7 hari Pengaruh Pre Inkubasi koji terhadap mutu moromi

7 gandum agar mudah digiling, dan d untuk memberi flavor gandum pada produk akhirnya. Menurut Yokotsuka 1982, suhu sangrai yang lebih tinggi menghasilkan pati dengan formasi alfa yang lebih banyak tetapi menga kibatkan daya cerna protein lebih rendah. Kandungan pati berstruktur alfa tinggi pada gandum dapat dimaksimalkan dengan cara mengatur kadar air gandum menjadi sekitar 15-25 sebelum penyangraian. Gandum digiling agar setelah dicampur dengan kedelai masak, air dari kedelai masak dapat terdistribusi merata. Tabel- 3. Pengaruh kondisi pemasakan kedelai terhadap daya cerna protein 1 No Tekanan uap air kgcm 3 Waktu pemasakan menit Daya cerna protein di dalam larutan enzim garam 0, 37 o

C, 7 hari

1 0,9 45 86 2 1,2 10 91 3 1,8 8 91 4 2,0 5 92 5 3,0 3 93 6 4,0 2 94 7 5,0 1 95 8 6,0 0,5 95 9 7,0 0,25 95 1 Yokotsuka 1985 Menurut Yokotsuka 1985, protein gandum merupakan sumber asam glutamat yang baik, dimana asam glutamat merupakan ingredien yang penting dalam membentuk rasa produk akhir kecap. Gandum yang berkadar protein tinggi baik sebagai bahan baku pembuatan kecap. Dedak gandum sering juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan kecap tetapi akan menurunkan kandungan alkohol ekstrak moromi, menjadikan warna ekstrak moromi menjadi lebih gelap dan mengurangi stabilitas warna ekstrak moromi. Hal ini disebabkan karena tingginya kandungan pentosa di dalam ekstrak moromi. Starter koji Spora kapang. Spora kapang sebagai seed mold atau starter koji untuk produksi kecap umumnya adalah strain dari Aspergillus oryzae atau A sojae. Dalam memilih bibit seed mold yang baik, Yokotsuka 1982 menyarankan sebagai berikut: a kapang mempunyai kemampuan membentuk spora yang 8 banyak, hal ini penting untuk seed starter, b pertumbuhan kapang cepat dan banyak, c kapang menghasilkan enzim yang aktivitasnya tinggi, terutama enzim proteolitik dan enzim maserasi, d selama pertumbuhannya, kapang mengkonsumsi karbohidrat dalam ju mlah sedikit, e kapang mempunyai stabilitas genetik yang baik, dan f tidak menghasilkan racun. Di Jepang, pada umumnya spora kapang untuk starter koji yang dijual secara komersial tidak berupa spora murni dari satu jenis kapang, namun berupa campuran dari berbagai jenis kapang. Sebagai contoh, Yokotsuka 1985 menyebutkan komposisi spora kapang dari salah satu starter koji, sebagai berikut: 80 spora Aspergillus oryzae dan 20 spora A sojae, sementara starter koji yang lain terdiri dari 89 spora A oryzae dan 11 spora A sojae. Jumlah spora kapang sebagai starter yang baik adalah minimal 10 9 kolonigram. Enzim Koji . Tujuan utama fermentasi koji adalah memproduksi berbagai macam enzim oleh kapang Aspergillus sojae atau A oryzae. Enzim ini berperan dalam proses penguraian makromolekul bahan baku menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana. Selain itu, fermentasi koji yang baik diperlukan untuk: 1 memperoleh pertumbuhan miselia kapang yang optimum, 2 menstabilkan aktivitas enzim yang telah disintesis oleh kapang, 3 meminimalkan konsumsi karbohidrat yang diakibatkan oleh pertumbuhan kapang, dan 4 mengurangi kontaminasi bakteri dan kapang lain. Menurut Yokotsuka 1985, kapang koji menghasilkan berbagai macam enzim Tabel-4. Enzim proteinase menguraikan protein menjadi peptida, bukan menjadi senyawa-senyawa asam amino tunggal. Asam glutamat dipisahkan dari peptida oleh adanya enzim karboksipeptidase dan glutamin oleh enzim aminopeptidase. Glutamin kemudian diubah menjadi asam glutamat oleh enzim glutaminase