Persepsi mengenai Kegemukan Berikan tanda silang “x” pada satu jawaban yang anda pilih
7. Pernakah anda merasa gemuk? a. Ya
b. Tidak 8. Apakah anda takut mengalami kegemukan?
a. Ya b. Tidak
9. Pernakah ada mengalami kegemukan? a. Ya kapan waktunya sebutkan……………………..
b. Tidak 10. Apakah dengan dengan kondisi tubuh kurus, ideal, gemuk anda saat ini, mempengaruhi
kebisaan makan anda? a. Ya
b. Tidak 11. Apakah anda pernah mencoba untuk berdiet?
a. Ya b. Tidak
12. Apakah sekarang anda sedang berdiet? a. Ya
b. Tidak 13. Jenis makanan yang anda hindari saat diet adalah……………..................................
Alasannya?..........................................................................................................
Gunakan Gambar untuk menjawab pertanyaan no 13 – 20 14. Menurut Anda, bentuk tubuh yang ideal bagi remaja ada pada no……………..
15. Menurut Anda, bentuk tubuh kurus bagi remaja ada pada no………………….. 16. Menurut Anda, bentuk tubuh gemuk pada remaja ada pada no………………..
17. Bentuk tubuh yang Anda harapkan ada pada no…………….. 18. Bentuk tubuh yang diharapkan oleh keluarga Anda ada pada no………………
19. Bentuk tubuh yang diharapkan oleh teman-teman Anda ada pada no………… 20. Menurut Anda, bentuk tubuh Anda saat ini ada pada no………….
ABSTRACT
Stefany Pasanea. Analysis of the Relationship between Perception of Overweight with Food Consumption Pattern and Physical Activity of Female University
Students in Dormitory of Bogor Agricultural University. Under the guidance of Ali Khomsan and Yayat Heryatno.
Teenagers who have excessive fear of overweight and have less acceptance of their body will go on a diet for a long time. This study aims to
analyze the relationship between the perception of overweight with the pattern of food consumption and physical activity level of female university students in
dormitory of Bogor Agriculture University. The cross sectional study was used in this study to elaborate overweight perception, nutritional knowledge, food
consumption pattern and physical activity level of students. A total of 79 students were chosen randomly as samples. Primary data consisted of indvidual student
characteristics, socioeconomic family conditions, nutritional knowledge, perception of overweight, physical activity on college days and holidays, food
frequency, eating habits and recall of food consumption 2 x 24 hr. Secondary data consists of an overview of Bogor Agriculture University’s dormitory. The
results showed there were relationships between perception of overweight with nutritional status and level of income.
Keywords
: nutritional status, perceptions of overweight, nutritional knowledge, food consumption, physical activity
ANALISIS HUBUNGAN PERSEPSI KEGEMUKAN DENGAN POLA KONSUMSI PANGAN DAN AKTIVITAS FISIK
MAHASISWI TINGKAT PERSIAPAN BERSAMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
STEFANY PASANEA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ABSTRACT
Stefany Pasanea. Analysis of the Relationship between Perception of Overweight with Food Consumption Pattern and Physical Activity of Female University
Students in Dormitory of Bogor Agricultural University. Under the guidance of Ali Khomsan and Yayat Heryatno.
Teenagers who have excessive fear of overweight and have less acceptance of their body will go on a diet for a long time. This study aims to
analyze the relationship between the perception of overweight with the pattern of food consumption and physical activity level of female university students in
dormitory of Bogor Agriculture University. The cross sectional study was used in this study to elaborate overweight perception, nutritional knowledge, food
consumption pattern and physical activity level of students. A total of 79 students were chosen randomly as samples. Primary data consisted of indvidual student
characteristics, socioeconomic family conditions, nutritional knowledge, perception of overweight, physical activity on college days and holidays, food
frequency, eating habits and recall of food consumption 2 x 24 hr. Secondary data consists of an overview of Bogor Agriculture University’s dormitory. The
results showed there were relationships between perception of overweight with nutritional status and level of income.
Keywords
: nutritional status, perceptions of overweight, nutritional knowledge, food consumption, physical activity
RINGKASAN
STEFANY PASANEA. Analisis Hubungan Persepsi Kegemukan dengan Pola Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik Mahasiswi Tingkat Persiapan Bersama
Institut Pertanian Bogor. Dibimbing oleh Ali Khomsan dan Yayat Heryatno.
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara persepsi kegemukan dengan pola konsumsi pangan dan aktivitas fisik
mahasiswi Tingkat Persiapan Bersama TPB Institut Pertanian Bogor. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk 1 mengidentifikasi karakteristik individu dan
kondisi sosial ekonomi keluarga mahasiswi, 2 mempelajari pengetahuan gizi dan persepsi mahasiswi terkait kegemukan, 3 mempelajari pola konsumsi pangan
yang meliputi kebiasaan makan, frekuensi pangan, tingkat kecukupan energi dan protein mahasiswi, 4 mempelajari aktivitas fisik sehari-hari mahasiswi, 5
menganalisis hubungan antara status gizi dengan persepsi kegemukan, persepsi kegemukan dengan pengetahuan gizi, persepsi kegemukan dengan pola
konsumsi pangan dan persepsi kegemukan dengan aktivitas fisik mahasiswi TPB.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yang dilakukan
di Asrama Putri Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara
purposive. Pengumpulan data primer dilakukan selama bulan Mei hingga Juni 2011. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah mahasiswi
TPB-IPB yang berusia 19-21 tahun, dalam kondisi sehat, bersedia untuk diwawancarai dan mengisi kuesioner penelitian serta sedang berada di Asrama
TPB-IPB ketika penelitian dilakukan. Adapun jumlah contoh dalam penelitian ini adalah 79 mahasiswa yang dipilih secara acak. Data yang diperoleh dari
kuesioner adalah data karakteristik individu dan keluarga, data pengetahuan gizi, data persepsi tentang kegemukan, data kebiasaan makan, frekuensi konsumsi
pangan konsumsi pangan serta data aktivitas fisik. Untuk mengetahui hubungan antar variabel digunakan uji korelasi
Moment Pearson dan Rank Spearman. Sebagian besar mahasiswi berusia 19 tahun 87.3 dan sisanya sebesar
12.7 mahasiswi berusia 20 tahun. Sebagian besar mahasiswi dalam penelitian ini memiliki status gizi yang termasuk dalam kategori normal 60.8, gemuk
30.8, dan kurus 8.9. Besar keluarga mahasiswi tersebar pada kelompok keluarga kecil 35 dan sedang 56. Sebagian besar ayah mahasiswi
berpendidikan perguruan tinggi 48.1 dan SMASederajat 35.4. Sebagian besar ayah mahasiswi bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil 44.3 dan
Wiraswasta. Sebesar 30.4 ayah mahasiswi memiliki pendapatan Rp 2.000.000,00 per bulan dan hanya sekitar 19.0 ayah mahasiswi yang memiliki
pendapatan 5 juta rupiahbulan sisanya sebesar 50.7 ayah mahasiswi memiliki pendapatan yang berada pada kisaran 2 – 5 juta per bulan.
Pengetahuan gizi mahasiswi sebagian besar berada pada kategori baik 88.6 dan memiliki persepsi kegemukan yang berada dalam kategori sedang
50.6 atau cenderung netral terhadap kegemukan. Hanya sebagian kecil mahasiswi menyatakan puas dengan tubuh aktualnya akan tetapi sebagian besar
mahasiswi percaya diri dengan kondisi tubuh aktualnya. Sebagian besar mahasiswi menyatakan takut mengalami kegemukan. Lebih dari separuh
mengalami distorsi penilaian tubuhnya. Sebagian besar mahasiswi mengaku takut kurang leluasa bergaul dan sulit mengikuti mode pakaian serta takut
menderita penyakit degeneratif bila menjadi gemuk. Sebagian besar mahasiswi mengaku berdiet untuk menurunkan berat badan.
Sebagian besar mahasiswi memiliki skor kebiasaan makan yang termasuk dalam kategori sedang dengan rata-rata skor keseluruhan sebesar
76.2 dengan standar deviasi 9.7. Makanan yang paling sering dikonsumsi oleh mahasiswi adalah nasi, telur ayam, tempe, sop kol dan wortel, mangga dan
gorengan. Lebih dari separuh tingkat kecukupan energi dan protein mahasiswi tergolong defisit berat, hal ini karena sebesar 91.7 mahasiswi gemuk mengaku
mengurangi asupan makanan mereka dengan cara diet yang berbeda-beda
Sebagian besar mahasiswi memiliki tingkat aktivitas ringan 97.5. Hal ini dikarenakan aktivitas mahasiswi sebagian besar merupakan rutinitas.
Sebagian besar mahasiswi juga mengaku hanya berolahraga ketika sedang mendapat mata kuliah olahraga.
Berdasarkan uji korelasi Spearman, tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara usia dan asal daerah mahasiswi serta besar keluarga dan tingkat pendidikan ayah mahasiswi dengan persepsi kegemukan. Namun
demikian terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan persepsi kegemukan hal bermakna bahwa semakin besar nilai IMT maka semakin baik
persepsi mahasisiwi mengenai kegemukan, selain itu juga terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendapatan ayah dengan persepsi kegemukan
mahasiswi r
s
= 0.235, p=0.037, hal ini bermakna bahwa semakin tinggi pendapatan ayah mahasiswi maka semakin baik persepsi kegemukan
mahasiswi. Berdasarkan uji korelasi Spearman, tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara pengetahuan gizi mahasiswi dengan persepsi kegemukan r
s
= 0.158; p= 0.165.
Berdasarkan uji korelasi Pearson tidak terdapat hubungan antara
persepsi kegemukan dengan kebiasaan makan mahasiswi r=0.011; p= 0.938, hal ini bermakna semakin besar ketakutan atau penolakan mahasiswi terhadap
kegemukan belum tentu mahasiswi tersebut menerapkan kebiasaan makan yang baik. Hal ini menunjukkan persepsi bukan satu-satunya faktor yang
mempengaruhi kebiasaan makan. Berdasarkan hasil uji korelasi
Pearson, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi kegemukan dengan tingkat
kecukupan energi r=-0.055; p= 0.630 dan tingkat kecukupan protein r=-0.203; p= 0.073, semakin baik persepsi kegemukan mahasiswi belum tentu semakin
baik tingkat kecukupan energi dan proteinnya. Tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi tentang kegemukan terhadap aktivitas fisik mahasiswi
r=-0.012; p= 0.919. Artinya, walaupun mahasiswi memiliki persepi kegemukan yang baik akan tetapi mahasiswi tidak meningkatkan aktivitas fisiknya untuk
menanggulangi dan atau mencegah kegemukan.
Saran yang dapat diberikan adalah sebaiknya mahasiswi memiliki kebiasaan makan seperti tidak makan makanan utama secara teratur dan tidak
melakukan meal skipping, selain itu sebaiknya pihak asrama mengadakan
kegiatan-kegiatan olahraga guna meningkatkan kesehatan mahasiswi TPB-IPB.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kegemukan merupakan suatu masalah yang cukup merisaukan khususnya bagi kalangan remaja putri, karena keinginan untuk tampil sempurna
yang seringkali diartikan dengan memiliki tubuh ramping, langsing dan proporsional. Kegemukan dapat menjadi masalah yang penting bagi siklus
perkembangan remaja. Menurut Conger Peterson dalam Sarafino 1998, pada masa remaja biasanya remaja mulai bersibuk diri terhadap penampilan fisiknya
dan ingin mengubah penampilan mereka dengan memberikan perhatian yang lebih terhadap masalah-masalah kulit, ingin memiliki tubuh yang ideal, ingin lebih
tinggi atau pendek dan tentu saja memiliki berat badan yang ideal. Keinginan ini disebabkan karena remaja sering merasa tidak puas terhadap penampilan
dirinya. Ketidakpuasan ini akhirnya membuat remaja merasa tidak percaya diri dan menganggap penampilannya sebagai sesuatu yang menakutkan.
Kegemukan adalah dampak dari konsumsi energi yang berlebihan, dimana energi disimpan dalam tubuh sebagai lemak, sehingga akibatnya dari
waktu ke waktu badan menjadi bertambah berat Muchtadi 1996. Salah-satu kelompok usia yang rentan terhadap kegemukan
adalah kelompok remaja Tsiros
et al. 2008. Masa remaja adalah tahap terahkir dari proses pertumbuhan dan perkembangan manusia. Kondisi seseorang pada masa dewasa banyak
ditentukan oleh keadaan gizi dan kesehatan pada masa remaja Husaini 1991. Data dari dua survai di Amerika yang dilakukan oleh Lembaga Survai Gizi
dan Kesehatan Nasional NHANES pada periode 1976-1980 dan 2007-2008 menunjukkan bahwa prevalensi kegemukan
terus meningkat secara nyata pada beberapa kelompok usia salah-satunya usia remaja, yakni pada kelompok 12-19
tahun prevalensinya meningkat dari 5 menjadi 18.1 Odgen et al. 2009.
