Kementerian Pariwisata
dan Ekonomi Kreatif Tahun 2014, terjadi peningkatan kunjungan wisatawan
mancanegara ke Indonesia dari 6.234.497 kunjungan pada Tahun 2008 menjadi
8.044.462 kunjungan pada Tahun 2012, dengan pertumbuhan tertinggi mencapai
13,24 persen. Penerimaan devisa juga mengalami kenaikan dari 7.347,6 USD
pada tahun 2008 menjadi 9.120,85 USD pada tahun 2012, dengan kenaikan
tertinggi mencapai 37,44 persen.
Tabel 1 Perkembangan wisatawan mancanegara tahun 2008– 2012
Rata-Rata
Wisatawan
RataPengeluaran Per Penerimaan Devisa
Mancanegara
Rata
Orang (USD)
Lama
Tahun
Jumlah
Pertumbuhan Tinggal Per
Per
Pertumbuhan
Jumlah
(Juta
(Hari) Hari Kunjungan
(%)
(%)
USD)
2008 6.234.497
13,24
8,58 137,38
2009 6.323.730
1,43
7,69 129,57
2010 7.002.944
10,74
8,04 135,01
2011 7.649.731
9,24
7,84 142,69
2012 8.044.462
5,16
7,70 147,22
Sumber: Pusdatin Kemenparekraf & BPS (2014)

1.178,54
995,93
1.085,75
1.118,26
1.133,81

7.347,6
6.297,99
7.603,45
8.554,39
9.120,85

37,44
-14,29
20,73
12,51
6,62

2
Demikian pula dengan kunjungan wisatawan nusantara juga mengalami
peningkatan. Kunjungan wisatawan pada tahun 2008 sebesar 225.041.000 orang
dengan total pengeluaran Rp. 123,17 triliun. Pada Tahun 2012 menjadi
245.290.000 orang dengan total pengeluaran mencapai Rp. 171,70 triliun. Hal ini
menunjukkan sektor pariwisata merupakan pilihan usaha yang prospektif untuk
terus dikembangkan. Tabel 2 terlihat perkembangan wisatawan nusantara dari
tahun 2008 sampai tahun 2012.
Tabel 2 Perkembangan wisatawan nusantara tahun 2008 – 2012
Perjalanan
(ribuan)

Rata - Rata
Perjalanan
(kali)

Pengeluaran Per
Perjalanan
(ribu Rp)

Total
Pengeluaran
(triliun Rp)

2008

225.041

1,92

547,33

123,17

2009

229.731

1,92

600,3

137,91

2010

234.377

1,92

641,76

150,41

2011

236.752

1,94

679,58

160,89

700,00

171,70

Tahun

*)

245.290
1,98
2012
Sumber : Pusdatin Kemenparekraf & BPS (2014)
Keterangan : *) Angka estimasi

Menurut Kementerian Pertanian (2004) Indonesia memiliki kekayaan alam
dan hayati yang sangat beragam yang jika dikelola dengan tepat, kekayaan
tersebut mampu diandalkan menjadi andalan perekonomian nasional. Kondisi
agroklimat di wilayah Indonesia sangat sesuai untuk pengembangan komoditas
tropis dan sebagian sub tropis pada ketinggian antara nol sampai ribuan meter di
atas permukaan laut. Komoditas pertanian (mencakup tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan) dengan
keragaman dan keunikannya yang bernilai tinggi serta diperkuat oleh kekayaan
kultural yang sangat beragam mempunyai daya tarik kuat sebagai wisata agro.
Konsumsi jasa dalam bentuk komoditas wisata bagi sebagian masyarakat
negara maju dan masyarakat Indonesia telah menjadi salah satu kebutuhan sebagai
akibat meningkatnya pendapatan, aspirasi dan kesejahteraannya. Preferensi dan
motivasi wisatawan berkembang secara dinamis. Hamparan areal pertanaman
yang luas seperti pada areal perkebunan, dan hortikultura di samping menyajikan
pemandangan dan udara yang segar, juga merupakan media pendidikan bagi
masyarakat dalam dimensi yang sangat luas, mulai dari pendidikan tentang
kegiatan usaha di bidang masing-masing sampai kepada pendidikan tentang
keharmonisan dan kelestarian alam.
PT. Perkebunan Nusantara (PT PN) VIII adalah salah satu di antara
perkebunan milik negara yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 13
tahun 1996. Perusahaan ini didirikan dengan maksud dan tujuan untuk
menyelenggarakan usaha di bidang agro bisnis dan agro industri, serta
optimalisasi pemanfaatan sumber daya perseroan untuk menghasilkan barang dan/
atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat, serta mengejar keuntungan
guna meningkatkan nilai perseroan dengan menerapkan prinsip-prinsip Perseroan
Terbatas. Kegiatan usaha perusahaan meliputi pembudidayaan tanaman,

