Tafsir Surah Al-Ankabut Ayat 8-11

terhadap kedua orang tuanya dan kami berpesan juga kepada mereka bahwa jika kedua orang tuanya itu, apalagi salah satunya, lebih-lebih keduanya, bersungguh-sungguh memaksamu untuk mempersekutukan aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuan tentang itu, apalagi setelah Aku dan para rasul menjelaskan kebathilan mempersekutukan Allah dan setelah engkau menegetahui bila menggunakan nalarmu, maka janganlah engkau mematuhi keduanya karena tidak boleh mematuhi satu makhluk dalam mendurhakaan kepada Allah swt. 9 Hanya kepada-Kulah kamu kembali, ini merupakan bagi orang yang menaati kedua orang tua yang mengajak kepada kekufuran. 10 lalu aku kabarkan kepadamu apa yang telah maksudnya adalah aku akan memberitahukanmu atas apa yang kamu lakukan di dunia, apakah itu perbuatan baik atau perbuatan jahat? Kemudian aku akan membalas orang yamg berbuat baik dengan kebaikan, dan balasan yang pantas bagi orang yang melakukan kejahatan. 11 Adapun asbabun nuzul dari ayat ini berkaitan dengan adanya larangan orang tua terhadap anak-anaknya untuk memilih Islam sambil menyatakan bahwa anak harus berbakti kepada kedua orang tuanya. Diriwayatkan bahwa Hamnah binti Abi Sufyan, ibu Sa‟id Ibn Abi Waqash, sangat marah ketika anaknya itu memeluk agama Islam dan ia bersumpah tidak akan berteduh, tidak akan makan dan minum sampai Sa‟id murtad kembali. Setelah berlalu tiga hari, Sa‟id melaporkan kepada Rasul saw., maka turunlah ayat ini. Rasulullah saw kemudian memerintahkan Sa‟id tetap berbakti kepada orang tuanya, namun tidak memenuhi perm intaannya itu, Sa‟id sendiri berkata: 9 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah h. 446 10 Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Terj. dari Al- Jami’ Li Ahkaam AL- Qur’an, oleh Muhyiddin Mas Rida dan Muhammad Rana Mengala, Jakarta: Pustaka Azzam, 2009, cet. I, h. 836-837 11 Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, Tafsir At-Thabari, Terj. dari Jami’ Al- Bayan an Ta’wil ayi Al-Qur’an, oleh Ahsan Askan dkk, Jakarta: Pustaka Azzam, 2009, cet.I, h. 425 “ibuku, seandainya engkau memiliki seratus nyawa, dan nyawa itu keluar satu persatu, aku tidak akan meninggalkan agamaku. Maka makanlah atau tidak usah makan”. Ketika sang ibu merasa bahwa Sa‟id tidak mungkin mengubah pendiriannya, ia pun makan dan minum. HR. Muslim, Tirmidzi dan lain- lain melalui Sa‟id. 12 Menurut riwayat yang lain dari Ibnu Abbas berkata bahwa ayat ini diturunkan ke pada Iyash bin Abi Rabi‟ah al-Makhzumi saudara dari Abu jahal yang ibunya juga berbuat seperti itu. 13 Dari penjelasan para mufassir di atas akan ayat ini maka secara garis besar bahwa ayat ini menjelaskan tentang anjuran berbuat bakti kepada kedua orang tua meskipun memiliki perbedaan dalam kepercayaan dan agama seandaipun orang tua mengajak untuk mepersekutukan Allah swt., itu wajib kita tinggalkan dan jangan mematuhi keduanya karena hal tersebut merupakan perbuatan yang dilarang oleh Allah swt.         Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh benar-benar akan Kami masukkan mereka ke dalam golongan orang-orang yang saleh. Setelah ayat sebelumnya menjelaskan tentang anjuran berbakti kepada kedua orang tua serta larangan mematuhi keduanya apabila mereka mengajak untuk menyekutukan Allah swt., pada ayat ini menjelaskan orang-orang yang beramal shalih akan dimasukan kedalam golongan orang-orang yang shalih. Dalam tafsir ath- Thabari maksud dari “dan orang-orang yang beriman dan beramal shalih” adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya serta menunaikan segala kewajiban yang 12 M.Quraish Shihab, op, cit., h. 