Pengelolaan Ruang Hijau Secara Berkelanjutan (Studi Kasus di Kotamadya Bandar Lampung)

PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU
SECARA BERKELANJUTAN
(STUD1 KASUS DI KOTAMADYA BANDARLAMPUNG)

Oleh
ANANTO AJI
(PSL - 94532)

PROGRAM PASCASARJANA
ENSTITUT PERTANLAN BOGOR
BOGOR
2000

ABSTRACT

ANANTO AJI. Sustainable Management of Green Open Space (a Case Study
in Bandarkampung Municipallity). Under supervision by Prof. Dr. Ir. Lutfi
Ibrahim Nasoetion, M.Sc. (Chaiiman); Prof, Dr. Ir. F.G. Soeratmo, M.F.; Prof.
Dr. IT. Kooswardhono Mudikdjo, M.%; Dr. Ir. Siswadi, M.Sc.; and Dr. Ir. Joyo
Winoto, M.Sc. (Members).


Bandarlampung Municipality is classified as a medium size town and its
growth is so fast that drive some environmental externality problems, especially in
connection with the sustainability of its Green-Opened Space (GOS). The ultimate
objective of this research is to fonrmlate the main ideas and the priority of
sustainability GOS management. In order to reach that dimate objective, it had designed the detail objectives as the following steps: to assess the realization of GOS
altocation agd the existing condition, to plan the GOS conversion control; to improve
the GOS performance; and to explore the potency of financial support participation
of the private business and community in GOS W i n g .
The research result suggest that the allocation and the existing condition of
GOS are sufficient, namely 12, 471-85 ha (64.91 YO)and 12.615,00 ha (65,65 YO)
respectively, both are more than the requkment of the minimum acreage of the ~ g u l a tion (2 40% of total municipality area). Although the GOS minimum requirement is
meet the regulation, however, there is a serious problem of W S conversion particuk l y on the conservation and limited development areas. This plaenomena is in high
risk to the ullsushinabilii of the GOS, due to the significant GOS conversion in the
period of 1987/1988 to 1997/1998. The community valued that the management of
the GOS performance is not satisfied yet as expresed in the 25 (eom 77) indicators
considered not very good and not good. The best perfbrmance is the town park
whereas the worst one is the river belts. According to the vahmtion result, there is a
high relatinship between the GOS conversion and its performance. To improve the
- ' j ' s valuation in grouping villages
GOS performance it need to accept the co

fbr determining the priority of the GOS management. The private participation to
the GOS development and maintenance fUnding is relatively high (Rp 2,5 I 2 million
for ten year) especially for town park ruzd the road green belt. ActuaUy the privates
participation may be increased especially for the GOS maintenance if they get
more than the existing incentive (Rp 106.9 miIlion for ten year). This is a good opportunity for the municipality efficiency fimd allocation. The community's willingness to pay is categorized relatively high (Rp 3,553 milliidyear) for implementing
GOS improvement. This conurmnity's W is appropriately allocation if intended
for managing: the conversed GOS, the some subdistricts Limited GOS, the unpreference privately fitding W S , and other W S beyond local government fundiig
ability.

ANANTO Am. Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Secara Berkelanjutan (Studi Kasus di Kotamadya Bandarlampung). Di Bawah Bimbingan Prof. Dr. Ir.
Lutfi Ibrahim Nasoetion, M.Sc. Sebagni Ketua; Prof. Dr. Ir. F.G. Soeratmo,
M.F.; Pmf. Dr. Ir. Kooswardhono Mudikdjo, M.Sc; Dr. Ir. Siswadi, M.Sc.; dan
Dr. Ir. Joyo Winoto, M.Sc. Sebagai Apggota.