3
pengolahan/produksi, dan penjualan komoditi perkebunan teh, karet, kelapa sawit,
kina, dan kakao.1
Sebagai perusahaan yang dituntut untuk menghasilkan profit, PT
Perkebunan Nusantara VIII tidak hanya mengandalkan berbagai komoditi
sebagai core business-nya. Di luar itu, manajemen perusahaan berupaya
mengembangkan potensi agrowisata yang ada di setiap unit kebun. Apalagi
hampir keseluruhan wilayahnya berada di tanah pegunungan Jawa Barat yang
memiliki keindahan eksotik sebagai tempat wisata. Ada beberapa tempat wisata di
PT Perkebunan Nusantara VIII yang sudah cukup dikenal, baik oleh masyarakat
dalam negeri maupun luar negeri, antara lain: Agrowisata Gunung Mas,
Rancabali, Malabar, Ciater (Sukawana), dan Goalpara (Pasir Badak)2.
Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki alam
dan pemandangan yang indah untuk dikunjungi. Jawa Barat memiliki obyek
wisata yang beragam baik wisata alam, seni budaya maupun sejarah. Visi Jawa
Barat dalam bidang pariwisata adalah terwujudnya Jawa Barat sebagai daerah
budaya dan tujuan wisata andalan. Jumlah kunjungan wisatawan ke objek wisata
di Jawa Barat menurut kabupaten/kota tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 3.
Kabupaten Bandung menduduki peringkat pertama sebagai kabupaten dengan
jumlah tertinggi dalam kunjungan wisatawan ke objek wisata yaitu sebesar
14,28%.
Kebun Bukit Unggul merupakan salah satu unit bisnis PT Perkebunan
Nusantara VIII (Persero) yang terletak di Kabupaten Bandung Jawa Barat. Core
business Kebun Bukit Unggul adalah komoditi kina (Cinchona succirubra), di
samping usaha lain yang dikembangkan sesuai potensi kebun. Kantor Induk
Kebun Bukit Unggul terletak di Desa Cipanjalu, Kecamatan Cilengkrang,
Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Kebun Bukit Unggul berjarak 17 km
dari Lembang dan 12 km dari Ujungberung. Pusat kebun dibatasi oleh Gunung
Pangparang, Gunung Bukittunggul, Gunung Manglayang dan Gunung Palasari3.
Kebun Bukit Unggul memiliki pemandangan yang indah dan udara yang sejuk.
Produksi kina sebagai bahan obat-obatan di Kabupaten Bandung semakin
menyusut akibat pemeliharaan yang sangat minim dan berkurangnya luas lahan
tanam perkebunan4. Tanaman Kina yang dikelola PT Perkebunan Nusantara VIII
seluas 683,25 Ha. Saat ini, di Kebun Bukit Unggul peremajaan tanamannya lebih
bersifat replanting (penanaman kembali) dimana setiap tahunnya dilakukan ratarata 50 hektare. Tanaman kina tanaman belum menghasilkan (TBM) rata-rata
mencapai tujuh tahun, sedangkan baru dapat dipanen pada umur delapan tahun5.
Kulit kina kering dari Bukit Unggul diproses menjadi SQ-7 yaitu garam kina yang
mengandung Quinine sulphate, Quinine bisulphate, dan kandungan lain. Kini

1

http://www.pn8.co.id/pn8/index.php?option=com_content&task=category§ionid=4&id=16&I
temid=69 Tentang Kami 2 Januari 2013
2
http://www.pn8.co.id/pn8/index.php?option=com_content&task=category§ionid=6&id=22&I
temid= Produk Agrowisata 26 Oktober 2013
3

Selayang Pandang Kebun Bukittunggul PTP Nusantara VIII (Persero), 1 April 2012
http://epaper.bisnis.com, Produksi Kina Jabar Anjlok, Yanto Rachmat Iskandar, 30
Agustus 2013
5
http://epaper.pikiran-rakyat.com, Indonesia Raja Kina, Kodar Solihat, 31 Juli 2013
4

