MODEL PEMBERDAYAAN TKI PASCA MIGRASI SERTA EDUKASI BAGI KELUARGA DAN LINGKUNGAN DI DAERAH PERBATASAN INDONESIA- MALAYSIA, KALIMANTAN BARAT MODEL OF EMPOWERMENT OF POST MIGRATION INDONESIAN LABOUR AND EDUCATION FOR FAMILY AND ENVIRONMENT IN B

MODEL PEMBERDAYAAN TKI PASCA MIGRASI SERTA EDUKASI BAGI KELUARGA DAN LINGKUNGAN DI DAERAH PERBATASAN INDONESIA- MALAYSIA, KALIMANTAN BARAT MODEL OF EMPOWERMENT OF POST MIGRATION INDONESIAN LABOUR AND EDUCATION FOR FAMILY AND ENVIRONMENT IN BOUNDARY AREA OF INDONESIA-MALAYSIA, WEST KALIMANTAN

Sisilya Saman 1 , Regina Petronella 1 , dan Aminuyati 2 1

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas Tanjungpura 2 Jurusan Pendidikan IPS Universitas Tanjungpura

ABSTRACT The aim of this study in stage 1 (Year-I) is can invent model draft of post

migration Indonesian labour empowerment as well as education for family and environment that applicative, good patterned, and suitable with the characteristic of boundary area of Indonesia-Malaysia in West Kalimantan in effort to develop various skills such as entrepreneurship and another effort activities so that they can improve their standard of life and also have a role for their family and environment. This study can be designed in two stages, by using Research and Development approach. In stage 1, subject of study as much as 120 post migration Indonesian labours in Entikong and key informant that consist of community figure, religious leader, and government officer. Instrument that is used in the form of questionnaire, interview, group discussion, and documentation, whereas data analyses use qualitative approach. Result of study show the model of empowerment that can be developed to post migration Indonesia labour among other: Dayak unique matting made of bamboo and rattan, skill in making various furniture, skill in cultivating peppercorn and chocolate plant.

Keyword: Empowerment, Indonesian Labour, Development, and Model of Empowerment

PENDAHULUAN Penelitian ini dilatarbelakangi dari hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh ketua peneliti baik penelitian kajian wanita maupun penelitian fundamental dari DP2M Dikti dan pantauan langsung ke daerah

sepanjang

perbatasan

Indonesia-Malaysia di daerah

Kalimantan

Barat. Berdasarkan temuan penelitian dan pantauan langsung di lapangan ditemukan bahwa sebagian besar dari penduduk yang bermukim di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia pernah menjadi TKI/TKW di Malaysia khususnya

Sarawak, Brunei Darussalam, Singapura dan lain-lain baik legal maupun illegal. Kehidupan dan status

sosial mereka tidak lebih baik dibandingkan dengan kondisi saudara satu etnis dan tetangga di

seberang (Sarawak,) bahkan sangat memprihatinkan dan mengalami keterpurukan. Oleh sebab

itu, perlu dicari solusi bagi penduduk yang nota bene pernah menjadi TKI/TKW untuk memberdayakan di berbagai kegiatan usaha dan keterampilan sebagai bekal hidup di tengah keluarga dan lingkungannya.

Diharapkan

dari

pemberdayaan melalui pelatihan berbagai keterampilan dan usaha

lainnya semoga bisa bangkit dari keterpurukan dan minimal tidak menjadi budak dari penduduk tetangga yang satu etnis di seberang Sarawak. Kepulangan TKI/TKW dari manca negara maupun dalam negeri ke kampung halamannya tidak selalu membawa dampak positif bahkan cenderung menjadi malapetaka baik bagi individu, keluarga, dan lingkungannya yang berdampak pada kemiskinan. Rangkaian persoalan kemiskinan ini semestinya dapat

diputus, sehingga generasi baru yang terberdayakan akan tampil dan merangkai sejarah peradaban baru yang lebih sejahtera dan bermartabat bagi keluarganya.

Sebagai daerah perbatasan dengan negara lain, pihak pemerintah baik pusat maupun daerah berkewajiban untuk mengelola daerah perbatasan yang

Kabupaten Kapuas Hulu kurang lebih 100 km agar nasionalisme penduduk terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak goyah sekalipun hidup dalam status ekonomi yang terpuruk. Kasus masuknya warga Indonesia sebagai Laskar Watania (anggota tentara Diraja Malaysia) yang dikontrak untuk menjaga keamanan di wilayah Sarawak dan berbagai gesekan lainnya seperti pencurian kayu oleh warga Sarawak di wilayah Indonesia dengan bantuan penduduk perbatasan,

pelecehan

seksual

terhadap TKW dan Trafficking yang berakhir secara tragis diharapkan tidak terulang lagi di masa yang akan datang.

Tujuan Penelitian Penelitian pada tahap pertama (Tahun-I) ini diharapkan dapat menemukan

draf

model

pemberdayaan TKI pasca migrasi serta edukasi bagi keluarga dan lingkungan yang aplikatif, terpola dengan baik, dan sesuai dengan karakteristik

Kalimantan Barat sebagai upaya untuk

menumbuhkembangkan berbagai

keterampilan

seperti

berwirausaha dan kegiatan usaha

lainnya sehingga mereka dapat meningkatkan taraf hidupnya serta berperan

lingkungannya. Program pemberdayaan kelompok urban termasuk di dalamnya mantan TKI yang tinggal di daerah perbatasan perlu dilakukan melalui program wirausaha mandiri dengan tujuan bisa memperkuat sektor informal, sebagai jaring sosial dan lapisan penghubung pasar ekonomi. Dengan

pemberdayaan

melalui

program pelatihan keterampilan dari pemerintah, sektor informal ini diharapkan bisa menjalankan usaha dan pengelolaannya dengan lebih

baik. Pemerintah juga harus, memberikan

pelatihan

untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam mengelola usaha dan kegiatan lainnya.

Manfaat Penelitian Penelitian ini berusaha untuk menemukan model pemberdayaan TKI pasca migrasi serta edukasi bagi keluarga dan lingkungan yang aplikatif

dan sesuai dengan karakteristik daerah perbatasan Indonesia-Malaysia

di daerah Kalimantan Barat sebagai upaya untuk

menumbuhkembangkan berbagai

keterampilan

seperti berwirausaha dan kegiatan usaha lainnya sehingga mereka dapat meningkatkan taraf hidupnya serta berperan

bagi keluarga dan lingkungannya. Penelitian ini dianggap amat penting karena hingga saat ini belum ada satupun Peraturan Daerah (Perda) baik di tingkat provinsi, dan daerah Tingkat II di Kalimantan Barat maupun peraturan pemerintah yang mengatur pemberdayaan TKI purna migrasi agar mereka bisa menjalani kehidupan yang layak bagi dirinya, keluarga dan lingkungannya. Ditinjau dari lokasi penelitian dan kondisi ekonomi sosial penduduk di daerah perbatasan Indonesia- Malaysia, Kalimantan Barat, penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah dan pihak- pihak yang terkait untuk tetap menjaga wilayah perbatasan agar tidak terjadi disintegrasi bangsa sebagai akibat dari tidak adanya perhatian

dan

pemberdayaan

TKI/TKW. Adanya pemuda yang menjadi Laskar watania (tentara bayaran) di Sarawak Malaysia merupakan salah satu turunnya moral patriotis

bangsa, banyaknya penganiayan dan pemerkosaan yang dialami oleh TKI/TKW yang berasal dari daerah perbatasan, terjadinya praktik Trafficking yang meresahkan masyarakat perbatasan, terjadinya

pembalakan hutan oleh para toke asal Sarawak

dengan bantuan masyarakat di perbatasan, terjadinya kesenjangan sosial antara penduduk di perbatasan dengan saudanya di seberang Sarawak maupun antara penduduk perkotaan di daerah Tingkat dua Kalbar, terjadinya ketidaksetaraan

gender. Semua persoalan yang melanda TKI/TKW pasca migrasi, patut diwaspadai agar tidak terjadi lagi di masa yang akan datang

METODE PENELITIAN Penelitian ini dirancang dalam dua tahap, dengan menggunakan pendekatan

penelitian dan

pengembangan

(Research and Devolepment). Pada tahap pertama subyek penelitian sebanyak 120 orang TKI pasca migrasi di Entikong dan

informan kunci (key Informanation) yang terdiri dari toko masyarakat, pemuka agama, dan aparat pemerintahan. Intrumen yang digunakan

berupa angket, wawancara, diskusi kelompok, dan dokumentasi sedang analisis datanya menggunakan pendekatan kualitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum

Masyarakat

Daerah Perbatasan di Kalimantan Barat Masyarakat di daerah perbatasan khususnya di sepanjang daerah perbatasan Indonesia-Serawak tidak bisa dilepaskan dari TKI baik secara resmi (legal) maupun ilegal ke Serawak. Ada beberapa alasan yang mendasari kenyataan ini antara lain: jarak ke Serawak lebih mudah dijangkau dibanding kalau mereka ke ibukota kabupaten Sanggau dan ibukota propinsi Kalimantan Barat Pontianak, lebih mudah untuk mendapatkan pekerjaan di Serawak, dan adanya kekerabatan keluarga dengan penduduk di seberang yang menjadi batas wilayah. Berdasarkan temuan penelitian dan pantauan langsung ke lapangan ditemukan bahwa sejak lama telah berlangsung migrasi tenaga kerja musiman dari wilayah Indonesia menuju ke beberapa tempat di Serawak. Masyarakat perbatasan bekerja di Serawak kadang hanya menggunakan surat bukti pos lintas batas bahkan kadang-kadang tidak punya surat lintas batas karena cukup banyak jalan ke Serawak yang bisa mereka lintasi. Jalan setapak atau sering mereka istilakan dengan jalan tikus sebenarnya sangat riskan karena apabila kedapatan oleh Polis diraja Malaysia maka mereka akan ditangkap dan dipenjara. Data yang dikumpulkan di lapangan cukup banyak masyarakat Entikong di daerah perbatasan yang pernah dipenjarakan di Serawak. Walaupun pernah dipenjarakan bahkan disiksa oleh