Kotamadya Ba.ndarlampung merupakan kota be-

sedang yang memili-

ki pertumbuhan relatif pesat. K o t d y a Badarlampung sedang berkembang menjadi kota besar dengan didukung oleh fungsi kota yang beragam Sebagai dampak
ikutannya, semakii kompleks pula masalah-masalait lingkungan yang terjadi, khususnya yang terkait dengan keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) dengan berbagai

dimensinya.
Kondisi fisiografi di Kotamadya Bandarlampung memiliki lansekap aiami
berupa gunung, bukit, lembah, bantaran sungai, dan garis pantai yang luas. Perenca-

naan kota yang mengakomodasikan bentuk hsekap alami tersebut sangat diperlukan
untuk menjaga kelestarian fimgsi lingkungan, yaitu dengan mengalokasikannya sebagai RTH.
Alokasi RTH di Kotamadya Bandarlampung berbentuk hutan kota, kawasan
iindung (sempadan sungai, sempadan pantai, dan Y),
taman kota, jalur hijau
jaIan, dan haIamadpekarangan. Berbagai bentuk RTH tersebut pada saat ini diduga

sedang mengalami proses alih m s i dan belum dapat memberikan jasa layanan yang
memuaskan bagi warga kota. Pengelolaan RTH juga dhtdapkan pada terbatasnya
sumber dana untuk pernbiayaan,
Tujuan utama penelitian adalah mmnnuskan pokok-pkok pilciran dan &la
prioritas dalam rangka mengembangkan pendekatan pengelolaan RTH secara berkelanjutan di Kotamadya Bandarlampung. Tujuan utama tersebut memerlukan beberapa tujuan penunjang sebagai berikut : (a) mempelajari perkembangan alokasi dan
kondisi keberadaan RTH, (b) merencanakan upaya pengendalian konversi lahan yang
berpengaruh terhadap ketidakberlanjutan keberadaan RTH, ( c ) memperbaiki kinerja

RTH dengan mempertimbangkan penilaian warga kota, clan (d) mempelajari potensi

pembiayaan RTH oleh perusaham dan warga kota untuk menggali alternatif sumber

dana pengelolaan secara berkelanjutan.
Analisis perkembangan alokasi RTH dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundangan. Analisis perkembangan kondisi keberadaan RTH dilakukan ber-

dasarkan sektor penggunaan lahan tahun t 997/I 998. Hasil penghitungan alokasi dan
kondiii keberadaan RTH selanjutnya d i b a n d i i a n dengan tingkat kebutuhan RTH
berdasarkan ketentuan Inrnendagri No. 14 Tahun 1988. Analisis laju perubahan
pengguman lahan menggunakan model shift-share dengan data jenis penggunaan

l a b tingkat kecamatan dibandingkan dengan kotatnadya. Analisis kiierja RTH dilakukan dengan: (a) metode statistika sederhana berupa nilai rerata indikator; (b)
analisis komponen utama untuk menyederhanakan indikator; dan (c) analisis gerombol untuk menge~ompokkankelurahan berdasarkan kinerja RTH-nya. Analisis partisipasi pihak perusahaan dalam pembiayaan RTH dilakukan secara deskriptif dengan
bantuan tabel hasil olahan data Analisis potensi partisipasi warga kota dalam pern-

biyaan RTH diilakukan dengan pedekitan penilaian manfaat ekonomi (economic
benefit) dengan contingent valuation methods untuk rnenghitung nilai surplus konsumen RTH umum dan jenis RTH tertentu. Penghitungan dilakukan dengan cara regresi bertatar (stepvise

regression).

*


Penelitian telah berhasil merumuskan berbagai pokok pikiran dan skala prioritas tindakan

d&un

rangka memperbaiki pendekatan pengelolaan RTH secara ber-

kelanjutan di Kotamadya Bandarlampung. Perbaikan pengelolaan RTH dilakukan
dengan mengakomodasii berbagai pokok pikiran clan skala prioritas ke dalam tiga
lnstrumen utama penataan ruang, yaitu produk rencana tata ruang;peraturan perun-

dangan; dan pelaksanaan pengelolaan RTH.
Perkembangan alokasi RTH di Kotamadya Bandarlampung hingga tahun
2004 tergolong tinggi, yaitu 12.471,85 ha (64,91 %), sedangkan kondisi keberadaan