dengan pH optimum 7,0 dan suhu 40-50 o C. Enzim glutaminase tidak tahan panas di dalam moromi dan mudah terurai pada suhu diatas 25 o C Wood 1985. Aktivitas glutaminase yang dihasilkan oleh kapang koji berkurang banyak dengan adanya garam yang tinggi pada moromi. Di dalam mor omi, jumlah enzim glutaminase intraseluler lebih banyak sepuluh kali dibandingkan dengan enzim glutaminase ekstraseluler. Enzim glutaminase intraseluler juga lebih tahan terhadap panas dan pH ekstrim. Yokotsuka 1982 menyatakan bahwa enzim 9 selulase, hemiselulase, pektinase, beta galaktosidase juga berperan menguraikan jaringan biji-bijian dalam fermentasi moromi dan berpengaruh terhadap rendemen kecap, tingkat kemudahan proses penyaringan dan mutu produk akhir. Tabel- 4. Enzim yang diproduksi oleh kapang selama fermentasi koji 1 No Enzim Berat molekul x 10 3 Titik isoelektrik 1 Leucine amino peptide 40 61 145 3,9 4,1 6,1 2 Acid carboxy peptidase 43 125 2,1 4,4 3 Acid proteinase 36 55 120 3,4 4,1 4,6 4 Neutral proteinase I 45 4,3 5 Neutral proteinase I 19 5,8 6 Alkaline proteinase 22 7,8 7 Semi-alkaline proteinase 32 6,5 8 Alpha amylase 23 3,6 9 Glucoamylase 80 5,8 10 Carboxy methyl cellulase 17,5 22 89 3,6 8,5 9,6 11 Glutaminase 81 3,9 1 Yokotsuka 1985 Enzim proteinase. Enzim-enzim proteinase dari A oryzae atau A sojae meliputi 7 macam dengan 4 pH optimum yang berbeda Tabel-5. Alkaline proteinase adalah enzim serin, aktif pada kisaran pH yang lebar, antara 6 hingga 11. Neutral proteinase I dan II adalah enzim proteinase seng zinc proteinase yang aktivitasnya dihambat oleh adanya agen pengkhelat Nakadai et al. 1973 dalam Fukushima 1982. Neutral proteinase I mempunyai spesifisitas dengan proteinase logam metal proteinase mikroorganisme. Sedangkan neutral proteinase II mempunyai spesifisitas tinggi terhadap protein yang berinti basa basic nuclear protein, seperti protamin, histon, salmin, klupein dan sejenisnya Nakadai et al. 1976 dalam Fukushima 1982. Semua jenis enzim proteinase diatas termasuk jenis enzim endopeptidase dima na tidak memiliki aktivitas amino- atau karboksipeptidase. Oleh karena itu, enzim-enzim diatas hanya dapat 10 menguraikan protein menjadi peptide. Asam amino bebas tidak banyak dihasilkan oleh enzim-enzim tersebut Fukushima 1982. Tabel- 5. Proteinase dari koji 1 Enzim Proteinase Berat Molekul x 10 3 pH optimum Aktivitas unit kaseing koji Berat Enzim Alkaline 33 10,5 929 418 Semialkaline 32 8,3 55 - Neutral I 41 7,0 80 131 Neutral II 19 6,0 9 152 Acid I 39 3,2 44 617 Acid II 100 3,0 10 - Acid III 31 3,0 5 - 1 Nakadai et al. 1973 dalam Fukushima 1982 Enzim peptidase. Kapang koji juga menghasilkan berbagai jenis enzim eksopeptidase yang menghasilkan asam amino bebas dengan memotong gugus karboksi atau amino pada rantai peptida suatu protein atau peptida. Sejauh ini telah dapat diisolasi 4 jenis enzim karboksipeptidase dan 7 macam enzim aminopeptidase dari koji Table-6 dan Tabel-7. Tabel-6. Karboksipeptidase asam dari koji 1 Karboksipeptidase Asam Acid carboxypeptidase Karakteristik I II III IV Berat molekul x 1000 120 105 61 43 pH optimum 3 – 4 3 – 4 3 3 – 4 Aktivitas 2 A B - 0,25 0,18 - 0,05 0,01 0,11 0,02 Berat enzim 3 10 19 62 8 1 Nakadai 1977 dalam Fukushima 1982 2 Substrat A: Cbz-Glu-Try; B: Cbz-Ala-Glu. Aktivitas: unit kasein per gram koji 3 Mikrogram per gram koji 11 Oleh karena kisaran pH optimum semua enzim karboksipeptidase ada pada pH asam, maka enzim-enzim tersebut disebut juga sebagai karboksipeptidase asam. Semua enzim aminopeptidase mempunyai spesifisitas tinggi terhadap