Polis diraja Malaysia, semangat mereka tidak pernah surut untuk mangais sesuap nasi di seberang termasuk di dalamnya TKW demi untuk kelangsungan hidupnya. Dari sarana pendidikan yang telah ada, terutama yang menyangkut jenis, mutu, jumlah, dan penyebarannya terasa masih kurang memuaskan. Letak pemukiman yang masih terpencar mmenyebabkan jarak yang harus ditempuh oleh murid sekolah ke gedung sekolahnya relatif sangat jauh. Ditambah lagi alat angkut pribadi tidak mereka miliki dan alat angkutan umum tidak tersedia. Dengan kondisi seperti ini tidak heran banyak anak-anak usia sekolah tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi bahkan putus sekolah di tingkat SD. Di samping itu keterampilan kerja masyarakat di daerah perbatasan masih sangat terbatas sekalipun sudah pernah bekerja di Serawak. Daya saing dan ketekunan mereka dalam melakoni suatu pekerjaan masih perlu dibina dan dibimbing. Sebagian besar dari mereka hanya mempunyai keterampilan di bidang pertanian tradisional. Banyak sumber daya alam yang dapat dikembangkan

bahkan

dapat

dikatakan lebih di antaranya kayu dari berbagai jenis yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan rumah tangga, tanaman karet, bambu, dan rotan yang banyak terdapat di hutan. Di bidang perkebunan juga cukup banyak sumber daya yang bisa kembangkan dan dijadikan sumber penghidupan seperti sahang (lada) dan coklat (Koko). Semua sumber

daya alam yang telah ada di pemukiman penduduk sebenarnya jika dikelolah dan dikembangkan dengan

baik potensial untuk dipasarkan di Serawak. Coklat (koko) dan Sahang (lada) misalnya harganya cukup tinggi dan sangat diminati oleh pasar di Serawak. Demikian juga dengan berbagai anyaman yang terbuat dari bambu dan rotan. Apabila potensi yang ada dikelola dengan baik dengan sumber daya manusia yang terampil dan terdidik mustahil masyarakat di daerah perbatasan tidak akan jauh ketinggalan dibanding masyarakat diperbatasan seberang Serawak. Kayu yang cukup banyak di permukiman mereka selama ini kebanyakan dikelolah oleh para cukong dari Serawak dengan memanfaatkan

tenaga orang Indonesia kebanyakan dijual dengan harga murah dan dalam bentuk gelondongan. Pembalakan dan penjualan kayu secara besar- besaran (Ilegal loging) sangat menguntungkan orang Serawak. Kalau

kebiasaan pendudukan setempat untuk menjual kayu secara besar-besaran dalam bentuk gelondongan dapat dirubah dalam bentuk terlebih dahulu mengolah kayu tersebut dalam bentuk berbagai mebel untuk keperluan rumah

tangga jauh lebih menguntungkan. Dengan kondisi masyarakat di daerah

perbatasan seperti ini, sampai kapanpun

mereka akan tetap

tertinggal

dari saudaranya di perbatasan daerah Serawak bahkan bisa dikatakan akan semakin terpuruk. Apalagi selama ini mereka jarang mendapat pendidikan berupa keterampilan di berbagai bidang dari pihak pemerintah. Kalau ada pendidikan keterampilan yang mereka peroleh sifatnya hanya temporer dan tidak ditindaklanjuti bahkan cenderung sifatnya sesaat dan dilaksanakan tanpa pola yang jelas yang bisa membuat masyarakat perbatasan khususnya TKI/TKW pasca migrasi ke penghidupan lebih layak.

Profil TKI Pasca Migrasi di Daerah Perbatasan Indonesia-Malaysia di Entikong Pemaparan karakteristik responden ini dilakukan dengan melihat secara keseluruhan kecamatan Entikong, kemudian dilanjutkan secara rinci pada setiap desa di kecamatan Entikong. Berikut ini secara berturut- turut paparan masing- masing responden tersebut.

1. Umur Responden Umur responden secara keseluruhan se kecamata Entikong maupun secara rinci untuk tiap-tiap desa adalah sebagaimana tertera pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Umur Responden

Umur Desa

Desa

Desa Suru

Desa

Kecamatan

Responden Entikong

Jumlah anggota rumah tangga rinci untuk tiap-tiap desa adalah

≤ 20

responden secara keseluruhan se sebagaimana tertera pada Tabel 4

21 – 30

kecamatan Entikong maupun secara berikut

Tabel 4. Jumlah Anggota Rumah Tangga Responden

≥ 51

Semangit Entikong Jumlah

Anggota RT

Desa

Desa

Desa Suru

Desa Kecamatan

2.Pendidikan Responden

maupun secara rinci untuk tiap-tiap

5-6

desa adalah sebagaimana tertera

≥7

Pendidikan respnden

secara pada

kesluruhan se kecamatan Entikong

5.Jenis Kegiatan yang Dilakukan dominan dilakoni oleh responden.

Tabel 2. Pendidikan Responden

Pendidikan Desa

Desa

Desa Suru

Desa

Kecamatan

Sebagai Mata Pencaharian

Tidak menutup kemungkinan ada

Responden Entikong

diantara responden yang melakoni

Jenis usaha yang dilakukan oleh lebih dari satu kegiatan sebagai

Tamat SD

responden dari tiap-tiap desa dapat sumber

penghasilan bagi

dilihat pada Tabel 5 berikut ini.

kelangsungan hidup rumah tangga

Tamat SMP

Mata pencaharian yang ada pada

mereka

Tamat SMA

tabel 5-5 adalah kegiatan yang

3.Status Perkawinan Responden

secara rinci untuk tiap-tiap desa

adalah sebagai mana tertera pada

Status perkawinan responden

Tabel 3 berikut ini.

secara keseluruhan

sekecamatan Entikong maupun

Tabel 3 Status Perkawinan Responden

Status Desa

Desa

Desa Suru

Desa

Kecamatan

Petkawinan Entikong

Belum kawin

Janda/Duda

4.Jumlah Anggota Rumah Tangga

Tabel 5. Jenis Kegiatan yang Dilakukan Sebagai Mata Pencaharian

6. Jenis Pekerjan yang Dikerjakan

pekerjaan yang dimaksud disini

Responden Selama Menjadi TKI di

adalah pekerjaan yang sering

Desa Jenis Kegiatan

Produksi

Jlh org.

1 Luar Negeri

dilakukan selama menjadi TKI.

Desa Usaha Kue

Berbagai jenis kue baik kue kering maupun

Entikong

kue basah

Jenis pekerjaan yang dominan Pekerjaan yang dilakukan oleh

Berbagai Anyaman

Gantungan kunci, keranjang, tp kue, hiasan,

6 dilakukan oleh responden selama responden selama menjadi TKI di luar

keranjang telor, keranjang buah, kipas kecil.dll

menjadi TKI/TKW di luar negeri negeri tidak menutup kemungkinan

Pertukangan

Berbagai jenis Mebel, Kusen Pintu dan Jendela

2 khususnya di Serawak seperti pada lebih dari satu pekerjaan bahkan bisa

Perbengkelan

Bengkel mobil, bengkel motor dan

bengkel sepesa

Tabel 6 berikut ini. Seperti halnya saja ada diantara responden yang

Perkebunan

Coklat (koko), dan sahang (lada). Sayuran, karet

8 dengan jenis kegiatan yang dilakukan menjadi TKI legal maupun illegal

(getah), singkong, jagung

responden pasca migrasi, maka jenis

sudah berkali-kali.

Pertanian

Usaha Salon

Tabel 6 Jenis Pekerjan yang Dikerjakan Responden Selama Menjadi TKI di Luar Negeri Berdagang

Desa Kecamatan Serangkang

Buruh

Desa Berbagai Anyaman

Gantungan kunci, keranjang, tp kue, hiasan,

8 Jenis Pekerjaan

Desa

Desa

Desa Suru

Semangit Entikong Pertukangan

keranjang telor, keranjang buah, kipas kecil.dll

Berbagai jenis Mebel, Kusen Pintu dan Jendela

9 12 9 8 38(31,67) Perkebunan

Coklat (koko), dan sahang (lada).

6 Buru bangunan

Pertanian

Sayuran, karet (getah), singkong, jagung

4 Pembantu Rumah

Tangga/menjaga

Buruh

4 kedai Buruh

4 7 9 9 29(24,17%) Berdagang

1 Perkebunan

Desa Suru Berbagai Anyaman

Gantungan kunci, keranjang, tp kue, hiasan,

Tembawang

6 1 1 - 8(6,67%) Pertukangan

keranjang telor, keranjang buah, kipas kecil.dll

Perbengkelan

Berbagai jenis Mebel, Kusen Pintu dan Jendela

Coklat (koko), dan sahang (lada). Sayuran,

Pertanian

30(25%) 120 Buruh

karet (getah), singkong jagung dll

Ayam, bebek, sapi, babi dll.

6 7. Instansi yang Memberikan

perkebunan biasanya dilakukan

Desa Semangit Berbagai Anyaman

Gantungan kunci, keranjang, tp kue, hiasan,

keranjang telor, keranjang buah, kipas kecil.dll

Pembinaan dan Pelatihan

oleh penyuluh pertanian yang Selama ini instansi yang aktif jumlahnya di daerah tingkat II sangat

Pertukangan

Berbagai jenis Mebel, Kusen Pintu dan Jendela

7 memberikan

pembinaan

dan terbatas. Kalau usaha yang dilakukan

6 pelatihan kepada para pelaku usaha oleh warga dalam bentuk kelompok

Perkebunan

Coklat (koko), dan sahang (lada). Sayuran,

Pertanian

karet (getah), singkong, jagung dll.

3 di daerah perbatasan adalah dari cenderung agak mudah mendapatkan pihak Deperindag provinsi atau pembinaan dan pelatihan karena

Buruh

Deperindag daerah Tingkat II; serta biasanya diundang ke ibu kota

4 Depkop dari daerah Tingkat I atau kabupaten apabila ada pelaksanaan daerah tngkat II. Di samping itu untuk pembinaan dan pelatihan. Walaupun

Beternak

Ayam, bebek, sapi, babi, dll

penyuluhan bidang pertanian dan demikian dirasakan oleh warga penyuluhan bidang pertanian dan demikian dirasakan oleh warga

LSM yang

memberikan

penyuluhan dan pelatihan kepada masyarakat di daerah perbatasan akan tetapi seperti halnya yang dilaksanakan oleh pihak pemerintah sifatnya temporer, tidak terpola, dan sifatnya tidak berkelanjutan. Ada beberapa warga yang menekuni usaha perkebunan dan beberapa warga yang menekuni industri perkayuan mebel yang merasakan manfaat dari seringnya mendapat penyuluhan dan pelatihan. Hal ini terungkap dari wawancara dengan beberapa warga yang menyatakan mereka

sangat

membutuhkan

pembinaan dan modal

dalam

menjalankan berbagai jenis usaha demi

untuk

kelangsungan

penghidupan dalam keluarga.

8. Bentuk Pembinaan Oleh Instansi

Terkait

Kepada

Masyarakat Perbatasan

Di desa Entikong yang lokasinya mudah dijangkau pembinaannya dilakukan dalam bentuk konsultasi langsung, serta mengikutsertakan dalam berbagai kegiatan pelatihan

dan penyuluhan. Sebaliknya desa- desa yang susa dijangkau mereka harus datang ke ibu kota kecamatan untuk

menerima

pelatihan,

penyuluhan, konsultasi, bantuan modal/sarana produksi perkebunan dan perkayuan serta bimbingan teknis. Bentuk pembinaan lain yang pernah diberikan kepada masyarakat di kecamatan Entikong khususnya yang menekuni usaha rumah tangga berupa bantuan bahan anyam- anyaman,

pembinaan

mental

kewirausahaan, dan pengetahuan tentang pemasaran. Metode ang biasanya digunakan dalam pembinaan dan pelatihan adalah ceramah tanya jawab, pembimbingan dan pendampingan, simulasi dan praktik langsung. Ceramah

digunakan

untuk

menyampaikan materi secara klasial yang disertai dengan tanya jawab sebelum dilaksanakan simulasi.