RTH pada tahun 1997/1998 sebesar 12.615 ha (65,65 96)). Hasil penghitungan
perkembangan alokasi dan kondisi keberadaan RTH ternyata lebih tinggi dari tingkat
kebutuhn RTH kota minimal menurut ketentuan Inrnendagri No. 14 Tahun 1988

sebesar 7.680 ha (40 %). Alokasi dan kondisi keberadaan RTH yang tinggi ternyata

kurang diimbangi dengan pengendalian pemanfmtan ruang yang ketat, sehingga beberapa kawasan konservasi telah berkurang sebesar 782 ha. Kawasan konservasi
yang mengalami penurunan luas meliputi 107 ha sempadan sungai, 202 ha sempadan
pantai, 3 13 ha lerenglbukitlgunung, dan 160 ha hutan. Dengan demikian alokasi

RTH sedang menghadapi risiko ketidakberlanjutan yang serius. Risiio konversi RTH
lanjutan pada kawasan berfkgsi lindung harus dihindari dengan memperbaiki dan
menerapkan pengendali pe&aatrtn

ruang yang I e b i berpihak pada berlanjutnya

keberadaan RTH.
Pola keberadaan RTH dicirikan dengan terbatasnya ketersedhm RTH pada
kecamatan - kecamatan yang berfimgsi sebagai pusat pertumbuhan, yaitu Kecamatan
Tanjungkarang Pusat (7,27YO), Teluk Betung Utara (12 %) clan Teluk Betung Selatan (5,94 YO). Jenis RTH yang tersisa umurnnya berbentuk taman kota; jalur hijau

jalan; clan halamanlpekarangan, sehiigga ketiga jenis RTH tersebut layak diperta-

bankan keberadaannya dengan mengakornodasiiya secara detail dalam tiga instrumen tata ruang. Ketiga kecamatan telah menjadi pusat pertumbuhan kota sejak

lama dengan Iuas wilayah yang kecil dan tingkat kepdatan penduduk tertinggi.

Pada keenam kecamatan K
i
n yang berlokasi relatif jauh dari pusat pertumbuhan,
kondisi keberadaan RTH-nya mash lebih besar dari 40 %.
S e w 10 tahun (1987/1988- 1997/1998), prtumbuhan Kotarnadya Bandariampung telah mengorbankan keberadaan RTH menjadi non RTH, yaitu dari
tegaukebun (-1.069 ha), hutan (-203 ha), dan perkebunan (-1.894ha) menjadi perm u k i i (975ha), jasa (54ha), perusahaan (58ha), industri (46ha), dan lahan yang

sudah diperuntdckan (763 ha). Poh konversi RTH yang terjadi bersifat ekspansif
karena telah mengorbadcan kawasan lindung (kawasan konservasi clan pengembangan terbatas) yang sebagian besar berupa perkebunan dan hutan. Dengan dernikian
konversi RTH yang telah tejadi di Kotamadya Bandarhinpung sangat merugikan
bagi kelestarian RTH.
Konversi RTH pada seluruh kecamatan sebagian besar menjadi kawasan
hunian warga kota (permukiman dan lahan diperuntukkan). Konversi RTH pada ke-

camatan-kecamatan yang berlokasi dekat dengan pusat pertumbuhan tidak lagi bersifat dominan dibanding kecamatan lainnya. Penyebab terjadinya pola tersebut dalah
kecamatan yang berlokasi dekat pusat pertumbuhan sudah sangat minim RTH, harga
lahan di pusat perturnbuhan sangat -1,

dan lokasi hunian baru merniliki waktu


tempuh yang relatif singkat ke pusat kota
Pilihan hunian warga kota di Kecamatan Teluk Betung Barat, Tanjungkarang
Barat dan Panjang didukung oleh keunggulan kompetitif sektor permukiman di Kecamatan Tanjungkarang Barat dm Teluk Betung Barat, keunggulan kompetitif sektor
pekamngan di Kecamatan Tanjungkarang Barat dan Panjang, serta keungguian kompetitif sektor lahan diperuntukkan di Tanjungkarang Barat dan Panjang. Padahal Kecamatan Teiuk Betung Barat, Tanjungkarang Barat, dan Panjang memiliki konsentrasi kawasan konservasi dan pengembangan terbatas yang berfhgsi lindung. Dengan
dernikian pilihan hunian pada ketiga kecamatan seharusnya diimbangi dengan upaya
pengendalian pemanfaatan ruang yang sangat ketat sebagai upaya mernpertahankan
keberlanjutan keberadaan RTH dan diakomodasiian secara jelas dalam tiga instrumen penataan ruang.
Pilihan hunian di kecamatan Sukarame dan Kedaton belurn didukung keung-

gulan kompetitif yang memadai untuk pengembangan permukiman, sementara kedua
kecamatan sangat diharapkan menjadi pusat pertumbuhan baru pada masa yang akan
datang. Kecamatan Sukarame memberikan harapan yang lebih baik, mengingat kecamatan tersebut sudah merniliki keunggulan kompetitif untuk sektor penggunaan
lahan diperuntukkan, dimana sebagian besar alokasinya adalah untuk pengembangan
permukibalu.