gugus terminal amino leusin, oleh karena itu disebut juga sebagai leucine aminopeptidase. Tabel-7. Leucine aminopeptidase dari koji 1 Enzim Berat Molekul x 1000 pH optimum Aktivitas 2 Berat enzim 3 I 27 8,5 0,12 319 II 61 5 – 8 0,25 54 III 55 8,0 0,15 301 IV 130 7,0 0,15 200 V 100 - 0,11 - VI 39 - 0,01 - VII 170 - 0,03 - Arilamidase 130 8,5 - 1 Nakadai 1977 dalam Fukushima 1982 2 Substrat A: Leu-Gly- Gly. Aktivitas: unit kasein per gram koji 3 Mikrogram per gram koji Di dalam fermentasi koji, pertumbuhan kapang, produksi enzim dan pertumbuhan mikroorganisme kontaminan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti: Kadar air. Kadar air bahan baku yang akan diinokulasi dengan spora kapang sangat penting untuk mendapatkan pembentukan enzim protease yang tinggi. Kadar air koji yang baik untuk menghasilkan protease yang banyak adalah 40-45. Kadar air yang tinggi menyebabkan tingginya konsumsi gula oleh kapang, dan meningkatkan proliferasi bakteri kontaminan, sehingga akhirnya menyebabkan mutu koji rendah. Suhu. Suhu antara 20-35 o C sesuai untuk pembentukan enzim protease, sementara suhu koji sekitar 35 o C sesuai untuk sintesis enzim amilase Nakagawa 1992: personnal communication. Suhu koji berpengaruh terhadap pembentukan 12 tunas konidiospora kapang, pertumbuhan miselia, metabolisme respirasi, aktivitas enzim dan proliferasi bakteri kontaminan. Waktu. Pembuatan koji dimaksudkan adalah untuk memperoleh enzim dengan akivitas setinggi-tingginya. Umur koji yang menghasilkan enzim dengan aktivitas tertinggi adalah 40-48 jam Fukushima 1982. Bahan baku. Perbandingan kedelai dan gandum sebagai bahan baku pada proses pembuatan ekstrak moromi umumnya adalah antara 6:4 sampai 4:6 Yokotsuka 1982; Steinkrauss 1988. Jika bagian gandum lebih banyak, maka pertumbuhan kapang akan lebih banyak. Jika kedelai lebih banyak, maka pH koji akan naik. Fermentasi moromi Perubahan mikroorganisme selama fermentasi moromi. Koji dibuat dalam kondisi udara terbuka. Hal ini menyebabkan tumbuhnya berbagai jenis bakteri – seperti Streptococcus, Micrococcus, Lactobacillus, Bacillus; dan khamir. Namun hanya beberapa jenis bakteri saja yang dapat tumbuh pada moromi, karena kadar garam yang tinggi 16-18. Mikroorganisme yang tidak tahan garam yang tumbuh selama fermentasi koji, seperti Micrococcus dan Bacillus, akan terhambat pertumbuhannya dan bahkan mati pada awal tahapan proses fermentasi moromi 1-2 bulan. Spora Bacillus dapat bertahan dalam moromi. Hanya bakteri asam laktat dan khamir tahan garam tinggi yang mampu tumbuh pada moromi – seperti Pediococcus halophilus bakteri asam laktat halofilik, Zygosaccharomyces rouxii khamir tahan garam tinggi, dan beberapa spesies Candida khamir halofilik . Terdapat tiga tahapan perubahan mikroflora dan biokimiawi selama fermentasi moromi. Berbagai jenis senyawa ester terbentuk sebagai hasil dari reaksi antara senyawa organik yang dihasilkan oleh fermentasi bakteri asam laktat tahap pertama dengan alkohol yang dihasilkan oleh khamir Z rouxii tahap kedua. Tahapan ketiga adalah fermentasi khamir Candida yang menghasilkan senyawa fenolik – seperti 4-etilguaiakol, 4-etilfenol, 2-feniletanol – yang terkait dengan pembentukan aroma moromi. Di awal fermentasi moromi, pH moromi berkisar antara 6,5-7,0; selanjutnya, pH moromi akan turun menjadi 13 4,7 hingga 4,8. Pada tahapan pertama dari fermentasi moromi, Pediococcus halophilus Tetragenococcus halophila tumbuh dan menghasilkan asam laktat yang mengakibatkan turunnya pH moromi. Seiring dengan turunnya pH moromi, pada