Analisis kebutuhan Penyusunan Model Pemberdayaan TKI Pasca Migrasi

Sebelum model disusun, terlebih dahulu dilakukan analisis kebutuhan tentang model yang akan dikembangkan.

Penyusunan

rancangan model konseptual dilakukan

dengan

melibatkan

berbagai masukan dan komponen. Rancangan model merupakan kerangka atau dasar-dasar dari sebuah bangun

model yang hendak disusun ke dalam model yang operasional untuk

diujicobakan. Model konseptual yang disusun

permasalahan yang sedang dialami calon peserta pelatihan. Hasil rancangan model konseptual diawali dengan input atau masukan yang terdiri masukan mentah (raw data), masukan instrumental (instrumental input) dan masukan

adalah warga belajar dalam hal ini TKI pasca migrasi yang dibatasi oleh kriteria

masyarakat serta aparat pemerinta. Masukan instrumental adalah sumber daya manusia dan sumber daya non manusia. Sumber daya manusia adalah fasilitator, pembina, mitra usaha. Sumber daya non manusia terdiri dari fasilitas pelatihan, program pelatihan, strategi dan metode belajar, media, tempat pelatihan dan sarana endukung lainnya. Masukan lingkungan berhubungan dengan faktor sosial budaya, lingungan alam serta dkungan masyarakat dan pemerintah. Faktor lain yang dianggap berpengaruh adalahpotensi dan peluang pasar yang harus menjadi perhatian ketika melakukan identifikasi kebutuhan. Berdasarkan uraian analisis model pemberdayaan tersebut dan hasil penelusuran profil TKI pasca migrasi baik

wawancara serta hasil diskusi terfokus dengan toko masyarakat dan aparat pemerintahan tingkat kecamatan

Entikong

disepakati

model pemberdayaan TKI pasca migrasi serta edukasi bagi keluarga dan lingkungan antara lain:

1. Usaha aneka anyaman bambu dan akar kayu lainnya, keterampilan usaha ini dipilih dengan pertimbangan: (a) bahan bakunya mudah diperoleh di lingkungan mereka banyak terdapat banyak bambu dan rotan di hutan-hutan sehingga lebih mengunungkan, (b) dibutuhkan oleh masyarakat lain termasuk warga tetangga di Serawak sehingga potensial untuk dipasarkan, (c) berbagai anyaman yang telah ada selama ni di masyarakat perbatasan merupan warisan budaya mereka yang perlu dilestarikan, (d) memiliki banyak ragam model yang dapat dikembangkan, dan (e) cukup banyak masyarakat yang terampil dalam mengayam karena menganyam adalah warisan nenek moyang mereka.

2. Industri rumah tangga pembuatan berbagai jenis mebel, kusen pintu, dan kusen jendela. Keterampilan usaha ini dipilih dengan alasan: (a) bahan baku kayu

cukup banyak bahkan melimpah di sekitar hunian penduduk, (b) banyak yang memerlukan terutama untuk keperluan pembuatan rumah dan keperluan rumah tangga dan berpotensi untuk dijual ke pasar terdekat di Entikong dan diminati oleh warga Serawak. Memang selama ini mereka sudah dapat membuat berbagai

mebel

tetapi masih dikerjakan secara tradisionil, (c) cukup banyak model yang dapat tetapi masih dikerjakan secara tradisionil, (c) cukup banyak model yang dapat

memberdayakan mereka agar

tanaman lada (sahang) dan

beberapa rekomendasi berikut ini.

1. Pembinaan yang dilakukan coklat (koko). Kedua tanaman

3. Budi daya sahang (lada) dan

bisa bangkit dari keterpurukan.

coklat (koko). Hasil dari usaha

kepada TKI pasca migrasi dalam perkebunan ini dipilih dengan

2. Profil TKI pasca migrasi di

budidaya hasil perkebunan ini

kegiatan usahanya alasan: (a) lokasi tanah di

daerah perbatasan sepanjang

dirasa belum maksimal karena

mengelola

hendaknya bersifat konfrehenship, Entikong sangat cocok dengan

dikelola secara tradisional. Di

tidak hanya pada satu aspek saja tanaman lada dan coklat, (b) harga

memenuhi kebutuhan hidupnya

samping itu ada juga beberapa

termasuk menyediakan lada dan coklat di pasaran baik

pada dasar mereka sudah

TKI pasca migrasi yang bersaha

tetapi

dalam usaha dalam maupun luar negeri cukup

berusaha secara maksimal untuk

bahan baku, tinggi, (c) sangat diminati oleh warga

memanfaatkan sumber daya

perkayuan/pertukanan

seperti

mendapatkan

permodalan, dan pemasarannya. Serawak Malaysia, (d) budi daya

alam yang ada disekitar hunian

membuat berbagai mebel, kusen

Dengan demikian pembinaan yang yang dikembangkan masyarakat

mereka, akan tetapi karena

pintu, dan kusen jendela.

selama ini cenderung parsial dan selama ini masih bersifat tradisional

kurangnya pembinaan dari

Mengayam yang merupakan

pihak yang terkait dan

warisa budaya mereka juga

tidak

sehingga kadang-kadang gagal

keterampilan yang dimiliki

dikembangkan oleh beberapa

panen, dan (e) kedua tanaman ini

sifatnya masih tradisional

keluarga dalam berbagai bentuk

dapat dipetik hasilnya dalam jangka

berkelanjutan dalam waktu yang waktu yang tidak terlalu lama

sumber daya alam belum

5. Berdasarkan analisis terhadap

relatif lama dapat dilakukan secara

maksimal.

hasil studi pendahuluan, maka

berkesinambungan dan dengan

intensitas yang tinggi. KESIMPULAN DAN

3. TKI pasca migrasi pada

dirancang model pemberdayaan

2. Pembinaan yan akan diberikan REKOMENDASI

umumnya pernah mendapat

TKI pasca migrasi sebagai

kepada TKI pasca migrasi di Kesimpulan

penyuluhan maupun pelatihan

upaya untuk membantu

perbatasan Indonesia- Berdasarkan analisis data

dari pemerintah melalui pihak

sepanjang kecamatan hasil penelitian, maka berikut ini

dan

yang terkait, tetapi dampaknya

kebutuhan hidupnya bersama

Malaysia

Entikong hendaknya sesuai dengan dikemukakan kesimpulan sebagai

tidak seperti yang diharapkan.

dengan keluarganya dengan

karakteristik dan kondisi daerah berikut:

Program yang mereka terimah

haapan dimasa yang akan

tidak terpola secara sistematis,

datang dapat bangkit dari

setempat. Dengan demikian segalah

hambatan yang muncul baik pada bahwa di sepanjang perbatasan

1. Studi pendahuluan menunjukkan

sifatnya hanya temporer, dan

keterpurukan.

Model

pembinaan berlangsung Indonesia-

tidak berkelanjutan di samping itu

pemberdayaan yang dirancang

saat

maupun di masa yang akan datang Kecamatan

Malaysia

di

tidak kontrol yang terencana

adalah model pembinaan

dapat diminilisir. Kenyataan selama umumnya dihuni oleh warga

Entikong

pada

terhadap setiap tahapan

berkelanjutan

yang

ini beberapa pembinaan yang pernah menjadi TKI baik di

diberikan tdak sesuai dengan Serawak Malaysia maupun di

akibatnya tidak banyak yang

keterampilan dan pembinaan

karakteristik, kondisi daerah, dan negara lainnya. Kepulangan para

berubah dalam kehidupan

usaha secara berkelanjutan

keadaan geografis mereka, akhirnya TKI ini ke kampung halamannya

mereka setelah selesai mengikuti

menjadi satu kesatuan sistem

tidak seperti yang membawah dampak bagi diri,

program, terutama dalam hal

peningkatan pendapatan atau

diharapkan TKI pasca migrasi

diharapkan.

keluarga, dan lingkungannya,

3. Ujicoba model pemberdayaan mereka tidak berdaya akibat

taraf hidup.

TKI pasca migrasi serta berbagai

4. Usaha para TKI pasca migrasi

mengembangkan usaha secara

untuk melihat ketidakadilan

perlakuan

dan

dalam memenuhi kebutuhan

mandiri

penerapannya

efektivitas yang direkomendasikan selama menjadi TKI. Oleh sebab

yang

diterima

hidupnya dengan keluarganya

pada penelitian tahap pertama atau itu perlu dicari jalan keluarnya

tahun pertama ini direncanakan akan berupa

Berdasarkan kesimpulan yang teah

upaya

untuk

perkebunan seperti budidaya

dirumuskan, maka dapat diajukan

dilaksanakan di Entikong, dengan dilaksanakan di Entikong, dengan

TKI Purna migrasi. Tersedia Saman, Sisilya (2003). Perlindungan adalah daerah ibu kota kecamatan

Usaha Keluarga Sejahtera

Hukum terhadap TKW yang Entikong yang praktis mempunyai

(KUKESRA)

di Kabupaten

dalam

Bekerja di Sarawak- Malaysia fasilitas dan sarana yang memadai

Cianjur. Disertasi Doktor PPS

(http//bataviase.co.id/detail

Daerah Kalbar). untuk kelangsungan pelatihan, (b)

UPI, Bandung. Tidak diterbitkan

berita-10482658)

(Kasus

Penelitian Kajian agak mudah dijangkau oleh para

Laporan

FKIP UNTAN tutor kelak, termasuk juga dalam hal

Kindervatter, S. (2009). Nonformal

Putranto T (2009). Bagaimana

Wanita,

Pontianak melaksanakan pemantauan secara

Educatin as An Empowering

Mengatasi Permasalahan di

Prosess.

Massachusess:

Daerah Perbatasan Puslitbang

berkelanjutan.

Centre fo International

Strahan Balitbang Dephan, Saman, Sissilya (2008). Analisis

Education University of

Jakarta

Tindak Kekerasan Terhadap

Tenaga Kerja Wanita yang DAFTAR PUSTAKA

Massachusess.

Bekerja di Sarawak Malaysia( Anwar (2003). Pengembangan Model Mariana B.R. (2009). Model Pelatihan

Kasus Daerah Perbatasan Pengelolaan

Saman, Sisilya dan Regina (2002).