Berdasarkan Riskesdas 2010, status gizi pada kelompok usia di atas 18 tahun didominasi dengan masalah obesitas dan kegemukan. Angka obesitas dan
kegemukan pada perempuan cenderung lebih tinggi dibanding laki-laki. Seorang remaja yang mengalami kegemukan cenderung tidak percaya
diri dan tidak puas terhadap bentuk tubuhnya serta memaksa tubuhnya untuk menjadi kurus, dan hal inilah yang mempengaruhi
eating disorders seseorang Hill William 1998 dalam Kindes 2006. Pada umumnya remaja putri lebih tidak
puas dengan keadaan tubuhnya dan memiliki lebih banyak citra diri negatif dibandingkan remaja putra Maulana 2009.
Di lain pihak remaja putri cenderung membatasi asupan makanan karena ingin tampak langsing. Pengaruh lingkungan yang menganggap tubuh kurus
adalah cantik telah mempengaruhi persepsi remaja terhadap bentuk tubuh ideal. Kegemukan seringkali diidentikan dengan ketidakcantikan, ketidakmenarikan dan
ketidakluwesan dalam beraktivitas Wirakusumah 1994. Emelina diacu dalam Bani 2002 mengungkapkan berdasarkan
Psychology Today’s 1997 Body Image Survey, terdapat 15 mahasiswi yang menyatakan siap menyerahkan lima tahun
hidup mereka untuk ditukarkan dengan kemampuan untuk mencapai berat badan yang diinginkan. Para mahasiswi tersebut sangat berharap dapat mencapai
kondisi ukuran tubuh yang ideal tergantung pada ukuran tubuh aktual yang mereka miliki sekarang.
Menurut Khomsan 2003, persepsi seseorang terhadap bentuk tubuhnya akan berpengaruh terhadap perilaku makannya. Ketakutan akan kegemukan
menjadikan contoh lebih berhati-hati dalam memilih makanannya Siswanti 2007. Power dan Erickson 1989 menyatakan bahwa seseorang yang
mengalami ketakutan berlebihan terhadap kegemukan dan kurang menerima bentuk tubuhnya akan melakukan diet dalam waktu lama, mengalami kelainan
makan, ketergantungan akan latihan atau olahraga, dan menyalahgunakan stereoid yang digunakan untuk membentuk bagian-bagian tubuh tertentu.
Penelitian yang dilakukan selama 3 tahun melaporkan bahwa remaja putri yang melakukan diet ketat ternyata memiliki kemungkinan 18 kali besar untuk
menderita gangguan makan dibandingkan remaja putri yang tidak berdiet Patton et al. 1999. Gibney et al. 2004, menyatakan bahwa diet ketat yang dilakukan
pada masa remaja dapat menimbulkan defisiensi energi dan zat-zat gizi yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan.
Melihat dampak yang dapat ditimbulkan karena masalah persepsi tentang kegemukan yang negatif
khususnya dikalangan remaja, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Analisis Hubungan Persepsi tentang
Kegemukan terhadap Pola Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik Mahasiswi Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor.
Tujuan Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara karakteristik individu, kondisi sosial ekonomi keluarga, pengetahuan gizi
dan kegemukan, serta persepsi mengenai kegemukan dengan pola konsumsi
pangan dan aktivitas fisik mahasiswi Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor TPB-IPB.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi
karakteristik individu yang terdiri dari umur, status gizi
Indeks Massa Tubuh asal daerah dan kondisi sosial ekonomi keluarga yang terdiri dari besar keluarga, pendidikan orang tua,
pekerjaan orang tua, serta pendapatan orang tua. 2. Mempelajari persepsi dan pengetahuan gizi mahasiswi TPB-IPB
terkait dengan kegemukan. 3. Mempelajari konsumsi pangan yang meliputi kebiasaan makan
kebiasaan sarapan, kebiasaan makan malam, frekuensi makan, konsumsi sayur dan buah, konsumsi
fast food dan soft drink, serta konsumsi camilan dan tingkat kecukupan energi dan protein
mahasiswi TPB-IPB. 4. Mempelajari aktivitas fisik sehari-hari mahasiswi TPB-IPB.
5. Menganalisis hubungan antara karakteristik individu, kondisi sosial ekonomi keluarga, persepsi tentang kegemukan, pengetahuan gizi,
pola aktivitas fisik ,konsumsi pangan mahasiswi TPB-IPB.
Hipotesis
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Terdapat hubungan antara karakteristik individu dan kondisi sosial
ekonomi keluarga dengan persepsi mahasiswi TPB-IPB mengenai kegemukan.
2. Terdapat hubungan antara pengetahuan gizi dengan persepsi mahasiswi mengenai kegemukan.
3. Terdapat hubungan antara persepsi mahasiswi mengenai
kegemukan dengan pola konsumsi pangan mahasiswi TPB-IPB. 4.
Terdapat hubungan antara persepsi mahasiswi mengenai kegemukan dengan aktivitas fisik mahasiswi TPB-IPB.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan mengenai persepsi kegemukan
, pengetahuan gizi, konsumsi pangan, aktivitas fisik,
pengetahuan gizi dan status gizi mahasiswi TPB dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat khususnya mahasiswi di Institut Pertanian Bogor.
Selain itu, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan melalui penyuluhan untuk mahasiswi agar memiliki persepsi terhadap kegemukan yang
baik sehingga dapat mencegah kegemukan sejak masa remaja dengan
menerapkan pola hidup yang sehat dan pola makan yang beragam serta tidak melakukan diet-diet ketat yang membahayakan tubuh.
TINJAUAN PUSTAKA
Kegemukan
Kegemukan terjadi karena ketidakseimbangan antara asupan energi yang relatif berlebih ataupun karena asupan lemak yang berlebih. Diet tinggi lemak
biasanya padat energi dan memberikan rasa yang lezat, maka diet dengan mengonsumsi makanan yang relatif banyak mengandung lemak biasanya akan
menimbulkan peningkatan pasif asupan energi Gibney et al. 2004. The World
Health Organization WHO dan The U.S. National Institut of Health NIH mendefinisikan kegemukan jika BMI seseorang berada pada kisaran 25 – 29.9
kgm
2
Robinson Thomas 2006. Selain itu, menurut Suitor dan Hunter diacu dalam Gibney
et al. 2004 yang dimaksud dengan kelebihan berat badan kegemukan adalah kelebihan berat badan di atas 20 dari berat normal.
Beberapa faktor utama penyebab kegemukan adalah genetik, fisiologis, makanan, dan gaya hidup Jequire Tappy 1999. Dua faktor terahkir dapat
dimodifikasi untuk menurunkan berat tubuh. Santrock 1999 mengemukakan beberapa penyebab terjadinya kegemukan, yaitu a faktor genetis; b faktor
taraf metabolisme dasar dalam tubuh; c faktor sosial ekonomi.
Faktor Genetis
Seorang individu yang memiliki berat badan gemuk kegemukan menurut pandangan genetis ini, dikarenakan keturunan kondisi orang tua yang
juga memiliki badan gemuk. Dalam penelitian yang dilakukan Bouchard dalam Santrock 1999, terbukti sebanyak 25-75 orang yang gemuk karena orang
tuanya yang berbadan gemuk. Leptin adalah salah-satu faktor genetik yang menyebabkan terjadinya
kegemukan. Leptin adalah protein yang dihasilkan oleh sel adipose. Leptin yang dihasilkan ini dialirkan dalam darah menuju hipotalamus untuk mengontrol
penyimpanan lemak atau bekerja dalam hal keseimbangan energi Wiseman 2002. Jika leptin dalam darah meningkat maka kadar insulin menurun sehingga
akan mengurangi nafsu makan. Pada orang kegemukan atau mengalami
kelebihan berat badan, kadar leptin dalam darahnya rendah sekali Stewart Mann 2007. Rendahnya kadar leptin inilah yang menyebabkan seseorang lama
kelamaan menjadi obes, karena tidak ada yang mengontrol nafsu makan individu tersebut. Rusaknya leptin, salah-satunya disebabkan oleh faktor genetik.
Menurut D’Adamo 2009, seseorang yang mengalami kelebihan berat badan, kadar leptin dalam tubuhnya akan meningkat, tetapi fungsinya terhambat.
Pada penderita obesitas kadar leptin meningkat seiring dengan meningkatnya kadar insulin, hal inilah yang membuat para peneliti percaya bahwa resistensi
leptin merupakan pemicu resistensi insulin. Leptin merupakan hormon yang berhubungan denga gen obesitas. Leptin mempengaruhi kerja hipotalamus
dalam mengatur jumlah lemak tubuh, kemampuan membakar lemak menjadi energi dan rasa kenyang rasa setelah cukup makan.
Leptin adalah hormon yang berfungsi untuk menurunkan nafsu makan dan memicu tubuh untuk menggunakan energi lebih banyak. Pada keadaan
leptin resisten tubuh menjadi tidak peka terhadap rangsangan hormon leptin sehingga fungsi hormon menjadi tidak optimal yang mendorong terjadinya
obesitas dan gangguan metabolisme tubuh yang lain. Leptin juga turut membantu kerja hormon insulin yaitu hormon yang berfungsi merangsang sel-sel
tubuh untuk menurunkan gula darah D’Adamo 2009.
Metabolisme dalam Tubuh
Seorang individu yang cenderung banyak beristirahat dan kurang melakukan aktifitas, berarti energi yang tersimpan dalam tubuh semakin banyak,
sebab penggunanan energi tersebut tergolong rendah. Sementara itu, ia harus menerima input makan secara wajar setiap hari. Dengan demikian, tidak ada
keseimbangan antara input dengan outputnya. Akibatnya, terjadilah penumpukan energi, ini berarti terjadi proses pembesaran sel-sel adiposa. Dengan demikian
individu mengalami kegemukan. Pada
tingkat kegemukan, kapasitas dan efisiensi kerja menurun, juga
daya tahan tubuh menurun, yang tampak pada morbiditas serta mortalitas yang meningkat. Seseorang yang menderita kegemukan lebih cepat menjadi lelah.
Lama hidup life span orang gemuk juga lebih pendek dibandingkan dengan
jangka hidup orang yang mempunyai berat badan ideal. Orang yang mengalami kegemukan akan lebih cepat merasa kepanasan badannya dan cepat
berkeringat Suhardjo 2000. Pada
orang yang gemuk, tempat-tempat penimbunan cadangan zat gizi
sudah penuh, atau tidak dapat menampung lagi simpanan, dan kelebihan za gizi yang masih tersisa disimpan di tempat-tempat lain yang tidak biasa. Terjadi
penimbunan lemak di sekitar organ-organ dalam yang vital, seperti jantung, ginjal
dan hati. Keadaan ini akan menghambat fungsi dari organ-organ penting tersebut Suhardjo 2000.
Faktor Sosial Ekonomi
Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan
sumberdaya yang sama. Besar keluarga dapat mempengaruhi tingkat pengeluaran rumah tangga. Besar keluarga dapat mempengaruhi jumlah pangan
yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga. Kualitas maupun kuantitas pangan secara langsung akan menentukan status gizi
keluarga dan individu. Menurut Suhardjo 1994, semakin banyak anggota keluarga, maka makanan untuk setiap orang akan berkurang.
Pendapatan keluarga atau pendapatan orang tua adalah jumlah semua hasil perolehan yang didapat oleh anggota keluarga dalam bentuk uang sebagai
hasil pekeerjaan yang dinyatakan dalam pendapatan per kapita. Pendapatan menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain, seperti pendidikan,
perumahn, kesehatan, dan lain-lain Hardinsyah 1997. Hukum Bennet menyatakan bahwa semakin meningkat pendapatan seseorang maka konsumsi
pangan akan bergeser kearah konsumsi pangan dengan harga kalori yang lebih mahal seperti pangan hewani yang kandungan proteinnya lebih tinggi Holman
1987. Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang pertumbuhan anak
karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan baik primer maupun sekunder Soetjiningsih 1994. Besar pendapatan yang diterima oleh individu
akan dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang dilakukan. Tingkat pendidikan akan berhubungan dengan jenis pekerjaan seseorang. Semakin tinggi tingkat
pendidikan maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan semakin besar Suhardjo 1989.
Santrock 1999 mencatat bahwa remaja perempuan yang berasal dari status sosial ekonomi yang rendah cenderung memilki berat badan yang gemuk
dibandingkan dengan remaja perempuan yang berasal dari status ekonomi tinggi. Santrock tidak menyebutkan alasan dasar yang menjadi penyebab
kegemukan tersebut. Kemungkinan timbulnya kegemukan tersebut disebabkan seberapa intesitas perhatian individu terhadap perawatan fisiknya. Mereka yang
mapan secara ekonomis, lebih memiliki perhatian yang tinggi. Mereka mungkin akan merasa cemas jika berat badannya mengalami kenaikan secara cepat, oleh
karena itu, mereka segera melakukan perawatan intensif dengan bantuan tenaga profesional ahli gizi, dokter,
fitness trainer serta membeli bahan-bahan untuk merampingkan tubuhnya.