4
produksinya dilakukan oleh PT. Sinkona Indonesia Lestari (PT.SIL). Produk
perusahaan ini diekspor ke Eropa, Kanada dan Amerika6.
Tabel 3 Jumlah kunjungan wisatawan ke objek wisata di Jawa Barat menurut
kabupaten/kota tahun 2011
Kabupaten /
Wisatawan
Wisatawan
No
Jumlah
Presentase
Kota
Mancanegara
Nusantara
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26

Kabupaten
Bogor
Sukabumi
Cianjur
Bandung*
Garut
Tasikmalaya
Ciamis
Kuningan*
Cirebon
Majalengka
Sumedang
Indramayu
Subang
Purwakarta*
Karawang
B e k a s i*
Bandung Barat
Kota
B o g o r*
Sukabumi
Bandung
Cirebon*
Bekasi
Depok*
Cimahi*
Tasikmalaya*
Banjar
Jawa Barat

27.604
39.696
244
77.200
6.631
2.715
6.563
44
9.858
223.891
272
278.039

2.638.689
2.008.573
120.839
3.965.258
1.987.984
326.038
1.074.775
174.160
171.148
350.366
512.722
498.362
2.977.543
200.052
17.675
49.740
281.023

2.666.293
2.048.269
121.083
4.042.458
1.994.615
328.753
1.081.338
174.204
171.148
350.366
522.580
498.362
3.201.434
200.324
17.675
49.740
559.062

9,42%
7,24%
0,43%
14,28%
7,05%
1,16%
3,82%
0,62%
0,60%
1,24%
1,85%
1,76%
11,31%
0,71%
0,06%
0,18%
1,98%

20.207
156
142.575
1.050
7.812
844.557

2.573.178
10.543
3.774.815
1.354.722
1.864.273
354.886
9.089
27.455.528

2.593.385
10.699
3.917.390
1.355.772
1.872.085
354.886
9.089
28.300.085

9,16%
0,04%
13,84%
4,79%
6,62%
1,25%
0,03%
100,00%

Sumber : Jawa Barat dalam Angka 2012

Dengan memperhatikan kondisi yang ada, maka untuk menjaga
kelangsungan usaha dalam jangka panjang serta mempertahankan kemampuan
perusahaan sebagai penyedia lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar
6

http://www.pn8.co.id/pn8/index.php?option=com_content&task=view&id=25&Itemid=9
4

5
perkebunan, Kebun Bukit Unggul mempunyai program investasi yang salah
satunya adalah pengembangan wisata kebun 7 . Pada tahun 2009 Kebun Bukit
Unggul mengembangkan objek wisata yang diberi nama Agrowisata Kebun Kina
Bukittunggul.
Berbagai macam kegiatan seperti olah-raga, petualangan, dan objek wisata
edukasi (pendidikan) dapat diperoleh di lokasi Wisata Kebun Kina Bukit Unggul.
Objek wisata dan fasilitas yang tersedia cukup lengkap dan nyaman untuk
dinikmati. Wisata Kebun Kina Bukit Unggul menawarkan sesuatu yang baru dan
berbeda dengan lokasi wisata lainnya, dengan mengusung tema wisata pendidikan
dengan kondisi geografis alam yang berbukit dan bergelombang, memiliki
pemandangan alam atau panorama indah. Alam pegunungan dengan ketinggian
antara 1200-1500 dpl, sehingga objek wisata ini memiliki udara yang sejuk dan
alami.
Perumusan Masalah
Wisata Kebun Kina Bukit Unggul menawarkan atraksi wisata antara lain :
Curug Serta Situ di lingkungan Emplasemen Bukit Unggul, Situ Sangkuriang,
Area Camping Ground, dan Saung Tenjo Gunung. Selain menikmati keindahan
alam, pengunjung dapat melakukan berbagai aktivitas wisata antara lain outbond,
motocross, api unggun, hiking, sepak bola dan camping. Kelebihan lain yang
terdapat di obyek wisata ini adalah pemandangan yang indah, udara yang sejuk,
dan jalanan yang bebas macet.
Wisata Kebun Kina Bukit Unggul terletak di desa Cipanjalu Kabupaten
Bandung, merupakan penghubung antara Lembang (Kabupaten Bandung Barat)
dan Ujungberung (Kota Bandung). Jalan menuju tempat wisata ini dapat
dikatakan tidak terlalu bagus, sehingga sangat jarang dilalui oleh kendaraan.
Akibatnya tidak banyak masyarakat luar yang mengetahui tempat wisata ini.
Pengunjung yang baru pertama kali datang ke Wisata Kebun Kina Bukit Unggul
biasanya mengetahui tempat wisata ini karena tidak sengaja melewati jalan
penghubung antara Lembang dan Ujungberung. Sedangkan pengunjung yang
sudah beberapa kali ke tempat wisata ini tertarik datang kembali karena daya tarik
wisata yang ada di tempat ini.
Tempat wisata ini awalnya bernama Agrowisata Kebun Kina Bukittunggul.
Nama Agrowisata dicantumkan karena selain dapat menikmati pemandangan
yang indah, wisatawan juga dapat memperluas pengetahuan tentang tanaman kina
dan pengolahannya. Agrowisata Kebun Kina Bukittunggul pada tahun 2013
berganti nama menjadi Wisata Kebun Kina Bukit Unggul. Nama agrowisata
dihilangkan karena fasilitas untuk berkunjung ke tempat pengolahan kina
dihapuskan untuk wisatawan umum.
Sebagai salah satu media promosi, Wisata Kebun Kina Bukit Unggul pernah
memiliki website, namun saat ini media tersebut sudah tidak dapat diakses lagi.
Saat ini dapat dikatakan Wisata Kebun Kina Bukit Unggul tidak memiliki media
promosi yang efektif, yang ada hanya penunjuk arah ke Wisata Kebun Kina Bukit
Unggul yang terletak di daerah sekitar Lembang dan Ujung Berung. Padahal
7