Indonesia Malaysia di Entikong keterampilan Berbasis Sosial

Pembelajaran

Pemberdayaan TKI Pasca

Profil Tenaga Kerja Wanita

Kalimantan Barat. Laporan Budaya

Migrasi untuk Meningkatkan

Penelitian Fundamental FKIP Nelayan (Studi Perubahan

bagi

Perempuan

Kemampuan Berwirausaha

Lintas Batas

UNTAN Pontianakt Sosial

untuk Menopang kebutuhan

Indonesia Malaysia

melalui

Introduksi

Keluarga. Untan Pontianak:

di Entikong Kalimantan Barat.

Teknologi pada

Laporan Penelitian Kajian Sugiyono. 2008. Metode Penelitian nelayan

keluarga

Laporan Penelitian

Pendidikan: Pendekatan Kabupaten Kendari). Disertasi Mc. Millan, J H. dan Schumacher.

Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Doktor PPS UPI, Bandung

Pontianak.

(2001). Research In Education,

Bandung: Alfabeta

A conceptual Introduction. Fifth

Alma, B. (2005). Berbagai Jenis

edition. New York: Addison

Kewirausahaan.

Bandung:

Wesley Longman. Inc

Alfabeta

Moleong, L Y. (2002). Metodologi

Bogdan, R C. dan Bilden, S K. (1982).

Penelitian Kualitatif. Bandung

Qualitative Research

for

Remaja . Karya CP.

Education, An Introduction to Theory and Methods. Boston: Miles, Matthew B. And A.Michael Allyn and Bacon Inc

Huberman. (1992). Qualitative Data Analysis. A Source Book

of New Methods. London: Sage

Opportunities In the Informal

detail berita-106.htlm/

Sector of Freetown In Sierra Leone. Journal Adult Education Pemda Kalbar (1999). Rencana and Development. Vol. 3 (6), 1-

Pembangunan Kalimantan

14. Barat Ke depan. Bapeda Kalbar

Kartika, I. (2001). Pengembangan Model

PLS

untuk

Poelungan, L.Y. 2009. Mendesak

Pemberdayaan Penerima Kredit

Perda tentang Pemberdayaan

ANALISIS PERSPEKTIF TEORI ATRIBUSI TENTANG REAKSI MOSIONAL

Wilson dan Fasko (1992); Eccles, et DAN HARAPAN SUKSES SISWA SMA TERHADAP KEBERHASILAN

kegagalan dalam belajar juga dapat

menjadi pemicu untuk lebih giat dan al. (1993); dan Coie, et al. (1993) DAN KEGAGALAN BELAJARNYA

tekun, pantang menyerah, lebih gigih juga mendapati bahwa pengalaman (Studi sebagai Dasar Pengembangan Model Bimbingan Atribusional

keberhasilan tidak untuk Peningkatan Mutu Perilaku Belajar dan Hasil Belajar)

dan berjuang keras, dan seterusnya, memperoleh

manakala kegagalan itu dipersepsi dengan sendirinya membuat merasa secara positif pula.

lebih percaya diri, meningkat harapan

Retno Damayanti

suksesnya, dan seterusnya. Wittrock

STKIP-PGRI Pontianak

bahkan berani keberhasilan maupun kegagalan itu mengatakan: "Success is not enough dipersepsi secara negatif, maka by itself". Semua itu mengisyaratkan

ABSTRAK kedua-duanya dapat menjadi pemicu bahwa ada siswa yang menjadi Luaran penelitian ini adalah hipotesis-hipotesis baru yang dapat digunakan

dan terpelihara untuk memperkuat teori-teori yang telah ada atau mengoreksi dan memberikan

bagi perilaku agresif, depresif, pasif, percaya

diri

putus asa, membolos, dan perilaku motivasinya setelah memperoleh pemikiran baru mengenai atribusi siswa terhadap keberhasilan dan kegagalan

negatif lainnya. Temuan penelitian keberhasilan belajar tetapi banyak belajarnya serta reaksi emosional dan harapan suksesnyanya. Dengan

Magnusson (1989) menunjukkan juga yang tidak. Temuan-temuan

demikian, akan dapat terjadi reformulasi teori dan akhirnya dapat dilakukan penelitian itu memperkuat dasar

bahwa kegagalan akademik dapat

pemikiran tentang perlu dilakuan pembentukan konsep baru. Sebanyak 400 siswa SMA di Kalimantan Barat

orientasi penguasaan, menurunkan penelitian lebih mendalam untuk dilibatkan sebagai subjek penelitian ini. Dengan menggunakan analisis faktor

ketidakpastian mendapati bahwa atribusi siswa ketika mengalami keberhasilan belajar

menimbulkan reaksi negatif. Jika atribusional beserta reaksi emosional berpandangan penyebabnya berada pada diri sendiri, dapat dikendalikan, dan

secara dan harapan sukses pada siswa SMA tergantung pada diri mereka. Konsistensi atribusi seperti ini ditunjukkan juga

Barat setelah pada saat mereka mengalami kegagalan belajar. Reaksi emosional siswa

berkelanjutan, maka siswa dapat se-Kalimantan

mengalami apa yang disebut dengan mengalami

keberhasilan dan

ketika mengalami keberhasilan cenderung bangga, puas, tetapi ada juga yang kegagalan belajar.

psikologis seseorang yang telah

Dalam konteks siswa SMA bersalah, dan geram. Adapun harapan sukses mereka dalam kondisi

heran, sedangkan ketika mengalami kegagalan cenderung menyesal, merasa

sampai pada keyakinan bahwa

Kalimantan Barat yang keberhasilan cenderung lebih tinggi ketimbang dalam kondisi kegagalan.

dirinya sudah tidak dapat lagi di

populasinya amat heterogen, atribusi dari tugas-tugas yang sulit, kurang terhadap keberhasilan dan kegagalan Kata-kata kunci: atribusi, reaksi emosional, harapan sukses

mengatasi kegagalannya, menghindar

tekun dalam menghadapi kesulitan,

belajar serta reaksi emosionaldan

harapan suksesnya itu akan dikaji kegagalan (Dweck, 1986; Weiner, variasinya dari sudut pandang PENDAHULUAN

keetnikan: yakni etnik Melayu, Dayak, Keberhasilan dan kegagalan dapat berupa kegagalan dan

(Dweck, 1986). Hasil belajar yang

Cina, dan etnik pendatang lainnya dengan

Dalam kaitannya dengan (mencakup Jawa, Madura, Bugis, emosional

berbagai

konsekuensi

keberhasilan itu menjadi amat penting

dan motivasionalnya karena dapat menjadi pemicu bagi belajar, kondisi seperti ini dapat Batak, Sunda, dan Banjar). Etnik merupakan peristiwa potensial yang daya-daya jiwa yang lain pada diri

menimbulkan tingkat kondisi yang Melayu, Dayak, dan Cina dikaji dihadapi para siswa SMA dalam mereka. Daya-daya jiwa itu, di

secara tersendiri karena tiga etnik itu sepanjang perjalan pendidikannya;

disebut

"learn-helplessness".

yang dominan di bukan saja bagi siswa yang termasuk

antaranya adalah menjadi percaya

Sungguhpun demikian, bukan berarti merupakan

Kalimantan Barat. Sedangkan etnik kategori "kurang" melainkan juga

diri, meningkat motivasi belajarnya,

bahwa keberhasilan belajar serta-

lainnya jumlah populasinya tidak yang masuk ke dalam kategori keberhasilan

sedemikian banyak. Dengan kajian "sedang" dan bahkan "pintar" secara positif. Demikian juga,

belajar

dipersepsi

kepercayaan-diri, ketekunan, dan

motivasi. Penelitian Dweck (1986); dari perspektif keetnikan itu akan motivasi. Penelitian Dweck (1986); dari perspektif keetnikan itu akan

dapat memberikan nuansa yang

bimbingan dan konseling dan

menunjukkan

kekhasan

Pengumpulan data dilakukan dengan teori atribusi dalam konteksnya

skala pengukuran sesuai dengan dengan keberhasilan dan kegagalan

sekali kepada studi atribusional dan

juga variabel penelitian yang hendak belajar serta reaksi emosional dan

studi motivasional.

Penelitian

ini

memberikan warna baru bagi studi diukur. Untuk mengukur variabel harapan suksesnya karena setiap

atribusi siswa digunakan Skala etnik

Dalam konteks pendidikan,

Indonesia dengan memperkenalkan Atribusi. Untuk mengukur variabel budayanya sendiri yang masih relatif

memiliki latar

belakang

penelitian ini memberikan sumbangan

yakni reaksi emosional digunakan Skala kental. Dengan demikian, Teori dengan apa yang disebut oleh Coie,

konseptual-ilmiah terutama berkaitan

pendekatan

mutakhir,

pendekatan atribusional. Wittrock Afeksi Keberhasilan dan Skala Afeksi Atribusi dari Barat yang selama ini

(1986) bahkan dengan tegas Kegagalan. Adapun untuk mengukur hampir tidak pernah melibatkan Prevention" yang pembahasannya

et al. (1993) sebagai ”Science of

menuliskan: “In modern times harapan sukses digunakan Skala variabel etnik dan latar belakang secara mendalam masih sangat

Harapan Sukses. Semua instrumen budaya [sehingga seolah-olah teori sedikit. Di antara yang sudah

research on motivation has focused

on topics such as reinforcement, itu lebih dahulu diujicobakan secara atribusi itu bebas budaya] akan dapat

need for achievement, intrinsic and built-in dan kemudian diuji validitas diperkaya dengan temuan-temuan baru Dinkmeyer & Dinkmeyer (1986)

melakukannya secara mendalam

reliabilitasnya sehingga penelitian

extrinsic motivation, locus of control, serta

syarat untuk memasukkan variabel etnik dengan

ini yang

sengaja dan Heppner, et al. (1986). Melalui

and most recently attribution.”

memenuhi

mengumpulkan data penelitian. segala latar belakang budayanya.

penelitian ini akan memperkaya

disiplin science of prevention tersebut

Di dalam Encyclopedia of

Untuk menganalisis atribusi Selain itu, atribusi terhadap etniknya.

yang disertai dengan kekhasan

Educational Psychology Research

(1992) juga dinyatakan bahwa siswa SMA Negeri Kalimantan Barat keberhasilan dan kegagalan belajar

pendekatan atribusional merupakan terhadap keberhasilan dan kegagalan serta reaksi emosional dan harapan

salah satu penelitian mutakhir; dua digunakan Analisis Faktor (Factor suksesnya itu juga akan dikaji dari

Dalam konteksnya dengan

lainnya adalah teori Self-efficacy dan Analysis), khususnya Confirmatory sudut

studi atribusional, penelitian ini

Helplessness. Yang amat menarik Factor Analysis (Heppner et al., diebtanaskan dengan yang tidak (orisinalitasnya)

mata pelajaran

adalah bahwa para peneliti dari teori 1992). Adapun prosedur analisis ini diebtanaskan. Perspektif ini perlu mengintroduksikan

yakni

dengan

self-efficacy (misalnya Bandura, dilakukan melalui tahap-tahap: (a) dikaji karena mata pelajaran yang

penelitiannya

1977; 1986; Sanna, 1992) dan teori menyusun matrik korelasi, (b) menguji tidak

pada "subjek yang sehat": yakni

helplessness (misalnya Withaker, asumsi, (c) melakukan analisis dipandang

diebtanaskan

seringkali

siswa SMA pada umumnya yang

dengan Prinsipal sehingga sangat boleh jadi dapat menunjukkan

1993) menemukan bahwa self- komunalitas

efficacy maupun helplessness sangat Component Analysis, (d) menyusun mewarnai atribusinya.

gejala

perilaku

malasuai (maladjustment). Dalam

bergantung pada atribusi.

matrik faktor tanpa rotasi, (e) rotasi

faktor dengan prosedur varimax, dan Dengan

penelitian-penelitian

terdahulu,

(f) menyusun struktur matrik muatan seperti itu, akan dapat memperkaya adalah individu yang menunjukkan

analisis

atribusi

subjek penelitiannya sebagian besar

faktor yang telah dirotasi (Nurrosis, dan memberikan kontribusi yang lebih gejala "kurang atau tidak sehat".