Pola Konsumsi
Penellitian yang dilakukan oleh Levitsky dan Trisha 2004 pada mahasiswa tingkat I di Cornell University menunjukkan semakin banyak makanan
yang disediakan, semakin banyak mereka mengalami kelebihan makanan. Hal ini perlu diwaspadai oleh masyarakat Indonesia yang makan dalam jumlah banyak
sehari-harinya, atau keluarga-keluarga yang memenuhi kulkasnya dengan segala macam makanan, terutama makanan yang dikenal dengan istilah
junk food
Harahap 2009. Remaja
Istilah remaja atau aldolescence berasal dari bahasa latin aldolescere
yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa” Hurlock 1994. Gunarsa dan Gunarsa 1990 berpendapat tahap perkembangan remaja umumnya disebut
pancaroba atau masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju kedewasaan. Menurut Sarwono 2003, berdasarkan tahap perkembangan masa remaja dapat
dibagi menjadi dua tahap yaitu remaja awal 14-17 tahun untuk laki-laki dan 13- 17 tahun untuk remaja perempuan dan tahap remaja ahkir 19-21 tahun untuk
laki-laki dan remaja perempuan. Ciri-ciri tahap remaja awal yaitu terjadi perubahan fisik dan kejiwaan yang
pesat. Perubahan kejiwaan menyebabkan perubahan sikap terhadap diri sendiri maupun orang lain sedangkan pertumbuhan fisik pada tahap ini terjadi sangat
pesat dibandingkan tahap ahkir, masa peningkatan emosi, masa tidak stabil cepat bosan, sulit berkonsentrasi dan lain-lain, merasa banyak masalah. Ciri-ciri
remaja tahap ahkir yaitu lebih stabil dalam emosi, minat, konsentrasi dan cara berpikir, bertambah realistis, bertambah kemampuan untuk memecahkan
masalah, tidak terganggu lagi dengan perhatian orang tua yang kurang, dan pertumbuhhan fisik pada tahap ini lambat.
Adapun dalam masa pertumbuhan, status gizi remaja tidak hanya dipengaruhi faktor ekonomi tetapi juga dipengaruhi oleh faktor budaya seperti
kebiasaan makan. Kebiasaan makan yang buruk pada waktu remaja memungkinkan terjadinya gizi kurang atau obesitas Alexander 1994. Menurut
Hurlock 1991, selama masa remaja terjadi perubahan dalam tinggi badan, berat
badan, proporsi tubuh, organ seks, dan perkembangan ciri-ciri seks sekunder seperti payudara, suara, rambut, dan sebagainya. Perubahan internal tubuh yang
terjadi pada masa remaja meliputi perkembangan sistem pencernaan, sistem peredaran darah, sistem pernafasan, sistem endokrin, dan jaringan tubuh
terutama otot.
Persepsi Tentang Kegemukan
Kotler 2000 menjelaskan persepsi sebagai proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan
informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti. Mangkunegara diacu dalam Arindita 2002 berpendapat bahwa persepsi adalah suatu proses
pemberian arti atau makna terhadap lingkungan. Dalam hal ini persepsi mencakup penafsiran obyek, penerimaan stimulus input, pengorganisasian
stimulus, dan penafsiran terhadap stimulus yang telah diorganisasikan dengan cara mempengaruhi perilaku dan pembentukan sikap.
Walgito 1993 mengemukakan bahwa persepsi seseorang merupakan proses aktif yang memegang peranan, bukan hanya stimulus yang mengenainya
tetapi juga individu sebagai satu kesatuan dengan pengalaman-pengalamannya, motivasi serta sikapnya yang relevan dalam menanggapi stimulus. Individu
dalam hubungannya dengan dunia luar selalu melakukan pengamatan untuk dapat mengartikan rangsangan yang diterima dan alat indera dipergunakan
sebagai penghubungan antara individu dengan dunia luar. Agar proses pengamatan itu terjadi, maka diperlukan objek yang diamati alat indera yang
cukup baik dan perhatian merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan pengamatan.
Leavitt diacu dalam Rosyadi 2001 membedakan persepsi menjadi dua pandangan, yaitu pandangan secara sempit dan luas. Pandangan yang sempit
mengartikan persepsi sebagai penglihatan, bagaimana seseorang melihat sesuatu. pandangan yang luas mengartikannya sebagai bagaimana seseorang
memandang atau mengartikan sesuatu. Sebagian besar dari individu menyadari bahwa dunia yang sebagaimana dilihat tidak selalu sama dengan kenyataan, jadi
berbeda dengan pendekatan sempit, tidak hanya sekedar melihat sesuatu tapi lebih pada pengertiannya terhadap sesuatu tersebut.
Walgito diacu dalam Hamka 2002 menyatakan bahwa terjadinya persepsi merupakan suatu yang terjadi dalam tahap-tahap berikut. Tahap
pertama, merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses kealaman atau
proses fisik, merupakan proses ditangkapnya suatu stimulus oleh alat indera manusia. Tahap kedua, merupakan tahap yang dikenal dengan proses fisiologis,
merupakan proses diteruskannya stimulus yang diterima oleh reseptor alat indera melalui saraf-saraf sensoris. Tahap ketiga, merupakan tahap yang
dikenal dengan nama proses psikologik, merupakan proses timbulnya kesadaran individu tentang stimulus yang diterima reseptor. Tahap ke empat, merupakan
hasil yang diperoleh dari proses persepsi yaitu berupa tanggapan dan perilaku. Menurut Newcomb diacu dalam Arindita 2003, ada beberapa sifat yang
menyertai proses persepsi, yaitu Konstansi menetap dimana individu mempersepsikan seseorang sebagai orang itu sendiri walaupun perilaku yang
ditampilkan berbeda-beda. Selektif adalah persepsi dipengaruhi oleh keadaan psikologis si perseptor. Dalam arti bahwa banyaknya informasi dalam waktu yang
bersamaan dan keterbatasan kemampuan perseptor dalam mengelola dan menyerap informasi tersebut, sehingga hanya informasi tertentu saja yang
diterima dan diserap. Proses organisasi yang selektif adalah beberapa kumpulan informasi yang sama dapat disusun ke dalam pola-pola menurut cara yang
berbeda-beda. Oskamp diacu dalam Hamka 2002 membagi empat karakteristik penting dari faktor-faktor pribadi dan sosial yang terdapat dalam persepsi, yaitu
faktor-faktor ciri dari objek stimulus. Kedua adalah faktor-faktor pribadi seperti intelegensi, minat. Ketiga faktor-faktor pengaruh kelompok. Keempat adalah
faktor-faktor perbedaan latar belakang kultural. Pada hakekatnya sikap adalah merupakan suatu interelasi dari berbagai
komponen, dimana komponen-komponen tersebut menurut Allport dalam Marat, 1991 ada tiga yaitu, komponen kognitif yaitu komponen yang tersusun atas
dasar pengetahuan atau informasi yang dimiliki seseorang tentang obyek sikapnya. Melalui pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu keyakinan
tertentu tentang obyek sikap tersebut. Kedua adalah komponen Afektif, komponen ini berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang, sehingga
sifatnya evaluatif yang berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau sistem nilai-nilai yang dimilikinya. Ketiga merupakan Komponen Konatif
yaitu merupakan komponen kesiapan seseorang untuk bertingkah laku. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu menunjukkan besar kecilnya
kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap. Sikap merupakan predisposing untuk merespons, untuk berperilaku Rokeach
Walgito 2003.
Penelitian di kota Bogor menunjukkan sekitar 20 remaja perempuan yang memiliki status gizi yang normal beranggapan dirinya gemuk Hardinsyah
1998 diacu dalam Hardinsyah 2007. Sedangkan data survey IMT yang dilakukan oleh Depkes 2003 dalam Hardinsyah 2007 menunjukkan bahwa seperenam
jumlah perempuan yang bergizi baik takut mengalami kegemukan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kekhawatiran mengalami kegemukan dan ada
usaha untuk mencegah peningkatan prevalensi kegemukan. Perempuan yang mengalami kegemukan
atau obesitas kebanyakan merasa tidak puas terhadap bentuk tubuhnya Foster
et al.1997 diacu dalam Sarwer, Foster, dan Wadden 2004. Ketidakpuasaan ini seringkali berimplikasi
pada sikap yang merugikan. Seorang remaja putri berpikir untuk melakukan diet untuk membentuk tubuhnya seperti para model. Kondisi ini membuat remaja
tersebut melakukan diet yang berarti membatasi dengan cermat konsumsi kalori atau jenis makanan tertentu yang bisa membuat berat badan berkurang dan
tubuh tetap sehat atau sebalikya membahayakan diri sendiri Notoatmodjo 2007. Selain itu, persepsi seseorang terhadap bentuk tubuhnya akan
berpengaruh terhadap perilaku makannya. Ketakutan yang berlebihan terhadap kegemukan akan mendorong seseorang untuk melakukan diet. Diet yang terlalu
keras akan mengakibatkan seseorang menderita anoreksia dan bulimia. Menurut Khomsan 2003, penderita bulimia mengonsumsi makanan dalam jumlah yang
wajar atau bahkan memiliki nafsu makan seperti orang yang obesitas namun setelah semua makanan itu masuk, mereka berusaha mengeluarkannya kembali
melalui mulut atau dibantu dengan obat pencahar. Penderita anoreksia cenderung melakukan pembatasan konsumsi makanan yang tidak wajar,
sehingga berat badan mereka cenderung kurus.
Konsumsi Pangan dan Angka Kecukupan Zat Gizi Remaja Putri
Pangan merupakan istilah umum yang digunakan untuk semua bahan yang dapat dijadikan makanan, sedangkan makanan ialah bahan selain obat
yang mengandung zat-zat gizi yang berguna bagi tubuh. Makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang dan dibutuhkan
untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya bila makanan tidak dipilih dengan baik, tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi essensial yang merupakan zat
gizi yang harus diperoleh dari makanan Almatsier 2002.
Menurut Hardinsyah dan Martianto 1992, konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau sekelompok orang keluarga
atau rumah tangga pada waktu tetentu. Manusia memerlukan sejumlah zat gizi agar dapat hidup sehat dan mempertahankan hidupnya. Oleh karena itu, jumlah
zat gizi ynag diperoleh melalui konsumsi pangan harus mencukupi kebutuhan tubuh untuk melakukan kegiatan internal dan eksternal, pemeliharaan tubuh,
dan pertumbuhan bagi orang dewasa dan lansia. Angka kecukupan gizi adalah jumlah masing-masing zat gizi yang
sebaiknya dipenuhi seseorang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, dan aktifitas agar hamper semua orang sehat. Angka kecukupan zat gizi
yang dianjurkan untuk remaja putri dengan berat badan 50 kg menurut WKNPG 2004 adalah sebagai berikut:
Tabel 1 Angka kecukupan zat gizi AKG untuk remaja putri
Zat gizi AKG
16-18 tahun AKG
19-21 tahun
Energi Kal 2200
1900 Protein g
50 50
Sumber: Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi
Kebiasaan Makan
Kebiasaan makan pada remaja saat ini lebih sering diamati dibandingkan kebiasaan makan pada orang dewasa ataupun pada usia lain. Hal ini
dikarenakan pada remaja seringkali ditemui kebiasaan makan yang tidak biasa seperti konsumsi camilan yang berlebihan, seringnya makan di luar rumah
khususnya konsumsi fast food, penerapan diet yang salah, dan meal skipping
Stang 2000 . Banyak faktor yang mempengaruhi hal ini, antara lain adalah
berkurangnya pengaruh dari keluarga dan meningkatnya pengaruh lingkungan dalam hal pemilihan makanan dan kesehatan, peningkatan iklan-iklan makanan
di media, dan lain sebagainya. Sebagian besar remaja sadar akan pentingnya mempertimbangkan faktor
gizi dan kesehatan dalam melakukan pemilihan makanan, akan tetapi banyak aspek yang mempengaruhi mereka dalam memilih makanan dan minuman Story
et al. 2002b. Menurut Sztainer et al. 1999, selera, waktu, dan kenyamanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi remaja dalam memilih makanan
dan minuman.
Remaja mempunyai kecenderungan untuk mengonsumsi makanan di luar rumah, memilih makanan yang dianggap popular dan meningkatkan gengsi,
serta mempunyai kebiasaan makan yang tidak teratur Bourne 1979. Kebiasaan makan yang kurang baik pada remaja dan keinginan untuk terlihat langsing,
khususnya remaja putri seringkali menimbulkan gangguan makan atau eating
disorders Bruess 1989. Kebiasaan makan merupakan tingkah laku manusia atau kelompok
manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Sikap orang terhadap makanan dapat
bersikap positif atau negatif. Menurut Suhardjo 1994, kebiasaan makan merupakam cara individu atau kelompok individu memilih pangan dan
mengonsumsi sebagai reaksi terhadap pengaruh psikologi, fisiologi, budaya, dan sosial.
