Kebijakan Pemerintah Tentang Konversi Lahan Pertanian ke Non Pertanian

Laju rata-rata konversi lahan pertanian ke non pertanian di wilayah DAS Waduk Wonogiri adalah 600 hektartahun, maka nilai deplesi sumberdaya yang hilang sebesar Rp 13,2 milyar. Adapun nilai manfaat multifungsi lahan pertanian yang hilang sebesar Rp 310 milyar. Oleh sebab itu untuk menghitung PDRB Hijau, nilai PDRB konvensional yang ada dikurangkan dengan Rp 323,2 milyar, diperoleh nilai PDRB Hijau atas dasar harga berlaku sebesar 4.945.469,48 juta rupiah dan PDRB Hijau atas dasar harga konstan 2000 sebesar 2.447.235,78 juta rupiah. Untuk memperoleh nilai PDRB Hijau yang sebenarnya, maka harus dihitung nilai deplesi dari sumberdaya-sumberdaya yang lain dan nilai kerusakan lingkungan yang lain.

5.5. Kebijakan Pemerintah Tentang Konversi Lahan Pertanian ke Non Pertanian

Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan struktur perekonomian, kebutuhan lahan untuk kegiatan non pertanian cenderung terus meningkat. Kecenderungan tersebut menyebabkan konversi lahan pertanian sulit dihindari. Beberapa kasus menunjukkan jika di suatu lokasi terjadi konversi lahan lahan, maka dalam waktu yang tidak lama lahan di sekitarnya juga terkonversi secara progresif. Menurut Irawan 2005, hal tersebut disebabkan oleh dua faktor. Pertama, sejalan dengan pembangunan kawasan perumahan atau industri di suatu lokasi konversi lahan, maka aksesibilitas di lokasi tersebut menjadi semakin kondusif untuk pengembangan industri dan pemukiman yang akhirnya mendorong meningkatnya permintaan lahan oleh investor lain atau spekulan tanah sehingga harga lahan di sekitarnya meningkat. Kedua, peningkatan harga lahan selanjutnya dapat merangsang petani lain di sekitarnya untuk menjual lahan. Wibowo 1996 menambahkan bahwa pelaku pembelian tanah biasanya bukan penduduk setempat, sehingga mengakibatkan terbentuknya lahan-lahan guntai yang secara umum rentan terhadap proses konversi lahan. Upaya pemerintah untuk mengendalikan atau mencegah terjadinya konversi lahan pertanian ke non pertanian, dilakukan dengan mengeluarkan beberapa peraturan dan undang-undang yang melarang konversi lahan pertanian tersebut. Paling tidak ada lebih dari 16 peraturanperundang- Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com undangan yang berkaitan dengan pengendalian konversi lahan pertanian ke non pertanian. Secara hirarkhi peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang konversi lahan pertanian ke non pertanian adalah sebagai berikut : 1. Undang-Undang a. Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan b. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup c. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang 2. Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional 3. Keputusan Presiden a. Keputusan Presiden No. 33 Tahun 1990 Pelarangan Pemberian Izin Perubahan Fungsi Lahan Basah dan Pengairan Beririgasi bagi Pembangunan Kawasan Industri b. Keputusan Presiden No. 53 Tahun 1989 Tentang Pembangunan Kawasan Industri, Tidak Boleh Alih Fungsi Sawah Irigasi TeknisTanah Pertanian Subur 4. Peraturan Menteri Peraturan Menteri Pertanian No. 41 Tahun 2009 Tentang Peraturan Teknis Kawasan Peruntukkan Pertanian 5. Surat Edaran Menteri a. Surat Edaran Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional No. 460-5941996 Tentang Mencegah Alih Fungsi Tanah Sawah dan Irigasi Teknis Menjadi Tanah Kering. b. Surat Edaran Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional No. 410-22611994 Tentang Izin lokasi tidak boleh mengalih fungsikan sawah Irigasi c. Surat Edaran Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional No. 410-18511994 Pencegahan penggunaan tanah sawah beririgasi teknis untuk penggunaan non-pertanian melalui penyusunan Rencana Tata Ruang. Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com d. Surat Edaran Menteri Negara Perencanaan Pembangunan NasionalKepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional No. 5334MK91994 Tentang Pelarangan alih fungsi lahan sawah irigasi teknis untuk nonpertanian. e. Surat Edaran Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional No. 5335MK1994 Tentang Penyusunan RTRW Dati II Melarang Alih Fungsi Lahan Sawah Irigasi Teknis untuk Non- Pertanian f. Surat Edaran Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional No. 5417MK101994 Tentang Efisiensi Pemanfaatan Lahan Bagi Pembangunan Perumahan. g. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 4744263SJ1994 Tentang Mempertahankan Sawah Irigasi Teknis untuk Mendukung Swasembada Pangan 6. Keputusan Bupati a. Keputusan Bupati Wonogiri No. 4842003 Tentang Penerapan Tataguna Lahan di Kabupaten Wonogiri. b. Keputusan Bupati Wonogiri No. 521.501911993 Tentang Petunjuk Sistem Usahatani Padi Sawah di Kabupaten Wonogiri. 5.5.1. Pokok-Pokok Isi Kebijakan dari Peraturan Perundang-Undangan Yang Berkaitan dengan Konversi Lahan Pertanian ke Non Pertanian Pokok-pokok isi kebijakan dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan konversi lahan pertanian ke non pertanian dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Undang-Undang a. Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan Indonesia sebagai negara agraris menjamin penyediaan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan sebagai sumber pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Perlindungan lahan pertanian berkelanjutan dilakukan dengan tujuan : 1 melindungi kawasan dan lahan pertanian secara berkelanjutan; 2 menjamin Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com tersedianya lahan pertanian secara berkelanjutan; 3 mewujudkan kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan; 4 melindungi kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani; 5 meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan petani dan masyarakat; 6 meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani; 7 meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak; 8 mempertahankan keseimbangan ekologis; dan 9 mewujudkan revitalisasi pertanian. b. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam perikedupan manusia dan makhluk hidup lainnya sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan. Menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, sebagai bagian dari perlindungan terhadap keseluruhan ekosistem. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan : 1 melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran danatau kerusakan lingkungan hidup; 2 menjamin keselamatan, kesehatan dan kehidupan manusia; 3 menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem; 4 menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup; 5 mencapai keserasian, keselarasan dan keseimbangan lingkungan hidup; 6 menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan; 7 menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak azasi manusia; 8 mengendalikan pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana; 9 mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan 10 mengantisipasi isu lingkungan global. c. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Penataan ruang kawasan perdesaan diarahkan untuk : 1 pemberdayaan masyarakat perdesaan; 2 pertahanan kualitas lingkungan setempat dan Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com wilayah yang didukungnya; 3 konservasi sumberdaya alam; 4 pelestarian warisan budaya lokal; 5 pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan untuk ketahanan pangan; dan 6 penjagaan keseimbangan pembangunan perdesaan-perkotaan. Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW harus mempertimbangkan budidaya tanaman pangansawah irigasi teknis. Perubahan fungsi ruang kawasan pertanian menjadi kawasan pertambangan, pemukiman, kawasan industri, dan sebagainya memerlukan kajian dan penilaian atas perubahan fungsi ruang tersebut secara lintas sektor, lintas daerah, dan terpusat. 2. Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Sesuai dengan amanat Pasal 20 UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional RTRWN merupakan pedoman untuk : 1 penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional; 2 penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional; 3 pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional; 4 mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antar wilayah propinsi, serta keserasian antar sektor; 5 penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; 6 penataan ruang kawasan strategis nasional; dan 7 penataan ruang wilayah propinsi dan kabupatenkota. Kawasan peruntukan non pertanian ditetapkan dengan kriteria : 1 berupa wilayah yang sesuai; 2 tidak mengganggu kelestarian fungsi lingkungan hidup; danatau 3 tidak mengubah lahan produktif. 3. Keputusan Presiden a. Keputusan Presiden No. 33 Tahun 1990 Pelarangan Pemberian Izin Perubahan Fungsi Lahan Basah dan Pengairan Beririgasi bagi Pembangunan Kawasan Industri. Pemberian izin pembebasan tanah untuk industri harus dilakukan dengan pertimbangan tidak akan mengurangi areal tanah pertanian dan tidak boleh di kawasan pertanian tanaman pangan lahan basah berupa Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com sawah dengan pengairan irigasi serta lahan yang dicadangkan untuk usahatani irigasi. b. Keputusan Presiden No. 53 Tahun 1989 Tentang Pembangunan Kawasan Industri, Tidak Boleh Alih Fungsi Sawah Irigasi TeknisTanah Pertanian Subur. Pembangunan kawasan industri tidak mengurangi areal tanah pertanian dan tidak dilakukan diatas tanah yang mempunyai fungsi utama untuk melindungi sumberdaya alam dan warisan budaya. 4. Peraturan Menteri Peraturan Menteri Pertanian No. 41 Tahun 2009 Tentang Peraturan Teknis Kawasan Peruntukan Pertanian. Kawasan yang secara teknis memenuhi syarat untuk kawasan peruntukan pertanian perlu dilindungi dan dijamin keberlanjutannya sesuai dengan Undang-Undang tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan 5. Surat Edaran Menteri a. Surat Edaran Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional No. 460-15941996 tanggal 5 Juni 1996 Perihal Pencegahan Konversi Tanah Sawah Beririgasi Teknis Menjadi Tanah Kering yang ditujukan kepada Gubernur dan BupatiWalikota seluruh Indonesia. Perubahan sawah irigasi teknis ke tanah kering dalam 10 tahun terakhir diperkirakan lebih dari 500.000 hektar, melalui cara menutup saluran irigasi. Untuk hal tersebut, diminta kepada GubernurBupatiWalikota untuk memberi petunjuk : a tidak menutup saluran irigasi; b tidak mengeringkan sawah irigasi menjadi tanah kering; c tidak menimbun sawah untuk membangun; d banyak sawah irigasi yang sudah menjadi tanah kering, untuk mengembalikan lagi seperti semula; dan e BupatiWalikota agar meninjau kembali dan merevisi RTRW Dati II. b. Surat Edaran Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional No. 410-22611994 tanggal 22 Juli 1994 Tentang Pencegahan Penggunaan Tanah Sawah Beririgasi Teknis untuk Penggunaan Tanah Non Pertanian. Surat Edaran ini memberikan petunjuk kepada Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKota untuk tidak melakukan tindakan yang Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com mengarah kepada pengurangan lahan sawah beririgasi teknis dengan tidak memberikan Izin Lokasi untuk pembangunan non pertanian pada areal sawah beririgasi teknis, tidak memberikan persetujuan ijin pengeringan lahan sawah beririgasi teknis, serta secara aktif membantu Pemda dalam menyusun RTRW KabupatenKota dan tidak memperuntukkan lahan sawah beririgasi teknis bagi penggunaan lahan non pertanian dalam RTRW yang disusun. c. Surat Edaran Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional No. 410-18511994 tanggal 15 Juni 1994 tentang Pencegahan Penggunaan Tanah Sawah Beririgasi Teknis untuk Penggunaan Tanah Non-Pertanian Melalui Penyusunan Rencana Tata Ruang. Surat Edaran ini ditujukan kepada Gubernur dan BupatiWalikota. Dalam menyusun RTRW Dati I maupun Dati II, agar tidak memperuntukkan tanah sawah beririgasi teknis guna penggunaan non- pertanian, kecuali terpaksa atas pertimbangan-pertimbangan