1982). Untuk menganalisis reaksi variatif terhadap pengembangan teori Sebagai contoh, penelitian yang

METODE PENELITIAN

Penelitian ini melibatkan tiga emosional (emosi keberhasilan dan atribusi yang selama ini banyak dilakukan oleh Wilson dan Linville

variabel: (1) atribusi, (2) reaksi emosi kegagalan) serta harapan dikembangkan di negara-negara (1992); Weiner (1986); Wittrock

siswa SMA Negeri Barat.

emosional mencakup: (a) emosi sukses

(1986), semuanya menggunakan

keberhasilan, dan (b) emosi

Kalimantan Barat digunakan Analisis

kegagalan), dan (3) harapan sukses. Faktor (Factor Analysis), khsususnya Penelitian ini memberikan

subjek penelitian yang "kurang

Sebagai subjek penelitian melibatkan Exploratory Factor Analysis (Nurrosis, sumbangan

sehat" yakni mahasiswa depresif.

1982). Adapun untuk mengetahui khususnya

konseptual-ilmiah Jadi, sekali lagi, penelitian ini

sebanyak 400 orang siswa SMA

kepada

disiplin

Negeri se-Kalimantan Barat yang signifikansi perbedaan atribusi, reaksi Negeri se-Kalimantan Barat yang signifikansi perbedaan atribusi, reaksi

besar

cenderung

dilihat dari perbedaan etniknya, mengatribusikan bahwa penyebab Analisis faktor terhadap peristiwa Barat, maka diperoleh atribusi siswa yakni Melayu, Dayak, Cina, dan etnik keberhasilan itu berada pada dirinya,

kegagalan dikenakan kepada subjek ketika mengalami kegagalan dalam pendatang

penelitian yang berjumlah 400 orang belajar sebagaimana tertera pada Analisis Varians Dua Jalan (Two Way tergantung pada diri mereka. Ini

lainnya,

digunakan dapat dikendalikan oleh mereka,

2. Analysis of Varians) (Minium, 1970; berarti bahwa dalam mengahadapi

siswa SMA Negeri di Kalimantan pada

Tabel

Popham & Sirotnik, 1973). Proses keberhasilan belajar, atribusi siswa

Tabel 2. Atribusi Siswa dalam Memperoleh Kegagalan Belajar (n = 400)

analisis data seluruhnya dilakukan cenderung internal, terkendali, dan

No.

Dimensi Atribusi

Frekuensi

Persentase (%)

dengan bantuan

komputer tak stabil. Atribusi seperti ini sangat

Penyebab Tersebut:

menggunakan Program SPSS for ajastif bagi peningkatan motivasi dan

1. Berada pada diri saya

Windows Release 10.0.

kondusivitas reaksi emosional bagi

2. Cenderung bersifat tetap

41 proses belajar mendatang. Namun 10,33

3. Dapat saya kendalikan

21 demikian, perlu dicermati juga secara 5,33

4. Berada di luar diri saya

5. Cenderung berubah-ubah

17 HASIL DAN PEMBAHASAN 4,33

lebih jeli karena sangat boleh jadi

6. Mustahil untuk dapat dikendalikan

33 8,33 Hasil analisis faktor terhadap

atribusi seperti itu muncul karena

7. Menggambarkan keadaan diri saya

21 subjek penelitian yang berjumlah 400 5,33

peristiwa yang dihadapi adalah

8. Bersifat permanen

9. Tergantung pada diri saya

orang siswa SMA Negeri di peristiwa

yang

menyenangkan.

10. Menggambarkan keadaan di luar saya

Kalimantan Barat, maka diperoleh Pertanyaannya adalah apakah ketika

11. Bersifat sementara

atribusi siswa ketika mengalami siswa mengalami kegagalan juga

12. Mustahil ditingkatkan

keberhasilan dalam

Tabel 2 itu menunjukkan bahwa mereka yakni cenderung internal, sebagaimana tertera pada pada Tabel ketika

belajar menunjukkan atribusi sebagaimana

mereka

mengalami

ketika siswa mengalami kegagalan terkendali, dan tak stabil. Atribusi

belajar, ternyata atribusinya juga seperti ini menurut kerangka teori

menguntungkan bagi Tabel 1 itu menunjukkan sangat berbeda.

psikologis dari dua peristiwa itu

perilaku-perilaku bahwa ketika siswa mengalami

penyebabnya berada di dalam diri pengembangan

mereka,

ajastif di kemudian hari. Selain itu, tergantung pada diri mereka, dan juga kondusif bagi peningkatan

dapat

dikendalikan,

bersifat sementara. Ini berarti bahwa motivasi perilaku positif di kemudian

Tabel 1. Atribusi Siswa dalam Memperoleh Keberhasilan Belajar (n = 400) No.

ketika mereka mengalami kegagalan hari; termasuk peningkatan perilaku

Dimensi Atribusi

Frekuensi

Persentase (%)

Penyebab Tersebut:

dalam belajar juga atribusinya dan prestasi belajar ke arah yang

1. Berada pada diri saya

cenderung internal, terkendali, dan semakin baik.

2. Cenderung bersifat tetap

tak stabil.

3. Dapat saya kendalikan

Hasil analisis faktor terhadap

4. Berada di luar diri saya

5. Cenderung berubah-ubah

Temuan penelitian ini juga subjek penelitian yang berjumlah 400

6. Mustahil untuk dapat dikendalikan

mengandung makna bahwa atribusi orang siswa SMA Negeri di

7. Menggambarkan keadaan diri

siswa SMA Negeri di Kalimantan Kalimantan Barat, maka diperoleh

adanya reaksi emosional siswa ketika

8. Bersifat permanen

9. Tergantung pada diri saya

konsistensi atribusi, baik ketika mengalami

keberhasilan dalam

10. Menggambarkan keadaan di luar

mengalami keberhasilan maupun belajar sebagaimana tertera pada

saya

kegagalan dalam belajarnya. Atribusi pada

Tabel

11. Bersifat sementara

12. Mustahil ditingkatkan

Tabel 3. Reaksi Emosional Siswa dalam Memperoleh Keberhasilan Belajar (n = 400)

Tabel 4 itu menunjukkan menjadi

pendorong munculnya

bahwa ketika mengalami kegagalan “reparative

behavior” (perilaku

No. Reaksi Emosional

Frekuensi

Persentase (%)

dalam belajar, para siswa sebagian memperbaiki diri) sehingga perasaan

1. Bangga

besar cenderung memiliki reaksi ini dipandang kondusif bagi perbaikan

2. Percaya Diri

3. Merasa Mampu

perilaku berikutnya.

Berdasarkan perhitungan distribusi

5. Puas

emosional seperti ini jika dilihat dari frekuensi, diperoleh harapan sukses

6. Heran

termasuk siswa SMA Negeri Kalimantan Barat menguntungkan karena akan ajastif Dari Etnik Melayu, Dayak, Cina, dan

pendatang lainnya jika Tabel 3 itu menunjukkan bahwa

bagi pengembangan perilaku positif etnik

keberhasilan atau ketika

Akan lebih ajastif bagi

dan peningkatan motivasi belajar di memperoleh

belajar sebagaimana keberhasilan belajar, maka reaksi kondusif bagi peningkatan motivasi

siswa

memperoleh pengembangkan perilaku positif serta

kemudian hari. Weiner mengatakan kegagalan

5. emosional yang muncul pada diri belajar di kemudian seandainya

bahwa perasaan penyesalan dapat tertera

pada Tabel

mereka sebagian besar merasa reaksi emosional yang muncul pada

bangga dan puas. Reaksi emosional mereka

ketika

memperoleh

Tabel 5. Harapan Sukses Siswa SMA Negeri Kalimantan Barat Dari Etnik Melayu, Dayak, Cina, Dan Etnik Pendatang Lainnya Jika Memperoleh Keberhasilan atau Kegagalan Belajar

seperti ini sesungguhnya jika dilihat keberhasilan adalah merasa mampu

No.

Kondisi Harapan Sukses

Mean

SD

dari teori Weiner masih kurang ajastif dan percaya diri.

1. Harapan Sukses Kondisi Keberhasilan

bagi pengembangan perilaku popsitif

2. Harapan Sukses Kondisi Kegagalan

dan kurang kondusif bagi peningkatan

Analisis faktor kepada subjek

motivasi belajar di kemudian hari. penelitian sebanyak 400 orang siswa Sebab, ketika mereka memperoleh SMA Negeri di Kalimantan Barat,

behavior” (perilaku keberhasilan belajar dan reaksi diperoleh reaksi emosional siswa

Tabel 5 itu menunjukkan bahwa mean “reparative

harapan sukses kelompok kondisi memperbaiki diri) sehingga harapan emosionalnya hanya merasa bangga ketika mengalami kegagalan belajar

keberhasilan lebih besar (5,20) sukses ini dipandang kondusif bagi dan puas kurang berkorelasi dengan sebagaimana tertera pada Tabel 4.

kelompok perbaikan perilaku berikutnya. dinamika perilaku yang bersifat

dibandingkan

dengan

kegagalan belajar (4,80) dengan

kinerja melainkan hanya berkaitan standar deviasi yang sama KESIMPULAN DAN SARAN

engan perasaan semata.