Selayang Pandang Kebun Bukittunggul PTP Nusantara VIII (Persero), 1 April 2012

6
dalam pengembangan pariwisata, sarana dan prasarana serta promosi merupakan
hal yang tidak kalah penting dibandingkan atraksi wisata itu sendiri.
Pada awal dibukanya tempat wisata ini, pengelola menggratiskan tarif
masuk, jumlah wisatawan yang datang ke tempat ini sangat banyak, terlebih pada
saat akhir pekan atau hari libur. Wisatawan didominasi oleh wisatawan yang jarak
tempat tinggalnya dekat dengan tempat wisata. Masyarakat yang tinggal di dalam
komplek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul memperoleh manfaat, salah satunya
adalah dapat berjualan di dalam komplek sehingga menambah penghasilan bagi
masyarakat sekitar. Hal ini menunjukkan bahwa sektor wisata memberi dampak
perluasan lapangan usaha, kesempatan kerja, dan peningkatan income per kapita.
Seperti yang dipaparkan oleh Spillane (1991) bahwa ada beberapa
keuntungan yang ditimbulkan oleh industi pariwisata. Pertama, pariwisata
membuka kesempatan kerja. Industri pariwisata merupakan kegiatan mata rantai
yang sangat panjang, sehingga banyak membuka kesempatan kerja bagi
masyarakat sekitarnya. Kedua, pariwisata menambah pemasukan/pendapatan
masyarakat daerah. Di daerah pariwisata tersebut masyarakat dapat menambah
pendapatan dengan menjual barang dan jasa.
Pada tahun 2011 Wisata Kebun Kina Bukit Unggul resmi dibuka dengan
tarif tertentu. Pada tahun tersebut, jumlah pengunjung objek wisata ini berkisar
antara 12.000 – 28.000 orang setiap bulannya. Seiring dengan berjalannya waktu
dan bergantinya Administratur Kebun Bukit Unggul, kebijakan pariwisata di
tempat ini juga mengalami beberapa perubahan. Wisatawan yang datang ke
tempat wisata ini jumlahnya berkurang. Pada tahun 2013, wisatawan yang datang
setiap bulannya berkisar antara 500-1000 orang. Padahal harga tiket masuk di
tempat wisata ini sebesar Rp. 5000, dapat dikatakan murah apabila dibandingkan
dengan tempat wisata lain. Apabila jumlah pengunjung sedikit maka masyarakat
sekitar perkebunan kurang mendapatkan manfaat dari segi ekonomi. Padahal salah
satu tujuan dibukanya Objek Wisata Kebun Kina Bukit Unggul ini adalah untuk
menjaga kelangsungan usaha dalam jangka panjang serta mempertahankan
kemampuan perusahaan sebagai penyedia lapangan pekerjaan bagi masyarakat
sekitar perkebunan8.
Memperhatikan kondisi yang ada dan adanya perubahan jumlah pengunjung
yang cukup significant ini perlu dianalisis lebih lanjut mengenai bagaimana
sebenarnya karakteristik wisatawan yang berkunjung di Wisata Kebun Kina Bukit
Unggul dan bagaimana penilaian wisatawan terhadap objek wisata ini. Selain itu
juga perlu dianalisis faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi kunjungan ke
Wisata Kebun Kina Bukit Unggul.
Upaya pemanfaatan Kebun Bukit Unggul melalui kegiatan wisata dapat
dikatakan belum dilakukan secara optimal. Nilai ekonomi setiap tahun yang dapat
diperoleh dari pemanfaatan Kebun Bukit Unggul sebagai objek tujuan wisata
belum diketahui. Nilai ekonomi dari suatu objek wisata tidak dapat dinilai dari
perolehan penjualan tiket semata. Manfaat wisata secara umum merupakan nonmarket public goods. Sehingga sulit untuk mengevaluasi nilai ekonominya (Chen
et al, 2004). Ketidakmampuan pasar dalam menilai wisata alam secara kuantitatif
menyebabkan barang lingkungan sering tidak dihargai atau sering dinilai dengan
8