jenis kecap tertentu, seperti koikuchi dan usukuchi di Jepang, khamir tahan garam tinggi seperti Zygosaccharomyces rouxii akan tumbuh dan melakukan fermentasi alkohol. Sebaliknya, pada kecap jenis tamari, fermentasi alkohol tidak terjadi. Hal ini disebabkan karena kekurangan kandungan gula dan adanya efek penghambatan yang disebabkan oleh tingginya kadar nitrogen. Oleh karena itu, aroma yang berasal dari senyawa ester pada kecap jenis tamari kurang kuat. Strain khamir tahan ga ram tinggi lainnya, seperti Candida, tumbuh pada tahapan tengah dan akhir fermentasi moromi. Spesies Candida – seperti Candida versatilis dan Candida etchellsii menghasilkan senyawa fenolik dan meningkatkan aroma kecap. Sebetulnya, pertumbuhan Candida dimu lai sejak awal tahapan fermentasi moromi, namun jika dibandingkan dengan pertumbuhan Z. rouxii, pertumbuhan Candida sangat lambat Gambar -2. Hal ini disebabkan karena Z rouxii lebih bersifat anaerobik daripada Candida Mizunuma Iguchi 1981 dalam Fukushima 1982. Namun pada akhir tahapan fermentasi moromi, pertumbuhan spesies Candida meningkat tajam, sebaliknya pertumbuhan Z rouxii menurun. Hal ini disebabkan karena Candida lebih tahan terhadap kondisi moromi yang mengandung nitrogen tinggi pada tahapan akhir fermentasi moromi, kandungan nitrogen total pada cairan moromi meningkat dan mengandung senyawa alkilfenol dan senyawa alkohol aromatik yang dihasilkan oleh Candida Fukushima 1982. Perubahan kimia selama fermentasi moromi. Pertumbuhan kapang selama fermentasi koji menghasilkan enzim amilolitik dan proteolitik. Selanjutnya, selama fermentasi moromi, enzim dari koji menghidrolisis 90-92 protein yang berasal dari bahan baku menjadi asam amino dan peptida dengan berat molekul rendah. Sedangkan sebagian besar karbohidrat akan diuraikan menjadi gula sederhana. Selanjutnya, gula sederhana akan difermentasi terutama menjadi asam laktat, alkohol dan karbon dioksida Fukushima 1982. Peran proteinase dan peptidase dari koji dalam fermentasi moromi peng uraian protein. Tabel-8 memperlihatkan aktivitas individu enzim 14 proteinase dan beberapa gabungan enzim proteinase menguraikan protein kedelai pada pH 5,0. Rasio formol nitrogen dan total nitrogen terlarut FNTN berkaitan dengan panjang peptida di dalam hidrolisat kedelai. Formol nitrogen adalah kadar nitrogen alfa-amino, sedangkan kadar total nitrogen terlarut mencerminkan kadar nitrogen peptida. Dari Tabel tersebut tampak bahwa masing-masing enzim proteinase berperan dalam menghasilkan nitrogen peptida dalam jumlah yang besar, namun senyawa nitrogen peptida tersebut sedikit yang terurai menjadi senyawa nitrogen yang lebih sederhana – yaitu asam amino. Sebaliknya, pada Tabel-8 tersebut tampak bahwa ekstrak kasar enzim proteinase mampu menghidrolisis prote in menjadi peptida-peptida yang lebih sederhana, ditunjukkan dengan nilai rasio FNTN yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat enzim lain selain proteinase di dalam koji yang berperan menguraikan senyawa polipeptida Fukushima 1982. Pada percobaan hidrolisis protein kedelai dengan enzim peptidase basa memperlihatkan bahwa kandungan formol nitrogen dan asam glutamat meningkat 1 2 3 4 5 6 Bulan 10 2 7 10 6 10 8 10 4 Gambar-2. Pola pertumbuhan mikroorganisma selama fermentasi moromi 1. Khamir liar, 2. Micrococcus, 3. Bacillus, 4. Lactobacillus, 5. Saccharomyces rouxii, 6. Torulopsis Yokotsuka 1985 1 2 3 4 5 6 APC per gram 15 dengan adanya penambahan enzim proteinase. Ini menunjukkan bahwa peptida yang diuraikan oleh enzim proteinase dihidrolisis