Berdasarkan hasil-hasil bahwa siswa ketika mengalami penelitian dan pembahasan yang

besarnya (0,70). Ini dapat dimaknai

keberhasilan belajar ternyata harapan telah dipaparkan, dapat ditarik

Tabel 4. Reaksi Emosional Siswa dalam Memperoleh Kegagalan Belajar (n = 400)

suksesnya cenderung lebih tinggi kesimpulan berikut ini:

No. Reaksi Emosional

1. Atribusi siswa SMA Negeri

2. Malu

24 6 kegagalan belajar. Temuan penelitian

Kalimantan Barat dari etnik

3. Pasrah

28 7 ini menunjukkan sesuatu yang wajar

Melayu, Dayak, Cina, dan etnik

4. Geram

5. Putus Asa

32 8 dan menggembirakan karena harapan

pendatang

lainnya jika

6. Heran

20 5 sukses yang tinggi dalam mengalami

memperoleh keberhasilan belajar

7. Merasa Tidak Mampu

36 9 keberhasilan merupakan prakondisi

cenderung berpandangan bahwa

28 7 psikologis yang bersifat kondusif

faktor

penentu keberhasilan

9. Marah

80 20 untuk mau dan mampu memperbaiki

belajar itu berada pada diri mereka

10. Merasa Bersalah

perilaku menuju perilaku yang lebih

sendiri (20,33%); tergantung pada

ajastif di masa mendatang. Kalau

diri mereka sendiri (11,33%); dan

meminjam istilah dalam teori Weiner

faktor-faktor

penentuan

dapat menjadi pendorong munculnya dapat menjadi pendorong munculnya

digarap adalah atribusi siswa. Ini kendalikan (10,33%).

suksesnya (Mean = 5,20; SD =

0,70) daripada ketika mengalami

bermakna, dan menarik; dan

menjadi semakin penting karena,

kebanyakan teori Kalimantan Barat dari etnik

2. Atribusi siswa SMA Negeri

kegagalan belajar (Mean = 4,80;

konseling yang berkembang pesat Melayu, Dayak, Cina, dan etnik

SD = 0,70).

dengan tingkat berpikir siswa.

ini cenderung pendatang

Semua yang disebutkan tadi

belakang

berorientasi kognitif sehingga mengalami

lainnya

jika penelitian tersebut, diajukan saran-

memang penting, tetapi belum

reaksi emosional lebih dipandang belajar juga cenderung memiliki

kegagalan

dalam

saran berikut ini:

mencukupi untuk memicu dan

sebagai akibat dari intervensi atribusi yang konsisten dengan

1. Perlunya peningkatan standar

memacu motivasi siswa. Karena

kognitif. Kedua, emosi seringkali ketika mengalami keberhasilan

keberhasilan bagi siswa. Untuk

siswa merupakan agen utama bagi

dipandang sebagai aspek yang yakni berpandangan bahwa faktor

mengoptimalkan potensi atribusi

motivasi belajarnya, maka proses

lebih kompleks daripada aspek- penentu kegagalan belajar itu

ajastif bagi perilaku nyata siswa,

judgment atribusional penting

aspek lainnya sehingga psikologi berada pada diri mereka sendiri

untuk dijadikan penentu efektivitas

emosi berkembang sangat lambat (22,33%); tergantung pada diri

keberhasilan dalam intervensi

manipulasi faktor-faktor eksternal

selama lebih dari satu abad, dan mereka sendiri (13,33%); dan

atribusional untuk penanganan

tersebut di atas terhadap motivasi

baru sekitar dua dekade terakhir faktor-faktor

dalam kondisi kegagalan dan

ini aspek emosi menjadi lahan keberhasilan itu dapat mereka

penentuan

keberhasilan. Siswa SMA perlu

pembelajaran, menata iklim kelas

pembahasan ilmiah secara serius. kendalikan (10,33%).

memegang standar keberhasilan

memberikan komentar-komentar,

Akibatnya, wajar jika menjadi

jarang dijumpai teori konseling Negeri Kalimantan Barat dari

3. Reaksi emosional siswa SMA

yang terus meningkat dari waktu

dan merancang sistem evaluasi,

yang langsung berorientasi emosi. etnik Melayu, Dayak, Cina, dan

ke waktu. Standar keberhasilan itu

Untuk pengembangan ini sangat etnik pendatang lainnya jika

perlu dikemas ke dalam harapan-

memperhatikan pengaruhnya bagi

dibutuhkan penelitian dasar secara memperoleh keberhasilan belajar

harapan sukses siswa yang

proses judgment tersebut. Ini

tentang seluk-beluk cenderung

ditetapkan secara rasional dan

menjadi semakin penting karena

serius

emosi dan (24,29%); merasa puas (20,29%);

merasa

bangga

realistis oleh sekolah, penciptaan

dalam bingkai psikologi kognitif,

pengubahan

selanjutnya dikembangkan strategi merasa percaya diri (12,29%);

atmosfir kompetitif oleh sekolah,

proses judgment tersebut bukan

pengubahannya. tetapi ada juga yang merasa heran

hubungan intrapsikis antar warga

hanya dipengaruhi oleh tahap

perkembangan kognitif siswa dan

keterampilan kognitif pada bidang DAFTAR PUSTAKA

tertentu saja, melainkan juga Bandura, A. (1977). “Self-Efficacy: Negeri Kalimantan Barat dari

4. Reaksi emosional siswa SMA

terhadap para pelajar yang akhir-

Toward A Unifying Theory of etnik Melayu, Dayak, Cina, dan

akhir memperoleh prestasi luar

dipengaruhi oleh keterampilan-

Change.” etnik pendatang lainnya jika

biasa di tingkat internasional

keterampilan berpikirnya yang

Behavior

Psychological Review, 84, 191- mengalami

penting untuk ditanamkan secara

lebih luas dan melintas antar

kegagalan

dalam

mendalam ke dalam diri siswa.

belajar cenderung

merasa

2. Pelibatan

lebih jauh

faktor

mencakup keterampilan berpikir

menyesal (30,00%);

Bandura, A. (1986). “Recycling bersalah (20,00%); dan merasa

merasa

motivasional siswa ke dalam

produktif, kritis, intuitif, dan kreatif.

Misconceptions of Perceived geram (10,00%).

proses pembelajaran. Selama ini,

3. Perlu pengembangan intervensi

pelibatan faktor motivasional ke

yang langsung mengarah kepada

Self-Efficacy.” Cognitive

Therapy and Research, 8, 231- Negeri Kalimantan Barat dari

5. Harapan sukses siswa SMA

dalam proses pembelajaran lebih

banyak difokuskan pada faktor-

motivasional yang dikembangkan

oleh Weiner melalui intervensi Berk, L.E. (1989). Child Development. etnik pendatang lainnya jika

etnik Melayu, Dayak, Cina, dan

faktor eksternal untuk memacu

Boston: Allyn and Bacon. memperoleh keberhasilan belajar

siswa; misalnya: upaya-upaya

atribusional itu sesungguhnya

cenderung lebih tinggi harapan

secara tidak langsung karena yang

Coie, et al. (1993). “The Science of Lopez, F.G. (1993). “Cognitive

Suggestions.” British Journal of Prevention:

Popham, W.J. and Sirotnik, K.A.

Clinical Psychology, 27, 93- Framework

A Conceptual

Process in Close Relationship:

(1983). Educational Statistics:

Use and Interpretation. New

Directions for A National

Implications for Counseling.”

York: Harper & Row.

Research Program.” American Weiner, B. (1990). “History of

Psychologist, 48, 1013-1022.

Psychology, 71, 310-315.

Rotter, J.B. (1990). “Internal Versus

Motivational Research in

Education.” Journal of Cormier, L.J. and Cormier, L.S. Minium, E.W. (1990). Statistical

Personality and Social (1985). Interviewing Strategies

Reinforcement: A Case History

Psychology, 55, 738-748. for

Reasoning in Psychology and

of A Variable.” American

Helpers.

Monterey,

Education. New York: John

Psychologist, 45, 489-493.

California: Brooks/Cole.

Wiley & Sons.

Weiner, B. (1992). “Motivation.”

Dalam Marvin C. Alkin (Ed.), Dweck, C.S. (1986). “Motivational Murdock, N.L. and Remont, S.K.

Russel, D. and McAuley, E. (1986).

Encyclopedia of Educational Process Affecting Learning.”

“Causal Attributions, Causal

Research, 3, 860-865. American Psychologist, 41,

(1992). “Attributional Influences

Dimensions, and Affective

in Counselor Decision Making.”

Reactions to Success and

Failure.” Journal of Personality Wilson, J. and Fasco, D. (1992). “Self- Esteem, Achievement, and

Psychology, 36, 417-422.

and Social Psychology, 50,

Eccles, J.E. et al. (1993). “Negative

Career Choices of Rural Effects of Traditional Middle Nurrosis, M.J. (1982). Advance

1174-1185.

Students.” The Journal of School

Humanistic Education and Motivation.” The Elementary

on

Students’

Statistics. Chicago: SPSS Inc.

Sanna, L.J. (1992). Self-Efficacy

Theory: Implication for Social

Development, 30, 131-138.

Overwalle, F.V. (1989). “Structure of

School Journal, 5, 553-574.

Facilitation and Social Loafing.”

Journal of Personality and Wilson, T.D. and Lenville, P.W. Fincham, F.D. and Bradbury, T.N.

Freshmen’s Atrtibutions for

Exam Performance.” Journal of

“Improving the

Social Psychology, 62, 774-

(1988). “Marital Satisfaction,

Academic Performance of Depression, and Attributions: A

Educational Psychology, 81,

College Freshmen: Attributional Longitudinal Analysis.” Journal

400-407.

Theory Revisited.” Journal of of Personality and Social Perry, R.P. and Magnusson, J.

Strickland, B.R. (1989). “Internal-

Personality and Social Psychology, 64, 442-452.

External Control Expectancies:

(1990). “Causal Attribution and

Psychology, 42, 367-376.

Perceived

Performance:

Creativity.”

American

Forsterling, F. (1986). “Attributional

Consequences for College

Wittrock, M.C. (1986). “Students’

Psychologist, 44, 1-12.

Conception

Though Proceses.” Dalam Psychology.”

in

Clinical

Students’ Achievement and

Merlin C. Wittrock, Handbook of Psychologist, 41, 275-285.

American

Perceived Control in Different

Weiner, B. (1979). “A Theory of

Instructional

Conditions.”

Motivation for Some Classroom

Research on Teaching, New

York: Macmillan, 297-314. Frijda, N. (1988). “The Locus of

Experiences.”

Journal

of

Psychology, 81, 164-172.

Abnormal Psychology, 71, 3-

Emotion.”

25. Zaleski, Z. (1988). “Attribution and Psychologist, 43, 349-358.

American

Emotions Related to Future Goal Greddler, M.E. (1992). Learning and

Platt, C.W. (1989). “Effect of Causal

Attributions for Success on

Weiner, B. (1986). “Attribution Theory Attainment.” Journal of Educational

and Attriburion Therapy: Some Psychology, 80, 563-314. Instruction:

Practice. New York: Macmillan.

Performance: A Covariance

Theoritical Observations and

Structure Model.” Journal of

Heppner, P.P et al. (1986). Research

Educational Psychology, 4,

Design in

Counseling.

469-578.