447 13 Syaikh Imam Al-Qurthubi, op, cit., h. 836 diwajibkan Allah, serta menjauhi semua perbuatan yang dilarang atau diharamkan oleh Allah swt. 14 Firman-Nya: نيحل ّصلا يف م ّنلخدنل , “kami masukkan mereka kedalam orang- orang shalih,” ini merupakan ganjaran yang dianugerahkan kepada anak yang memilih untuk mengindahkan perintah Allah dan rasul-Nya atas perintah orang tua yang mengajak untuk menyekutukan Allah. Keengganan anak mengikuti perintah orang tuanya itu, pastilah mengakibatkan kekeruhan hubungan antara orang tua dan anak, bahkan boleh jadi sampai pemutusan hubungan antara kedua belah pihak. Untuk itu Allah menjanjikan kepada sang anak, bahwa ia akan diberikan ganti yang lebih baik, yaitu akan dimasukkan kedalam kelompok orang-orang yang shalih. Yakni akan merasakan kenikmatan tersendiri bergaul dan hidup bersama mereka, sehingga ia merasa nyaman kendati tidak bersama kedua orang tuanya yang musyrik. 15 Dalam kitab ruhul ma’ani dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan نيحل ّصلا يف م ّنلخدنل adalah orang yang beriman dan beramal shaleh mereka dimasukkan ketempat orang-orang shalih yaitu surga. 16 Quraish shihab dalam bukunya menyatakan yang dimaksud dengan ash-shalihin di sini adalah kelompok orang-orang yang sangat berbakti kepada Allah dan yang bergabung dengan kelompok para nabi dan lain-lain. 17 Pada surah al-Ankabut ayat 8-9 ini sedikit memiliki kesamaan dengan surah Luqman ayat 13-15: 14 Abu Ja ‟far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, op, cit., h. 426 15 M. Quraish shihab, op, cit., h. 450 16 Syihabuddin as-Sayyid Mahmud al-Alusi al-Bagdadi, op. cit., 207 17 M.Quraish Shihab, loc. cit.                                                                    Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar. Dan Kami perintahkan kepada manusia berbuat baik kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. 18 Dalam ayat ini juga menjelaskan tentang nasehat Luqman terhadap anaknya, karena ia sayang dan mencintai anaknya. Karenanya Luqman memerintahkan kepada anaknya supaya menyembah Allah semata, dan melarang berbuat syirik menyekutukan Allah. Luqman menjelaskan kepada anaknya bahwa syirik itu merupakan perbuatan kezhaliman yang besar. 19 18 Depag RI, Al- Qur’an dan Terjemahnya, op. cit,. h.412 19 Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Terj. dari Tafsir Al- Maraghi, oleh. Bahrun Abubakar dkk., Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993, cet. II, h. 153. Kemudian Luqman juga memerinthakan kepada anaknya untuk bersyukur kepada Allah swt dan kepada kedua orang tua. Bersyukur kepada Allah berarti bersyukur atas segala limpaham mikmat iman dan ihsan dan bersyukur kepada kedua orang tua atas pendidikan yang dan kasih sayang diberikan kepada anaknya. 20 Pada surah Luqman ayat 15 juga diterangkan tentang apabila kedua orang tua memaksamu serta menekanmu untuk menyekutukan Allah dengan yang lain maka janganlah kamu menaati apa yang diinginkan oleh keduanya. Sekalipun keduanya menggunakan kekerasan supaya kamu mengikuti kehendak keduanya. 21 Walaupun memiliki kesamaan tapi juga terdapat beberapa perbedaan anatara surah al-Ankabut ayat 8-9 dengan surah Luqman ayat 13-15, yaitu dari sisi asbabun nuzulnya dan bentuk kalimatnya. Sejatinya dalam konteks kedua ayat ini sebenarnya sama-sama menganjurkan untuk berbakti kepada kedua orang tua dan larangan untuk berbuat syirik kepada Allah swt.                                  Dan di antara manusia ada orang yang berkata: Kami beriman kepada Allah, Maka apabila ia disakiti karena ia beriman kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah dan sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: Sesungguhnya Kami adalah besertamu. Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia? 20 Muhammad „Ali Ash-Shabuni, Shafwatut Tafasir Tafsir-Tafsir Pilihan, Terj. dari Shafwatut Tafasir, oleh, yasin, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011, cet. I, h. 169 21 Ahmad Mustafa Al-Maraghi, op, cit., h.156 Sebelum ayat ini terdapat ayat yang menjelaskan bahwa ada orang yang beriman kepada Allah yang diuji dan disakiti oleh orang- orang musyrik namun mereka tabah dan terus mempertahankan keimanannya. Sedangkan dalam ayat ini menjelaskan bahwa ada sebagian orang yang mengucapkan dengan lidahnya tanpa menyentuh secara mantap hati nya bahwa: “kami beriman kepada Allah”, maka apabila mereka disakiti sedikit atau diganggu oleh orang-orang musyrik karena keimanannya kepada Allah yang ia nampakkan, ia goyah serta takut kepada siksa yang akan menimpanya dari orang- orang musyrik. Ia menjadikan itu sebagi fitnah yakni siksa manusia yang menyakitinya itu bagaikan sama pedihnya dengan siksa Allah di hari kiamat nanti. 22 Menurut ath-Thabari ayat di atas maksudnya adalah ada di antara manusia yang berkata “kami beriman kepada Allah”. Namun ketika orang-orang musyrik menyiksa mereka karena pengakuan mereka itu, mereka menganggap orang-orang musyrik itu sebagai bagian dari adzab Allah di akhirat, lalu mereka murtad dari keimanan kepada Allah dan kembali kepada kekafiran. 23 Menurut Sayyid Quthub sebagaimana yang dikutip oleh M.Quraish Shihab, menggarisbawahi kalimat ا عك س ّنلا ةنتف لعج ها menurutnya, redaksi al- Qur‟an sangat teliti ketika mengungkap kesalahan orang yang mengucapkan kalimat ini. Kesalahannya bukan karena melemahnya kesabaran mereka memikul beban siksa, karena hal semacam ini bisa saja terjadi pada saat-saat tertentu walau terhadap orang-orang mukmin sejati yang mantap imannya, karena memang kemampuan manusia itu terbatas. Namun demikian mereka tetap membedakan dengan perbedaan yang sangat jelas dalam pikiran dan perasaan mereka antara apa yang dimiliki manusia serta gangguan dan 22 M. Quraish Shihab, op. cit., h. 452 23 Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, op, cit., h. 427 bencana yang mampu mereka lakukan membedakannya dengan siksa Allah swt. Kemudian apabila datang pertolongan dari Tuhanmu, wahai nabi Muhammad maka mereka yang tidak sabar menghadapi gangguan itu pasti akan berkata : “sesungguhnya kami beserta kamu dalam suka dan duka. 24 Lalu Allah menjawab: “bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada di dalam dada semua manusia ?” maksudnya adalah apa yang ada di dalam dada setiap makhluk-Nya, yaitu orang-orang yang berkata, “kami beriman kepada Allah”, serta orang-orang yang jika disiksa di jalan Allah mereka murtad dari agama Allah. Jadi, bagaimana mungkin menipu Allah yang maha mengetahui yang tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya. 25 Menurut Muhammad Nawawi al-jawi bahwa ayat ini turun bagi orang- orang munafik seperti „Iyyas bin Abi Rabi‟ah al-Makzumi, ketika bersama orang- orang mukmin mereka berkata: “sesungguhnya kami beriman sebagaimana kamu berima n”, maka apabila orang-orang kafir menyiksa mereka, mereka jadikan itu sebagai azab dan mereka berpaling dari iman, sebagaimana azab Allah dengan dimasukkannya kedalam neraka sehingga membuat berpaling orang-orang yang kafir menjadi iman kepada-Nya. 26 Kata دص shudur mengesankan bahwa yang dibicarakan adalah makhluk yang memiliki hatipikiran, dan dengan demikian, ia hanya terbatas pada makhluk berakal seperti manusia, malaikat dan jin. 27 Ayat ini diturunkan berkaitan dengan keadaan segolongan orang-orang Mekkah yang telah masuk Islam, tetapi mereka 24 M. Quraish Shihab, loc. cit 25 Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, op, cit., h. 428 26 Muhammad Nawawi Al-jawi, op. cit., h. 153. 