Kebiasaan Sarapan Pagi
Meal skipping merupakan kebiasaan makan yang sering dilakukan oleh remaja. Salah-satu waktu makan yang sering dilewatkan oleh remaja adalah
sarapan pagi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Story et al. 2002
ditemukan bahwa sarapan merupakan waktu makan yang paling sering dilewatkan oleh remaja khususnya remaja perempuan. Berdasarkan data
nasional di Amerika 24 remaja perempuan melewatkan waktu sarapan setiap harinya Lin
et al. 1996. Adapun alasan remaja melewatkan waktu sarapannya bermacam-macam
mulai dari sibuk, untuk mencegah rasa kantuk saat sekolahkuliah, serta menurunkan berat badan dengan membatasi asupan kalori. Menurut Gleason
et al. 2001, sarapan dilewatkan oleh 15 remaja berumur 9-13 tahun, 34 oleh
remaja perempuan berusia 14-19 tahun. Melewatkan sarapan dihubungkan dengan status kesehatan yang kurang baik termasuk indeks massa tubuh yang
tinggi, penurunan konsentrasi belajar, peningkatan resiko kekurangan zat gizi terutama kalsium dan serat Affenito
et al. 2005. Salah-satu kebiasaan makan yang sehat adalah membiasakan diri untuk
sarapan pagi dan mengonsumsi makanan sehat. Menurut Radita 2007, seseorang yang tidak sarapan akan merasa lebih lapar pada siang dan malam
hari daripada mereka yang sarapan, sehingga memacu mereka untuk mengonsumsi lebih banyak makanan pada siang hari dan malam hari.
Mengonsumsi makanan yang banyak pada malam hari akan berakibat pada
meningkatnya glukosa yang akan disimpan sebagai glikogen, karena aktivitas pada malam hari rendah.
Konsumsi Buah dan Sayur
Menurut Drapeau et al. 2004, konsumsi buah dan sayuran dapat
mencegah kejadian kegemukan karena dapat mengurangi rasa lapar dan tidak menimbulkan kelebihan lemak dan sebagainya. Buah dan sayur dapat menjadi
makanan selingan yang sangat baik karena mengenyangkan,rendah lemak, serta kaya akan vitamin yang diperlukan oleh tubuh Pratiwi 2010.
Menurut Hui 1985, sayur dan buah dapat mencegah kejadian obesitas karena dapat mengurangi rasa lapar namun tidak menimbulkan kelebihan lemak,
kolesterol, dan sebagainya. Sayur dan buah umumnya mengandung serat kasar yang dapat membantu melancarkan pencernaan dan mencegah konstipasi.
Banyak orang yang kurang menyukai sayuran dalam menu makanan dengan alasan karena rasanya yang kurang enak. Pola makan keluarga tertentu yang
tidak mengutamakan sayuran dan buah dalam menu makanan utama menambah parah kurangnya asupan sayuran.
Frekuensi Makan
Menurut Khomsan 2003 bahwa frekuensi makan yang baik adalah 3 kali dalam sehari untuk menghindarkan kekosongan lambung. Menurut penelitian
yang dilakukan oleh Priyanto 2007 terbukti bahwa kelebihan frekuensi makan makanan utama dan kelebihan asupan energi merupakan faktor risiko kejadian
kegemukan. Frekuensi makan yang tidak teratur dan jarak antara waktu makan yang
terlalu panjang menyebabkan adanya kecenderungan untuk makan yang lebih banyak dan melebihi kebutuhan Wirakusumah 1994. Menurut Gunawan 1997,
untuk memperoleh tubuh yang langsing dan menarik banyak remaja putri yang tidak mau makan pagi, mengurangi frekuensi makan, dan melakukan diet yang
berlebihan.
Fast Food dan Soft Drink Kegemukan terutama berkaitan dengan pola makan.
Fast food makanan cepat saji,
snack, dan soft drink termasuk makanan dan minuman tidak sehat yang dapat memicu kegemukan.
Fast food adalah makanan yang mengandung gula dan lemak tinggi, tetapi kandungan seratnya rendah. Hal yang sama juga
dikemukakan oleh Kestler 1995 bahwa sebagian besar fast food tinggi
kandungan kalori, lemak, garam, dan gulanya, akan tetapi rendah kandungan gizinya. Kebiasaan mengonsumsi
fast food yang berlebihan dan tidak dikombinasikan dengan buah dan sayuran segar sebagai sumber serat telah
memicu berbagai macam penyakit Wirakusumah 2007. Fast food yang popular saat ini adalah hamburger, kentang goreng
french fries, pizza, doughnuts, fried chicken, dan hot dogs. Menurut Stang 2000, alasan remaja banyak mengonsumsi
fast food adalah harganya yang murah, jarak restoran
fast food yang dekat dengan kampussekolah mereka, kenyamanan, serta rasa dari
fast food yang cocok dengan selera remaja. Nilai kunjungan tertinggi remaja ke restoran
fast food yaitu pada waktu pulang sekolah, kemudian saat ahkir pekan dan pada saat makan malam.
Minuman ringan soft drink memiliki kandungan gula yang tinggi
sehingga berat badan akan cepat bertambah bila mengonsumsi minuman ini. Kegemukan dapat dicegah sejak dini. Kegemukan pada anak dapat
berkelanjutan hingga dewasa dan sulit diatasi Aini 2008.
Konsumsi Camilan
Menurut Wirakusumah 1994, kebiasaan mengonsumsi camilan dapat berdampak baik dan buruk. Camilan yang sehat adalah camilan yang jika
dikonsumsi dapat menyumbangkan sejumlah zat gizi yang signifikan tanpa menurunkan selera makan seperti
cracker gandum, buah-buahan, dan lain-lain,. Namun apabila camilan yang dikonsumsi tinggi lemak, tinggi gula namum rendah
zat gizi, maka akan berakibat buruk salah-satunya adalah risiko terjadinya kegemukan.
Konsumsi camilan tidak hanya dilakukan pada saat santai akan tetapi juga dilakukan saat seseorang mengalami stres. Menurut Khomsan 2002 diacu
dalam Sugiharti 2003, stres akan merangsang dihasilkannya hormon adrenalin secara berlebihan dan menyebabkan jantung berdebar cepat. Produksi hormon
adrenalin ini akan membutuhkan zat gizi seperti vitamin-vitamin B, mineral Zn, kalium, dan kalsium. Oleh karena itu, stres yang berkepanjangan tidaklah
menguntungkan, sebab zat-zat gizi untuk memproduksi hormon adrenalin akan semakin terkuras. Ketika seseorang mengalami tekanan psikologis terjadi
penurunan kadar glukosa darah yang menyebabkan rasa lapar Wirakusumah 2001.
Aktifitas Fisik
Aktifitas fisik menentukan kondisi kesehatan seseorang. Aktifitas fisik adalah gerakan yang dilakukan otot-otot tubuh dan sistem penunjangnya.
Selama melakukan aktifitas fisik, otot membutuhkan energi untuk menghantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan mengeluarkan sisa-sisa tubuh.
Banyaknya energi yang dibutuhkan tergantung pada berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan Almatsier
2002. Kategori tingkat aktifitas
Physical Activity Level PAL dibedakan menjadi tiga, yaitu aktifitas ringan, sedang dan berat. Aktifitas fisik ringan memiliki nilai
PAL antara 1.40-1.69. Seseorang yang mempunyai aktifitas fisik yang ringan menggunakan kendaraan untuk transportasi, tidak berolahraga, dan cenderung
meluangkan waktu hanya untuk kegiatan yang dilakukan dengan duduk dan berdiri, dengan sedikit gerakan tubuh. Aktifitas fisik sedang memiliki nilai PAL
1.70-1.99. Seseorang yang mempunyai tingkat aktifitas fisik sedang tidak memerlukan energi yang besar, namun kebutuhan energi pada kegiatan ini lebih
tinggi daripada kegiatan aktifiats ringan. Aktifitas fisik berat memiliki nilai PAL 2.00-2.39. Aktifitas berat dilakukan oleh seseorang yang melakukan kerja berat
dalam waktu yang lama FAOWHOUNU 2001.
Pengetahuan Gizi
Faktor yang mempengaruhi gaya hidup seseorang adalah kondisi sosial ekonomi dan pengetahuan gizi yang diperoleh individu tersebut. Pengetahuan
gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindarkan seseorang
dari kebiasaan makan yang tidak sehat. Pengetahuan gizi dapat diperoleh melalui pendidikan formal ataupun informal. Selain itu, pengetahuan gizi juga
dapat diperoleh dengan melihat, mendengar sendiri atau melalui alat-alat komunikasi, seperti membaca surat kabar dan majalah, mendengar siaran radio
dan menyaksikan siaran televisi ataupun penyuluhan gizi. Perilaku makan seseorang dapat dipengaruhi oleh pengetahuan gizi yang
dimilikinya. Menurut Burn, George, dan Caterson diacu dalam Yusra 1998 menyatakan bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan gizi akan
mempraktekkan pengetahuan yang mereka miliki melalui perilaku gizi yang baik. Salah-satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan gizi
seseorang atau masyarakat adalah dengan pendidikan gizi Berg 1986.
Pendidikan gizi banyak berpengaruh dalam mengatasi masalah gizi dan kesehatan. Pendidikan formal yang tinggi, jika tidak disertai dengan pengetahuan
gizi yang memadai akan memberikan dampak negatif terhadap masalah gizi Hanum 1989. Hasil penelitian Andriani 1998 memperlihatkan semakin baik
pengetahuan seseorang, akan semakin positif sikapnya terhadap gizi. Menurut Harper, Deaton, dan Driskel 1988, pengetahuan gizi dapat mempengaruhi
seseorang dalam jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi.
Status Gizi
Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi makanan
Sunarti 2004. Status gizi merupakan tanda-tanda atau penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran yang berasal dari
pangan yang dikonsumsi. Status gizi seseorang, pada dasarnya merupakan gambaran kesehatan sebagai refleksi dari konsumsi pangan dan penggunaannya
oleh tubuh. Penentuan status gizi dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu
pengukuran antropometri, pemeriksaan biokimia, pemeriksaan klinis, dan pengukuran
dietary intake. Metode yang paling sering digunakan adalah pengukuran antropometri. Indikator antropometri antara lain adalah IMT atau
Indeks Massa Tubuh IMT=BMI, Body Mass Index. IMT merupakan pembagian
berat badan dalam kilogram terhadap kuadrat tinggi badan dalam M Sunarti 2004. Klasifikasi berat badan berdasarkan IMT pada penduduk Asia dewasa
dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini. Tabel 2 Klasifikasi indeks massa tubuh
Sumber: WHO 2003 diacu dalam Sunarti 2004
Klasifikasi IMT
Kurus 18.5 Normal 18.5-24.9
Gemuk 25-30 Obes
≥30
KERANGKA PEMIKIRAN
Kegemukan bagi remaja putri merupakan permasalahan yang cukup berat, karena remaja putri berkeinginan untuk tampil sempurna yang seringkali
diartikan dengan memiliki tubuh ramping, langsing dan proporsional. Kegemukan dapat menjadi masalah yang penting bagi siklus perkembangan remaja. Seorang
remaja yang mengalami kegemukan cenderung tidak percaya diri dan tidak puas terhadap bentuk tubuhnya serta memaksa tubuhnya untuk menjadi kurus, dan
hal inilah yang mempengaruhi eating disorders seseorang Hill William 1998
dalam Kindes 2006. Pada umumnya remaja perempuan lebih tidak puas dengan keadaan tubuhnya dan memiliki lebih banyak citra diri negatif dibandingkan
remaja pria Maulana 2009. Di lain pihak remaja putri cenderung membatasi asupan makanan karena
ingin tampak langsing. Pengaruh lingkungan yang menganggap tubuh kurus adalah cantik telah mempengaruhi persepsi remaja terhadap bentuk tubuh ideal.
Adapaun faktor-faktor yang merupakan input bagi terbentuknya perilaku seseorang dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu faktor intrinsik faktor yang
berasal dari dalam diri seseorang dan faktor ekstrinsik faktor yang berasal dari luar diri seseorang. Faktor intrinsik terdiri dari status gizi, umur dan asal daerah.
Sedangkan faktor ekstrinsik terdiri dari besar keluarga, pendidikan, pekerjaan serta pendapatan ayah. Kedua faktor tersebut mempengaruhi perilaku
seseorang, perilaku yang dipelajari dalam penelitian ini adalah pola konsumsi pangan dan aktivitas fisik.
Adapun aktifitas fisik meliputi aktifitas sehari-hari yang dilakukan oleh mahasiswi. Kebiasaan makan merupakan cara individu atau kelompok individu
memilih pangan dan mengonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologik, psikologik, sosial dan budaya Soehardjo 1989. Aspek kebiasaan
makan yang diteliti dalam penelitian ini adalah frekuensi makan, kebiasaan megonsumsi buah dan sayuran, kebiasaan mengonsumsi
fast food dan soft drink, serta kebiasaan mengonsumsi camilan.
Persepsi dan pengetahuan gizi yang terkait dengan kegemukan menentukan status gizi dan kesehatan seseorang. Status gizi dan kesehatan
seseorang sangat berkaitan dengan seberapa jauh pola kebiasaan perilaku orang tersebut. Kebiasaan perilaku yang sehat akan memberi pengaruh positif
pada kesehatannya, sebaliknya kebiasaan yang salah cenderung memberi dampak negatif. Status gizi tergantung dari tingkat konsumsi. Tingkat konsumsi
ditentukan oleh kualitas serta kuantitas hidangan Suhardjo 2000. Adapun status gizi yang diteliti dalam penelitian ini adalah IMT Indeks Massa Tubuh mahasiswi
TPB-IPB.
METODOLOGI
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
Penelitian mengenai Analisis Hubungan Persepsi tentang Kegemukan dengan Pola Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik Mahasiswi Tingkat Persiapan
Bersama Institut Pertanian Bogor ini menggunakan desain cross sectional study.