California: Brooks/Cole.

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN

(9) kurangnya semangat tim guru dalam PERAN DI TK AISYIYAH 3 PONTIANAK,

dengan

kata

“mengapa”;

mengekspresikan

emosi

melalui melakukan inovasi, dalam kegiatan

UMUR 4-5 TAHUN

gerak air muka dan membaca isyarat pembelajaran di TK. tubuh orang lain, serta meniru tingkah

Stimulasi merupakan hal yang

laku anak yang lebih dewasa atau penting

untuk mengembangkan

Halida

orang tua; (10) dapat menggunakan kemampuan berbahasa disamping

Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan ilmu Pendidikan Universitas Tanjungpura

struktur kalimat kompleks; (11) dapat kematangan alat berbicara. Apabila menceritakan kembali 4 hingga 5 perkembangan bicara anak sudah babak dalam urutan sebuah cerita.

terhambat, maka kemampuan anak ABSTRACT

yang lainnya akan ikut terhambat pula Objective of this research is to knowing increased speaking ability

Hasil pengamatan penulis terutama dalam aspek sosialisasi, through role-play methods. The result shows an improvement in speaking ability

pada TK Aisyiyah 3 Pontianak, kognitif dan juga afektifnya. in students learn with role-play methods as indicated by score as of 75.90% and

Alasan pemilihan metode 88.55% in first and second cycles, respectively. Additionally, test for speaking

anak-anak masih rendah, seperti bermain peran ini adalah untuk ability also reveals an increase as indicated by score as of 76.65% and 89.08

kurang jelas dalam menyebut nama meningkatkan kemampuan berbicara in first and second cycles, respectively. Implication taken from the study is that

benda yang ada disekitar, kurang anak-anak dengan baik dan benar. teachers Aisyiyah 3 Preschool should be more careful in selecting appropriate

benar dalam menggunakan susunan

learning methods intended to improve students speaking ability. And, therefore,

Masalah Penelitian it is suggested that preschool teachers use role-play methods in teaching their

uraian yang students for these methods may motivate students to speak optimally.

penggunaan kalimat, kurang berani

Dari

dikemukakan di atas, maka masalah Key Words: Speaking Ability, Role-Play Methods

kurang lancar dalam berbicara, penelitian ini dapat dirumuskan kurang rinci dan jelas dalam sebagai

berikut: Bagaimanakah menyampaikan sesuatu. Oleh karena meningkatkan kemampuan berbicara

PENDAHULUAN

itu perlu diadakan metode yang dapat anak usia 4-5 tahun di TK Aisyiyah 3 Latar Belakang

perkembangan lainnya harus berjalan

Salah satu aspek penting

Perkembangan

berbicara

mempunyai kemampuan berbicara

dalam perkembangan anak adalah anak usia 4-5 tahun, menurut NAEYC yang baik dan benar. Untuk Tujuan Penelitian aspek perkembangan bahasa dimana dalam Takdiroatun Musfiroh (2008:67-

Tujuan penelitian ini adalah perkembangan bahasa ini menurut

pengajaran yang diberikan guru

mengujicobakan metode para

68) adalah sebagai berikut:

sebenarnya sudah ada upaya untuk untuk

kemampuan bermain peran pada anak TK Aisyiyah perkembangan

ahli berkaitan

dengan

pengembangan

3 Pontianak. Dengan metode Seorang

aspek

lainnya. (1) memperluas kosakata dari 4000

peran diharapkan kemampuan verbal dapat dilihat memperlihatkan perhatian pada kata-

anak yang

memiliki

kata menjadi 6000 kata; (2)

kemampuan

berbahasa

sebagai bermain

muatan kurikulum pada TK tersebut. kemampuan berbicara anak dapat ketika ia berbicara. Misalnya senang kata abstrak; (3) berbicara dalam 4-6

Akan tetapi guru belum optimal dalam meningkat seperti pelafalan yang menceritakan pengalamannya kepada kata dalam satu kalimat; (4) suka

melaksanakannya, seperti dalam jelas, intonasi yang wajar, susunan guru dan teman-temannya, senang menyanyikan

kalimat yang benar, dan pilihan kata menjawab

lagu-lagu

yang

memilih/menentukan

metode

pembelajaran masih bersifat berpusat yang tepat, keberanian dalam mengajukan pertanyaan tentang permainan jari-jari; (5) berbicara di

pertanyaan

guru, sederhana, tahu beberapa dan

pada guru (teacher centered), dalam mengungkapkan ide perasaan, sesuatu yang ingin diketahuinya, depan kelompok dengan malu-malu,

mengembangkan tema pembelajaran kelancaran serta ekspresif dalam merespon perilaku teman-temannya suka bercerita dengan keluarga dan

belum mencakup semua aspek berbicara, rinci dan jelas dalam dengan berbicara, dan sebagainya. teman

perkembangan anak lebih banyak menyampaikan isi dari pembicaraan. Oleh karena itu antara perkembangan menggunakan beberapa kata abstrak;

dituntut untuk membaca dan menulis,

aspek bahasa

dan

aspek (10) sering membuat pertanyaan

dalam memilih alat/media, jenis serta

Kegunaan Penelitian

Aktivitas anak melakukan kegiatan diberikan setelah anak bermain peran Terdapat dua kegunaan yang dapat

dalam

meningkatkan

bermain peran dibawah bimbingan diakhir siklus. Penelitian tindakan terpenuhi dari penelitian ini, yaitu:

kemampuan berbicara anak.

c. Masyarakat/ Pengelola PAUD.

guru kelompok dan peneliti. Untuk kelas ini dilakukan sebanyak delapan

1. Secara Teoritis

kali pertemuan dalam satu siklus. (3) Hasil dari penelitian ini

Masukan kepada pengelola

dan triangulasi. diharapkan

PAUD, dapat dijadikan bahan

peningkatan kemampuan berbicara, Penyimpulan

ini Kegiatan yang dilakukan adalah wawasan mengenai peningkatan

dan penafsiran data yang telah disajikan profesional

mendapatkan simpulan. peningkatan kemampuan berbicara

pendidik

dalam

mengembangkan wawasan dan

wawancara. Ada observasi untuk guru untuk

dan anak dan wawancara untuk guru Triangulasi dilakukan dengan cara melalui metode bermain peran secara

pengembangan ilmu.

dan anak. Kegiatan bermain peran berdiskusi dengan teman sejawat terprogram,

dilakukan secara berkelompok dan yakni guru kelompok yang mengajar bermakna sesuai dengan karakteristik

sistemik,

holistik,

Metode Penelitian

di kelas yang diteliti yaitu dengan Ibu dan kebutuhan anak usia dini.

bergiliran. Judul yang diperankan

dalam penelitian ini adalah metode

saat Safariah.

2. Secara Praktis

deskriptif kualitatif (Moeleong, 1998).

penelitian dilakukan.

a. Bagi mahasiswa S1 dan S2 pada Sedangkan bentuk penelitiannya

dilakukan Hasil dan Pembahasan Program Studi Pendidikan Anak adalah bentuk Penelitian Tindakan

Analisis

data

Masalah Penelitian ini adalah Usia Dini khususnya dan Kelas (Classroom Action Research)

dengan langkah sebagai berikut: (a)

meningkatkan mahasiswa lain yang berminat dengan 2 siklus. Tiap-tiap siklus

“Bagaimanakah

Berbicara melalui untuk

diperoleh dari hasil observasi, Kemampuan

dan Metode Bermain Peran pada Anak bidang keilmuan Pendidikan rancangan penelitain tindakan dari

mempelajari

tentang

didasarkan pada siklus hasil adopsi

wawancara,

perekaman,

pencatatan lapangan, dokumentasi Usia 4-5 Tahun di TK Aisyiyah 3 Anak Usia Dini. Diharapkan hasil Kemmis & Taggart (1998) yang

Untuk mengatasi penelitian ini dapat memperluas meliputi:

aktivitas guru dan anak-anak,(b) Pontianak?”

penyajian data: (1) penyajian data masalah tersebut maka diujicobakan wawasan khasanah ilmu tentang Tindakan,(b)

(a)

Perencanaan

secara naratif berupa deskriptif data metode bermain peran dalam anak

Pelaksanaan

usia dini,

terutama

Tindakan,(c) Observasi, dan (d)

kualitatif berdasarkan observasi yang pembelajaran.

Berikut aspek dan indikator berbicara anak sebagai upaya

peningkatan

kemampuan Refleksi.

dibuat berdasarkan indikator yang

dibuat, lembar observasi ini dicentang yang diteliti dalam peningkatan merancang

Perencanaan tindakan adalah

berbicara melalui penggunaan

permainan, aktivitas yang terdiri atas (a)

(V) dan hasil dari catatan lapangan, kemampuan

bermain peran. pembelajaran sesuai dengan mengidentifikasi persoalan dalam

model

melakukan refleksi awal dengan cara

(2) penyajian data statistik berupa tes metode

kemampuan berbicara anak. Tes ini

karakteristik dan kebutuhan anak mengembangkan

desain

usia dini.

pembelajaran

berdasarkan

b. Bagi Pendidik Anak Usia Dini. Tabel. 1 Fokus Peningkatan Kemampuan Berbicara Siklus I pengalaman selama ini, (b)

Aspek

Indikator

Diharapkan hasil dari penelitian merefleksikan

dan

merumuskan

1. Pelafalan bunyi kalimat yang jelas

ini dapat dimanfaatkan oleh persoalan

yang

terjadi,(c)

Kebahasaan

2. Intonasi yang wajar

pendidik anak usia dini, yaitu merumuskan

tindakan

yang

3. Susunan kalimat yang benar

guru, pamong, pembimbing, dimungkinkan

dapat

mengatasi

4. Pilihan kata yang tepat

pengasuh dan perawat dalam 5. Keberanian dalam berbicara persoalan yang timbul, dan (d) Non

6. Kelancaran dalam berbicara

7. Ekspresi dan gerakan tubuh dalam berbicara

sebagai pembelajar

yang

rancangan tersebut.

Isi

8. Kerincian dalam menyampaikan isi pembicaraan

demokratis, inovatif

dan

Objek penelitiannya adalah

9. Kejelasan dalam menyampaikan isi pembicaraan

senantiasa mengedepankan

anak TK Aisyiyah umur 4-5 tahun

kepentingan anak didiknya dan berjumlah 27 anak. Dilaksanakan

berkembang kreatif dan atraktif pada tahun ajaran 2009/2010.