lebih lanjut menjadi asam amino oleh enzim peptidase yang ditambahkan Tabel-9 Nakadai et al. 1972 dalam Fukushima 1982. Penambahan enzim peptidase kepada enzim karboksipeptidase-IV juga mengakibatkan penguraian peptida menjadi asam amino. Nakadai menyimpulkan bahwa semua peptidase yang diisolasi dari koji berperan dalam pembentukan formol nitrogen dan asam glutamat. Tabel- 8. Hidrolisis protein kedelai oleh proteinase murni 1 Enzim 2 Enzim yang ditambahkan mg Total N mg Formol N mg FNTN x 100 Asam glutamat mg Ekstrak kasar 69,5 174 76 44,0 102 Alp 4,5 137 11 8,0 3 Alp 9,0 148 12 8,0 2 NP-I 1,3 97 8 8,3 NP-I 2,6 107 9 8,5 NP-I 3,9 109 10 9,0 NP-II 2,6 114 9 7,5 NP-II 5,3 125 10 7,9 Alp + NP-I 9,0 + 1,3 161 19 11,6 8 Alp + NP-II 9,0 + 2,6 159 16 9,9 6 1 Nakadai at al. 1972 dalam Fukushima 1982 2 Alp : alkaline proteinase; NP : neutral proteinase Peran enzim glutaminase dalam pembentukan asam glutamat selama fermentasi moromi. Umumnya protein nabati seperti kedelai dan gandum mengandung glutamin dalam jumlah banyak. Sebagian glutamin dimodifikasi oleh enzim glutaminase menjadi asam glutamat. Oleh karena itu, enzim glutaminase sangat penting pada hidrolisis enzimatik protein nabati, karena enzim ini dapat meningkatkan kandungan asam glutamat – salah satu komponen flavor hidrolisat yang penting Gambar-3 Nasuno Nakadai 1977 dalam Fukushima 1982. Glutaminase sangat sensitif terhadap pH asam dan garam Hayashi Terada, 1972 dalam Fukushima 1982. Oleh karena itu, pada satu 16 bulan pertama, fermentasi garam pada proses pembuatan kecap dilakukan pada suhu rendah 15-20 o C guna mencegah hilangnya aktivitas enzim glutaminase Fukushima 1982, Judoamidjojo 1986. Tabel-9. Hidrolisis protein kedelai oleh proteinase murni 1 Enzim 2 Enzim yang ditambahkan mg Total N mg Formol N mg Asam glutamat mg Ekstrak kasar 69,5 174 76 102 Kontrol 9,0 148 12 2 AcCP-I 0,8 158 27 23 AcCP-II 2,3 147 31 20 AcCP-III 0,9 156 27 30 LAP-I 4,9 168 45 27 LAP-II 2,4 163 49 76 AcCP-I + LAP-II 0,3 + 2,4 173 53 82 AcCP-II + LAP-II 0,9 + 2,4 162 54 82 AcCP-IV + LAP-II 0,3 + 2,4 164 51 79 AcCP-I + AcCP-III 0,3 + 0,9 163 43 60 1 Nakadai at al. 1972 dalam Fukushima 1982 2 AcCP : Acid Carboxypeptidase; LAP : leucine aminopeptidase Upaya memperpendek lama waktu fermentasi moromi Banyak peneliti yang telah melakukan berbagai cara untuk memperpendek umur fermentasi moromi dengan memperoleh mutu moromi yang sama dengan moromi yang diperoleh dari fermentasi moromi yang lama lebih dari 3 bulan. Kazuo et al. 1979 dalam patennya US Patent No. 4,180,590 mengklaim dapat memperoleh ekstrak moromi dengan kandungan nitrogen, formol nitrogen dan alkohol tinggi, yaitu masing-masing sebesar 1,8-2,5bv , 1,1-1,6bv dan 2-4bv yang dapat dicapai selama 25-35 hari. Proses produksi ekstrak moromi ini meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut: a sakarifikasi pati bahan baku tambahan dengan enzim amilolitik, b fermentasi asam laktat dengan penambahan bakteri asam laktat, c pasteurisasi ekstrak moromi dan deaktivasi enzim, d pencampuran hasil hidrolisis pati no. c dengan koji, dilanjutkan dengan e fermentasi alkohol moromi dengan menambahkan kultur khamir. 