Pada masa &tang keunggulan kompetitif sektor permukiman di Kecamatan
Sukarame dan Kedaton sangat potensial untuk ditingkatkan, mengingat kedua kecamatan sudah memiliki keunggulan komparatif untuk kedua sektor tersebut. Pen@katan kondisi infiastruktur kota pada kedua kecamatan diperkirakm dapat mernacu
rninat hunian warga kota. Pilihan hunian yang meningkat padit Kecamatan Sukarame

dan Kedaton diharapkan akan mengurangi tekanan terhadap konversi kawasan konservasi dan pengembangan terbatas di Kecamatan Tanjungkarang Barat, Teluk Be-


tung Barat dan Panjang. Untuk mengantisipasi pilihan hunian pada Kecamatan Suka-

rame dan Kedaton, perlu diimbangi pengetatan rasio KDB agar keberadaan RTH
terjaga. Pengetatan KDB secara fonnal hams diakomdasikan dalam tiga instrumen
penatsan ruang.
Penilaian warga kota terhadap kinerja 7 jenis RTH dengan menggunakan 5
rnacam indikator ketersediaan RTH dan 6 macam indikator peran RTH menunjukkan

hasil yang sangat beragam.

Hasil rerata (median) indiiator penilai kineja

RTH

menunjukkan bahwa 2 indikator dikategorikan sangat tidak baik (nilai I), 23 indika-

tor p e n h i dikategorikan tidak baik (nilai 2), 37 indiitor dikategorikan cukup baik
(nilai 3), 15 M i o r dikategorikan baii (nilai 4), dan tidak ada indikator dikategorikan sangat baik (nilai 5). Jenis RTH lereng/bukit/gunung, sempadan pantai, dan
sempadan sungai secara umum behun memenuhi syarat minimal kinerja cukup baik


Hal ini diduga berkaitan dengan banyaknya konversi ketiga jenis RTH, sebagaimana

hasil analisis perkembangan alokasi dan konversi RTH. Dengan demikian peningkatan kinerja ketiga jenis RTH sebagaimana penilaian warga kota perlu segera dilakukan, bersamaan dengan upaya pengedaIian konversi lanjutan pada ketiga jenis

RTH. Indikator dan jenis RTH yang rnendapatkan penilaian sangat tidak baik dan
tidak baik patut mendapatkan prioritas pengelolaan yang lebih tinggi.
Penyusunan urutan kelurahan se&
hijau jalan dan Imhmadpe-

dengan kinerja RTH taman kota, jalur

telah dilakukan dengan bantuan analisis kompo-

nen utama berdasarkan komponen utama per-

Susunan -tan

kelurahan pada


dasarnya rnenunjukkan bahwa sernakin kecil nilai skor komponen berarti memiliki
kineja RTH yang semakin buruk. Dengan demikian susunan urutan kelurahan dapat
menjadi bahan pertimbangan dalam mengelola RTH yang lebih baik.
Pengebmpokan kelurahan berdasarkan kineja RTH yang dimiliki telah dilakukan dengan bantuan analisis geromboI. Secara mum masih banyak kelurahan

yang memiliki kherja RTH belurn baik. Hanya terdapat 24 (dari 84) unit kelurahan
yang benar-benar memiliki kinerja RTH taman kota., jalur hijau jalan dan halaman/
pekarangan yang baik. Penggerombolan kelurahan dapat membantu program pengelolaan RTH lebih tepat sasaran dm lebih efisien, Icarena permasalahan indikator yang