tertentu dengan terlebih dahulu dikonsultasikan kepada Badan Koordinasi Tata Ruang NasionalBKTRN. d. Surat Edaran Menteri Negara Perencanaan Pembangunan NasionalKetua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional selaku Ketua BKTRN No. 5334MK91994 tanggal 29 September 1994 Tentang Pencegahan Penggunaan Tanah Sawah Beririgasi Teknis untuk Penggunaan NonPertanian yang ditujukan kepada Menteri Negara AgrariaKepala BPN. Pada surat edaran ini Ketua BKTRN memberikan petunjuk agar dalam pemberian ijin pemanfaatan ruang atau Ijin Lokasi harus mengacu ke RTRW yang telah ada dan tidak memberikan Ijin Lokasi pada lahan sawah beririgasi teknis. Terhadap Ijin Lokasi yang terlanjur diterbitkan, diberlakukan pembatasan-pembatasan sampai Ijin Lokasinya habis dan tidak dapat diperpanjang lagi, dengan memperhatikan kemajuan pembebasan tanah dan pembangunan kegiatan dimaksud. e. Surat Edaran Menteri Negara Perencanaan Pembangunan NasionalKetua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional selaku Ketua BKTRN No. 5335MK1994 tanggal 29 September 1994 perihal Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com Penyusunan RTRW Dati II. Surat Edaran ini ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri yang menegaskan bahwa BKTRN pada prinsipnya tidak mengizinkan perubahan penggunaan lahan sawah beririgasi teknis untuk penggunaan selain pertanian, dan kesepakatan tersebut telah dilaporkan kepada Presiden. RTRW di beberapa Dati II perlu disempurnakandirevisi, karena di dalamnya tercantum rencana penggunaan lahan sawah beririgasi teknis untuk penggunaan non-pertanian. Untuk itu Menteri Dalam Negeri diminta memberikan petunjuk kepada Pemda KabupatenKota untuk menyempurnakanmerevisi RTRW masing- masing. Terkait dengan penyempurnaan ini akan diadakan peninjauan RTRW Propinsi dan KabupatenKota oleh Tim Teknis BKTRN yang diketuai oleh Dirjen Pembangunan Daerah. f. Surat Edaran Menteri Negara Perencanaan Pembangunan NasionalKetua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional selaku Ketua BKTRN No. 5417MK101994 tanggal 4 Oktober 1994 perihal Efisiensi Pemanfaatan Lahan Bagi Pembangunan Perumahan. Surat Edaran ini ditujukan kepada Menteri Negara Perumahan Rakyat untuk mengarahkan lokasi pengembangan perumahan pada lahan-lahan yang telah diberikan Ijin Lokasi yang telah ada serta menghindari lahan sawah beririgasi teknis. Pada prinsipnya perubahan penggunaan lahan pertanian sawah beririgasi teknis untuk keperluan selain pertanian tidak diizinkan. Untuk peningkatan efisiensi pemanfaatan lahan, pembangunan perumahan baru diarahkan ke lahan yang telah mempunyai ijin lokasi dan ke lokasi diluar lahan sawah beririgasi teknis. g. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 4744263SJ1994 tanggal 27 Desember 1994 perihal Peninjauan Kembali RTRW Propinsi Dati I dan KabupatenKota Dati II. Surat Edaran ini ditujukan kepada Gubernur serta tembusannya kepada BupatiWalikota se-Indonesia. Pada Surat Edaran ini Menteri Dalam Negeri menyampaikan petunjuk agar keberadaan lahan pertanian beririgasi teknis dipertahankan, dengan cara tidak mengijinkan Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com perubahan penggunaan lahan pertanian beririgasi teknis menjadi penggunaan lahan non pertanian, mengamankan jaringan beririgasi teknis yang ada serta memanfaatkannya semaksimal mungkin untuk peningkatan produksi pertanian. Bagi RTRW Dati II yang didalamnya tercantum rencana alih fungsi penggunaan lahan sawah beririgasi teknis ke penggunaan lahan non pertanian, maka RTRW tersebut agar disempurnakan atau ditinjau kembali dengan mengikuti kaidah-kaidah tata ruang yang benar. 6. Keputusan Bupati a. Keputusan Bupati Wonogiri No. 4842003 Tentang Penerapan Tataguna Lahan di Kabupaten Wonogiri. Keputusan Bupati Wonogiri ini berisi tentang penetapan tataguna lahan sesuai dengan RTRW yang telah disusun. b. Keputusan Bupati Wonogiri No. 521.501911993 Tentang Petunjuk Sistem Usahatani Padi Sawah di Kabupaten Wonogiri. Keputusan ini berisi tentang petunjuk sistem usahatani padi sawah di Kabupaten Wonogiri dalam upaya untuk meningkatkan produksi beras. 