27 M. Quraish Shihab, op. cit., h. 453 menyembunyikan keislamannya. Pada waktu perang Badr, mereka dipaksa menyertai kaum Qurasiy untuk berperang melawan Rasulullah sehingga diantara mereka banyak yang mati terbunuh. Berkatalah kaum Muslimin Madinah: “mereka itu adalah orang-orang Islam, tetapi dipaksa ikut berperang untuk melawan Rasulullah. Hendaklah kalian memintakan ampun kepada mereka”. 28 Maka turunlah surah an- Nisa ayat 97:                                 Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan Malaikat dalam Keadaan Menganiaya diri sendiri kepada mereka Malaikat bertanya : Dalam Keadaan bagaimana kamu ini?. mereka menjawab: Adalah Kami orang-orang yang tertindas di negeri Mekah. Para Malaikat berkata: Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?. orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. 29 Setelah turun ayat ini Q.S. 4 an-Nisa: 97 orang-orang muslim di Madinah mengirim surat kepada kaum Muslimin yang masih ada di Mekkah dengan ayat tersebut, dan dikatakan kepada mereka bahwa tidak ada alasan lagi untuk tidak hijrah. Kemudian mereka hijrah ke Madinah, tetapi mereka masih dikejar dan dianiaya oleh orang-orang musyrik. Akhirnya mereka terpaksa pulang kembali ke Mekkah. Maka turunlah ayat ini surah 29 al-Ankabut ayat 10 yang berkenaan dengan 28 H.A.A.Dahlan dan M. Zaka Alfarisi, Asbanun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Al- Qur’an, Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2009, cet. X, h. 162 29 Depag RI, Al- Qur’an dan Terjemahnya, op. cit,. h. 94 peristiwa tersebut, sebagai teguran terhadap keluhan mereka, yang menganggap siksaan yang mereka alami sebagai azab dari Allah. Ayat ini pun Q.S. 29 al-Ankabut: 10 kemudian dikirim lagi kepada kaum Muslimin Mekkah. Mereka merasa sedih. Maka turunlah surah 16 an- Nahl ayat 110, 30                    Dan Sesungguhnya Tuhanmu pelindung bagi orang- orang yang berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan sabar; Sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 31 Ayat ini pun Q.S. 16 an-Nahl: 110 dikirim pula kepada kaum Muslimin Mekkah sebagai janji Allah untuk melindungi orang-orang yang hijrah dan sabar. Maka mereka pun berhijrah ke Madinah dan tidak luput dari kejaran kaum musyrikin, di antaranya ada yang selamat, tetapi ada juga yang gugur. 32        Dan Sesungguhnya Allah benar-benar mengetahui orang- orang yang beriman: dan Sesungguhnya Dia mengetahui orang- orang yang munafik. Maksudnya adalah, wahai kaum, Allah benar-benar mengetahui para wali-Nya dan golongan-Nya yang terdiri dari oran- orang yang beriman kepada-Nya, Allah juga benar-benar mengetahui orang-orang munafik daripada kamu, sehingga setiap golongan dapat dibedakan. Allah memperlihatkan itu dengan memberikan ujian, bala, 30 H.A.A. Dahlan dan M. Zaka Alfarisi, loc. cit. 31 Depag RI, Al- Qur’an dan Terjemahnya, op. cit,. h. 279 32 Ibid. dan cobaan, sehingga dapat terlihat jelas orang-orang yang segera berhijrah di antara kamu dari negeri musyrik ke negeri Islam. 33 Menurut penafsiran yang lain yang dimaksud dengan “dan sesungguhnya Allah benar- benar mengetahui” adalah bahwa Allah menjelaskan kepada umat manusia sehingga tampak bagi mereka. Allah tahu segala yang sudah terjadi dan yang akan terjadi, tidakada yang samar bagi Allah. Dengan demikian yang dimaksudkan adalah menampakkan, bukan tahu secara ghaib itu sendiri. 34