Penelitian ini dilakukan di Asrama Putri mahasiswi Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara
purposive, dengan pertimbangan kemudahan akses dan birokrasi. Pengumpulan data primer
dilakukan selama bulan Mei hingga Juni 2011.
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh
Contoh penelitian adalah mahasiswi tingkat pertama yang tinggal di asrama putri TPB-IPB. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah mahasiswi
TPB-IPB yang termasuk kelompok remaja ahkir dengan kisaran umur 19-21 tahun Sarwono 2003, dalam kondisi sehat, bersedia untuk diwawancarai dan
mengisi kuesioner penelitian serta berada di Asrama saat penelitian dilaksanakan. Metode yang digunakan dalam penarikan contoh adalah secara
random sampling. Adapun jumlah contoh ditentukan menggunakan rumus:
Keterangan:
Z = nilai z pada derajat kepercayaan
1.96
=simpang baku status gizi IMT remaja putri 19-21 tahun 1.3 Wijaya 2010 =
error 1.291 =rata-rata status gizi IMT remaja putri 19-21 tahun 22.2 Wijaya 2010
α = 5 0.05 pada derajat kepercayaan 95 Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang diambil dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang meliputi karakteristik mahasiswi yang terdiri dari
nama, usia, indeks massa tubuh, sedangkan data kondisi sosial ekonomi keluarga terdiri jumlah anggota keluarga, pendidikan, pekerjaan serta
pendapatan ayah mahasiswi. Data primer lain adalah kebiasaan makan, recall 1
n = Z
2 1-
α2
x σ
2
ε
2
x φ
2
n = 1.96
2
x 1.3
2
0.01291
2
x 22.2
2
n = 79 mahasiswi
x 24 jam 2 hari, food frequency, aktivitas fisik, pengetahuan gizi dan persepsi
kegemukan dengan melakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner.
Tabel 3 Cara pengumpulan data primer Variabel
Data yang dikumpulkan Cara pengumpulan data
Karakteristik contoh : - Umur
Kuesioner -
Asal daerah
- Status gizi berat dan tinggi badan
Pengukuran dengan microtoise dan
timbangan bathroom
scale Kondisi sosial ekonomi keluarga - Pekerjaan orang tua
Kuesioner - Pendidikan orang tua
- Pendapatan
orang tua
- Jumlah
keluarga Pengetahuan gizi
- Pengetahuan gizi secara umum
Kuesioner -
Pengetahuan mengenai kegemukan
Persepsi kegemukan - Persepsi terhadap
kondisi tubuh aktual Kuesioner
- Harapan
dan tingkat
kepuasaan dan kepercayaan diri
contoh Kuesioner
- Ketakutan
terhadap kegemukan dan hal-
hal yang ditakuti bila menjadi gemuk
Kuesioner
- Upaya yang dilakukan untuk mencegah dan
atau mengatasi kegemukan
Kuesioner
Hal-hal terkait kegemukan - Persepsi
terhadap gambar bentuk tubuh
ideal dan gemuk Kuesioner gambar 2
siluet tubuh Stunkard Kebiasaan makan
- Frekuensi makan - Kebiasaan
sarapan - Kebiasaan
makan malam
- Konsumsi sayur
dan buah
- Konsumsi fast food
dan soft drink, kebiasaan
mengonsumsi camilan Kuesioner dan
Wawancara Food frequency
Tingkat konsumsi pangan - Jumlah dan jenis
makanan yang dimakan
Kuesioner dan Wawancara
food Recall 1x 24 jam 2 hari
Aktivitas fisik - Kegiatan sehari-hari
mahasiswi hari kuliah dan hari libur
Kuesioner Recall 1x 24
jam
Pengetahuan gizi contoh diukur dengan memberikan 20 buah pertanyaan pilihan berganda yang memiliki satu jawaban yang paling benar
correct-answer multiple choice. Pertanyaan yang diajukan berkaitan zat gizi dan fungsinya
secara umum serta segala sesuatu yang berkaitan dengan kegemukan. Penilaian persepsi mahasiswi mengenai kegemukan diukur dengan
memberikan pertanyaan persepsi kegemukan yang diberi skor terdiri dari 10 pertanyaan yaitu kepuasaan dan kepercayaan diri terhadap tubuh aktual, distorsi
penilaian tubuh, ketakutan mengalami stroke, diabetes, hipertensi, penyakit jantung, sulit mengikuti mode pakaian dan sulit bergaul jika menjadi gemuk serta
adakah upaya pencegahan dan atau penanggulangan terhadap kegemukan Flynn 1997 dan Allon 1979.
Pengumpulan data primer menggunakan kuesioner dan pengukuran antropometri dilakukan pada malam hari dengan pertimbangan mahasiswi
sedang berada di asrama atau tidak sedang kuliah. Pengukuran antopometri dilakukan untuk mengetahui BMI
Body Mass Index yang kemudian dibandingkan dengan standar dari WHO 2003. Untuk menentukan nilai BMI
diperlukan data berat dan tinggi badan mahasiswi. Pengukuran berat badan orang dewasa dilakukan dengan cara mahasiswi berdiri di atas timbangan
bathroom scale dengan ketelitian 0.5 kg dengan cara melepaskan sepatu dan barang-barang yang ada di dalam saku dengan tetap menggunakan pakaian.
Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan menggunakan alat pengukur tinggi badan
microtoise dengan ketelitian 0.1 cm dengan cara melepaskan sepatu dan mahasiswi berdiri dilantai yang rata dengan kaki sejajar, leher,
bokong, punggung, dan belakang kepala menyentuh dinding tegak lurus, tangan lurus ke bawah di sisi badan secara wajar Jellife Jellife 1989.
Data mengenai kebiasaan makan diukur melalui pengisian kuesioner dengan mengajukan pertanyaan mengenai kebiasaan sarapan, kebiasaan
makan malam atau sore, frekuensi makan, konsumsi sayur dan buah, preferensi terhadap sayur bersantan atau tidak bersantan, kebiasaan mengonsumsi camilan
berlebihan saat stres, kebiasaan konsumsi fast food dan soft drink, kebisaan
jajan di kampus, kebiasaan minum air putih serta konsumsi camilan. Tujuan
pengumpulan data ini adalah untuk melihat kebiasaan makan mahasiswi selama sebulan terahkir, yaitu setiap hari, 3-4 kaliminggu, 1-2 kaliminggu, dan jarang
1-2 kaliseminggu. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner yang telah diberi keterangan lengkap beserta contoh pengisian untuk diisi oleh mahasiswi.
Selain itu, food frequency quetionaire merupakan kuesioner yang
menggambarkan frekuensi responden dalam mengonsumsi beberapa jenis dan makanan dan minuman. Frekuensi konsumsi makanan dapat dilihat dalam satu
hari, minggu, dan bulan. Kuesioner terdiri dari daftar jenis makanan-makanan yang berpontensi menyebabkan kegemukan jika dikonsumsi berlebihan.
Makanan tersebut terdiri dari makanan pokok, pangan hewani, pangan nabati, sayuran, buah-buahan, dan makanan jajanan.
Persepsi mahasiswi mengenai kegemukan diukur dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan mengenai penilaian mahasiswi terhadap bentuk tubuhnya dan pendapatnya mengenai kegemukan. Persepsi kegemukan ini
terdiri dari 10 pertanyaan yang terdiri dari kepuasaan dan kepercayaan diri terhadap bentuk tubuh aktual, ketakutan terhadap kegemukan dan hal-hal yang
ditakuti bila menjadi gemuk dan usaha diet yang dilakukan untuk menangani dan atau mencegah kegemukan.
Data konsumsi pangan diperoleh dengan cara food recall 1 x 24 jam 2
hari, yaitu dengan meminta mahasiswi untuk menyebutkan makanan yang dimakan selama 2 hari. Makanan yang dimakan termasuk makanan utama,
makanan selingan, waktu makan, jenis pangan dan jumlah yang dikonsumsi dalam bentuk matang, kemudian dikonversikan kedalam bentuk bahan pangan
mentah dan dihitung kandungan zat gizi energi, protein, lemak, dan karbohidrat dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan DKBM. Data
sekunder yang diambil dalam penelitian ini adalah gambaran umum mengenai asrama TPB-IPB
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dari kuesioner diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensia statistik dengan menggunakan alat bantu program komputer
Microsoft Excel dan SPSS version 16.0. for Windows. Karakteristik contoh dianalisis secara deskriptif. Usia contoh dikategorikan menjadi satu kategori yaitu
usia 19 - 21 tahun remaja ahkir. Asal daerah mahasiwi dikategorikan menjadi Jabodetabek dan Luar Jabodetabek. Penilaian status gizi contoh berdasarkan
Indeks Massa Tubuh IMT. Secara sederhana contoh dinilai status gizinya berdasarkan nilai IMT dengan rumus:
IMT = Berat badan kg Tinggi badan m
2
Kondisi sosial ekonomi keluarga contoh terdiri dari besar keluarga, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan ayah contoh. Besar keluarga contoh
dibagi menjadi keluarga kecil ≤ 4 orang, keluarga sedang 5-7 orang dan
keluarga besar ≥8 orang Hurlock 1994. Adapun pendidikan ayah contoh
dikategorikan menjadi SD Sederajat, SMP Sederajat, SMA Sederajat, Perguruan Tinggi Sederajat. Pekerjaan ayah contoh dikategorikan menjadi
Pegawai Negeri Sipil, Wiraswasta, Pegawai Swasta, PolisiABRI, PetaniPeternak dan lain-lain. Pendapatan orang tua dibagi menjadi lima kategori
yaitu Rp 2.000.000, Rp 2.000.000-Rp 3.000.000, 3.000.000-5.000.000, dan Rp 5.000.000.
Penilaian pengetahuan gizi dengan cara memberika skor terhadap setiap jawaban. Data pengetahuan gizi contoh diberi skor 1 jika jawaban terhadap
benar dan 0 jika salah, sehingga total skor jika semua jawaban benar adalah 20. Pengetahuan gizi dinilai dengan menjumlahkan skor yang diperoleh kemudian
dikategorikan baik, sedang, dan kurang. Pengetahuan gizi dikategorikan baik apabila skor yang diperoleh lebih dari 80 dari total skor, kategori sedang
apabila skor yang diperoleh kurang dari 60 dari total skor Khomsan 2000. Penilaian persepsi mahasiswi mengenai kegemukan dilakukan dengan
cara memberikan skor terhadap setiap jawaban. Data persepsi kegemukan mahasiswi diberi skor 1 jika jawaban terhadap benar dan 0 jika salah, sehingga
total skor jika semua jawaban benar adalah 10. Penilaian persepsi mahasiswi mengenai kegemukan
dikelompokkan menjadi persepsi yang baik skor persepsi 80, sedang skor persepsi 60-80 dan kurang skor persepsi 60.
Dalam penelitian ini dilakukan skoring kebiasaan makan Maxitelia 2005. Scoring dilakukan pada pertanyaan-pertanyaan mengenai kebiasaan makan
yang sudah memiliki acuan, sebagai contoh frekuensi makan mengacu pada Khomsan 2003, bahwa frekuensi makan yang baik adalah 3 kali dalam sehari
sehingga contoh yang memiliki frekuensi makan makanan utama kurang dari atau lebih dari 3 kali diberi nilai 0, sedangkan untuk contoh yang frekuensi makan
makanan utama 3 kali diberi nilai 1. Adapun kebiasaan makan yang diberi skor dalam penelitian ini adalah kebiasaan sarapan, frekuensi makan, kebiasaan
mengonsumsi sayur dan buah, kebiasaan mengonsumsi camilan, kebiasaan mengonsumsi camilan berlebihan saat sedang stress, preferensi terhadap sayur
bersantan dan tidak bersantan, kebiasaan jajan di kampus, kebiasaan mengonsumsi
fast food dan soft drink. Skor tertinggi kebiasaan makan adalah
100 dan skor terendahnya 0. Semakin tinggi skor kebiasaan makan maka semakin baik kebiasaan makan yang diterapkan contoh.
Recall konsumsi pangan juga digunakan untuk melihat konsumsi makanan yang memenuhi kecukupan energi. Data konsumsi pangan diolah
menggunakan aplikasi konsumsi pangan. Jumlah makanan dalam bentuk gramURT kemudian dikonversi menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan
dan kemudian dilakukan perhitungan angka konsumsi gizi untuk energi dan protein. Angka kecukupan energi dihitung berdasarkan pengeluaran energi
contoh sedangkan angka kecukupan protein mengacu pada angka kecukupan gizi hasil Widyakarya Naional Pangan dan Gizi VIII tahun 2004.
Adapun rumus umum yang digunakan untuk mengetahui kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi adalah:
Keterangan: KGij
= Penjumlahan zat gizi i dari setiap bahan makananpangan yang dikonsumsi Bj
= Berat bahan makanan j gram Gij
= Kandungan zat gizi I dari bahan makanan j BDDj
= Persen bahan makanan j yang dapat dimakan Sumber: Hardinsyah Briawan 1994
Tingkat kecukupan konsumsi merupakan persentase intake contoh.