5.5.2. Implementasi Kebijakan Peraturan Perundang-Undangan Yang Berkaitan dengan Konversi Lahan Pertanian ke Non Pertanian Secara umum implementasi kebijakan dari peraturan perundang- undangan yang ada belum berjalan dengan baik, terbukti masih terjadi konversi lahan pertanian ke non pertanian di wilayah DAS Waduk Wonogiri. Perubahan penggunaan lahan di wilayah DAS Waduk Wonogiri telah terjadi sejak lama, puncaknya terjadi pada masa awal reformasi tahun 1999 – 2000. Pada masa tersebut pengawasan pemerintah agak longgar karena terpengaruh dengan gerakan massa yang sewaktu-waktu bisa terjadi. Selain itu, pada tahun-tahun tersebut merupakan masa transisi pengelolaan Waduk Wonogiri. Pengelolaan waduk dan anak-anak sungainya termasuk daerah sabuk hijau menjadi kewenangan Perum Jasa Tirta I, sehingga pengawasan Pemerintah Kabupaten Wonogiri terhadap aktivitas masyarakat yang dapat membahayakan waduk agak longgar karena merasa bukan kewenangannya Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com lagi. Hutan negara yang ada merupakan kewenangan Perum Perhutani dan sabuk hijau merupakan kewenangan Perum Jasa Tirta I. Dari hasil wawancara dengan tokoh-tokoh masyarakat di Kabupaten Wonogiri diketahui bahwa pengelolaan Waduk Wonogiri saat ini untuk area bendungan dan sistem irigasi dikelola oleh pihak Proyek Bengawan Solo PBS, sedangkan pada area wisata waduk di Desa Sendang dikelola oleh Dinas Perhubungan Pariwisata Seni dan Budaya DPPSB Kabupaten Wonogiri. Untuk kegiatan-kegiatan usaha di Wilayah Sungai Bengawan Solo beserta anak-anak sungainya serta kawasan sabuk hijau berdasarkan KEPPRES 129 tahun 2000 dikelola oleh PERUM JASA TIRTA I. Potensi tumpang tindih overlapping kewenangan dapat terjadi dalam pengelolaan ini, terutama dalam pengusahaan air dan sumber-sumber air. Disatu pihak PERUM JASA TIRTA I mendasarkan diri pada Peraturan Pemerintah No 29 tahun 1999, di lain pihak pemerintah daerah berpedoman pada Undang-Undang No 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pemerintah Kabupaten Wonogiri selama ini masih merasa belum mendapatkan kepastian tentang kewenangan pengelolaan Waduk Wonogiri. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 229KPTS1986 tanggal 20 Juli 1986 telah ditetapkan organisasi operasi Bendungan Serbaguna Wonogiri yang garis besarnya adalah sebagai berikut : a. Pengendali operasi adalah Proyek Induk Pengembangan Wilayah Sungai Bengawan Solo PIPWSBS. b. Pelaksana operasi adalah Sub Proyek Bengawan Solo Hulu III di bawah Proyek Bengawan Solo Hulu dan Bendung Colo oleh Proyek Irigasi Wonogiri. Berdasarkan Peraturan Pemerintah PP Nomor 29 Tahun 1999 hak penguasaan dan pengelolaan diserahkan kepada Perum Jasa Tirta. Akan tetapi secara substansi hukum, PP tersebut bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, yaitu Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Seharusnya PP tersebut harus segera direvisi, karena memberi kewenangan penuh kepada Jasa Tirta atas eksploitasi, pengusahaan dan pengendalian terhadap sungai-sungai, termasuk Sungai Bengawan Solo, sehingga PP ini memberikan keterbatasan ruang gerak bagi Pemerintah Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com Kabupaten Wonogiri dalam keikutsertaannya dalam pengelolaan dan pelestarian Waduk Wonogiri. Keberadaan Waduk Wonogiri termasuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Wonogiri, sehingga dalam sistem pengelolaannya tidak mungkin lepas dari Pemerintah Kabupaten Wonogiri. Instansi pelaksana di kabupaten ini adalah Dinas Perhubungan Pariwisata Seni dan Budaya, Dinas Kehewanan Perikanan dan Kelautan serta Dinas Pekerjaan Umum. Pengelolaan waduk saat ini untuk area bendungan dengan sistem irigasi dikelola oleh Proyek Bengawan Solo, sedangkan area wisata di Desa Sendang dikelola oleh Dinas Perhubungan Pariwisata Seni dan Budaya. Untuk kawasan sabuk hijau green belt dan Daerah Aliran Sungai