Data Deskriptif dan Data Statistik yang tepat dalam percakapan ketika Berikut sajian frekuensi dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Pembelajaran yang dilakukan pada bermain

siklus I sebanyak 8 kali pertemuan

nonkebahasaan ketika berbicara anak

sebagai berikut;

cukup berani, cukup lancar serta

Tabel. 3 Frekuensi tiap Kategori Siklus I

Dari hasil pengamatan yang dapat menggunakan ekspresi/ gerak

No Aspek Kemampuan

Baik Sekali

Baik

Sedang Kurang Kurang Baik

dilakukan sebanyak 8 kali tindakan, tubuh sesuai dengan kalimat yang

Berbicara

dapat disimpulkan

bahwa disampaikan. Sedangkan untuk aspek

02 7,40 - - - -

kemampuan berbicara anak pada isi dari kemampuan berbicara anak

02 7,40 - - - -

Siklus I mengalami peningkatan dari cukup jelas dan rinci dalam berbicara

05 18,51 - - - -

sebelum diberikan tindakan, seperti dengan teman ketika bermain peran

pada aspek kebahasaan anak dapat berlangsung. Dilihat dari tabel di atas kemampuan berbicara anak pada berbicara dengan lafal yang cukup

kemampuan berbicara pada aspek Siklus II mengalami peningkatan dari jelas, dapat menggunakan intonasi

kebahasaan yang terdiri dari indikator Siklus I, seperti pada aspek yang

Berikut dokumentasi pada

lafal yang jelas, intonasi yang wajar, kebahasaan anak dapat berbicara menggunakan susunan kalimat yang bermain peran dalam meningkatkan

cukup wajar,

dapat saat penelitian berlangsung saat anak

susunan kalimat yang benar dan dengan lafal yang sangat jelas, dapat benar dan menggunakan kalimat kemampuan berbicara.

pilihan kata yang tepat diperoleh skor menggunakan intonasi yang sangat sebesar hasil sebesar 44,44% wajar, dapat menggunakan susunan

kategori sangat baik (A) berjumlah 12 kalimat yang baik dan benar dan anak. Pada aspek nonkebahasaan, menggunakan kalimat yang tepat yang terdiri dari indikator kelancaran, dalam percakapan ketika bermain keberanian dan ekspresi/gerak tubuh peran. Untuk aspek nonkebahasaan diperoleh hasil sebesar 48,14% ketika berbicara anak sangat berani, kategori sangat baik (A) berjumlah 13 sangat

lancar serta dapat anak. Pada aspek isi yang terdiri dari menggunakan ekspresi/ gerak tubuh

indikator kerincian dan kejelasan sesuai

dengan kalimat yang diperoleh hasil sebesar 37,03% disampaikan. Sedangkan untuk aspek

kategori sangat baik (A) berjumlah 10 isi dari kemampuan berbicara anak

Gambar. 1. Penelitian Siklus I Gambar. 2. Penelitian Siklus I

anak.

sudah sangat jelas dan rinci dalam

Anak bermain peran sebagai penjual dan pembeli

Anak bermain peran sebagai pengantin dan Pak

berbicara dengan teman ketika Data Deskriptif dan Data Statistik bermain peran berlangsung.

sayuran melakukan transaksi

Ustadz dalam acara akad nikah

Di bawah dokumentasi pada Untuk

Pembelajaran yang dilakukan pada

saat penelitian berlangsung saat anak kemampuan berbicara anak secara tertera pada tabel di bawah berikut ini.

melihat

hasil

skor, rerata maupun persentase

siklus II sebanyak 8 kali pertemuan

bermain peran dalam meningkatkan keseluruhan pada siklus I baik dari

sebagai berikut;

Dari hasil pengamatan yang kemampuan berbicara. dilakukan sebanyak 8 kali tindakan,

Tabel. 2 Hasil Kemampuan Berbicara Siklus I

Rata-rata pada Siklus I

Aspek Kemampuan

Persentase pada siklus I dari sebesar 75,90%. Sedangkan untuk

Kemampuan Berbicara

melalui hasil tes kemampuan berbicara

metode bermain peran diperoleh diperoleh sebesar 76,65%.

Dilihat dari tabel diatas kategori sangat baik (A) diperoleh kemampuan berbicara pada aspek hasil sebesar 85,18% berjumlah 23 kebahasaan yang terdiri dari indikator anak. Pada aspek isi, kategori sangat lafal yang jelas, intonasi yang wajar, baik (A) diperoleh hasil sebesar susunan kalimat benar dan pilihan 51,85% berjumlah 14 anak. kata yang tepat, pada kategori sangat baik (A) diperoleh hasil sebesar

Adapun perbandingan hasil 81,48% berjumlah 22 anak. Pada kemampuan berbicara dapat dilihat aspek nonkebahasaan yang terdiri pada Histogram di bawah ini. dari keberanian dan kelancaran, pada

Histogram 1. Perbandingan Peningkatan Skor Kemampuan Berbicara dari Asesmen Awal ke

Gambar. 3. Penelitian Siklus II Gambar. 4. Penelitian Siklus II

Siklus I, Siklus I ke Siklus II

Anak bermain peran sebagai petugas Anak bermain peran sebagai dokter

Perpustakaan, melayani pengunjung

yang memeriksa pasien

Berikut ini disajikan tabel hasil kemampuan

Tabel. 4 Hasil Kemampuan Berbicara Anak Siklus II

Rata-rata pada Asesmen Awal

Aspek Kemampuan Berbicara

Dilihat dari histogram di atas, terjadi

kemampuan berbicara anak

peningkatan kemampuan berbicara

semakin baik dan benar.

Pada siklus II kemampuan hasil tes kemampuan berbicara pada

anak dari asesmen awal, siklus I dan

3. Metode bermain peran dapat

mengefektifkan pembelajaran berbicara anak diperoleh hasil 88, siklus II diperoleh angka sebesar 89, kemampuan berbicara secara 55% yang terdiri dari aspek 08%.

Siklus II.

optimal.

kebahasaan, aspek nonkebahasaan

Untuk melihat frekuensi yang

SIMPULAN DAN SARAN

Saran

dan aspek isi. Dilihat dari hasil yang diperoleh tiap anak dapat dilihat pada

1. Dalam melaksanakan metode tetulis

Berdasarkan uraian dia tas dapat

di atas

peningkatan dari hasil Siklus I. Untuk

disimpulkan sebagai berikut:

bermain peran, pendidik tidak

1. Kemampuan berbicara anak

boleh tinggal diam melihat anak-

anak bermain peran akan tetapi

menggunakan metode bermain

anak

diarahkan, dibimbing,

Tabel. 5. Frekuensi Anak tiap Kategori Siklus II

peran.

dibina dan didampingi sehingga

Siklus II

2. Metode bermain peran dengan

mendapatkan hasil kemampuan

No Aspek Kemampuan Berbicara

judul yang berbeda, mainan yang

berbicara yang maksimal.

Baik

Baik

banyak dan variatif, setting

2. Seyogianya pendidik dapat

lokasi bermain di luar dan di

memvariasikan berbagai metode

2 Nonkebahasaan

dalam sangat menarik minat

pembelajaran yang

3 Isi

anak untuk aktif berbicara

menyenangkan, agar anak tidak

dengan lawan main sehingga

bosan, jenuh dan malas untuk bosan, jenuh dan malas untuk

Humant Development , Alih Apabila ingin melakukan metode Direktorat PAUD dan Dirjen PLS

Bahasa A.K Anwar, Jakarta: bermain

Limited

Kencana selektif memilih judul yang akan

Pembelajaran PAUD (Menu

Kemmis, Stephen, and Robin Mc.

Taggard, 1998, The Action Santoso, Soegeng, 2004, Pendidikan memainkan peran dengan baik,

diperankan sehingga anak mau

untuk Pembelajaran Generik)

Anak Usia Dini, Jakarta: Citra memberikan fasilitas permainan Elliot, John, 1991, Action Research

Research: Third Edition,

Pendidikan yang banyak dan variatif serta

Victoria: Deakin University

for Educational Change,

Press

mensetting

Santrock, John, 2002 Life- Span pembelajaran yang aman dan

lingkungan

Philadelphia: Open University

Development (Perkembangan menyenangkan bagi anak.

Press

Keer, Adam, 2006, Bring Out the

Masa Hidup) Alih Bahasa Agar kemampuan berbicara anak baik Gunarti Winda, Lilis Suryani, Azizah

Genius in Your Child ,

Yuda Damanik dan Achmad dan benar, sebaiknya pendidik dapat

London: Hamlyn

Chusairi, Jakarta: Erlangga mengaplikasikan metode bermain

Pengembangan Perilaku dan

Labov, William, 2001, Principles of

peran. Kemampuan Dasar Anak

Linguistic

Change, Seefeldt, Carol & Barbara A, 2008,

Pendidikan Anak Usia Dini , DAFTAR PUSTAKA

Usia Dini, Jakarta: UT

Heinemann:

Educational

Books in Association with The

Penerjemah Pius Nasar,

Jakarta: Indeks Berk, Laura E, 2006, Child

Hoff, Erika, 2005, Language

Open University Press

Development, third edition,

Development, Boston, New

Semiawan, Conny, 2008, Belajar dan York, San Fransisco: Pearson

Florida: Atlantik University

Pembelajaran Prasekolah dan

Sekolah Dassar, Jakarta: Brewer, Jo Ann, 2007 Early Childhood

Hopkins, 2005, A Teacher’s Guide to

Jakarta: Pusat Pembinaan

Education, United States:

Buckingham-Philadelphia

Pearson Education, Inc

Open University Press

Moleong, Lexy, 2007, Metodologi Sujiono, Yuliani Nurani, 2009, Konsep

Dasar Pendidikan Anak Usia Clark , Herbert H. & Eve V. Clark, Jalongo, Mary Renck, 2007, Early

Penelitian Kualitatif, Edisi

Dini, Jakarta: Indeks 1997,

Revisi, Bandung: Rosda

Psychology

and

Childhood Language Arts,

Language, Harcourt: Brace

Morrow , Lesley Mandel, 1993, Tedjasaputra, Mayke, 2001, Bermain, Jovamovich, Inc

Boston New York: San

Fransisco: Pearson

Literacy Development, M.A

Mainan

dan Permainan,

Jakarta: Irasindo Media Dhieni, Nurbiana dkk, 2007,Metode Jamaris,

Needham Heights: Allyn and

Widiasarana Indonesia Pengembangan

Jakarta: Universitas Terbuka

Pengembangan Anak Usia

Musfiroh, Takdiroatun, 2008, Cerdas http://abumuthi.multiply.com/journal/it

melalui Bermain, Yogyakarta: em/74/Bermain_Peran bagi Anak Djiwandono M. Soenardi, 1996,Tes

Taman

Kanak-kanak,

Jakarta: Grassindo

Grasindo

Bahasa dalam Pengajaran, http://yudhistira31.wordpress.com/200 Bandung: ITB

Papalia, Diane E. Sally Wendkos Old, 8/06/13/bermain-peran-pembelajaran-

anak/ Djiwandono M. Soenardi, 2008 Tes

Research, Action Learning

Ruth Duskin Feldman, 2008,

Bahasa Pegangan

Bagi

Improve the Quality of

Pengajar Bahasa, Jakarta:

PT.Indeks