17 Motai et al. 1987 dalam patennya US Patent No. 4.684.527 menyatakan bahwa ekstrak moromi yang bermutu baik mengandung asam amino tinggi dapat diperoleh dengan cara menghidrolisis ekstrak moromi minimal berumur 1 bulan dengan enzim peptidase terimobilisasi danatau enzim glu taminase terimobilisasi di dalam larutan garam 8-17 bv pada suhu 25-50 o C dan pH antara 4.0 hingga 6.5 selama 30 menit hingga 10 jam. Jika digunakan kedua enzim, untuk mendapatkan efisiensi reaksi yang lebih tinggi, Motai et al. 1987 menyarankan untuk menghidrolisis ekstrak moromi dengan menggunakan enzim peptidase terimobilisasi terlebih dahulu, baru dilanjutkan dengan glutaminase terimobilisasi. Motai et al. 1987 mengklaim dapat memperoleh ekstrak moromi dengan kadar total nitrogen 1,75 bv kurang dari 7 hari. Protein serealia Macerating enzyme Alkaline proteinase Semi-alkaline proteinase Neutral proteinase I dan II Acid proteinase I-III Peptida Alkaline proteinase Semi-alkaline proteinase Neutral proteinase I dan II Acid proteinase Asam amino Asam glutamat Glutamin Asam piroglutamat Glutaminase Gambar -3. Peran masing-masing enzim koji dalam hidrolisis protein Fukushima 1982 18 Akao et al. 1987 dalam patennya US Patent No. 4,587,127 mengklaim dapat memperoleh ekstrak moromi yang bermutu baik dalam waktu yang singkat sekitar 5 hari dengan cara menghidrolisis ekstrak moromi de ngan menggunakan sel bakteri asam laktat terimobilisasi dan sel khamir moromi terimobilisasi. Ekstrak moromi dihidrolisis secara anaerob dengan sel bakteri asam laktat selama 30 menit hingga 30 jam pada pH 4,0-9,0 dan suhu 20-35 o C. Selanjutnya, ekstrak moromi dihidrolisis dengan sel khamir terimobilisasi selama 2-30 jam pada suhu 15-37 o C. Akao et al. 1987 mengklaim dapat membuat ekstrak moromi dengan kadar total nitrogen sebesar 1,95bv kurang dari 3 hari. Fukushima et al. 1999 dalam patennya US Patent No. 5,869,115 menyatakan tentang proses produksi kecap yang mempunyai kandungan nitrogen tinggi dengan cara menghidrolisis bahan baku berprotein dengan enzim di dalam larutan garam. Gluten gandum, garam, air dan koji dicampur untuk memperoleh moromi dengan kandungan garam 0-15, selanjutnya moromi dihidrolisis pada suhu 37-55 o C selama 1-7 hari. Atau, moromi dengan kandungan garam 15-23 dihidrolisis pada suhu di bawah 30 o C selama minimal 2 hari. Selanjutnya, moromi disaring dan diperoleh ekstrak moromi dengan kandungan nitrogen 2,3- 3,3 dan kadar garam 10-20. Tobe dan Sugitomo 2000 dalam patennya US Patent No. 6,054,150 mengklaim tentang proses produksi ekstrak moromi yang mempunyai kandungan nitrogen tinggi dengan cara penambahan gluten pada moromi. Fermentasi moromi berlangsung singkat 7 hari hingga 6 bulan. Mula -mula, moromi dihidrolisis secara enzimatis enzim berasal dari koji pada kondisi suhu dimana kekentalan moromi dapat diturunkan menjadi maksimal 2.500 cp; misalnya moromi dihidrolisis pada suhu 20-50 o C selama 10-250 hari. Setelah kekentalan moromi mencapai 2.500 cp, gluten ditambahkan ke dalam moromi. Selanjutnya, moromi difermentasi selama 7 hari hingga 6 bulan. Jika suhu moromi dibawah 20 o C, maka diperlukan waktu yang lama untuk menurunkan kekentalan moromi. Jika kekentalan moromi lebih besar dari 3.000 cp, gluten yang ditambahkan akan sukar larut dalam moromi. Dalam paten ini disebutkan bahwa kadar total nitrogen dapat dinaikkan hingga 3,67bv selama 10 hari. 19 Lim dan Thang 2002 dalam patennya US Patent No. 6,383,532 menyebutkan proses produksi hidrolisat ekstrak moromi dalam jangka waktu 1- 20 hari. Mula -mula, pada fermentasi koji suhu 30-37 o C selama 2-5 hari diinokulasi kultur bakteri asam laktat 10 3 -10 7 kolonig, selanjutnya koji yang diperoleh ditambahkan air dan dihidrolisis pada suhu 2-50 o C, pH 5,6-7,0 selama 1-20 hari. Garam ditambahkan diawal atau diakhir hidrolisis koji. Beberapa usaha percepatan fermentasi moromi yang telah dipatenkan seperti diuraikan di atas dan