2012

Selayang Pandang Kebun Bukittunggul PTP Nusantara VIII (Persero), 1 April

7
nilai yang lebih rendah dari seharusnya (undervalue). Hal ini membuat alokasi
pemanfaatan sumberdaya alam dalam bentuk wisata alam belum optimal,
sehingga penilaian ekonomi barang publik yang sering dinyatakan sebagai barang
bebas (free goods) ini membutuhkan suatu pendekatan tertentu. Pendekatan
terhadap harga ini kemudian digunakan untuk mengestimasi besarnya permintaan,
manfaat (benefit) atau surplus konsumen. Apabila nilai ekonomi dari objek wisata
ini diketahui maka dapat diketahui pula apakah secara ekonomi objek wisata ini
layak dikembangkan atau tidak.
Selanjutnya, strategi bagaimana yang mesti dilakukan oleh pengelola Wisata
Kebun Kina Bukit Unggul agar tujuan dari dibukanya kebun wisata ini dapat
terwujud dan dapat berjalan dengan optimal tanpa harus mengorbankan
sumberdaya alam dan lingkungan yang ada, sehingga dapat dimanfaatkan dalam
jangka waktu yang panjang.
Berdasarkan hal tersebut, masalah penelitian ini adalah:
1. Bagaimana karakteristik wisatawan dan penilaian wisatawan terhadap
keberadaan Wisata Kebun Kina Bukit Unggul?
2. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan (frekuensi kunjungan) dan
berapa nilai ekonomi Wisata Kebun Kina Bukit Unggul?
3. Bagaimana strategi pengembangan wisata di Wisata Kebun Kina Bukit
Unggul?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan analisis ekonomi Wisata
Kebun Kina Bukit Unggul. Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi karakteristik wisatawan dan penilaian wisatawan terhadap
keberadaan Wisata Kebun Kina Bukit Unggul.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan (frekuensi
kunjungan) dan mengestimasi nilai ekonomi Wisata Kebun Kina Bukit
Unggul.
3. Memformulasi strategi pengembangan wisata di Wisata Kebun Kina Bukit
Unggul.
Manfaat Penelitian
1. Mahasiswa
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai bahan referensi untuk
kajian penelitian yang berhubungan dengan nilai ekonomi lingkungan objek
wisata.
2. Stakeholder
Penelitian ini juga diharapkan memberikan kontribusi bagi para stakeholder
setempat seperti PT Perkebunan Nusantara VIII dan Dinas Pariwisata serta
sebagai masukan dalam kebijakan pengelolaan Wisata Kebun Kina Bukit
Unggul.
3. Masyarakat
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat Kabupaten Bandung,
Kabupaten Bandung Barat, dan Kota Bandung pada umumnya maupun secara
khusus masyarakat sekitar kawasan Wisata Kebun Kina Bukit Unggul

8
mengenai nilai wisata kawasan Kebun Kina Bukit Unggul, sehingga
masyarakat turut menjaga kawasan ini agar tetap lestari.