harus diperbaiki untuk masing-masing gerombol telah tergambar secara jelas. Dalarn
menentukan skala prioritas pengelolaan RTH, perthbangan h i 1 analisis perkembangan alokasi clan konversi RTH sangat diperlukan, d

i

i kecamatan yang sudah

mengalami keterbatasan RTH sebaiknya lebih diprioritaskan.
Berdasarkan h i 1 analisis rerata, analisis komponen utama dan analisis
gerombol ternyata penilaian warga kota terhadap kinerja RTH menunjukkan ukuran
tingkat keberhasilan pengelolaan RTH yang belum sepenuhnya memuaskan warga
kota P-

kinerja RTH yang lebii tanggap terhiap kepuasan warga kota

d h p k a n dapat mmingkatksn rasa rnemiliii dan kepedulian warga kota terhadap
RTH yang dikelola. Sernakin tinggi rasa memiliki dan kepedulian warga kota terhaclap RTH, maka harapan terhadap keberlanjutan keberadaan RTH akan semakin meningkat pula.
Keterlibatan pihak perusahaan dalam bentuk bantuan dana partisipasi untuk
membiayai pembangunan dan pemeliharaan RTH setidaknya telah berjalan selama
10 tahun dengan jumlah dana partisipasi relatif besar, yaitu Rp 2.615,3 juta (kotor)

atau Rp 2.512 juta (bersih). Dana partisipasi tersebut telah menjadi sumber pembi-

yaan penting setelah dana Pemda (APBD) sejak tahun 1989 hingga tahun 1997 dan
t e a dipergunakan untuk membangun dan m e m e l i i 22 unit RTH taman kota dan
jalur hijau jakm dengan luas total 7.451 m2. Keberlanjutm partisipasi perusahaan

dalam pembiayaan RTH masih tetap tinggi, khususnya untuk komponen biaya pemelibaraan RTH, b i i disertai p e n a m nilai insenti yang lebih tinggi. M i ~pt a -

sahaan untuk membiayai RTH sebdcnya segera ditindaklanjuti oleh pihak-pihak terh i t . NiIai insentif yang d i t d pihak perusahaan dari pihak Pemda atas partisipasinya dalam pembiayaan RTH dari t&un 1989/1990 hingga tahun 1998/1999 adalah
Rp 106,9 juta. Nilai insentif tergolong sangat kecil (4,08 YO)& W i g dana partisi-

pasi perusahaan (kotor) yang telah diberikan (Rp 2.615,3 juta). Nilai insentif akan
setara 100 % bila ruang iklan yang disediakan adalah 3,68 m2 per papan ikIan clan

bukan 0,15 m2. Pada masa datang dana partisipasi perusahaan clapat dikonsentrasikan untuk pengelolaan RTH taman kota dan jalur hijau jalan yang sangat diminati
sebagai media reklame, sedangkan dana APBD dapat dikonsentrasikan untuk mem-

biayai jenis RTH lain yang layak diprioritaskan pengelolaannya sebagaimana hasil
analiiis perkembangan alokasi; konversi; dan kinerja RTH.
Penilaian kinerja RTH oleh warga kota yang secara umum menunjukkan pola
cukup baik, ternyata juga telah memberikan

&hat

ekonomi berupa nilai surplus

konsumen RTH yang relatif besar, yaitu Rp 3.096,4juta. Nisbah antara nilai surplus
konsumen RTH umum terhadap pengelman rekreasi ke obyek berunsur RTH relatif
kecil(11,Sl %). Nisbah yang relatif kecil menggambarkan kesediaan berpartisipasi
warga kota bersifat cukup rasional, mengingat tingkat kebutuhan warga kota terhadap obyek wisata berunsur RTH sudah tinggi. Dengan demikian apresiasi warga
kota untuk berpartisipasi membiayai RTH umum sangat poteusial untuk direalisasi-

kan. Nilai surplus konsumen secara umum sangat d i t u k a n oleh tingginya taraf
p e n d i d i i dan pendapatan warga kota. Selanjutnya nisbah antara nilai surplus konsumen ( m e ) terhadap biaya RTH menunjukkan bahwa pa&

tahun 2000 temyata

seluruh biaya RTH umum sejak tahun 1989/1990 telah tertutup oleh manfhtnya.
Gambaran tentang kelayakan keberadaan RTH umum memberikan barapan dan