penelitian mengenai hal yang sama disarikan dalam Tabel-10. Dalam aplikasinya pada skala industri, upaya percepatan fermentasi dengan cara penambahan kultur bakteri asam laktat Kazuo et al. 1979; Lim Thang 2002 dan imobilisasi enzim Motai et al. 1987 maupun sel bakteri asam laktat dan khamir Akao et al. 1987 memerlukan pengetahuan dan ketrampilan yang tinggi. Sedangkan percepatan fermentasi dengan penambahan gluten Tobe et al. 2000 dan hidrolisis enzimatik bahan baku Kazuo et al. 1979 untuk meningkatkan kadar nitrogen dalam waktu singkat belum tentu mendapatkan flavor yang diinginkan seperti pada moromi umur 3 bulan atau lebih. Hidrolisis atau pre-inkubasi koji sebelum fermentasi moromi dilakukan lebih mudah diterapkan pada skala industri tanpa membutuhkan ketrampilan yang tinggi. Untuk mempersingkat hidrolisis makromolekul dari bahan baku koji, Su et al. 2005 telah melakukan penelitian hidrolisis koji dengan cara menaikkan suhu koji hingga mencapai suhu tertentu selama waktu tertentu. Su et al. 2005 kemudian menyarankan untuk menghidrolisis koji pada suhu 45 o C. Namun demikian, hidrolisis koji pada suhu 45 o C lebih lama jika dibandingkan pada suhu 55 o C. Penelitian ini didasarkan kepada hasil penelitian yang dilakukan oleh Su et al. 2005 terse but. 20 Tabel- 10. Usaha percepatan fermentasi moromi No Upaya percepatan Tujuan Peneliti 1 Penambahan starter bakteri asam laktat pada moromi. Mempersingkat waktu fermentasi oleh bakteri asam laktat . Kazuo et al. 1979 Lim Thang 2002 2 Hidrolisi s bahan baku dengan enzim. Meningkatkan kadar total nitrogen dalam waktu singkat . Kazuo et al. 1979 3 Imobilisasi enzim. Mempersingkat hidrolisis senyawa makromolekul bahan baku pada tahapan fermentasi moromi. Motai et al. 1987 4 Imobilisasi sel bakt eri asam laktat danatau khamir. Mempersingkat waktu fermentasi oleh bakteri asam laktat dan khamir. Akao et al. 1987 5 Hidrolisis koji dalam larutan 0-15 garam dan penambahan gluten. Mempersingkat hidrolisis senyawa makromolekul bahan baku pada tahapan fermentasi moromi dan meningkatkan kadar total nitrogen. Fukushima et al. 1999 6 Penambahan gluten. Meningkatkan kadar total nitrogen Tobe dan Sugitomo 2000 7 Hidrolisis koji tanpa garam dan penambahan starter khamir pada moromi. Mempersingkat hidrolisis senyawa makromolekul bahan baku. Mempersingkat waktu fermentasi moromi. Lim dan Thang 2002 8 Ekstrusi bahan baku koji Menaikkan derajat digestibility bahan baku Chou Ling 1998 dan Ling Chou 1996 dalam Su et al. 2005 9 Pemilihan strain kapang yang menghasilkan enzim toleran terhadap kadar garam tinggi . Meningkatkan dan mempercepat penguraian senyawa makromolekul bahan baku koji. Su Lee 2001a dan Su Lee 2001b dalam Su et al. 2005 10 Fermentasi moromi yang cepat pada suhu tinggi selama 2-3 hari . Mempercepat jangka waktu fermentasi moromi. Ohtsuki et al. 1981, Yokotsuka et al. 1987, Muramatsu et al. 1992 dan Sano et al. 1993 dalam Su et al. 2005 10 Penggunaan kombinasi kadar garam dan alkohol . Mengurangi kontaminasi mikroba dan mempertahankan stabilitas enzim yang dihasilkan kapang koji. Baba et al. 1983 dalam Su et al. 2003 11 Hidrolisis koji pada larutan garam. Mempersingkat waktu fermentasi moromi. Su et al. 2005. 