9
2

TINJAUAN PUSTAKA
Ekonomi Wisata

Pariwisata merupakan suatu bentuk ekspor yang dianggap menguntungkan,
terutama bagi ekonomi nasional suatu negara. Keinginan untuk meningkatkan
pengembangan pariwisata di Indonesia pada dasarnya disebabkan oleh beberapa
faktor. Pertama adalah makin berkurangnya peranan minyak sebagai penghasil
devisa jika dibandingkan dengan waktu lalu; kedua merosotnya nilai ekspor
Indonesia di sektor-sektor nonminyak; ketiga prospek pariwisata yang tetap
memperlihatkan kecenderungan meningkat secara konsisten; dan keempat
besarnya potensi yang dimiliki bagi pengembangan pariwisata di Indonesia
(Spillane, 1991).
Lebih lanjut Spillane (1991) memaparkan bahwa ada beberapa keuntungan
yang ditimbulkan oleh industi pariwisata. Pertama, pariwisata membuka
kesempatan kerja. Industri pariwisata merupakan kegiatan mata rantai yang sangat
panjang, sehingga banyak membuka kesempatan kerja bagi masyarakat sekitarnya.
Kedua, pariwisata menambah pemasukan/ pendapatan masyarakat daerah. Di
daerah pariwisata tersebut masyarakat dapat menambah pendapatan dengan
menjual barang dan jasa. Misal: restoran, hotel, biro perjalanan, pramuwisata, dan
barang-barang suvenir. Ketiga, pariwisata menambah devisa negara. Dengan
makin banyaknya wisatawan asing yang datang ke Indonesia maka akan semakin
banyak devisa yang diterima. Keempat, pariwisata menunjang gerak
pembangunan di daerah. Di daerah pariwisata banyak timbul pembangunan jalan,
hotel, restoran dan lain-lain, sehingga pembangunan di daerah itu lebih maju.
Menurut Soekadijo (2000) ada bermacam-macam dampak pariwisata.
Pertama, pariwisata menyumbang kepada neraca pembayaran. Karena wisatawan
membelanjakan uang yang diterima di negara yang dikunjunginya, maka dengan
sendirinya penerimaan dari wisatawan mancanegara itu merupakan faktor yang
penting agar neraca pembayaran menguntungkan. Kedua, pariwisata
menyebabkan pembangunan ke daerah nonindustri. Daerah di mana boleh
dikatakan tidak terjadi pembangunan dan di daerah itu terdapat atraksi wisata,
maka daerah-daerah tersebut dapat dikembangkan menjadi kawasan wisata. Kalau
ini terjadi, dibangunlah hotel-hotel di daerah itu, dibuat jalan yang baik, muncul
tempat makan, toko-toko dan sebagainya. Pendek kata terjadilah pembangunan di
daerah-daerah itu. Ketiga, pariwisata menciptakan kesempatan kerja. Saranasarana pariwisata seperti hotel dan perusahaan perjalanan adalah usaha-usaha
yang padat karya. Di samping itu, pariwisata juga menciptakan tenaga kerja di
bidang-bidang yang tidak langsung berhubungan dengan pariwisata. Keempat,
pariwisata memberikan dampak penggandaan (multiplier effect). Sejumlah uang
yang diterima di dalam masyarakat oleh si penerima akan dikeluarkan lagi, yang
menerima belakangan ini akan mengeluarkan lagi dan seterusnya.
Objek Wisata Alam sebagai Barang Publik
Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1979 tentang Penyerahan Sebagian
Urusan Pemerintahan dalam Bidang Kepariwisataan Kepada Daerah Tingkat I
menjelaskan bahwa objek wisata adalah perwujudan dari ciptaan manusia, tata