Menurut Depkes Kesehatan 1996, tingkat konsumsi energi dan protein diklasifikasikan menjadi lima tingkatan, yaitu defisit tingkat berat 70 AKG,
defisit tingkat sedang 70-79 AKG, defisit tingkat ringan 80-89 AKG, Normal 90-119 AKG, Kelebihan
≥ 120 AKG. Secara umum tingkat kecukupan zat gizi dapat dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan: TGi
= Tingkat kecukupan zat gizi i Ki
= Konsumsi zat gizi i AKGi = Kecukupan zat gizi I yang dianjurkan
Data mengenai aktivitas fisik dikumpulkan dengan cara meminta mahasiswi mengisi kuesioner penelitian berupa aktivitas-aktivitas yang dilakukan
KGij = Bj100 x Gij x BDDj100
TGi = KiAKGi x 100
pada hari kuliah dan hari libur disertai dengan alokasi waktu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tersebut. Aktivitas tersebut kemudian ditentukan nilai
Physical Activity Ratio dengan menggunakan acuan dari WHOFAOUNO 2001 untuk
mendapatkan nilai Physical Activity Level. Berikut adalah Tabel 4 yang
menunjukkan nilai PAR dari beberapa kegiatan. Tabel 4 Nilai
Physical Activity Ratio PAR setiap kegiatan Kegiatan PAR
Aktifitas Ringan SedentaryLight Activity Lifestyle - Tidur
1 - Perawatan diri mandi dan berpakaian
2.3 - Makan
1.5 - Memasak
2.1 - Kegiatan yang dilakukan dengan duduk
1.5 - Pekerjaan Rumahtangga
2.8 - Mengenderai kendaraan
2.0 - Berjalan
3.2 - Kegiatan Ringan Menonton TV
1.4 Aktifitas Sedang Active or Moderately Active Lifestyle
- Tidur 1
- Perawatan diri mandi dan berpakaian 2.3
- Makan 1.5
- Kegiatan yang dilakukan dengan berdiri 2.2
- Transportasi kerja dengan bus 1.2
- Berjalan 3.2
- Olahraga Ringan 4.2
- Kegiatan Ringan Menonton TV 1.4
Aktifitas berat Viogorous or vigorously Active Lifestyle Tidur 1
- Perawatan diri mandi dan berpakaian 2.3
- Makan 1.4
- Masak 2.1
- Kegiatan pertanian tanpa menggunakan alat 4.1
Mengambil air 4.4
- Pekerjaan Rumahtangga yang berat 2.3
- Berjalan 3.2
- Kegiatan Ringan 1.4
Sumber: FAOWHOUNU 2001 Keterangan: PAR=
Physical Activity Ratio Rasio Aktivitas Fisik Secara sederhana, rumus untuk menghitung nilai PAL adalah sebagai
berikut:
Adapun Tingkat aktifitas dikategorikan menjadi tiga tingkatan mengacu pada WHOFAOUNO 2001, yaitu aktivitas ringan 1.40
≤ PAL≤ 1.69, aktivitas Physical Activity Level PAL =
∑ Lama melakukan aktifitas x PAR 24 Jam
sedang 1.70 ≤ PAL ≤ 1.99, dan aktivitas berat 2.00 ≤ PAL ≤ 2.39. Berikut
adalah Tabel 5 yang menunjukkan jenis dan kategori variabel. Tabel 5 Jenis dan kategori variabel
No Variabel Kategori
Sumber Keterangan
1 Usia
- 19-21 tahun Remaja ahkir Sarwono 2003
2 Asal daerah
- Jabodetabek - Luar
Jabodetabek Sebaran contoh
3 Status gizi
- Kurus IMT 18.5 - Normal
IMT 18.5-22.9
- Gemuk 23-24.9
- Obes IMT 25 WHO 2003
diacu dalam Sunarti 2004
4 Pendidikan ayah -
SDSederajat - SMPSederajat
- SMASederajat - Perguruan
TinggiSederajat Strata
Pendidikan Formal
5 Pekerjaan ayah
- Pegawai Negeri Sipil - Wiraswasta
- Pegawai swasta
- PolisiABRI - PetaniPeternak
- Lain-lain BKKBN 1996
6 Pendapatan Orangtua
- Rp 2.000.000 - Rp 2.000.000 – Rp Rp 3.000.000
- Rp 3.000.000 - Rp 5.000.000 - Rp 5.000.000
Sebaran contoh
7 Besar keluarga
- Keluarga kecil ≤4 orang
- Keluarga sedang 5-7 orang - Keluarga besar
≥8 orang Hurlock 1994
8 Kebiasaan sarapan
- Setiap hari
- 3-5 kaliminggiu - 1-2 kali minggu
- Tidak pernah
Sebaran contoh
9 Frekuensi makan
sehari - 1-2
kali - 3-4
kali - 4 kali
Sebaran contoh 10 Frekuensi
konsumsi sayur dan buah
- 1-2 kali
- 3-4 kali
- 4 kali Sebaran contoh
11 Frekuensi fast
food dan soft drink
- Setiap hari
- 3-5 kaliminggiu - 1-2 kali minggu
- Tidak pernah
Sebaran contoh
12 Frekuensi mengemil dalam
sehari - Setiap
hari - 3-5 kaliminggiu
- 1-2 kali minggu - Tidak
pernah Sebaran contoh
No Variabel Kategori
Sumber Keterangan
13 Aktivitas sehari-
hari - Ringan PAL 1.40-1.69
- Sedang PAL 1.70-1.99 - Berat PAL 2.00-2.39
WHOFAOUNO 2001
14 Persepsi tentang
kegemukan - Baik
≥ 80 - Sedang 60-80
- Kurang 60 Khomsan 2000
15 Pengetahuan gizi
- Baik ≥ 80
- Sedang 60-80 - Kurang 60
Khomsan 2000 16 Kebiasaan makan
- Baik ≥ 80
- Sedang 60-80 - Kurang 60
Sebaran contoh 17 Tingkat
kecukupan energi dan protein
- Defisit berat 70 AKG - Defisit sedang 70-79 AKG
- Defisit ringan 80-89 AKG - Normal 90-119 AKG
- Kelebihan
≥ 120 AKG Depkes 1996
Hubungan antar variabel dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman dan Moment Pearson. Uji korelasi Pearson digunakan untuk
mengetahui hubungan antara persepsi kegemukan dengam status gizi, pendapatan ayah mahasiswi, skor kebiasaan makan, dan tingkat kecukupan
energi dan protein mahasiswi. Uji korelasi Spearman digunakan untuk
mengetahui mengetahui hubungan antara aspek-aspek kebiasaan makan seperti kebiasaan sarapan, frekuensi makan, kebiasaan makan malam dan lain-lain.
Selain itu uji korelasi Spearmen juga digunakan untuk mengetahui persepsi
kegemukan dengan pengetahuan gizi dan aktivitas fisik mahasiswi.
Definisi Operasional Kegemukan adalah keadaan tubuh dimana berat badan melebihi berat badan
ideal sebesar 20.
Remaja ahkir adalah remaja yang berada dalam masa pertumbuhan tahap ahkir
menjelang dewasa dan berada pada kisaran umur 19-21 tahun.
Persepsi kegemukan adalah penolakan seorang mahasiswi terhadap
kegemukan yang sesuai dengan ilmu pengetahuan serta tidak mengalami distorsi penilaian tubuh dan puas serta percaya diri terhadap tubuh
aktualnya. Semakin baik nilai persepsi tentang kegemukan maka semakin baik penolakan mahasiswi terhadap kegemukan begitu pula sebaliknya.
Pola konsumsi pangan adalah perilaku seseorang dalam mengonsumsi
makanan sehari-hari yang terkait dengan kebiasaan sarapan, konsumsi Tabel 5 Lanjutan
sayur dan buah, konsumsi fast food dan soft drink, frekuensi makan, serta
kebiasaan mengonsumsi camilan .
Frekuensi makan adalah tingkat keseringan seseorang dalam mengonsumsi
makanan utama yang diukur dengan satuan kali per hari serta kuantitas dari makanan tersebut gram.
Fast food adalah makanan cepat saji yang umumnya mengandung kalori dan
lemak yang tinggi seperti ayam goreng, hamburger, pizza dan hotdog.
Soft drink adalah minuman ringan soft drink adalah minuman yang tidak
mengandung alkohol, merupakan minuman olahan dalam bentuk bubur atau cair yang mengandung bahan makanan atau bahan tambahan lainnya
baik alami maupun sintetik yang dikemas dalam kemasan siap untuk dikonsumsi.
Aktivitas fisik adalah segala jenis kegiatan fisik yang dilakukan remaja yang
digolongkan menjadi 3 jenis yaitu aktivitas ringan, sedang dan berat.
Pengetahuan gizi adalah pemahaman remaja terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan gizi dan kesehatan khususnya terkait dengan kegemukan yang diukur dengan menggunakan kuesioner. Pengetahuan gizi dikategorikan
kurang jika 60 jawaban benar, sedang jika jawaban benar antara 60- 80, dan baik jika jawaban benar 80 jawaban benar Khomsan 2000.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Asrama TPB IPB
Asrama mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor TPB IPB terdiri atas asrama putra dan dan asrama putri. Asrama putra terdiri
dari empat gedung, yaitu gedung C1, C2, C3 dan C4 Asrama Sylvalestari. Adapun asrama putri terdiri dari lima gedung, yaitu A1, A2, A3 dan A4 serta A5
Asrama Sylvasari. Setiap gedung asrama berbentuk hampir sama kecuali A4, Sylvasari, dan Sylvalestari yang merupakan gedung tambahan. Setiap gedung
terbagi atas beberapa lorong yang dikepalai oleh seorang Senior Recidence SR
untuk mempermudah pengawasan dan pengelolaan. Satu lorong terdiri dari sekurang-kurangnya 40 orang 10 kamar, masing-masing kamar diisi oleh empat
orang. Fasilitas kamar tidur asrama TPB IPB memiliki ukuran 16 m
2
4mx4m. dalam setiap kamar tersedia dua ranjang tidur bertingkat, empat buah lemari,
empat buah meja belajar lengkap dengan lampu, kapstok, tempat sampah, bantal, dan lain-lain. Satu kamar diisi oleh empat orang kecuali Asrama
Sylvalestari dan Sylvasari, setiap kamar diisi oleh 3 orang. Disetiap lorong asrama disediakan toilet, ruang setrika, dan pantry. Tempat cuci tidak disediakan
di setiap lorong. Disediakan satu buah dispenser di pantry yang letaknya satu ruangan dengan ruangan setrika. Adapun air yang digunakan di toilet asrama
adalah air tanah yang telah melalui proses penjernihan terlebih dahulu. Kantin asrama putra berada di dalam masing-masing gedung, sedangkan
kantin asrama putri berada diluar gedung. Di dalam lingkungan asrama putri juga terdapat toko koperasi dan jasa fotocopi yang menginduk kepada Koperasi
Mahasiswa IPB. Di luar gedung, tidak jauh dari asrama putri, terdapat minimarket dengan nama Agrimart IPB yang menyediakan produk-produk makanan,
minuman, kecantikan, peralatan mandi, detergen dan produk-produk IPB seperti teh Rozelt, susu Fapet,
nugget dan bakso Fapet dan lain-lain. Melalui Agrimart IPB ini mahasiswa TPB-IPB akan lebih mudahuntuk mendapatkan barang-
barangyang dibutuhkan tanpa harus keluar terlalu jauh dari lingkungan asrama. Mahasiswa TPB-IPB menjalani perkuliahan selama satu tahun di Tingkat
Persiapan Bersama. Pada jangka waktu satu tahun ini mahasiswa wajib mengikuti 36 sks mata kuliah dasar TPB seperti pengantar matematika, kalkulus,
biologi, kimia, fisika dan lain-lain. Mahasiswa TPB IPB menjalani perkuliahan di sembilan Fakultas di berbagai wilayah kampus Dramaga dengan lokasi yang
berbeda-beda. IPB menyediakan bus IPB untuk mempermudah akses ke lokasi- lokasi perkuliahan. Bus IPB akan menjemput dan mengantar mahasiswa ke
halte-halte terdekat dengan lokasi perkuliahan. Bus ini tidak memungut biaya dari mahasiswa. Selain bus kampus, disediakan juga sepeda sebagai alternatif
transportasi dalam area kampus. Fasilitas lainnya adalah ambulance asrama
yang selalu siap selama 24 jam.
Karakteristik Individu
Karakteristik individu yang diamati dalam penelitian ini adalah usia, status gizi Indeks Massa Tubuh, serta asal daerah mahasiswi. Tabel 6 menjelaskan
karakteristik individu mahasiswi. Karakteristik individu yang diamati meliputi umur, status gizi dan daerah asal.