21 METODE PENELITIAN Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2005 hingga Februari 2006. Bahan dan Alat Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kedelai, gandum dan garam. Kultur khamir Zygosaccharomyces rouxii Kikkoman IFO 0505 dan kapang Aspergillus sojae Saka guchi Yamada FNCC 6155 diperoleh dari Food and Nutrition Culture Collection, Pusat Antar Universitas PAU Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada. Bahan lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan kimia atau reagen untuk analisis kimia dan mikrobiologi, antara lain H 2 SO 4 pekat, NaOH 30, H 3 BrO 3 2, dan HCl 0,01N untuk analisis total nitrogen; larutan Fehling A, B dan C, HCl 25 dan KMnO 4 0,1N untuk analisis gula pereduksi; larutan formaldehida 37 dan NaOH 0,1 N untuk analisis formol nitrogen; medium Plate Count Agar PCA E-Merck, Darmstadt untuk analisis angka lempeng total; medium DG18 Agar dichloran 18 glycerol agar, Oxoid dan larutan Tryptone Soy Broth Merck, Darmstadt untuk analisis penghitungan khamir; dan medium Rogosa-Agar E-Merck, Darmstadt untuk analisis total bakteri asam laktat. Untuk pembuatan kecap asin digunakan bumbu-bumbu sebagai berikut: daun salam, sereh, daun jeruk, lengkuas, pokak dan gula merah. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan ma sak untuk pembuatan koji, beaker glass ukuran 5 liter untuk fermentasi moromi yang dilengkapi dengan pengaduk; peralatan untuk analisis kimia dan mikrobiologi; kaing saring filter cloth untuk menyaring moromi guna mendapatkan ekstrak moromi, serta peralatan masak untuk uji organoleptik. 22 Metode Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu 1 Tahap pre-inkubasi koji, 2 Tahap fermentasi moromi dan 3 tahap formulasi esktrak moromi. Pre-inkubasi koji Penelitian tahap pre-inkubasi koji dilakukan untuk mempelajari pengaruh kadar garam dan waktu pre-inkubasi terhadap perubahan kimia koji. Pemilihan suhu sebesar 53-55 o C didasarkan kepada hasil penelitian Su et al. 2005 , Kundu dan Manna 1975, dan Kundu dan Das 1975 yang menyebutkan bahwa suhu optimum bagi enzim protease dan amilase dari kapang Aspergillus oryzae adalah 50-55 o C. Pre-inkubasi dilakukan dengan dua perlakuan kadar garam 0 dan 10 dan empat perlakuan lama waktu pre-inkubasi 0, 6, 12 dan 24 jam, seperti disajikan dalam Tabel-11. Sedangkan alur proses pembuatan koji dan moromi dapat dilihat pada Gambar-4. Pembuatan seed mold atau starter koji. Pembuatan seed mold mengikuti Su et al. 2005. Sebanyak 100 g kedelai dicampur dengan 120 ml akuades dan disterilisasi pada suhu 121 o C selama 15 menit. Selanjutnya, sebanyak 100 g gandum giling ditambahkan dan dicampur. Campuran bahan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam loyang stainless steel dan diinokulasi dengan 5 ml suspensi spora A sojae yang berasal dari 1 tabung medium agar miring dari Potato- Dextrose Agar Difco Laboratories, Detroit yang berumur 5 hari yang telah diinkubasi pada suhu 30+1 o C. Medium campuran kedelai dan gandum tersebut selanjutnya diinkubasi pada suhu 25-30 o C selama 3 hari, kemudian dikeringkan pada suhu 45+2 o C selama 6 hari. Setelah kering, medium digiling hingga halus. Inokulum spora kapang ini selanjutnya dikemas dalam botol plastik dan disimpan pada suhu 4 o C hingga saat akan digunakan. Pembuatan koji. Pembuatan koji mengikuti Su et al. 2005 dengan modifikasi. Sebanyak 850 g kedelai ditambahkan air sebanyak 1.020 ml, kemudian dimasak pada suhu 100 o C selama 30 menit pada tekanan 1 atm. Gandum 850 g disangrai dan digiling. Kedua bahan baku tersebut dicampur dan dituang ke dalam loyang stainless steel berpori setebal 3-4 cm, kemudian diinokulasi dengan 1,7 g seed mold dari Aspergillus sojae dengan jumlah kapang 23 minimum 1,0 x 10 1 1 kolonig. Koji kemudian difermentasi selama 3 hari pada suhu 25-30 o

C. Pre-inkubasi koji dengan kadar garam 10. Ke dalam beaker glass