10
hidup, seni budaya serta sejarah bangsa dan tempat keadaan alam yang
mempunyai daya tarik untuk dikunjungi. Dalam SK. MENPARPOSTEL
No.KM.98 / PW.102 / MPPT-87 menjelaskan bahwa objek wisata adalah tempat
atau keadaan alam yang memiliki sumber daya wisata yang dibangun dan
dikembangkan sehingga mempunyai daya tarik dan diusahakan sebagai tempat
yang dikunjungi wisatawan.
Fauzi (2010) menjelaskan bahwa dalam pandangan ekonomi, barang
(goods) dapat diklasifikasikan menurut kriteria-kriteria penggunaan atau
konsumsinya dan pemilikannya. Dari sisi konsumsinya dapat diklasifikasikan
apakah barang tersebut menimbulkan ketersaingan untuk mengkonsumsinya atau
tidak (rivalry). Dari sisi hak kepemilikan, suatu barang dapat dilihat dari
kemampuan pemilik (produsen) untuk mencegah pihak lain untuk memilikinya.
Sifat ini sering disebut sifat yang excludable. Sebaliknya dari sisi pihak konsumen,
kita bisa melihat misalnya, apakah konsumen memiliki hak atau tidak untuk
mengkonsumsi.
Fauzi (2010) menambahkan berdasarkan ciri-cirinya, barang publik
memiliki dua sifat dominan. Pertama non-rivalry (tidak ada ketersaingan) atau
non-divisible (tidak habis). Barang publik memiliki sifat non-rivalry dalam hal
mengkonsumsinya. Artinya, konsumsi seseorang terhadap barang publik tidak
akan mengurangi konsumsi orang lain terhadap barang yang sama. Kedua, nonexcludable (tidak ada larangan), artinya sulit untuk melarang pihak lain untuk
mengkonsumsi barang yang sama. Pada saat kita menikmati pemandangan laut
yang indah di pantai, misalnya, kita tidak bisa atau sulit melarang orang lain untuk
tidak melakukan hal yang sama karena pemandangan adalah public goods.
Bahruni (1993) menjelaskan bahwa wisata alam mempunyai sifat nonrivalry, non-excludability, dan congestible. Sifat non-rivalry dan nonexcludability memberikan arti bahwa objek wisata alam mempunyai sifat sebagai
barang publik (public goods). Sifat non-rivalry yang dimiliki oleh objek wisata
alam sebagai barang publik berarti setiap wisatawan (konsumen) dapat
memperoleh kepuasan rekreasi wisata alam tanpa mengurangi kepuasan
konsumen lain. Permasalahan non-rivalry adalah pasar tidak dapat menentukan
harga efisien barang dan jasa tersebut. Sifat non-excludability dari objek wisata
alam berarti setiap orang bisa menikmati wisata alam tanpa bisa dibatasi.
Walaupun pengelola wisata alam melakukan pembatasan agar seseorang tidak
dapat menikmati manfaat objek wisata alam tanpa membayar, namun pembatasan
ini tidak sepenuhnya dapat membatasi seseorang menikmati manfaat objek wisata
alam, seperti pemandangan alam yang indah, kesejukan yang dapat dinikmati dari
jauh. Sifat ini menyebabkan tidak ada insentif bagi pengunjung atau wisatawan
untuk menunjukkan preferensi atau berupa harga manfaat wisata alam bagi
mereka. Sifat tambahan congestible dari objek wisata berarti setiap pengunjung/
wisatawan akan merasa berkurang kepuasannya apabila tercapai keadaan penuh
pengunjung sehingga seorang wisatawan akan mengatur dirinya sendiri. Apabila
kepuasan yang diperolehnya menurun atau nol bahkan negatif, orang tersebut
akan keluar dari kawasan wisata tersebut atau akan membatalkan rekreasi di
kawasan tersebut walaupun tidak dipungut biaya.