Tabel 6 Sebaran mahasiswi berdasarkan karakteristik individu Karakteristik Individu
n Usia
- 19 tahun
69 87.3
- 20 tahun
10 12.7
Total 79 100
Status gizi - Kurus
7 8.9
- Normal 48
60.8 - Gemuk
24 30.4 - Obes
0.0 Total 79
100 Asal daerah
- Jabodetabek 20
25.3 - Luar
Jabodetabek 59
74.7 Total 79
100 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar mahasiswi
berusia 19 tahun 87.3 dan sisanya berusia 20 tahun 12.7. Mengacu pada Sarwono 2003, maka mahasiswi dalam penelitian ini termasuk ke dalam
kategori remaja ahkir. Berdasarkan uji korelasi Spearman tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara usia mahasiswi dengan persepsi kegemukan r= 0.049; p= 0.669, hal ini bermakna bahwa semakin tinggi usia mahasiswi
belum tentu persepsi kegemukannya semakin baik. Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang yang
diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi makanan
Sunarti 2004. Sebagian besar mahasiswi dalam penelitian ini memiliki status gizi yang termasuk dalam kategori normal 60.8, gemuk 30.8 dan kurus
8.9. Tidak ada mahasiswi yang status gizinya termasuk dalam kategori obes. Berdasarkan uji korelasi
Pearson, terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan persepsi kegemukan r=0.244; p=0.031, hal ini bermakna
bahwa semakin besar nilai IMT maka makin besar pula ketakutan mahasiswi terhadap kegemukan. Hal ini diduga dikarenakan seseorang yang mengalami
kegemukan akan lebih perhatian terhadap kegemukan dan berusaha mencari informasi dan pengetahuan yang terkait dengan kegemukan.
Sebagian besar mahasiswi berasal dari luar jabodetabek 74.7 dan sisanya sebesar 25.3 berasal dari wilayah jabodetabek. Berdasarkan uji
korelasi Spearman tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asal daerah
dengan persepsi kegemukan r=0.018; r= 0.878, hal ini bermakna asal daerah seseorang belum tentu menjamin persepsi kegemukannya semakin baik.
Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga Mahasiswi Besar Keluarga
Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan
sumberdaya yang sama Suhardjo 2000. Besar keluarga dapat mempengaruhi tingkat pengeluaran rumah tangga. Besar keluarga dapat mempengaruhi jumlah
pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga. Menurut Hurlock 1994 besar keluarga dibagi menjadi keluarga kecil
jika jumlah anggota keluarga ≤ 4 orang, sedang jika 5-7 orang, dan besar jika ≥ 8
orang. Besar keluarga mahasiswi tersebar pada kelompok keluarga kecil dan sedang. Berdasarkan kriteria tersebut sebanyak 55.7 mahasiswi termasuk
dalam kategori keluarga sedang, 35.4 mahasiswi termasuk dalam kategori keluarga sedang, dan sisanya 8.9 mahasiswi berasal dari keluarga besar.
Berdasarkan uji korelasi Spearman tidak terdapat hubungan yang
siginifikan antara besar keluarga dengan persepsi kegemukan r= -0.018; p= 0.878, hal ini bermakna bahwa semakin kecil jumlah anggota keluarga belum
tentu persepsi kegemukannya semakin baik.
Tingkat Pendidikan Ayah
Menurut Suhardjo 1996, tingkat pendidikan orangtua yang baik akan memungkinkan orangtua dapat memantau dan menerima informasi tentang
kesehatan anaknya. Tingkat pendidikan akan berpengaruh terhadap pangan yang dipilih untuk dikonsumsi sehari-hari Soetjiningsih 1994. Sebagian besar
orangtua mahasiswi berpendidikan perguruan tinggi 48.1 dan SMASederajat 35.4. Hanya sedikit dari orangtua mahasiswi yang berpendidikan
SDSederajat 11.4 dan SMPSederajat 5.1. Tabel 7 Sebaran mahasiswi berdasarkan karakteristik sosial ekonomi keluarga
mahasiswi Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga Mahasiswi
n Besar Keluarga
- Kecil
≤ 4 orang 28
35.4 -
Sedang 5 – 7 orang 44
55.7 - Besar
≥ 8 orang 7
8.9 Total 79
100.0 Tingkat Pendidikan Ayah
- SDSederajat 9
11.4 - SMPSederajat
4 5.1
- SMASederajat 28
35.4 - Perguruan
TinggiSederajat 38
48.1 Total 79
100.0 Pekerjaan Ayah
- PNS 35
44.3 - Pegawai
Swasta 18
22.8 - Wiraswasta
19 24.1
- PolisiABRI 2
2.5 - Petanipeternak
5 6.3
Total 79 100.0
Tingkat Pendapatan Ayah -
Rp. 2.000.000,00 24
30.4 -
Rp. 2.000.000,00 - Rp. 3.000.000,00 21
26.6 -
Rp. 3.000.000,00 - Rp. 5.000.000,00 19
24.1 -
Rp. 5.000.000,00 15
19.0 Total 79
100.0
Berdasarkan uji korelasi Spearman tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara tingkat pendidikan orangtua dengan persepsi kegemukan r=0.023; p= 0.840, hal ini bermakna bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan
orangtua mahasiswi belum tentu persepsi kegemukan mahasiswi semakin baik.
Tingkat Pendapatan Ayah
Pekerjaan memiliki hubungan yang erat dengan pendapatan. Tingkat pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan terhadap kuantitas dan
kualitas makanan yang dikonsumsi. Rendahnya pendapatan menyebabkan daya beli terhadap makanan menjadi rendah dan konsumsi pangan keluarga akan
berkurang. Kondisi ini akhirnya akan mempengaruhi kesehatan dan status gizi keluarga Riyadi
et al. 1990. Tingkat pendapatan orangtua mahasiswi dalam penelitian ini cukup beragam. Sebesar 30.4 orangtua mahasiswi memiliki
pendapatan Rp. 2.000.000,00 per bulan dan hanya sekitar 19.0 orangtua mahasiswi yang memiliki pendapatan Rp. 5.000.000,00, per bulan sisanya
sebesar 50.7 orangtua mahasiswi memiliki pendapatan yang berada pada kisaran Rp. 2.000.000,00-Rp.5.000.000,00 per bulannya.
Berdasarkan uji korelasi Spearman terdapat hubungan yang signifikan
antara tingkat pendidikan orangtua dengan persepsi kegemukan r=0.235; p= 0.037, hal ini bermakna bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan orangtua
mahasiswi maka persepsi kegemukan mahasiswi semakin baik. Santrock 1999 mencatat bahwa seseorang yang mapan secara ekonomis, lebih memiliki
perhatian yang tinggi. Mereka mungkin akan merasa cemas jika berat badannya mengalami kenaikan secara cepat. Oleh karena itu, mereka segera melakukan
perawatan intesif dengan bantuan tenaga profesional ahli gizi, dokter, fitness
trainer serta membeli bahan-bahan untuk merampingkan tubuhnya. Hal ini juga diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh O’Dea
Caputi 2001 diacu dalam Gibney et al. 2004 bahwa remaja yang berasal
dari sosial ekonomi yang rendah terhadap peningkatan berat badan dan kurang kontrol sewaktu berat badan naik, tidak melakukan diet, mempunyai citra tubuh
yang rendah, dan pola makan yang tidak teratur hal disebabkan kurangnya informasi tentang kesehatan.
Tingkat Pengetahuan Gizi
Pengetahuan gizi adalah kemampuan kognitif serta pemahaman mahasiswi tentang gizi. Pengetahuan gizi diukur dari kemampuan mahasiswi
dalam menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan gizi secara umum dan mengenai kegemukan yang disiapkan dalam kuesioner. Pengetahuan gizi yang
dimiliki seseorang dapat memberikan informasi yang memadai tentang persepsnya mengenai kegemukan serta pilihan makanan yang sesuai dengan
kondisi tubuhnya. Hal ini dapat membuat orang tersebut mengubah jenis makanan yang biasa dikonsumsi dan memperbaiki kebiasaan makan yang
selama ini ia jalani, sehingga ia mampu melakukan diet secara bijak dan hati-hati ketika ingin menjadikan tubuhnya berukuran ideal Bender 1997. Terdapat 20
buah pertanyaan pilihan berganda dengan memilih jawaban yang paling benar Correct-Answer Mulitiple Choice. Tabel 8 menjelaskan mengenai persentase
jawaban dari setiap pertanyaan yang dapat dijawab dengan benar oleh mahasiswi.
Pertanyaan mengenai gizi secara umum sebagian besar dapat dijawab benar oleh mahasiswi. Pertanyaan yang tidak dapat dijawab benar oleh sebagian
mahasiswi adalah mengenai pengertian dari Fast food yaitu sebesar 77.2, hal
ini dikarenakan sebagian mahasiswi menjawab Fast food adalah makanan
rendah kalori dan rendah serat. Pertanyaan mengenai kegemukan dari 14 pertanyaan hanya 11 pertanyaan yang bisa dijawab dengan benar oleh sebagian
besar mahasiswi. Pertanyaan mengenai kegemukan yang tidak dapat dijawab oleh sebagian besar mahasiswi adalah pada golongan usia berapa gangguan
kegemukan dapat terjadi 63.3, karena banyak dari mahasiswi mengira bahwa
gangguan kegemukan hanya terjadi pada remaja dan dewasa saja tidak
termasuk Balita. Selain itu pertanyaan lain yang tidak dapat dijawab oleh sebagian besar
mahasiswi adalah bahaya yang ditimbulkan kegemukan 75.9 karena
sebagian besar mahasiswi menjawab tidak tahu atau tidak bebas bergerak. Pertanyaan yang sebagian besar mahasiswi tidak dapat menjawab dengan benar
adalah mengenai jenis kelamin yang lebih sering mengalami kegemukan 78.5, hal ini dikarenakan sebagian besar mahasiswi menganggap kejadian
kegemukan sering terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan. Sebagian besar pertanyaan tentang kegemukan
dapat dijawab dengan benar oleh sebagian besar mahasiswi diduga karena mahasiswi sudah memahami dan
mengenal tentang kegemukan dengan baik. Hal ini didukung dengan skor pengetahuan gizi mahasiswi yang cukup tinggi.
Tabel 8 Sebaran mahasiswi berdasarkan item pertanyaan yang dijawab dengan benar mahasiswi
No Kategori Soal
n Gizi Umum
1 Pangan yang termasuk sumber karbohidrat adalah nasi
79 100.0
2 Pangan yang termasuk sumber protein adalah telur
79 100.0
3 Fungsi utama protein di dalam tubuh adalah mengganti
bagian tubuh yang rusak 70 88.6
4 Konsumsi energi yang berlebih akan disimpan dalam bentuk
lemak 77 97.5
5 Jenis makanan sumber lemak adalah daging
77 97.5
6 Pengertian
Fast food adalah makanan tinggi kalori dan rendah serat
61 77.2 Kegemukan
7 Pada dasarnya kegemukan dapat diatasi dengan
pengurangan konsumsi energi yaitu dengan membatasi makanan berlemak
78 98.7 8
Pengertian overweight adalah kondisi badan terlalu gemuk
79 100.0
9 Sebagian besar kegemukan timbul karena faktor pola
konsumsi makan sehari-hari 78 98.7
10 Kegemukan dapat terjadi pada balita, remaja dan dewasa
57 72.2
11 Menu yang baik untuk penderita kegemukan adalah rendah
kalori dan gizi seimbang 77 97.5
12 Penderita kegemukan disarankan untuk memperbanyak
konsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran 78 98.7
13 Gaya hidup yang dapat menyebabkan seseorang mengalami
kegemukan adalah kurang berolahraga 79 100.0
14 Penyakit yang bukan diakibatkan oleh kegemukan adalah
malaria 74 93.7
15 Keberhasilan seseorang menurunkan berat badan pada
penderita kegemukan lebih banyak dipengaruhi oleh motivasi untuk hidup lebih sehat
76 96.2 16
Kegemukan menjadi berbahaya karena mendorong munculnya penyakit degenerative
60 75.9 17
Salah-satu penyakit yang ditimbulkan oleh kegemukan adalah hipertensi
66 83.5 18
Kegemukan banyak diderita masyarakat dengan pola konsumsi sehari-hari yang tinggi karbohidrat dan tinggi lemak
68 86.1 19
Cara efektif mengatasi kegemukan adalah mengatur pola makan dan olahraga
79 100.0 20
Kejadian kegemukan lebih banyak terjadi pada perempuan 61
77.2 Skor pengetahuan gizi diperoleh dengan cara setiap jawaban yang benar
dari pertanyaan tentang pengetahuan gizi diberikan skor 1 dan jika jawaban mahasiswi tidak tahu atau salah diberikan nilai 0, sehingga total skor adalah 20.
Pengetahuan gizi mahasiswi dikategorikan rendah jika kurang dari 60 jawaban benar, sedang jika antara 60-80 jawaban benar dan tinggi jika lebih dari 80
jawaban benar Khomsan 2000. Penelitian ini menunjukkan bahwa mahasiswi yang memiliki tingkat pengetahuan gizi yang baik adalah sebanyak 88.6.
Sebanyak 11.4 memiliki tingkat pengetahuan gizi yang sedang. Adapun sebaran mahasiswi berdasarkan skor pengetahuan gizi dapat dilihat pada tabel 9
berikut ini. Tabel 9 Sebaran mahasiswi berdasarkan tingkat pengetahuan gizi
Pengetahuan gizi mahasiswi yang sebagian besar berada pada kategori baik 88.6 dengan rata-rata skor 91.5, dapat disebabkan oleh tingkat
pendidikan mahasiswi yang didominasi tamatan SMASederajat serta memadainya akses terhadap informasi gizi dan kesehatan melalui media massa
dan layanan internet. Pengetahuan gizi seseorang dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun non formal serta melalui media massa Engle, Menon
Haddad 1997. Berdasarkan uji korelasi Pearson, tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara pengetahuan gizi mahasiswi dengan persepsi kegemukan r= 0.158; p= 0.165. Hal ini bermakna bahwa semakin baik pengetahuan gizi
mahasiswi belum tentu semakin baik persepsi mahasiswi mengenai kegemukan.