berdasarkan KEPPRES 129 tahun 2000 dikelola oleh Perum Jasa Tirta I. Untuk itu, dalam rangka pengamanan Waduk Gajah Mungkur perlu adanya kewenangan yang jelas bagi Pemerintah Kabupaten Wonogiri, yaitu merevisi PP tersebut dengan melibatkan Pemerintah Kabupaten Wonogiri sebagai pemilik wilayah untuk memiliki kewenangan dalam penguasaan dan pengelolaan Waduk Gajah Mungkur dan Sub DAS-nya. Jika hal tersebut tidak memungkinkan dapat ditempuh dengan alternatif lain yaitu Pemerintah Kabupaten Wonogiri diberikan hak untuk ikut sertaandil dalam kepemilikan saham dari Perum Jasa Tirta I. Dengan persamaan hak dan kewenangan tersebut diharapkan dalam pengelolaan dan pelestarian Waduk Wonogiri dan Sub DAS di sekitarnya dapat dilaksanakan dengan baik tanpa adanya ganjalan tentang kewenangan, sehingga program–program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Wonogiri dalam rangka melestarikan keberadaan Waduk Wonogiri yaitu dalam pengendalian sedimentasi dapat dilaksanakan secara maksimal, dengan mengikutsertakan masyarakat Wonogiri. Dengan demikian dapat dipadukan kepentingan Pemerintah yaitu melestarikan keberadaan Waduk yang merupakan asset nasional dan kepentingan Pemerintah Kabupaten Wonogiri untuk mensejahterakan masyarakat. Disamping itu, prasarana dan sarana yang selama ini telah dibangun oleh Proyek Bengawan Solo seperti wisma guest house dan jalan lingkungan kondisinya saat ini tidak terpelihara. Departemen Pekerjaan Umum waktu itu Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com masih bernama Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah bermaksud menggunakan lahan di sekitar waduk Wonogiri yang terletak di Kelurahan Wuryorejo, Kecamatan Wonogiri seluas 133.690 m2 untuk pembangunan perumahan RSRSS bagi pegawai golongan I dan II Proyek Induk PWS Bengawan Solo. Mengingat bahwa dalam pembuatan Waduk Gajah Mungkur masyarakat Wonogiri telah berkorban sedemikian rupa, sehingga mereka harus rela meninggalkan tanah kelahirannya dan ditransmigrasikan ke Pulau Sumatera, maka untuk menjaga agar tidak terjadi masalah-masalah sosial dikemudian hari, Pemerintah Kabupaten Wonogiri menganggap rencana tersebut kurang bijaksana. Apabila memungkinkan, untuk menumbuhkan semangat masyarakat Wonogiri dalam melestarikan Waduk Gajah Mungkur tanah tersebut dapat diserahkan pengelolaanya kepada Pemerintah Kabupaten Wonogiri untuk digunakan bagi kepentingan umum. Pandangan tokoh-tokoh masyarakat Wonogiri secara umum, keberadaan Waduk Wonogiri selama ini belum memberikan kontribusi yang optimal. Hal ini dapat dilihat dengan belum teratasinya permasalahan yang berkaitan dengan kekurangan air setiap musim kemarau, baik air bersih maupun untuk irigasi. Pemanfaatan untuk pengairan lahan pertanian justru dirasakan oleh masyarakat di luar Kabupaten Wonogiri, sedangkan masyarakat Wonogiri yang kekurangan air, belum bisa menggunakan air waduk untuk mencukupinya. Masalah ini perlu menjadikan perhatian dari pemerintah pusat, Propinsi maupun kabupaten. Untuk waktu yang akan datang perlu ada pemikiran bagaimana agar masyarakat Wonogiri merasakan manfaat air waduk ini untuk mengatasi kebutuhannya di musim kemarau. Hal ini penting agar masyarakat ikut merasa memiliki keberadaan waduk, sehingga mereka ikut menjaga kelestariannya secara optimal. Masalah ini dapat dipecahkan dengan jalan Pemerintah Pusat, Propinsi maupun pihak-pihak lain yang ikut merasakan manfaat Waduk Wonogiri secara langsung memberikan bantuan terhadap pemenuhan kebutuhan dalam rangka pemanfaatan waduk bagi masyarakat Wonogiri seperti pompa air, pembangunan Instalasi Pengolahan Air IPA dan lain-lain. Selain bantuan yang bermanfaat secara langsung dalam pemanfaatan waduk bagi masyarakat, Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com juga bantuan yang mengakibatkan masyarakat secara langsung ikut berpartisipasi bagi kelestarian waduk secara umum seperti bantuan pembuatan cek dam, normalisasi sungai, reboisasipenghijauan, dam penahan dan lain-lain. Dari pendapat