B. Nilai-nilai Pendidikan Akidah Akhlak Yang Terkandung Dalam QS.

Al-Ankabut ayat 8-11 Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. secara kodrati manusia membutuhkan pendidikan. Salah satu yang paling dasar ditanamkan adalah pendidikan akidah dan akhlak. Pendidikan akidah keimanan dalam bentuk pendidikan tauhid mengajarkan manusia dalam beragama karena pada dasarnya manusia memiliki fitrah berupa keimanan kepada Allah yang dilahirkan dengan dibekali fitrah untuk beragama. Pendidikan akidah membantu seseorang dalam menjalankan hubungan yang baik antara dirinya dengan Allah swt dan untuk mendapatkan ridha-Nya. Sedangkan pendidikan akhlak merupakan hal yang penting setelah pendidikan akidah karena akhlak merupakan cerminan bagi seseorang baik dalam menjalankan agamanya maupun dalam menjalankan kehidupan kesehariannya dalam bermasyarakat. Dari pemaparan tafsir surah al-Ankabut ayat 8-11 penulis menganalisis ada poin-poin atau nilai-nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya yaitu pendidikan akidah dan akhlak yang akan penulis paparkan: 33 Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, op, cit., h. 433 34 Muhammad Ali Ash-Shabuni, op,cit,. h. 83

1. Larang Berbuat Syririk Terhadap Allah.

Syirik ialah menyamakan selain Allah dengan Allah dalam hal- hal yang seharusnya ditunjukkan khusus untuk Allah, seperti menyembah patung atau berhala dan meminta kepada selain Allah. 35 Syirik ini merupakan sutau perbuatan yang dapat mengakibatkan pelakunya menjadi kufur. Karena dengan kata lain pelaku syirik tidak percaya akan ke Esaan Allah dengan mempercayai akan adanya zat lain selain Allah, atau tidak sepenuhnya beriman kepada Allah dengan percaya kepada hal-hal mistis, seperti mempercayai suatu benda bahwa benda itu dapat memberikan keberuntungan dan lain sebagainya. “Dalam surah al-Ankabut terutama pada ayat 8 dijelaskan akan larangan berlaku syirik kepada Allah, meskipun hal tersebut disuruh oleh orang tua sendiri. Semua perintah orang tua memang harus ditaati, orang tua harus didahulukan bukan kepentingan diri sendiri. Kecuali satu saja yang tak boleh kita patuhi yaitu kalau kita disuruh menyekutukan tuhan berbuat syirik berpindah keagama lain, atau menyatakan mempercayai ada kekuatan yang bisa menyelamatkan seseorang untuk berlaku syirik kepada Allah itu tidak dibenarkan. Karena tidak boleh mematuhi satu makhluk untuk mendurhakaan kepada Allah swt. ” 36 Pada asbabnun nuzul dijelaskan bahwa terdapat salah seorang sahabat yang bernama Sa‟id bin Abi Waqash tetap berpegang teguh dalam memeluk agama Islam meskipun ibundanya Hamnah, menolak keras anaknya untuk memeluk agama Islam sampai-sampai Hamnah bersumpah tidak akan makan, minum dan berteduh sampai anaknya murtad keluar dari ajaran agama Islam, tetapi Sa‟id lebih memilih untuk tetap beragama Islam, sehingga akhirnya Hamnah mengetahui akan keteguhan hati anaknya dan Hamnah mencabut sumpahnya itu. Hal ini menggambarkan bahwa Islam mengajarkan akan kepercayaan penuh kepada Allah swt dan keEsaan-Nya. Karena berlaku syirik kepada Allah merupakan dosa yang sangat besar dan 35 Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, Aqidatut Tauhid Kitab Tauhid lis-Shaff Al-Awwal - ats- Tsalis – Al-Aly, penerjemah: Syahirul Alim Al-Adib, Jakarta: Ummul Qura, 2014 cet: VI h. 329 36 Wawancara Ahali Tafsir sebagaimana yang terlampir pada h. tidak ada ampunan baginya. Sebagaimana Allah berfirman dalam surah an-Nisa ayat 48:                       Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari syirik itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. 37 Melihat dari ayat di atas, dosa-dosa itu ada tiga macam, bagian pertama adalah dosa kecil, seperti melihat sesuatu yang tidak baik, membicarakan hal-hal yang tidak baik dan lain sebagainya, dosa ini dapat di hapus oleh pahala ibadat. Bagian yang kedua adalah dosa yang dapat dihapus dengan cara bertobat kepada Allah, seperti mencuri, berzina, dan sebagainya. Bagian yang ketiga adalah dosa yang tidak diampuni oleh Allah swt, contohnya seperti perbuatan syirik ini yang tidak akan diampuni oleh Allah swt. 38 Untuk menghindari segala bentuk kemusyrikan, seseorang perlu mengetahui segala bentuk kemusyrikan. Syririk terbagi pada dua jenis yaitu syirik besar dan syirik kecil. a. Syirik Besar Syirik besar adalah perbuatan yang dapat mengeluarkan pelakunya keluar dari Islam dan pelakunya diancam dengan terhapusnya segala amal ibadah yang telah dilakuan, jika yang bersangkutan tidak bertobat menjelang ajalnya, maka ia akan kekal di dalam neraka. 39 b. Syirik Kecil 37 Depag RI, Al- Qur’an dan Terjemahnya, op. cit,. h. 86 38 Halimmudin, Kembali Kepada Akidah Islam, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994, cet. II, h. 2 39 Darwis Abu Ubaidah, Panduan Akidah Ahlussunnah Wal Jamaah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008 cet. I,. h. 88 Syirik kecil adalah perbuatan yang tidak sampai membuat pelakunya keluar dari Islam tapi dapat mengurangi nilai tauhid dan dapat menjadi perantara kepada syirik besar. 40 Dengan kata lain syirik kecil ini kalau sering dilakukan akan mengakibatkan pelakunya melakukan syirik besar dan membuatnya keluar dari Islam. Adapun syirik kecil terbagi kepada menajdi dua: 1 Syirik Dzahir syirik yang nampak baik berupa perkataan ataupun perbuatan. 41 Dalam bentuk perkataan misalnya bersumpah dengan nama selain Allah swt. Rasulullah saw bersabda “Barang siapa bersumpah dengan nama selain Allah maka ia telah berbuat kufur atau syirik, H.R. Tirmizi 42 Adapun contoh dalam bentuk perbuatan ialah, seperti mengenakan kalung atau benang untuk mengusir dan menangkal bala‟, memakai jimat karena takut terkena penyakit dan perbuatan lainnya. 2 Syirik khafi tidak nampak. Yaitu kesyirikan yang terdapat pada keinginan dan niat, seperti riya‟ dan sum‟ah. Seperti seseorang yang mengamalkan suatu amalan yang sehrusnya amalan itu ia jadikan untuk mendekatkan diri kepada Allah tetapi ia malah menginginkannya agar dapat dilihat manusia dan mendapat pujian dari manusia. 40 Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, op, cit., h.335 41 Ibid. 42 Muhammad bin „Isa at-Tirmizi, Sunan at-Tirmizi, Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 2013, cet. IV, jilid. II, h. 468