Persepsi Tentang Kegemukan
Persepsi merupakan proses memilih, menerima, mengorganisasikan, dan mengintepretasikan informasi dan lingkungannya Schermerhorn, Hunt, dan
Osborn 1991. Hasil intepretasi tersebut dapat berbeda-beda antara seseorang dengan orang yang lain Gregory 1997 diacu dalam Tosi, Rizzo Carrol 1990.
Adapun persepsi terhadap kegemukan merupakan suatu istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan penolakan terhadap kegemukan yang disertai dengan
upaya menurunkan berat badan yang sesuai dengan pengetahuan Flynn 1997. Hal ini diperkuat dengan pendapat Walgito 2004, yang menyatakan bahwa
idealnya, pengetahuan akan berhubungan positif dengan persepsi karena persepsi merupakan hasil pemaknaan terhadap pengetahuan yang didapatkan
melalui stimuli tertentu. Oleh sebab itu, persepsi yang benar dipandang sebagai Pengetahuan Gizi Mahasiswi
n Baik 80
70 88.6
Sedang 60-80 9
11.4 Kurang
≤ 60 0.0
Total 79
100 Rata-rata ± SD
91.5 ± 7.4
sebuah persepsi yang sesuai dengan pengetahuan yang juga terbukti kebenarannya.
Mengacu pada pendapat Flynn 1997 dan Walgito 2004, semakin besar skor persepsi maka penolakan seseorang terhadap kegemukan semakin besar
begitu juga sebaliknya. Persepsi kegemukan dalam penelitian ini diukur dengan memberi skor pada pertanyaan mengenai kepuasan dan kepercayaan diri
mahasiswi terhadap tubuh aktualnya, ketakutan terhadap kegemukan, hal-hal yang ditakuti bila menjadi gemuk yang kaitannya dengan penyakit degeneratif,
sulit bergaul dan mengikuti mode pakaian. Skor yang diberikan 1 jika jawabannya positif skor 0 jika jawabannya negatif, total skor adalah 10 karena terdiri dari 10
pertanyaan tertutup. Berikut adalah Tabel 10 yaitu tabel sebaran mahasiswi berdasarkan skor persepsi kegemukan.
Tabel 10 Sebaran mahasiswi berdasarkan skor persepsi kegemukan Skor persepsi tentang kegemukan
n 60 Kurang
11 13.9
60-80 Sedang 40
50.6 80 Baik
28 35.4
Total 79
100.0 Rata-rata ± SD
77 ± 18.6 Berdasarkan Tabel di atas dapat dilihat bahwa, sebagian besar
mahasiswi memiliki persepsi kegemukan yang berada dalam kategori sedang 50.6 atau cenderung netral terhadap kegemukan, sebesar 35.4 mahasiswi
memiliki persepsi kegemukan yang berada dalam kategori baik atau dengan kata lain memiliki penolakan kegemukan yang sesuai dengan pengetahuan dan
terbukti secara ilmiah, sedangkan 13.9 mahasiswi memiliki persepsi kegemukan yang berada dalam kategori kurang atau cenderung memiliki
penolakan terhadap kegemukan yang kecil dengan kata lain. Berikut adalah komponen-komponen persepsi kegemukan.
Tingkat Kepuasan
Menurut Khomsan 2003, remaja adalah golongan individu yang sedang mencari identitas diri. Banyak remaja sering merasa tidak puas dengan
penampilan dirinya sendiri, mereka ingin mempunyai postur tubuh sempurna seperti bintang film, penyanyi, peragawati atau olahragawan. Kepuasan dan
ketidakpuasan pada diri individu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu berat badan dan persepsi derajat kegemukan serta kekurusan, budaya, siklus hidup,
masa kehamilan, sosialisasi, konsep diri, peran gender dan distorsi citra tubuh Thompson 1994.
Tabel 11 Sebaran mahasiswi berdasarkan tingkat kepuasaan terhadap bentuk tubuh aktual
Berdasarkan tingkat kepuasan, hanya sekitar 24.1 mahasiswi menyatakan puas dengan kondisi tubuhnya saat ini. Sedangkan sisanya
menyatakan tidak puas dengan kondisi tubuh aktualnya. Mahasiswi yang menyatakan tidak puas sebagian besar memiliki IMT yang tergolong gemuk
91.7, Flynn diacu dalam Gibney 2004, berpendapat bahwa seorang remaja yang tidak puas terhadap bentuk tubuhnya cenderung akan mengalami fobia
terhadap kegemukan dan melakukan diet yang ketat untuk mencapai bentuk tubuh idealnya.
Tingkat Kepercayaan Diri
Menurut Conger Peterson dalam Sarafino 1998, pada masa remaja, remaja mulai memberikan perhatian yang lebih terhadap masalah-masalah kulit,
ingin memiliki tubuh yang ideal, ingin lebih tinggi atau pendek dan tentu saja memiliki berat badan yang ideal. Keinginan ini disebabkan karena remaja sering
merasa tidak puas terhadap penampilan dirinya. Ketidakpuasan ini akhirnya membuat remaja merasa tidak percaya diri dan menganggap penampilannya
sebagai sesuatu yang menakutkan. Berikut adalah Tabel 12 yaitu tabel yang menunjukkan tingkat kepercayaan diri mahasiswi terhadap bentuk tubuh
aktualnya. Tabel 12 Sebaran mahasiswi berdasarkan tingkat kepercayaan diri mahasiswi
terhadap tubuh aktual Tingkat kepuasan
n Puas 19
24.1 Tidak puas
60 75.9
Total 79 100.0
Tingkat Kepercayaan diri mahasiswi n
Percaya diri 53
67.1 Tidak percaya diri
26 32.9
Total 79 100.0
Berbeda dengan tingkat kepuasaan, sebagian besar mahasiswi mengaku bahwa mereka percaya diri dengan kondisi tubuh aktual saat ini 67.1, sisanya
sebesar 32.9 mahasiswi mengaku tidak percaya diri dengan kondisi tubuh aktualnya saat ini. Mahasiswi yang menyatakan percaya diri sebagian besar
memiliki IMT yang tergolong normal 77.1, sedangkan mahasiswi yang menyatakan tidak percaya diri sebagian besar memiliki IMT yang tergolong kurus
57.1. Rendahnya rasa percaya diri bagi sebagian besar remaja hanya
menyebabkan rasa tidak nyaman secara emosional yang bersifat sementara Damon 1991 diacu dalam Santrock 2003. Tetapi bagi beberapa remaja,
rendahnya rasa percaya diri dapat menimbulkan banyak masalah. Rendahnya rasa percaya diri bisa menyebabkan depresi, anoreksia nervosa, bunuh diri, dan
masalah penyesuaian diri lainnya Damon Hart 1988 diacu dalam Santrock 2003.
Ketakutan Mengalami Kegemukan
Pandangan negatif yang mengakar terhadap remaja putri yang memiliki berat badan berlebih pada masyarakat merupakan pemicu kuat untuk terjadinya
ketakutan terhadap kegemukan Flynn diacu dalam Gibney 2004. Ketakutan terhadap kegemukan ini muncul sebagai akibat dari distribusi lemak ditubuh
remaja putri pada saat pertumbuhan meningkat serta tuntutan penyesuain diri terhadap perubahan bentuk tubuhnya khususnya bagi remaja-remaja putri yang
tinggal dalam lingkungan yang masyarakat yang sangat menghargai bentuk tubuh yang langsing Flynn diacu dalam Gibney 2004.
Tabel 13 Sebaran mahasiswi berdasarkan ketakutan mengalami kegemukan
Berdasarkan tingkat ketakutan terhadap kegemukan, sebagian besar mahasiswi menyatakan takut mengalami kegemukan, sisanya sebesar 25.3
mahasiswi menyatakan tidak takut mengalami kegemukan. Ketakutan mengalami kegemukan ini banyak dirasakan oleh mahasiswi yang memiliki IMT gemuk
91.7 dan normal 70.8, sedangkan mahasiswi kurus sebagian besar tidak takut mengalami kegemukan 57.1.
Ketakutan mengalami kegemukan n
Ya 59 74.7
Tidak 20 25.3
Total 79 100.0
Persepsi Terhadap Tubuh Aktual
Persepsi terhadap tubuh aktual adalah Cara pandang individu terhadap tubuhnya sendiri. Seseorang yang memiliki persepsi terhadap tubuh aktual yang
positif mencerminkan tingginya penerimaan jati diri, rasa percaya diri dan kepeduliannya terhadap kondisi badan dan kesehatan. Thompson, 1996. Pada
kondisi yang ekstrim, seseorang dengan persepsi terhadap tubuh aktual yang negatif akan mengalami distorsi dalam menilai realitas. Informasi yang ada di
pikirannya tentang tubuhnya akan jauh lebih buruk daripada kenyataan. Dampak psikologisnya adalah perasaan tidak puas yang mendalam sehingga berujung
pada ketidakbahagiaan Savitri 2008. Tabel 14 Sebaran mahasiswi berdasarkan status gizi dan persepsi terhadap
tubuh aktual
Berdasarkan penilaian mahasiswi terhadap bentuk tubuhnya sendiri, sebesar 42.9 mahasiswi kurus, 43.8 mahasiswi normal, dan 95.8
mahasiswi gemuk memiliki persepsi terhadap bentuk tubuh aktual yang positif, artinya mahasiswi tersebut tidak mengalami distorsi dalam menilai bentuk tubuh
sesuai dengan status gizinya. Akan tetapi, sebesar 8.3 mahasiswi kurus dan 47.9 mahasiswi normal mengalami distorsi penilaian tubuhnya. Mahasiswi-
mahasiswi tersebut menganggap tubuh mereka termasuk gemuk. Hal ini sejalan dengan yang ditunjukkan oleh hasil studi di Amerika
Serikat yang diacu dalam Januar Putri 2007, bahwa 45 remaja putri dalam kisaran berat badan yang sehat merasa memiliki kelebihan berat badan. Sekitar
20 dari berat badan wanita yang berpikir bahwa mereka kelebihan berat badan melakukan diet untuk menurunkan berat badan.
Harapan Bentuk tubuh
Pengaruh lingkungan yang menganggap tubuh kurus adalah cantik telah mempengaruhi persepsi remaja putri terhadap bentuk tubuh ideal. Kegemukan
seringkali diidentikan dengan ketidakcantikan, ketidakmenarikan dan Status gizi
Persepsi terhadap tubuh aktual Kurus Ideal
Gemuk Total N n n n
Kurus 3 42.9 2 28.6 2 8.3 7
100 Normal 4
8.3 21
43.8 23
47.9 48
100 Gemuk
0 0.0 1 4.2 23 95.8
24 100
ketidakluwesan dalam beraktivitas Wirakusumah 1994. Berikut adalah Tabel 15 yang menunjukkan sebaran mahasiswi berdasarkan harapan bentuk tubuh.
Tabel 15 Sebaran mahasiswi berdasarkan harapan bentuk tubuh
Sebagian besar mahasiswi menyatakan bentuk tubuh yang mereka harapkan adalah bentuk tubuh ideal 93.7, sedangkan sisanya sebesar 6.3
mahasiswi menyatakan bentuk tubuh yang mereka harapkan adalah bentuk tubuh yang kurus. Tidak ada mahasiswi yang memiliki harapan untuk memiliki
bentuk tubuh yang gemuk. Mahasiswi yang memiiliki harapan untuk bertubuh kurus sebagian besar adalah mahasiswi kurus 28.6 dan mahasiswi normal
10.4. Terlihat bahwa mahasiswi yang berstatus gizi normal juga ada yang memiliki harapan untuk bertubuh kurus. Hal ini sesuai dengan pendapat Rodin,
Sillbersteun Moore 1984, yang menyatakan bahwa tubuh yang kurus, bagi wanita, tidak hanya menunjukkan wanita yang aktif, tetapi juga menyimbolkan
kesuksesan dan satus ekonomi yang tinggi.
Persepsi Gambar Bentuk Tubuh Ideal pada Remaja
Remaja putri pada umumnya menginginkan tubuh yang langsing, dan merasa tidak bahagia dengan bentuk tubuhnya dan berusaha menurunkan berat
badannya meskipun mereka sudah memiliki badan yang ideal Rodin, Sillbersteun Moore 1984. Persepsi gambar bentuk tubuh ideal dan gemuk
diketahui dengan menggunakan gambar sembilan siluet tubuh manusia Gambar 2 yang dikembangkan oleh Stunkard 1983 dalam Bulik
et al 2001.
Gambar 2 Siluet tubuh manusia Harapan bentuk tubuh
n Kurus 5
6.3 Ideal 74
93.7 Gemuk 0
0.0 Total 79
100.0
0.0 10.0
20.0 30.0
40.0
3 4
5 6
7 8
9 Persentase
contoh 2.5