sekaligus potensk bagi terciptanya pembiayaan RTH secara marsdiri oleh warga kota
Pembiayaan RTH secnna mandiri sangat penting untuk meagelola jenis RTH yang

tidak dimiaati oleh perusahaan dan tidak terjangkm oleh dana APBD, khususnya
pada lokasi yang diidentifikasi kritis RTH dan lokasi RTH yang mengalami risiko
ketidakberlanjutan. Apabila sistem pembiayaau RTH yang bertumpu pada kernampuan warga kota telah tercipta, &a
RTH a

harapan terhadap keberlanjutan keberadaan

h semakin mudah diwujudkan.

DaIam rangka

gambaran yang l e b i rinci tentang manfaat dan

sekaligus tingkat kelayakan su8tu RTH, telah dihitung pula mlai surplus konsumen
dan tingkat kelayakan keberadaan tiga jenis RTH tertentw Ketiga jenis RTH yang

dinitai adalah RTH Hutan Kota Sukarame, Tarnan Kota Dipangga clan Sempadan
Pantai Lempasing. Nilai rnanfaat ekonomi ketiga jenis RTH masing-masing adalah
Rp 232,l juta, Rp 190,7 juta, dan Rp 128,8 juta. Sedangkan tingkat kelayakan keberadaan ketiga jenis RTH telah terpenuhi pada tahun 2000 (RTH hutan kota) dan ta-

hun 1 9 9 9 (RTH taman kota dan sempadan pantai). Nilai manfaat ekonomi secara

umum sangat ditentukan oleh tingginya tarafpendidikan dan pendapatan warga kota.
Tingkat kelayakan keberadaan beberapa jenis RTH mengindikasikan bahwa pengembangan RTH &pat memberikan jasa layanan yang memadai bagi warga kota. Pemaparan tingkat kelayakan pengembangan RTH dipandang perlu mengingat upaya peningkatan kinerja RTH sebagaimaua diiarankan dalam penelitian, khususnya bagi

RTH yang kinerjanya tidak cukup baik seperti RTH sempadan sungai dan sempadan
pantai, ada k e m u n g k i i akan dhdapkan pada kewajiban untuk menghitung keta-

yakannya Hal hi terkaii dengan semakin perlunya akuntabilitas pemakaian dana
publik. Dalam kondisi tersebut, maka metode pendekatan studi kelayakan keberada-

an RTH sebagahana telah dilakukan dapat diadopsi untuk diterapkan, tentunya dengan penyesuaian seperlunya.
Kelengkapan aspek legal untuk melddcan pengembangan dan pemeliharaan
RTH di Kotamadya Bandarlampung telah cukup memadai. Meskipun demikian dari
sisi pelaksanaannya mash memiliki kelemahan, khususnya dalam ha1 sanksi hukum
yang ringan, kurangnya pelibatan warga kota, d m bmahnya koordinasi antar lemba-

ga yang mernbawsbi sektor-sektor penggunaanlaham

PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU
SECARA BERKELANJUTAN
(STUD1 KASUS DI KOTAMADYA BANDARLAMPUNG)

Oleh
Ananto Aji

94532 - PSL

Diirtasi sebagai Salah Satu Syarnt untuk Memperoleh Gelar

DOKTOR
Pada
Program Studi Pengelohan Sumberdayr Alam dan Lingkungan
Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANlAN BOGOR
BOGOR
2000

Judul Disertasi

: PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU
SECARA BERKELANJUTAN (STUD1 KASUS DI
KOTAMADYA BANDARLAMPUNG)
Nama Promovendus :ANANTO AJI
:94532
Nomor Pokok
Program Studi
:Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Menyetujui
1. Komisi Pem imbing,

&

Prof. Dr. Ir. Lutfi Ibrahim Nasoetion, M.Sc.
Ketua

Prof. Dr. Tr. F.G. Soeratmo. M.F.
Anggota

Prof. Dr. Ir. K. Mudikdio. M.Se.
Anggota

Dr. Ir. Siswadi, M.Sc.
Anggota
2. Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya
Alam dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Sri Saeni, M-Si.
Tanggal lulus :

2 5 MAR 2000

~ rI