11
Penawaran dan Permintaan Wisata
Spillane (1991) memaparkan bahwa aspek penawaran pariwisata meliputi
beberapa hal. Pertama, proses produksi industri pariwisata. Kemajuan
pengembangan pariwisata sebagai industri, sebenarnya ditunjang oleh bermacammacam usaha yang perlu dikelola secara terpadu dan baik, diantaranya ialah: (1)
promosi untuk memperkenalkan objek wisata; (2) transportasi yang lancar; (3)
kemudahan keimigrasian atau birokrasi; (4) akomodasi yang menjamin
penginapan yang nyaman; (5) pemandu wisata yang cakap; (6) penawaran barang
dan jasa dengan mutu terjamin dan tarif harga yang wajar; (7) pengisian waktu
dengan atraksi-atraksi yang menarik; (8) kondisi kebersihan dan kesehatan
lingkungan hidup. Kedua, pentingnya tenaga kerja serta penyediaannya.
Perkembangan pariwisata berpengaruh positif pada perluasan kesempatan kerja.
Namun demikian, tenaga kerja yang dibutuhkan adalah mereka yang memiliki
keterampilan teknis dan manajerial. Untuk itu, diperlukan pendidikan kejuruan
yang efektif. Ketiga, pentingnya infrastruktur/ prasarana. Industri pariwisata
memerlukan prasarana ekonomi, seperti jalan raya, jembatan, terminal, pelabuhan,
dan lapangan udara. Di samping itu dibutuhkan pula prasarana yang bersifat
public utilities, seperti pembangkit tenaga listrik, proyek penjernihan air bersih,
fasilitas olah raga dan rekreasi, pos dan telekomunikasi, bank, money changer,
perusahaan asuransi, periklanan, percetakan, dan banyak sektor perekonomian
lainnya. Keempat, pentingnya kredit. Faktor-faktor penentu dari pertumbuhan
pariwisata adalah berbagai fasilitas kredit bank yang diberikan oleh pemerintah.
Tanpa adanya perangsang-perangsang seperti itu tidak mungkin terjadi investasi
sedemikian besar.
Selanjutnya, Spillane (1991) memberikan beberapa sifat khusus dari industri
pariwisata, yaitu: produk wisata mempunyai ciri bahwa ia tidak dapat dipindahkan,
dalam pariwisata produksi dan konsumsi terjadi pada saat yang sama, sebagai
suatu jasa maka pariwisata memiliki berbagai ragam bentuk, wisatawan tidak
dapat mencicipi produk itu sebelumnya bahkan tidak dapat mengetahui atau
menguji produk itu sebelumnya, dan dari segi usaha produk wisata merupakan
usaha yang mengandung resiko besar.
Spillane (1991) memaparkan bahwa aspek permintaaan pariwisata meliputi
beberapa hal. Pertama, faktor-faktor sosio-ekonomis dan pariwisata. Faktor-faktor
ini antara lain: Undang-Undang Sosial, pendapatan yang meningkat, pendidikan
dan perasaan ingin tahu, urbanisasi dan kebutuhan untuk menghindari kebisingan
kota, dan hasrat untuk meniru. Kedua, faktor-faktor administrasi dan pariwisata.
Gerakan liberalisasi terhadap lalu lintas manusia yang terus meningkat merupakan
sumbangan besar bagi pertumbuhandan perkembangan pariwisata sampai
sekarang. Ketiga, faktor-faktor teknis: kemajuan dunia angkutan. Perkembangan
dunia pariwisata tidak akan menjadi seperti sekarang, tanpa adanya perkembangan
yang pesat dalam alat angkutan yang memungkinkan wisatawan dapat mencapai
setiap tempat di dunia ini, dengan waktu lebih cepat dan biaya lebih rendah.
Menurut Suwantoro (2004) motivasi yang mendorong wisatawan untuk
mengadakan perjalanan wisata adalah sebagai berikut: (1) dorongan kebutuhan
untuk berlibur dan rekreasi; (2) dorongan kebutuhan pendidikan dan penelitian;
(3) dorongan kebutuhan keagamaan; (4) dorongan kebutuhan kesehatan; (5)
dorongan atas minat terhadap kebudayaan dan kesenian; (6) dorongan

12
kepentingan keamanan; (7) dorongan kepentingan hubungan keluarga; (8)
dorongan kepentingan politik.
Nilai Ekonomi Wisata
Nilai (value) merupakan persepsi seseorang yang menunjukkan harga yang
diberikan oleh seseorang terhadap sesuatu pada suatu tempat dan waktu tertentu.
Pada kenyataannya, tidak semua barang mempunyai nilai pasar, yaitu tidak
dinyatakan dalam satuan mata uang (harga). Oleh karena itu, untuk barang-barang
yang tidak memiliki nilai pasar dilakukan penilaian ekonomi. Barang-barang
tersebut merupakan barang-barang yang dihasilkan sumber daya alam dan
lingkungan, seperti suatu objek wisata (Adrianto, 2006).
Wells (1997) menyatakan bahwa tolok ukur yang mudah dan bisa dijadikan
acuan dalam menetapkan nilai ekonomi suatu ekosistem adalah dengan
memberikan “price tag” (harga) dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh
sumberdaya tersebut. Bagaimana menetapkan “price tag” pada suatu sumber daya
yang kadang tidak dinilai (intangible)? Wisata luar ruangan (outdoor recreation)
merupakan kegiatan rekreasi yang memanfaatkan jasa lingkungan (ecosystem
services)