tokoh-tokoh masyarakat tersebut dapat disarikan bahwa Masyarakat Wonogiri secara umum berpendapat bahwa Waduk Wonogiri merupakan waduk yang berada di wilayah Wonogiri yang difungsikan sebagai pengendali banjir, sistem pengairan, PLTA, wisata, perikanan dan lain-lain. Namun demikian, manfaat yang dapat dirasakan oleh masyarakat Wonogiri masih sebatas wisata dan perikanan. Manfaat pengairan yang sebenarnya sangat diharapkan oleh masyarakat, terutama untuk mencukupi kebutuhan air bersih maupun pertanian sampai saat ini belum dapat dinikmati, sehingga sangat ironis ketika suatu wilayah memiliki tampungan air yang sedemikian besar, tetapi ada masyarakat yang masih kekurangan air. Berpijak pada pendapat masyarakat tersebut akan berpengaruh pada pengelolaan DAS Waduk Wonogiri, termasuk perubahan penggunaan lahan di wilayah DAS Waduk. Kalau masyarakat merasa tidak ikut memiliki, maka akan cenderung membiarkan ketika terjadi aktivitas yang dapat membahayakan kelestarian waduk. 5.5.3. Pengendalian Kebijakan Peraturan Perundang-Undangan Yang Berkaitan dengan Konversi Lahan Pertanian ke Non Pertanian Pada prinsipnya semua peraturan yang berkaitan dengan konversi lahan pertanian ke non pertanian melarang terjadinya konversi lahan sawah, terutama lahan sawah beririgasi teknis. Lahan sawah lainnya, yaitu yang beririgasi sederhana dan tadah hujan, kurang mendapat perlindungan dengan berbagai peraturan di atas. Selain itu, peraturan-peraturan yang ada tersebut cenderung hanya melarang tanpa memberikan alternatif pemecahan, sementara upaya pengembangan industri kadang-kadang terpaksa dilakukan di areal sawah, sehingga diperlukan kebijakan yang sifatnya lebih rasional dan operasional. Pengendalian konversi lahan pertanian hanya mungkin dapat dilakukan bila penyebab dari konversi tersebut, baik eksternal maupun internal Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com teridentifikasi dengan baik dan upaya pengendalian diarahkan pada faktor- faktor penyebab tersebut. Berkaitan dengan penyebab internal dari sektor pertanian itu sendiri, pemecahannya terkait dengan upaya sektor pertanian itu sendiri. Upaya konsolidasi lahan-lahan yang terfragmentasi dan penentuan luas minimum dan maksimum penguasaan lahan pertanian, merupakan beberapa contoh kebijakan sektor pertanian. Selain itu, hal-hal yang berkaitan dengan nilai tukar sektor pertanian merupakan persoalan lain yang perlu terus dicarikan jalan pemecahannya Jamal, 1999. Sementara itu, yang berkaitan dengan tata ruang wilayah dan peraturan undang-undang sangat terkait dengan kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah yang diperlukan adalah sesuatu yang bersifat operasional, dan bukan sekedar melarang atau mencegah seperti yang ada selama ini. Berhubung kondisi wilayah sangat berbeda, kadangkala justru kurang bijaksana pelarangan konversi lahan pertanian. Adanya konversi lahan pertanian mungkin lebih baik bagi pengembangan wilayah secara keseluruhan, sehingga kebijakan yang ada seharusnya bukan berupa larangan tetapi mengarah pada upaya pengendalian sehingga pemanfaatan sumberdaya di suatu wilayah dapat optimal. Salah satu kebijakan pengendalian konversi lahan pertanian yang cukup operasional adalah dengan penentuan kompensasi terhadap lahan pertanian yang akan dikonversikan, baik itu sawah beririgasi teknis, setengah teknis, sederhana maupun tadah hujan. Hal ini juga direkomendasikan Sumaryanto, et al. 1996 dalam penelitiannya. Kompensasi ini tidak sama dengan harga jual yang diterima petani tetapi diperhitungkan oleh hilangnya lahan pertanian. Penentuan kompensasi dalam sejumlah uang, akan lebih operasional dan dana ini dapat digunakan untuk mengganti lahan pertanian yang hilang dengan pencetakan lahan pertanian yang lebih luas di tempat lain di Luar Jawa. Penentuan nilai kompensasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satu diantaranya melalui perhitungan nilai sebenarnya valuasi ekonomi dari lahan pertanian. Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com

5.6. Arahan Kebijakan dan Strategi Pengelolaan DAS Waduk Wonogiri

Dokumen yang terkait

GEOSPATIAL ANALYSIS OF LAND USE AND LAND COVER CHANGE FOR DISCHARGE AT WAY KUALAGARUNTANG WATERSHED IN BANDAR LAMPUNG

2 19 85

Identification of Critical Land Using Geographic Information System : A Case Study in Poleang Langkowala Sub-Watershed Southeast Sulawesi Province

0 11 83

Modeling of Flood for Land Use Management (Case Study of Ciliwung Watershed)

1 8 166

Economic valuation of land use changes in Wonogiri Watershed (case study at Keduang Sub Watershed, Wonogiri Regency)

3 48 227

Formulir Validasi (Land use/land cover change detection in an urban watershed:a case study of upper Citarum Watershed, West Java Province, Indonesia)

0 3 3

Prediction of The Erosion and Sedimentation Rate Using SWAT Model in Keduang Sub-Watershed Wonogiri Regency

0 2 10

Fighting Through Community Participation Based on Vegetative Conservation Approach of Wonogiri Reservoir Sedimentation in Sub - Watershed of Keduang.

0 0 11

Evaluation Of Land Suitability For Jati Trees (Tectona grandhis L. F) In Watershed At 2011 (Study of implementation one milion planting program in wonogiri regency at 2009) | Romadlon | Pendidikan Geografi 2304 9895 1 PB

0 0 8

ARAHAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN EROSI DAN SEDIMENTASI DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI KEDUANG KABUPATEN WONOGIRI (The Policy Direction for Controlling of Erosion and Sedimentation at Keduang Sub-Watershed in Wonogiri Regency)

0 0 14

SIMULASI PENGARUH TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT BANJIR DI DAS KEDUANG ( Simulated Effects Of Land Use Against Flood Discharge In Keduang Watershed

1 1 11